implikasifilsosofisteorievolusicd

advertisement
IMPLIKASI FILOSOFIS TEORI EVOLUSI CHARLES DARWIN
Share
Thursday, 15 January 2009 at 10:06
Buku On the Origin of Species by Means of Natural Selection, or The Preservation of
Favoured Races in the Struggle for Life karya Charles Darwin, bisa dikatakan secara
simbolik sebagai puncak revolusi intelektual. Munculnya serangan-serangan anti
Darwinian dari kalangan teolog menunjukkan adanya resistensi terhadap pemikiran baru
tersebut. On the Origin of Species diajukan—di tengah adanya beragam konsepsi dan
juga kombinasi di antaranya tentang asal-usul spesies—sebagai pemberontakan
intelektual dan sekaligus memperkenalkan karakteristik intelektual baru yang cukup
menantang. Konsepsi lama yang telah ratusan tahun beredar, sangat familiar dalam
filsafat tradisional, dan diasumsikan sebagai kebenaran yang supererior sejatinya
konsepsi tersebut telah merusak dan menciderai pengetahuan karena tidak terbukti
kebenarannya. On the Origin of Species memperkenalkan modus berpikir baru yang pada
akhirnya turut merubah logika berpikir ilmu pengetahuan. Bukan hanya itu, modus
berpikir baru ini juga akan sangat mempengaruhi perkembangan moral, politik,
kebudayaan dan keagamaan di masa selanjutnya.
Semangat anti Darwinisme memunculkan kesan dan isu kontroversial tentang perseteruan
pemikiran antara sains dan teologi. Perkembangan teologi seringkali membungkam
semangat intelektual lantaran religi lebih emosional, tidak kreatif dan lebih bersikap
konservatif. Jika kita telusuri semangat intelektual Darwin, pada dasarnya ingin mencari
pengetahuan melalui sains dan filsafat—bukan agama. Karena ia sendiri melihat bahwa
agama hanya akan membuat manusia tidak berkembang, karena hanya terpaku pada
doktrin. Hanya melalui sains dan filsafat, seseorang akan mencapai pengetahuan yang
“sempurna” (dalam arti bisa diuji kebenarannya dan bisa difalsifikasi).
Jika kita telusuri sejarah ilmu pengetahuan atau filsafat, bisa kita lacak dari pemikiran
Yunani Kuno ketika Aristoteles membuat karakterisasi, definisi, dan kata kunci dari
berbagai tanaman dan binatang di alam untuk menjelaskan adanya keragaman kehidupan
makhluk hidup. Pada dasarnya, upaya mempelajari asal-usul tumbuhan dan binatang
sudah di mulai pada masa Yunani Kuno. Dengan kata lain, upaya untuk
memformulasikan suatu standar ilmu pengetahuan telah diwujudkan dalam “species” dan
di topang filsafat selama 2.500 tahun. Karena itu, untuk memahami pemikiran On the
Origin of Species, kita harus mengerti terlebih dahulu ide dominan yang selama ini selalu
mencemaskan banyak orang.
Dalam tradisi pemikiran Yunani Kuno, suatu istilah yang dekat dengan konsep alam
(kosmos) adalah “telos”. Telos, secara etimologi berarti “bertujuan”. Dalam konsepsi
alam tradisional, segala sesuatu di alam ini memiliki tujuan. Tujuannya adalah
manifestasi sempurna dari segala sesuatu itu sendiri. Dengan lain kata, secara
keseluruhan, alam pun juga bertujuan. Karena prinsip teleologis tentang alam mengelak
dari pembuktian empiris, maka konsep alamnya disertai dengan gagasan tentang adanya
“kekuatan ideal” yang merupakan penggerak semesta. Konsep alam tradisional, yang
menganut prinsip teleologis, disebut dengan teori desain (design theory). Teologi pun
membonceng pada teori desain ini karena ada celah yang bisa di isi oleh Tuhan (dengan
kata lain, konsep Tuhan bisa diselundupkan). Di situlah para teolog terdampar, sebagai
jalan persembunyian terakhir. Para teolog seolah hendak menuntaskan klaim teori desain
bahwa tujuan akhir (prinsip teleologis) tidak lain adalah Tuhan.
Namun pada suatu pagi yang cerah, di tanggal 24 November 1859, Charles Darwin
melalui bukunya yang berjudul On the Origin of Species by Means of Natural Selection,
or The Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life, mempertanyakan
konsepsi alam tradisional tersebut. Meskipun, kita tahu bahwa bukan Darwin yang
pertama kali mempertanyakan konsepsi alam tradisional. Yang pertama adalah Galileo,
dengan pembuktian empiris melalui teleskop, mempertanyakan konsepsi alam tradisional
kala itu yang meyakini bahwa bumi adalah pusat semesta. Tak pelak lagi, pemikiran
Galileo turut merubah pandangan fisika pada abad 16-17, yang mulai mempertanyakan
konsepsi alam tradisional. Perkembangan berikutnya, berbagai disiplin natural sciences;
seperti Astronomi, Kimia dan lainnya mulai meninggalkan teori desain. Namun
demikian, sebelum Darwin, teori desain masih dipakai dalam ilmu biologi, botani,
zoology, paleontology, dan embryology. Sehingga, pada waktu itu, teori desain menjadi
titik sentral dari idealistic philosophy dan pandangan teistik.
Dengan dikumandangkan teori evolusi melalui seleksi alam oleh Charles Darwin, teori
desain mengalami krisis. Dalam teori evolusi, untuk dapat melewati seleksi alam, tiap
makhluk hidup harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia bermukim.
Dengan demikian, tentu saja tidaklah mungkin terdapat adanya telos dalam diri tiap
makhluk hidup—yang sudah dirancang sebelumnya oleh “kekuatan ideal”.
Transformasi intelektual berikutnya hingga hari ini, secara langsung maupun tidak
langsung, sangat dipengaruhi oleh perspektif Darwinian. Di bawah pengaruh perspektif
Darwinian, ketertarikan intelektual bukan lagi membicarakan konsepsi-konsepsi ideal
(transsendental), namun bergeser pada pencapaian empiris, naturalistik, dan kegunaan.
Fakta bahwa filsafat yang dipengaruhi ide-ide Darwinian telah menggantikan filsafat
tradisional, menurut John Dewey, bukan disebabkan oleh adanya pembuktian logis
bahwa filsafat tradisional bukan saja tidak benar. Tergesernya filsafat tradisional dengan
filsafat yang dipengaruhi ide-ide Darwin disebabkan oleh adanya kesadaran akan
ketidakbergunaan filsafat tradisional tersebut (yang hingga hari ini bisa kita lihat dari
pemikiran filsafat Richard Rorty, Hilary Putnam dan Daniel Dennet). Filsafat yang
dipengaruhi ide-ide Darwinian lebih dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan
dibanding dengan filsafat tradisional. Kini dalam dunia filsafat pun, kita sedang
memasuki dampak besar-besaran dari perspektif Darwinian. Namun di sisi lain, terdapat
suatu upaya yang sifatnya laten untuk memisahkan filsafat tradisional dari science.
Terutama dilakukan oleh para teolog, sebab di situlah persembunyian terakhir para
teolog—dimana kemungkinan wacana untuk bisa menyelundupkan konsep Tuhan, masih
bisa diharapkan. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa seluruh perkembangan diskursus
pemikiran ini tidak lain akibat adanya revolusi ilmiah yang bermula pada On the Origin
of Species. Nah, untuk tahu perkembangan dan diskursus pemikiran
selanjutnya…hadirilah diskusi “Evolusi Teori Evolusi Charles Darwin” pada tanggal 12
Februari 2009 nanti..
Download