21 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
Peneliti terdahulu Suyanto, di Semarang melakukan penelitian “Analisis
Pengaruh Nilai Tukar Uang, Suku Bunga Dan Inflasi Terhadap Return
Saham Sektor Properti Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta Tahun 20012005” menyimpulkan bahwa nilai tukar dan inflasi berpengaruh positif
terhadap return saham. Sementara suku bunga berpengaruh negatif terhadap
return saham. Metode yang digunakan adalah regresi dengan sample seluruh
emiten properti yang masuk di Bursa Efek Indonesia.
Sementara penelitian lain oleh Rachmad Kurniadi tahun 2013 dalam
penelitiannya menyimpulkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
tukar dan suku bunga (SBI) memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap Nilai Harga Saham Sektor Properti (NHSprop) di Bursa Efek
Indonesia. Sedangkan jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan
terhadap Nilai Harga Saham Sektor Properti (NHSprop) di Bursa Efek
Indonesia. Metode yang digunakan adalah regresi.
Penelitian Umi Mardiyati dan Ayi Rosalina pada tahun 2013 dalam Jurnal
berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga Dan Inflasi
Terhadap Indeks Harga Saham Studi Kasus Pada Perusahaan Properti yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” menunjukkan bahwa secara parsial nilai
21
tukar memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham
properti sedangkan tingkat suku bunga dan inflasi memiliki pengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap indeks harga saham properti. Berdasarkan
uji secara simultan nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham properti. Penelitian
ini menggunakan analisis Ordinary Least Square dengan variabel yang diuji
adalah tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan Sri Mona Oktavia pada tahun 2013 yang meneliti
menunjukkan indeks harga saham sektor properti dan real estate dari Januari
1998 sampai Desember 2010 menunjukkan Tingkat Suku bunga SBI
berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka pendek terhadap indeks
harga saham sektor properti dan real estate dan berpengaruh positif dan
signifikan dalam jangka panjang. Nilai tukar rupiah terhadap dollar
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor
properti dan real estate baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Jumlah Uang Beredar (M2) tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham
sektor properti dan real estate dalam jangka pendek dan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti dan real estate
dalam jangka panjang. Metode analisis yang digunakan adalah Error
Correction Model dengan variabel Indeks Harga Saham Properti, tingkat
suku bunga, nilai tukar dan jumlah uang beredar.
22
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis akan mengambil object 10
emiten sektor properti yang termasuk dalam LQ45 periode Januari - Juli
2014. Menurut penulis, pengambilan sample seluruh emiten properti yang
terdaftar berpeluang memberi data yang kurang informatif mengingat
beberapa emiten tidak diperdagangkan secara aktif di bursa efek.
2.1. 1 Aset Finansial dan Saham
Menurut Marcus Bodie Kane, investasi bisa dalam dua bentuk yaitu aset riil
dan aset finansial. Aset riil diantaranya adalah tanah, bangunan, mesin yang
digunakan untuk memproduksi barang. Kepemilikan saham adalah salah
satu bnetuk investasi aset finansial. Aset finasial seperti obligasi dan saham
memiliki perbedaan dengan aset riil. Saham adalah suatu bentuk
kepemilikan yang tidak berkontribusi langsung terhadap kapasitas produksi
ekonomi.
Saham perusahaan ditawarkan kepada publik melalui IPO (Initial Public
Offering) dalam pasar modal dibawah pengawasan Bursa Efek Indonesia.
Dalam kegiatan IPO tersebut saham sebuah perusahaan ditawarkan kepada
publik. Tujuan emiten go public adalah:
1. Memperoleh tambahan dana yang digunakan bagi perluasan usaha
2. Mengubah/memperbaiki struktur modal
3. Pengalihan pemegang saham
23
4. Peningkatan profesionalisme sebagai akibat dari keterbukaan
laporan keuangan
Saham
memisahkan
kepemilikan
dan
manajemen
perusahaan
dan
memfasilitasi pemindahan dana kepada perusahaan agar perusahaan dapat
memanfaatkannya untuk keperluan investasi.
Menurut jenisnya, pasar modal dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana merupakan pasar dimana emiten atau perusahaan
pertamakali menawarkan sahamnya dalam IPO.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder adalah pasar yang memperdagangkan saham setelah
IPO, dimana perdagangan hanya terjadi antar investor yang satu
dengan yang lainnya. Pada pasar ini harga sebuah saham ditentukan
oleh penilaian pasar terhadap kinerja perusahaan, dimana naik dan
turunnya harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham
itu sendiri.
3. Pasar Paralel
Pasar paralel merupakan pasar pelengkap dari bursa efek yang ada.
Bagi perusahaan yang belum bisa memenuhi ketentuan IPO bisa
memperjual belikan sahamnya melalui pasar ini.
24
Jenis-jenis saham terdiri dari:
a. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik
pemberian deviden yang besarnya sudah ditetapkan untuk setiap
periode. Pemilik saham preferen memiliki kepastian jumlah
deviden yang akan diterimanya selama jangka waktu tertentu,
sehingga keuntungan perusahaan tidak mempengaruhi besarnya
deviden yang diterima pemilik saham preferen.
b. Saham Biasa (Common Stock)
Jika perusahaan mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini
biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock). Pemegang
saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada
manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan.
c. Saham Treasuri (Treasuri Stock)
Saham treasuri adalah saham milik perusahaan yang sudah
pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali
oleh perusahaan untuk disimpan sebagai treasuri yang nantinya
dijual kembali.
2.1. 2 Risk and Return
Resiko adalah peluang terjadinya perbedaan antara return actual dengan
return yang diharapkan. Beberapa sumber resiko yang mempengaruhi
besaran resiko suatu investasi adalah resiko suku bunga, resiko pasar, risiko
25
inflasi, risiko bisnis, risiko finansial, risiko likuiditas, risiko kurs, dan risiko
negara. Risiko berhubungan erat dengan return. Pada dasarnya investor
memiliki sifat menghindari risiko (risk averse) sehingga bila investor
memutuskan untuk melakukan suatu investasi, maka return yang dijanjikan
oleh suatu investasi haruslah mencerminkan risiko investasi tersebut.
Semakin tinggi risiko suatu investasi, semakin tinggi pula return yang
diharapkan oleh investor. Besaran return ini tercermin dalam risk premium,
yaitu premi tambahan di atas return dari aset yang dianggap “tidak memiliki
risiko” seperti obligasi negara.
Menurut Suyoto (2013), tujuan investor dalam berinvestasi adalah
memaksimalkan return tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus
dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor
berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung risiko atas investasi yang dihadapinya.
Namun demikian, investor memiliki pandangan yang berbeda-beda atas
sebuah resiko investasi. Pandangan investor terhadap sebuah pilihan
investasi menjadi dasar pengambilan keputusan dalam melakukan investasi.
Berdasar cara pandang terhadap resiko yang dihadapi, investor dibagi
menjadi 3 golongan:
1. Risk Seeker/Risk Lover
Adalah investor yang menyukai mengambil resiko untuk mendapat return
yang lebih besar.
26
2. Risk Indeference
Adalah investor yang menyukai titik keseimbangan, dimana dia
mengharapkan penambahan return jika ada penambahan resiko.
3. Risk Averter
Adalah investor yang memilih investasi yang memiliki resiko relatif
kecil.
Dari sisi perusahaan, berdasarkan asalnya resiko dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
1. Resiko Sistematis
Yaitu resiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar
secara keseluruhan. Resiko ini juga disebut resiko umum.
2. Resiko Tidak Sistematis
Yaitu resiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara
keseluruhan. Bagi perusahaan resiko ini disebabkan oleh resiko
kondisi mikro dalam perusahaan. Misalnya resiko kejenuhan pasar
atau resiko perubahan kondisi supplier.
Saham sebagai salah satu instrumen investasi memiliki 2 resiko, yaitu:
1. Capital Loss
Yaitu kerugian yang ditanggung investor akibat harga jual saham
lebih rendah dari harga beli saham tersebut.
2. Resiko Likuidasi
Yaitu resiko yang dihadapi pemegang saham bila perusahaan
tersebut dinyatakan bangkrut atau dibubarkan. Dalam hal ini
pemegang saham memiliki prioritas terendah dari hasil penjualan
27
setelah perusahaan melaksanakan semua kewajibanya. Sisa hasil
penjualan tersebut akan dibagikan secara proporsional kepada
seluruh pemegang saham, namun jika tidak terdapat sisa dari hasil
penjualan perusahaan maka pemegang saham dimungkinkan
kehilangan investasinya.
2.1. 3 Analisis Fundamental dan Analisis Teknikal
Untuk memprediksi pergerakan harga saham digunakan dua jenis analisis
harga. Analisis tersebut adalah analisis fundamental dan analisis teknikal.
Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan, namun memiliki
tujuan yang sama yakni memprediksi harga saham.
Analisis teknikal adalah teknik untuk memprediksi arah pergerakan harga
saham dan indikator pasar saham lainnya berdasarkan pada data pasar
historis seperti informasi harga dan volume. Analiais disajikan melalui
berbagai indikator dan prinsip dasar antara lain pola-pola (patterns), garis
trend (trendline), rata-rata pergerakan, dan momentum harga
Analisis teknikal berpendapat bahwa dalam kenyataannya harga bergerak
dalam suatu trend tertentu, dan hal tersebut akan terjadi berulang-ulang.
Ahmad Thobary (2013), mengemukakan beberapa asumsi yang mendasari
analisis teknikal:
-
Nilai pasar barang dan jasa, ditentukan oleh interaksi permintaan
dan penawaran.
28
-
Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai
faktor, baik faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional.
-
Harga-harga sekuritas secara individual dan nilai pasar secara
keseluruhan cenderung bergerak mengikuti suatu trend selama
jangka waktu yang relatif panjang.
-
Trend perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah karena
perubahan hubungan permintaan dan penawaran.
Analisis fundamental adalah teknik untuk memprediksi arah pergerakan
harga saham dan indikator pasar saham
lainnya berdasarkan aspek
fundamental perusahaan dan kondisi makro ekonomi yang terjadi.
Faktor-faktor fundamental dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor
yang dapat dikendalikan perusahaan dan faktor yang tidak dapat
dikendalikan perusahaan.
Faktor yang dapat dikendalikan perusahaan antara lain pemilihan jenis
mesin, teknologi, rekruitment karyawan, persediaan barang
dan lain
sebagainya. Faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan antara lain
tingkat suku bunga, nilai tukar, inflasi, pertumbuhan ekonomi.
Analisis fundamental juga sering disebut dengan analisis perusahaan. Hal
ini dikarenakan metode yang digunakan menggunakan data keuangan
perusahaan
seperti Neraca, Rugi/Laba, aliran kas khususnya untuk
menghitung nilai saham perusahaan (intrinsik).
29
Rasio finansial yang perlu diketahui adalah:
-
Rasio likuiditas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek;
-
Rasio leverage atau rasio utang, yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai utang atau
dibiayai oleh pihak luar;
-
Rasio aktivitas, yaitu rasio yang mengukur seberapa efektif
perusahaan menggunakan sumberdaya yang dimiliki. Atau
dengan kata lain, sejauh mana efisiensi perusahaan dalam
menggunakan asset untuk meningkatkan penjualan;
-
Rasio profitabilitas, yaitu rasio yang mengukur seberapa besar
kemampuan
perusahaan
memperoleh
laba
baik
dalam
hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba dan modal
sendiri;
-
Rasio saham, bagian dari laba perusahaan, dan dividen yang
dibagikan pada setiap saham.
2.1. 4 Suku bunga BI
Suku bunga BI adalah “suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap
atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. Suku bunga BI ditetapkan setiap bulan melalui
mekanisma Rapat Dewan Gubernur bulanan.
30
“Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy)
dalam memengaruhi inflasi.” Besaran BI rate dinyatakan dalam kelipatan 25
basis poin (1 bps = 0,01%). Jika terjadi hal-hal di luar perkiraan semula
maka penetapan BI rate dapat dilakukan dalam RDG Mingguan sebelum
RDG Bulanan.
Penetapan besarnya BI rate mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam
perekonomian Indonesia. BI rate biasanya akan dinaikkan apabila inflasi
kedepan melampaui sasaran yang ditetapkan, sebaliknya BI rate bisa
diturunkan jika inflasi belum mencapai target yang ditetapkan.
Bagi perusahaan properti kenaikan BI memiliki dampak pada penjualan
produk rumah kepada konsumen terkait dengan bunga kredit KPR yang
berlaku. Jika bunga KPR mengalami kenaikan maka masyarakat yang akan
melakukan investasi dalam bentuk rumah akan mempertimbangkan
melakukan penundaan pembelian. Hal ini akan berakibat pada penurunan
pendapatan perusahaan properti.
2.1. 5 Kurs
Kurs Rupiah (Rp.) dan Kurs Dollar Amerika (US$) berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan sektor properti. Nilai tukar rupiah yang melemah
terhadap Dolar Amerika (US$) akan mengakibatkan kenaikan biaya
produksi yang menggunakan bahan baku impor yang nantinya akan
berpengaruh terhadap besarnya biaya produksi. Besarnya biaya produksi
31
secara langsung akan mempengaruhi keuntungan perusahaan properti
tersebut.
Kurs yang akan digunakan sebagai acuan adalah kurs JISDOR dari website
Bank Indonesia. “JISDOR merupakan harga spot Dolar Amerika (US$),
yang disusun berdasarkan kurs transaksi valuta asing terhadap rupiah antar
bank di pasar domestik, melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR) di Bank Indonesia secara real time.”
Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya
impor bahan baku untuk produksi dan akan menurunkan tingkat suku bunga
yang berlaku. Sehingga menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing
merupakan sinyal positif bagi para investor. Ketika kurs dollar mengalami
penguatan (peningkatan) maka pada saat itu kurs rupiah sedang mengalami
penurunan (melemah). Hal tersebut merupakan sinyal negatif bagi para
investor.
2.2
Suku Bunga Bank Indonesia dan Kurs Dolar Amerika
Bank Indonesia sebagai salah satu penentu kebijakan moneter melakukan
upaya menciptakan stabilitas ekonomi melalui kebijakan moneter. Tujuan
dan tugas Bank Indonesia sesuai UU No. 3 tahun 2004 adalah mencapai dan
menjaga kestabilan nilai Rupiah. Tujuan akhir kebijakan moneter adalah
menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya
tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Untuk mencapai
tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate
32
sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan
perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi.
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi
tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank
perubahan-perubahan
instrumen
moneter dan
Indonesia melalui
target
operasionalnya
mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan yang berpengaruh
terhadap inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank
Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate
mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga,
jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat
menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku
bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate
menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari
perusahaan dan rumah tangga akan meningkat.
Penurunan suku bunga
kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan
investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi
sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila
tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan
menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian
yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
33
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai
contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia
dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga
tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam
instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka
akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal
masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar
Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah
dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang
kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor.
Turunnya nilai ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan
ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui
perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset
seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan
perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk
melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak
perubahan
suku
bunga
kepada
kegiatan
ekonomi
juga
mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan
suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada
akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi
34
dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan
dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
2.3
Kerangka Pemikiran
Dari landasan teori diatas maka didapatkan keterkaitan antara
pembelian saham sebuah emiten properti dengan memperhatikan
tingkat suku bunga, kurs yang berlaku.
Kerangka pemikiran penelitian penelitian ini dapat digambarkan
melalui bagan berikut ini:
Tabel 1 Kerangka Pemikiran
Masalah Ekonomi:
- Inflasi (Kurs Dolar
Amerika
(US$)/Rupiah)
- Suku Bunga
Biaya Produksi
Perusahaan
Daya Beli
Masyarakat dan
keputusan KPR
Keuntungan
Perusahaan
Penilaian Investor
atas perusahaan
Harga Saham
Properti
35
Dengan memperhatikan hal diatas maka penulis melakukan penelitian
apakah ada hubungan secara langsung antara Suku Bunga (BI Rate), kurs
Dolar Amerika (US$) terhadap harga saham properti di Indonesia.
36
2.4
Hipotesis
H1: Perubahan kurs Dolar Amerika (US$) berpengaruh terhadap harga
saham sektor properti LQ45
H2: Perubahan suku bunga Bank Indonesia dan kurs Dolar Amerika (US$)
berpengaruh terhadap harga saham sektor properti LQ45
H3: Perubahan suku bunga Bank Indonesia dan kurs Dolar Amerika (US$)
berpengaruh secara simultan terhadap harga saham sektor properti LQ45
37
Download