BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1
Perilaku Konsumen
1.1.1
Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Kotler dan Keller (2007) Perilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan
bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka
Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan
untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna
membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa
yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, di mana
mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka
menggunakannya.
Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan perilaku konsumen (consumen
behavior) sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk yang diharapkan akan
memuaskan kebutuhan hidup.
1.1.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kosumen
Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi
dan psikologis. Yang mempunyai pengaruh paling luas dan paling dalam adalah
faktor-faktor budaya (Kotler dan Keller, 2007).
1.
Faktor Budaya
Menurut Kotler dan Keller (2007), Budaya (culture) merupakan penentu
keinginan dan perilaku paling dasar. Kelas budaya, subbudaya, dan sosial sangat
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
a. Subbudaya (subculture)
Setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya (subculture) yang lebih kecil
yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk
anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan
wilayah geografis.
b. Kelas Sosial
Menurut Kotler dan Keller (2007), kelas sosial didefinisikan sebagai sebuah
stratifikasi sosial atau divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam
sebuah masyarakat, tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang
berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Sedangkan Schiffman dan
Kanuk (2008), mendefinisikan kelas sosial sebagai pembagian anggota
masyarakat ke dalam suatu hierarki status sosial yang berbeda, sehingga para
anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama dan para
anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Salah satu gambaran tentang kelas sosial di Amerika Serikat mendefinisikan
tujuh tingkat dari bawah ke atas, sebagai berikut: (1) kelas-bawah bawah, (2)
kelas-bawah atas, (3) kelas pekerja, (4) kelas menengah, (5) kelas-menengah
atas, (6) kelas-atas bawah, (7) kelas-atas atas.
2.
Faktor Sosial
Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta
peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian.
a. Kelompok Acuan
Kelompok acuan (reference group) seseorang terdiri dari semua kelompok
yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung
terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.
Kelompok
yang
mempunyai
pengaruh
langsung
disebut
kelompok
keanggotaan (membership group). Beberapa dari kelompok ini merupakan
kelompok primer (primary group), dengan siapa seseorang berinteraksi
dengan apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi, seperti keluarga,
teman, tetangga, dan rekan kerja. Masyarakat juga menjadi kelompok
sekunder (secondary group), seperti agama, professional, dan kelompok
persatuan perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan interaksi
yang kurang berkelanjutan.
Seseorang juga dapat dipengaruhi oleh kelompok di luar kelompoknya.
Kelompok aspirasional (aspirational group) adalah kelompok yang ingin
diikuti oleh orang itu; kelompok disosiatif (dissociative group) adalah
kelompok yang nilai dan perilakunya ditolak oleh orang tersebut.
Jika pengaruh kelompok referensi kuat, pemasar menentukan cara
menjangkau dan mempengaruhi pemimpin opini kelompok. Pemimpin opini
adalah orang yang menawarkan nasihat atau informasi informal tentang
produk atau kategori produk tertentu, misalnya mana yang terbaik dari
beberapa merek atau bagaimana produk tertentu dapat digunakan.
b. Keluarga
Menurut Kotler dan Keller (2007), Keluarga adalah organisasi pembelian
konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan anggota keluarga
merepresentasikan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh.
Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2008) secara tradisional, keluarga
didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang dikaitkan oleh hubungan
darah, perkawinan, atau adopsi yang tinggal bersama-sama. Dalam arti yang
lebih dinamis, para individu yang merupakan satu keluarga dapat
digambarkan sebagai anggota kelompok sosial paling dasar yang hidup
bersama-sama dan berinteraksi untuk memuaskan kebutuhan pribadi bersama.
Ada dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi (family of
orientation)yang terdiri dari orang tua dan saudara kandung. Dari orang tua
seseorang mendapatkan orientasi terhadap agama, politik, dan ekonomi serta
rasa ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Pengaruh yang lebih langsung
terhadap perilaku pembelian setiap hari adalah keluarga prokreasi (family of
procreation) terdiri dari pasangan dan anak-anak.
c. Peran dan Status
Orang berpartisipasi dalam banyak kelompok-keluarga, klub, organisasi.
Kelompok sering menjadi sumber informasi penting dan membantu
mendefinisikan norma perilaku.
Posisi seseorang dalam tiap kelompok di mana ia menjadi anggota
berdasarkan peran dan status. Peran (role) terdiri dari kegiatan yang
diharapkan dapat dilakukan seseorang. Setiap peran menyandang status.
3.
Faktor Pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Faktor pribadi
meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli; pekerjaan dan keadaan ekonomi;
kepribadian dan konsep diri; serta gaya hidup dan nilai.
a. Usia dan Tahap Siklus Hidup
Selera dalam makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan
dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah,
usia, serta jenis kelamin orang dalam rumah tangga pada satu waktu tertentu.
b. Pekerjaan dan Keadaan Ekonomi
Pekerja kerah biru akan membeli baju kerja, sepatu kerja, dan kotak makan.
Presiden perusahaan akan membeli jas, perjalanan udara, dan keanggotaan
country club. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang
mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka. Pilihan
produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi: penghasilan yang dapat
dibelanjakan (tingkat, stabilitas, dan pola waktu), tabungan dan asset
(termasuk persentase asset likuid), utang, kekuatan pinjaman, dan sikap
terhadap pengeluaran dan tabungan.
c. Kepribadian dan Konsep Diri
Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi perilaku
pembeliannya. Yang dimaksudkan dengan kepribadian (personality), adalah
sekumpulan sifat psikologis manusia yang menyebabkan respons yang relatif
konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku
pembelian). Kepribadian juga dapat menjadi variabel yang berguna dalam
menganalisis pilihan merek konsumen. Idenya bahwa merek juga mempunyai
kepribadian, dan konsumen mungkin memilih merek yang kepribadiannya
sesuai dengan mereka. Kepribadian merek (brand personality) dapat
didefinisikan sebagai bauran tertentu dari sifat manusia yang dapat kita
kaitkan pada merek tertentu.
d. Gaya Hidup dan Nilai
Orang-orang dari subbudaya dan kelas sosial yang sama mungkin mempunyai
gaya hidup yang cukup berbeda. Menurut Kotler dan Keller (2007), Gaya
hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada
aktifitas, minat, dan opininya.
Gaya
hidup
memotret
interaksi
“seseorang
secara
utuh”
dengan
lingkungannya. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti (core
values), sistem kepercayaan yang mendasari sikap dan perilaku. Nilai inti
lebih dalam daripada perilaku atau sikap dan menentukan pilihan dan
keinginan seseorang pada tingkat dasar dalam jangka panjang.
4.
Proses Psikologis Kunci
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah model respons
rangsangan yang diperlihatkan dalam Gambar 2.1. rangsangan pemasaran dan
lingkungan memasuki kesadaran konsumen, dan sekelompok proses psikologis
digabungkan
dengan
karakteristik
konsumen
tertentu
menghasilkan
proses
pengambilan keputusan dan keputusan akhir pembelian.
Gambar 2.1
Model Perilaku Konsumen
Psikologi
Konsumen
Rangsangan
Pemasaran
Rangsangan
Lain
Produk & Jasa
Harga
Distribusi
Komunikator
Ekonomi
Teknologi
Politik
Budaya
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Memori
Karakteristik
Konsumen
Budaya
Sosial
Personal
Sumber: Kotler dan Keller (2007)
Proses Keputusan
Pembelian
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Penilaian alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pasca-pembelian
Keputusan
Pembelian
Pilihan produk
Pilihan merek
Pilihan dealer
Jumlah pembelian
Saat yang tepat
melakukan
pembelian
Metode
1.2
Kualitas Pelayanan
Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan
antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima.
Menurut Kotler dan Keller (2007) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
(Tjiptono, 2006). Dengan demikian, kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya
dalam mengimbangi harapan konsumen. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kualitas pelayanan perusahaan yaitu harapan pelanggan (expectation) dan kinerja
perusahaan yang dirasakan konsumen (performance). Kualitas pelayanan jasa
perusahaan dianggap baik dan memuaskan jika jasa perusahaan yang diterima
melampaui harapan konsumen, jika jasa perusahaan yang diterima lebih rendah dari
pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa perusahaan dipersepsikan buruk.
Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan
yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung
banyak definisi dan makna, masing-masing orang akan mengartikannya secara
berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa
kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen
sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.
Jasa merupakan komoditas yang yang tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan. Ketidaktahanlamaan jasa tersebut tidak akan menjadi masalah jika
permintaannya konstan. Tetapi kenyataanya, permintaan konsumen akan jasa sangat
bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musiman.
Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam
Lupiyoadi (2006), yaitu:
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kepedulian dan kemauan untuk
membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan,
dengan penyampaian informasi yang jelas. Tingkat ketanggapan atau kepedulian
tersebut meliputi :
a. Kesediaan dalam menerima kritik, saran dan komentar yang bersifat
pertanyaan maupun keluhan.
b. Adanya sarana komunikasi yang tersedia dan memudahkan pelanggan
mengetahui informasi tentang layanan yang disediakan perusahaan, misalnya:
pemesanan melalui telepon (hot line service), atau internet (website/on-line
service), papan informasi, dll.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain
komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.
5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan pelanggan. Sebagai contoh perusahaan harus mengetahui keinginan
pelanggan secara spesifik dari bentuk fisik produk atau jasa sampai
pendistribusian yang tepat.
Kualitas jasa/layanan telah banyak dimanfaatkan sebagai strategi bersaing
berbagai organisasi. Pada prinsipnya, konsistensi dan superioritas kualitas jasa
berpotensi menciptakan kepuasan pelanggan yang pada gilirannya akan memberikan
sejumlah manfaat seperti :
a. Terjalin relasi saling menguntungkan jangka panjang antara perusahaan dan para
pelanggan.
b. Terbukanya peluang pertumbuhan bisnis melalui pembelian ulang, cross-selling,
dan up-selling.
c. Loyalitas pelanggan bisa terbentuk.
d. Terjadinya komunikasi gethok tular positif yang berpotensi menarik pelanggan
baru.
e. Persepsi pelanggan dan publik terhadap reputasi perusahaan semakin positif.
f. Laba yang diperoleh bisa meningkat.
1.3
Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Para pemasar menggunakan sejumlah alat bantu (tools) untuk mendapatkan
tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka, alat-alat bantu tersebut
membentuk suatu bauran pemasaran (marketing mix).
Kotler dan Keller (2007) menyatakan bahwa bauran pemasaran atau biasa
dikenal dengan marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran yang dipergunakan
perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran
merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisasi dan
digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran yang
efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Unsur-unsur
pemasaran tersebut dapat dibedakan menjadi empat (4P’s), yaitu :
1. Product (produk)
Definisi produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kedalam pasar
untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat
memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan.
2. Price (harga)
Definisi harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen
untuk mendapatkan produk.
3. Place (distribusi)
Definisi tempat adalah berbagai kegiatan yang membuat produk terjangkau oleh
sasaran konsumen.
4. Promotion (promosi)
Definisi promosi adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menonjolkan keistimewaan-keistimewaan produknya dan membujuk konsumen
agar membelinya.
Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005) menambahkan bahwa
untuk pemasaran dalam bidang jasa, butuh tambahan 3 P dalam marketing mix
(bauran pemasaran), yaitu:
1. People (orang),
Adalah semua pelaku yang memainkan peran dalam penyajian jasa dan
karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk dalam elemen ini
adalah personel perusahaan dan konsumen lain didalam lingkungan jasa.
2. Physical evidance (fisik)
Merupakan lingkungan fisik dimana jasa disampaikan, perusahaan jasa dan
konsumennya berinteraksi dan setiap komponen yang berwujud memfasilitasi
penampilan atau komunikasi jasa tersebut.
3. Process (proses)
Meliputi prosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanisme, kegiatan dan rutinitas
dimana suatu produk atau jasa disampaikan kepada pelanggan
Ketiga hal tersebut terkait sifat jasa, dimana mulai dari produksi dan konsumsi
merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dan mengikutsertakan konsumen
dan pemberi jasa secara langsung. Dengan kata lain sebagai bauran pemasaran,
elemen produsen dan konsumen jasa tersebut saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga bila salah satu tidak sesuai pengorganisasiannya akan mempengaruhi
strategi pemasaran secara keseluruhan.
1.4
Persepsi Harga
Dari berbagai sudut pandang, harga adalah elemen yang paling tidak umum
dari bauran pemasaran. Didalam ekonomi teori pengertian harga, nilai dan utility
merupakan konsep yang saling berhubungan, yang dimaksud dengan utility adalah
suatu atribut yang melekat pada suatu barang yang memungkinkan barang tersebut
dapat memenuhi kebutuhan, keinginan dan memuaskan konsumen. Pengertian harga
menurut Swastha (2005) “Sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapat sejumlah
kombinasi dari barang beserta pelayanannya.”
Dalam konteks pemasaran, menurut Kotler dan Amstrong (2008) istilah harga
dapat diartikan sebagai jumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa
atau jumlah nilai konsumen dalam pertukaran untuk mendapatkan manfaat dan
memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Menurut definisi tersebut, harga yang
dibayar oleh pembeli sudah termasuk pelayanan yang diberikan oleh penjual dan
tidak dapat dipungkiri penjual juga menginginkan sejumlah keuntungan dari harga
tersebut.
Menurut definisi-definisi diatas, kebijakan mengenai harga sifatnya hanya
sementara, berarti produsen harus mengikuti perkembangan harga di pasar dan harus
mengetahui posisi perusahaan dalam situasi pasar secara keseluruhan.
Persepsi harga merupakan kecenderungan konsumen untuk menggunakan
harga dalam memberi penilaian tentang kesesuaian manfaat produk. Penilaian
terhadap harga pada suatu manfaat produk dikatakan mahal, murah atau sedang dari
masing-masing individu tidaklah sama, karena tergantung dari persepsi individu yang
dilatarbelakangi oleh lingkungan dan kondisi individu itu sendiri. Pada dasarnya
konsumen dalam menilai harga suatu produk tidak tergantung hanya dari nilai
nominal harga saja namun dari persepsi mereka pada harga. Perusahaan harus
menetapkan harga secara tepat agar dapat sukses dalam memasarkan barang atau jasa.
Dalam kenyataannya konsumen dalam menilai harga suatu produk, sangat
tergantung bukan hanya dari nilai cara umum persepsi konsumen terhadap harga
tergantung dari:
1. Perception of price differences (persepsi mengenai perbedaan harga).
Pembeli cenderung untuk selalu melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga
antara harga yang ditawarkan terhadap harga dasar yang diketahui. Sebagai
contoh, Suatu perusahaan menawarkan produk-produk berkualitas dengan nilai
harga yang lebih tinggi dianggap sebagai satu hal yang relevan dan
rasional,sehingga konsumen dapat menerima tawaran harga pada tiap-tiap produk
yang ditawarkan perusahaan tersebut.
2. Reference prices (referensi harga).
Faktor lain yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga adalah
price references yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman
sendiri (internal price) dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain
(external references price). Informasi dari luar tersebut sangat dipengaruhi :
a. Harga kelompok produk (product line) yang dipasarkan oleh perusahaan yang
sama.
b. Perbandingan dengan harga produk saingan.
c. Urutan produk yang ditawarkan (Top Down Selling).
d. Harga produk yang pernah ditawarkan konsumen (Recalled Price)
1.5
Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler dan Keller (2007) kepuasan pelanggan adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja
(hasil) produk yang dirasakan terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan.
Sedangkan menurut Lovelock dan Wright (2007) kepuasan pelanggan adalah
reaksi emosional jangka pendek pelanggan terhadap kinerja jasa tertentu. Tingkat
kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja layanan yang dirasakan
dengan harapan. Bila kinerja layanan dibawah harapan, maka konsumen akan kecewa.
Bila kinerja layanan sesuai dengan harapan, maka konsumen akan puas. Pelanggan
hanya mau menukarkan apa yang telah dicarinya dengan susah payah untuk dua hal,
yaitu:
1. Rasa Senang dan Puas, pelanggan hanya membeli jika mereka senang terhadap
perusahaan, produk perusahaan dan pelayanan perusahaan.
2. Pemecahan Masalah, terdapat sebuah ungkapan yang terkenal dalam pemasaran
“manusia bukan membeli barang, mereka membeli pemecahan terhadap
masalahnya”.
Pelanggan akan merasa puas terhadap pelayanan yang didapatkan apabila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan
pengharapan (expectation) dari pelanggan tersebut.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengukur
dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler dan Keller
(2007) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi
strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar
(yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan),
saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain.
2. Ghost shopping (mystery shopping)
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan memperkerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan
atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
Mereka akan diminta untuk berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan
menggunakan produk atau/jasa perusahaan. Biasanya para ghost shopper diminta
mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan/ataupun perusahaan
pesaingnya didalam melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab
pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
3.
Lost customer analysis.
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa
hal
itu
terjadi
dan
supaya
dapat
mengambil
kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang
diperlukan, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, di mana
peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan pelanggannya.
4. Survei kepuasan pelanggan
Sebagaian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan
metode survey, baik survei melalui pos, telepon, e-mail, websites, maupun
wawancara langsung. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan
dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga akan memberikan kesan
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
1.6
Hubungan Antar Variabel
Dalam penelitian ini, kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh faktor kualitas
pelayanan dan persepsi harga. Berikut ini adalah penjelasan hubungan keterkaitan
antara variabel independen dengan variabel dependent.
1.6.1 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan
Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi tingkat
kepuasan pelanggan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik
dan memuaskan, sehingga akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen.
Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan,
maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk sehingga akan berdampak pada
menurunnya tingkat kepuasan konsumen.
Tjiptono (2006) menyatakan bahwa kualitas pelayanan terbagi menjadi
lima dimensi, yaitu Bukti Fisik (Tangible), Kehandalan (Reliability), Daya
Tanggap (Responsiveness), Jaminan (Assurance), Empati (Empathy) .
1.
Pengaruh Antara Bukti Fisik (Tangible) dengan Kepuasan Pelanggan.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), karena suatu bentuk jasa
tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba maka aspek wujud
fisik
menjadi
penting
sebagai
ukuran
dari
pelayanan.Pelanggan
akanmenggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kulitas pelayanan.
Bukti fisik yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat
yang bersamaan aspek ini juga merupakan salah satu sumber yang
mempengaruhi harapan pelanggan.Karena dengan bukti fisik yang baik
maka harapan konsumen menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu merupakan
hal yang penting bagi perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek
wujud fisik yang paling tepat, yaitu masih memberikan impresi positif
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan
harapanpelanggan yang terlalu tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan dan memberikan kepuasan kepada pelanggan.
2.
Pengaruh Antara Kehandalan (Reliability) dengan Kepuasan Pelanggan.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), berpendapat kehandalan
(reliability) yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan seusai dengan
apa yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai
dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan
dengan akurasi yang tinggi.
3.
Pengaruh Antara Daya Tanggap (Responsiveness) dengan Kepuasan
Pelanggan.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), daya tanggap yaitu respon
atau kesigapan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang
cepat dan tanggap, yang meliputi kesigapan dalam melayani pelanggan,
kecepatan dalam menangani transaksi serta penanganan keluhan pelanggan.
Daya tanggap atau ketanggapan yang diberikan oleh penyedia layanan jasa
dengan baik akan meningkatkan kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.
4.
Pengaruh Antara Jaminan (Assurance) dengan Kepuasan Pelanggan.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), yaitu meliputi kemampuan
karyawan
atas
pengetahuannya
terhadap
produk
secara
tepat,
keramahtamahan, perhatian dan kesopanan, ketrampilan dalam memberikan
informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan dalam memanfaatkan
jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan
pelanggan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,
resiko atau pun keraguan.Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan
dapat menumbuhkan rasa percaya para pelanggan.
5.
Pengaruh Antara Empati (Empathy) dengan Kepuasan Pelanggan.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), empati (empathy) yaitu
perhatian dengan memberikan sikap yang tulus dan berifat individual atau
pribadi yang diberikan penyedia layanan jasa kepada pelanggan seperti
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan.
1.6.2 Hubungan Persepsi Harga dengan Kepuasan Pelanggan
Harga merupakan faktor ekstrinsik sebagai fungsi pengganti kualitas
ketika pelanggan tidak memiliki informasi yang cukup mengenai produk
tersebut sehingga pelanggan menggunakan harga untuk menduga kualitas
ketika hanya hargalah yang diketahui.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), Keputusan penentuan harga
demikian penting dalam menemukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai
oleh konsumen dan juga dalam proses menggapai kepuasan pelanggan.
1.7
Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian, tidak dapat terlepas dari penelitian-penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dengan tujuan untuk
memperkuat hasil dari penelitian yang sedang dilakukan, selain itu juga bertujuan
untuk membandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut
ringkasan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
lainnya seperti yang terlihat dalam tabel 2.1:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
Judul
1.
Analisis Pengaruh
Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan
Pelanggan Dalam
Pembayaran
Rekening Listrik
( Studi Pada Unit
Pelayanan Pelanggan
Semarang Barat )
Sonya
Mahacani
(2010)
Pengaruh Kualitas
Pelayanan Karyawan
Terhadap Kepuasan
Konsumen Pada
Minimarket Alfamart
Todopuli di Kota
Makassar
Buyung
(2012)
Analisis Pengaruh
Kualitas Produk,
Kualitas Layanan,
Dan Persepsi Harga
Terhadap Kepuasan
Pelanggan Air
Minum Dalam
Kemasan
(Studi Kasus Pada
AMDK Jawa Tirta
Semarang)
Fransisca
Pramita
W.A (2010)
Analisis Pengaruh
Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan
Ratih
Hardiyati
(2010)
2.
3.
4.
Tahun
Variabel Yang
Diteliti
Variabel
Dependen :
• Kepuasan
Pelanggan
Variabel
Independen :
• Kualitas
Pelayanan
Alat
Analisis
SPSS
Variabel
Dependen :
• Kepuasan
Konsumen
Variabel
Independen :
• Kualitas
Pelayanan
SPSS
Variabel
Dependen :
• Kepuasan
Konsumen
Variabel
Independen :
• Kualitas
Produk
• Kualitas
Pelayanan
• Persepsi
Harga
Variabel
Dependen :
• Kepuasan
Hasil Penelitian
kualitas layanan
terbukti berpengaruh
secara signifikan
terhadap kepuasan
pelanggan
Variabel kehandalan,
ketanggapan, jaminan,
empati dan bukti fisik
berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan
konsumen pada
Alfamart Todopuli
Kualitas Produk,
Kualitas Layanan Dan
Persepsi Harga memiliki
pengaruh yang positif
terhadap kepuasan
pelanggan
SPSS
SPSS
kualitas layanan
terbukti berpengaruh
secara positif terhadap
Konsumen
Konsumen
Menggunakan Jasa
Penginapan (Villa)
Agrowisata Kebun
Teh Pagilaran
5.
Pengaruh Kualitas
Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pelanggan
pada PT. PLN
(Persero) Rayon
Makassar Barat
kepuasan pelanggan.
Variabel
Independen :
• Kualitas
Pelayanan
Muh Yunus
Bandu
(2013)
Variabel
Dependen :
• Kepuasan
Konsumen
Variabel
Independen :
• Kualitas
Pelayanan
kualitas layanan
terbukti berpengaruh
secara positif terhadap
kepuasan pelanggan.
SPSS
Sumber : Hasil Penelitian dari Peneliti Terdahulu
1.8
Kerangka Pemikiran
Suatu perusahaan yang menginginkan agar usahanya dapat beroperasi secara
terus menerus harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumennya. Kepuasan
konsumen merupakan perbandingan antara kenyataan yang dirasakan konsumen
dengan apa yang diharapkan konsumen. Apabila yang dirasakan konsumen melebihi
dari apa yang diharapkan, berarti konsumen telah terpenuhi kepuasannya. Bila
konsumen telah merasa puas, biasanya akan melakukan pembelian ulang atau
merekomendasikan kepada pihak lain terhadap produk atau jasa tersebut bila di
kemudian hari muncul kebutuhan yang sama.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat digambarkan sebuah kerangka
pemikiran seperti pada gambar 2.1:
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kualitas
Pelayanan (X1)
H1
Kepuasan
Pelanggan (Y)
Persepsi
Harga (X2)
H2
Sumber : Konsep yang dikembangkan untuk penelitian ini
Dari skema di atas terdapat dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel
independen.
1. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variable independen. Dalam hal ini variabel
dependennya adalah Kepuasan Pelanggan (Y).
2. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan dan persepsi harga.
Kerangka pemikiran di atas menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan (X1), dan
Persepsi Harga (X2) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan.
Download