3 tabung reaksi dengan tabung durham yang diletakkan terbalik. Kemudian biakan dinkubasi selama satu hari dengan suhu 370 C. Hasil positif ditunjukkan dengan dengan medium yang berwarna kuning, sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan medium berwarna hijau. 5. Uji Indol Sebanyak satu lup bakteri yang diduga Shigella dipindahkan dari medium SSA ke Tripton broth (BactoTm). Kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 350 C. Setelah itu ditetesi dengan reagen kovac sebanyak 10-12 tetes. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin merah pada medium, sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin kuning pada medium. 6. Uji Sitrat Koloni yang diduga Shigella digores dari medium SSA ke agar miring simon sitrat (Acumedia) sebanyak satu lup. Kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 350 C. Hasil positif ditunjukkan dengan agar yang berwarna biru, sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan agar yang berwarna hijau. Identifikasi hematokrit dan leukosit Darah yang disimpan di hematokrit berheparin disentrifugasi dengan sentrifugasi P selecta ISO 9001 ± 12.000 rpm selama 5 menit, kemudian dihitung persen kadar hematokritnya. Setelah itu darah dikeluarkan dengan bantuan jarum dan diletakkan di efendorf, kemudian setetes darah diambil untuk awetan preparat dengan metode deferensial dan sisa darah pada tabung diambil dengan menggunakan pipet leukosit sampai batas ± 0,5. Kemudian dicampur dengan larutan turk sampai batas 11. Setelah itu larutan dikocok membentuk angka 8 (sekitar 12 kali). Larutan ini kemudian diteteskan pada hemasitometer, ditutup dengan kaca penutup dan terakhir diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 (Simons 1976) Metode deferensiasi dilakukan dengan mengulas darah pada kaca preparat, setelah darah kering difiksasi dengan methanol 70% selama 2-3 menit, kemudian dikeringkan kembali dan diwarnai dengan giemsa selama 20 menit, diangkat dan dikering udarakan, dan terakhir diamati di mikroskop dengan perbesaran 10x10 (Dalimonthe 2002) HASIL Sampel penderita diare berjumlah 100, yang terdiri dari 13 orang bayi (0-1 tahun) ), 2 orang batita (1-3 tahun), 13 orang balita (3-5 tahun), 13 orang anak-anak (5-18 tahun), dan 13 orang dewasa (>18 tahun) berhasil diisolasi. Data lengkap 100 sampel disajikan pada Lampiran 2. Sepuluh sampel menunjukkan koloni yang berwarna bening pada SSA yang diduga bakteri Shigella (Gambar 1), dan kesepuluh sampel tersebut juga menunjukkan ciri gram negatif yang menghasilkan warna merah muda (Gambar 2). Gambar 1 Isolat bening pada SSA (diduga Shigella ) Gambar 2 Pewarnaan gram negatif Uji biokimia berhasil dilakukan terhadap sepuluh sampek yang diduga Shigella. Dua sampel menunjukkan hasik yang positif pada uji MR (isolat no. 2 dan 4), uji sitrat (isolat no. 1 dan 3), dan uji indol (isolat no. 2 dan 4). Pada uji urea dan H2S (TSIA). Kesepuluh sampel tersebut menunjukkan hasil negatif, tetapi pada uji fermentasi glukosa ke sepuluh sampel tersebut menunjukkan hasil sebaliknya (Tabel 1). Hasil uji biokimia diperoleh tujuh sampel yang menunjukkkan Shigella. Satu dari tujuh sampel yang terinfeksi Shigella mengalami diare berlendir dan berdarah yaitu pafa pasien no. 23. Semua pasien yang terinfeksi Shigella mengalami panas pada suhu tubuhnya kecuali pada pasien no. 23. (Tabel 2). 4 Tabel 1 Hasil uji biokimia isolat bening pada SSA No Pasien 12 *13 *14 23 26 28 31 33 36 *53 No.Isolat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Uji MR Uji VP Uji Urea Uji H2S Uji Sitrat Uji Indol Uji Fermentasi Glukosa + + - + + + + + - - - + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + Keterangan: *Bukan Shigella +: reaksi positif - : reaksi negatif MR : Metil Red VP:Voges-Prouskauer H2S: Hidrogen Sulfida Tabel 2 Kondisi pasien yang terinfeksi Shigella No. Pasien 12 No. Isolat BB (kg) JK Usia Gejala klinis 1 46 P 29 Th 23 4 54 P 45 Th 26 5 55 L 19 Th 28 6 24 P 11 Th 31 7 50 P 56 Th 33 8 54 P 42 Th 36 9 16 P 4,6 Th BAB sehari 2X, cair dan berlendir, panas. BAB sehari 10X, fases berdarah dan berlendir. BAB sehari 1-4X, tanpa darah dan lendir, panas. BAB sehari 2X, muntah, fases cair tanpa darah, panas. BAB Sehari 3X, cair tanpa darah, belum pernah tifus, panas. BAB sehari 4X (baru 1 hari), cair tanpa darah dan lendir, belum pernah tifus, panas. BAB 4X (sudah 2 hari), panas, fases cair tanpa darah, berlendir. * JK: Jenis Kelamin; P: Perempuan ; L: Laki-laki ** Usia: Th: Tahun *** Gejala klinis: BAB: Buang Air Besar Jumlah leukosit tujuh pasien penderita diare akibat Shigella menunjukkan hasil yang bervariasi. Enam dari tujuh pasien mengalami penurunan jumlah leukosit (leukopenia). Kadar hematokrit pada tujuh isolat penderita diare karena Shigella menunjukkan kadar hematokrit normal. Diferensiasi leukosit pada tujuh pasien terinfeksi Shigella bervariasi. Persentase limfosit ke tujuh pasien tersebut meningkat, empat dari tujuh pasien persentase monositnya meningkat. Dua pasien persentase basofilnya meningkat yaitu pada isolat no. 8 dan 9. Satu dari tujuh pasien persentase eosinofil meningkat, sedangkan persentase neutrofil pada ke tujuh sampel terinfeksi Shigella mengalami penurunan ( Tabel 3). 5 Tabel 3. Jumlah dan diferensiasi leukosit, serta kadar hematokrit pada sampel terinfeksi Shigella No. Pasien No. Isolat *Jumlah Leukosit (sel/mm3) **Hema tokrit (%) 12 23 26 28 31 33 36 1 4 5 6 7 8 9 4250 1250 2450 3625 3800 11000 1875 46, 15 43, 47 45, 71 40 38, 64 40 25 ***Diferensiasi Leukosit (%) L M E B N 49 55 70 70 68 36 62 6 5 10 17 14 4 10 1 2 7 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 44 38 13 12 18 59 32 * Jumlah rata-rata leukosit normal : 4.300- 10.800 sel/mm3 ** Kadar Hematokrit normal: Pria :45-52% ; Wanita: 37-48%; Balita dan anak-anak: 29-42% *** Diferensiasi Leukosit : L: Limfosit (25-33%); M: Monosit (3-9%); E: Eosinofil (1-3%); B: Basofil (<1%); N: Neutrofil (54- 62%) PEMBAHASAN Shigella dan Salmonella merupakan bakteri yang tidak dapat memfermentasikan laktosa sehingga kedua bakteri tersebut menampakkan warna bening pada media SSA (Pollock & Dahlgren 1974, Bailey & Scott 1974). Menurut Thomason et al. (1961) bakteri yang dapat memfermentasikan laktosa menghasilkan warna merah pada SSA, karena pada media tersebut terdapat indikator neutral red. Salmonella dibedakan dari Shigella dengan adanya bintik hitam di pusat koloni karena Salmonella memproduksi H2S (Madigan et al. 2009). Shigella merupakan bakteri gram negatif yang tidak menyerap pewarna kristal violet dan iodium pada pewarnaan gram, tetapi menyerap safranin sehingga menghasilkan warna merah muda (Tortora et al. 2007). Mengacu pada metode standar dalam Biology of Microorganism maka diperlukan uji biokimia untuk lebih meyakinkan dalam pengidentifikasian. Uji Merah Metil (MR) adalah uji yang bertujuan menunjukkan adanya asam campuran. Hasil positif pada uji ini ditandai dengan medium berwarna merah dengan penambahan indikator merah metil. Uji VP menunjukkan adanya bakteri yang memfermentasikan glukosa dengan jalur 2,3-butanadiol. Dengan adanya reagen barrit dapat dengan mudah mendeteksi adanya asetoin yang merupakan prekursor 2,3butandiol. Reagen ini terdiri dari α-naftol dan KOH yang mengubah warna medium dari kuning menjadi merah (Yu & Washington 1985). Pada penelitaian ini dua isolat menghasilkan reaksi positif dan delapan lainnya menghasilkan reaksi negatif pada uji MR, sedangkan pada ujii VP lima isolat menghasilkan reaksi positif dan lima lainnya menghasilkan reaksi negatif. Menurut Madigan et. al (2009) pada uji MR Shigella menghasilkan reaksi positif, sedangkan pada uji VP menghasilkan reaksi negatif. Hasil berbeda ditunjukkan oleh Dodd & Jones (1982) yang melaporkan spesies lain dari Shigella menunjukkan hasil yang sebaliknya pada uji MR-VP. Hasil uji biokimia MR-VP dapat dilihat pada Gambar 3. A B Gambar 3 Uji MR-VP A)Uji positif B) Uji negatif Uji urea bertujuan untuk membedakan Shigella dari anggota enterobacteriacea yang memiliki enzim urease. Kaldu urea merupakan larutan ekstrak khamir dan urea yang diberi larutan penyangga. Medium tersebut mengandung merah fenol sebagai indikator pH. Jika organisme menghasilkan urease pada uji ini maka amoniak yang dilepaskan dari molekul urea akan merubah pH menjadi alkalin dan hal ini dapat diditeksi dengan indikator 6 merah fenol yang akan merubah larutan dari merah jingga menjadi merah ungu (Goh et al. 1994). Pada penelitian sepuluh sampel yang diduga Shigella menghasilkan reaksi negatif pada uji urea (Gambar 4). Hasil ini sesuai Madigan et. al (2009) bahwa Shigella tidak dapat menghidrolisis urea menjadi amioniak. Gambar 4 Hasil negatif uji urea Uji H2S menggunakan agar TSI. Agar TSI digunakan untuk mengetahui terjadinya fermentasi karbohidrat serta mengetahui terjadinya produksi H2S. Agar TSI terdiri dari 10% sukrosa, 10% laktosa, dan 1% glukosa (Yu dan Washington 1985). Fermentasi glukosa ditandai dengan warna kuning dibagian dasar dan merah pada bagian miring agar. Warna kuning pada keseluruhan agar menunjukkan fermentasi sukrosa dan laktosa. Produksi H2S ditandai dengan adanya warna hitam pada bagian dasar medium. Gas H2S yang terbentuk dapat berasal dari reduksi tiosulfat atau reaksi yang melibatkan sisteina. Enzim desulfhidrase mengkatalisis pembentukan H2S, amonia, dan piruvat dari sitein pada mikro organisme. Shigella merupakan bakteri yang tidak dapat menghasilkan H2S sehingga pada uji menghasilkan reaksi negatif (Madigan et al. 2009). Pada kesepuluh isolat yang diduga Shigella menghasilkan reaksi negatif. Hasil uji biokimia H2S ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Uji H2S Uji fermentasi karbohidrat menggunaan tabung durham yang berisi kaldu glukosa dengan indikator merah fenol. Uji ini dilakukan untuk membedakan Shigella dengan bakteri yang dapat memfermentasikan karbohidrat (glukosa, sukrosa, dan laktosa). Bakteri yang memfermentasikan karbohidrat akan mengakumulasikan asam hasil fermentasi dengan perubahan warna medium dari merah menjadi kuning. Bila pada tabung kecil (durham) yang diletakan terbalik di dalam tabung medium menghasilkan gas, maka hal ini ditandai dengan adanya gelembung pada tabung durham tersebut (Kurniasih 1995). Kesepuluh isolat yang diduga Shigella menghasilkan reaksi positif tanpa adanya gas pada medium (Gambar 6). Hal ini sesuai Madigan et. al (2009) bahwa Shigella dapat memfermentasikan karbohidrat tanpa menghasilkan gas pada uji fementasi karbohidrat. Gambar 6 Uji fermentasi karbohidrat Uji indol digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yang menggunakan tripton sebagai sumber karbon satu-satunya. Bakteri ini dapat menghidrolisis asam amino triptofan menjadi indol dan asam piruvat melalui enzim triptofanase. Uji menggunakan kaldu tripton (1%) yang kaya akan triptofan. Hasil positif dari uji ini ditunjukkan dengan lapisan cincin berwarna merah pada medium setelah ditetesi dengan reagen kovac (Bailey & Scott 1974). Pada penelitian ini hanya dua isolat yang menghasilkan reaksi positif, sedangkan delapan lainnya menghasilkan reaksi negatif yang ditandai dengan cincin berwarna kuning (Gambar 7). Berdasarkan Madigan et al. (2009) Shigella menghasilkan reaksi yang bervariasi pada uji indol. 7 A B C Gambar 7 Uji indol A) Negatif B) Positif C) Kontrol Uji sitrat adalah uji yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi. Uji ini menggunakan agar simon sitrat yang mengandung sitrat sebagai sumber karbon, garam amonium sebagai sumber nitrogen, dan indikator biru bromtimol yang dapat merubah warna agar dari hijau ke biru dalam keadaan alkali (Bailey & Scott 1974). Shigella merupakan bakteri yang tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya (Madigan et al. 2009), tetapi berdasarkan Dodd & Jones 1982 ada beberapa spesies Shigella yang mengasilkan reaksi positif pada uji ini Pada penellitian ini dari sepuluh isolat yang diduga Shigella, hanya dua sampel yang menghasilkan reaksi negatif yang ditandai dengan tidak adanya perubahan agar (Gambar 8). Tujuh isolat menunjukkan adanya Shigella berdasarkan hasil uji biokimia. Pada penelitian ini satu isolat nomor empat telah diidentifikasi dengan menggunakan kit (Microbact 2000) yang hasilnya sama dengan uji biokimia. A B C Gambar 8 Uji sitrat A)Positif B) Negatif C) Kontrol Ada tiga tipe diare dari sampel yang terinfeksi Shigella, yaitu cair, berlendir, dan berdarah (Tabel 2). Menurut Katz et al. (2004) tipe diare Shigella bervariasi mulai dari diare yang cair sampai berdarah. Satu sampel diare terinfeksi Shigella tidak mengalami demam, sedangkan enam sampel lainnya demam. Demam terjadi karena bakteri mengeluarkan endotoksin didalam makrofag yang telah menelannya sehingga dengan hal ini merangsang makrofag mengeluarkan interleukin-1 (IL1). Kemudian IL-1 mengalir bersama aliran darah menuju ke hipotalamus pada otak yang menghasilkan prostagladins sehingga menyebabkan temperatur tubuh naik yang akhirnya menyebabkan demam (Tortora et al. 2007). Berdasarkan penelitian Kotloff et al. (2000) sampel yang mengalami diare terinfeksi Shigella tidak mengalami panas pada tubuhnya, hal ini diduga oleh Shigella yang telah mengalami mutasi. Diare menyebabkan dehidrasi akibat terjadinya invasi yang dilakukan bakteri yang merusak sel dan jaringan tubuh, akan tetapi tidak selalu diare menyebabkan dehidrasi pada penderitanya (Sue et al. 2004). Seseorang dinyatakan dehidrasi atau tidak dapat dilihat dari kadar hematokritnya. Hematokrit adalah proporsi atau persentase pengukuran sel darah merah dalam seluruh volume (Martini & Federic 1992). Kadar hematokrit menjadi rendah akibat beberapa alasan, yaitu anemia, kehilangan darah (luka trauma, operasi, pendarahan), dan defisiensi gizi. Kadar hematokrit yang meningkat diantaranya disebabkan oleh dehidrasi, penyakit paru-paru, kanker, orang yang hidup di dataran tinggi dan sebagainya (Guyton & Hall 2007). Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang mobil. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang belakang dan sebagian lagi di jaringan limfe. Terjadinya penurunan jumlah leukosit pada tubuh disebut leukopenia. Leukopenia terjadi bila sumsum tulang belakang sedikit memproduksi sel darah putih, sehingga banyak bakteri dan parasit lain yang masuk menginvasi jaringan. Leukopenia juga disebabkan adanya radiasi tubuh oleh sinar gamma atau sinar X, terkena bahan kimia dan obat-obatan yang mengandung inti benzene yang menyebabkan aplasia sumsum tulang belakang (Guyton & Hall 2007). Diare yang menyebabkan infeksi meningkatkan leukosit. Hal ini sesuai dengan penelitian Guerrant et al. (1992) 8 bahwa diare yang disebabkan oleh infeksi dari Shigella (Shigellosis) pada fasesnya terdapat leukosit dan jumlah leukosit tersebut meningkat. Tidak terjadinya peningkatan leukosit pada enam isolat penderita diare bukan berarti tidak mengalami infeksi akan tetapi kemungkinan disebabkan sistem imun tubuh yang rendah akibat stres dan depresi (Fatmah 2006) atau bisa disebabkan malnutrisi yang menyebabkan sistem imun tubuh menurun sehingga dengan mudah berbagai penyakit masuk ke tubuh (Nassar et al. 2009). Diferensiasi leukosit pada sampel diare terinfeksi Shigella menunjukkan nilai limfosit yang tinggi dan neutrofil yang rendah, hal ini memungkinkan bahwa pasien yang mengalami infeksi karena adanya virus, material asing, maupun bakteri lain selain Shigella. Limfosit merupakan sel pertahanan tubuh yang berperan dalam membunuh dan menyerang kuman di dalam tubuh. Limfosit menjadi tinggi karena adanya infeksi atau bakteri. Monosit merupakan sel yang dapat melawan infeksi, memakan kuman, dan memberi sinyal pada sistem kekebalan tubuh mengenai kuman yang ditemukan. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi bakteri. Eosinofil merupakan sel yang terlibat dengan alergi dan reaksi terhadap parasit. Basofil diketahui merupakan sel yang terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang. Sedangkan neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri (Fox 2004). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Diduga 10% penderita diare di puskesmas Cangkurawok terinfeksi Shigella, tetapi hanya 7% yang menunjukkan adanya bekteri Shigella. Uji biokimia dua sampel menghasilkan asam campuran, lima menghasilkan asetoin. Semua sampel tidak menghasilkan urea dan H2S, tetapi menghasilkan asam. Dua sampel menggunakan triptofan sebagai sumber karbon satu-satunya, tetapi tidak menggunakan sitrat. Tujuh orang penderita diare yang terinfeksi Shigella tidak mengalami dehidrasi dan satu orang mengalami peningkatan jumlah leukosit dengan persentase limfodit tinggi, sedangkan neutrofilnya rendah. Saran Perlu dilakukan uji identifikasi sampai ke tingkat spesies dan serotipe, uji patogenitas dari bakteri Shigella tersebut, serta diperlukan pemeriksaan diare secara mikrobiologis dengan bakteri yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Adisasmito W. 2007. Faktor Resiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademi Bidang Kesehatan Masyarakat. J Markara 11:1-10 Adkins JH dan Santiago LT. 1987. Increased Recovery of Enteric Pathogens by Use of Both Stool and Rectal Swab Speciment. J clin microbiol 2:158-159. Bailey WR & Scott EG. 1974. Diagnostic Microbiology ed ke- 4. Saint Luis: C.V Mosby Company. [DEPKES] Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta : Depkes RI 2009 Dalimonthe NZ. 2002. Penilain Sediaan Hapus Darah Tepi dan Sumsum Tulang Dalam: Kursus Penyegar Morfologi Sedian Hapus Darah dan Sumsum Tulang. Bandung: Patologi Klinik FK UNPAD. Dood CER, Jones D. 1982. A Numerical Taxonomy Study of The Genus Shigella. J General Microbiol 128: 1933-1957. Echeverria P, Sethabutr O, Pitarangsih C. 1991. Microbial and Diangnosis of Infections with Shigella and Enteroinvasive Eschericia coli. Rev Infectious Diseases 13: 220-225. Fatmah. 2006. Respon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. J Makara Kesehatan 10: 47-53. Fox SI. 2004. Human Physyology ed ke-8. Boston: Mc-GrawHill. Goh KL, Parasakhi N, Peh SC, Puthucheary SD, Wong NW. 1994. The rapid urease test in the diagnosis of Helicobacter pylori infection. Singapore Med J 35:161-162. Greenwood D, Slack RCB, Peuthere JF. 1992. Medical Microbiology. Inggris: ELBS Guerrant et al. 1992. Measurement of Fecal Lactoferin as a Marker of Fecal Leukocytes. J Clin Microbiol 30:12381242 Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi Kedokteran ed ke-11. Irawati et al, penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physyology, 11th ed.