10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Pada bagian ini, peneliti akan menjabarkan beberapa teori atau konsep yang relevan dari berbagai literatur, yang digunakan sebagai landasan dalam pemecahan masalah pada penelitian ini. 2.1.1 Pariwisata Sebagai suatu aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat Negara berkembang. Pengertian tentang pariwisata sangat beragam tetapi sebagian besar ahli menjelaskan bahwa pariwisata berkaitan dengan wisatawan yang memiliki keragaman motivasi, sikap dan pengaruh. Berbagai pendapat para ahli tentang pariwisata antara lain: Spillane (2003: 21) mendefinisikan pariwisata sebagai perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan seni. Mengacu pada definisi yang dipaparkan, dapat dikatakan bahwa pariwisata merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan objek dan daya tarik wisata. TN.Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan yang menjadi bagian dari pariwisata sebagai objek peneliti. 11 Indikator pariwisata pariwisata, diantaranya adalah pasar wisata, kelembagaan dan masyarakat sebagai wisatawan. Di dalam buku perencanaan ekowisata karangan Janianton Damanik& Weber (2006:16) disebutkan bahwa kelembagaan diartikan baik sebagai kebijakan maupun kegiatan- kegiatan yang mendukung perkembangan pariwisata. Kebijakan mencakup politik pariwisata yang digagas oleh pemerintah, seperti kebijakan pemasaran, jaminan keamanan, dukungan terhadap event-event budaya, standardisasi produk dan jasa wisata, serta sumber daya manusia pada destinasi wisata, masyarakat juga menjadi bagian dari kelembagaan pariwisata. Selanjutnya dari sisi penawaran wisata terdapat banyak ragam produk dan juga jasa wisata yang ditawarkan yaitu semua produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata (Freyer,1993:218 dalam Damanik dan Weber,2006:14). Menurut Burkart dan Medlik wisata (Freyer,1993 in Damanik dan Weber, 2006:11), jasa wisata adalah gabungan produk komposit yang terangkum dalam atraksi, transportasi, akomodasi, dan hiburan. Banyak kalangan yang menyamakan produk dan jasa sebagai potensi wisata. Produk dan jasa harus sudah siap dikonsumsi oleh wisatawan, sebaliknya potensi wisata adalah semua objek (alam, budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan. Oleh sebab itu, Janianton Damanik & Helmut F.Weber didalam buku perencanaan ekowisata (2006:11) menjelaskan bahwa elemen penawaran wisata sering disebut triple A’s yang terdiri dari atraksi, akesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. 12 Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan, Atraksi alam meliputi pemandangan alam,seperti Kepulauan Seribu yang menawarkan udara sejuk dan bersih, laut, Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, adat istiadat masyarakat seperti Pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atribut buatan dapat dimisalkan Taman Impian Jaya Ancol. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah hospitality, yakni jasa akomodasi atau penginapan restoran , biro perjalanan, dan sebagainya. Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari,ke dan selama di daerah tujuan wisata (Inskeep,1991) mulai dari darat, laut, sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan baik, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, dan lainnya. Semakin lengkap dan terintegrasinya ketiga unsur tersebut didalam produk wisata maka semakin kuat posisi penawaran dalam sistem kepariwisataan. Untuk memperkuat posisi tersebut maka kualitas produk yang ditawarkan mutlak diperhatikan. Harus diakui bahwa tidak semua produk wisata berkualitas baik. Hal ini perlu ditegaskan karena banyak kalangan dengan mudah produk wisata di daerahnya menarik dan bermutu. Sebenarnya pihak yang menilai mutu produk wisata itu adalah wisatawan itu sendiri, sebab merekalah user atau konsumennya (Plog, 2001). 13 Perlu ditambahkan bahwa pasar wisata sangat dinamis dan mempunyai karakter yang mudah berubah. Dari sisi permintaan, misalnya, saat ini sedang muncul trend wisata minat khusus sebagai kebalikan dari wisata massal. Orang tidak lagi menyukai bentuk perjalanan dalam kelompok besar, tinggal di hotel mewah, dan kemudian hilir mudik mengambil foto-foto objek wisata. Banyak diantara mereka yang menolak disebut wisatawan (prebensen,et.al,2003:18). Deskripsi seperti ini dapat menjelaskan perbedaan dan perubahan kebutuhan wisatawan di daerah tujuan wisata. Bukan lagi infrastruktur yang serba modern dan atraksi yang bersifat buata, tetapi menikmati kebudayaan lokal dan menjalin kontak yang lebih dekat dengan masyarakat setempat. Di dalam pasar wisata banyak pelaku yang terlibat, meskipun peran mereka berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan pariwisata. Kotler dan Armstrong (2008:158) mendefinisikan perilaku berkunjung wisatawan mengacu pada perilaku pembelian konsumen akhir-perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Faktor yang menjadi sangat penting didalam sektor pariwisata adalah wisatawan, karena wisatawan merupakan konsumen atau pengguna produk dan layanan yang menginginkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka dan berdampak langsung pada kebutuhan wisata. Wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya, dengan motif dan latar belakang yang berbeda-beda itu mereka menjadi pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata (Steck,et.al, 1999; Heher,2003:20 dalam Damanik dan Weber, 2006:19). 14 2.1.2 Ekowisata Menurut Damanik dan Weber didalam buku perencanaan ekowisata (2006:37), Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata missal. Sebenarnya yang lebih membedakannya dari wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal. Weaver dan Lawton dalam jurnal tourism management yang berjdul Typologising nature-based tourists by activity-theoritical and practical implementation (2007) mengungkapkan bahwa ekowisata berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Pada perkembangan ekowisata dibutuhkan partisipasi masyarakat yang mau membantu ikut serta dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi ekowisata. Menurut Ceballos Lascurain (1996) menyatkan bahwa definisi dari Ecotourists adalah individu yang melakukan perjalanan ke kawasan alam yang relatif tidak terganggu atau tidak tercemar dengan tujuan khusus belajar, mengagumi, dan menikmati pemandangan ,tanaman liar, hewan, serta setiap manifestasi budaya yang ada. Menurut Deklarasi Quebec (Damanik dan Weber, 2006:38) menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Di dalam praktek hal itu terlihat dalam bentuk wisata yang: 15 (a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; (b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; dan (c) dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil. Dengan kata lain, ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri. Merujuk pada Wood, dalam Hendarto (2008), sebuah perjalanan dapat dikategorikan sebagai ekowisata bila melibatkan komponen-komponen: Memberi sumbangan pada konservasi biodiversitas, Menopang kesejahteraan masyarakat lokal, Menginterpretasikan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan kesehariannya, melibatkan tanggung jawab wisatawan dan industri pariwisata. Gambar 2.1 Kedudukan ekowisata dalam pasar industri pariwisata (Sumber: Hendarto, 2008) 16 Drumm (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu: 1) Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata; 2) Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan; 3) Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders; 4) Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional; 5) Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan; 6) Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut: ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999 dalam Chafid Fandeli,2002). Dari pemaparan definisi diatas dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini. Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism (Black, 1999 dalam Chafid Fandeli, 2002) yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan 17 mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam (ODTW). 2.1.2.1. Konsep Pengembangan Ekowisata Konsep wisata yang berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan ekowisata dilatar belakangi dengan perubahan pasar global yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal wisatawan. Selain itu, ekowisata memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas dalam melakukan perjalanan wisata dan konsep wisata ini disebut wisata minat khusus (Fandeli, 2002). Wisatawan minat khusus umumnya memiliki intelektual yang lebih tinggi dan pemahaman serta kepekaan terhadap etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk wisata ini adalah bentuk pencarian pengalaman baru. Wisatawan cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang dirasakan telah jenuh dan kurang menantang (Damanik&Weber, 2006: 58). Tahun 2002 adalah tahun dimana dicanangkannnya Tahun Ekowisata dan Pegunungan di Indonesia. Dari berbagai workshop dan diskusi yang diselenggarakan pada tahun tersebut di berbagai daerah di Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, dirumuskan 5 (lima) Prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia yaitu ( Zalukhu : 2009) : 18 1. Pelestarian Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara menggunakan sumber daya local yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya. 2. Pendidikan Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau dalam kehidupan sehari-hari, atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur, buklet atau papan informasi. 3. Pariwisata Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar. 19 4. Perekonomian Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan bagi penduduk sekitar sehingga dapat terus berkelanjutan. 5. Partisipasi masyarakat setempat Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik antara atraksi wisata-pengelolaan manfaat yang diperoleh dari ekowisata dan partisipasi. 2.1.2.2 Potensi Ekowisata Pulau Pramuka Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah 11 kali luas daratan kota Jakarta dengan luas lautan 6.997.50 Km2 dan luas daratan 864.59 Ha. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu berjumlah 110 pulau dengan peruntukan yang beragam diantaranya 11 pulau untuk pemukiman, 45 pulau rekreasi dan pariwisata, 26 pulau penghijauan, 4 pulau dengan bangunan sejarah, 3 pulau cagar budaya serta sisanya digunakan untuk penghijauan atau untuk peruntukan khusus. Sesuai dengan peruntukan dan karakteristik tersebut, maka kebijaksanaan pembangunan DKI Jakarta dalam mengembangkan Kepulauan Seribu lebih diarahkan pada peningkatan kegiatan pariwisata, meningkatan kualitas kehidupan 20 masyarakat nelayan dengan peningkatkan budidaya laut, pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan konservasi ekosistem terumbu karang dan mangrove Hal ini sejalan dengan visi dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu “Menjadikan Kepulauan Seribu sebagai ladang dan taman kehidupan bahari yang berkelanjutan” (Hesti, 2009). Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokan dalam wisata pantai dan wisata bahari dapat dilihat pada table 2.2. Wisata pantai atau wisata bahari adalah wisata yang objek dan daya tariknyanya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal landscape) (Sunarto, 2000 dalam Yulianda, 2007). Secara terpisah dapat dijelaskan wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah laut dan dinamika air laut. Tabel 2.1 Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan Wisata Pantai Wisata Bahari Rekreasi pantai Rekreasi pantai dan laut Panorama, Resort/Peristirahatan Resort / peristirahatan Berenang, Berjemur, berperahu Wiata selam (diving) dan wisata snorkeling Olahraga pantai (VOLLEY Selancar, jet ski, banana boat, perahu PANTAI, Jalan pantai, lempar kaca, kapal selam cakram, dll) Memancing Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, 21 wisata pulau, wisata pendidikan, wisata pancing Wisata Mangrove Wisata satwa (penyu, lumba-lumba, burung) Sumber: Yulianda (2007) Selain sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman, pulau dengan luas 16 ha ini juga menjadi tujuan wisata umum bagi masyarakat sehingga disini terdapat homestay dengan biaya penyewaan yang beragam dan terjangkau, tergantung pada fasilitas yang diberikan. Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu hingga kini berusaha untuk menyediakan fasilitas kegiatan wisata sebagai upaya untuk meningkatkan potensi wilayah yang ada di pulau Pramuka. Bentang darat pantai berupa daerah berpasir dengan tipe pasir putih berkarang dapat dijumpai di sebelah selatan, timur dan utara dari pulau pramuka. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan pada ketiga lokasi ini adalah bersantai atau berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati alam. Dengan tipe pasir putih berkarang aktifitas berjemur dan bermain pasir tidak disarankan melakukan di daerah ini. Di pulau ini terdapat penangkaran penyu sisik dan kupu-kupu yang dikelola oleh pihak taman nasional sebagai objek penelitian dan wisata. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di sebelah barat, timur, utara dan selatan adalah kanoing, banana boat atau jetski. 2.1.2.3. Pengelolaan dan Pemasaran Ekowisata Menurut Soekadijo (2000:217), “Pemasaran pariwisata merupakan usaha mengaktualisasikan perjalanan wisata, dimana tujuan akhirnya ialah agar orang membeli produk yang ditawarkan”. Marpaung (2002:118) mengemukakan bahwa: 22 “pemasaran pariwisata mencakup: menemukan apa yang menjadi keinginan konsumen (market reseach),mengembangkan pemberian pelayanan yang sesuai kepada wisatawan (product planning) pemberitahuan tentang produk yang dibuat (advertising and promotion) dan memberikan intruksi dimana wisatawan dapat memperoleh produk-produk tersebut (channels of distribution-tour operator and travel agent). Sedangkan menurut Salah Wahab (Soekadijo 2000:218) pemasaran pariwisata :“Pemasaran sebagai proses manajemen yang digunakan oleh organisasi-organisasi pariwisata nasional atau perusahaan-perusahaan kepariwisataan untuk mengidentifikasikan wisatawan-wisatawan yang mereka pilih, baik yang aktual maupun yang potensial, dan berkomunikasi dengan mereka untuk menentukan dan mempengaruhi keinginan, kebutuhan, motivasi, kesenangan dan ketidaksenangan (like and dislike) mereka pada tingkat lokal, regional, nasional, internasional, dan untuk merumuskan dan mengalokasikan produk pariwisata yang sesuai dengan situasi dengan maksud untuk mencapai kepuasan wisatawan yang sebesar-besarnya dan mencapai sasaran yang diinginkan. Pengelolaan ekowisata sejalan dengan paradigma ekowisata, dimana terdapat tiga unsur penting yang terkait dengan pengelolaannya, yaitu komunitas lokal, kenakeragaman hayati dan industri/kegiatan pariwisata. Masing-masing hubungan pengelolaan dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Masyarakat lokal akan mendapatkan keuntungan ekonomi dari kegiatan pariwisata, terjadi interaksi budaya, dan meningkatnya penghargaan dan keberlanjutan terhadap lingkungan. 2. Keanekaragaman hayati akan mendapatkan keuntungan untuk pembiayaan konservasi. 23 3. Kegiatan pariwisata akan dapat meningkatkan pembelajaran terhadap lingkungan/keanekaragaman hayati, serta interkasi kultural. Dalam pengelolaan ekowisata sebaiknya mempunyai regulasi yang mengatur akan zoning, akses, jumlah maksimal pengunjung/kelompok,kebiasaan pengunjung, mengubah fungsi lahan, penelitian terhadap pangsa pasar, memasarkan ekowisata, evaluasi, dan mengembangkan lebih jauh dengan pilihan sumber daya yang ada. Ekowisata juga dapat dikembangkan menjadi bisnis dalam industri pariwisata, secara umum terdapat beberapa kategori pelaksana bisnis di ekowisata, yaitu: a. Usaha kecil mengengah b. Multi task operator c. Spesial equipmnet operator Ryel dan Grase dalam Page dan Dowling (2002) juga mengindikasikan untuk beberapa pendekatan dalam memasarkan ekowisata, diantaranya adalah: 1. Identifikasi karekter grup yang berkemungkinan akan datang 2. Iklan yang sesuai 3. Pesan yang disampaikan 4. Mailing list 2.1.3 Dasar Segmentasi Menurut Kotler (2008:59), tidak ada satu cara dalam mensegmentasi suatu pasar. Seorang pemasar harus mencoba berbagai variabel segmentasi, sendirian dan dalam bentuk kombinasi, untuk menemukan cara terbaik dalam memandang struktur pasar. 24 Kotler & Armstrong (2008:59) juga menambahkan bahwa pengertian segmentasi pasar menurut adalah “Membagi sebuah pasar ke dalam kelompokkelompok pembeli yang khas berdasarkan kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah. Adapun menurut Assauri (2004:145) “Segmentasi pasar merupakan suatu proses membagibagi suatu pasar yang heterogen kedalam kelompok-kelompok pembeli atau konsumen yang memiliki ciri-ciri/sifat yang homogen dan dapat berarti bagi perusahaan”. Menurut pendapat Peter J. Dan Olson dalam buku Freddy Rangkuti (2011:11), tidak ada cara yang lebih mudah untuk menentukan dasar segmentasi pasar yang relevan. Namun demikian, dalam sebagian besar kasus, paling tidak ada beberapa dimensi awal yang dapat ditentukan dengan mengacu pada trend pembelian sebelumnya dan penilaian manajemen. Menurut Best dalam buku Freddy Rangkuti (2011:11), memahami kebutuhan pelanggan adalah prinsip dari orientasi pasar dan merupakan langkah pertama untuk kesuksesan segmentasi pasar. Meskipun secara demografis, gaya hidup dan perilaku membantu proses segmentasi pelanggan, namun disarankan jangan memulai proses segmentasi dengan variabel tersebut. Menurut pendapat Peter dan Olson dalam buku Freddy Rangkuti (2011:11), dua pendekatan umum dalam melakukan segmentasi pasar adalah segmentasi manfaat dan segmentasi psikografis. Pendekatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segmentasi manfaat Hal yang menjadi kepercayaan dasar dari pendekatan segmentasi manfaat (benefit segmentation) adalah manfaat yang dicari seseorang dalam mengonsumsi suatu produk adalah alasan dasar keberadaan segmen 25 sebenarnya. Oleh karena itu, pendekatan ini berupaya mengukur sistem nilai konsumen dan persepsi konsumen tentang berbagai macam merek dalam sebuah kelas produk. 2. Segmentasi Psikografis Segmentasi psikografis (psychographic segmentation) membagi pasar berdasarkan perbedaan gaya hidup dan motivasi konsumen. Umumnya segmentasi psikografis mengikuti suatu model post hoc, yaitu konsumen pada awalnya diberi sejumlah pertanyaan tentang gaya hidup mereka kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan tanggapan mereka. Studi segmentasi psikografis sering kali menggunakan ratusan pertanyaan dan menghasilkan informasi tentang konsumen yang luar biasa besar jumlahnya. Oleh karena itu, segmentasi psikografis sebenarnya didasarkan pada pemikiran bahwa “semakin banyak anda mengetahui dan memahami konsumen, semakin efektif anda berkomunikasi dan memasarkan pada mereka.” Perlu dipahami bahwa tidak mungkin semua ekowisatawan diharapkan akan mengunjungi objek ekowisata. Asumsi ini perlu dipegang kuat sejak awal penelitian. Pasar ekowisata sendiri terbagi-bagi (segmented). Oleh sebab itu, harus diidentifikasi profil ekowisatawan karena akan memudahkan penggambaran karakteristik dan perilakunya. Menurut Weber (2006: 59) segmentasi dibedakan menjadi tiga kategori, yang pertama segmentasi demografis, profil wisatawan dapat dipetakan menurut kategori usia, jenis kelamin, dan daerah asal. Kemudian berdasarkan segmentasi social ekonomi pasar wisatawan perlu dipetakan menurut komposisi pendidikan, pendapatan atau pengeluaran, kedudukan social dan sebagainya. Segmentasi pasar lain yang paling penting adalah 26 segmentasi psikografis atau motivasi, sikap, dan perilaku (weaver, 2006: 210), terdapat dua golongan karakter yang membedakan motivasi kunjungan ekowisata yaitu soft ecotourist dan hard ecotourist. Kategori pertama adalah mereka yang sangat tergantung dan relative kurang melakukan pergerakan. Sebaliknya mereka yang termasuk golongan kedua adalah memiliki keprobadian yang terbuka, aktif,inovatif, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap lingkungan alam. 2.1.3.1 Segmentasi Pasar Ekoturis Larman dan Durst dalam jurnal yang berjudul “Typologising nature-based tourists by activity” (2007), mendefinisikan bahwa sifat dasar pariwisata sebagai jenis kegiatan pariwisata berisi tiga elemen spesifik, yaitu : pendidikan, rekreasi, dan petualangan dengan jenis kegiatan yang berada di bawah definisinya: pengalaman yang bergantung pada alam, pengalaman yang ditingkatkan oleh alam, dan pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba bukan di setting berdasarkan alam. Larman dan Durst dalam jurnal yang sama (2007) mengungkapkan bahwa pendekatan definisi yang hanya melihat alam sebagai dasar pariwisata dapat menyesatkan karena memperlakukan wisatawan sebagai kelompok homogen tunggal sedangkan terdapat berbagai tipologi yang mengacu pada berbagai jenis pengalaman berbasis alam, kegiatan dan wisatawan. misalnya, menggunakan tingkat minat dan tingkat wisatawan menggunakan fisik ketika berwisata untuk membedakan antara soft ecotourist dan hard ecotourist. Lindberg didalam jurnal “Typologising nature-based tourists by activity” (2007), menambahkan bahwa terdapat empat jenis wisatawan yang berbasis alam, diantaranya : a. Hard-core, dimana sifat turis yang mewakili peneliti ilmiah atau 27 anggota wisatawan yang dirancang untuk pendidikan, b. Dedicated, sifat wisatawan yang merupakan orang-orang yang mengambil perjalanan spesifikasi untuk melindungi kawasan destinasi , memahami sejarah lokal, alam, dan budaya, c. Mainstream, wisatawan yang melakukan perjalanan tidak biasa atau ekstrim, dan yang terakhir adalah d. Casual, sifat wisatawan yang mengambil alam sebagai bagian dari jadwal yang lebih luas. Lebih jauh diungkapkan oleh Acott, La Trobe, dan Howard dalam menanggapi variasi wisatawan didalam jurnal ini, menurutnya peran wisatawan bervariasi sepanjang kontinum mulai dari ecocentrism ke antroposentrisme. Asumsi mereka adalah bahwa individu tertentu ideologis dapat menjadi ekowisata yang terlepas dari lokasi, misalnya, seseorang yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, meskipun mengunjungi situs non-eko wisata seperti kota,mereka tetap masih bisa menjadi ekowisata, sedangkan orang yang berada dalam lokasi ekowisata yang sama dapat menjadi non-ekowisata. Larman dan Durst lebih spesifik menunjukkan sejauh mana wisatawan telah didorong oleh faktor alam untuk memutuskan melakukan perjalanan. Berdasarkan informasi ini, peneliti yaitu mehmet mehmetoglu dalam jurnalnya yang berjudul “Typologising nature-based tourists by activity”(2007) kemudian membuat klasifikasi para wisatawan berbasis alam kedalam beberapa segmen yaitu kegiatan wisata dan motivasi wisatawan, meliputi wisatawan yang terlibat dalam kegiatan, serta sejauh mana pengetahuan wisatawan tentang kegiatan yang terlibat, ini semua digunakan sebagai masukan dalam upaya peneliti untuk menentukan varietas yang berbeda alam berbasis turis, untuk profil lebih lanjut setiap segmen disesuaikan dengan karakteristik sosio-demografi dan berbagai perjalanan. 28 Segmentasi pasar adalah proses dimana pasar seperti ecotourists dibagi menjadi komponen sub khas atau segmen pasar sehingga tepat dan target biaya pemasaran yang efektif dan strategi manajemen dapat dikembangkan untuk masingmasing segmen. Melalui segmentasi pasar, pemasaran dan usaha manajemen dapat difokuskan dengan cara yang paling efisien untuk melayani konsumen yang sudah ada, menarik pelanggan baru yang mirip dengan klien yang sudah ada, dan mengidentifikasi pasar yang kurang terwakili untuk perekrutan potensial. Berkaitan dengan ekowisata, segmentasi pasar dapat dilakukan di dua levels. Tingkatan pertama adalah untuk menentukan bagaimana perbedaan ecotourists dari konsumen dan wisatawan pada umumnya, sedangkan yang kedua adalah untuk mengidentifikasi dari konsumen dan wisatawan pada umumnya, sedangkan yang kedua adalah untuk mengidentifikasi karakteristik sub kelompok ecotourists. ada kriteria beberapa standar yang digunakan dalam segmentasi pasar, termasuk motivasi, sikap dan perilaku yang sering dianggap secara terpisah, namun digabungkan di sini karena motivasi dan perilaku pengaruh sikap dan variabelvariabel ini perlu diperhitungkan secara bersamaan ketika segmentasi pada dasar menentukan hard dan soft ecotourist (Weaver, 2001:45). Sementara pengakuan perbedaan yang komphrehensif mengenai perbedaan soft ecotourist dan hard ecotourist yang dirangkum oleh david weaver (2006:211) bahwa kelompok hard ecotourist pada dasarnya adalah sebuah bentuk pariwisata alternatif yang melibatkan kelompok-kelompok kecil ecotourists yang mengambil perjalanan khusus dengan waktu yang relatif panjang dan relatif tidak terganggu, di mana kesempatan untuk mencoba kegiata wisata dengan menggunakan fisik dan mental serta mendapatkan pengalaman dari jenis kegiatan wisata yang menantang. Biasanya hard ecotourists tidak bergantung pada sektor memfasilitasi seperti 29 perjalanan lembaga dan tour and travel, atau layanan di tempat tujuan. Sedangkan soft ecotourists terkait dengan pasar wisata lebih konvensional yang melibatkan kegiatan wisata fisik, mental danwisata yang bersifat tantangan dalam durasi yang relatif singkat atau memiliki perjalanana wisata yang multi-tujuan perjalanan. Kelompok soft ecotourist umumnya lebih memilih tingkat kenyamanan yang tinggi dan fasilitasi selama pengalaman. Weaver (2006: 212) menyebutkan bahwa tipologi motivasi yang komprehensif antara soft dan hard ecotourist terlihat serupa, tetapi berbeda dalam konsep dasar yang krusial terutama pada cakupan dan filosofi. Sedangkan untuk kelompok soft ecotourist lebih didasarkan pada karakteristik pasar dan pengalaman (fokus khusus atau pengalihan, layanan sedikit atau banyak). Gambar 2.2 Characteristic of Hard and Soft Ecotourists Sumber : David Weaver (2002) Analisis komprhenesif yang berasal dari dua tipe karakteristik antara soft dan hard ecotourist dan mungkin mencerminkan pola ekowisata yang dominan di dunia nyata. Contoh karakteristik dari kelompok Soft Ecotourists, misalnya tipe karakteristik soft ecotourist yang beriwsata hanya untuk kesenangan belakan dan 30 tergantung kepada jasa pelayanan wisata diharapkan tidak membawa pengalaman wisata mereka keluar, sedangkan motivasi dari hard ecotourist sering menjadi pertimbangan yang kuat dan memiliki keinginan untuk memperbaiki dunia. Keberpihakan tersebut yang menyiratkan bahwa hard ecotourists lebih unggul dari soft ecotourist , tidak dapat dihindari atau bahkan diinginkan oleh perusahaan dalam hal mewujudkan potensi sektor ekowisata untuk mencapai hasil keberlanjutan. 2.1.3.1.1 Karakteristik Hard dan Soft Ecotourists Karakteristik hard ecotourists memiliki sikap biosentris yang kuat dan memerlukan komitmen yang mendalam terhadap isu-isu lingkungan, keyakinan bahwa kegiatan seseorang ketika melakukan kegiatan ekowisata harus meningkatkan dasar, berinteraksi secara mendalam dan bermakna dengan lingkungan alam. Ini motivasi dan sikap ini menimbulkan preferensi untuk pengalaman secara aktif baik kegiatan wisata yang melibatkan fisik dan kegiatan wisata yang menantang dimana melibatkan kontak pribadi yang dekat dengan alam dan tidak memerlukan jasa layanan wisata. Dalam hal karakteristik perjalanan, hard ecotourists lebih memilih membuat pengaturan perjalanan sendiri, perjalanan kelompok kecil dan perjalanan khusus yang membutuhkan cukup waktu untuk mengakses tempat-tempat alami yang relatif tidak terganggu yang mereka inginkan (Weaver,2001:43). Sedangkan karakteristik soft ecotourists menurut Weaver (2001:44), diantaranya menunjukkan komitmen mereka terhadap isu-isu lingkungan tidak sedalam seperti yang hard ecotourists, sikap mereka lebih sugestif steady state daripada keberlanjutan enhancive, dan tingkat yang keterlibatan diinginkan dengan lingkungan alam relatif dangkal. Pengalaman yang disukai soft ecotourist secara fisik kurang berat dan didukung oleh akomodasi, makan dan fasilitas toilet, tempat parkir, 31 dan layanan lainnya. Umumnya perjalanan mereka dengan kelompok besar dan soft ecotourists tidak keberatan bergabung dengan kelompok soft ecotourists lainnya. Soft ecotourist biasanya terlibat dalam komponen salah satu ekowisata yang sering melakukan kegiatan wisata dengan waktu relatif singkat. Sampai-sampai mereka mencari keterlibatan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengan alam, soft ecotourist lebih baik melalui mediasi tur, jalur interpretasi, atau pusat-pusat interpretatif. Soft Ecotourist juga mengkin lebih menyukai untuk mengatur perjalanan wisata yang dibuat secara formal melalui agen-agen perjalanan dan operator tur. Didalam buku Weaver yang berjudul Ecotourism (2001:46) dapat disimpulkan bahwa gagasan hard / soft ecotourist kontinum pertama kali diusulkan oleh Laarman dan Durst (1987), dan sejak itu mendapat dukungan substansial dalam literatur sebagai kerangka penting (misalnya Linberg 1991, Orams 2001, Pearce & Moscardo 1994, Weaver & Lawton 2001, Weiler & Richins 1995). Kebutuhan untuk memahami kontinum ini tidak dapat dilebih-lebihkan, karena motivasi dan preferensi experiental adalah jenis ekowisata yang berbeda akan mempengaruhi jenis produk ekowisata yang dicari dan, karenanya, klien yang tertarik pada tujuan bisnis tertentu perlu merumuskan variasi kontinum hard / soft yang jelas dalam literatur ekowisata. 2.1.3.2. Segmentasi Berdasarkan Motivasi Berwisata Menurut (Sharpley, 1994 dan Wahab, 1975; Pitana, 2005) bahwa: Motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi merupakan “Trigger” dari proses perjalanan wisata, walau motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri. 32 Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: 1. Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik atau fisologis, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya. 2. Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya. 3. Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (Prestice), melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. 4. Fantasy Motivation yaitu adanya motivasi bahwa di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; Pitana, 2005). Sedangkan menurut Swarbooke dalam bukunya Consumer behaviour in tourism (2007) , membagi motivasi perjalanan wisatawan dalam 6 kategori, yang dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini : 33 Gambar 2.3 A typology of motivators in tourism Sumber : Swarbrooke & Horner (2007) 2.1.4 Preferensi Preferensi merupakan bagian dari perilaku konsumen , berasal dari bahasa inggris “Preference” yang berarti sesuatu yang lebih diminati, suatu pilihan utama, merupakan kebutuhan prioritas. Menurut Chaplin (2002) preferensi adalah suatu sikap yang lebih menyukai sesuatu benda daripada benda lainnya. Sedangkan menurut Kotler (2008:177), preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Masih menurut Kotler (2008) ada beberapa langkah yang harus dilalui oleh konsumen sampai membentuk 34 preferensi. Dimana proses evaluasi dalam diri konsumen hingga sampai membentuk preferensi tersebut, adalah sebagai berikut: 1. Diasumsikan bahwa konsumen melihat produk sebagai sekumpulan atribut. 2. Tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing. Konsumen memiliki penekanan yang berbedabeda dalam menilai atribut apa yang paling penting. 3. Konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang kepentingan atribut pada setiap produk. 4. Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk akan beragam sesuai dengan perbedaan atribut. 5. Konsumen akan sampai pada sikap terhadap produk yang berbeda melalui prosedur evaluasi. Sudibyo (2002:4), menyatakan bahwa pengukuran terhadap preferensi konsumen sangat penting karena : a) Sebagai dasar untuk menarik minat membeli konsumen pada suatu produk b) Sebagai acuan bagi perusahaan untuk menerapkan program-program pembangunan loyalitas konsumen. c) Untuk menjaga interaksi yang terus berkelanjutan antara konsumen dan perusahaan. Dari sudut pandang pariwisata, preferensi wisatawan timbul dari keinginan dan kebutuhan wisatawan terhadap produk wisata yang ditawarkan dalam melakukan perjalanan wisata. Saat ini keinginan dan kebutuhan wisatawan terhadap produk wisata semakin kompleks, dinamis dan menuntut kualitas yang memadai yang dikaitkan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Konsekuensinya, suatu daerah tujuan wisata harus mampu beradaptasi terhadap semua tuntutan perubahan dengan 35 selalu mendengarkan suara dari berbagai pihak yang berkepentingan khususnya wisatawan yang memiliki persepsi dan preferensi yang berbeda dalam memilih obyek-obyek wisata yang akan dikunjunginya (Nursusanti, 2005). 2.1.5 Analisis Multivariate Menurut Santoso (2012:7), analisis multivariat dapat didefinisikan secara sederhana sebagai metode pengolahan variable dalam jumlah banyak untuk mencari pengaruhnya terhadap suatu objek stimultan. Teknik analisis multivariat secara dasar diklasifikasi menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan untuk menerangkan analisis interdependensi. Analisis dependensi berfungsi atau memprediski variable (variable) terikat dengan menggunakan dua atau lebih variable bebas. Yang termasuk dalam klasifikasi ini ialah analisis regresi linear berganda, analisis diskriminan, analisis varian multivariate (MANOVA), dan analisis korelasi kanonikal. Sedangkan analisis interdependensi berfungsi untuk memberikan makna terhadap seperangkat variable atau membuat kelompok-kelompok secara bersamasama. Yang termasuk dalam klasifikasi ini ialah analsis faktor, analisis kluster, dan multidimensional scaling. Beberapa ahli lain mengatakan bahwa tujuan analisis multivariate adalah mengukur, menerangkan, dan memprediksi tingkat relasi diantara variate. Jadi, karakter multivariate tidak sekedar berada pada jumlah variabel atau observasi yang dilibatkan dalam analisis, tetapi juga kombinasi berganda antar variate (Simamora, 2005:3). 2.1.6 Skala Semantic Diferential Menurut Bilson Simamora didalam buku analisis multivariat pemasaran (2005:25) menyebutkan bahwa salah satu skala paling populer dalam riser pemasaran 36 adalah skala semantic diferensial. Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap dan persepsi terhadap korporat, produk, merek, dan sebagainya. Dalam pemakaian skala semantic diferensial ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Orientasi kutub kanan dan kutub kiri dibuat beragam. 2. Jumlah skala yang dibuat ganjil, misalnya tiga, lima, tujuh, sembilan, dan seterusnya. Tidak ada ketentuan jumlah skala yang paling tepat. Skala semantic diferensial : 1 3. 9 Semakin kuat nya jawaban responden maka pemilihan angka angka semakin mengarah ke kutub dengan nilai yang besar. Walaupun menurut Zikmund (2000:350) belum yakin apakah data dari skala ini ordinal ataukah interval, namun Cooper dan Schindler (2003:252) yakin bahwa data yang diperoleh dari skala ini adalah interval. Memang belum ada kesepakatan para ahli tentang skala numerik (termasuk skala likert dan semantic diferensial), apakah menghasilkan data ordinal ataukah data interval. Namun, menurut Churcil dan Lacobucci (dalam simamora, 2005:29) pada umumnya para pemasar memperlakukan data dari skala numerik sebagai data dari interval. Perlakuan ini tidak didasarkan atas keyakinan bahwa skala numerik (skala semantic diferential) benar-benar memiliki sifat-sifat data interval, akan tetapi karena kuatnya alat-alat statistik yang bisa digunakan untuk skala interval. Oleh karena itu, kontroversi diatas dapat ditengahi dengan azas manfaat : “Sepanjang menghasilkan informasi yang dibutuhkan, data dari skala likert, semantic diferensial, dan skala numerik dapat diperlakukan sebagai data interval.” 37 2.1.7 Analisis Cluster Analisis cluster merupakan salah satu teknik yang paling banyak dipakai untuk membuat segmentasi dalam pemasaran. Karena dalam analisis cluster ini kita dapat membuat kelompok-kelompok atau segmen-segmen tertentu sesuai dengan data yang kita miliki. Tujuan analisis cluster adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel yang memiliki kesamaan karakteristik, yaitu dengan mengelompokkan berdasarkan baris (Freddy Rangkuti, 2011:90).Metode analisis cluster dapat menggunakan metode hierarki dan K-means cluster. Tujuan K-means cluster adalah untuk memproses semua indikator yang digunakan dalam segmentasi secara sekaligus. Dalam beberapa situasi penelitian mungkin peneliti perlu membagi-bagi individu, anggota dari sampel, atau anggota dari populasi ke dalam beberapa kelompok, yang cirinya dapat dinyatakan dengan sebutan yang bermakna. Gambar 2.4. Tahapan analisis cluster adalah sebagai berikut : Melakukan Analisis Kelompok Memformulasikan Masalah Memilih suatu ukuran jarak Memilih suatu prosedur pengelompokkan Menetapkan jumlah kelompok Menafsirkan&membuat profil kelompok Melakukan kajian validitas pengelompokkan Sumber : Malhotra (2010:323) Menurut Malhotra (2010: 320), Analisis kelompok dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok wistawan yang bersifat homogen, kemudian perilaku 38 wisatawan setiap kelompok dapat diuji secara terpisah.Setelah itu dengan menggunakan analisis kelompok, perusahaan mampu mengidentifikasi peluang produk kemudian perusahaan mampu membuat strategi-strategi pemasaran yang beragam dan dapat disesuaikan dengan kelompok yang dibuat. Malhotra (2010:321) juga menyebutkan bahwa keanggotaan kelompok (cluster membership) dapat mengindikasikan kelompok ke mana setiap objek atau kasus dimasukkan. 2.1.8 Analisis Conjoint Analisis Conjoint adalah suatu teknik multivariate yang secara spesifik digunakan untuk memahami bagaimana konsumen membangun keinginan atau preferensinya terhadap suatu produk atau jasa (Cakravastia dkk, 1999). Analisis Conjoint sangat berguna untuk membantu bagaimana seharusnya karakteristik produk baru, membuat konsep produk baru, mengetahui pengaruh tingkat harga serta memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (marketshare), segmentasi preferensi, merancang strategi promosi (Kuhfeld, 2000). Menurut Green & Krieger dalam Budipriyanto (2007), analisis Conjoint (Conjoint Analysis, Considered Jointly) merupakan suatu metode yang sangat powerful untuk membantu mendapatkan kombinasi atau komposisi atribut-atribut suatu produk atau jasa baik baru maupun lama yang paling disukai konsumen. Menurut Hair, et.al (2006) mengatakan bahwa metode analisis conjoint bertujuan untuk mengukur tingkat kegunaan (utility) dan nilai kepentingan relative (NRP) dari berbagai atribut suatu barang/jasa/ide. Conjoint Analysis termasuk dalam Multivariate Dependence Method dengan model matematis sebagai berikut: Y (nonmetrik atau metrik) = X1 + X2 + X3 + … + XN (nonmetrik) 39 Dimana: 1) Y (variabel dependen), skala pengukuran metrik atau non metrik, didefinisikan sebagai pendapat keseluruhan dari seorang responden terhadapsekian faktor/atribut dan taraf pada sebuah barang/jasa/ide. 2) X1, X2 ,X3 hingga XN (variabel independen), skala pengukuran non metrik,didefinisikan sebagai faktor/atribut dan taraf. Analisa conjoint merupakan metode tidak langsung (indirect method), kesimpulan diambil berdasarkan respons subyek (responden) terhadap perubahan sejumlah atribut. Oleh karena itu perlu dipastikan terlebih dahulu apa saja atribut dari suatu produk atau jasa (Simamora, 2005). Atribut didefinisikan sebagai faktor spesifik atau karakteristik dari produk atau jasa. Contoh sederhana dari atribut produk shampo adalah harga, khasiat (kandungan), serta kemasan. Sedangkan level atau taraf adalah tingkatan atau strata atau varian yang ada pada atribut, contoh level dari atribut khasiat misalnya memiliki 3 level yaitu pencegah ketombe, pelembut rambut & penghitam rambut. Untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap suatu produk dengan analisa conjoint maka disusun suatu skenario (stimuli), yaitu perubahan kombinasi dari setiap atribut dan levelnya. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian ini didukung oleh berbagai kajian penelitian terdahulu yang berguna sebagai landasan untuk berpikir dan sekaligus untuk mengetahui dan mempelajari berbagai metode analisis yang digunakan yang kemungkinan dapat diterapkan oleh peneliti dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini dengan hasil dan metode yang berbeda pernah dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan 40 oleh Yuri Suryahadi (2009) dengan judul Analisis Persepsi dan Preferensi Konsumen Terhadap Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu dengan metode analisis kluster, analisis cochran, conjoint analysis, dan analisis gap dan biplot. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik demografi dan psikografi responden kawasan TNKpS (2) menganalisis atribut apa saja yang dipertimbangkan oleh responden ketika akan melakukan kunjungan wisata ke kawasan TNKpS (3) menganalisis persepsi responden TNKpS (4) menganalisis preferensi responden terhadap TNKpS dan posisi TNKpS dimata responden dibandingkan kawasan sejenis (5) merumuskan implikasi manajerial yang tepat untuk pengembangan TNKpS ditinjau dari segi strategi pemasaran. Dalam penelitian tersebut adapun variabel penelitian yang digunakan adalah (1)tangible (2) reliability (3)responsiveness (4)assurance (5) empahaty. hasil pengujian dengan menggunakan analisis conjoint, diketahui atribut utama TNKpS menunjukan bahwa kombinasi atribut yang paling banyak disukai responden adalah kekayaan sumber daya alam dan ekosistem, wisata pantai dan pesisir, dan pusat informasi. Selain itu Sérgio Dominique Ferreira Lopes, dkk (2009) melakukan penelitian dengan judul Post Hoc Tourist Segmentation with Conjoint and Cluster Analysis dengan metode Conjoint and Cluster Analysis. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui preferensi wisatawan (kategori usia muda) (2) mengetahui segmentasi berdasarkan preferensi wisatawan tersebut. Dengan variabel penelitian diantaranya : (1) Weather (2) Cultural offer (3) Kind of Destination (4) Leisure Offer & Night Fun (5). Dimana berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis conjoint, diketahui kombinasi atribut yang paling disukai responden adalah cuaca cerah, penawaran atraksi budaya yang tinggi, jenis destinasi 41 pantai dengan penawaran kegiatan di malam hari yang tinggi , harga dengan kisaran 30Є dan lama berkunjung sekitar 2 minggu. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mehmet Mehmetoglu yang berjudul Typologising nature-based tourists by activity- Theoritical and practical implications menunjukkan bahwa banyak dari tipologi yang ada bersifat teoritis dan statis (dengan asumsi turis tidak mengubah rute) sehingga ada kebutuhan untuk bekerja lebih empiris, terutama sehubungan dengan pendekatan berbasis aktivitas turis. Tujuannya adalah , (1) untuk mengetahui segmentasi turis berbasis alam atas dasar kegiatan perjalanan, (2) untuk mengetahui apakah segmen tersebut memiliki perbedaan motivasi untuk perjalanan saat ini, serta untuk mengethaui profil lebih lanjut setiap segmen sesuai dengan karakteristik sosio-demografi dari berbagai perjalanan. Penelitian ini menggunakan metode cluster dan conjoint,dimana dengan menggunakan cluster terdapat 3 segmentasi berdasarkan kegiatan perjalanan diantaranya segmen I : orientasi terhadap budaya dan kesenangan aktivitas,segmen II : orientasi terhadap aktivitas alam (nature), dan segmen III : orientasi terhadap kegiatan alam, Namun demikian, perbedaan utama antara mereka yaitu wisatawan dengan berbagai kegiatan tinggi (aktif) dan mereka yang menilai kegiatan yang berbeda rendah (pasif). Metode conjoint digunakan untuk mencari pereferensi konsumen berdasarkan wisatawan yang sudah dikelompokkan, kegiatan-kegiatan wisata yang termasuk kedalam cluster wisatawan aktif adalah kegiatan yang beriorientasi terhadap budaya dan aktivitas alam, sedangkan kegiatan wisata yang hanya berorientasi terhadap kesenangan merupakan cluster yang menggolongkan wisatawan pasif.Sebagai implikasi teoritis lain, peran lemah karakteristik demografi dan perjalanan dalam membedakan antara berbagai jenis wisatawan, juga harus disebutkan. Hanya dua (pendapatan dan modus perjalanan) dari enam demografis 42 dan fitur perjalanan dibedakan tiga kegiatan berbasis cluster dari satu sama lain. dengan kata lain, dan seperti dicatat oleh beberapa penelitian, mengembangkan model teoritis hanya berdasarkan karakteristik demografi dan perjalanan atau tidak berguna untuk semua konteks. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa informasi psikografis lebih kuat dalam memahami perilaku wisata. Penelitian yang dilakukan oleh Mohd Salleh Daim, Ahmad Nazrin Aris Anuar, Norajlin Jaini pada tahun 2012 dengan judul The Practice of Sustainable Tourism in Ecotourism Sites among Ecotourism Providers menjelaskan bahwa ekowisata dan pariwisata berkelanjutan memiliki tujuan yang sama untuk menghubungkan tujuan konservasi, pembangunan ekonomi dan pedesaan. Ekowisata juga menawarkan pengalaman pendidikan baru untuk wisatawan, dan itu harus dikembangkan dan dikelola dengan cara yang peka terhadap lingkungan sekaligus melindungi lingkungan. Dengan masuknya eko-wisata ke Malaysia, berbagai jumlah lembaga pariwisata yang tertarik untuk menjadi penyedia ekowisata meningkat dengan pesat. Karena tidak ada pedoman khusus dalam berlatih ekowisata, badanbadan pariwisata banyak biasanya memproklamirkan diri sebagai penyedia eco-tour dan bertugas di industri ekowisata tanpa batasan apapun. Situasi ini pasti akan mempengaruhi lingkungan karena kurangnya praktik ekowisata yang tepat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui standar praktek ekowisata saat ini antara penyedia ekowisata di Malaysia disamping itu untuk menentukan apakah penyedia ekowisata mengikuti praktek-praktek pariwisata yang berkelanjutan. Penelitian ini mencoba untuk membantu dalam mengidentifikasi praktek-praktek terbaik untuk ekowisata di Malaysia terhadap pariwisata berkelanjutan. 43 Tabel 2.2Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1 Sérgio Dominique Ferreira Lopes Tahun Judul Hasil Pembahasan (2009) Post Hoc Tourist Dimana tujuan dari penelitian ini adalah Segmentation (1) mengetahui preferensi with Conjoint and (kategori usia muda) Cluster Analysis segmentasi wisatawan wisatawan (2) mengetahui berdasarkan tersebut. Dengan preferensi variabel penelitian diantaranya : (1) Weather (2) Cultural offer (3) Kind of Destination (4) Leisure Offer & Night Fun (5). Dimana berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis conjoint, diketahui kombinasi atribut yang paling disukai responden adalah cuaca cerah, penawaran atraksi budaya yang tinggi, jenis destinasi pantai dengan penawaran kegiatan di malam hari yang tinggi , harga dengan kisaran 30Є dan lama berkunjung sekitar 2 minggu. 44 2 Mehmet Mehmetoglu (2006) Typologising Tujuan dari jurnal ini adalah , (1) untuk nature-based mengetahui segmentasi turis berbasis alam tourists activityTheoritical by atas dasar kegiatan perjalanan, (2) untuk mengetahui and memiliki apakah perbedaan saat segmen motivasi ini, serta tersebut untuk practical perjalananan untuk. implications Penelitian ini menggunakan metode cluster dan conjoint,dimana dengan menggunakan cluster terdapat 3 segmentasi berdasarkan kegiatan perjalanan diantaranya segmen I : orientasi terhadap budaya dan kesenangan aktivitas,segmen II : orientasi terhadap aktivitas alam (nature), dan segmen III : orientasi terhadap kegiatan alam, Namun demikian, perbedaan utama antara mereka yaitu wisatawan dengan berbagai kegiatan tinggi (aktif) dan mereka yang menilai kegiatan yang berbeda rendah (pasif). Metode conjoint digunakan untuk mencari pereferensi konsumen berdasarkan wisatawan yang sudah dikelompokkan, kegiatan-kegiatan wisata yang termasuk kedalam cluster wisatawan aktif adalah kegiatan yang beriorientasi terhadap budaya dan aktivitas alam, sedangkan 45 kegiatan wisata yang hanya berorientasi terhadap kesenangan merupakan cluster yang menggolongkan wisatawan pasif. 3 Yuri Surhayadi 2009 Analisis Persepsi dan Preferensi (1) mengidentifikasi demografi dan karakteristik psikografi responden Konsumen kawasan TNKpS (2) menganalisis atribut Terhadap apa Kawasan Taman Nasional saja yang responden dipertimbangkan ketika akan oleh melakukan kunjungan wisata ke kawasan TNKpS (3) Kepulauan Seribu menganalisis persepsi responden TNKpS dengan metode (4) menganalisis analisis kluster, terhadap TNKpS dan posisi TNKpS dimata analisis cochran, responden dibandingkan kawasan sejenis conjoint analysis, (5) merumuskan implikasi manajerial yang dan analisis gap tepat untuk pengembangan TNKpS ditinjau dan biplot dari segi penelitian preferensi responden strategi pemasaran. Dalam tersebut adapun variabel penelitian yang digunakan adalah (1) tangible (2) reliability (3) responsiveness (4) assurance (5) empahaty. Diketahui karakteristik demografi dan psikografi responden serta persepsi dan preferensi 46 dari responden terhadap TNKpS sehingga dapat dihasilkan strategi pemasaran yang tepat. 4. Mohd Salleh The Practice of Jurnal ini menjelaskan bahwa ekowisata Daim, Ahmad Sustainable dan pariwisata berkelanjutan memiliki Nazrin Aris Tourism in tujuan yang sama untuk menghubungkan Anuar, Ecotourism Sites tujuan konservasi, pembangunan ekonomi Norajlin Jaini among dan pedesaan. Ekowisata juga menawarkan (Corresponding Ecotourism author) Providers 2012 pengalaman pendidikan baru untuk wisatawan, dan itu harus dikembangkan dan dikelola dengan cara yang peka terhadap lingkungan sekaligus melindungi lingkungan. Dengan masuknya eko-wisata ke Malaysia,berbagai jumlah lembaga pariwisata yang tertarik untuk menjadi penyedia ekowisata meningkat dengan pesat. Karena tidak ada pedoman khusus dalam berlatih ekowisata, badan-badan Pariwisata banyak biasanya memproklamirkan diri sebagai penyedia eco-tour dan bertugas di industri ekowisata tanpa batasan apapun. Situasi ini pasti akan mempengaruhi lingkungan karena kurangnya praktik ekowisata yang tepat. 47 Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui standar praktek ekowisata saat ini antara penyedia ekowisata di Malaysia disamping itu untuk menentukan apakah penyedia ekowisata mengikuti praktek-praktek pariwisata yang berkelanjutan. Penelitian ini mencoba untuk membantu dalam mengidentifikasi praktek-praktek terbaik untuk ekowisata di Malaysia terhadap pariwisata berkelanjutan. 5 Amiluhur (2008) Pengembangan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Soeroso pariwisata Hijau menelaah preferensi wisatawan terhadap potensi kawasan Di wilayah pariwisata hijau di Kaliurangkaliadem dan engetahui nilai manfaat Kaliadem, ekonomi pengembangan sumberdaya Sleman, DIY pariwisata baru yang efisien dan menyusun Sebuah strategi pengembangannya. Dengan metode Penerapan analisis konjoin, maka dapat diketahui Analisis Conjoint karakteristik wisatawan kaliadem berdasarkan preferensi wisatawan serta nilai manfaat pengembangan tersebut. ekonomi bagi dan strategi daerah wisata 48 2.3 Kerangka Pemikiran Melakukan Analisis Kelompok Memformulasikan Masalah Memilih Jarak Pengukuran Menggunakan Metode K-Means Cluster Menetapkan 2 jumlah Kelompok ekowisatawan Soft Tourist Hard Tourist Interpretasi hasil berdasarkan kelompok ekowisatawan mahasiswa Membuat Atribut Stimuli Memutuskan bentuk data Menafsirkan hasil preferensi ekowisatawan persegmen Overall Preferensi Overall Preferensi Soft Tourist Hard Tourist Rekomendasi dan Kebijakan 49 2.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. H1 : Terdapat perbedaan pengelompokkan wisatawan mahasiswa yang berdasarkan segmen psikografis (motivasi) terhadap destinasi pulau pramuka di Kepulauan Seribu. 2. H2 : Diduga adanya hubungan positif antara estimates preferences dan pendapat responden yang sebenarnya (actual preferences) mengenai prefernsi setiap atribut produk pada destinasi ekowisata Pulau Pramuka 3. H3 : Diduga aktivitas wisata merupakan atribut produk wisata yang dianggap penting bagi ekowisatawan pada setiap kelompok.