BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

advertisement
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
Pada bagian ini, peneliti akan menjabarkan beberapa teori atau konsep yang
relevan dari berbagai literatur, yang digunakan sebagai landasan dalam pemecahan
masalah pada penelitian ini.
2.1.1 Pariwisata
Sebagai suatu aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari
kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat Negara
berkembang. Pengertian tentang pariwisata sangat beragam tetapi sebagian besar
ahli menjelaskan bahwa pariwisata berkaitan dengan wisatawan yang memiliki
keragaman
motivasi, sikap dan pengaruh. Berbagai pendapat para ahli tentang
pariwisata antara lain:
Spillane (2003: 21) mendefinisikan pariwisata sebagai perjalanan dari satu
tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun
kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan
hidup dalam dimensi sosial,
budaya, alam dan seni. Mengacu pada definisi yang dipaparkan, dapat dikatakan
bahwa pariwisata merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan objek dan
daya tarik wisata. TN.Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan yang
menjadi bagian dari pariwisata sebagai objek peneliti.
11
Indikator pariwisata
pariwisata,
diantaranya
adalah
pasar wisata,
kelembagaan
dan masyarakat sebagai wisatawan. Di dalam buku perencanaan
ekowisata karangan Janianton Damanik& Weber (2006:16) disebutkan bahwa
kelembagaan diartikan baik sebagai kebijakan maupun kegiatan-
kegiatan
yang
mendukung perkembangan pariwisata. Kebijakan mencakup politik pariwisata yang
digagas oleh pemerintah, seperti kebijakan pemasaran, jaminan keamanan, dukungan
terhadap event-event budaya, standardisasi produk dan jasa wisata,
serta
sumber
daya manusia pada destinasi wisata, masyarakat juga menjadi bagian dari
kelembagaan pariwisata.
Selanjutnya dari sisi penawaran wisata terdapat banyak ragam produk dan
juga jasa wisata yang ditawarkan yaitu semua produk yang diperuntukkan bagi atau
dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata (Freyer,1993:218
dalam Damanik dan Weber,2006:14).
Menurut Burkart dan Medlik wisata (Freyer,1993 in Damanik dan Weber,
2006:11), jasa wisata adalah gabungan produk komposit yang terangkum dalam
atraksi, transportasi, akomodasi, dan hiburan. Banyak kalangan yang menyamakan
produk dan jasa sebagai potensi wisata. Produk dan jasa harus sudah siap dikonsumsi
oleh wisatawan, sebaliknya potensi wisata adalah semua objek (alam, budaya,
buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya
tarik bagi wisatawan.
Oleh sebab itu, Janianton Damanik & Helmut F.Weber didalam buku
perencanaan ekowisata (2006:11) menjelaskan bahwa elemen penawaran wisata
sering disebut triple A’s yang terdiri dari atraksi, akesibilitas, dan amenitas. Secara
singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible
maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan.
12
Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi
alam meliputi pemandangan, Atraksi alam meliputi pemandangan alam,seperti
Kepulauan Seribu yang menawarkan udara sejuk dan bersih, laut, Atraksi budaya
meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, adat istiadat masyarakat
seperti Pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atribut buatan dapat dimisalkan
Taman Impian Jaya Ancol. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah
hospitality, yakni jasa akomodasi atau penginapan restoran , biro perjalanan, dan
sebagainya.
Aksesibilitas
mencakup
keseluruhan
infrastruktur
transportasi
yang
menghubungkan wisatawan dari,ke dan selama di daerah tujuan wisata
(Inskeep,1991) mulai dari darat, laut, sampai udara. Akses ini tidak hanya
menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan,
dan keselamatan.
Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan
pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan baik, penukaran
uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan
wisata, dan lainnya.
Semakin lengkap dan terintegrasinya ketiga unsur tersebut didalam produk
wisata maka semakin kuat posisi penawaran dalam sistem kepariwisataan. Untuk
memperkuat posisi tersebut maka kualitas produk yang ditawarkan mutlak
diperhatikan. Harus diakui bahwa tidak semua produk wisata berkualitas baik. Hal
ini perlu ditegaskan karena banyak kalangan dengan mudah produk wisata di
daerahnya menarik dan bermutu. Sebenarnya pihak yang menilai mutu produk wisata
itu adalah wisatawan itu sendiri, sebab merekalah user atau konsumennya (Plog,
2001).
13
Perlu ditambahkan bahwa pasar wisata sangat dinamis dan mempunyai
karakter yang mudah berubah. Dari sisi permintaan, misalnya, saat ini sedang
muncul trend wisata minat khusus sebagai kebalikan dari wisata massal. Orang tidak
lagi menyukai bentuk perjalanan dalam kelompok besar, tinggal di hotel mewah, dan
kemudian hilir mudik mengambil foto-foto objek wisata. Banyak diantara mereka
yang menolak disebut wisatawan (prebensen,et.al,2003:18).
Deskripsi seperti ini dapat menjelaskan perbedaan dan perubahan kebutuhan
wisatawan di daerah tujuan wisata. Bukan lagi infrastruktur yang serba modern dan
atraksi yang bersifat buata, tetapi menikmati kebudayaan lokal dan menjalin kontak
yang lebih dekat dengan masyarakat setempat. Di dalam pasar wisata banyak pelaku
yang terlibat, meskipun peran mereka berbeda-beda, tetapi mutlak harus
diperhitungkan dalam perencanaan pariwisata. Kotler dan Armstrong (2008:158)
mendefinisikan perilaku berkunjung wisatawan mengacu pada perilaku pembelian
konsumen akhir-perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk
konsumsi pribadi. Faktor yang menjadi sangat penting didalam sektor pariwisata
adalah wisatawan, karena wisatawan merupakan konsumen atau pengguna produk
dan layanan yang menginginkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan
mereka dan berdampak langsung pada kebutuhan wisata. Wisatawan memiliki
beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan
sebagainya, dengan motif dan latar belakang yang berbeda-beda itu mereka menjadi
pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata (Steck,et.al, 1999;
Heher,2003:20 dalam Damanik dan Weber, 2006:19).
14
2.1.2 Ekowisata
Menurut Damanik dan Weber didalam buku perencanaan ekowisata
(2006:37), Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus.
Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan
dari wisata missal. Sebenarnya yang lebih membedakannya dari wisata massal adalah
karakteristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada kebutuhan
perencanaan dan pengelolaan yang tipikal.
Weaver dan Lawton dalam jurnal tourism management yang berjdul
Typologising
nature-based
tourists
by
activity-theoritical
and
practical
implementation (2007) mengungkapkan bahwa ekowisata berbeda dengan wisata
konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar
terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata.
Pada perkembangan ekowisata dibutuhkan partisipasi masyarakat yang mau
membantu ikut serta dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi ekowisata.
Menurut Ceballos Lascurain
(1996) menyatkan bahwa definisi dari Ecotourists
adalah individu yang melakukan perjalanan ke kawasan alam yang relatif tidak
terganggu atau tidak tercemar dengan tujuan khusus belajar, mengagumi, dan
menikmati pemandangan ,tanaman liar, hewan, serta setiap manifestasi budaya yang
ada.
Menurut Deklarasi Quebec (Damanik dan Weber, 2006:38) menyebutkan
bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip
pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Di dalam
praktek hal itu terlihat dalam bentuk wisata yang:
15
(a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya;
(b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan
pengelolaan
wisata
serta
memberikan
sumbangan
positif
terhadap
kesejahteraan mereka; dan
(c) dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk
kelompok kecil.
Dengan kata lain, ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis
lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal
sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan
konservasi alam itu sendiri.
Merujuk pada Wood, dalam Hendarto (2008), sebuah perjalanan dapat
dikategorikan sebagai ekowisata bila melibatkan komponen-komponen: Memberi
sumbangan pada konservasi biodiversitas, Menopang kesejahteraan masyarakat
lokal,
Menginterpretasikan
pengalaman-pengalaman
yang
diperoleh
dalam
kehidupan kesehariannya, melibatkan tanggung jawab wisatawan dan industri
pariwisata.
Gambar 2.1 Kedudukan ekowisata dalam pasar industri pariwisata
(Sumber: Hendarto, 2008)
16
Drumm (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam implementasi
kegiatan ekowisata yaitu:
1)
Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di lingkungan yang
dijadikan sebagai obyek wisata;
2)
Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan;
3)
Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para
stakeholders;
4)
Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan
internasional;
5)
Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan;
6)
Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek
wisata tersebut.
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang
karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami,
yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai
berikut: ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area
alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood,
1999 dalam Chafid Fandeli,2002).
Dari pemaparan definisi diatas dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah
berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil
dalam mengembangkan ekowisata ini. Bahkan di beberapa wilayah berkembang
suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena
pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan
oleh Australian Department of Tourism (Black, 1999 dalam Chafid Fandeli, 2002)
yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan
17
mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan
budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi
penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk
pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative
tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam
(ODTW).
2.1.2.1. Konsep Pengembangan Ekowisata
Konsep wisata yang berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan
ekowisata dilatar belakangi dengan perubahan pasar global yaitu pertumbuhan
ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal wisatawan. Selain itu, ekowisata
memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas dalam melakukan
perjalanan wisata dan konsep wisata ini disebut wisata minat khusus (Fandeli, 2002).
Wisatawan minat khusus umumnya memiliki intelektual yang lebih tinggi
dan pemahaman serta kepekaan terhadap etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu,
sehingga bentuk wisata ini adalah bentuk pencarian pengalaman baru. Wisatawan
cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang dirasakan
telah jenuh dan kurang menantang (Damanik&Weber, 2006: 58).
Tahun 2002 adalah tahun dimana dicanangkannnya Tahun Ekowisata dan
Pegunungan di Indonesia. Dari berbagai workshop dan diskusi yang diselenggarakan
pada tahun tersebut di berbagai daerah di Indonesia baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah, dirumuskan 5 (lima) Prinsip dasar pengembangan ekowisata di
Indonesia yaitu ( Zalukhu : 2009) :
18
1. Pelestarian
Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan
tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya
setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara
menggunakan sumber daya local yang hemat energi dan dikelola oleh
masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus
menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah
yang dikunjunginya.
2. Pendidikan
Kegiatan
pariwisata
yang
dilakukan
sebaiknya
memberikan
unsur
pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan
hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk
obat atau dalam kehidupan sehari-hari, atau kepercayaan dan adat istiadat
masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong
upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh
alat bantu seperti brosur, buklet atau papan informasi.
3. Pariwisata
Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan
berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata
juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa
pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan
agar layak jual dan diterima oleh pasar.
19
4. Perekonomian
Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi
apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal
seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan
harus memberikan
pendapatan dan keuntungan bagi penduduk sekitar
sehingga dapat terus berkelanjutan.
5. Partisipasi masyarakat setempat
Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan
manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan
manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah
hubungan timbal balik antara atraksi wisata-pengelolaan manfaat yang
diperoleh dari ekowisata dan partisipasi.
2.1.2.2 Potensi Ekowisata Pulau Pramuka
Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang
terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu adalah 11 kali luas daratan kota Jakarta dengan luas
lautan 6.997.50 Km2 dan luas daratan 864.59 Ha. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu
berjumlah 110 pulau dengan peruntukan yang beragam diantaranya 11 pulau untuk
pemukiman, 45 pulau rekreasi dan pariwisata, 26 pulau penghijauan, 4 pulau dengan
bangunan sejarah, 3 pulau cagar budaya serta sisanya digunakan untuk penghijauan
atau untuk peruntukan khusus.
Sesuai dengan peruntukan dan karakteristik tersebut, maka kebijaksanaan
pembangunan DKI Jakarta dalam mengembangkan Kepulauan Seribu lebih
diarahkan pada peningkatan kegiatan pariwisata, meningkatan kualitas kehidupan
20
masyarakat nelayan dengan peningkatkan budidaya laut, pemanfaatan sumberdaya
perikanan dengan konservasi ekosistem terumbu karang dan mangrove Hal ini
sejalan dengan visi dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu
“Menjadikan Kepulauan Seribu sebagai ladang dan taman kehidupan bahari yang
berkelanjutan” (Hesti, 2009).
Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari
dapat dikelompokan dalam wisata pantai dan wisata bahari dapat dilihat pada table
2.2. Wisata pantai atau wisata bahari adalah wisata yang objek dan daya tariknyanya
bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal
landscape) (Sunarto, 2000 dalam Yulianda, 2007).
Secara terpisah dapat dijelaskan wisata pantai merupakan kegiatan wisata
yang mengutamakan sumber daya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti
rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari
merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah laut dan
dinamika air laut.
Tabel 2.1 Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan
Wisata Pantai
Wisata Bahari
Rekreasi pantai
Rekreasi pantai dan laut
Panorama, Resort/Peristirahatan
Resort / peristirahatan
Berenang, Berjemur, berperahu
Wiata
selam
(diving)
dan
wisata
snorkeling
Olahraga
pantai
(VOLLEY Selancar, jet ski, banana boat, perahu
PANTAI, Jalan pantai, lempar kaca, kapal selam
cakram, dll)
Memancing
Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan,
21
wisata pulau, wisata pendidikan, wisata
pancing
Wisata Mangrove
Wisata
satwa
(penyu,
lumba-lumba,
burung)
Sumber: Yulianda (2007)
Selain sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman, pulau dengan luas 16 ha
ini juga menjadi tujuan wisata umum bagi masyarakat sehingga disini terdapat
homestay dengan biaya penyewaan yang beragam dan terjangkau, tergantung pada
fasilitas yang diberikan. Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
hingga kini berusaha untuk menyediakan fasilitas kegiatan wisata sebagai upaya
untuk meningkatkan potensi wilayah yang ada di pulau Pramuka.
Bentang darat pantai berupa daerah berpasir dengan tipe pasir putih
berkarang dapat dijumpai di sebelah selatan, timur dan utara dari pulau pramuka.
Aktifitas wisata yang dapat dilakukan pada ketiga lokasi ini adalah bersantai atau
berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati alam. Dengan tipe pasir putih
berkarang aktifitas berjemur dan bermain pasir tidak disarankan melakukan di daerah
ini.
Di pulau ini terdapat penangkaran penyu sisik dan kupu-kupu yang dikelola
oleh pihak taman nasional sebagai objek penelitian dan wisata. Aktifitas wisata yang
dapat dilakukan di sebelah barat, timur, utara dan selatan adalah kanoing, banana
boat atau jetski.
2.1.2.3. Pengelolaan dan Pemasaran Ekowisata
Menurut Soekadijo (2000:217), “Pemasaran pariwisata merupakan usaha
mengaktualisasikan perjalanan wisata, dimana tujuan akhirnya ialah agar orang
membeli produk yang ditawarkan”. Marpaung (2002:118) mengemukakan bahwa:
22
“pemasaran pariwisata mencakup: menemukan apa yang menjadi keinginan
konsumen (market reseach),mengembangkan pemberian pelayanan yang sesuai
kepada wisatawan (product planning) pemberitahuan tentang produk yang dibuat
(advertising and promotion) dan memberikan intruksi dimana wisatawan dapat
memperoleh produk-produk tersebut (channels of distribution-tour operator and
travel agent).
Sedangkan menurut Salah Wahab (Soekadijo 2000:218) pemasaran pariwisata
:“Pemasaran sebagai proses manajemen yang digunakan oleh organisasi-organisasi
pariwisata
nasional
atau
perusahaan-perusahaan
kepariwisataan
untuk
mengidentifikasikan wisatawan-wisatawan yang mereka pilih, baik yang aktual
maupun yang potensial, dan berkomunikasi dengan mereka untuk menentukan dan
mempengaruhi keinginan, kebutuhan, motivasi, kesenangan dan ketidaksenangan
(like and dislike) mereka pada tingkat lokal, regional, nasional, internasional, dan
untuk merumuskan dan mengalokasikan produk pariwisata yang sesuai dengan
situasi dengan maksud untuk mencapai kepuasan wisatawan yang sebesar-besarnya
dan mencapai sasaran yang diinginkan.
Pengelolaan ekowisata sejalan dengan paradigma ekowisata, dimana terdapat
tiga unsur penting yang terkait dengan pengelolaannya, yaitu komunitas lokal,
kenakeragaman hayati dan industri/kegiatan pariwisata. Masing-masing hubungan
pengelolaan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Masyarakat lokal akan mendapatkan keuntungan ekonomi dari kegiatan
pariwisata, terjadi interaksi budaya, dan meningkatnya penghargaan dan
keberlanjutan terhadap lingkungan.
2.
Keanekaragaman hayati akan mendapatkan keuntungan
untuk pembiayaan konservasi.
23
3.
Kegiatan pariwisata akan dapat meningkatkan pembelajaran
terhadap lingkungan/keanekaragaman hayati, serta interkasi kultural.
Dalam pengelolaan ekowisata sebaiknya mempunyai regulasi yang mengatur
akan zoning, akses, jumlah maksimal pengunjung/kelompok,kebiasaan pengunjung,
mengubah fungsi lahan, penelitian terhadap pangsa pasar, memasarkan ekowisata,
evaluasi, dan mengembangkan lebih jauh dengan pilihan sumber daya yang ada.
Ekowisata juga dapat dikembangkan menjadi bisnis dalam industri pariwisata, secara
umum terdapat beberapa kategori pelaksana bisnis di ekowisata, yaitu:
a.
Usaha kecil mengengah
b.
Multi task operator
c.
Spesial equipmnet operator
Ryel dan Grase dalam Page dan Dowling (2002) juga mengindikasikan untuk
beberapa pendekatan dalam memasarkan ekowisata, diantaranya adalah:
1.
Identifikasi karekter grup yang berkemungkinan akan datang
2.
Iklan yang sesuai
3.
Pesan yang disampaikan
4.
Mailing list
2.1.3 Dasar Segmentasi
Menurut Kotler (2008:59), tidak ada satu cara dalam mensegmentasi suatu
pasar. Seorang pemasar harus mencoba berbagai variabel segmentasi, sendirian dan
dalam bentuk kombinasi, untuk menemukan cara terbaik dalam memandang struktur
pasar.
24
Kotler & Armstrong (2008:59) juga menambahkan bahwa pengertian
segmentasi pasar menurut adalah “Membagi sebuah pasar ke dalam kelompokkelompok pembeli yang khas berdasarkan kebutuhan, karakteristik, atau perilaku
yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah. Adapun
menurut Assauri (2004:145) “Segmentasi pasar merupakan suatu proses membagibagi suatu pasar yang heterogen kedalam kelompok-kelompok pembeli atau
konsumen yang memiliki ciri-ciri/sifat yang homogen dan dapat berarti bagi
perusahaan”.
Menurut pendapat Peter J. Dan Olson dalam buku Freddy Rangkuti
(2011:11), tidak ada cara yang lebih mudah untuk menentukan dasar segmentasi
pasar yang relevan. Namun demikian, dalam sebagian besar kasus, paling tidak ada
beberapa dimensi awal yang dapat ditentukan dengan mengacu pada trend pembelian
sebelumnya dan penilaian manajemen.
Menurut Best dalam buku Freddy Rangkuti (2011:11), memahami kebutuhan
pelanggan adalah prinsip dari orientasi pasar dan merupakan langkah pertama untuk
kesuksesan segmentasi pasar. Meskipun secara demografis, gaya hidup dan perilaku
membantu proses segmentasi pelanggan, namun disarankan jangan memulai proses
segmentasi dengan variabel tersebut.
Menurut pendapat Peter dan Olson dalam buku Freddy Rangkuti (2011:11),
dua pendekatan umum dalam melakukan segmentasi pasar adalah segmentasi
manfaat dan segmentasi psikografis. Pendekatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Segmentasi manfaat
Hal yang menjadi kepercayaan dasar dari pendekatan segmentasi manfaat
(benefit segmentation) adalah manfaat yang dicari seseorang dalam
mengonsumsi suatu produk adalah alasan dasar keberadaan segmen
25
sebenarnya. Oleh karena itu, pendekatan ini berupaya mengukur sistem nilai
konsumen dan persepsi konsumen tentang berbagai macam merek dalam
sebuah kelas produk.
2.
Segmentasi Psikografis
Segmentasi psikografis (psychographic segmentation) membagi pasar
berdasarkan perbedaan gaya hidup dan motivasi konsumen. Umumnya
segmentasi psikografis mengikuti suatu model post hoc, yaitu konsumen pada
awalnya diberi sejumlah pertanyaan tentang gaya hidup mereka kemudian
dikelompokkan berdasarkan kesamaan tanggapan mereka. Studi segmentasi
psikografis sering kali menggunakan ratusan pertanyaan dan menghasilkan
informasi tentang konsumen yang luar biasa besar jumlahnya. Oleh karena
itu, segmentasi psikografis sebenarnya didasarkan pada pemikiran bahwa
“semakin banyak anda mengetahui dan memahami konsumen, semakin
efektif anda berkomunikasi dan memasarkan pada mereka.”
Perlu
dipahami
bahwa
tidak
mungkin
semua
ekowisatawan
diharapkan akan mengunjungi objek ekowisata. Asumsi ini perlu dipegang
kuat sejak awal penelitian. Pasar ekowisata sendiri terbagi-bagi (segmented).
Oleh sebab itu, harus diidentifikasi profil ekowisatawan karena akan
memudahkan penggambaran karakteristik dan perilakunya.
Menurut Weber (2006: 59) segmentasi dibedakan menjadi tiga
kategori, yang pertama segmentasi demografis, profil wisatawan dapat
dipetakan menurut kategori usia, jenis kelamin, dan daerah asal. Kemudian
berdasarkan segmentasi social ekonomi pasar wisatawan perlu dipetakan
menurut komposisi pendidikan, pendapatan atau pengeluaran, kedudukan
social dan sebagainya. Segmentasi pasar lain yang paling penting adalah
26
segmentasi psikografis atau motivasi, sikap, dan perilaku (weaver, 2006:
210), terdapat dua golongan karakter yang membedakan motivasi kunjungan
ekowisata yaitu soft ecotourist dan hard ecotourist. Kategori pertama adalah
mereka yang sangat tergantung dan relative kurang melakukan pergerakan.
Sebaliknya mereka yang termasuk golongan kedua adalah memiliki
keprobadian yang terbuka, aktif,inovatif, dan memiliki komitmen yang kuat
terhadap lingkungan alam.
2.1.3.1 Segmentasi Pasar Ekoturis
Larman dan Durst dalam jurnal yang berjudul “Typologising nature-based
tourists by activity” (2007), mendefinisikan bahwa sifat dasar pariwisata sebagai
jenis kegiatan pariwisata berisi tiga elemen spesifik, yaitu : pendidikan, rekreasi, dan
petualangan dengan jenis kegiatan yang berada di bawah definisinya: pengalaman
yang bergantung pada alam, pengalaman yang ditingkatkan oleh alam, dan
pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba bukan di setting berdasarkan alam.
Larman dan Durst dalam jurnal yang sama (2007) mengungkapkan bahwa
pendekatan definisi yang hanya melihat alam sebagai dasar pariwisata dapat
menyesatkan karena memperlakukan wisatawan sebagai kelompok homogen tunggal
sedangkan terdapat berbagai tipologi yang mengacu pada berbagai jenis pengalaman
berbasis alam, kegiatan dan wisatawan. misalnya, menggunakan tingkat minat dan
tingkat wisatawan menggunakan fisik ketika berwisata untuk membedakan antara
soft ecotourist dan hard ecotourist.
Lindberg didalam jurnal “Typologising nature-based tourists by activity”
(2007), menambahkan bahwa terdapat empat jenis wisatawan yang berbasis alam,
diantaranya : a. Hard-core, dimana sifat turis yang mewakili peneliti ilmiah atau
27
anggota wisatawan yang dirancang untuk pendidikan, b. Dedicated, sifat wisatawan
yang merupakan orang-orang yang mengambil perjalanan spesifikasi untuk
melindungi kawasan destinasi , memahami sejarah lokal, alam, dan budaya, c.
Mainstream, wisatawan yang melakukan perjalanan tidak biasa atau ekstrim, dan
yang terakhir adalah d. Casual, sifat wisatawan yang mengambil alam sebagai bagian
dari jadwal yang lebih luas.
Lebih jauh diungkapkan oleh Acott, La Trobe, dan Howard dalam
menanggapi variasi wisatawan didalam jurnal ini, menurutnya peran wisatawan
bervariasi sepanjang kontinum mulai dari ecocentrism ke antroposentrisme. Asumsi
mereka adalah bahwa individu tertentu ideologis dapat menjadi ekowisata yang
terlepas dari lokasi, misalnya, seseorang yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan, meskipun mengunjungi situs non-eko wisata seperti kota,mereka tetap
masih bisa menjadi ekowisata, sedangkan orang yang berada dalam lokasi ekowisata
yang sama dapat menjadi non-ekowisata.
Larman dan Durst lebih spesifik menunjukkan sejauh mana wisatawan telah
didorong oleh faktor alam untuk memutuskan melakukan perjalanan. Berdasarkan
informasi ini, peneliti yaitu mehmet mehmetoglu dalam jurnalnya yang berjudul
“Typologising nature-based tourists by activity”(2007) kemudian membuat
klasifikasi para wisatawan berbasis alam kedalam beberapa segmen yaitu kegiatan
wisata dan motivasi wisatawan, meliputi wisatawan yang terlibat dalam kegiatan,
serta sejauh mana pengetahuan wisatawan tentang kegiatan yang terlibat, ini semua
digunakan sebagai masukan dalam upaya peneliti untuk menentukan varietas yang
berbeda alam berbasis turis, untuk profil lebih lanjut setiap segmen disesuaikan
dengan karakteristik sosio-demografi dan berbagai perjalanan.
28
Segmentasi pasar adalah proses dimana pasar seperti ecotourists dibagi
menjadi komponen sub khas atau segmen pasar sehingga tepat dan target biaya
pemasaran yang efektif dan strategi manajemen dapat dikembangkan untuk masingmasing segmen. Melalui segmentasi pasar, pemasaran dan usaha manajemen dapat
difokuskan dengan cara yang paling efisien untuk melayani konsumen yang sudah
ada, menarik pelanggan baru yang mirip dengan klien yang sudah ada, dan
mengidentifikasi pasar yang kurang terwakili untuk perekrutan potensial.
Berkaitan dengan ekowisata, segmentasi pasar dapat dilakukan di dua levels.
Tingkatan pertama adalah untuk menentukan bagaimana perbedaan ecotourists dari
konsumen dan wisatawan pada umumnya, sedangkan yang kedua adalah untuk
mengidentifikasi dari konsumen dan wisatawan pada umumnya, sedangkan yang
kedua adalah untuk mengidentifikasi karakteristik sub kelompok ecotourists. ada
kriteria beberapa standar yang digunakan dalam segmentasi pasar, termasuk
motivasi, sikap dan perilaku yang sering dianggap secara terpisah, namun
digabungkan di sini karena motivasi dan perilaku pengaruh sikap dan variabelvariabel ini perlu diperhitungkan secara bersamaan ketika segmentasi pada dasar
menentukan hard dan soft ecotourist (Weaver, 2001:45).
Sementara pengakuan perbedaan yang komphrehensif mengenai perbedaan
soft ecotourist dan hard ecotourist yang dirangkum oleh david weaver (2006:211)
bahwa kelompok hard ecotourist pada dasarnya adalah sebuah bentuk pariwisata
alternatif yang melibatkan kelompok-kelompok kecil ecotourists yang mengambil
perjalanan khusus dengan waktu yang relatif panjang dan relatif tidak terganggu, di
mana kesempatan untuk mencoba kegiata wisata dengan menggunakan fisik dan
mental serta mendapatkan pengalaman dari jenis kegiatan wisata yang menantang.
Biasanya hard ecotourists tidak bergantung pada sektor memfasilitasi seperti
29
perjalanan lembaga dan tour and travel, atau layanan di tempat tujuan. Sedangkan
soft ecotourists terkait dengan pasar wisata lebih konvensional yang melibatkan
kegiatan wisata fisik, mental danwisata yang bersifat tantangan dalam durasi yang
relatif singkat atau memiliki perjalanana wisata yang multi-tujuan perjalanan.
Kelompok soft ecotourist umumnya lebih memilih tingkat kenyamanan yang tinggi
dan fasilitasi selama pengalaman.
Weaver
(2006:
212)
menyebutkan
bahwa
tipologi
motivasi
yang
komprehensif antara soft dan hard ecotourist terlihat serupa, tetapi berbeda dalam
konsep dasar yang krusial terutama pada cakupan dan filosofi. Sedangkan untuk
kelompok soft ecotourist lebih didasarkan pada karakteristik pasar dan pengalaman
(fokus khusus atau pengalihan, layanan sedikit atau banyak).
Gambar 2.2 Characteristic of Hard and Soft Ecotourists
Sumber : David Weaver (2002)
Analisis komprhenesif yang berasal dari dua tipe karakteristik antara soft dan
hard ecotourist dan mungkin mencerminkan pola ekowisata yang dominan di dunia
nyata. Contoh karakteristik dari kelompok Soft Ecotourists, misalnya tipe
karakteristik soft ecotourist yang beriwsata hanya untuk kesenangan belakan dan
30
tergantung kepada jasa pelayanan wisata diharapkan tidak membawa pengalaman
wisata mereka keluar, sedangkan motivasi dari hard ecotourist sering menjadi
pertimbangan yang kuat dan memiliki keinginan untuk memperbaiki dunia.
Keberpihakan tersebut yang menyiratkan bahwa hard ecotourists lebih
unggul dari
soft ecotourist , tidak dapat dihindari atau bahkan diinginkan oleh
perusahaan dalam hal mewujudkan potensi sektor ekowisata untuk mencapai hasil
keberlanjutan.
2.1.3.1.1 Karakteristik Hard dan Soft Ecotourists
Karakteristik hard ecotourists memiliki sikap biosentris yang kuat dan
memerlukan komitmen yang mendalam terhadap isu-isu lingkungan, keyakinan
bahwa kegiatan seseorang ketika melakukan kegiatan ekowisata harus meningkatkan
dasar, berinteraksi secara mendalam dan bermakna dengan lingkungan alam.
Ini motivasi dan sikap ini menimbulkan preferensi untuk pengalaman secara aktif
baik kegiatan wisata yang melibatkan fisik dan kegiatan wisata yang menantang
dimana melibatkan kontak pribadi yang dekat dengan alam dan tidak memerlukan
jasa
layanan wisata. Dalam hal karakteristik perjalanan, hard ecotourists lebih
memilih membuat pengaturan perjalanan sendiri, perjalanan kelompok kecil dan
perjalanan khusus yang membutuhkan cukup waktu untuk mengakses tempat-tempat
alami yang
relatif tidak terganggu yang mereka inginkan (Weaver,2001:43).
Sedangkan karakteristik soft ecotourists menurut Weaver (2001:44),
diantaranya menunjukkan komitmen mereka terhadap isu-isu lingkungan tidak
sedalam seperti yang hard ecotourists, sikap mereka lebih sugestif steady state
daripada keberlanjutan enhancive, dan tingkat yang keterlibatan diinginkan dengan
lingkungan alam relatif dangkal. Pengalaman yang disukai soft ecotourist secara fisik
kurang berat dan didukung oleh akomodasi, makan dan fasilitas toilet, tempat parkir,
31
dan layanan lainnya. Umumnya perjalanan mereka dengan kelompok besar dan soft
ecotourists tidak keberatan bergabung dengan kelompok soft ecotourists lainnya. Soft
ecotourist biasanya terlibat dalam komponen salah satu ekowisata yang sering
melakukan kegiatan wisata dengan waktu relatif singkat. Sampai-sampai mereka
mencari keterlibatan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengan alam, soft
ecotourist lebih baik melalui mediasi tur, jalur interpretasi, atau pusat-pusat
interpretatif. Soft Ecotourist juga mengkin lebih menyukai untuk mengatur
perjalanan wisata yang dibuat secara formal melalui agen-agen perjalanan dan
operator tur.
Didalam buku Weaver yang berjudul Ecotourism (2001:46) dapat
disimpulkan bahwa gagasan hard / soft ecotourist kontinum pertama kali diusulkan
oleh Laarman dan Durst (1987), dan sejak itu mendapat dukungan substansial dalam
literatur sebagai kerangka penting (misalnya Linberg 1991, Orams 2001, Pearce &
Moscardo 1994, Weaver & Lawton 2001, Weiler & Richins 1995). Kebutuhan untuk
memahami kontinum ini tidak dapat dilebih-lebihkan, karena motivasi dan preferensi
experiental adalah jenis ekowisata yang berbeda akan mempengaruhi jenis produk
ekowisata yang dicari dan, karenanya, klien yang tertarik pada tujuan bisnis tertentu
perlu merumuskan variasi kontinum hard / soft yang jelas dalam literatur ekowisata.
2.1.3.2. Segmentasi Berdasarkan Motivasi Berwisata
Menurut (Sharpley, 1994 dan Wahab, 1975; Pitana, 2005) bahwa: Motivasi
merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata,
karena motivasi merupakan “Trigger” dari proses perjalanan wisata, walau motivasi
ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri.
32
Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal,
motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar
sebagai berikut:
1.
Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik atau
fisologis, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi
dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya.
2.
Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi
dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek
tinggalan budaya.
3.
Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti
mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal
yang dianggap mendatangkan gengsi (Prestice), melakukan ziarah, pelarian
dari situasi yang membosankan dan seterusnya.
4.
Fantasy Motivation yaitu adanya motivasi bahwa di daerah lain sesorang
akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang
memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; Pitana,
2005). Sedangkan menurut Swarbooke dalam bukunya Consumer behaviour
in tourism (2007) , membagi motivasi perjalanan wisatawan dalam 6
kategori, yang dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini :
33
Gambar 2.3 A typology of motivators in tourism
Sumber : Swarbrooke & Horner (2007)
2.1.4 Preferensi
Preferensi merupakan bagian dari perilaku konsumen , berasal dari bahasa
inggris “Preference” yang berarti sesuatu yang lebih diminati, suatu pilihan utama,
merupakan kebutuhan prioritas. Menurut Chaplin (2002) preferensi adalah suatu
sikap yang lebih menyukai sesuatu benda daripada benda lainnya.
Sedangkan menurut Kotler (2008:177), preferensi konsumen menunjukkan
kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Masih menurut Kotler
(2008) ada beberapa langkah yang harus dilalui oleh konsumen sampai membentuk
34
preferensi. Dimana proses evaluasi dalam diri konsumen hingga sampai membentuk
preferensi tersebut, adalah sebagai berikut:
1.
Diasumsikan bahwa konsumen melihat produk sebagai sekumpulan atribut.
2.
Tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan masing-masing. Konsumen memiliki penekanan yang berbedabeda dalam menilai atribut apa yang paling penting.
3.
Konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang kepentingan
atribut pada setiap produk.
4.
Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk akan beragam sesuai dengan
perbedaan atribut.
5.
Konsumen akan sampai pada sikap terhadap produk yang berbeda melalui
prosedur evaluasi.
Sudibyo (2002:4), menyatakan bahwa pengukuran terhadap preferensi
konsumen sangat penting karena :
a)
Sebagai dasar untuk menarik minat membeli konsumen pada suatu produk
b)
Sebagai acuan bagi perusahaan untuk menerapkan program-program
pembangunan loyalitas konsumen.
c)
Untuk menjaga interaksi yang terus berkelanjutan antara konsumen dan
perusahaan.
Dari sudut pandang pariwisata, preferensi wisatawan timbul dari keinginan
dan kebutuhan wisatawan terhadap produk wisata yang ditawarkan dalam melakukan
perjalanan wisata. Saat ini keinginan dan kebutuhan wisatawan terhadap produk
wisata semakin kompleks, dinamis dan menuntut kualitas yang memadai yang
dikaitkan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Konsekuensinya, suatu daerah
tujuan wisata harus mampu beradaptasi terhadap semua tuntutan perubahan dengan
35
selalu mendengarkan suara dari berbagai pihak yang berkepentingan khususnya
wisatawan yang memiliki persepsi dan preferensi yang berbeda dalam memilih
obyek-obyek wisata yang akan dikunjunginya (Nursusanti, 2005).
2.1.5 Analisis Multivariate
Menurut Santoso (2012:7), analisis multivariat dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai metode pengolahan variable dalam jumlah banyak untuk mencari
pengaruhnya terhadap suatu objek stimultan.
Teknik analisis multivariat secara dasar diklasifikasi menjadi dua, yaitu
analisis dependensi dan
untuk
menerangkan
analisis interdependensi. Analisis dependensi berfungsi
atau
memprediski
variable
(variable)
terikat
dengan
menggunakan dua atau lebih variable bebas. Yang termasuk dalam klasifikasi ini
ialah analisis regresi linear berganda, analisis diskriminan, analisis varian
multivariate (MANOVA), dan analisis korelasi kanonikal.
Sedangkan analisis interdependensi berfungsi untuk memberikan makna
terhadap seperangkat variable atau membuat kelompok-kelompok secara bersamasama. Yang termasuk dalam klasifikasi ini ialah analsis faktor, analisis kluster, dan
multidimensional scaling. Beberapa ahli lain mengatakan bahwa tujuan analisis
multivariate adalah mengukur, menerangkan, dan memprediksi tingkat relasi diantara
variate. Jadi, karakter multivariate tidak sekedar berada pada jumlah variabel atau
observasi yang dilibatkan dalam analisis, tetapi juga kombinasi berganda antar
variate (Simamora, 2005:3).
2.1.6 Skala Semantic Diferential
Menurut Bilson Simamora didalam buku analisis multivariat pemasaran
(2005:25) menyebutkan bahwa salah satu skala paling populer dalam riser pemasaran
36
adalah skala semantic diferensial. Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap
dan persepsi terhadap korporat, produk, merek, dan sebagainya.
Dalam pemakaian skala semantic diferensial ada beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Orientasi kutub kanan dan kutub kiri dibuat beragam.
2.
Jumlah skala yang dibuat ganjil, misalnya tiga, lima, tujuh, sembilan, dan
seterusnya. Tidak ada ketentuan jumlah skala yang paling tepat. Skala
semantic diferensial : 1
3.
9
Semakin kuat nya jawaban responden maka pemilihan angka angka semakin
mengarah ke kutub dengan nilai yang besar.
Walaupun menurut Zikmund (2000:350) belum yakin apakah data dari skala
ini ordinal ataukah interval, namun Cooper dan Schindler (2003:252) yakin bahwa
data yang diperoleh dari skala ini adalah interval. Memang belum ada kesepakatan
para ahli tentang skala numerik (termasuk skala likert dan semantic diferensial),
apakah menghasilkan data ordinal ataukah data interval.
Namun, menurut Churcil dan Lacobucci (dalam simamora, 2005:29) pada
umumnya para pemasar memperlakukan data dari skala numerik sebagai data dari
interval. Perlakuan ini tidak didasarkan atas keyakinan bahwa skala numerik (skala
semantic diferential) benar-benar memiliki sifat-sifat data interval, akan tetapi karena
kuatnya alat-alat statistik yang bisa digunakan untuk skala interval. Oleh karena itu,
kontroversi diatas dapat ditengahi dengan azas manfaat : “Sepanjang menghasilkan
informasi yang dibutuhkan, data dari skala likert, semantic diferensial, dan skala
numerik dapat diperlakukan sebagai data interval.”
37
2.1.7 Analisis Cluster
Analisis cluster merupakan salah satu teknik yang paling banyak dipakai
untuk membuat segmentasi dalam pemasaran. Karena dalam analisis cluster ini kita
dapat membuat kelompok-kelompok atau segmen-segmen tertentu sesuai dengan
data yang kita miliki.
Tujuan analisis cluster adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel yang
memiliki kesamaan karakteristik, yaitu dengan mengelompokkan berdasarkan baris
(Freddy Rangkuti, 2011:90).Metode analisis cluster dapat menggunakan metode
hierarki dan K-means cluster. Tujuan K-means cluster adalah untuk memproses
semua indikator yang digunakan dalam segmentasi secara sekaligus. Dalam beberapa
situasi penelitian mungkin peneliti perlu membagi-bagi individu, anggota dari
sampel, atau anggota dari populasi ke dalam beberapa kelompok, yang cirinya dapat
dinyatakan dengan sebutan yang bermakna.
Gambar 2.4. Tahapan analisis cluster adalah sebagai berikut :
Melakukan Analisis Kelompok
Memformulasikan Masalah
Memilih suatu ukuran jarak
Memilih suatu prosedur pengelompokkan
Menetapkan jumlah kelompok
Menafsirkan&membuat profil kelompok
Melakukan kajian validitas pengelompokkan
Sumber : Malhotra (2010:323)
Menurut Malhotra (2010: 320), Analisis kelompok dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kelompok wistawan yang bersifat homogen, kemudian perilaku
38
wisatawan setiap kelompok dapat diuji secara terpisah.Setelah itu dengan
menggunakan analisis kelompok, perusahaan mampu mengidentifikasi peluang
produk kemudian perusahaan mampu membuat strategi-strategi pemasaran yang
beragam dan dapat disesuaikan dengan kelompok yang dibuat. Malhotra (2010:321)
juga menyebutkan bahwa keanggotaan kelompok (cluster membership) dapat
mengindikasikan kelompok ke mana setiap objek atau kasus dimasukkan.
2.1.8 Analisis Conjoint
Analisis Conjoint adalah suatu teknik multivariate yang secara spesifik
digunakan untuk memahami bagaimana konsumen membangun keinginan atau
preferensinya terhadap suatu produk atau jasa (Cakravastia dkk, 1999). Analisis
Conjoint sangat berguna untuk membantu bagaimana seharusnya karakteristik
produk baru, membuat konsep produk baru, mengetahui pengaruh tingkat harga serta
memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (marketshare), segmentasi
preferensi, merancang strategi promosi (Kuhfeld, 2000).
Menurut Green & Krieger dalam Budipriyanto (2007), analisis Conjoint
(Conjoint Analysis, Considered Jointly) merupakan suatu metode yang sangat
powerful untuk membantu mendapatkan kombinasi atau komposisi atribut-atribut
suatu produk atau jasa baik baru maupun lama yang paling disukai konsumen.
Menurut Hair, et.al (2006) mengatakan bahwa metode analisis conjoint bertujuan
untuk mengukur tingkat kegunaan (utility) dan nilai kepentingan relative (NRP) dari
berbagai atribut suatu barang/jasa/ide.
Conjoint Analysis termasuk dalam Multivariate Dependence Method
dengan model matematis sebagai berikut:
Y (nonmetrik atau metrik) = X1 + X2 + X3 + … + XN (nonmetrik)
39
Dimana:
1)
Y (variabel dependen), skala pengukuran metrik atau non metrik, didefinisikan
sebagai pendapat keseluruhan dari seorang responden terhadapsekian faktor/atribut
dan taraf pada sebuah barang/jasa/ide.
2)
X1, X2 ,X3 hingga XN (variabel independen), skala pengukuran non
metrik,didefinisikan sebagai faktor/atribut dan taraf.
Analisa conjoint merupakan metode tidak langsung (indirect method),
kesimpulan diambil berdasarkan respons subyek (responden) terhadap perubahan
sejumlah atribut. Oleh karena itu perlu dipastikan terlebih dahulu apa saja atribut dari
suatu produk atau jasa (Simamora, 2005). Atribut didefinisikan sebagai faktor
spesifik atau karakteristik dari produk atau jasa. Contoh sederhana dari atribut
produk shampo adalah harga, khasiat (kandungan), serta kemasan.
Sedangkan level atau taraf adalah tingkatan atau strata atau varian yang ada
pada atribut, contoh level dari atribut khasiat misalnya memiliki 3 level yaitu
pencegah ketombe, pelembut rambut & penghitam rambut. Untuk mengetahui
preferensi konsumen terhadap suatu produk dengan analisa conjoint maka disusun
suatu skenario (stimuli), yaitu perubahan kombinasi dari setiap atribut dan levelnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini didukung oleh berbagai kajian penelitian terdahulu yang
berguna sebagai landasan untuk berpikir dan sekaligus untuk mengetahui dan
mempelajari berbagai metode analisis yang digunakan yang kemungkinan dapat
diterapkan oleh peneliti dalam penelitian ini.
Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini dengan hasil dan
metode yang berbeda pernah dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan
40
oleh Yuri Suryahadi (2009) dengan judul Analisis Persepsi dan Preferensi Konsumen
Terhadap Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu dengan metode analisis
kluster, analisis cochran, conjoint analysis, dan analisis gap dan biplot. Tujuan dari
penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik demografi dan psikografi
responden kawasan TNKpS (2) menganalisis atribut apa saja yang dipertimbangkan
oleh responden ketika akan melakukan kunjungan wisata ke kawasan TNKpS (3)
menganalisis persepsi responden TNKpS (4) menganalisis preferensi responden
terhadap TNKpS dan posisi TNKpS dimata responden dibandingkan kawasan sejenis
(5) merumuskan implikasi manajerial yang tepat untuk pengembangan TNKpS
ditinjau dari segi strategi pemasaran. Dalam penelitian tersebut adapun variabel
penelitian yang digunakan adalah
(1)tangible (2) reliability (3)responsiveness
(4)assurance (5) empahaty. hasil pengujian dengan menggunakan analisis conjoint,
diketahui atribut utama TNKpS menunjukan bahwa kombinasi atribut yang paling
banyak disukai responden adalah kekayaan sumber daya alam dan ekosistem, wisata
pantai dan pesisir, dan pusat informasi.
Selain itu Sérgio Dominique Ferreira Lopes, dkk (2009) melakukan
penelitian dengan judul Post Hoc Tourist Segmentation with Conjoint and Cluster
Analysis dengan metode Conjoint and Cluster Analysis. Dimana tujuan dari
penelitian ini adalah (1) mengetahui preferensi wisatawan (kategori usia muda) (2)
mengetahui segmentasi berdasarkan preferensi wisatawan tersebut. Dengan variabel
penelitian diantaranya : (1) Weather (2) Cultural offer (3) Kind of Destination (4)
Leisure Offer & Night Fun (5). Dimana berdasarkan hasil pengujian dengan
menggunakan analisis conjoint, diketahui kombinasi atribut yang paling disukai
responden adalah cuaca cerah, penawaran atraksi budaya yang tinggi, jenis destinasi
41
pantai dengan penawaran kegiatan di malam hari yang tinggi , harga dengan kisaran
30Є dan lama berkunjung sekitar 2 minggu.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mehmet Mehmetoglu yang
berjudul Typologising nature-based tourists by activity- Theoritical and practical
implications menunjukkan bahwa banyak dari tipologi yang ada bersifat teoritis dan
statis (dengan asumsi turis tidak mengubah rute) sehingga ada kebutuhan untuk
bekerja lebih empiris, terutama sehubungan dengan pendekatan berbasis aktivitas
turis. Tujuannya adalah , (1) untuk mengetahui segmentasi turis berbasis alam atas
dasar kegiatan perjalanan, (2) untuk mengetahui apakah segmen tersebut memiliki
perbedaan motivasi untuk perjalanan saat ini, serta untuk mengethaui profil lebih
lanjut setiap segmen sesuai dengan karakteristik sosio-demografi dari berbagai
perjalanan. Penelitian ini menggunakan metode cluster dan conjoint,dimana dengan
menggunakan cluster terdapat 3 segmentasi berdasarkan kegiatan perjalanan
diantaranya segmen I : orientasi terhadap budaya dan kesenangan aktivitas,segmen II
: orientasi terhadap aktivitas alam (nature), dan segmen III : orientasi terhadap
kegiatan alam, Namun demikian, perbedaan utama antara mereka yaitu wisatawan
dengan berbagai kegiatan tinggi (aktif) dan mereka yang menilai kegiatan yang
berbeda rendah (pasif). Metode conjoint digunakan untuk mencari pereferensi
konsumen berdasarkan wisatawan yang sudah dikelompokkan, kegiatan-kegiatan
wisata yang termasuk kedalam cluster wisatawan aktif adalah kegiatan yang
beriorientasi terhadap budaya dan aktivitas alam, sedangkan kegiatan wisata yang
hanya berorientasi terhadap kesenangan merupakan cluster yang menggolongkan
wisatawan pasif.Sebagai implikasi teoritis lain, peran lemah karakteristik demografi
dan perjalanan dalam membedakan antara berbagai jenis wisatawan, juga harus
disebutkan. Hanya dua (pendapatan dan modus perjalanan) dari enam demografis
42
dan fitur perjalanan dibedakan tiga kegiatan berbasis cluster dari satu sama lain.
dengan kata lain, dan seperti dicatat oleh beberapa penelitian, mengembangkan
model teoritis hanya berdasarkan karakteristik demografi dan perjalanan atau tidak
berguna untuk semua konteks. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa informasi
psikografis lebih kuat dalam memahami perilaku wisata.
Penelitian yang dilakukan oleh Mohd Salleh Daim, Ahmad Nazrin Aris
Anuar, Norajlin Jaini pada tahun 2012 dengan judul The Practice of Sustainable
Tourism in Ecotourism Sites among Ecotourism Providers menjelaskan bahwa
ekowisata dan pariwisata berkelanjutan memiliki tujuan yang sama untuk
menghubungkan tujuan konservasi, pembangunan ekonomi dan pedesaan. Ekowisata
juga menawarkan pengalaman pendidikan baru untuk wisatawan, dan itu harus
dikembangkan dan dikelola dengan cara yang peka terhadap lingkungan sekaligus
melindungi lingkungan. Dengan masuknya eko-wisata ke Malaysia, berbagai jumlah
lembaga pariwisata yang tertarik untuk menjadi penyedia ekowisata meningkat
dengan pesat. Karena tidak ada pedoman khusus dalam berlatih ekowisata, badanbadan pariwisata banyak biasanya memproklamirkan diri sebagai penyedia eco-tour
dan bertugas di industri ekowisata tanpa batasan apapun. Situasi ini pasti akan
mempengaruhi lingkungan karena kurangnya praktik ekowisata yang tepat. Oleh
karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui standar praktek
ekowisata saat ini antara penyedia ekowisata di Malaysia disamping itu untuk
menentukan apakah penyedia ekowisata mengikuti praktek-praktek pariwisata yang
berkelanjutan. Penelitian ini mencoba untuk membantu dalam mengidentifikasi
praktek-praktek terbaik untuk ekowisata di Malaysia terhadap pariwisata
berkelanjutan.
43
Tabel 2.2Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
1
Sérgio
Dominique
Ferreira Lopes
Tahun
Judul
Hasil Pembahasan
(2009)
Post Hoc Tourist
Dimana tujuan dari penelitian ini adalah
Segmentation
(1) mengetahui preferensi
with Conjoint and (kategori usia muda)
Cluster Analysis
segmentasi
wisatawan
wisatawan
(2) mengetahui
berdasarkan
tersebut.
Dengan
preferensi
variabel
penelitian diantaranya : (1) Weather (2)
Cultural offer (3) Kind of Destination (4)
Leisure Offer & Night Fun (5). Dimana
berdasarkan
hasil
pengujian
dengan
menggunakan analisis conjoint, diketahui
kombinasi atribut yang paling disukai
responden adalah cuaca cerah, penawaran
atraksi budaya yang tinggi, jenis destinasi
pantai dengan penawaran kegiatan di
malam hari yang tinggi , harga dengan
kisaran 30Є dan lama berkunjung sekitar 2
minggu.
44
2
Mehmet
Mehmetoglu
(2006)
Typologising
Tujuan dari jurnal ini adalah , (1) untuk
nature-based
mengetahui segmentasi turis berbasis alam
tourists
activityTheoritical
by atas dasar kegiatan perjalanan, (2) untuk
mengetahui
and memiliki
apakah
perbedaan
saat
segmen
motivasi
ini,
serta
tersebut
untuk
practical
perjalananan
untuk.
implications
Penelitian ini menggunakan metode cluster
dan conjoint,dimana dengan menggunakan
cluster terdapat 3 segmentasi berdasarkan
kegiatan perjalanan diantaranya segmen I :
orientasi terhadap budaya dan kesenangan
aktivitas,segmen II : orientasi terhadap
aktivitas alam (nature), dan segmen III :
orientasi terhadap kegiatan alam, Namun
demikian, perbedaan utama antara mereka
yaitu wisatawan dengan berbagai kegiatan
tinggi (aktif) dan mereka yang menilai
kegiatan yang berbeda rendah (pasif).
Metode conjoint digunakan untuk mencari
pereferensi
konsumen
berdasarkan
wisatawan yang sudah dikelompokkan,
kegiatan-kegiatan wisata yang termasuk
kedalam cluster wisatawan aktif adalah
kegiatan
yang
beriorientasi
terhadap
budaya dan aktivitas alam, sedangkan
45
kegiatan wisata yang hanya berorientasi
terhadap kesenangan merupakan cluster
yang menggolongkan wisatawan pasif.
3
Yuri Surhayadi 2009
Analisis Persepsi
dan Preferensi
(1)
mengidentifikasi
demografi
dan
karakteristik
psikografi
responden
Konsumen
kawasan TNKpS (2) menganalisis atribut
Terhadap
apa
Kawasan Taman
Nasional
saja
yang
responden
dipertimbangkan
ketika
akan
oleh
melakukan
kunjungan wisata ke kawasan TNKpS (3)
Kepulauan Seribu menganalisis persepsi responden TNKpS
dengan metode
(4) menganalisis
analisis kluster,
terhadap TNKpS dan posisi TNKpS dimata
analisis cochran,
responden dibandingkan kawasan sejenis
conjoint analysis,
(5) merumuskan implikasi manajerial yang
dan analisis gap
tepat untuk pengembangan TNKpS ditinjau
dan biplot
dari
segi
penelitian
preferensi responden
strategi
pemasaran.
Dalam
tersebut
adapun
variabel
penelitian yang digunakan adalah (1)
tangible (2) reliability (3) responsiveness
(4) assurance
(5) empahaty.
Diketahui
karakteristik demografi dan psikografi
responden serta persepsi dan preferensi
46
dari responden terhadap TNKpS sehingga
dapat dihasilkan strategi pemasaran yang
tepat.
4.
Mohd Salleh
The Practice of
Jurnal ini menjelaskan bahwa ekowisata
Daim, Ahmad
Sustainable
dan pariwisata berkelanjutan memiliki
Nazrin Aris
Tourism in
tujuan yang sama untuk menghubungkan
Anuar,
Ecotourism Sites
tujuan konservasi, pembangunan ekonomi
Norajlin Jaini
among
dan pedesaan. Ekowisata juga menawarkan
(Corresponding
Ecotourism
author)
Providers
2012
pengalaman
pendidikan
baru
untuk
wisatawan, dan itu harus dikembangkan
dan dikelola dengan cara yang peka
terhadap lingkungan sekaligus melindungi
lingkungan. Dengan masuknya eko-wisata
ke
Malaysia,berbagai
jumlah
lembaga
pariwisata yang tertarik untuk menjadi
penyedia ekowisata meningkat dengan
pesat. Karena tidak ada pedoman khusus
dalam berlatih ekowisata, badan-badan
Pariwisata
banyak
biasanya
memproklamirkan diri sebagai penyedia
eco-tour dan bertugas di industri ekowisata
tanpa batasan apapun. Situasi ini pasti akan
mempengaruhi
lingkungan
karena
kurangnya praktik ekowisata yang tepat.
47
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui standar praktek
ekowisata
saat
ini
antara
penyedia
ekowisata di Malaysia disamping itu untuk
menentukan apakah penyedia ekowisata
mengikuti praktek-praktek pariwisata yang
berkelanjutan.
Penelitian
ini
mencoba
untuk membantu dalam mengidentifikasi
praktek-praktek terbaik untuk ekowisata di
Malaysia
terhadap
pariwisata
berkelanjutan.
5
Amiluhur
(2008)
Pengembangan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Soeroso
pariwisata Hijau
menelaah preferensi wisatawan
terhadap
potensi
kawasan
Di wilayah
pariwisata
hijau
di
Kaliurangkaliadem dan engetahui nilai manfaat
Kaliadem,
ekonomi
pengembangan
sumberdaya
Sleman, DIY
pariwisata baru yang efisien dan menyusun
Sebuah
strategi pengembangannya. Dengan metode
Penerapan
analisis konjoin, maka dapat diketahui
Analisis Conjoint
karakteristik
wisatawan
kaliadem
berdasarkan preferensi wisatawan serta
nilai
manfaat
pengembangan
tersebut.
ekonomi
bagi
dan
strategi
daerah
wisata
48
2.3 Kerangka Pemikiran
Melakukan Analisis Kelompok
Memformulasikan Masalah
Memilih Jarak Pengukuran
Menggunakan Metode K-Means Cluster
Menetapkan 2 jumlah Kelompok
ekowisatawan
Soft Tourist
Hard Tourist
Interpretasi hasil berdasarkan kelompok
ekowisatawan mahasiswa
Membuat Atribut Stimuli
Memutuskan bentuk data
Menafsirkan hasil preferensi ekowisatawan
persegmen
Overall Preferensi
Overall Preferensi
Soft Tourist
Hard Tourist
Rekomendasi dan Kebijakan
49
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. H1 : Terdapat perbedaan pengelompokkan wisatawan mahasiswa yang
berdasarkan segmen psikografis (motivasi) terhadap destinasi pulau pramuka di
Kepulauan Seribu.
2. H2
: Diduga adanya hubungan positif antara estimates preferences dan pendapat
responden yang sebenarnya (actual preferences) mengenai prefernsi setiap atribut
produk pada destinasi ekowisata Pulau Pramuka
3. H3 : Diduga aktivitas wisata merupakan atribut produk wisata yang dianggap
penting bagi ekowisatawan pada setiap kelompok.
Download