MAKALAH SEMINAR UMUM PANDANGAN

advertisement
MAKALAH SEMINAR UMUM
PANDANGAN MOLEKULER ATAS TOLERANSI TERHADAP SALINITAS TINGGI:
KASUS GANDUM DAN PADI
Disusun oleh :
Nama
: Happy Dian Lestari
NIM
: 09/281771/PN/11593
Dosen Pembimbing
: Dr. Panjisakti Basunanda, S.P., M.P.
Hari dan Tanggal Presentasi : Kamis, 25 April 2013
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
PANDANGAN MOLEKULER ATAS TOLERANSI TERHADAP SALINITAS TINGGI:
KASUS GANDUM DAN PADI
OLEH:
Happy Dian Lestari
09/281771/PN/11593
Makalah seminar umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan mata
kuliah Seminar Umum (PNB 4085) pada semester II tahun ajaran 2012/2013 di Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Panjisakti Basunanda, S.P., M.P.
Tanda tangan
Tanggal
....................................
.................................
....................................
..................................
....................................
..................................
Mengetahui,
Komisi Seminar Umum
Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P.
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M. Sc.
ii
INTISARI
Lahan dengan salinitas tinggi merupakan permasalahan kompleks dalam pertanian. Kadar ion
Na+ yang berlebih pada tubuh tanaman menyebabkan gangguan, seperti penyerapan air dan
unsur hara terhambat, mengganggu proses fotosintesis, yang akhirnya menghambat pertumbuhan
tanaman tersebut. Pendekatan dari segi pemuliaan merupakan pendekatan yang dilakukan untuk
mengetahui dan mengendalikan salinitas tinggi, dalam hal ini pada kasus tanaman gandum dan
padi. Pendekatan dari segi pemuliaan, yaitu berdasarkan molekuler menggunakan QTL
(Quantitative traits Loci) atau dikenal sebagai pemuliaan MAS (Marker Assisted Selection).
Mekanisme toleransi terhadap salinitas tinggi dapat dipahami dengan adanya protein HKT yang
mampu menekan akumulasi ion Na+ agar tidak berlebih dan menyebabkan tanaman rentan
terhadap salinitas tinggi. Pendekatan ini diharapkan dapat tercapai untuk mendapatkan tanaman
yang toleran terhadap salinitas.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian di dunia sangat tergantung dengan irigasi. Permasalahan yang sering
muncul berkaitan dengan irigasi yaitu salinitas tinggi. Salinitas yang tinggi akan
menyebabkan penurunan hasil karena pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
terhambat. Penurunan hasil disebabkan karena kondisi air yang tercekam sehingga akar
tidak bisa menyerap dengan optimal, terdapat ion – ion tertentu dengan jumlah yang
berlebihan sehingga bersifat toksik, serta ketidakseimbangan nutrisi di dalam tanah
(Shannon, 1984, Gorham et al., 1985, Ashraf et al., 2008, Lenis et al., 2011).
Salinitas tinggi merupakan permasalahan kompleks karena tanah dan faktor
lingkungan berkonstribusi terhadap akumulasi Na+ sehingga menyebabkan produksi
menurun. Garam tersebut dihasilkan dari pelapukan batuan, serta penguapan air laut
yang disebabkan oleh angin maupun hujan (James et al., 2012).
Pendekatan-pendekatan dalam mengatasi cekaman salinitas tinggi yaitu
pendekatan dari segi teknologi dan pendekatan dari segi pemuliaan. Pendekatan dari
segi teknologi hanya bersifat sementara karena dibutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Pendekatan dari segi pemuliaan merupakan cara yang lebih tepat dan ekonomis untuk
menciptakan strategi pemuliaan untuk ketahanan terhadap salinitas (Blum, 1988.,
Ashraf et al., 2008).
HKT merupakan gen yang berperan sebagai transporter dalam pengambilan
Na+/K+ di apoplas. HKT juga berperan dalam menjaga homeostasis Na+/K+, sehingga
jumlahnya tidak berlebihan dan menganggu aktivitas pertumbuhan tanaman (Hauser
dan Horie, 2010).
1
Gandum durum (Triticum turgidum) merupakan gandum yang lebih sensitf
terhadap salinitas tinggi dibandingkan dengan gandum roti (Triticum aestivum). Usaha
yang dilakukan dalam meningkatkan toleransi terhadap salinitas tinggi pada gandum
durum yaitu melakukan persilangan antara gandum durum dengan kerabat gandum
lainnya yang toleran terhadap salinitas tinggi, sehingga diperoleh galur 149 sebagai
penanda gandum tersebut toleran salinitas tinggi. Galur 149 ditemukan pada lokus
Nax1 dan Nax2. Lokus Nax1 terletak di kromosom 2A sedangkan lokus Nax2 terletak
di kromosom 5A. Lokus Nax1 mengindikasikan gen toleran terhadap salinitas tinggi
pada gandum yaitu TmHKT1;4, sedangkan lokus Nax2 mengindikasikan gen toleran
terhadap salinitas tinggi pada gandum yaitu Tm HKT1;5 (James et al., 2012).
Padi subspesies indica ‘Pokkali’ lebih sensitif terhadap salinitas tinggi
dibandingkan dengan padi sub spesies japonica ‘Nipponbare’ yang memang toleran
terhadap salinitas tinggi. Keduanya disilangkan untuk mendapatkan padi yang toleran
terhadap salinitas tinggi. Padi yang toleran terhadap slainitas tinggi memiliki gen
OsHKT1;4 dan OsHKT1;5 (Cotsaftis et al., 2012).
Perkembangan program pemuliaan dalam meningkatkan toleransi terhadap
salinitas juga didukung dengan beberapa cara seperti teknik penyaringan (screening)
yang efisien, identifikasi variabilitas genetik, pewarisan sifat tahan, serta strategi
pemuliaan yang tepat untuk memindahkan sifat yang diinginkan (Foolad, 1999., Zhang
and Blumwald, 2001., Ashraf and Akram, 2009., Uddin et al., 2011).
B. Tujuan
Membahas aspek molekular mekanisme ketahanan terhadap salinitas tinggi
dan contoh pemanfaatannya pada serealia.
C. Kegunaan
Menjadi dasar bagi perbaikan genetik untuk merakit tanaman tahan terhadap
salinitas tinggi.
2
II.
PANDANGAN MOLEKULER ATAS TOLERANSI TERHADAP
SALINITAS TINGGI: KASUS GANDUM DAN PADI
1. Salinitas Tinggi
Kondisi salinitas tinggi, terutama di Australia menjadi permasalahan kompleks
karena mengakibatkan penurunan hasil tanaman gandum lebih dari 20%. Hal ini
dikarenakan pada tanah salin, kandungan Na+ sangat tinggi dan diserap oleh tanaman
sampai ke permukaan daun yang akhirnya mengganggu proses fotosintesis, sehingga
dibutuhkan tanaman gandum yang toleran terhadap salinitas tinggi sehingga dapat
meningkatkan produktivitas. Lahan dengan salinitas tinggi merupakan permasalahan
yang kompleks dalam pertanian. Hal ini diperhatikan karena kelebihan garam dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dengan cara menghalangi kemampuan tanaman
untuk menyerap air dan unsur hara (Materechera, 2011).
Salinitas tinggi terjadi terjadi karena konsentrasi garam terlarut yang berlebihan
dalam tanaman, dan biasanya terjadi pada kondisi tanah salin. Salinitas tinggi juga
mengakibatkan tanaman mati. Garam yang dapat menimbulkan salinitas tinggi yaitu
NaCl, karena adanya akumulasi Na+ berlebih di dalam tubuh tanaman tersebut (Follet
et al., 1981 cit Sipayung, 2006).
Tanah salin terjadi karena irigasi yang dikombinasikan dengan drainase yang
buruk (gambar 1), sehingga menjadi permasalahan serius karena menyebabkan
kehilangan lahan pertanian produktif (Zhu, 2007 cit Carillo et al., 2011).
Gambar 1. Persentase lahan yang rusak akibat salinitas tinggi (Carillo et al., 2011).
3
Tabel 1. Pengaruh tingkat salinitas pada tanaman
No. Tingkat Salinitas Konduktivitas (mmhos)
1 Non Salin
0-2
2 Rendah
2-4
3 Sedang
4-8
4 Tinggi
8-16
5 Sangat Tinggi
> 16
Sumber: Follet et al., 1981 cit Sipayung, 2006
Pengaruh Terhadap Tanaman
Dapat diabaikan
Tanaman yang peka terganggu
Kebanyakan tanaman terganggu
Tanaman yang toleran belum
terganggu
Beberapa tanaman toleran tumbuh
Tingkatan salinitas dibagi menjadi lima macam dengan dampak yang berbeda
terhadap tanaman (tabel 1) (Follet et al., 1981 cit Sipayung, 2006). Toleransi terhadap
salinitas merupakan sifat yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah
satunya dengan menggunakan penanda molekuler gen atau lokus sifat kuantitatif
(QTL) yang mempengaruhi suatu sifat untuk lebih mudah teridentifikasi, sehingga
dapat digunakan dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan melalui seleksi penanda
(MAS) (Ashraf and Majid, 2013).
2. Mekanisme Toleransi oleh Tanaman secara Fisiologis
Salinitas
tinggi
memberikan dampak negatif
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman, yaitu dalam penyerapan air dan hara, proses metabolisme,
perubahan anatomi dan morfologi, serta penurunan hasil atau produktivitas. Tanaman
memberikan respon yang berbeda dalam menetralkan efek kelebihan garam tersebut,
misalnya mengakumulasikan untuk menjaga keseimbangan ion – ion, mengatur
osmoregulasi, dan produksi antioksidan (Mittler, 2002., Byrt et al., 2007., Ashraf et al,.
2008).
Seleksi langsung di lapangan tentang sifat kuantitatif yang toleran terhadap
salinitas tinggi masih sulit dilakukan karena faktor lingkungan yang tidak terkendali.
Salah satu pendekatan dalam meningkatkan efisiensi program pemuliaan yaitu dengan
mengadopsi kriteria seleksi yang baru berdasarkan pengetahuan dari proses fisiologis,
yang menjadi pembatas dari produksi tanaman pada saat terpapar salinitas tinggi
(Ashraf, 2004).
Tanaman yang terkena salinitas tinggi tidak hanya berdampak negatif bagi
pertumbuhan akar, tetapi juga disertai dengan mengeringnya titik tumbuh. Terdapat
dua alasan yang mendasari terjadinya penurunan pertumbuhan akar karena salinitas
tinggi, yaitu hilangnya tekanan turgor untuk pertumbuhan sel karena potensial osmotik
4
media tumbuh lebih rendah dibanding potensial osmotik di dalam sel dan kematian sel
(Katsuhara dan Kawasaki, 1996).
Respon tanaman terhadap salinitas tinggi memiliki kemiripan dengan respon
tanaman terhadap cekaman kekeringan. Perubahan bentuk morfologi dan anatomi
tanaman, seperti ukuran daun lebih kecil, jumlah stomata lebih sedikit, penebalan
kutikula, dan lignifikasi akar lebih awal. Bentuk mekanisme fisiologisnya yaitu
kemampuan tanaman menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik yang mencakup
penyerapan maupun akumulasi ion-ion dan sintesis senyawa organik, mengatur
konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transport membran, dan ketahanan relatif
membran dalam mengatur transfer ion dari sitoplasma dan vakuola serta organel
lainnya (Maas & Hoffman 1998).
3. Pemuliaan dengan Bantuan Teknik Molekuler untuk Memperbaiki Toleransi
Salinitas
Penanda molekuler dengan mengidentifikasi lokus sifat kuantitatif (QTL), juga
dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung dalam meningkatkan efisiensi
pemuliaan melalui seleksi penanda molekuler (MAS). Penggunaan MAS dalam
memanipulasi beberapa sifat yang lebih sederhana terbukti efisien dalam program
pemuliaan. Penggunaan MAS untuk mengidentifikasi sifat yang lebih kompleks
biasanya pada fase pertumbuhan tanaman. QTL yang mengidentifikasi sifat toleransi
terhadap salinitas tinggi pada tanaman berbeda-beda, namun beberapa galur dengan
toleransi salinitas tinggi telah dikembangkan melalui MAS (Ashraf dan Foolad, 2013).
Penelitian
dilakukan
pada
spesies
tanaman
yang
berbeda
untuk
mengidentifikasi QTL yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
berbagai tanggapan tanaman terhadap salinitas tinggi pada tahap perkembangan yang
berbeda. Bagian yang mengatur jalur sistem pengangkutan homeostasis ion dalam
pertumbuhan tanaman pada kondisi salin yaitu SOS (Salt Overly Sensitive) (Hasegawa
et al., 2000., Zhu, 2000).
Penelitian Tuteja (2007) menunjukkan salinitas tinggi terjadi karena adanya
akumulasi ion Na+ berlebih di dalam tubuh tanaman. Ion Na+ berlebih terdeteksi oleh
reseptor di membran plasma. Ion Na+ yang berlebih akan menyebabkan ion Ca2+
berkurang. Berkurangnya ion Ca2 karena tertekan oleh EGTA atau BAPTA (asam
amino karboksilat) yang menjaga agar ion Ca2+ tidak menurun jumlahnya. Pelepasan
5
Ca2+ ini karena peristiwa fosfolipase C (PLC) yang mengakibatkan hidrolisis
fosfatydilinositol bifosfat (PIP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan DAG. EGTA atau
BAPTA ini menyebabkan ion Ca2+ tetap tinggi. SOS (Salt Overly Sensitive) terdapat
tiga macam yaitu SOS1, SOS2 dan SOS3. SOS3 merupakan sensor Ca2+ yang
mengatur protein calcineurin B. SOS2 merupakan serin/threonin protein kinase. SOS3SOS2 bekerja sama untuk mengatur NHX, HKT, SOS1. NHX merupakan Na+/H+ yang
berfungsi untuk menahan Na+ di vakuola. SOS1 ada di membran plasma yang
merupakan Na+/H+ antiporter yang berfungsi untuk mengatur pelepasan Na+. HKT
merupakan Histdin Kinase Transporter yang terletak di membran plasma dan berfungsi
untuk menghambat masuknya Na+ ke sitosol. CAX1 merupakan Ca2+/H+ antiporter
yang diaktivasi oleh SOS2 yang berfungsi untuk megatur homeostasis Ca2+. Adanya
NHX, HKT, SOS1, dan CAX1 ini yang mengatur agar akumulasi Na+ rendah di sitosol,
maka diperoleh tanaman yang toleran terhadap salinitas tinggi. Beberapa protein lain
yaitu calnexin dan kalmodulin (CAM), berperan dalam mengikat Ca2+ (gambar 2).
Gambar 2. Mekanisme Toleransi terhadap Salinitas Tinggi (Sumber gambar: Tuteja,
2007).
6
HKT berfungsi mengatur homeostasis Na+/K+ sehingga didapatkan tanaman
yang toleran terhadap salinitas tinggi. Peranan OsHKT1;4 dan OsHKT1;5 sangat
dibutuhkan dalam menciptakan tanaman toleran terhadap salinitas. OsHKT1;4 akan
mengatur Na+ di bagian batang hingga helai daun, sedangkan OsHKT1;5 akan
mengatur Na+ di bagian perakaran sehingga jumlah ion Na+ yang akan diserap batang
dan daun tidak berlebihan jumlahnya. Mekanisme pelepasan Na+ pada tanaman padi
dimulai dari bagian perakaran sampai ke bagian tajuk sangat kompleks (Cotsaftis et al.,
2012).
Gambar 3. Mekanisme Pelepasan Na+ pada Tanaman Padi (Sumber gambar:
Cotsaftis et al., 2012).
Mekanisme pelepasan Na+ pada tanaman padi yang dikendalikan oleh
OsHKT1;4 dan OsHKT1;5 (gambar 3). Akar menyerap air dan unsur hara, salah
satunya ion Na+ dari dalam tanah lalu diakumulasikan ke bagian tubuh tanaman. Pada
bagian akar, ion Na+ diserap namun sebagian di akumulasikan ke bagian perakaran
sekitarnya. Pengakumulasian ion Na+ yang menyebar ke seluruh bagian perakaran
7
dilakukan oleh OsHKT1;5 agar ion tersebut tidak terakumulasi ke bagian batang
dengan jumlah yang berlebihan. Ion-ion Na+ yang terakumulasi ke bagian batang akan
dibagi menjadi 2 jalur, yaitu ditransfer ke bagian pelepah daun muda dan ke bagian
pelepah daun tua. Ion-ion Na+ yang diakumulasikan ke bagian pelepah daun tua akan
diatur oleh OsHKT1;4, sehingga ion tersebut tersimpan di pelepah daun dan tidak akan
membahayakan pertumbuhan tanaman sedangkan Na+ yang diakumulasikan pada daun
muda akan diatur oleh OsHKT1;4 yang akan mengakumulasikan sebagian ion Na+ ke
bagian pelepah daun, sehingga jumlah Na+ yang menuju helai daun tidak berlebihan
dan fotosintesis akan tetap berlangsung (Cotsaftis et al., 2012).
Tanaman gandum dan padi ada yang memiliki gen toleran terhadap salinitas
tinggi, namun juga ada yang rentan terhadap salinitas tinggi. Tanaman gandum
memiliki lokus genetik Nax1 berfungsi memindahkan Na+ dari xylem di bagian akar
dan bagian pelepah daun. Lokus Nax2 berfungsi memindahkan Na+ dari xylem di
bagian akar saja. Lokus Nax tersebut relatif terlihat pada gandum diploid seperti
Triticum monococcum, namun tidak terlihat pada gandum modern. Lokus Nax1 terletak
di kromosom 2A dan diidentifikasi membawa HKT7 (TmHKT1;4) sedangkan lokus
Nax2 terletak di kromosom 5A dan diidentifikasi membawa HKT8 (TmHKT1;5).
Keduanya dihasilkan dari persilangan antara gandum durum (Triticum turgidum L.)
dengan gandum roti (Triticum aestivum L.) melalui cara interspecific crossing dan
MAS (Marker Assisted Selection) (James et al., 2011). Gandum durum tetraploid
memiliki genom A dan B, sedangkan gandum roti hexaploid memiliki genom A, B, dan
D. Gandum diploid yaitu T. monococcum hanya memiliki genom A. Persilangan ini
menghasilkan gandum roti yang toleran terhadap salinitas tinggi (Munns et al., 2012).
Tanaman padi merupakan salah satu tanaman pokok yang penting dan
dibutuhkan dalam jumlah besar. Tanaman padi yang toleran terhadap salinitas tinggi
memiliki OsHKT yang berfungsi untuk mengatur homeostasis Na+/K+. OsHKT
dihasilkan dari persilangan antara padi japonica ‘Nipponbare’ dengan padi indica
‘Pokkali’. OsHKT terdapat 2 macam yaitu OsHKT1 dan OsHKT2. OsHKT1 berfungsi
mengatur masuknya Na+ tapi tidak mengatur masuknya K+. OsHKT2 berfungsi sebagai
perantara masuknya Na+ dan K+ (Horie et al., 2001). Pada tanaman padi, HKT yang
dimiliki yaitu OsHKT1;4 dan berfungsi sebagai Na+ transporter spesifik serta
menghambat akumulasi Na+ berlebih di bagian daun sedangkan OsHKT1;5 berfungsi
8
sebagai Na+ transporter spesifik dan menghambat akumulasi Na+ berlebih di bagian
akar (Cotsaftis et al., 2012).
HKT (Histidin Kinase Transporter) yaitu gen yang menyandikan transporter
pada membran plasma sebagai perantara dalam pengambilan Na+/K+. HKT berfungsi
untuk mengatur homeostasis Na+/K+ (Hauser dan Horie, 2010). HKT juga dimiliki oleh
setiap tanaman, hanya saja tidak semua HKT tersebut aktif. Tanaman yang memiliki
HKT aktif akan berperan dalam mengatur toleransi terhadap salinitas tinggi tidak hanya
tanaman gandum dan padi, misalnya Arabidopsis thaliana L., bunga matahari, barley,
tomat dan kedelai (Ashraf dan Foolad, 2013).
9
10
11
Gambar 4. Perbandingan Sekuens OsHKT1;4 pada fragmen DNA galur Padi. Po =
Pokkali; NB = Nona Bokra; Ni = Nipponbare; KV = Kallurundai Vellai; Ka =
Kalurundai; NSI = NSICRC106; and SAL = SAL208, IR29 dan FL478. Warna
kuning atau biru menunjukkan sekuens homolog. Bagian yang ditandai di dalam
kotak berwarna biru adalah kodon yang menyandikan residu Val. Bagian yang
ditandai simbol kotak hitam menunjukkan bahwa ‘Nipponbare’ merupakan
subspesies japonica, sedangkan delapan galur lainnya subspesies indica. Bagian
yang dihilangkan (intron) merupakan bagian yang sudah tidak menyandikan protein
dan ditunjukkan dengan simbol (-) (Sumber gambar : Cotsaftis et al., 2012).
12
Gambar 4 menunjukkan bahwa diketahui ‘Nipponbare’ termasuk subspesies
japonica, sedangkan delapan galur lainnya termasuk subspesies indica. Terdapat dua
bagian sekuens OsHKT1;4 yang berasal dari genom DNA sembilan galur padi. Bagian
pertama (300 bp) diawali ujung 3’ pada ekson pertama sampai ujung 5’ pada intron
pertama dan bagian kedua (500 bp) diawali pada ekson kedua sampai ujung 5’ pada
ekson ketiga. Sekuens Ni-OsHKT1;4 berasal dari database. Tidak ada perbedaan yag
teramati dari galur yang dianalisis selain terdapat mutasi titik pada intron kedua dari
‘Nipponbare’ yang menggambarkan adanya polimorfisme basa tunggal antara
subspesies ‘japonica’ dengan ‘indica’. Simbol kotak berwarna hitam menunjukkan
adanya perbedaan antara ‘Nipponbare’ dan delapan galur padi lainnya. Hal ini
menandakan bahwa ‘Nipponbare’ subspesies japonica yang sensitif terhadap salinitas
tinggi. Sekuens dideteksi dengan Align X (Invitrogen). Sekuens homolog ditunjukkan
dengan warna kuning atau biru. Kodon yang menyandikan residu Val terletak pada
posisi 344 dari OsHKT1;4 ditunjukkan dengan warna hijau di dalam kotak berwarna
biru (Costaftis et al., 2012).
13
Gambar 5. Perbandingan Sekuens Protein OsHKT1;4. Warna kuning atau biru
menunjukkan sekuens homolog. Bagian yang ditandai di dalam kotak berwarna
biru adalah kodon yang menyandikan residu Val. Bagian yang ditandai simbol
kotak hitam menunjukkan bahwa perbedaan sekuens protein Ni-OsHKT1;4 dan PoOsHKT1;4. Bagian yang dihilangkan (intron) merupakan bagian yang sudah tidak
menyandikan protein dan ditunjukkan dengan simbol (-) (Sumber gambar :
Cotsaftis et al., 2012) (Sumber gambar: Costaftis et al., 2012).
Perbandingan
sekuens
protein
OsHKT1;4
‘Pokkali
(Po)
OsHKT1;4
menyandikan protein fungsional dan sekuens nukleotida yang ditranslasikan menjadi
sekuens asam amino. (Gambar 5) Po-OsHKT1;4 menyandikan untuk 500 protein asam
amino yang 99,8% homolog dengan protein OsHKT1;4 dari ‘Nipponbare’ (Ni). Salah
satu perbedaan antara dua protein fungsional dari OsHKT1;4 ini yaitu penggantian
simbol R menjadi Q pada posisi 110 di ‘Pokkali’ dan ditunjukkan di dalam kotak
berwarna hitam. Struktur model dari protein OsHKT1;4 diprediksi bahwa penggantian
ini terlokalisir di sitoplasma yang saling menghubungkan antar membran antara dua
domain protein sehingga tidak mempengaruhi perpindahan Na+. Ni-OsHKT1;4 and PoOsHKT1;4 kemudian dipadankan dengan prediksi sekuens protein terpotong yang
dibuat berdasarkan varian-varian splicing. Sekuens prediksi ini ternyata lebih pendek
47 asam amino residu dan berbeda dari protein OsHKT1;4 lengkap pada 19 residu
asam amino di ujung-C dan ditunjukkan di dalam simbol kotak berwarna merah.
Sekuens protein dideteksi dengan Align X (Invitrogen). Sekuens homolog ditunjukkan
dengan warna kuning atau biru. Kodon yang menyandikan residu Val terletak pada
posisi 344 dengan warna hijau dan simbol kotak berwarna biru (Costaftis et al., 2012).
14
4. Paralelisme Mekanisme Toleransi Terhadap Salinitas Antara Gandum dan
Padi
Mekanisme toleransi terhadap salinitas antara tanaman gandum dan padi ini
memiliki kemiripan karena gen yang menyandikan toleransi tersebut sama. Hal ini
terlihat dari hubungan genom antara gandum dan padi yang tertera pada (gambar 6) dan
(gambar 7). Hubungan genom padi-gandum toleran terhadap salinitas tinggi yang
memiliki kemiripan (gambar 6). Hal ini dikarenakan gen yang menyandikan toleransi
terhadap salinitas tinggi sama, yaitu gen HKT1;4 dan HKT1;5. Kromosom padi
ditunjukkan dengan warna-warna yang terdiri dari dua belas penomoran, sedangkan
kromosom gandum ditunjukkan dengan kotak-kotak persegi panjang berwarna yang
terdiri dari tujuh penomoran. Masing-masing kotak yang berwarna itu menunjukkan
adanya kecocokan antara kromosom padi-gandum  80%. Kecocokan ini ditunjukkan
dengan adanya warna kotak pada genom padi yang disesuaikan dengan warna kotak
pada kromosom gandum. Simbol C merupakan letak sentomer padi (Sorrells et al.,
2003).
Gambar 6. Hubungan Genom Padi-Gandum (Sumber gambar: Sorrells et al., 2003)
15
Hubungan genom gandum-padi menunjukkan bahwa terdapat tujuh kromosom
dengan tiga genom yaitu genom A, B, dan D dengan dua belas kromosom padi dengan
berbagai macam warna untuk menunjukkan lokasi (gambar 7). Kotak sebelah kiri
menunjukkan adanya titik temu delesi. Kotak berwarna di sebalah kanan menunjukkan
adanya kromosom gandum dan padi yang cocok. Kecocokan diantara keduanya
ditandai dengan penomoran yan ada di dalam kotak berwarna yang disesuaikan dengan
warna kotak lokasi kromosom. Genom A berasal dari T. monococcum, genom B
berasal dari T. turgidum, dan genom D berasal dari T. aestivum (Sorrells et al., 2003).
Gambar 7. Hubungan Genom Gandum-Padi (Sumber gambar: Sorrells et al., 2003)
16
4. Hasil yang Dicapai
Pendeteksian gen-gen yang menyandikan toleransi terhadap salinitas tinggi dilakukan dengan menggunakan pendekatan QTL
(Quantitative Trait Loci) atau lokus sifat kuantitatif (Ashraf dan Foolad, 2013).
Tabel 2: Identifikasi Lokus Sifat Kuantitatif (QTL) untuk Toleransi terhadap Salinitas
Tanaman
Penanda
Molekuler
ESTs
SSR
EST
Gandum (Triticum
aestivum L.)
SSR
SSRs
ESTs
SSRs
Lokus
Sifat yang Diatur
TmHKT17-A2
Mengurangi konsentrasi Na+ di helai daun dengan menahan
Na+ di pelepah daun
Keduanya berperan dalam mengurangi pengambilan Na+ dan
meningkatkan pengangkutan K+ ke xylem
Sumber
Huang et al.,
2006
Nax1
Huang et al.,
Nax2
2006
Lindsay et al.,
2004
+ +
Kna1
Mengatur perpindahan Na /K dari akar ke batang dan Dubcovsky
menjaga rasio Na+/K+
et al., 1996,
Gorham et
al.,1990
qRL-7, qBI- Berperan pada panjang akar dan berat kering akar pada tahap Sabouri
and
1a dan qBI- persemaian
Sabouri, 2008
1b
qSNC-7 dan Mempengaruhi konsentrasi Na+ dan K+ di batang
Lin et al., 2004
qSKC-1
Pushparajan et
al., 2011
QNa, QNa:K, Mengatur keseimbangan K+/ Na+
SKC1/OsHKT
8
Ren et al., 2005
17
SSRs
Padi (Oryza sativa L.)
RFLPs,
SSRs,
AFLPs
and
isozymes
qDM-3
qDM-8,
qSTR-6
qST1
qST3
dan Meningkatkan rasio Na+/K+ di bawah kondisi salin
Sabouri et al.,
2009
dan Mengahambat toleransi salinitas pada batang
Enhance ST in
shoots Lee et
al., 2007
SSRs
qNAK-2 dan Meningkatkan rasio Na+/K+
qNAK-6
Ming-zhe et al.,
2005
SSRs
Saltol
dan Mengatur homeostasis Na+/K+ di batang
non-Saltol
Alam et al.,
2011
SSRs
Saltol
Mengatur homeostasis Na+/K+ di batang
Thomson et al.,
2010
SSRs
QKr1.2
Mengatur K+ di akar
Ahmadi dan
Fotokian, 2011
Sumber : Ashraf dan Foolad, 2013
(Tabel 2) menunjukkan bahwa tanaman gandum dan padi memiliki lokus berbeda yang menandakan adanya gen toleran terhadap
salinitas tinggi. Tanaman gandum memiliki TmHKT1;4 dan TmHKT1;5 yang menunjukkan toleransi terhadap salinitas tinggi dan kedua
gen tersebut ada di lokus Nax1 dan Nax2. Tanaman padi memiliki OsHKT1;4 dan OsHKT1;5 yang menunjukkan toleransi
18
terhadap salinitas tinggi dan keduanya ada di lokus saltol. HKT yang aktif pada
tanaman gandum dan padi tersebut mengakibatkan tanaman menjadi toleran terhadap
salinitas tinggi (Ashraf dan Foolad, 2013).
Keterbatasan penggunaan penanda dalam meningkatkan toleransi terhadap
salinitas disebabkan oleh beberapa hal diantaranya kurangnya usaha para pemulia
dalam menciptakan tanaman toleran terhadap salinitas tinggi dibandingkan dengan
usaha mereka dalam menciptakan tanaman tahan penyakit karena bernilai ekonomis
lebih tinggi, kurangnya pengetahuan para pemulia tentang teknologi penanda, serta
kurangnya informasi mengenai QTL untuk masing-masing tanaman. Seleksi genom
yaitu seleksi berdasarkan genotipe penanda pada masing-masing tanaman menjadi
lebih efektif dalam meningkatkan toleransi terhadap salinitas. Hal ini dikarenakan
seleksi genom menggunakan data lengkap dari penanda sifat-sifat yang diinginkan
tersebut, termasuk sifat toleran terhadap salinitas tinggi (Ashraf dan Foolad, 2013).
19
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. HKT merupakan gen penyandi toleransi terhadap salinitas tinggi.
2. Pendekatan dengan QTL ini hanya efektif di awal. Hal ini dikarenakan
penerapannya digunakan pada bagian awal saja untuk mengetahui sekuens gen
tersebut.
3. Gen HKT pada gandum yaitu TmHKT1;4 dan TmHKT1;5
4. Gen HKT pada padi yaitu OsHKT1;4 dan OsHKT1;5
20
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf, M. 2004. Some important physiological selection criteria for salt tolerance in
plants. Flora. 199: 361–376.
Ashraf, M., H. R. Athar, P. J. C. Harris, and T. R. Kwon. 2008. Some prospective
strategies for improving crop salt tolerance. Agronomy. 97: 45–110.
Ashraf, M., and N. A. Akram. 2009. Improving salinity tolerance of plants through
conventional breeding and genetic engineering: an analytical comparison.
Biotechnology. 27: 744–752.
Ashraf, M. and Majid R. Foolad. 2013. Crop breeding for salt tolerance in the era of
molecular markers and marker-assisted selection. Plant Breeding. 132: 10-20.
Blum, A. 1988. Plant Breeding for Stress Environment. CRC Press, Boca Raton, FL.
Byrt, C. S., J. D. Platten, W. Spielmeyer, R. A. James, E. S. Lagudah, E. S. Dennis, M.
Tester, and R. Munns. 2007. HKT1;5-like cation transporters linked to Na+
exclusion loci in wheat, Nax2 and Kna1. Plant Physiology. 143: 1918–1928.
Carillo P., Maria G.A., Giovanni P., Amodio F., dan Pasqualina W. 2011. Salinity Stress
and Salt Tolerance, Abiotic Stress in Plants - Mechanisms and Adaptations. InTech,
Eropa.
Cotsaftis, O., D. Plett, N. Shirley, M. Tester, dan M. Hrmova. 2012. A Two-Staged Model
of Na+ Exclusion in Rice Explained by 3D Modeling of HKT Transporters and
Alternative Splicing. Plos One. 7(7): 39865.
Foolad, M. R. 1999. Comparison of salt tolerance during seed germination and vegetative
growth in tomato by QTL mapping. Genome. 42: 727–734.
Gorham, J., R. G. W. Jones, and E. McDonnell. 1985. Some mechanisms of salt tolerance
in crop plants. Plant Soil. 89: 15–40.
Hasegawa, P.M., R.A. Bressan, J.K. Zhu, and H.J. Bohnert. 2000. Plant cellular and
molecular responses to high salinity. Rev. Plant Physiology. Plant Molecular
Biology. 51: 463-499.
Hauser F., dan Horie T. 2010. A conserved primary salt tolerance mechanism mediated by
HKT transporters: a mechanism for sodium exclusion and maintenance of high
K+/Na+ ratio in leaves during salinity stress. Plant, Cell and Environment. 33: 552–
565.
Horie, T., K. Yoshida, H. Nakayama, K. Yamada, S. Oiki dan A. Shinmyo. 2001.
Characterization of a HKT-type transporter in rice as a general alkali cation
transporter. The Plant Journal. 31(4): 529-542.
21
James, R.A., Carol B., Caitlin S.B., dan Rana M. 2012. Major genes for Na+ exclusion,
Nax1 and Nax2 (wheat HKT1;4 and HKT1;5), decrease Na+ accumulation in bread
wheat leaves under saline and waterlogged conditions. Journal of Experimental
Botany. 62(8): 2939–2947.
Katsuhara, M. dan T. Kawasaki. 1996. Salt Stress Induced Nuclear and DNA Degradation
in Meristematic Cells of Barley Roots. Plant Cell Physiology. 37(2) : 169-173.
Lenis, J. M., M. Ellersieck, D. G. Blevins, D. A. Sleper, H. T. Nguyen, D. Dunn, J. D.
Lee, and J. G. Shannon. 2011. Differences in ion accumulation and salt tolerance
among Glycine accessions. Journal Agronomy Crop Science. 197: 302–310.
Materechera, S.A. 2011. Soil salinity in irrigated fields used for urban agriculture under a
semi-arid environment of South Africa. African Journal of Agricultural Research.
6(16): 3747-3754.
Mittler, R. 2002. Oxidative stress, antioxidants and stress tolerance. Trends Plant Science.
7: 405–410.
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants, 2nd ed. Academic Press, London.
Munns, R., Richard A.J., Bo Xu, Asmini A., Simon J.C., Charlotte J., Caitlin S.B., Ray
A.H., Stephen D.T., Mark T., Darren P., dan Matthew G. 2012. Wheat grain yield
on saline soils is improved by an ancestral Na+ transporter gene. Nature
Biotechnology. 30(4): 360-366.
Shannon, M. C. 1984. Breeding, selection and the genetics of salt tolerance. In: R. C.
Staples, and G. H. Toenniessen (eds), Salinity Tolerance in Plants. 231–254.
Sipayung, R. 2006. Cekaman Garam. <http://library.usu.ac.id/download/fp/bdprosita2.pdf>. Diakses tanggal 06 April 2013.
Tuteja, N. 2007. Mechanisms of High Salinity Tolerance in Plants, chapter twenty- four.
Methods in Enzymology. 428: 419-438.
Uddin, K. M., A. S. Juraimi, M. R. Ismail, R. Othman, and A. A. Rahim. 2011. Relative
salinity tolerance of warm season turf grass species. Journal Environmental Biology
32: 309–312.
Zhang, H. X., and E. Blumwald. 2001. Transgenic salt-tolerant tomato plants accumulate
salt in foliage but not in fruit. National Biotechnology 19: 765–768.
Zhu, J. K. 2000. Genetic analysis of plant salt tolerance using Arabidopsis. Plant
Physiology. 124: 941–948.
22
LAMPIRAN DISKUSI SEMINAR
1.
Hidayatur Rokhman (11615)
Pertanyaan
:Bagaimana cara membaca hubungan genom padi-gandum?
Jawab
: Dengan melihat 12 kromosom padi dan ada 7 kotak berwarna yang
menunjukkan kromosom gandum. Lalu dilihat warna kromosom padi yang sama dengan
warna kromosom gandum. Warna yang sama inilah menunjukkan adanya kemiripan antara
genom padi-gandum.
2.
Dharmesta Adhiwira (10321)
Pertanyaan
: Pada Hubungan genom padi dan gandum, ABD itu sebagai apa?
Tau gen HKT itu darimana?
Jawab
: Simbol A, B, D itu merupakan genom pada gandum. Genom A berasal
dari T. monococcum, genom B berasal dari T. turgidum, dan genom D berasal dari T.
aestivum.
Setiap tanaman sebenarnya memiliki HKT. Hanya saja tidak semua HKT pada setiap
tanaman itu aktif.
3.
Rizqi Fadhilah Romadhona (11879)
Pertanyaan
: Berdasarkan apa QTL dikatakan efektif?
Jawab
: Sebenarnya tidak 100% efektif. Dikatakan efektif pada saat penggunaan
awal saja, karena membantu dalam mengetahui sequence dari masing-masing tanaman dan
HKT itu sendiri.
4.
Enik Nurlaily Afifah (11848)
Pertanyaan
: Padi yang toleran terhadap salinitas itu apakah hasil rekayasa genetik
atau memang asli?
Jawab
: Itu terjadi secara alami. Sebenarnya pada tanaman padi itu sudah memiliki
gen toleran terhadap salinitas. Kemudian dilakukan persilangan dengan tanaman yang
sudah tahan (sudah ada HKT) sehingga didapatkan gen yang toleran terhadap salinitas.
6.
Idham Cholid Ramadhan
Pertanyaan
: Jelaskan secara sederhana tentang HKT transporter?
Jawab
: HKT merupakan Histidin Kinase Transporter yang berfungsi untuk
mengatur akumulasi Na+ agar tidak berlebih di dalam tubuh tanaman. Ini bersifat potensial
karena berlaku untuk semua jenis tanaman.
23
Download