RINGKASAN EKSEKUTIF PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN Perekonomian tahun 2006 membaik. Pertama, stabilitas ekonomi meningkat tercermin dari stabilnya nilai tukar rupiah, menurunnya laju inflasi dan suku bunga, serta meningkatnya cadangan devisa. Rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2006 sebesar Rp 9.168 per USD menguat 5,5 persen dibandingkan tahun 2005; laju inflasi menurun menjadi 6,6 persen dari 17,1 persen pada tahun 2005; suku bunga acuan menurun menjadi 9,5 persen pada awal bulan Januari 2007 dari 12,75 persen pada akhir tahun 2005; dan cadangan devisa meningkat menjadi USD 42,6 miliar pada akhir bulan Desember 2006 dengan telah melunasi utang IMF sebesar USD 7,6 miliar. Kedua, membaiknya stabilitas ekonomi yang didukung oleh permintaan eksternal yang kuat mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya melambat. Penerimaan ekspor meningkat menjadi USD 100,7 miliar dengan ekspor non-migas naik 19,7 persen dibandingkan tahun 2005. Penyaluran kredit perbankan meningkat sejak bulan Agustus 2006 sehingga pada bulan Desember 2006 kenaikannya mencapai 14,1 persen (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi secara bertahap meningkat menjadi 6,0 persen pada semester II/2006 (y-o-y) meskipun dalam keseluruhan tahun 2006 tumbuh 5,5 persen. Stabilitas ekonomi yang terjaga juga mendorong kinerja pasar modal di Indonesia. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada akhir tahun 2006 mencapai 1.805,5, meningkat 55,3 persen dibandingkan akhir tahun 2005. Ketiga, kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja kembali meningkat. Dalam bulan November 2005 – Agustus 2006, tercipta lapangan kerja baru bagi 1,5 juta orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 11,9 juta orang (11,2 persen) menjadi 10,9 juta orang (10,3 persen). Kemajuan yang dicapai pada tahun 2006 akan mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi pada tahun 2007 dengan perhatian perlu diberikan pada upaya untuk mendorong investasi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2007 sebesar 6,3 persen dan laju inflasi sebesar 6,5 persen dalam jangkauan untuk dicapai. Beberapa langkah pokok yang perlu ditempuh sebagai berikut. Pertama, meningkatkan implementasi dari langkah-langkah perbaikan iklim investasi sebagaimana yang tercantum dalam Inpres No. 3/2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Upaya untuk meningkatkan pemahaman pada pihak legislatif mengenai pentingnya aspek kepastian dalam investasi perlu ditingkatkan. Rencana tindak yang berada dalam kewenangan pemerintah perlu segera diselesaikan. Kepastian ini akan memberi signal yang kuat bagi realisasi persetujuan investasi, terutama PMDN, yang tercatat cukup besar pada tahun 2006 (naik 221,9 persen dibandingkan tahun 2005). Terkait dengan investasi di bidang infrastruktur, pada awal bulan November 2006, proyek-proyek yang siap untuk ditawarkan dipertajam menjadi 111 proyek, terdiri dari 10 model proyek dan 101 potensi proyek masing-masing senilai USD 4,5 miliar dan USD 12,2 miliar. Disamping upaya untuk membenahi permasalahan pokok yang masih menghambat (pembebasan lahan dan regulasi), pendekatan terhadap calon investor secara berlanjut perlu terus ditingkatkan dengan unit yang profesional pada masingmasing proyek. Upaya ini diperlukan untuk menjaga kesinambungan dari infrastructure summit yang telah dilakukan. 1 Kedua, meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal dengan mempertajam kebijakan belanja negara. Penyerapan anggaran perlu diupayakan sedini mungkin. Belanja negara yang dimanfaatkan lebih awal dapat membantu mendorong daya beli masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pembangunan. Dorongan fiskal terhadap perekonomian juga perlu diberikan pada belanja daerah. Dengan semakin besarnya fungsi pelayanan kepada masyarakat yang diberikan kepada daerah, peranan daerah untuk mendorong kegiatan ekonomi semakin besar. Dalam tahun 2007, dana perimbangan daerah relatif sama dengan belanja pemerintah pusat di luar subsidi, pembayaran utang, dan bantuan sosial. Keselarasan antara APBN dan APBD sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dari penggunaannya. Ketiga, meningkatkan penyaluran kredit perbankan. Penyaluran kredit perbankan ditingkatkan dengan mendorong fungsi intermediasi perbankan untuk memberi tekanan yang lebih besar pada kegiatan investasi dan produksi. Dengan penurunan suku bunga kredit perbankan yang masih berlanjut pada tahun 2007, penyaluran kredit perbankan perlu diupayakan meningkat lebih dari 20 persen pada tahun 2007 terutama dengan perbaikan iklim usaha. Penyelesaian kredit bermasalah pada bank-bank yang mempunyai NPL besar penting untuk membantu bank yang bersangkutan dalam menyalurkan kembali kredit kepada masyarakat. Keempat, meningkatkan daya saing dan diversifikasi pasar komoditi ekspor. Upaya peningkatan daya saing perlu dilakukan untuk mengimbangi perlambatan ekonomi dunia terutama Amerika Serikat. Peningkatan daya saing dilakukan dengan mengurangi berbagai kendala yang menghambat arus barang dan jasa, termasuk peraturan daerah yang menghambat, serta dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan. Diversifikasi pasar komoditi ekspor diperluas dengan mencari pasar baru di luar negara-negara industri maju terutama di negara-negara Asia sebagai kawasan yang tumbuh paling pesat dalam tiga puluh tahun terakhir. Kelima, meningkatkan ketahanan sektor keuangan. Dengan meningkatnya potensi ketidakstabilan moneter dan keuangan internasional, perhatian perlu diberikan pada penyusunan langkah-langkah penanganan terhadap berbagai kemungkinan gejolak yang timbul disamping penguatan sistem deteksi dini dan penguatan kelembagaan sektor keuangan. Prioritas untuk menjaga stabilitas ekonomi juga diberikan pada upaya untuk menangani secara mendasar kenaikan harga beras yang tinggi dalam dua tahun terakhir. Keenam, mendorong daerah-daerah yang merupakan kantong pengangguran dan kemiskinan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin baik melalui kebijakan investasi daerah maupun APBD. Sebagian besar pengangguran terbuka dan penduduk miskin berada di Jawa. Dari Sakernas Agustus 2006, sekitar 62,7 persen pengangguran terbuka berada di Jawa dengan pengangguran terbuka terbesar di Jawa Barat (23,4 persen atau hampir seperempat dari total penganggur terbuka). Selanjutnya dari Susenas 2004, sebanyak 52,1 persen penduduk miskin juga berada di Jawa dengan jumlah terbesar di Jawa Timur, disusul Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Pemecahan masalah pengangguran dan kemiskinan dalam jangka menengah panjang diimbangi oleh pemerataan pembangunan dengan mendorong pembangunan di luar Jawa lebih cepat. 2