Makalah Pribadi

advertisement
sdfcnSKENARIO MATERI KELOMPOK C7 (3)
Seorang wanita usia 30 tahun datang ke klinik dengan keluhan demam, nyeri kepala,
merasa lemah dan nafsu makannya sangat menurun. Pagi ini saat melihat di cermin ia merasa
matanya kuning. Ia mengaku menggunakan narkoba suntikan bersama teman-temannya dan
sering memakai satu jarum bersama-sama. Dalam waktu lima tahun ini ia hanya mempunyai
satu partner seksual. Pada pemeriksaan sklera ikterik, hatinya membesar 2 jari bawah arcus
costae, nadi 104/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu tubuh 38,8oC.
Pemeriksaan Lab : leukosit : 9400/uL, bilirubin total 5 mg/dL, bilirubin direk 2,5 mg/dL, uji
fungsi hati (SGOT, SGPT, gamma GT) meningkat. Serologi anti HAV (-), anti HCV (-),
HbsAg (+), antiHBs (-), antiHBc (+).
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem hepatobilier terutama organ hati merupakan salah satu hal yang penting dalam
kedokteran, sebab hati memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia, karena hati
memiliki fungsi yang cukup banyak, sehingga bila terjadi malfungsi / menghilangnya fungsi
hati maka dapat dipastikan manusia tidak dapat hidup. Salah satu penyakit yang sering
mengenai hati dan sering menjadi keluhan pasien dalam praktik adalah hepatitis, penyakit
peradangan pada hati ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti virus, bakteri, obatobatan maupun sistem imun. Sedangkan virus pada hepatitis diklasifikasikan kedalam 5
golongan yaitu HAV, HBV, HCV, HDV, dan HEV.
Dalam skenario ini yang dimunculkan adalah seorang wanita usia 30 tahun datang ke
klinik dengan keluhan demam, nyeri kepala, merasa lemah dan nafsu makannya sangat
menurun. Pagi ini saat melihat di cermin ia merasa matanya kuning. Ia mengaku
menggunakan narkoba suntikan bersama teman-temannya dan sering memakai satu jarum
bersama-sama. Dalam waktu lima tahun ini ia hanya mempunyai satu partner seksual.
Dari keluhan ada kemungkinan pasien menderita penyakit hepatitis B, terlebih
dengan adanya hasil pemeriksaan fisik dan lab termasuk serologi yang semakin menguatkan
dugaan akan terkena penyakit hepatitis B.
Melalui makalah ini akan dijabarkan tentang hal yang berhubungan dengan hepatitis,
terutama hepatitis B.
1.2.
Tujuan
Untuk mengetahui berbagai hal tentang hepatitis B, seperti pemeriksaannya, gejalagejalanya, epidemiologi, patologi, penatalaksanaan, etiologi, prognosis, komplikasi, dan
pencegahannya.
2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.Anamnesis
Anamnesis adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila
berhadapan dengan pasien. Anamnesis bertujuan untuk mengambil data berkenaan dengan
pasien melalui wawancara bersama pasien maupun keluarga pasien. Anamnesis perlu
dilakukan dengan cara-cara khas yang berkaitan dengan penyakit yang bermula dari
permasalahan pasien. Anamnesis yang baik akan membantu dokter memperoleh maklumat
seperti berikut :
•
Penyakit atau kondisi yang mungkin menjadi punca keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
•
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab
munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
•
Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi, predileksi dan faktor risiko)
•
Kemungkinan penyebab penyakit (etiologi)
•
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien
(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
•
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya
Bagi pasien yang pertama kali datang ke dokter, pertanyaan yang perlu diajukan adalah data
pribadi pasien seperti:
1. Nama lengkap pasien
2. Jenis kelamin
3. Umur pasien
4. Tempat lahir pasien
5. Status perkawinan
3
6. Agama
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. Pendidikan
10. Pekerjaan
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek
sebelah ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak
Seterusnya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan pasien
1. Apakah dalam keluarga pasien ada yang mengalami serupa / pernah mengalaminya?
2. Apakah pasien pernah menerima transfusi darah atau jadi pendonor?
3. Apakah pasien pernah menjalani hemodialisis?
4. Apakah pasien memiliki partner seksual yang berganti-ganti / pernah mengalami hal
yang serupa?
5. Apakah pasien sering menggunakan jarum suntik, terutama untuk narkoba?
6. Apakah pasien peminum alkohol berat?
7. Sudah berapa lama ikterik muncul?
8. Apakah terjadi perubahan warna pada urin seperti teh coklat, dan pada feses seperti
pucat keabu-abuan?
9. Apakah pasien merasakan gatal-gatal pada sekujur tubuhnya semenjak mengalami
keluhan?
10. Apakah pasien merasakan sakit pada abdomen, terutama kuadran kanan atas?
11. Apakah pasien mengalami muntah dan buang air besar darah?
12. Apakah pasien mengalami perut membuncit dan bengkak edema pada kaki?
4
13. Apakah timbul demam? Lalu timbul demam sebelum / bersamaan dengan ikterik?
Sudah berapa lama timbul demam?
14. Keluhan-keluhan ini sudah berapa lama diderita?
15. Adakah obat-obatan yang pasien sudah minum sebelumnya?
16. Apakah pasien pernah melakukan vaksin untuk hepatitis? Vaksin apa saja? bila sudah
apakah pernah melakukan vaksin booster untuk hepatitisnya?
Dan hasil dari anamnesis adalah memiliki keluhan demam, nyeri kepala, merasa lemah
dan nafsu makannya sangat menurun. Pagi ini saat melihat di cermin ia merasa matanya
kuning. Ia mengaku menggunakan narkoba suntikan bersama teman-temannya dan sering
memakai satu jarum bersama-sama. Dalam waktu lima tahun ini ia hanya mempunyai satu
partner seksual dan terlihat sklera ikterik.
2.2. Pemeriksaan
Untuk memperkuat diagnosis tentang suatu penyakit kita harus melakukan
pemeriksaan kepada
pasien. Pemeriksaan paling utama yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan fisik dan apabila ingin memperkuat diagnosis tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, misalnya pemeriksaan lab.
2.2.1.Pemeriksaan Fisik1
Pemeriksaan fisik merupakan suatu keterampilan pemeriksaan dasar yang harus
dimiliki oleh seorang dokter dalam mendukung diagnosanya terhadap suatu penyakit. Seorang
dokter yang baik, harus mendahulukan pemeriksaan fisik, sebelum pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan fisik yang umum dilakukan termasuk inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi:
-
Inspeksi
Memeriksa apakah adanya ikterus pada kulit dan sklera mata pasien. Pada kulit gelap
umumnya ikterus di kulit sukar terlihat. Lalu melihat apakah bagian abdomen simetris
atau tidak, serta bentuk permukaan kulit abdomen, beserta kelainan-kelainan
5
pembuluh darah seperti caput medusa. Selain itu periksa apakah ada bekas garukan
yang banyak dan menyeluruh serta bekas suntikan pada kulit.
-
Palpasi
Meraba dengan melakukan penekanan pada daerah abdomen untuk merasakan apakah
terdapat perbesaran hepar (ukuran), konsistensi dari hepar (kenyal, lunak, keras), tepi
ujung hepar (tajam atau tumpul), permukaan hepar (berbenjol-benjol, tidak rata, licin),
adanya rasa sakit atau tidak. Selain itu periksa juga apakah ada massa di abdomen,
serta adakah splenomegali.
-
Perkusi
Memperkirakan letak hepar serta batasannya dengan pulmo. Dengan perkusi juga
dapat mengetahui apakah terdapat perbesaran, peranjakan hepar atau tidak. Serta
untuk mengetahui apakah terdapat asites atau tidak pada abdomen.
-
Auskultasi
Mendengar apakah terdapat bruits pada hepar seperti pada HCC (hepato cellular
carcinoma)
-
Pengukuran tanda-tanda vital
Terutama pengukuran nadi, tekanan darah, serta suhu tubuh untuk demam.
2.2.2.Pemeriksaan Penunjang2
Pemeriksaan penunjang biasanya berupa pemeriksaan lab maupun radiologi.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan diagnosa secara tepat.
6
Pemeriksaan penunjang pada hepatitis umumnya:
-
Biopsi hati untuk mendiagnosis kerusakan jaringan akibat hepatitis, maupun bila
mengalami penyembuhan.
-
USG, CT scan, MRI, untuk mendiagnosis kemungkinan adanya kolestasis
-
Pemeriksaan faal hati : terutama SGPT / ALT dan SGOT / AST yang spesifik untuk
penyakit hati, sedangkan enzim yang lain seperti GGT dan ALP yang sensitif untuk
penyakit hati namun, tidak spesifik hepatitis, dan umumnya untuk mendeteksi
kolestasis, serta pemeriksaan bilirubin, baik bilirubin total maupun bilirubin direk.
-
Pemeriksaan serologi pada Hepatitis B : yang umum adalah pemeriksaan HbsAg,
Anti-HbsAg, Anti-HBC (IgM dan IgG). Sedangkan serologi untuk memisahkan
hepatitis B dengan hepatitis yang lain adalah HCV-RNA, Anti-HCV, IgM anti-HAV
dan anti-HAV, anti HDV dan HDV-RNA.
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
IgM anti-HBc
HBeAg
HBV-DNA
+
-
+
+
+
+
+
+/-
+
-
+/-
+
Pengidap
+
+/-
+
-
-
-
Vaksinasi
-
+
-
-
-
-
Sembuh
-
+
+
-
-
-
Hepatitis
B Akut
Hepatitis
B Kronik
2.3.Diagnosis
2.3.1.Working Diagnosis3,4
Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien. Berdasarkan pengertian
tersebut didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu Hepatitis B akut.
Manifestasi klinik dari hepatitis akut sangatlah bervariasi, tergantung dari transmisi,
infeksi asimptomatik tanpa kuning sampai sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat
menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari.
7
Anikterik hepatitis merupakan bentuk predominan umum pada penyakit ini. Mayoritas
pasien merupakan asimptomatik. Pasien yang simptomatik memiliki gejala yang sama dengan
pasien yang mengalami hepatitis ikterik. Pasien dengan anikterik hepatitis memiliki
kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi hepatitis kronik.
Gejala hepatitis viral akut dibagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Fase inkubasi  Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Bervariasi dari 2 sampai 20 minggu / 1-6 bulan. Panjang fase ini tergantung
pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum,
makin pendek fase inkubasi ini.
2. Fase prodromal / pra-ikterik  Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan
malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia.
Mual, muntah, dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan pengecap.
Serum sickness like syndrome dapat muncul pada hepatitis B akut di awal infeksi.
Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen
biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang
diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
3. Fase ikterus  Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan
klinis yang nyata
4. Fase konvalesen / penyembuhan  diawali dengan menghilangnya ikterus dan
keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan, keadaan akut biasanya akan
membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis B perbaikan klinis dan laboratorium
lengkap terjadi dalam 16 minggu. Pada 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin
lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan.
8
2.4.Different Diagnosis5
Hepatitis C
Penderita Hepatitis C sering kali tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah
terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah lelah,
anorexia, sakit perut bagian kuadran kanan atas, urin menjadi gelap dan adanya jaundice pada
kulit atau mata (jarang terjadi).
Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan
urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi
bahkan normal.
Hasil serologi : Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari
penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian. Tetapi
bisa saja Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV, anti
HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih besar).
Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang, baik pada
pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang berlanjut menjadi kronik. Adanya
HCV RNA merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C.
Muncul setelah beberapa minggu infeksi. Ditemukan pada infeksi kronik HCV.
2.5.Penatalaksanaan3
Untuk hepatitis B akut pada dasarnya hanya terapi suportif, kecuali untuk kasus
berkomplikasi (gagal hati akut dan kolestasis) maupun yang menjadi kronik. Pada kronik baru
diberikan terapi medika mentosa seperti antivirus (lamivudin, entecavir) dan INF / interferon
maupun PEG INF (Peg-interferon).
Infeksi yang sembuh spontan / akut :
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan
dehidrasi.
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
•
Tidak ada rekomendasi diet khusus
9
•
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling baik
ditoleransi
•
Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Peran lamivudin atau adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid
tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan
Gagal Hati Akut
1. Perawatan di RS
•
Segera setelah diagnosis ditegakkan
•
Penanganan terbaik dapat dilakukan pada RS yang menyediakan program
transplantasi hati
2. Belum ada terapi yang terbukti efektif
3. Tujuan
•
Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi hati
dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif
•
Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam nyawa
•
Mempertahankan fungsi vital
•
Persiapan transplantasi bila tidak terdapat perbaikan
4. Angka Survival mencapai 65-75% bila dilakukan transplantasi dini
Hepatitis Kolestasis
-
Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek
prednison atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia.
-
Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin.
Hepatitis Relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan.
2.6.Etiologi6,7,8
10
Hepatitis B berasal dari virus Hepatitis Tipe B (HBV). Hepatitis B termasuk dalam
family Hepadnaviridae. HBV menimbulkan infeksi kronik, khususnya pada mereka yang
terinfeksi ketika bayi, ini adalah faktor utama dalam perkembangan penyakit hati dan
karsinoma hepatoseluler pada orang-orang tersebut.
Terbagi menjadi 3 partikel virus yaitu :
1. Partikel berbentuk bulat dengan diameter 20-22 nm.
2. Partikel berbentuk batang dengan diameter kurang lebih 20 nm, panjang 50250 nm. Kedua bentuk diatas tidak mengandung asam nukleat, diduga hanya
merupakan lapisan lipoprotein luar dari virus hepatitis B.
3. Partikel Dane dengan diameter kurang lebih 42 nm yang mengandung asam
nukleat dan merupakan virus hepatitis B yang lengkap. Komponen lapisan luar
disebut hepatitis B surface Antigen (HBsAg). Didalam inti (core) partikel Dane
terdapat genome dari virus hepatitis B yaitu sebagian dari molekul tunggal dari
DNA spesifik yang sirkuler. Di dalam inti (core) virus hepatitis B juga
mengandung enzim yaitu DNA polimerase. Bagian core yang juga disebut
nucleocapsid juga mengandung 2 antigen lainnya yaitu “core” antigen
(HBcAg) dan “e”antigen (HBeAg) yang merupakan protein sub unit dari
HbcAg.
2.7.Patofisiologi9
Setelah terjadi pemaparan dengan virus baik dengan suntikan, transfusi darah, maupun
maternal-neonatal, HBV melewati aliran darah menuju ke hati, dimana virus akan
menginfeksi sel hati dan memperbanyak diri. Namun bukan virus yang merusak sel hati
secara langsung, tetapi sistem kekebalan tubuh yang merusak. Dengan adanya kehadiran virus
tersebut memicu respon kekebalan tubuh untuk mengeliminasi virus beserta jaringan yang
terinfeksi oleh virus supaya sembuh dari infeksi.
CD4 + dan CD8 + limfosit T yang teraktivasi mengenali derivat peptida dari HBV
yang terletak di permukaan hepatosit, dan reaksi imunologi terjadi. Gangguan reaksi imun
(misalnya, pelepasan sitokin, produksi antibodi) atau relatif toleran hasil status kekebalan
terdapat pada hepatitis kronis. Keadaan akhir dari virus penyakit hepatitis B (HBV) adalah
sirosis, kemudian hepatoma. Ada juga efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien
11
imunosupresi dengan replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung yang mendukung
patofisiologi efek sitopatik ini.
Bila pasien memiliki respon imun yang efektif dan adekuat maka secara umum pasien
akan sembuh sendiri, tetapi sebesar 6%-10% pasien yang terinfeksi HBV tidak bisa
memusnahkan virus, seperti adanya faktor imunotoleran terhadap VHB. Hambatan pada CTL
yang bertugas melisiskan sel-sel terinfeksi, mutan VHB, kurangnya produksi IFN, kelainan
fungsi limfosit. Maka akan berkembang menjadi inactive carrier hepatitis B kronik atau active
kronik hepatitis B
2.8.Epidemiologi dan faktor risiko3
Hepatitis B (HBV) kadang-kadang disebut hepatitis serum. Penyakit ini bersifat serius
yang tersebar di seluruh dunia dengan penderita infeksi kronis lebih dari 300 juta orang.
Prevalensi karier di asia 5-15%. Infeksi hepatitis B ini sangat umum di bagian Asia, SubSaharan Africa dan hepatitis B merupakan infeksi yang paling sering untuk bermanifestasi ke
arah kanker liver dan sirosis hati. Di amerika serikat setiap tahunnya hepatitis virus
menginfeksi 0.5 sampai 1% orang. Sedangkan prevalensi di Indonesia sangat bervariasi dari
2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang. Angka kejadian infeksi hepatitis akut hampir
sama besarnya dengan hepatitis A. Sejak tahun 1990 infeksi hepatitis B dan C sudah mulai
menurun. Menurut survei kasus hepatitis A sebesar 48%, hepatitis B sebesar 34%, hepatitis C
sebesar 15%. Sedangkan untuk kasus hepatitis D sangat jarang dan kasus hepatitis E
merupakan kasus import.
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis
kronik, sirosis dan kanker hati.
HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain.
Cara transmisi :
-
Melalui darah : Penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja
kesehatan, pekerja yang terpapar darah.
-
Transmisi seksual
12
-
Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan ulang
peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato,
akupuntur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.
-
Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant.
-
Tak ada bukti penyebaran fekal-oral.
2.9.Komplikasi3,5,10
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hepatitis B kronis yang berlanjut pada sirosis
dan hepatoma serta koinfeksi dengan hepatitis C dan D dan HIV, gagal hati akut, hepatitis
dengan kolestasis.
Hepatitis B kronik
Merupakan tahapan lanjut dari hepatitis B akut, sehingga cara membedakannya
dengan yang akut adalah waktunya. Apabila sudah berlangsung selama 6 bulan atau lebih
maka dikatakan kronik. Selain itu, untuk membedakan hepatitis B akut dengan kronik dapat
dilihat dari reaksi serologi dan gambaran histologi.
Kegagalan hati
Gagal hati akut adalah suatu kondisi di mana semua fungsi penting dari hati
terganggu. Apabila terjadi kegagalan hati, transplantasi hati diperlukan untuk tetap hidup
Ko-infeksi HCV dengan virus hepatitis B (HBV)
Infeksi yang Berbarengan (Co-Infection) dari Virus Hepatits B dengan Virus Hepatitis
C. Sekitar 10% dari pasien-pasien virus hepatitis B kronis terinfeksi berbarengan dengan virus
hepatitis C kronis (HCV). Virus hepatitis C lebih sering ditularkan dengan penggunaan obat
secara intra vena daripada kontak seksual. Infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B dan
virus hepatitis C, oleh karenanya, biasanya (namun tidak secara eksklusif) terlihat diantara
pengguna-pengguan obat secara intra vena. Pada infeksi berbarengan (co-infection) ini,
biasanya satu dari dua infeksi-infeksi ini mendominasi. Contohnya, jika seorang pasien yang
diinfeksi berbarengan mempunyai suatu tingkat virus hepatitis B yang tinggi, tingkat virus
hepatitis C umumnya adalah rendah. Pada sisi lain, infeksi virus hepatitis B biasanya tidak
aktif pada pasien-pasien yang terinfeksi berbarengan dengan tingkat-tingkat virus hepatitis C
13
yang tinggi. Terapi anti-virus, oleh karenanya, harus diarahkan melawan infeksi yang
dominan.
Ko-infeksi HDV dengan virus hepatitis B (HBV)
Disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV), merupakan virus RNA tidak lengkap,
memerlukan bantuan dari HBV untuk ekspresinya, patogen tapi tidak untuk replikasi.
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin. Dapat terjadi viremia
singkat (infeksi akut) atau memanjang (kronik). Infeksi HDV hanya terjadi pada individu
dengan risiko infeksi HBV (koinfeksi atau superinfeksi).
Seseorang dapat terjangkit hepatitis B dan D akut secara bersamaan. Sebagian besar
dapat sembuh dengan sendirinya tergantung ketahanan tubuhnya. Penderita hepatitis B
kronik dapat terkena hepatitis D akut, dan biasanya hepatitis D nya berubah menjadi kronis.
Kasus tersebut dapat juga berkembang menjadi sirosis hati dalam waktu lebih singkat.
Diagnosis secara serologis pasien HBsAg positif dengan anti-HDV dan atau HDV
RNA sirkulasi (belum mendapat persetujuan), IgM anti HDV dapat muncul sementara.
Koinfeksi HBV/HDV apabila pemeriksaan HBsAg positif, IgM anti HBc positif, anti
HDV dan atau HDV RNA. Dapat terjadi superinfeksi HDV apabila HBsAg positif, IgG antiHBc positif, anti HDV dan atau HDV RNA. Koinfeksi HDV dan HBV biasanya sembuh
spontan dan tanpa gejala sisa. Gagal hati akut lebih sering pada superinfeksi HDV dibanding
dengan koinfeksi HBV. Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi HDV kronik
superimposed dengan HBV kronik dan berkembang menjadi hepatitis kronik berat dan sirosis.
2.10.Prognosis
Prognosis umumnya baik pada hepatitis B akut sebab beberapa orang memiliki angka
kesembuhan yang cukup singkat dan kelompok lainnya mengalami proses penyembuhan
secara lebih lambat selama beberapa bulan.
14
Pengecualian, dengan prognosis buruk pada sekelompok kecil orang (sekitar 1% dari
pasien yang terinfeksi) mengalami hepatitis fulminan. Hal ini dapat terjadi selama beberapa
hari sampai beberapa minggu dan dapat berakibat fatal dan berujung kematian. Serta pada
orang-orang
dengan
infeksi
HBV
kronis
berisiko
lebih
lanjut
mengalami
kerusakan/pengerasan hati (sirosis), kanker hati, gagal hati, dan kematian.
2.11.Pencegahan3
A.Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
-
Mengandung HbsAg sebagai immunogen
-
Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg pada
> 95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis.
-
Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV.
-
Efek samping utama
1. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
2. Demam ringan dan singkat pada <3%
-
Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi
awal
-
Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer
dibawah 10mU/mL
15
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian / 0,1,6 atau sekarang dikenal
0,1,2 bulan dengan keefektivan yang sama.
c. Indikasi
-
Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
-
Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum
divaksinasi)
-
Grup risiko tinggi :
1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier
hepatitis B.
2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah.
3. IVDU / Intra Vena Drug User
4. Homoseksual dan bisesksual pria
5. Individu dengan banyak pasangan seksual.
6. Resipien transfusi darah
7. Pasien hemodialisis
8. Sesama narapidana
9. Individu dengan penyakit hati yang sudah ada (cth : hepatitis C
kronik)
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin
hepatitis B (HBIG). Indikasi :
-
Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut :
1. Dosis 0,04 – 0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan
16
2. Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada
deltoid sisi lain
3. Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian.
-
Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAG positif :
1. Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir dibagian anterolateral otot paha atas
2. Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam
pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.
-
Efektivitas perlindungan melampaui 95%
B. Vaksin kombinasi untuk perlindungan dari hepatitis A dan B
Vaksin kombinasi (Twinrix-GlaxoSmithkline) mengandung 20 ug protein HbsAg
(Engerix B) dan > 720 unit ELISA hepatitis A virus yang dilemahkan (Havrix) memberikan
proteksi ganda dengan pemberian suntikan 3 kali berjarak 0,1 dan 6 bulan.
Diindikasikan untuk individu dengan risiko baik terhadap infeksi HAV maupun HBV.
C. Rekomendasi umum
-
Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori pasien yang
cukup.
-
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang
berat.
-
Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
-
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik
-
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses
penyembuhan
-
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi
17
-
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat
diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis
-
Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit dan terus evaluasi sampai
sembuh
-
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti kesadaran somnolen,
mengantuk dan asteriks.
-
Masa protrombin serum merupakan petanda yang baik untuk menilai
dekompensasi hati dan menentukan saat yang tepat untuk dikirim ke pusat
transplantasi.
-
Memonitor konsentrasi transaminase serum tidak membantu dalam hal menilai
fungsi hati pada keadaan hepatitis fulminan karena konsentrasinya akan turun
setelah terjadi kerusakan sel hati masif.
-
Anti mual muntah dapat membantu menghilangkan keluhan mual.
-
Pasien yang menunjukkan gejala hepatitis fulminan harus segera dikirim ke pusat
transplantasi.
-
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamatan hidup untuk pasien yang
mengalami dekompensasi setelah serangan akut hepatitis.
-
Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan perawatan isolasi
-
Orang yang merawat pasien hepatitis akut A dan E harus selalu mencuci
tangannya dengan sabun dan air.
-
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima
vaksin hepatitis B.
18
BAB III. PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dari hasil yang didapat pada Bab II, dapat disimpulkan bahwa hasil hipotesis yang
disepakati yaitu wanita itu mengalami hepatitis B akut adalah benar.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciff’s Diseases of the Liver. Volume 1. Lippincott
Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.3-15,715-7,746-86.
2. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2 nd ed. Karisma
: Jakarta; 2008.p.296-317.
20
3. Sanityoso A. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Hepatitis virus akut. Edisi IV. Jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 2007.h.427-32.
4. Pyrsopoulos
NT,
Katz
J.
Hepatitis
B.
13
Juni
2011.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/ 177632-clinical#a0217, 20 Juni 2011.
5. Goldman L, Ausiello D. Cecil Textbook of Medicine. 22nd ed. Saunders : Philadeplphia ;
2004.p. 911-21.
6. Lin KW, Kirchner JT. Hepatitis B. American Family Physician, Jan 1 2004; 69, 1; health
& Medical Complete p 75.
7. Lemon MS, Alter MJ. Hepatitis B. Dalam Sexually Transmitted Diseases: Holmes K.K
editors,Third edition, McGraw-Hill, 1999:p 365-75.
8. Hadi S. Hati. Dalam Gastroenterologi. Penerbit Alumni Bandung, 1995 : p 484-575.
9. McCance K, Huether SERN, Brashers VL, et all. Pathophysiology. 6 th ed. Mosby
Elsevier: phildelphia; 2010. p. 314,947.
10. Pyrsopoulos
NT,
Katz
J.
Hepatitis
B.
13
Juni
2011.
Diunduh
http://emedicine.medscape.com/article/177632-followup#a2649, 20 Juni 2011
21
dari
Download