BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah salah

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur
harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan
kualitas hidup dan pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur
kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya.
(Kosasih dkk, 2004). Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era
penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai
jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang
mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali.
Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat
sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan
kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Jumlah
penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan
hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta
(9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020
diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup
71,1 tahun (Efendi, 2009).
Seiring perubahan usia, tanpa disadari pada orang lanjut usia akan
mengalami perubahan–perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu
perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep
Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan
gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia
beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan
penyakit yang dialami. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang
yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering
ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya
insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi
insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Budi, 2011 dalam Rubin
1999).
Usia harapan hidup semakin meningkat juga membawa konsekuensi
tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya
sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya.
Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat
ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan
keperawatan yang komprehensif bagi lansia (Efendi, 2009).
Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan
ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap
beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan
spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan
lingkungan. Perawat harus mengetahui proses perubahan normal tersebut
sehingga dapat memberikan pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia
terhadap perubahan. Salah satunya adalah perubahan neurologis. Akibat
penurunan jumlah neuron fungsi neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering
mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan
untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat,
dan tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait
usia dalam siklus tidur-terjaga (Potter & Perry 2009).
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur.
Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses
penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi,
meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit
juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus.
Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan
tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan
untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,
maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi
kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan
tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto Wartonah, 2006).
Keragaman dalam perilaku istirahat dan tidur lansia adalah umum. Pada
kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama.
Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun
terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas
sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur
yang cukup. Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat membantu klien
mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi. Pada
tatanan
pelayanan
kesehatan
perawat
meningkatkan
istirahat
dengan
menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor
yang membuat stres di lingkungan (Potter & Perry 2009).
Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam seringkali
terjadi pada lansia. Sebagai contoh, seorang lansia yang mengalami arthritis
mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk tidur siang
kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan
waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya
terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan
di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan
pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang mempengaruhi pengaturan
tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensivitas
terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).
Menurut data yang diperoleh sebelumnya, terdapat sekitar 160 orang
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
bagaimana pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Sehingga hal ini
dapat membantu perawat dalam memotivasi lansia dan memfasilitasi lansia
tersebut dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan masalah yang ada dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
“Bagaimana Pemenuhan Kebutuhan
Istirahat Tidur Pada Lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan?”
3. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita
Wilayah Binjai dan Medan.
4.
Manfaat penelitian
4.1. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam menambah
pengetahuan mahasiswa di bidang mata kuliah keperawatan gerontik,
khususnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.
4.2. Pengelola Panti Werdha
Membantu memberikan pelayanan yang optimal kepada lansia yang tinggal
di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan
Medan.
4.3. Bagi Lansia
Mendapatkan pelayanan yang adekuat mengenai pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur.
4.4. Sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat
dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.
Download