Analisis Pengaruh Brand Personality dan Self Congruity Terhadap

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Pengaruh Brand Personality dan Self Congruity
Terhadap Purchase Decision
(Studi kasus : Iklan Choose Beautiful Dove)
MAKALAH NON SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh sarjana Ilmu Komunikasi
Disusun oleh
Archangela Genoveva Juwitasari
1206275370
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PERIKLANAN
2015
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
PERNYATAAN ORISINALITAS
Makalah Non-seminar ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dinrjuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
NPM
Tanggal
: Archangela Genoveva Juwitasari
: ftA627fi7A
: IZ DesemberZ0l5
Penulis
v
\/0-_:_
{Archangela Genoveva Juwitasari}
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR TINTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Archangel a Genoveva Juwitasari
NPM
120627 5370
Program Studi Periklanan
Departemen
Ilmu Komunikasi
Fakultas
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik
Jenis
Karya
Karya Ilmiah: Makalah Non-Seminar
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Pengaruh Brand Personulity dan Self Congruity Terhadap Purchuse Decision
(Studi kasus : Iklan Choose Beautiful Dove)
Beserta perangkat yang ada (lika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
Pada tanggal
:
:
Depok
12 Desember 2015
RUPIAH
enoveva Juwitasari)
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
FORMULIR PERSETUJUAN UI{GGAI{ qAN PFRENCANAAN
PUBLIKASI NASKAH
RINGKAS
Yangkrtmrda turgan di bawah ini:
: Dr. Pinckey Ttripuha M.Sc
Hama
NIPIhIUP
: I 95304 A7 W87 03 1003
Pembimbrng dad mahasiswa S I :
: Archangela Genoveva Juwitasari
:12fi62753?S
: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik
: Ilmu Komunikasi / periklanan
ludul Naskah Ringkas:
Nama
NFid
Fakultas
Program studi
Aualisis Fengarnh Btsnd Personality dan gef Congruity Terhada
(studi kasus : Iklan choose Beautifur Dove
p
Furchase freeision
Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa, diperbaiki,
dipertimbangkan dan
dinyatakan dapat diunggah di ul-ana
{lib,uiac.idhngganl a* {pilih salah satu dengan
m*mberi ta$da sitang):
M
I
l
r
r
u
hasil penelitan lain dan dih{is dalam
jurnal internasianal, yaitu
dan akan
f
l? Desember ?tlts
{Dr, Pinckey Ttriputra M.Sc
Pembimbin g Karya llmiah
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
dipublikasikan
pada
Analisis Pengaruh Brand Personality dan Self Congruity Terhadap Purchase Decision
(Studi kasus : Iklan Choose Beautiful Dove)
Archangela Genoveva Juwitasari
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
e-mail : [email protected]
Abstrak
Guna memenangkan hati pasar, sebuah merek harus bisa terlihat berbeda dan menonjol
ketimbang kompetitiornya. Hal ini dikarenakan persaingan merebut pasar cukup sengit, terlebih
dengan banyaknya pilihan dapat membuat konsumen beralih dari satu merek ke merek lainnya.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, Dove, salah satu anak perusahaan Unilever menciptkan
brand personality yang kuat dan sesuai dengan karakteristik perempuan sebagai konsumennya.
Adanya brand personality yang kuat memunculkan self-congruence dalam diri konsumen dengan
Dove. Secara tidak langsung, keterikatan ini dapat memunculkan keputusan pembelian konsumen
terhadap Dove ketimbang merek lainnya.
Abstract
In order to win the hearts of the market, a brand should be able to look different and stand
out rather than its competitor. This is because the market is quite fierce competition to win,
especially with many choices can make consumers switch from one brand to another brand. In
order to answer to these problems, Dove, a subsidiary of Unilever, creating a strong brand
personality and in accordance with the characteristics of women as consumers. The existence of
a strong brand personality led to self-congruence within the consumer with Dove. Indirectly, this
attachment can bring the purchasing decision of consumers to Dove than other brands.
Kata kunci : Brand Personality, Self Congruity, Purchase Decision, Iklan, Dove.
Key words : Brand Personality, Self Congruity, Purchase Decision, Iklan, Dove.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perempuan
dan kecantikan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika
mendengar kata perempuan, cantik menjadi salah satu kata yang kerap kali dikaitkan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, cantik merupakan kata sifat, yang memiliki arti elok, molek,
maupun indah yang mengacu pada bentuk fisik seperti tubuh ataupun wajah seseorang. Individu
yang selalu memperhatikan keelokan, kemolekan, serta keindahan bentuk fisik dan wajahnya tidak
lain adalah para perempuan. Sayangnya, hingga saat ini masih ditemui bahwa definisi cantik kerap
diukur secara normatif. Sehigga, ada kecenderungan ketika seseorang perempuan ingin
mengungkapkan dirinya cantik, harus didasarkan adanya pengakuan dari orang lain. Padahal,
cantik dapat dirasakan ketika sesorang menerima diri dan merasa bahagia atas dirinya sendiri
(lovelytoday.com, 2015).
Pada April 2015 silam, Dove, sebuah anak perusahaan Unilever yang bergerak di bidang
consumer goods, mengeluarkan kampanye terbaru mereka yakni Choose Beautiful. Senada
dengan kampanye yang telah dilakukan sebelumnya, pesan kampanye masih berupa ajakan agar
para perempuan di dunia bisa lebih menghargai diri mereka, terutama dalam hal kecantikan. Fokus
kampanye ini ialah menginspirasi para perempuan agar memiliki kesempatan untuk merasa cantik
atas penampilan mereka setiap hari. Di tahun-tahun sebelumnya, Dove selalu hadir dengan
rangkaian kampanye untuk mengingatkan kembali potensi kecantikan yang dimiliki oleh setiap
perempuan agar lebih percaya diri dan merasa lebih bahagia. Beberapa kampanye Dove di
antaranya adalah Dove Real Beauty Sketches, Dove Camera Shy, dan beberapa kampanye Dove
lainnya yang sukses menarik perhatian ratusan juta pemirsa di seluruh dunia.
Kampanye ini diluncurkan bukan hanya untuk menarik simpati masyarakat akan
keberadaan Dove semata. Berdasarkan survey global yang telah dilakukan oleh Dove, diketahui
bahwa 96% perempuan di dunia merasa tidak memilih kata cantik ketika menggambarkan
penampilan dirinya. Termasuk di dalamnya perempuan di Indonesia. Dilansir dari press release
yang terbit di unilever.co.id, pada 2013 silam Dove mengadakan survey mengenai persepsi
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
perempuan terhadap potensi kecantikan yang dimilikinya. Survey tersebut kembali diadakan 2
tahun kemudian, yakni pada 2015. Survey diadakan di tiga kota besar, Jakarta, Surabaya dan
Medan dengan jumlah 300 responden. Hasil survey yang ada memperlihatkan ternyata mulai ada
peningkatan sebanyak 4 % dalam diri perempuan Indonesia yang mulai berani mendeskripsikan
dirinya sebagai seorang yang cantik (hasil survey pada 2013 adalah 4 % dan hasil survey 2015
adalah 8). Walaupun hasil yang ada masih menunjukan presentse yang sangat rendah, namun
setidaknya sudah mulai terjadi peningkatan.
Namun, hal ini sedikit kontradiktif dengan survey yang dilakukan oleh Unilever Indonesia,
melalui lembaga riset independen BMI Research. Dari hasil survey tersebut, disebutkan bahwa
delapan dari sepuluh perempuan Indonesia merasa puas akan penampilan fisik maupun wajahnya.
Sayangnya, mereka cenderung ragu mengatakan potensi kecantikan yang mereka miliki. Dalam
peluncuran Choose Beautiful di Jakarta, Dove juga menghadirkan psikolog Efnie Indirani, M. Psi.
Beliau menyebutkan bahwa seringkali keenganan perempuan Indonesia dalam mengakui
kecantikan diri mereka disebabkan karena adanya budaya lokal yang kuat. Ditinjau dari culture
psychology, masyarakat Indonesia itu kolektivis dan cenderung lebih mementingkan persepsi
bersama ketimbang persepsi Individu. Seseorang yang mengkespresikan dirinya cantik dianggap
uncommon, sehingga ada ketakutan akan dianggap sebagai seorang yang besar kepala, ketika ingin
mengungkapkan pendapat bahwa sebenarnya mereka merasa cantik (CNN Indonesia, 2015) .
Terlebih, adanya limitasi tentang cantik yang sudah terpatri di benak masyarakat pun, menjadikan
seorang perempuan tidak percaya diri menganggap dirinya cantik karena tak memiliki penampilan
seperti pemain film, model, atau bintang iklan.
Maka dari itu, dalam kampanye Choose Beautiful, Dove menampilkan sebuah film pendek
eksperimental, yang merekam reaksi perempan ketika dihadapkan pada dua plihan yakni ‘Biasa
Saja’atau ‘Cantik’. Pengambilan gambar dilakukan di lima kota besar ; San Fransisco, Shanghai,
Delhi, London, dan Sao Paolo. Film tersebut berhasil menunjukan bahwa perempuan masih belum
menyadari potensi kecantikan yang mereka miliki.
Konsistensi Dove dalam usaha meningkatkan kesadaran dalam diri perempuan patut
diparesisasi. Tidak sia-sia, kampanye tersebut kerap kali menjadi viral dan mendapat reaksi positif
dari publik, khususnya perempuan. Kesuksesan kampanye yang mengusung isu kecantikan,
berhasil membuat Dove meningkatkan brand loyalty dari konsumennya.. Hal tersebut dapat
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
terjadi, tidak lain karena buah kesuksesan Dove dalam memahami sisi terdalam wanita. Pada tahun
2006, penjualan Dove meningkat tajam hingga dua kali lipat, ketimbang tahun 2003 sebelum
kampanye tersebut dimulai (Neff, 2006).
Permasalahan dan Tujuan Penelitian
Menurut Laroche (2002), iklan memiliki peran penting terhadap formasi perilaku terhadap
konsumen. Rekognisi suatu brand yang diperoleh konsumen tidak hanya mempengaruhi perilaku
konsumen terhadap brand, namun juga akan berimplikasi pada bagaimana ia akan mengevaluasi
brand tersebut yang akan menentukan intensi konsumen dalam melakukan pembelian (Laroche
2002).
Berbeda dengan brand kencantikan lainnya, pesan iklan yang ditampilkan oleh Dove tidak
bertujuan pada promosi dan berjualan semata, namun memberikan nilai yang lebih dalam dengan
menonjolkan pesan untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam perempuan. Dilansir dari website
resmi Unilever, disebutkan salah satu misi social Dove adalah untuk memberi keyakinan pada
generasi muda untuk memiliki hubungan postif atas penampilan fisik diri mereka. Selain itu Dove
juga memiliki misi membantu generasi muda ini untuk meraih potensi terbesar dalam diri mereka.
Oleh sebab itu, Dove memiliki program bernama The Dove Self—Esteem Project untuk membantu
para wanita tersebut meningkatkan kepercayaan diri atas tubuh mereka, sekaligus menguatkan
nilai diri (self worth) mereka
Nilai dan pesan iklan yang ditampilkan oleh Dove tentunya dapat meraih simpati para
perempuan muda yang menjadi target market mereka. Tidak dapat dipungkiri, lewat nilai yang
disampaikan lewat iklan, dapat memicu adanya keinginan untuk melakukan pembelian.Terkait
dengan hal tersebut, penulis ingin mencoba menganalisis pemilihan pembelian (purchase
decision) tersebut apabila dilihat dari self congruity dalam diri konsumen terkait brand Personality
yang ditampilkan oleh Dove.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
BAB II
Tinjauan Teoritis
Brand Personality
Menurut Kotler dan Gary Armstrong (2007: 70) brand (merek) adalah nama, istilah,
tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali
produk atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Adapun terdapat empat unsur yang dapat menyampaikan arti sebuah brand, antara lain :
a. Atribut brand
Brand memberikan landasan pemosisian (positioning) dengan cara menonjolkan hal
positif yang terdapat dalam brand agar terlihat berbeda dengan kompetitornya./
b. Manfaat
Konsumen tidak hanya memilih brand dari atribut yang ditonjolkan, namun juga
berdasarkan manfaat yang akan ia terima. Dalam hal ini, manfaat tersebut dibagi atas
manfaat fungsional dan emosional.
c. Brand Image
Adanya brand image dapat mencerminkan nilai yang ingin ditampiklan oleh
konsumen melalui brand yang ia pilih. Hal ini dapat dilihat dari prestasi, keamanan
maupun prestige yang tinggi atas suatu brand.
d. Brand Personality
Berfungsi untuk menggambarkan kepribadian konsumen. Adanya kepribadian dalam
brand dapat menarik konsumen merasa terafiliasi dengan brand tertentu karena
adanya kesamaan personal.
Adanya brand personality yang kuat dapat mempengaruhi preferensi dan loyalitas pada
konsumen, serta membentuk ikatan emosional yang kuat dan kepercayaan terhadap merek. Brand
personality merupakan merupakan asosiasi personality antara konsumen dan brand yang tercipta
melalui interaksi dalam komunikasi pemasaran (plummer, 19840). Brand personality berfungsi
memberikan “jiwa” pada brand yang dapat menjadi nilai utama untuk membentuk brand image.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Hal tersebut nantinya menjadi acuan dalam membentuk
sisi emosional, psikologis hingga
karaktersitik manusia yang ingin ditampilkan oleh brand image (Ouwersloot and Tudorica, 2001).
Brand personality juga dapat diartikan sebagai aspek-aspek dari merek kompreshensif
yang menghasilkan karakter emosional merek dan aosisasinya di pikiran konsumen. Kepribadian
sebuah brand berakar dari nilai dan budaya yang ingin diangkat. Hal itu kemudian dikembangkan
lebih lanjut guna menciptakan asosiasi dan interkasi dengan konsumen (Billoti, 2011)
Brand personality dapat digunakan untuk menunjukan jenis hubungan yang dimiliki
pelanggan dengan merek, melalui ciri kepribadian manusia di dalam merek atau karaketristik
merek yang menjadi diferensiasiasi (Aneke, 2012)
Meskipun kepribadian dalam diri konsumen konsisten, namun perilaku konsumsi mereka
pada umumnya dipengaruhi dari psikologis, sosiokultural, lingkungan dan faktor situasional yang
mempengaruhi kebiasaan mereka. Brand personality, umumnya ciptakan sebagai salah satu
strategi pemasaran untuk mendeferensiasi suatu brand dengan brand lainnya. Pada kenyataanya,
pemasar (marketers) tidak bisa mengubah kepribadian seorang konsumen untuk menyesuaikan
dengan brand, namun mereka (pemasar) mengetahui karakterstik personal apa saja yang bisa
mempengaruhi response spesifik konsumen.
Hal ini menjadi salah satu kelebihan brand personality, sebagai penghubungan antara
karakteristik konsumen dengan brand guna menarik simpati konsumen. Ditekankan pula oleh
Ouwersloot dan Tudorica (2001), bahwa sebuah merek harus bisa melihat pentingnya sebuah
brand personality, karena dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai kepuasan atas konsumen
Disamping itu, personality dalam brand tersebut turut menjadi penyataan atas jati diri konsumen.
Self Congruity
Menurut Johan dan Sirgy (1991), Self congruity adalah kesesuaian dari dari brand
personality dan konsep diri yang dimiliki konsumen.
Kesesuaian tersebut didasarkan atas
kesamaan antara nilai produk-atribut ekspresif (product’s value-expressive attributes) yang sesuai
dengan gambaran diri si pengguna produk (product-user image) dan konsep diri si pemakai (Johar
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
& Sirgy, 1991, p. 24). Berdasarkan teori konsep diri, konsep diri mempengaruhi bagaimana proses
dan cara si konsumen membeli produk.
Alasan para konsumen mencari harmoni antara citra pengguna product dan konsep diri
ialah sebagai pemenuhan kebutuhan seperti; harga diri, konsistensi diri, konsistensi sosial, dan
persetujuan sosial (Sirgy & Johar, 1992). Motif harga diri dilandasi karena adanya kecenderungan
konsumen dalam meningkatkan konsep diri. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan seleksi
dalam proses pemilihan suatu merek. Sedangkan, konsistensi motif diri menjelaskan
kecenderungan perilaku konsumen yang konsisten dalam memilih brand yang seuai dengan citra
dirinya. (Sirgy, 1982). Adanya gambaran ideal akan konsep diri konsumen turut menjadi hal
penting. Hal ini dikarena banyak konsumen yang sebenarnya tidak mencari brand yang sesuai
dengan dirinya namun lebih mencari brand yang merepresentasikan sebuah aspirasi, seperti selfimprovement (Sirgy, 1982).
Sirgy juga menyimpulkan bagaimana konsep diri seorang konsumen bekerja dalam self
congruity :
1. Konsep diri merupakan nilai yang dipegang oleh seseorang, maka dari itu segala perilaku
yang dilakukan akan diajukan sebagai proteksi dan peningkatan atas konsep diri.
2. Pembelian, tampilan dan symbol komunikasi yang baik memberi arti yang berbeda dalam
individu maupun orang lain
3. Perilaku konsumsi konsumen yang dilakukan dalam rangka peningkatan nilai konsep
dirinya akan diwujudkan dalam bentuk barang (produk)
Self-congruity konsumen juga dapat dipengaruhi dari lingkungan sosialnya. Tidak dapat
dipungkiri, lingkungan sosial kerap menciptakan gambaran diri yang ideal, yang secara tidak sadar
dapat membuat seorang konsumen memiliki dorongan untuk menyesuaikan gambaran ideal
tersebut. Maka dari itu, Johar dan Sirgy (1991) kembali menekankan, adanya kesesuaian positif
antara gambaran ideal dalam sosial dan persepsi konsumen terhadap suatu merek. Semakin besar
kesesuaian tersebut, membuat konsumen menilai merek dengan lebih baik (positif).
Dengan mengetahui Self-congruity dalam diri konsumen, dapat memberikan wawasan
tentang posisi dan penelitian iklan bagi pemasar. Hal ini tentunya berguna dalam proses
penentuan segmentasi pasar (Sirgy, Grewal, Mangleburg, Park, Chon, Claiborne, Johar, Berkman,
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
1997). Pemasar dapat lebih akurat memposisikan produk mereka dengan cara yang menarik bagi
pelanggan mereka dengan adanya pengetahuan yang mendalam mengenai psikologis konsumen
target disbanding hanya mengacu pada pengetahuan data demografis konsumen. Dari hal itu. para
pemasar dapat mengembangkan model kesesuaian untuk target pasar khusus mereka.
Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Proses pembelian diawali ketika seorang konsumen menyadari adanya keinginan (need)
atau suatu kebutuhan (problem). Keinginan dapat dipengaruhi karena adanya kebutuhan internal
(contoh: ketika konsumen merasa lapar atau haus) dan stimuli eksternal (contoh : pengaruh
terpaan iklan TV). Uniknya, sebuah kebutuhan dalam diri konsumen dapat dibuat oleh pemasar
dengan berbagai cara seperti melalui iklan atau penyebaran informasi mengenai brand atau produk
yang berkaitan.
Engel (1993) menjabarkan keputusan pembelian oleh konsumen sebagai kegiatan yang
secara langsung terasosiasi dengan memperoleh, mengkonsumsi dan menghabiskan suatu produk
atau jasa. Ia juga menyebutan bahwa leputusan pembelian dalam konsumen sangat dipengaruhi
berdasarkan perilaku, kebiasaan, dan persepsi lingkungan Senada dengan hal tersebut, Kotler
juga menekankan bahwa dalam tahap evaluasi umumnya keputusan pembelian akan didasarkan
pada brand yang cukup dikenal.
Walau begitu, terdapat dua faktor lain yang turut memperuhi intensi pembelian (purchase
intention) dan keputusan pembelian (purchase decision). Faktor pertama ialah dorongan dari
orang lain. Adapun faktor berikutnya didasarkan pada situasi yang tidak terduga. Intensi pembelian
biasanya didasarkan pada pemasukan pasti, harga yang stabil dan manfaat produk yang sudah
diketahui. Terkadang, perubahan yang tidak terduga dapat mempengaruhi keputusan pembelian,
seperti ketika terjadi krisis ekonomi. Maka dari itu, preferensi pemilihan dapat berubah sesuai
dengan situasi yang sedang dialami oleh konsumen
.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam penelititan ini, Penulis menggunakan metode studi literature (literature review).
Studi literatur dilakukan dengan melakukan ringkasan dan analisis kritis yang relevan terhadap
topik penelitian berdasarkan sumber literature yang digunakan (Hart, 1998). Gay et al (2009)
menyebutkan bahwa sumber studi literatur dapat berasal dari artikel, abstrak, review, monograf,
disertasi, buku, laporan penelitian lainnya.
Teknik penggalian dokumentasi dilakukan suatu cara memperoleh data dengan cara
meneliti, mengamati, dan menelaah sumber yang berkaitan dengan brand personality, self
congruity dan keputusan pembelian. Dalam penelitian ini, buku dan jurnal internasional menjadi
acuan dalam menjawab pertanyaan penelitian. Sumber dari internet pun turut
menjadi
dokumentasi yang dipakai dalam penelitian ini. Sumber yang menjadi referensi akan dijadikan
acuan untuk menjawab pertanyaan. Selain itu, penulis juga mengkaji permasalahan penelitan
berdasarkan tinjauan teori yang digunakan.
Merek Dove diluncurkan di AS pada tahun 1955, sebagai sabun pembersih dengan sifat
pelembab, yang telah dikembangkan untuk mengobati korban luka bakar selama perang Korea.
Saat ini Dove telah menjadi merek global dengan berbagai kategori sub-brand (Original, Go Fresh,
Intensive Care, Supreme, Summer Care), dengan produk perawatan rambut dan perawatan wajah
seperti deodoran, body washes, beauty bar, lotion, dan pelembab.
Dalam usaha menjadi merek global, Dove melakukan daya tarik yang luas, melintasi batas
budaya, ras dan usia dengan mengeluarkan kampanye bertajuk kecantikan. Dimulai pada tahun
2004, Dove dengan tegas dan secara konstan membuat kampanye yang mengandung pesan untuk
meperluas defisini kecantikan yang berada di masyarakat. Dimulai dari kampanye Real Beauty,
Dove melanjutkan misi tersebut dengan meluncurkan Self Esteem Fund pada tahun 20015 guna
menjadi agen perubahan dalam mendidik dan mengispirasi gadis muda. Tujuan dalam melakukan
misi tersebut ialah agar meningkatkan rasa percaya diri ada gadis muda dan perempuan dewas
sehingga dapat membantu mereka untuk mencapai potensi optimal di dalam kehidupan.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Disandur melalui SWA.com, disebutkan bahwa Dove berhasil tumbuh dalam menjadi
merek besar dengan membuat brand extension melalui beragam produk yang mereka keluarkan.
Namun, lebih dari itu, untuk bertahan dan merebut hati pasar, Dove membutuhan proposisi merek
yang jelas dan secara secara umum menarik sederhana, alami, peduli, feminin, sehat, inklusif,
multi-budaya, bersahaja, bernilai baik. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan tersebut, Dove pun
melakukan pendekatan pemasaran dengan membentuk Brand Personality yang sesuai dengan
target mereka.
Bukan suatu rahasia lagi, jika perempuan kerap disebut sebagai makhluk perasa. Hal
tersebut disebabkan karena adanya gelombang hormonal di dalam otak perempuan, membuat
mereka lebih sensitive terhadap nuansa emosional, misalnya seperti celaan atau penolakan
(oprah.com, Agustus 2008).
Kerap kali dalam menilai dirinya, seorang perempuan perlu
mendapatkan self-verification (pembuktian diri) dari orang lain, misalnya dari peer group
(kelompok). Terkadang, penilaian orang lain ini dapat menguatkan kepercayaan diri, namun tak
jarang kejadian yang terjadi malah sebaliknya yakni justru menghancurkan kepercayaan dalam
diri.
Ketakutan perempuan dapat berasal dari beragam sumber, diantaranya ialah iklan
kecantikan, tekanan kelompok (peer preasure), perasaan tidak aman (insecurity) yang terkadang
merupakan bawaan dalam diri. Dalam jurnal The Beauty Industry 's Influence on Women in
Society, disebutkan bahwa indsutri kecantikan memunculkan efek negatif dalam kepercayaan diri
perempuan. Seperti halnya gambaran mengenai tubuh ideal (body image) membentuk persepsi
tentang kecantikan,, secara tidak langsung membuat perempuan kerap kali membandingan diri
mereka dengan standar kecantikan yang ditunjukan oleh masyarakat dan media kepada diri
mereka.
Dalam iklan produk kecantikan, pengiklan sering kali menampilkan perempuan dengan
gambaran yang sesuai dengan standar perusahaan. Secara tidak langsung, citra produk diwakili
oleh yang digambarkan oleh model digambarkan dalam iklan Dove pun memilih untuk menyentuh
pandangan masyrakat secara umum mengenai kencantika yang tidak realstis berdampak buruk
bagi para perempuan. Hal tersebut dilalakukan karena dalam suatu kampanye marketing akan
lebih efektif apabila mengangkat isu yang relevan dengan konsumen.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Dalam jurnal Speaking Out : How Women Create Meaning from the Dove Campaign for
Real Beauty, disebutkan bahwa 90 % perempuan berusia 15 hingga 64 ingin melakukan paling
tidak satu perubahan fisik dalam diri mereka. Umumnya bentuk perubahan yang dinginkan ialah
dalam kasus berat tubuh. Tidak jarang perempuan menjaga dan mengubah pola makan mereka
hanya demi menjadi kurus. Dalam proses pengurusan badan itulah, perempuan kerap kali
kehilangan kepercayaan diri dan rasa puas akan diri mereka. Hal tersebut diperkuat setelah Dove
mengadakan sebuah studi yang menjabarkan,
bahwa hanya 2% perempuan di dunia yang
mendeskripsikan bahwa diri mereka cantik. Dari hal itulah, Dove berusaha untuk menyuarakan
suara terpendam dalam diri perempuan. Hal inilah yang menjadi perhatian Dove, tertama dalam
kampanye Choose Beautiful, Dove ingin perempuan lebih menghargai diri mereka sendiri.
Salah satu tujuan dari pendekatan pemasaran adalah untuk menciptakan self-congruence
dengan konsumen. Self-congruence akan tercapai ketika terjadi kesesuaian antara diri konsumen
dan brand personality (Aaker, 1999). Peneliti menyimpulkan keberhasilan self-congruence dapat
memperbesar sifat emosional dan respon konsumen terhadap brand (Malär et al., 2011). Selfcongruence berperan penting dalam membentuk keterikatan emosi brand, karena hubungan dekat
antara self-congruance dan konsep diri.
Kepribadian yang dibentuk dalam Dove adalah ramah dan pengertian. Hal ini ditunjukan
lewat berbagai kampanye yang telah dilakukan oleh Dove. Menoleh ke kampanye Real Beauty
yang telah dilakukan pada 2004 silam, dalam iklan yang menjadi bagian kampanye pemasaran
itu, Dove tidak menggunakan model high fashion (berperawakan tinggi dan langsing atau size 0)
, namun menggunakan model memiliki bentuk tubuh berisi (umumnya size 6) namun percaya
diri. Dalam hal ini, Dove berusaha memberi dorongan dan semangat bagi para perempuan untuk
berani menonjolkan kecantikan yang dimiliki oleh mereka.
Saat ini, gaya hidup dan identitas dibentuk secara hati-hati berdasarkan pilihan konsumen.
Nilai yang ditampilkan berupa konsumsi dan pengalaman menjadi kalkulasi dari konsep
pertukaran (Featherstone, 1987). Dove berusaha untuk menggapai konsumen yang berusia muda
tanpa melupakan konsumen tetapnya. Diketahui populasi yang lebih muda secara general
merupakan kelompok yang sadar akan isu soial dan memiliki idealisme bahwa perubahan positif
dapat terjadi di dunia. Oleh sebab itu, mereka mencari brand yang melakukan tindakan secara
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
nyata dan berperan dalam melakukan suatu perubahan. Pada umumnya, perempuan lebih
mendukung brand yang menurut mereka melakukan suatu kegiatan yang positif.
Aaker (1997) mengelompokan berbagai kepribadian manusia dalam lima dimesi yang
dapat digunakan membentuk brand personality . Pengelompokan tersebut didasarkan
teori
personality trait dalam teori psikologi manusia mengenai ciri-ciri kepribadian manusia. Kelima
dimensi tersebut antara lain yaitu ketulusan (sincerity), kegembiraan (excitement), kemampuan
(competence), kecanggihan (spohistiation) dan kekerasan (ruggedness). Merujuk pada dimensi
tersebut, jenis kepribadian yang paling mendekati Dove ialah Sincerity (ketulusan). Beberapa
aspek yang terkait dengan Dove antara laim ; honest, real, wholesome dan sentimental.
Brand
personality
Sincerity
Excitement
Sophistication
Down-to-earth
Daring
Competence
Reliable
Family-Oriented
Treny
Small-town
Exciting
Upper class
Secure
Honest
Spirited
Glamorous
Intelligent
Sincre
Cool
Good Looking
Techical
Real
Young
Charming
Corporate
Wholesome
Imaginative
Original
Unque
Feminine
Successful
Cheerful
Up-to-date
Sentimental
Iindependet
Rudgeness
Hard Working
Smooth
Leader
Outdooesy
Masculine
Western
Tough
Rugged
Confident
Gambar 1. Pembagian lima jenis brand personality menurut Aaker (1999)
(sumber : Schiffman, 2007)
Dalam kampanye choose beautiful, Dove tidak hanya mengajak wanita untuk lebih
percaya diri pada kecantikan yang mereka miliki, namun lebih dari itu yakni bertindak jujur
(honest) untuk mengakui kecantikan dalam diri mereka sendiri. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, Melalui survey lembaga riset independen BMI Research, disebutkan bahwa delapan
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
dari sepuluh perempuan Indonesia merasa puas akan penampilan fisik maupun wajahnya.
Sayangnya, mereka cenderung ragu mengatakan potensi kecantikan yang mereka miliki. Disini,
Dove mencoba memperkuat keyakinan dalam diri perempuan agar berani terbuka dan mengakui
rasa bangga akan kecantikan yang mereka miliki.
Aspek sentimental dapat dilihat dari kalimat yang digunakan dalam pesan dalam iklan yang
digunakan oleh Choose Beautiful. Menggunakan kalimat yang berbunyi persuasif, sekaligus
meningkatkan kepercyaan bagi orang yang terpapar oleh iklan tersebut. Seperti gambar dibawah
ini, menunjukan ungapan kejujuran dari perempuan yang menjadi target market Dove. Pada
gambar pertama, perempuan mengungkapkan “What’s special, what’s different makes us stand out
in the world´ (Hal spesial maupun perbedaan justru membuat kita menonjol di dunia) . Pengunaan
kata ‘perbedaan’ ditekankan dengan rupa si perempuan yang bertubuh agak gemuk dan bukan
berasal dari ras kaukasian. Dalam hal ini, Dove berusaha meyakinkan justru perbedaan inilah yang
menjadi keunikan perempuan dalam iklan tersebut.
Gambar 2. Beberapa materi iklan cetak dalam kampanye Choose Beautiful
(sumber : dovechoosebeautiful.tumblr.com)
Dalam iklan tersebut, Dove tidak menggunakan selebriti maupun model, namun
menggunakan perempuan ‘biasa’ sebagai modelnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan ketika
perempuan yang melihat iklan tersebut merasa menumbuhkan adanya rasa keterkaitan dengan si
talent, mengingat model tersebut berperawakan layaknya perempuan pada umumnya. Bukan
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
seperti halnya selebriti maupun model yang memiliki tubuh langsing tinggi sempampai dengan
wajah yang sangat cerah bercahaya.
Hal yang senada juga ditekankan pada gambar kedua, “Everyone can be beautiful. It’s not
a pretty face thing. It’s an inside thing”. (Siapapun bisa menjadi cantik. Ini bukan tentang memiliki
wajah yang cantik, namun apa yang dimililki di dalam diri). Selain menggunakan kalimat yang
menguatkan, Dove juga menekankan tagline “I Choose Beautiful” yang diambil dari nama
kampanye mereka untuk semakin meyakinkan perempuan. Dalam hal ini, Dove berusaha memberi
pemahaman bahwa untuk memiliki rasa cantik, tidak harus melalui verifikasi dari orang lain.
Namun, ketika seorang perempuan merasa yakin dan memilih untuk merasa cantik, maka pada
saat itulah juga ia sudah menjadi seorang perempuan yang cantik.
Sudah cukup banyak penelitian yang menjelaskan bagaimana perbedaan gender
berpengaruh dalam proses penerimaan pesan iklan. Bairrd, Walherds dan Cooper (2009)
menyebutkan bahwa pria dan wanita memberikan respon yang berbeda terhadap iklan. Adanya
keterlibatan emosioal dan stimuli cenderung meningkatkan memori yang lebih jelas diterima oleh
perempuan ketimbang pria. Senada dengan hal tersebut, Cramphon (2011) juga menyebutkan
umumnya perempuan lebih memberi respon positif akan iklan dibandingkan pria.
Dalam artikel The Female Economy yang dikeluarkan oleh Harvard Business, disebutkan
bahwa pada perempuan tertarik untuk membeli produk maupun jasa dari brand yang melakukan
hal positif di dunia, terutama untuk perempuan. Brand yang secara langsung maupun tidak
mempromosikan kesejahteraan fisik dan emosional, melindungi dan melestarikan lingkungan,
mendirikan dan mendukung pendidikan bagi mereka yang membutuhkan. Disamping itu,
perempuan memiliki kekuatan relasional dengan cara memahami perspektif orang lain yang dapat
membantu perempuan menciptaan jaringan sosial untuk mendukung mereka dalam masa-masa
sulit (misal pada saat stress).
Ungkapan tersebut, dapat dilihat pada salah satu portal digital yang digunakan dalam
kampanye Choose Beeautiful. Melalui http://dovechoosebeautiful.tumblr.com/, Dove mengajak
para perempuan di seluruh dunia untuk bergabung dalam pasukan yang memilih dan mengakui
bahwa diri mereka cantik. Respon positif terlihat dari cukup banyaknya perempuan yang sudah
berpartisipasi menjadi bagian di dalamnya.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Gambar 3. Halaman utama kanal digital kampanye Choose Beautiful
(sumber : http://dovechoosebeautiful.tumblr.com/)
Pada bulan Mei 2015 dengan nilai USD 5,821 miliar, Dove menjadi brand kosmetik
peringkat 3 tertinggi di dunia dengan brand rating AAA- (mendekati extremely strong). Nilai
merek dove telah jauh meninggalkan merek-merek lain yang dimiliki oleh Unilever seperti Rexona
USD 1,838 miliar, Sunsilk USD 1,446 miliar, Lux USD 1,377 miliar dan Pond’s USD 785 juta
(Swa.com). Tentunya salah satu keberhasilan penjualan Dove didukung karena adanya kampanye
yang berjalan dengan baik, salah satunya melalui Choose Beautiful. Keberhasilan Dove dalam
menciptakan Brand Personality berhasil menyentuh self-congruence dalam diri perempuan. Dove
berhasil menyuarakan sisi inscecurity dalam perempuan dan menjadikan hal tersebut sebagai
kekuatan utama dengan cara menciptakan personality yang dapat mengayomi para perempuan.
Merupakan hal yang wajar apabila pada akhirnya perempuan tersebut akan memilih untuk
membeli dan mengkonsumsi produk Dove ketimbang merek lainnya.
Kotler (2012) mengartikan keputusan pembelian sebagai pilihan yang terdapat dalam diri
konsumen ketika memilih suatu brand. Sedangkan, menurut Azjen (1980) keputusan pembelian
dapat didefinisikan sebagai proses lanjutan yang dipicu atas pemikiran dan perilaku konsisten yang
dilakukan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan atas kepuasan. Terkait dengan definisi
tersebut, keputusan pembelian perempuan atas produk Dove dipengaruh karena adanya kepuasan
dalam diri mereka karena Dove berhasil memahami kebutuha dalam sisi emosional dalam diri
perempuan
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
BAB IV
KESIMPULAN
Guna memenangkan hati pasar, sebuah merek harus bisa terlihat berbeda dan menonjol
ketimbang kompetitiornya. Hal ini dikarenakan persaingan merebut pasar cukup sengit, terlebih
dengan banyaknya pilihan dapat membuat konsumen beralih dari satu merek ke merek lainnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan memperluas pasar ialah dengan
melakukan strategi komunikasi pemasaran yang efetif. Salah satunya dapat dicapai dengan
membuat kampanye iklan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan pesan dan tujuan dari sebuah
merek.
Walau begitu, langkah penting yang harus diperhatikan sejak awal ialah memahami secara
penuh bagaimana karakteristik konsumen itu sendiri. Dengan mengetahui karakteristik konsumen
tersebut, pesan kampanye dapat dibuat seefektif mungkin. Hal inilah yang dilakukan oleh Dove.
Dalam merebut hati perempuan yang menjadi target konsumen mereka, Dove membentuk sebuah
personality yang dapat menjangkau sisi emosional dari para perempuan. Brand personality
tersebut dipetegas melalui serangkaian kampanye iklan yang dibuat oleh Dove, salah satunya
melalui Choose Beautiful. Dengan membawa pesan untuk menghargai dan mengakui kecantikan
dalam diri perempuan, seakan Dove dapat menyuarakan salah satu sisi insecurity yang umumnya
dialami oleh perempuan.
Keseragaman antara nilai diri yang dibawa oleh konsumen dan brand personality dari
Dove berhasil memunculkan self congruence dalam diri konsumen. Munculnya self-congruence
ini dapat menjadi nilai positif karena pada akhirnya dapat membuat konsumen lebih percaya dan
memilih Dove ketimbang merek lainnya. Hal ini dapat dilihat dari keputusan pembelian yang
dilakukan oleh para konsumen. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan Dove
dalam meraih konsumennya dipengaruhi karena adanya brand personality yang kuat dan sesuai
dengan diri konsumennya.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Daftar Referensi
Achouri, Mohamed Ali & Buslama Neji. (2010). The Effect of the Congruance Between Brand
Personality and Self-Image on Consumer’s Satisfication and Loyalty: A Conceptual Framework.
IBIMA Publisihing. Tunisia : the FSEG of Tunis.
Azuizkulov, Doniyor. (2013). Country of origin and brand loyalty on cosmetic products among
Universiti Utara Malaysia students. Atlantic Review of Economics – 2nd Volume. Malaysia :
Universiti Utara Malaysia. Diakses pada 10 November, 2015 dari
http://www.unagaliciamoderna.com/eawp/coldata/upload/cosmetic_products_malaysia.pdf
Bailey R. Leslie. (2009). A Study of The Factor Impacting Women’s Puchases of Anti Aging
Skincare Product. Georgia : The Unversity of Georgia.
Banuara, Sutan. (2015) .Strategi Brand Extention. Diakses pada 6 Desember, 2015 dari
http://swa.co.id/column/strategi-brand-extention
Britton, Ann Marie. (2012). The Beauty Industry 's Influence on Women in Society. University of
New Hampshire.
Ball, Aimee Lee. (2008). Women and the Negativity Receptor. Diakses pada 5 Desember,
2015 dari
http://www.oprah.com/omagazine/Why-Women-Have-Low-Self-Esteem-How-to-Feel-MoreConfident#ixzz3taovyHG2
Bilotti, Katie. (2011) Emotional Brand Attachment: Marketing Strategies for Successful
Generation. California : Claremont McKenna College.
Calliandra, Puspa Anneke. (2012). Pengaruh Brand Personality Terhadap Brand Loyaltly
Melalui Costumer Satisfication. Depok : Universitas Indonesia.
Cornin, Patricia ; Ryan. Frances ; Coughlan Michael. (2008) Undertaking a literature review: a
step-by-step approach. British Journal of Nursing,, Vol 17, No 1. Diakses pada 10 November,
2015 dari
http://www.cin.ufpe.br/~in1002/leituras/2008-undertaking-a-literature-review-a-step-by-stepapproach.pdf
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Dillavaou, Laura Jean. (2009) . Cognitive responses, attitudes, and product involvement of
female consumers to traditional and non-traditional models in beauty advertising. Iowa : Iowa
State University.
International Journal of Business and Management Vol. 6, No 9 (2011). Canadian Center of
Science and Education. Diakses pada 10 November, 2015 dari
www.ccsenet.org/ijbm.
Klipfel, Joseph. A. L ; Barclay. Allen C. ; Bockorny, Kristi M. (2014). Self-Congruity: A
Determinant of Brand Personality. Journal of Marketing Development and Competitiveness vol.
8. Northern State University.
Kotler, P. & Armstrong G. (2012). Princles of Marketing 14th Edition. Upper Saddle River, NJ:
Pearson Education International.
Morel, Lindsey. (2009) . Effectiveness of the Dove Campaign for Real Beauty in Terms of
Society and the Brand. Syracuse University Honors Program Capstone Projects.Paper 480.
Noeryani, Finanastasi A. (2009). The The Representation of Beauty in Indonesia vs. USA Dove
Shamphoo Advertisements; A Semiotic Study. Surabaya : Universitas Airlangga.
Nolen Susan – Hoeksema. (2010). The power of Women : Harness your Unique Strenghts at
home, at work, and in your community. Canada L Herny Holt and Company, LLC.
Schiffman, G. Leon & Kanuk Leslie L. (2007). Consumer Behaviour. Upper Saddle River, NJ:
Pearson Education International.
Shah, Syed Saad Hussain ; Aziz Jabran; Jafari, Ahsan Raza; et.al. (2011). The Impact of Brands
on Consumer Purchase. Asian Journal of Business Management 4 (2). Pakistan : Iqra
University.
Silverstein, Michael & Syre, Kate. (2009) The female economy. Business Harvard Review.
Diakses pada 5 Desember, 2015 dari https://hbr.org/2009/09/the-female-economy
Williams, Malcomm & Vogt, W. Paul. (2009). The SAGE Handbook of Innovation in Social
Research Methods. London : Sage Publications.
Analisis pengaruh…, Archangela Genoveva Juwitasari, FISIP UI, 2015
Download