UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 16 – 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DINA WIDIASTUTI, S. Farm 1106046862 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 16 – 27 JANUARI 2012 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DINA WIDIASTUTI, S. Farm 1106046862 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat kepada : 1. Dra. Ardiyani, M.Si., Apt selaku pembimbing dalam penyusunan laporan. 2. Dr. Berna Elya, M.Si. Apt. yang telah bersedia meluangkan waku dan tenaga untuk membimbing kami dalam menyusun laporan ini. 3. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 4. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, FMIPA UI. 5. Dra. Sri Indrawaty, M. Kes., selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 6. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., selaku Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian. 7. Ibu Helsy Pahlemy, S.Si., Apt., selaku Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik, selaku Kepala Seksi Pelayanan Farmasi Klinik. 8. dr. Zorni Fadia selaku Kepala Subdirektorat Standardisasi; Dra. Hj. Fatimah, Umar, Apt., MM. selaku Kepala Subdirektorat Farmasi Klinik; Dra. Hidayati Mas’ud, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; dan Desko Irianto, S.H. selaku Kepala Subbagian Tata Usaha Bina Pelayanan Kefarmasian yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama praktik kerja profesi dan penyusunan laporan ini. 9. Seluruh staf Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas pengarahan, keramahan, dan kesediaan untuk membimbing selama praktik kerja profesi dan penyusunan laporan ini. 10. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Departemen Farmasi, FMIPA UI. iv Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 11. Seluruh rekan seperjuangan Apoteker UI angkatan LXXIV yang telah banyak membantu sehingga terwujudnya laporan ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2012 v Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ii iii iv vi vii BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Tujuan ........................................................................................ BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................... 2.1 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia .............................. .. 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ....... .. 2.3 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................................................... .. 2.4 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ........... 2.5 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .................................... .. 2.6 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .......... .. 2.7 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .............. .. BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ........................................................................ 3.1 Tugas dan Fungsi ...................................................................... .. 3.2 Sasaran Kebijakan ...................................................................... .. 3.3 Struktur Organisasi .................................................................... .. 3.4 Kegiatan ..................................................................................... .. BAB 4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN ........................................ BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 6.1 Kesimpulan ............................................................................... .. 6.2 Saran .......................................................................................... DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 1 1 2 3 3 8 vi Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 11 12 14 15 16 17 17 18 18 22 25 28 36 36 36 37 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Halaman Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia......................................................................................... 38 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan................................................................................ 39 Struktur Organisasi Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan........................................................................................ 40 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ..................................................................... 41 Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ...................... 42 Struktur Organisasi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan........................................................................................ 43 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .................................................................................... 44 vii Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana sasarannya adalah tercipanya lingkungan hidup yang bermutu dan optimal bagi setiap penduduk dan derajat kesehatan yang juga optimal. Pemerintah melalui kementerian kesehatan terus-menerus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan melakukan stategi peningkatan pelayanan kesehatan, termasuk peningkatan di bidang pelayanan kefarmasian. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditas (drug oriented) menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pembinaan pelayanan kefarmasian. Pembinaan pelayanan kefarmasian ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota bekerjasama dengan organisasi profesi terkait seperti Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Oleh sebab itu, diperlukan suatu badan yang bertugas untuk merumuskan, melaksanakan kebijakan, dan standardisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Menyadari hal ini, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes) yang selanjutnya diubah menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005. Apoteker yang bertanggung jawab memberikan pelayanan kefarmasian perlu mengetahui tentang bagaimana pemerintah membuat kebijakan-kebijakan dan program-program yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan pelayanan kefarmasian di tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Oleh sebab itu, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi 1 Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 2 Apoteker (PKPA) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. PKPA ini diperlukan agar para calon apoteker dapat mengetahui dan memahami peran, tugas, dan fungsi dari Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selain itu, diharapkan mahasiswa apoteker mengetahui, mempelajari, dan memahami kebijakan-kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur, dan bimbingan teknis serta evaluasi di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sebagai berikut : a. Memahami struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Memahami struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. c. Memahami peran seorang apoteker dalam Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Memahami peran seorang apoteker dalam Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Kementerian Kesehatan, 2010b). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan (Peraturan Presiden No. 47/2009). Tugas Kementerian Kesehatan adalah menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden (Kementerian Kesehatan, 2010b). Kementerian Kesehatan dan lembaga yang dibawahinya menggunakan logo Bakti Husada. Pengertian dari logo tersebut adalah pengabdian dalam upaya kesehatan paripurna (Dinas Kesehatan Tebing Tinggi, 2009). 2.1.1 Dasar Hukum a. Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara. b. Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon I kementerian negara. c. Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan. 2.1.2 Visi dan Misi Kemenkes RI periode 2010-2014 memiliki visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” (Kementerian Kesehatan, 2010b). Untuk mencapai visinya maka Kementerian Kesehatan menetapkan misi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010b) : 3 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 4 a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 2.1.3 Nilai-Nilai Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan maka nilai-nilai yang diyakini dan dijunjung tinggi oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010a) : a. Prorakyat Kementerian kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Hal tersebut dimaksudkan agar tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh sebab itu, seluruh komponen masyarakat (meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani, dan masyarakat bawah) harus ikut berpartisipasi secara aktif. c. Responsif Program kesehatan yang dirancang Kementerian Kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat. Kementerian Kesehatan harus tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, disesuaikan dengan situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga penanganan yang diberikan dapat berbeda pula. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 5 d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel. 2.1.4 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan memiliki susunan organisasi yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b) : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 6 Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1 2.1.5 Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 2.1.6 Strategi Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010a): a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 7 2.1.7 Kewenangan Kementerian Kesehatan mempunyai kewenangan (Kementerian Kesehatan, 2010b) : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro. b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan. c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidang kesehatan. f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan. g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan. h. Penanggulangan wabah dan bencana berskala nasional. i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan. j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan. k. Penyelesaian perselisihan antar propinsi di bidang kesehatan. l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak. m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan. p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan, penerapan teknologi kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan. q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi. r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 8 s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular, dan kejadian luar biasa. t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional). u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu, serta pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan. 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1 Sejarah Sebelum dibentuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan, pengawasan peredaran obat dan makanan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang terdapat dalam struktur Kementerian Kesehatan. Dengan dikeluarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen, dibentuklah Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang bertugas untuk melakukan pengawasan obat dan makanan secara mandiri. Sementara itu, tanggung jawab mengenai perumusan serta pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes). Sejalan dengan perubahan yang terjadi pada berbagai bidang pemerintahan maka Kementerian Kesehatan memperbarui susunan organisasinya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/PER/XI/2005. Dalam peraturan tersebut, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan berubah menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Pada tahun 2010, susunan organisasi Kementerian Kesehatan diperbarui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 9 Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. 2.2.2 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai visi “Ketersediaan, Keterjangkauan dan Pemerataan Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan Menuju Masyarakat yang Mandiri Untuk Hidup Sehat” dengan misi “Menjamin Pelayanan Kefarmasian yang Bermutu”. (Kementerian Kesehatan, 2010b) 2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan Standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010b). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) : a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan NSPK dibidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.2.4 Tujuan 2.2.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum Ditjen Binfar dan Alkes adalah menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan kosmetika (Kementerian Kesehatan, 2010b). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 10 2.2.4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari Ditjen Binfar dan Alkes antara lain (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Terbinanya penggunaan obat yang rasional. b. Terbinanya pelayanan farmasi komunitas dan klinik. c. Tersedianya obat publik. d. Tersusunnya standar, norma, dan pedoman. e. Terjaminnya ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat dan alat kesehatan dengan diterapkannya konsepsi obat esensial nasional serta meningkatnya mutu, efisiensi, dan efektivitas pelayanan kefarmasian. 2.2.5 Sasaran 2.2.5.1 Sasaran Umum Sasaran umum Ditjen Binfar dan Alkes adalah semakin baiknya pembinaan dalam bidang penggunaan obat rasional, pelayanan farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010b). 2.2.5.2 Sasaran Khusus Sasaran khusus Ditjen Binfar dan Alkes antara lain (Kementerian Kesehatan, 2010b) : a. Ketersediaan obat esensial-generik di sarana pelayanan kesehatan menjadi 95%. b. Anggaran untuk obat esensial-generik di sekitar publik setara dengan 2 US$/kapita/tahun. 2.2.6 Kebijakan Kebijakan yang dimiliki oleh Ditjen Binfar dan Alkes antara lain (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Meningkatkan kualitas sarana pelayanan kefarmasian sampai tingkat desa. b. Meningkatkan kualitas sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 11 c. Meningkatkan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya di sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin. d. Melaksanakan perizinan dalam rangka perlindungan terhadap penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kemanfaatan. e. Menyelenggarakan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui penerapan jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker serta pelaksanaan pendidikan berkelanjutan. f. Menyelenggarakan pembinaan, advokasi, dan promosi penggunaan obat rasional. g. Meningkatkan pelaksanaan harmonisasi standar bidang kefarmasian dan alat kesehatan dengan standar regional maupun internasional. 2.2.7 Struktur Organisasi Ditjen Binfar dan Alkes dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direjtur Jenderal merupakan pelaksana yang bertanggung jawab langsung terhadap Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010b). Struktur Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Sekretariat Direktorat Jenderal b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 2. 2.3 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.3.1 Tugas Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas untuk melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes (Kementerian Kesehatan, 2010b). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 12 2.3.2 Fungsi Fungsi Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri dari (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah tangga dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. 2.3.3 Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 3. 2.4 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 2.4.1 Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010b). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 13 2.4.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan, dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. 2.4.3 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 4. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 14 2.5 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 2.5.1 Tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian (Kementerian Kesehatan, 2010b). 2.5.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2.5.3 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 5. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 15 2.6 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 2.6.1 Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan serta perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan, 2010b). 2.6.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan NSPK di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2.6.3 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 16 e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 6. 2.7 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 2.7.1 Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan NSPK, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan, 2010b). 2.7.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2.7.3 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah Direktorat baru dalam Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang merupakan gabungan dari Direktorat Farmasi Klinik dan Direktorat Penggunaan Obat Rasional. Dasar hukum perubahan struktur organisasi tersebut adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 Kesehatan, 2005). (Kementerian Kesehatan, 2010b; Kementerian Dalam peraturan tersebut diatur tugas, fungsi, visi, misi, tujuan, dan sasaran Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. 3.1 Tugas dan Fungsi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 568, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyelengarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 17 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 18 e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 3.2 Sasaran Kebijakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam RENSTRA 2010-2014 Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah meningkatkan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator dari pencapaian sasaran tersebut meliputi: a. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan sebesar 80%. b. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 45%. c. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15%. d. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan sebesar 70% . 3.3 Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 19 c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Tiap subdirektorat dan subbagian dipimpin oleh seorang kepala subdirektorat dan kepala subbagian untuk bagian Tata Usaha. Setiap subdirektorat memiliki dua seksi, seperti Subdirektorat Standardisasi yang memiliki Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional. Kemudian, Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas. Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki seksi Pelayanan Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik. Serta yang terakhir Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional yang terdiri atas Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional. Lebih lanjut, tiap subdirektorat tersebut membawahi empat staf untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. 3.3.1 Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 20 Subdirektorat Standardisasi terdiri atas: a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian. b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang penggunaan obat rasional. 3.3.2 Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Farmasi Komunitas menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi komunitas. b. Penyiapan bahan NSPK di bidang farmasi komunitas. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas: a. Seksi pelayanan Farmasi Komunitas Seksi pelayanan Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang farmasi komunitas. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 21 3.3.3 Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Farmasi Klinik menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi klinik. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang farmasi klinik. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas: a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinik Seksi pelayanan Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang farmasi klinik. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. 3.3.4 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penggunaan obat rasional. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 22 c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penggunaan obat rasional. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas: a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang penggunaan obat rasional. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. 3.4 Kegiatan 3.4.1 Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Standardisasi memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Penyusunan draft formularium Jaminan Kesehatan Masyarakat. b. Penyusunan draft formularium Haji. c. Penyusunan daftar obat esensial nasional (DOEN). d. Revisi pedoman pengobatan dasar di puskesmas. e. Penyusunan pedoman pengendalian antibiotik. f. Penyusunan pedoman pelayanan obat rasional berbasis Farmakoekonomi. g. Penyusunan standar pelayanan farmasi di puskesmas. h. Penyusunan rancangan kebijakan peresepan elektronik. i. Penyusunan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis (juklak/juknis) penerapan pekerjaan kefarmasian bidang komunitas dan rumah sakit. j. Pembuatan audiovisual cara penggunaan obat yang benar. 3.4.2 Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Pilot project pelaksanaan pelayanan farmasi di puskesmas. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 23 b. Monitoring dan evaluasi pilot project pelaksanaan pelayanan farmasi di puskesmas (5 propinsi). c. Total peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas untuk dinas kesehatan (dinkes) propinsi di Bandung. d. Total peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas untuk dinkes kabupaten/kota di Bali. e. Sosialisasi pekerjaan/praktik kefarmasian sesuai Good Pharmaceutical Practices (GPP) untuk dinkes propinsi/kabupaten/kota. f. Advokasi penerapan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009. g. Pertemuan pembahasan kerjasama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Panitia Terapi Farmasi (PTF) dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian. 3.4.3 Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Penyusunan pedoman penilaian pelayanan farmasi di rumah sakit. b. Penyusunan pedoman visite. c. Penyusunan pedoman interpretasi data klinik. d. Pembuatan audiovisual untuk advokasi tentang pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. e. Pengembangan pilot project pelayanan kefarmasian menjadi pusat pelayanan untuk penyakit tertentu (Mataram). f. Pertemuan dengan manajemen rumah sakit dan instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) dalam rangka pemantapan pusat pembelajaran pelayanan farmasi klinik untuk penyakit tertentu. g. Advokasi dan sosialisasi pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. h. Pembekalan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. i. Penyusunan pedoman pemantauan terapi antibiotik. j. Pembekalan sumber daya manusia IFRS dalam rangka pelayanan rumah sakit berstandar internasional. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 24 3.4.4 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional (POR) memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Penggerakan POR di wilayah timur (Sulawesi Tengah dan Gorontalo). b. Penggerakan POR di wilayah barat (Nanggroe Aceh Darussalam dan Bangka Belitung). c. Penggerakan POR di wilayah tengah (Kalimantan Barat, DKI Jakarta dan Banten). d. Evaluasi penggerakan POR di wilayah timur (Sulawesi Tenggara dan Gorontalo). e. Evaluasi penggerakan POR di wilayah barat (Nanggroe Aceh Darussalam dan Bangka Belitung). f. Evaluasi penggerakan POR di wilayah tengah (Kalimantan Barat, DKI Jakarta dan Banten). g. Penyebaran informasi POR dan obat generik (OG). h. Advokasi konsep POR ke dalam kurikulum pendidikan fakultas kedokteran dan farmasi. i. Konsinyasi dan sosialisasi kebijakan penggunaan obat rasional. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) UI angkatan LXXIV di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan pada tanggal 16-27 Januari 2012. Hari pertama kegiatan PKPA diawali dengan acara perkenalan antara pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan pihak program profesi apoteker UI. Acara perkenalan yang disertai pengantar umum tersebut dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB di ruang 803A, yaitu ruang rapat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan diwakili oleh Bapak Kamit Waluyo, SH. selaku perwakilan dari sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pihak program profesi apoteker terdiri dari mahasiswa peserta PKPA yang didampingi oleh Bapak Harmita selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Peserta PKPA diberikan pembekalan untuk dapat menjalankan tugas selama berlangsungnya kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Materi yang diberikan pada pembekalan ini berupa penjelasan mengenai Organisasi dan Tata Kementerian Kesehatan oleh Bapak Kamit Waluyo, S.H. selaku Kepala Subbagian Kepegawaian. Dalam pembekalan tersebut, peserta PKPA mendapat penjelasan tentang visi, misi, kedudukan, tugas, dan fungsi serta susunan organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang berlaku sejak tahun 2011. Pada pelaksanaan PKPA, peserta dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan direktorat yang dibawahi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Kelompok peserta PKPA yang ditempatkan di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dibimbing oleh Bapak Mantiza Perdana H.K, S.Farm., Apt. selaku perwakilan dari Tata Usaha Direktorat Bina Pelayanan 25 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 26 Kefarmasian. Dalam kunjungan ini, peserta PKPA diperkenalkan dengan beberapa Kepala Subdirektorat dan staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian karena sebagian Kepala Subdirektorat dan staf sedang melakukan tugas dinas. Kemudian peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Ibu Dra. Hj. Fatimah Umar, MM. mengenai visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi, dan sejarah serta kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh tiap subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Penjelasan materi subdirektorat Farmasi Klinik diberikan oleh Ibu Sri Bintang Lestari, S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Pelayanan Kefarmasian Klinik. Materi subdirektorat Farmasi Komunitas diberikan oleh Ibu Dra. Dara Amelia, MM. selaku Kepala Seksi Pelayanan Kefarmasian Komunitas. Materi subdirektorat Standardisasi diberikan oleh Ibu Erie Gusnellyanti, S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Standardisasi. Materi subdirektorat Penggunaan Obat Rasional diberikan oleh Ibu Dra. Hidayati Mas’ud, MM. selaku Kepala Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. Selanjutnya peserta PKPA dibagi menjadi empat kelompok sesuai subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Kelompok I mendapatkan tugas khusus yang berkaitan dengan Subdirektorat Farmasi Klinik mengenai evaluasi penggunaan obat antibiotik, ROTD jantung, ROTD kulit, ROTD hati, dan ROTD ginjal. Kelompok II mendapatkan tugas khusus yang berkaitan Subdirektorat Farmasi Komunitas mengenai TOT Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, peraturan Menteri Kesehatan tentang apotek, dan perbandingan sistem pelayanan di primary health care di beberapa negara Asia Tenggara. Kelompok III mendapatkan tugas khusus yang berkaitan dengan Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mengenai analisis sistem monitoring dan evaluasi penggunaan obat rasional dari indikator peresepan, pelayanan, dan strategi promosi. Kelompok IV mendapatkan tugas khusus yang berkaitan dengan Subdirektorat Standardisasi mengenai penyusunan standar pelayanan kefarmasian di klinik dan di apotek, pengkajian buku pedoman penggunaan obat opioid dalam penatalaksanaan nyeri, dan formularium nasional di Indonesia. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 27 Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung selama dua pekan. Pada pekan pertama, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk menyelesaikan laporan umum kegiatan PKPA. Peserta PKPA mendapatkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap subdirektorat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada pekan kedua, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan pembimbing dalam penyelesaian tugas khusus yang diberikan oleh subdirektorat. Penyusunan laporan umum dilakukan melalui observasi dan diskusi dengan pembimbing–pembimbing beberapa subdirektorat dari pemaparan materi yang diberikan. Selain itu, penyusunan juga dilakukan dengan menelusuri beberapa literatur yang disarankan pembimbing seperti Permenkes No.1144 Tahun 2011. Penyusunan laporan khusus dilakukan dengan mendalami literatur yang ditelusuri secara individual disertai diskusi intensif antar-individu dengan pembimbing masing-masing. Pada pertemuan akhir PKPA, peserta mempresentasikan hasil dari tugas yang telah dikerjakan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 5 PEMBAHASAN Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan merupakan salah satu domain unit utama dari Kementerian Kesehatan yang merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari empat Direktorat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian merupakan gabungan dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik dengan Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional yang dibentuk sesuai Permenkes No. 1144 tahun 2010. Direktorat ini terdiri dari 37 orang personil (14 struktural dan 23 staf). Jabatan struktural terdiri dari seorang Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, seorang Kepala Subbagian Tata Usaha dan dua staf honorer, masing-masing Subdirektorat dikepalai oleh seorang Kepala Subdirektorat yang membawahi dua kepala seksi dan staf. Jam operasional dimulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB dari hari senin hingga jumat. Staf berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam, yakni apoteker, tenaga farmasi, dokter, manajemen, dan hukum. Salah satu arah kebijakan Kementrian Kesehatan adalah terwujudnya peningkatan pelayanan di bidang kefarmasian melalui program-program Direktorat Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian memiliki fokus dalam pelayanan klinik dan komunitas. Salah satu tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yaitu penyusunan NSPK (Norma, Standar, Peraturan, dan Kebijakan) dan pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Di bidang pelayanan kefarmasian, NSPK yang telah disusun pada tahun 2004-2010 adalah berupa kebijakan dan standar, yaitu PP Nomor 51 Tahun 2009 (tentang pekerjaan kefarmasian), SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 (Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit), SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 (Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek), Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 (Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga 28 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 29 Kefarmasian); Pedoman yang telah dibuat yaitu Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Pedoman Penggunaan Obat Bebas & Bebas Terbatas, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan, Pedoman Pelayanan Informasi Obat, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Geriatri, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Ibu Hamil dan Menyusui, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care), Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk ODHA; dan Buku Saku Pharmaceutical Care yaitu Pharmaceutical Care untuk Penyakit DM, Pharmaceutical Care untuk Penyakit TB, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, dan Pharmaceutical Care untuk Pasien Flu Burung. Subdit Standardisasi menyusun standar dan pedoman sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik dan komunitas, sehingga mewujudkan pengobatan yang rasional. Program Subdit Standardisasi pada tahun 2011 adalah menyelesaikan kebijakan peresepan elektronik yang saat ini sedang diperluas untuk dijadikan peraturan tentang resep. Selain kebijakan tentang resep, juga dirumuskan Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskemas yang sedang mengalami revisi (saat ini sedang dalam tahap diskusi dengan Bina Upaya Kesehatan). Penyusunan NSPK merupakan hasil pemikiran banyak pihak. Tim penyusun melakukan studi literatur dan membuat berkas, kemudian didiskusikan dengan berbagai pihak terkait, baik staf ahli, akademisi, dan pihak terkait lainnya. Berkas yang telah melalui proses revisi dan tahap penyelesaian diajukan ke Menteri Kesehatan atau Direktorat Jenderal untuk disahkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri (SK) dan Permenkes. Selanjutnya, dilakukan proses sosialisasi kepada masyarakat. Subdit POR melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Pada bidang penggunaan obat rasional, NSPK yang telah tersedia adalah kebijakan yaitu SK Menteri Kesehatan RI Nomor 068/MENKES/SK/VIII/2006 tentang Pencantuman Nama Generik pada Label Obat, SK Menteri Kesehatan Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 RI Nomor 30 069/MENKES/SK/VIII/ 2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi pada Label Obat, SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/068 /I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, SK Menteri Kesehatan RI No. HK.03.01/MENKES/159 /I/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah; pedoman DOEN, Formularium Jamkesmas, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Pedoman Penggunaan Obat Opioid dalam Penatalaksanaan Nyeri; Modul yang dibuat yaitu Modul Pelatihan POR, Modul Pelatihan Teknis POR untuk Perawat; Modul I Pemilihan obat yang benar bagi Tenaga Kesehatan, Modul II Pemilihan obat yang benar bagi Kader Kesehatan. Program untuk tahun 2011 yang berkaitan dengan POR adalah Daftar Obat, (DOEN 2011), Formularium Haji, Formularium Jamkesmas; Pedoman yang dibuat yaitu Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Pedoman Pengobatan Dasar, dan penunjang, yaitu Pedoman Kajian Farmakoekonomi. Tantangan yang dihadapi terkait dengan penerapan NSPK yang telah ditetapkan adalah mengenai penyediaan NSPK dalam bentuk buku dan pendistribusian kepada pengguna, peningkatan sosialisasi kepada supplier (industri) dan user/prescriber di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, peningkatan kesadaran & komitmen pengambil kebijakan di daerah melalui advokasi, peningkatan implementasi di sektor publik, maupun sektor swasta, peningkatan inovasi, sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan farmasi. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan membina kader-kader disetiap puskesmas di daerah sebagai wujud usaha pendekatan pemerintah kepada masyarakat. Promosi penggunaan obat rasional dilaksanakan secara gencar sebagai antisipasi penanggulangan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap penggunaan obat rasional. Penggunaan obat tidak rasional dapat berakibat buruk bagi kesehatan masyarakat dan apabila tidak ditanggulangi dapat mempengarui generasi yang akan datang. Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan program yang berkaitan dengan POR maka dilakukan monitoring atau pemantauan penggunaan obat yang rasional. Empat parameter yang dinilai dalam pemantauan dan evaluasi POR Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 31 adalah proses pengobatan (Penerapan Standard Operating Procedure), penggunaan standar pengobatan, ketepatan diagnosis, ketepatan pemilihan intervensi pengobatan. World Health Organization (WHO) menetapkan tiga indikator untuk penilaian POR yaitu indikator resep, pelayanan, dan fasilitas. Pemerintah menetapkan indikator untuk keberhasilan POR di rumah sakit berdasarkan Persentase Rumah Sakit Propinsi yang menggunakan Formularium Rumah Sakit yang direvisi secara berkala, persentase penggunaan antibiotik pada bedah bersih, persentase penggunaan obat generik, persentase penggunaan obat esensial, rerata jumlah item obat dalam tiap resep. sedangkan indikator POR untuk puskesmas adalah persentase penggunaan antibiotik pada ISPA nonpneumonia dan diare nonspesifik, persentase penggunaan suntikan (mialgia), jumlah item obat per resep, persentase peresepan generik. Subdit Farmasi Klinik melakukan upaya peningkatan pelayanan farmasi klinik, melalui program seperti advokasi kepada manajemen rumah sakit, training atau pelatihan untuk apoteker dan tenaga kefarmasian tentang pelayanan farmasi klinik, penyusunan NSPK, dan program lain yang dapat meningkatkan kompetensi tenaga kefarmasian. Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah penyusunan pedoman pelayanan kefarmasian terkait reaksi obat yang tidak diinginkan, penyusunan pedoman evaluasi penggunaan obat, peningkatan kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam rangka akreditasi rumah sakit, workshop tentang penggunaan antibiotik di rumah sakit, pembekalan SDM farmasi dalam rangka pelayanan farmasi klinik dirumah sakit, pengembangan joint training antara apoteker, dokter, perawat dan tenaga teknis kefarmasian, dan training of trainners (TOT) pelayanan kefarmasian diruang ICU. Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi yan mengacu pada Join Commission International (JCI), dilengkapi dengan program Millenium Development Goals (MDGs) dan standar-standar yang berlaku di Kementerian Kesehatan. Oleh sebab itu, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian melaksanakan pertemuan peningkatan kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam rangka menyongsong akreditasi rumah sakit versi 2012. Tenaga kefarmasian diharapkan mengetahui kelompok standar akrediasi rumah sakit versi 2012 Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 32 sehingga mampu mempersiapkan komponen dalam rangka akreditasi tersebut. Kegiatan dilakukan melalui tatap muka dan diskusi kelompok. Upaya lainnya yang menjadi fokus untuk meningkatkan pelayanan farmasi klinik adalah evaluasi penggunaan obat (EPO). EPO merupakan metode untuk meningkatkan kinerja yang fokus pada evaluasi dan peningkatan proses penggunaan obat untuk mencapai outcome yang optimal. Saat ini sebagian rumah sakit di Indonesia belum melakukan pelayanan farmasi klinik seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, Subdit Farmasi Klinik merumuskan kebijakan mengenai pedoman evaluasi penggunaan obat di rumah sakit disamping pedoman pelayanan kefarmasian terkait reaksi obat yang tidak diinginkan. Peningkatan pelayanan farmasi klinik juga diimbangi dengan pelayanan farmasi komunitas yang dilakukan oleh Subdit Farmasi Komunitas melalui perumusan NSPK yang berkaitan dengan farmasi komunitas, Advokasi kepala stakeholder, promosi, monitoring dan penbinaan puskesmas dan apotek serta toko obat. Peningkatan pelayanan farmasi komunitas juga sedang menggalakan pelayanan home care bagi pasien dengan kondisi khusus seperti pada penyakit kronik, sehingga farmasi lebih dikenal oleh masyarakat luas. Dari serangkaian program yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, terlihat bahwa fokus kegiatan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah pada edukasi untuk masyarakat dan apoteker serta peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian di rumah sakit, apotek, toko obat, dan puskesmas yang didasari oleh konsep Pharmaceutical Care. Untuk menunjang kompetensi apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu, hendaknya tenaga profesi apoteker diberikan lebih banyak pembekalan. Selama dua minggu menjalani PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, peserta mengetahui bahwa Direktorat ini telah banyak mengeluarkan produk-produk yang sangat bermanfaat seperti buku-buku saku dan leaflet-leaflet untuk apoteker dan masyarakat dalam rangka upaya peningkatan kesehatan. Namun, sangat disayangkan karena distribusi dari produk-produk tersebut serta informasi mengenai ketersediaannya sangat terbatas. Seharusnya, produk-produk Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat lebih disebarluaskan Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 33 agar masyarakat pada umumnya dan Apoteker pada khususnya dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sebagai badan yang menyusun regulasi bagi Apoteker dalam pemberian pelayanan kefarmasian yang bermutu, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh anggota Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian untuk selalu meng-update pengetahuan dan meningkatkan keterampilan mereka di bidang kefarmasian. Untuk itulah diperlukan adanya suatu pendidikan berkelanjutan bagi staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan Klinik serta upaya untuk memperluas cakrawala mereka, misalnya dengan mengadakan studi banding ke negara lain atau dengan memberikan beasiswa kepada staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subdirektorat dalam Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sudah mendukung indikator pencapaian pelayanan kesehatan yang optimal. Hal yang perlu dijaga adalah kesinambungan antara kegiatan promosi dan ketersediaan NSPK maupun obat generik serta obat esensial di sarana pelayanan kesehatan. Jika NSPK atau obat tersebut tidak tersedia, maka pelayanan kesehatan yang diberikan tidak dapat dilakukan sesuai dengan standar. Kegiatan yang perlu digiatkan kembali adalah kegiatan promosi untuk kalangan masyarakat umum. Paradigma yang perlu diubah bukan hanya paradigma tenaga kesehatan tetapi masyarakat umum untuk menunjang penggunaan obat yang rasional. Selama ini, masyarakat belum banyak tersentuh oleh promosi yang gencar terkait penggunaan obat rasional dan peran apoteker. Promosi yang dilakukan dapat bekerja sama dengan pihak lain seperti dinas kesehatan propinsi/kabupaten/kota, IAI, dan universitas. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan sosialisasi NSPK adalah : a. Seminar bertingkat dari pusat ke daerah Untuk sosialisasi NSPK dapat dilakukan dengan cara seminar bertingkat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian melaksanakan seminar tentang NSPK untuk dinas kesehatan propinsi. Selanjutnya, dinas kesehatan propinsi melanjutkan ke dinas kabupaten/kota yang dilanjutkan kembali hingga ke puskesmas. Pelaksanaan seminar yang dilakukan dilaporkan ke Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Dalam pelaksanaannya, seminar tidak hanya memberi Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 34 muatan tentang NSPK tetapi juga tentang motivasi untuk menjalankan profesi sebagaimana mestinya. b. Program “Apoteker Beraksi” Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan membuat program “Apoteker Beraksi”. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian melakukan pembinaan terhadap sejumlah apoteker yang baru lulus. Apoteker tersebut dibina tentang NSPK dan cara menjalankan keprofesian yang baik selama beberapa waktu. Setelah itu, apoteker tersebut ditempatkan di propinsi seluruh Indonesia. Apoteker tersebut diberikan tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terkait NSPK. Tenaga apoteker tersebut tidak berstatus tenaga pegawai negeri sipil tetapi sebagai tenaga yang dikontrak oleh Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Masa kerja apoteker tersebut selama satu tahun. Setelah itu, dapat dilakukan evaluasi untuk peningkatan pelayanan kefarmasian pada tahun selanjutnya. c. Kerja sama dengan IAI Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat melakukan kerja sama dengan IAI sebagai organisasi profesi apoteker. IAI dapat berperan sebagai pelaksana yang memperbanyak NSPK untuk disosialisasikan ke fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga apoteker. Sumber pendanaannya dapat berasal dari pemerintah pusat, dana IAI, dan kerja sama IAI dengan percetakan/pihak swasta lainnya. d. Kerja sama dengan universitas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat memberikan buku dan CD terkait NSPK pada pihak perpustakaan universitas terutama fakultas farmasi. Selanjutnya, dilakukan himbauan agar mahasiswa dapat berperan aktif untuk menyebarkan NSPK tersebut melalui kegiatan organisasi kemahasiswaannya. Media penyebarannya dapat berupa leaflet, newsletter, buletin atau bentuk lainnya. Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 35 Struktur organisasi dari Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sudah sesuai dengan perkembangan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan saat ini. Akan tetapi, ada beberapa usulan penambahan berikut ini : a. Subdirektorat Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) Subdirektorat ini mempunyai fokus tugas untuk melakukan pembinaan dan pengembangan profesi. Subdirektorat ini dapat bekerja sama dengan IAI dan pihak universitas untuk melakukan pengembangan dan pembinaan kompetensi apoteker. Jika program “Apoteker Beraksi” dilaksanakan maka program tersebut dapat menjadi tanggung jawab subdirektorat ini. b. Unit kerja di bawah Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas memiliki tanggung jawab atas pelayanan kefarmasian di banyak fasilitas kesehatan yaitu apotek, puskesmas, klinik, praktek bersama, dan toko obat. Hingga saat ini fasilitas yang dapat dijangkau hanya apotek dan puskesmas. Oleh sebab itu, diperlukan penambahan SDM untuk pembagian unit kerja yang berfokus pada tiap-tiap fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan a. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan bagian dari Kementerian Kesehatan RI yang bertugas dalam merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian merupakan salah satu direktorat dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI yang bertugas dalam penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. c. Peran Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, yaitu menyelenggarakan program kerja yang sesuai dengan kompetensinya untuk mewujudkan visi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan “Ketersediaan, Keterjangkauan dan Pemerataan Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menuju Masyarakat Mandiri dalam Hidup Sehat”. d. Peran Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan yaitu menyelenggarakan program kerja yang sesuai dengan kompetensinya untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia periode 2010-2014 “Masyarakat Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan”. 6.2 Saran a. Sebaiknya kegiatan PKPA di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dilaksanakan dengan waktu yang lebih lama agar peserta mendapat bekal pengetahuan yang lebih mendalam. b. Sebaiknya penempatan peserta PKPA sesuai dengan peminatan studi yang diambil, misalnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih berfokus pada bidang pelayanan farmasi, ditempatkan peserta PKPA yang memiliki peminatan di bidang yang sama, yaitu peminatan pelayanan. 36 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 37 DAFTAR ACUAN Dinas Kesehatan Tebing Tinggi. (2009). Profil Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun 2008. Kementerian Kesehatan. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 LAMPIRAN Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN Lampiran 3. Struktur Organisasi Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS DITJEN BINFAR & ALKES KABAG PROGRAM DAN INFORMASI KABAG KEPEGAWAIAN DAN UMUM KABAG HUKUM, ORGANISASI, DAN HUMAS KASUBBAG PROGRAM KASUBBAG KEPEGAWAIAN KASUBBAG HUKUM KASUBBAG DATIN KASUBBAG TU & GAJI KASUBBAG ORGANISASI KASUBBAG EVAPOR KASUBBAG RT KASUBBAG HUMAS Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 KABAG KEUANGAN KASUBBAG VER. & AKUN KASUBBAG ANGGARAN KASUBBAG PERBENDAHARAAN Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan DIREKTUR BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PENYEDIAAN SUBDIT PENGELOLAAN SUBDIT PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM SUBDIT ANALISIS DAN STANDARISASI HARGA OBAT SEKSI PERENCANAAN SEKSI STANDARISASI PENGELOLAAN OBAT SEKSI PEMANATAUAN PROGRAM OBAT PUBLIK SEKSI ANALISIS HARGA OBAT SEKSI PEMANTAUAN KETERSEDIAAN OBAT SEKSI BIMBINGAN PENGENDALIAN OBAT PUBLIK SEKSI EVALUASI PROGRAM OBAT PUBLIK SEKSI STANDARISASI HARGA OBAT Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Biomed SUBBAGIAN TU Desko Irianto, SH SUBDIT FARMASI KLINIK Dra. Fatimah U., Apt., MM SUBDIT FARMASI KOMUNITAS SUBDIT PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SUBDIT STANDARISASI dr. Zorni Fadia Dra. Hidayati M., Apt., MM Sri Bintang L., Apt., M.Si. SEKSI PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS SEKSI PROMOSI POR Dra. Dara A. Apt., MM Dra. Vita Piola H., Apt. SEKSI PEMANTAUAN & EVALUASI FARKLIN SEKSI PEMANTAUAN & EVALUASI FARKOM SEKSI PEMANTAUAN & EVALUASI POR Helsy Pahlemy Apt., M.Si. Indah Susanti D., S.Si., Apt. SEKSI PELAYANAN FARMASI KLINIK Dra. evrina, Apt. Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 SEKSI STANDARISASI POR Dra. Ardiyani, Apt., M.Si SEKSI STANDARISASI YANFAR Erie Gusnellyanti S.Si, Apt. Lampiran 6. Struktur Organisasi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN SUBBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PENILAIAN ALAT KESEHATAN SUBDIT PENIALAIAN PRODUK DR & PKRT SUBDIT INSPEKSI ALKES & PKRT SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK SEKSI PRODUK DR SEKSI INPEKSI PRODUK SEKSI ALKES NONELEKTROMEDIK SEKSI PRODUK PKRT SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 SUBDIT STANDARISASI & SERTIFIKASI SEKSI STANDARISASI PRODUK SEKSI STANDARISASI & SERTIFIKASI PRODUKSI & DISTRIBUSI Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT PRODIS OBAT & OBAT TRADISIONAL SUBDIT PRODIS KOSMETIK & MAKANAN SUBDIT PRODIS NARKOTIKA SUBDIT KEMANDIRIAN OBAT & BBO SEKSI STANDARISASI PRODIS SEKSI STANDARISASI PRODIS KOSMETIK & MAKANAN SEKSI NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA SEKSI ANALISIS OBAT & BBO SEKSI PERIZINAN SARANA PRODIS SEKSI PERIZINAN SARANA PRODUKSI KOSMETIK SEKSI SEDIAAN FARMASI KHUSUS SEKSI KERJASAMA Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA URGENSI PENYUSUNAN FORMULARIUM NASIONAL DI INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DINA WIDIASTUTI, S. Farm. 1106046862 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan .............................................................................................. 2 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. Formularium ...................................................................................... 2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional........................................................ 2.3. Negara Yang Telah Menerapkan Formularium Nasional ................. 2.3.1. Inggris ..................................................................................... 2.3.2. Filipina .................................................................................... 2.3.3. Malaysia .................................................................................. 2.3.4. Mesir ....................................................................................... 2.3.5 Nepal ....................................................................................... 2.3.6 India ........................................................................................ 3 3 4 5 5 5 6 7 7 8 3. METODE PENGKAJIAN ...................................................................... 3.1. Tempat dan Waktu Pengkajian ......................................................... 3.2. Metode Pengkajian ............................................................................ 9 9 9 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 10 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 13 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 13 5.2. Saran ................................................................................................. 13 DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 14 ii Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur, untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. Jenis program jaminan sosial salah satunya meliputi jaminan kesehatan karena kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanpa memandang kemampuan membayar (Departemen Kesehatan, 2006). Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan (Undang-Undang No. 40 tahun 2004). Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu, akses obat seyogyanya diperluas mencakup ketersediaan (availability) pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik, penyebarannya merata (equity) ke seluruh wilayah, dan terjangkau (affordability) sesuai daya beli masyarakat. Ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan kebutuhan obat merupakan kata kunci yang mempunyai makna yang sangat strategis bagi pemenuhan obat untuk seluruh lapisan masyarakat. Sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, penyediaan obat merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta (Departemen Kesehatan, 2006). Untuk itu di tiap fasilitas pelayanan kesehatan diharuskan memiliki suatu formularium yang dijadikan acuan pemilihan obat yang digunakan bagi tenaga kesehatan. 1 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 2 Kementerian Kesehatan mencanangkan Jaminan Kesehatan Semesta pada akhir Tahun 2014, sehingga nantinya seluruh penduduk Indonesia akan masuk dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (universal coverage) (Kementerian Kesehatan, 2011). Guna mendukung Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat ini dibutuhkan suatu formularium yang bersifat nasional yaitu Formularium Nasional Indonesia. Formularium ini nantinya berisi daftar obat dan bahan medis habis pakai yang akan digunakan. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mengenai pentingnya formularium nasional sebelum disusun. 1.2 Tujuan Tujuan dibuatnya tugas khusus ini adalah untuk mengkaji urgensi penyusunan formularium nasional di Indonesia. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Formularium Formularium pertama kali dipublikasi oleh WHO tahun 2002. Formularium WHO menjadi sumber informasi yang independen tentang obat-obat esensial bagi pembuat kebijakan farmasi dan peresepan di dunia. Pada setiap obat dalam formularium terdapat informasi mengenai indikasi obat, dosis dan cara penggunaan, efek samping, kontraindikasi dan peringatan, dilengkapi dengan panduan dalam memilih obat yang tepat untuk berbagai kondisi (WHO, 2008). Contoh formularium yang terdapat di Indonesia antara lain: a. Formularium Rumah Sakit Formularium rumah sakit merupakan himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Departemen Kesehatan, 2004). b. Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat adalah suatu formularium yang disusun untuk digunakan sebagai acuan nasional bagi rumah sakit yang melaksanakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat. Penerapan formularium ini dilakukan agar masyarakat miskin memperoleh mutu pelayanan yang sesuai dengan standar terapi (Kementerian Kesehatan, 2010). c. Formularium Spesialistik Formularium spesialistik merupakan suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang tertentu, untuk pengelolaan pasien dengan indikasi penyakit tertentu (Departemen Kesehatan, 2008) misalnya: Formularium Spesialistik Ilmu 3 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 4 Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Formularium Spesialistik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2.2 Sistem Jaminan Sosial Nasional Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun (Undang-Undang No.40 tahun 2004). Sistem Jaminan Sosial Nasional mempunyai beberapa prinsip antara lain: a. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. b. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 5 2.3 Negara yang Telah Menerapkan Formularium Nasional 2.3.1 Inggris Inggris menerbitkan formularium yang disebut British National Formulary (BNF). BNF adalah gabungan publikasi dari British Medical Association dan Royal Pharmaceutical Society of Inggris. BNF diterbitkan dua kali setahun dibawah kewenangan Joint Formulary Committee/JFC yang terdiri dari wakilwakil dari dua badan profesional dan dari Departemen Kesehatan Inggris. British Dental Association mengawasi penyusunan informasi tentang obat gigi dan mulut. BNF ini bertujuan untuk menyediakan informasi penggunaan obat terkini bagi dokter, apoteker dan profesi kesehatan lain. BNF berisi informasi penting pada pemilihan, peresepan, penyerahan dan pengadaan obat, juga sekilas informasi tentang ilmu kebidanan, penyakit berbahaya dan anestesi (BNF 57, 2009). 2.3.2 Filipina Filipina menerapkan formularium nasional pada negaranya dengan sebutan Philippine National Drug Formulary (PNDF). PNDF disusun oleh Komite Obat Nasional Departemen Kesehatan yang berkonsultasi dengan para ahli dan spesialis, organisasi profesi medis, akademisi medis dan industri farmasi. PNDF diperbaharui setiap tahun. Daftar obat esensial nasional pada PNDF mengacu pada daftar obat yang disiapkan dan diperbaharui secara berkala oleh Departemen Kesehatan berdasarkan kondisi kesehatan di Filipina dan kriteria obat yang diterima secara internasional. Dalam hal harga obat, otoritas peraturan harga obat dipegang oleh Presiden Filipina atas rekomendasi dari Sekretaris Departmen Kesehatan. Presiden memiliki hak untuk memberlakukan harga eceran obat tertinggi untuk obat seperti obat dengan indikasi untuk penyakit kronik dan kondisi yang mengancam hidup, vaksin, immunoglobulin, antisera, obat-obat untuk pencegah kehamilan seperti oral kontrasepsi, obat anestetik, larutan intravena, dan semua obat yang terdapat dalam PNDF (Philippine Law and Jurisprudence Databank, 2008). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 6 2.3.3 Malaysia Di Malaysia, obat-obatan yang digunakan dalam sistem perawatan kesehatan masyarakat dikendalikan melalui Formularium Obat Departemen Kesehatan. Daftar Obat Departemen Kesehatan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1983 dan berisi daftar obat yang telah disetujui untuk digunakan di lembaga dan rumah sakit Departemen Kesehatan. Penggunaan obat yang tidak tercantum dalam formularium membutuhkan persetujuan Direktur Jenderal Kesehatan. Penggunaan formularium ini tidak termasuk rumah sakit swasta dan rumah sakit pendidikan. Obat yang terdapat dalam formularium diklasifikasikan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Berdasarkan Daftar Obat Departemen Kesehatan, Menteri Kesehatan menerbitkan Malaysia National Essential Drug List (Malaysia NEDL) yang edisi pertama diterbitkan pada bulan Januari 2000. Malaysia NEDL ini merupakan salah satu strategi pemerintah Malaysia untuk menjamin obat terjangkau bagi masyarakat. Malaysia NEDL dirumuskan dengan tujuan sebagai berikut: a. Memastikan efektivitas biaya pengobatan melalui terapi yang sesuai, penggunaan obat generik dan alternatif lebih murah. b. Mendorong penggunaan obat secara rasional dengan menghindari peresepan berlebihan dan salah peresepan. c. Membuat sistem kesehatan lebih transparan. d. Mengontrol peningkatan biaya kesehatan. e. Menjamin hak pasien untuk memperoleh informasi yang memadai, terutama hak untuk memperoleh informasi yang mudah dipahami tentang obat yang diresepkan dan dijual serta hak untuk memilih di antara produk yang kompetitif. Konsep Malaysia NEDL kedepan adalah mencakup kebutuhan untuk memperbarui pilihan obat secara teratur yang mencerminkan pilihan terapi baru dan perubahan kebutuhan terapi; kebutuhan untuk memastikan kualitas obat; dan kebutuhan untuk pengembangan lanjutan dari obat-obatan yang lebih baik dan obat-obatan untuk memenuhi perubahan pola resistensi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 7 Untuk meninjau dan memperbarui formularium obat secara berkala, Departemen Kesehatan memiliki Panel Review Daftar Obat Kesehatan yang terdiri dari konsultan senior dan apoteker dari Departemen Kesehatan. Tinjauan tentang obat akan dibuat berdasarkan beberapa faktor seperti keuntungan klinis, pilihan pengobatan terbaik saat ini, penggunaan obat saat ini dan sebelumnya, pola resep, dosis dan indikasi yang disetujui, dan biaya pengobatan. Panel ini mengadakan pertemuan dua sampai tiga kali dalam setahun untuk mempertimbangkan usulan obat baru, penghapusan obat, serta perubahan bentuk sediaan obat (Ministry of Health Malaysia, 2009). 2.3.4 Mesir Pihak berwenang kesehatan nasional melakukan upaya terus menerus untuk meningkatkan konsep obat esensial dalam penggunaan obat rasional. Formularium Nasional Obat Mesir bertujuan untuk melengkapi daftar obat esensial, disusun oleh sekelompok profesor terkemuka kedokteran, profesor farmasi dari Ministry of Health & Population (MOHP). Formularium Nasional Mesir ini disebut Egyptian National Formulary, merupakan kelanjutan dari upaya MOHP untuk meningkatkan penggunaan obat rasional dengan menggunakan obat generik, yang mengarah kepada pemanfaatan yang lebih baik serta membuat produk farmasi lebih terjangkau. Egyptian National Formulary ini berisi informasi tentang obat, penggunaan daftar obat esensial, efek samping, interaksi obat, obat yang digunakan pada masa kehamilan dan menyusui, geriatrik dan pediatrik, penggunaan narkotika, dan pentingnya kepatuhan terhadap rejimen pengobatan. Obat dalam formularium dicantumkan dalam nama generik. Diharapkan formularium ini dapat memberikan kontribusi berharga bagi penggunaan obat rasional (Ministry of Health & Population, 2007). 2.3.5 Nepal Di Nepal, pada tingkat nasional diterbitkan Nepal National Formulary (NNF) pada tahun 1997. Formularium tersebut digunakan sebagai bahan pelajaran siswa tentang penggunaan obat dan sebagai referensi pada pusat informasi obat. NNF diperbaharui pada tahun 2010, edisi ini diterbitkan dengan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 8 mempertimbangkan sejumlah besar obat baru yang terdaftar di Nepal pada periode 14 tahun terakhir. NNF berisi pedoman peresepan yang rasional yang disajikan secara ringkas, meliputi informasi penting tentang obat yang harus dihindari atau memerlukan perhatian pada penggunaan pasien dengan penyakit hati, ginjal, kehamilan dan masa menyusui. NNF juga berisi informasi berbagai nama dagang obat generik yang tersedia di Nepal disertai harganya (P.R, Shankar, 2011). 2.3.6 India Formularium Nasional India ditujukan sebagai pedoman pengobatan bagi profesi medis, perawat, dan apoteker yang bekerja di rumah sakit dan apotik. Pada penyusunan formularium ini diperoleh pendapat dari ahli medis, staf pengajar kedokteran, perawat, apoteker, dan produsen farmasi. Obat yang dimasukkan dalam formularium nasional dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko obat (risk-benefit ratio), penggunaan dalam praktek kedokteran saat ini dan ketersediaan obat tersebut di negara India. Formularium Nasional India merupakan hasil konsensus dari para tenaga kesehatan dibidang obat dan formulasi, menyediakan obat-obat terpilih yang sudah terbukti efektif dan merupakan dasar untuk terapi obat nasional. Formularium Nasional India edisi terakhir adalah edisi ke empat diterbitkan akhir Juli 2010 (Indian Pharmacopeia Commission, 2010). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 – 27 Januari 2012 bertempat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian kali ini adalah melalui penulusuran literatur (studi pustaka). Pustaka yang digunakan untuk menyusun kajian bersumber dari : a. Undang-Undang Republik Indonesia no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. b. Buku Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat tahun 2010. c. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat tahun 2011. d. Situs Organisasi Departemen Kesehatan di Luar Negeri seperti Inggris, Malaysia, Filipina, Mesir dan lainnya. e. Berbagai literatur dari internet dan pustaka lainnya. Dari pustaka yang digunakan tersebut dilakukan pengkajian mengenai urgensi penyusunan formularium nasional di Indonesia. 9 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam upaya agar jaminan kesehatan bisa dinikmati diseluruh wilayah Indonesia, Kementerian Kesehatan akan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Semesta. Jaminan kesehatan ini mengacu pada prinsip asuransi kesehatan nasional. Meskipun berbentuk asuransi, bukan berarti masyarakat miskin harus membayar premi. Bagi masyarakat yang kurang mampu, premi asuransinya menjadi tanggungan negara, hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 34 ayat (1) yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa badan penyelenggara asuransi seperti PT. Taspen, PT.Asabri, PT. Askes, dan PT. Jamsostek yang masingmasing memiliki daftar obat dan bahan medis habis pakai yang berbeda-beda dalam menjalankan programnya. Badan-badan penyelenggara asuransi tersebut oleh pemerintah akan digabung menjadi suatu badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Dalam melaksanakan programnya, BPJS perlu memiliki satu formularium yang mengacu pada formularium nasional (Undang-Undang No.40, 2004). Di dalam UU Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 pasal 25 disebutkan bahwa daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh BPJS ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dari pernyataan tersebut maka dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Masyarakat dibutuhkan suatu pedoman untuk penggunaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga terwujud pengobatan yang rasional dengan harga yang terjangkau. Dalam upaya mewujudkan standardisasi dan efisiensi pelayanan obat dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat, maka seluruh fasilitas kesehatan akan diwajibkan mengacu pada suatu fomularium dimana obat dalam formularium ini dicantumkan dengan nama generik. Dengan banyaknya ketersediaan formularium, maka untuk mendukung Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat dibutuhkan suatu Formularium Nasional Indonesia yang berisi daftar obat dan bahan medis habis pakai yang akan digunakan oleh peserta dimana obat-obatan tersebut memiliki bukti ilmiah terkini 10 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 11 (Evidence-Based Medicine), telah jelas efikasi dan keamanan, serta keterjangkauan harganya. Formularium ini disusun untuk digunakan sebagai acuan nasional fasilitas pelayanan kesehatan dalam pengobatan untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat. Beberapa negara telah memiliki formularium nasional yang digunakan sebagai acuan dalam peresepan obat, seperti di Inggris telah menerbitkan formularium yang disebut British National Formulary (BNF), Malaysia menerbitkan Malaysia NEDL, Filipina menerbitkan PNDF, Mesir menerbitkan Egyptian National Formulary, Nepal telah menerbitkan NNF, serta di India juga mempunyai Formularium Nasional India. Penerbitan formularium nasional tersebut merupakan strategi pemerintahnya dalam upaya memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh warga dan keterjangkauan harga obat. Strategi ini dapat dipertimbangkan untuk digunakan oleh pemerintah kita dalam merealisasikan program Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (Ministry of Health Malaysia, 2009). Di dalam formularium nasional negara lain, obat tercantum dalam nama generik, sehingga terjadi peningkatan penggunaan obat generik di negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dengan disusunnya farmularium nasional akan meningkatkan pula kesadaran tenaga kesehatan dan masyarakat dalam penggunaan obat generik. Indonesia patut mencontoh hal tersebut yaitu dengan menyusun formularium nasional yang sekaligus dapat membudayakan pemakaian obat generik dalam peresepan di kalangan tenaga kesehatan dan juga masyarakat. Dengan demikian akan tertanam kesadaran untuk menggunakan obat generik yang harganya lebih murah, khasiat dan mutunya sama dengan obat dengan nama dagang (branded). Hal ini sejalan dengan Kebijakan Menteri Kesehatan yang mewajibkan penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, maka dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintahan wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis (Kementerian Kesehatan, 2010). Keuntungan lain dari penerapan formularium nasional, seperti yang terjadi di negara lain, yaitu dapat mengendalikan penggunaan obat dan mencegah Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 12 peresepan obat yang tidak rasional. Dengan disusunnya formularium nasional maka penggunaan obat akan sesuai dengan indikasi penyakit sehingga diharapkan tidak terjadi peresepan berlebihan (over prescription). Selain itu, dengan disusunnya formularium nasional diharapkan membuat dokter (prescriber) lebih bijak dan rasional dalam meresepkan obat bagi pasien, karena peresepan obat harus sesuai dengan indikasi, diagnosis penyakit, kondisi pasien, sehingga tidak terjadi lagi pemilihan obat dengan harga mahal padahal masih ada obat dengan komposisi zat aktif yang sama dengan harga yang lebih murah. Dengan demikian akan terciptalah pengobatan yang rasional yaitu pengobatan yang berfokus pada kesesuaian indikasi, ketepatan dosis, keamanan dan penentuan durasi terapi serta biaya yang terjangkau bagi pasien dan lingkungannya (Kementerian Kesehatan, 2010). Dari berbagai negara yang telah menerapkan Formularium Nasional, tampak jelas bahwa formularium nasional disusun dengan tujuan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional melalui penggunaan obat generik dengan upaya menjamin ketersediaan produk farmasi dalam bentuk generik, agar lebih terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian diharapkan setiap obat tersedia dalam bentuk obat generik dan tidak akan terjadi kekosongan obat generik di pasaran. Dari pengalaman berbagai negara yang telah menerapkan formularium nasional tersebut maka kita dapat mengambil hal-hal positif yang berguna untuk penyusunan dan penerapan Formularium Nasional Indonesia antara lain membudayakan penggunaan obat generik, meningkatkan penggunaan obat rasional, mencegah penggunaan obat yang tidak rasional. Namun masih diperlukan inforrmasi lebih lanjut tentang cara penerapan formularium nasional di fasilitas pelayanan kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Sesuai amanah Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan diterapkan pada tahun 2014 maka dibutuhkan suatu pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan nasional bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam pengobatan untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat yaitu Formularium Nasional. b. Beberapa negara seperti Inggris, Filipina, Malaysia, Mesir, India, dan Nepal sudah menerapkan formularium nasional dinegaranya untuk menjamin pemenuhan obat bagi seluruh lapisan masyarakatnya. 5.2 Saran a. Mengingat di Indonesia belum pernah disusun suatu formularium nasional, maka perlu disusun Formularium Nasional, yang bertujuan menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat. b. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut dengan mencari informasi tentang cara penerapan formularium nasional di fasilitas pelayanan kesehatan negara lain. 13 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 14 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 189/Menkes/SK/III/2006 Tentang Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan. Undang – Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 903/Menkes/PER/V/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1455/Menkes/SK/X/2010 Tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. WHO. 2008. WHO Model Formulary. www.who.int/selection_medicines/list/en/ British National Formulary 57. 2009. London: BMJ Group & RPF Publishing. Philippine Law and Jurisprudence Databank. 2008. An Act Providing for Cheaper and Quality Medicines, Amending for The Purpose Republic Act no.8293 or Intellectual Property Code, Republic Act no.6675 or The Generic Act of 1988, and Republic Act no. 5921 or The Pharmacy Law, and for other Purposes. www.lawphil.net/statues/repacts/ra2008/ra_9502_2008.html Ministry of Health Malaysia. 2009. Malaysian National Medicines Policy. Malaysia: Ministry of Health Malaysia. Ministry of Health & Population (MOHP). 2007. Egyptian National Formulary. Egypt: MOHP. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012 15 P.R, Shankar. 2011. Nepalese National Formulary: Second Edition. Australasian Medical Journal (Online). 1 July 2011. Indian Pharmacopoeia Commision. 2010. National Formulary of India. India. www.ipc.gov.in/index1.asp?linkid=211 Kementerian Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.HK.02.02/Menkes/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.791/Menkes/SK/VIII/2008 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Dina Widiastuti, FMIPA UI, 2012