studi deskriptif budaya organisasi pt x semarang

advertisement
Psikodimensia Vol. 14 No.1, Januari - Juli 2015, 116 - 134
STUDI DESKRIPTIF BUDAYA ORGANISASI
PT X SEMARANG
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran budaya organisasi
PT „X‟ Semarang berdasarkan data pada angket identitas berupa jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama kerja. Budaya organisasi
didefinisikan sebagai sehimpunan nilai, prinsip, tradisi, dan cara bekerja
yang dianut bersama dan mempengaruhi perilaku serta tindakan para
anggota organisasi (Robins dan Coulter, 2010, h. 63). Budaya organisasi
berperan sebagai landasan utama dalam kehidupan suatu organisasi. PT
„X‟ Semarang bergerak di bidang jasa pertokoan dituntut untuk memiliki
landasan yang kuat dalam kehidupan perusahaan mereka agar dapat terus
bertahan dan dapat mewujudkan tujuan perusahaan. Penelitian mengenai
budaya organisasi di PT „X‟ Semarang menggunakan studi populasi.
Budaya Organisasi diteliti dengan menggunakan skala budaya organisasi
berdasar dimensi Hofstede, yaitu process-result oriented, employee-job
oriented, parochial-professional, open-closed system, loose-tight
control, dan normative-pragmatic. Hasil perhitungan secara keseluruhan
menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang lebih mengarah ke process
oriented sebesar 74,80%; employee oriented sebesar 67,94%; parochial
sebesar 58%, open system sebesar 59,54%, loosed control sebesar
77,10%; dan normatif sebesar 58%.
Kata Kunci: budaya organisasi.
dapat diukur dengan uang (tangible
Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi di era
asset).
Intangible
asset
dapat
keuntungan
bagi
globalisasi saat ini memaksa para
memberikan
pelaku usaha untuk bekerja keras agar
perusahaan sebesar 75% dan dapat
dapat terus bertahan dan meningkatkan
menjadi nilai jangka panjang bagi
aset yang mereka miliki, baik aset yang
perusahaan. Sedangkan tangible asset
tidak
uang
hanya mempresentasikan kurang dari
(intangible asset) ataupun aset yang
25%. Contoh dari tangible asset adalah
dapat
diukur
dengan
tanah,
gedung,
dan
bahan
baku,
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
sedangkan contoh dari intangible asset
Salah
satu
usaha
yang
adalah sumber daya manusia, teknologi,
merasakan persaingan saat ini yaitu
dan sumber daya organisasi (Wibisono,
penyedia jasa pusat perbelanjaan. Pusat
2006, h.130).
perbelanjaan merupakan suatu tempat
Lebih
mengatakan
organisasi
lanjut
bahwa
Wibisono
sumber
dijelaskan
daya
yang terdiri dari berbagai penjual aneka
barang kebutuhan sehari-hari. Selain
sebagai
dapat
kemampuan organisasi untuk bergerak
dapat
dan menopang proses perubahan yang
bersosialiasai.
dibutuhkan
masyarakat
dalam
melaksanakan
berbelanja,
pengunjung
juga
bersantai
dan
berekreasi,
Tingginya
untuk
pergi
minat
ke
pusat
strategi. Sumber daya organisasi ini
perbelanjaan
penting
perusahaan yang mendirikan tempat
adanya,
karena
memiliki
kemampuan untuk mengintegrasikan
intangible
asset
agar
menyebabkan
banyak
tersebut.
dapat
Suatu
pusat
perbelanjaan
dipergunakan sama baiknya dengan
dituntut
tangible asset, sehingga pada akhirnya
bangunan sebagai acuan secara teknis
kedua aset tersebut dapat dipergunakan
dalam mengatur dan mengendalikan
secara maksimal untuk mencapai tujuan
bangunan. Standar tersebut meliputi
organisasi. Salah satu modal yang
arsitektur, tata bangunan, intensitas
dibutuhkan
daya
pemanfaatan lahan seperti area parkir
Budaya
dan area pembuangan limbah, serta
dalam
sumber
organisasi adalah budaya.
merupakan
nilai
dasar
yang
untuk
kelengkapan
memiliki
bangunan
standar
seperti
alat
menggambarkan kebiasaan dan tingkah
pemadam
laku individu yang ada di dalam
darurat. Tujuan standar bangunan yaitu
kelompok atau organisasi, serta harus
memenuhi fasilitas dan kelengkapan
diperhatikan dalam perencanaan dan
bangunan
pelaksanaan strategi untuk mencapai
memberikan rasa nyaman dan aman
tujuan organisasi.
bagi
kebakaran
yang
pengunjung,
dan
seharusnya
serta
tangga
ada,
tidak
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
menimbulkan dampak negatif terhadap
perbelanjaan lain yang ada di Kota
lingkungan (Anonim, 2012).
Semarang.
Penelitian ini akan dilakukan di
Berdasarkan hasil wawancara
PT „X‟ Semarang. PT „X‟ Semarang
dengan
bergerak
menunjukkan bahwa barang yang dijual
dalam
bidang
usaha
pengelolaan gedung sejak tahun 1990.
di
Jasa
beberapa
pengunjung
„X‟ terdiri dari harga yang dapat
yang
diberikan
berupa
dijangkau seluruh lapisan masyarakat,
pengelolaan
listrik,
telepon,
dan terdapat area parkir yang luas,
penerangan,
transportasi
vertical,
namun
pengunjung
ingin
adanya
pendingin ruangan, dll. „X‟ Semarang
peningkatan perawatan tempat, baik
dikenal
Shopping
dari penataan, pencahayaan maupun
Center” yang terdiri dari berbagai
kebersihan bangunan serta perawatan
penjual,
pada
sebagai
seperti
pakaian,
“Family
penjual
sepatu,
makanan,
transportasi
vertikalnya.
alat
Pengunjung juga menyatakan bahwa
olahraga, tempat bermain anak, Billiard
tidak dijumpai papan informasi yang
Arena, Semarang Computer Center (
berkaitan dengan keselamatan pada saat
SCC ), dan Semarang Cellular Trade
keadaan darurat terjadi di sana, seperti
Center ( SCTC).
informasi
Ketatnya
pusat
kacamata,
alat
tingkat
perbelanjaan
di
mengenai
letak
tangga
kompetisi
darurat dan alat pemadam kebakaran.
Semarang
Hal
ini
dimaksudkan
agar
para
membuat peneliti tertarik untuk melihat
pengunujung lebih tertarik dan nyaman
serta membandingkan
berbelanja
„X‟ dengan
di
sana.
Beberapa
pusat perbelanjaan lainnya. Kondisi
pengunjung juga menyarankan agar
tersebut
pihak melakukan renovasi yang nyata
mendorong
melakukan
peneliti
wawancara
beberapa pengunjung
untuk
dengan
agar terlihat lebih indah dan rapi.
„X‟ Semarang
Apabila dilihat dari kompetitor
mengenai fasilitas yang ada di pusat
para penyedia jasa pusat perbelanjaan
perbelanjaan
dan
lain di Kota Semarang, „X‟ merupakan
pusat
pusat perbelanjaan yang memiliki ciri
perbandingannya
tersebut
dengan
khas
tersendiri.
Ketika
pusat
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
perbelanjaan
lain
berlomba
mengimplementasikan
masyarakat
gaya
perkotaan
hidup
dengan
kelangsungan hidup organisasi dan
merupakan faktor terpenting dalam
menentukan
keberhasilan
organisasi
melengkapi fasilitas bangunan, jenis
untuk mencapai tujuan organisasinya.
barang yang dijual, dan hiburan yang
Manahan (2008, h. 210) menyatakan
bisa
para
bahwa suatu budaya yang terbentuk di
„X‟ masih fokus
dalam suatu organisasi terdiri atas
ditawarkan
pengunjung, pihak
kepada
pada kegiatan perdagangan. Jika hal ini
pembentukan
terus dibiarkan maka tidak menutup
kepentingan
kemungkinan bahwa
dapat kalah
budaya di dalam suatu organisasi
bersaing dengan pusat perbelanjaan
menjadi landasan dasar bagi proses
lain. Tantangan perubahan zaman, dan
budaya
perubahan lingkungan bisnis harus
Keberagaman budaya yang ada di suatu
disikapi dengan segera. Ridwan (dalam
tempat
Kartajaya, 1997, h. 155) menyatakan
sumber daya manusia yang ada di sana.
dalam
perubahan
Sumber
daya
manusia
lingkungan bisnis, perusahaan harus
sumber
daya
paling
melakukan perubahan agar dapat tetap
mempunyai kedudukan sentral yang
bisa hidup terutama dalam menghadapi
strategis di dalam suatu perusahaan.
menghadapi
arus globalisasi yang makin deras.
Sebelum melakukan perubahan,
dimensi-dimensi
individu.
organisasi
yang
menunjukkan
Keberagaman
Keragaman
berlaku.
keberagaman
merupakan
penting
sumber
manusia juga dirasakan oleh PT
dan
daya
„X‟
langkah awal yang harus dilakukan
Semarang. Berdasarkan data yang dapat
adalah
bagaimana
peneliti himpun, diketahui bahwa „X‟
nilai-nilai
lebih didominasi oleh para pekerja laki-
organisasi, kebiasaan serta tingkah laku
laki daripada perempuan. Pendidikan
para
Nilai-nilai
minimum karyawan di sana adalah
organisasi ini merupakan dasar dari
SMP, dan banyak karyawan yang sudah
budaya organisasi. Budaya organisasi
bekerja > 10 tahun. Perbedaan latar
dapat
belakang setiap karyawan memberikan
mengetahui
gambaran
mengenai
karyawannya.
menjadi
prediktor
terhadap
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
kebiasaan dan tindakan yang berbeda-
sebagai
beda. Pentingnya mengetahui gambaran
keadaan dan merasakan sesuatu dalam
budaya organisasi belum dilakukan oleh
perusahaan tersebut. Luthans (dalam
pihak padahal dalam rangka perubahan
Lako, 2004, h.111) mengatakan bahwa
perlu mengenal budaya yang ada saat
budaya organisasi merupakan pengarah
ini. Kenyataan tersebut mendorong
perilaku anggota organisasi melalui
peneliti untuk melakukan penelitian
norma-norma dan nilai-nilai yang ada
yang berjudul “Studi Deskriptif Budaya
di
Organisasi PT „X‟ Semarang”.
mendefinisikan
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan
berpikir,
organisasi.
menerima
Schein
budaya
(1992)
organisasi
sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi
budaya
dasar yang ditemukan, diciptakan atau
Semarang
dikembangkan oleh suatu kelompok
berdasarkan data pada angket identitas
tertentu dengan tujuan agar organisasi
berupa jenis kelamin, usia, pendidikan
berjalan dengan cukup baik, sehingga
dan
para
organisasi
gambaran
cara
PT
lama
„X‟
kerja.
memberikan
Penelitian
manfaat
ini
dalam
anggota-anggota
diajarkan
cara
yang
baru
perlu
benar
untuk
pengembangan bidang ilmu psikologi
memahami, memikirkan dan merasakan
industri dan organisasi terkait masalah
berkenaan
budaya
tersebut.
organisasi,
dan
diharapkan
dapat membantu perusahaan dalam
dengan
masalah-masalah
Amnuai (dalam Tika, 2006, h.4)
pengambilan keputusan yang berkaitan
mendefinisikan
dengan
sebagai seperangkat asumsi dasar dan
tujuan
jangka
panjang
perusahaan.
budaya
organisasi
keyakinan yang dianut oleh anggotaanggota
organisasi,
kemudian
Kajian Teoritik
dikembangkan dan diwariskan guna
Pengertian Budaya Organisasi
mengatasi masalah-masalah adaptasi
Hofstede (dalam Mariam, 2009,
eksternal dan masalah integrasi internal.
h.38) mengatakan budaya organisasi
Hal serupa juga dikatakan oleh Robins
bersifat nonformal atau tidak tertulis
dan
namun mempunyai peranan penting
mendefinisikan
Coulter
(2010,
h.
budaya
63)
yang
organisasi
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
sebagai
sehimpunan
nilai,
prinsip,
Penyelesaian
setiap
masalah
tradisi, dan cara bekerja yang dianut
organisasi merupakan ungkapan
bersama dan mempengaruhi perilaku
dari
serta tindakan para anggota organisasi.
keyakinan.
Berdasarkan pendapat beberapa
nilai-nilai
dan keyakinanKeberhasilan
mengatasi
berbagai
masalah
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
tersebut merupakan dasar bagi
budaya organisasi adalah seperangkat
tumbuhnya budaya organisasi.
asumsi yang diyakini bersama oleh
seluruh
anggota
organisasi
4.
dan
Nilai-nilai
anggota
organisasi
sehingga
organisasi dapat berjalan dengan baik.
dari
koalisi
dominan
digunakan sebagai pengarah perilaku
para
dasar
Berdasarkan
dapat
diketahui
mempengaruhi
uraian
di
atas,
faktor-faktor
yang
budaya
organisasi
Tosi, Rizzo, Carroll (dalam
adalah pengaruh umum dari luar yang
Munandar, 2001, h.264) mengatakan
luas, pengaruh nilai-nilai yang ada di
bahwa budaya organisasi dipengaruhi
masyarakat, faktor-faktor spesifik dari
oleh empat faktor, yaitu :
organisasi dan nilai-nilai dasar dari
1.
Pengaruh umum dari luar yang luas
Pengaruh
umum
dari
luar
budaya
organisasi
menurut Hofstede (dalam Mokoginta
dapat dikendalikan atau hanya
dan Graito, 2007, h.74) dapat dijelaskan
sedikit
sebagai berikut :
saja
yang
dapat
1.
Pengaruh nilai-nilai yang ada di
masyarakat (societal values)
Keyakinan-keyakinan
nilai
yang
Faktor-faktor
organisasi
Process-Results Dichotomy
Dimensi
harapan
ini
menggambarkan
manajemen
terhadap
dan
nilai-
karyawannya untuk terlibat secara
dominan
dari
langsung dalam seluruh proses
masyarakat luas.
3.
Dimensi
mencakup faktor-faktor yang tidak
dikendalikan oleh organisasi.
2.
koalisi dominan.
bisnis.
spesifik
dari
Orientasi
mencerminkan
kepatuhan
yang
proses
kekakuan
dan
melekat
pada
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
tanggung
jawab
karyawan
di
perhatian terhadap prestasi dan
unitnya. Karyawan dinilai baik dan
berkontribusi optimal jika mereka
bertindak mengikuti cara-cara yang
3.
Organizational-Professional
Dichotomy
dianjurkan atasan. Dimensi ini
Budaya orientasi professional
mencerminkan tradisi kerja yang
(OP) dan parochial (PC) berkenaan
rutin, kaku, prosedural birokratis,
dengan
dan menghindari risiko serta loyal
penjelas identitas human resources.
pada perintah dan arahan atasan.
Item
Sementara itu pada orientasi
2.
peristiwa penting bagi seseorang.
karakteristik-karakteristik
kunci
memperlihatkan
budaya
PC
bahwa
para
pada hasil, orang merasa nyaman
anggota merasa dilindungi oleh
dalam situasi yang unfamiliar;
norma-norma
melakukan usaha maksimal dan
sama baiknya dengan yang dialami
merasa bahwa pergantian hari akan
di rumah. Mereka merasa proses
membawa tantangan baru. Budaya
seleksi
berorientasi hasil dicirikan oleh
mengutamakan pertimbangan latar
kepedulian bersama akan hasil
belakang status sosial dan keluarga
bersama.
seta mengabaikan pertimbangan
Employee- Job Dichotomy
kompetensi pekerjaan, dan tidak
organisasi,
dan
yang
rekruitmen
Dimensi ini berkenaan dengan
peduli terhadap proyeksi kehidupan
bagaimana manajemen memberi
ke depan. Jadi, item-item budaya
perhatian dan dukungan kepada
organisasi yang berorientasi PC
usaha
penyelesaian
pekerjaan.
berisi pengakuan identitas para
Dalam
arti
manajemen
memberikan
perhatian
dan
sentuhan pribadi kepada karyawan
perusahaan.
Orientasi
menggambarkan
karyawan
komitmen
karyawan
dan
organisasi
yang
norma-norma
melindungi
perilaku karyawan.
Sedangkan
menganut
organisasi
budaya
yang
OP
perusahaan terhadap pendidikan
berpandangan bahwa kehidupan
dan pengembangan individu serta
pribadi para karyawan merupakan
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
4.
urusan pribadi. Karyawan percaya
tertutup
bahwa organisasi merekrut mereka
sekalipun di antara orang dalam
berdasarkan kompetensi kerja yang
sendiri; hanya orang-orang yang
dimiliki.
sangat istimewa masuk ke dalam
Karena
itu,
pada
dan
sangat
secretive
organisasi yang menganut budaya
organisasi;
OP pengakuan identitas karyawan
memerlukan waktu lebih dari satu
disimpulkan
tahun
berdasarkan
tipe
dan
untuk
pekerjaan yang dilakukan.
Karena
Open-Closed Dichotomy
ketertutupan
Dimensi keempat open system
pegawai
merasa
nyaman.
menganut
maka
baru
budaya
organisasi
menjadi tertutup, secretive dan
(OS) versus closed system (CS)
defensive
merujuk pada komunikasi baik
kecurigaan terhadap orang luar.
internal maupun eksternal serta
mudah-tidaknya
5.
serta
penuh
sikap
Loosed versus Tight Controlled
penerimaan
Dimensi tightly control (TC)
terhadap orang luar dan seberapa
dan loosely control (LC) merujuk
mudah para pendatang baru merasa
pada
nyaman sebagai anggota keluarga.
organisasi yang menggambarkan
Item-item kunci dari budaya OS
mekanisme
memperlihatkan
organisasi. Dimensi ini berkaitan
organisasi
orangnya,
bahwa
maupun
terbuka
baik
orangterhadap
dengan
efisiensi
penstrukturan
internal
pengawasan
derajat
dalam
formalitas
pelaksanaan
dan
kontrol
pendatang baru sehingga pegawai
organisasi terhadap efisiensi biaya.
baru hanya memerlukan beberapa
Organisasi yang menganut budaya
hari untuk merasa nyaman sebagai
kontrol
anggota
memprioritaskan
keluarga.
Lain halnya
longgar,
tidak
pengendalian
dengan organisasi yang menganut
efisiensi penggunaan biaya dan
closed system. Pada unit-unit yang
waktu
menganut closed system, organisasi
Sementara orang-orang dalam unit-
dan
unit yang menganut budaya TC,
orang-orangnya
menjadi
penyelesaian
pekerjaan.
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
memperdulikan
6.
keseimbangan
dari
budaya
yang
berorientasi
antara lingkungan kerja dengan
NRM memperlihatkan bahwa unit-
efisiensi pengeluaran biaya (cost
unit
conscious) sehingga para anggota
menekankan ketepatan mengikuti
selalu
menyelesaikan
prosedur formal dan menjunjung
pekerjaan tepat waktu karena akan
standar-standar etika bisnis dan
berdampak pada biaya.
kejujuran yang tinggi.
berusaha
Normative versus Pragmatic
yang
normatif
lebih
Berdasarkan uraian di atas dapat
Dimensi pragmatic (PRG) dan
diketahui
bahwa
dimensi-dimensi
normative (NRM) menggambarkan
budaya organisasi adalah process-result
cara-cara
oriented,
organisasi
bertindak
employee-job
oriented,
secara fleksibel dan terinci untuk
parochial-professional,
menghadapi
system, loose versus tight control, dan
lingkungan
yang
berorientasi pelanggan. Item-item
kunci
dari
budaya
normative versus pragmatic.
PRG
Kreitner dan Kinicki (2003, h.
menjelaskan bahwa unit-unit yang
83)
berorientasi pelanggan didorong
budaya organisasi :
oleh tingginya permintaan pasar
open-closed
1.
menyatakan
empat
fungsi
Memberikan identitas organisasi
kepada karyawannya.
sehingga bentuk pelayanan harus
diprioritaskan untuk pemenuhan
2.
Memudahkan komitmen kolektif.
kebutuhan pelanggan, pencapaian
3.
Mempromosikan stabilitas sistem
hasil
lebih
penting
daripada
sosial.
prosedur dan tidak terikat pada
Stabilitas
sistem
sosial
etika bisnis. Sementara itu, untuk
mencerminkan
taraf
dimana
unit-unit yang berorientasi NRM
ligkungan kerja dirasakan positif
melaksanakan
dan mendukung, dan konflik serta
tugas-tugas
yang
berhadapan dengan dunia di luar
sehingga implementasi aturan dan
prosedur
normatif
tidak
dapat
diganggu gugat. Item-item kunci
perubahan diatur dengan efektif.
4.
Membentuk
membantu
perilaku
manajer
keberadaannya
dengan
merasakan
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
Pendapat Lako (2004, h. 113)
5.
Membantu
menyatakan bahwa budaya organisasi
sistem
berfungsi untuk :
untuk
1.
2.
Memberikan
sense
of
identity
eksekutif
dan
manajemen
karyawan
kepada para anggota organisasi
Schein (dalam Tika, 2004, h.13)
untuk memahami visi, misi, serta
membagi fungsi budaya organisasi
menjadi
berdasarkan tahap perkembangannya,
bagian
integral
dari
organisasi.
yaitu :
Menghasilkan dan meningkatkan
1.
perilaku
Fase
awal
merupakan
tahap
pertumbuhan suatu organisasi
Memberikan arah dan memperkuat
standar
Pada tahap ini, fungsi budaya
untuk
organisasi terletak pada pembeda,
mengendalikan pelaku organisasi
baik terhadap lingkungan maupun
agar
terhadap kelompok atau organisasi
melaksanakan
tugas
dan
tanggung jawabnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan
lain.
2.
dan sasaran organisasi (Noe dan
Membantu
Fase pertengahan hidup organisasi
Pada fase ini, budaya organisasi
Mondy, 1996).
4.
kompensasi
skema
(Lako, 2000).
komitmen terhadap misi organisasi.
3.
penyusunan
berfungsi sebagai integrator karena
mendesain
kembali
munculnya sub-sub budaya baru
sistem pengendalian manajemen
sebagai penyelamat krisis identitas
organisasi, yaitu sebagai alat untuk
dan membuka kesempatan untuk
menciptakan komitmen agar para
mengarahkan perubahan budaya
manajer
organisasi.
dan
melaksanakan
karyawan
mau
perencanaan
3.
Fase dewasa
strategis, programming, budgeting,
Pada fase ini, budaya organisasi
controlling, monitoring, evaluasi
dapat sebagai penghambat dalam
dan
berinovasi karena berorientasi pada
lainnya
(Merchant
1998,
Anthony dan Govindarajan, 1998).
kebesaran masa lalu dan menjadi
sumber nilai untuk berpuas diri.
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
Berdasarkan pendapat beberapa
Afiff ( Afiff, Faisal. 2013)
ahli di atas, dapat diketahui bahwa
dalam artikelnya Manajemen Bisnis dan
fungsi
Budaya Organisasi mengatakan bahwa
budaya
organisasi
adalah
memberikan identitas bagi anggota
faktor
organisasi, sebagai landasan utama
mempengaruhi
dalam
organisasi,
organisasi. Organisasi yang didominasi
meningkatkan
oleh para pekerja dari jenis kelamin
kehidupan
menghasilkan
dan
komitmen, serta sebagai perekat sosial.
jenis
kelamin
dapat
budaya
laki-laki, mungkin akan lebih agresif
ketimbang wanita yang lebih halus dan
berhati
Pengaruh Jenis Kelamin terhadap
lembut,
sehingga
akan
mempengaruhi pada tempo dan irama
kerja suatu organisasi.
Budaya Organisasi
Kebanyakan
budaya
membedakan peran yang sesuai untuk
Pengaruh Usia terhadap Budaya
pria dan wanita. Perbedaan peran
Organisasi
Pembentukan
tersebut menimbulkan adanya nilai
maskulin
dan
maskulin
feminin.
mencakup
budaya
Nilai-nilai
perusahaan umumnya menggabungkan
kompetisi,
konsep
manusia
sebagai
materi,
ketegasan, prestasi, dan harta benda,
khususnya bagi orang yang lebih tua
sedangkan nilai-nilai feminin termasuk
karena hal itu perlu untuk penugasan
pengasuhan, kepedulian terhadap orang
mereka.
lain, dan kepedulian dengan kualitas
orang yang lebih tua dianggap lebih
hidup. Banyak orang melihat nilai-nilai
berpengalaman
maskulin tersebut berkontribusi untuk
mengungkapkan tujuan organisasai baik
kesuksesan di dunia bisnis sedangkan
ke dalam maupun ke luar membuat
nilai-nilai feminin berkontribusi untuk
orang yang lebih tua secara sukarela
keberhasilan
mendukung anggapan tersebut.
dalam
peran
yang
mendukung dan peduli (Punnet, 2011,
h. 596).
Adanya
kesadaran
dan
bahwa
bisa
Kerjasama antara rekan-rekan
yang lebih muda dan yang lebih tua
menunjukkan adanya kerjasama diusia
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
yang beragam, yang pada umumnya
Budaya merupakan sesuatu yang
dipimpin oleh mereka yang lebih tua.
dipelajari.
Tingkat
pendidikan
Ide membimbing ini dapat digunakan
karyawan
menentukan
kesediaan
sebagai indikator budaya perusahaan
karyawan
dalam panduan untuk menetapkan atau
budaya yang ada di tempat kerja
memulai sebuah posisi/jabatan untuk
mereka (Graham dan Nafuko, 2006,
menciptakan dan membentuk budaya
h.132).
perusahaan (Preissing dan Loennies,
diharapkan lebih mampu menghargai
2011, h. 40).
atau menghormati perbedaan pluralitas
untuk
Orang
belajar
yang
mengenai
berpendidikan
budaya yang ada di sekitar mereka,
Pengaruh Pendidikan terhadap
sehingga memiliki sikap yang lebih
Budaya Organisasi
terbuka dan lebih mampu memahami
Kemajemukan
dalam
suatu
keanekaragaman budaya yang ada.
organisasi menggambarkan perbedaan
individual
diantara
para
pekerja.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari
jenjang
pendidikan
formal
Pengaruh Lama Kerja terhadap
Budaya Organisasi
yang
Lama
kerja
menurut
Susilo
menunjukkan kemampuan dasar yang
(dalam Nasir, 2008) didasarkan pada
dimiliki
(dalam
suatu pemikiran bahwa karyawan senior
Soewartoyo 2007, h.8) mengatakan
menunjukkan adanya kesetiaan yang
bahwa pendidikan merupakan faktor
tinggi dari karyawan yang bersangkutan
penting dalam pengembangan SDM,
pada organisasi dimana mereka bekerja.
karena pendidikan secara langsung
Lama kerja dihitung dari pertama kali
maupun tidak langsung bisa diartikan
tenaga
menambah pengetahuan tentang cara
dengan saat penelitian dilakukan yang
atau
diukur dalam satuan tahun
pegawai.
strategi
Priyono
seseorang
untuk
melakukan pekerjaan dan memecahkan
suatu persoalan.
kerja
masuk
kerja
sampai
Graham dan Nafuko (2006,
h.133) mengatakan bahwa pengalaman
seorang karyawan dengan organisasi
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
menunjukkan seberapa baik individu
oleh seluruh karwayan dan digunakan
tersebut
sebagai
tenggelam
dalam
budaya
pengarah
perilaku
para
organisasi. Hal tersebut juga didukung
karyawan sehingga perusahaan dapat
oleh sebuah artikel yang berjudul How
berjalan dengan baik. budaya organisasi
much of a competitive advantage is
diukur dengan menggunakan skala
employee longevity? Myers
budaya
mengungkapkan
dengan
lama
bahwa
kerja
(2012)
karyawan
berdasar
enam
dimenasi dari Hofstede yaitu process-
lama
result oriented, employee-job oriented,
cenderung sangat berperan penting
parochial-professional oriented, open-
dalam menjaga budaya perusahaan
closed
(pelatihan
control,
karyawan
mempertahankan
yang
organisasi
baru)
dan
pengetahuan
dan
loose
versus
normative
tight
versus
pragmatic.
Variabel bebas dalam penelitian
institusional (yaitu kepatuhan terhadap
peraturan, pengembangan kurikulum).
system,
ini
adalah
jenis
kelamin,
usia,
pendidikan terakhir, dan lama kerja.
Kesemua data ini diperoleh data isian
Metode Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
metode kuantitatif dengan kedalaman
dalam identitas yang disajikan bersama
dengan skala budaya organisasi
Penelitian
analisis yang digunakan adalah metode
deskriptif.
Darwis
(2003,
h.
69)
studi
ini
populasi,
menggunakan
dimana
mengatakan bahwa studi deskriptif
karyawan
merupakan
merupakan
penelitian.
Metode
alat
makna baru,
kondisi
untuk
menemukan
menjelaskan sebuah
keberadaan,
menentukan
seluruh
responden
analisa
yang
digunakan adalah analisa deskriptif.
Analisa
deskriptif
bertujuan
frekuensi kemunculan sesuatu, dan
memberikan deskripsi mengenai subjek
mengkategorikan informasi.
penelitian
data
dari
pada
variabel yang diperoleh dari subjek
penelitian ini adalah budaya organisasi
yang diteliti dan tidak dimaksudkan
diartikan sebagai seperangkat asumsi
untuk
atau nilai-nilai yang diyakini bersama
2011, h. 126). Data deskripsi yang
Variabel
tergantung
berdasarkan
pengujian
hipotesis
(Azwar,
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
dihasilkan berupa total perbandingan
rata dengan prosentase sebesar 67,9%
antara data demografi dalam angket
menunjukkan
identitas dengan skor total budaya
employee oriented. Dimensi ini dapat
organisasi karyawan yang kemudian
diartikan bahwa perusahaan memiliki
diolah untuk menghasilkan rerata pada
kepedulian terhadap para pegawainya.
setiap data demografi yang dipotret dan
Salah satu contoh tindakan kepedulian
disajikan dalam bentuk histogram serta
perusahaan kepada para pegawainya
prosentase agar mudah dibaca.
dalam hal mengambil suatu keputusan.
Berdasarkan hasil perhitungan
organisasi
secara
umum
diperoleh nilai di bawah rata-rata pada
dimensi process-result oriented dengan
prosentase sebesar 74,8%. Hal ini
menunjukkan bahwa orientasi PT „X‟
Semarang adalah process oriented.
Orientasi
tradisi
proses
kerja
menggambarkan
yang
rutin,
kaku,
prosedural birokratis, dan menghindari
risiko serta loyal pada perintah dan
arahan atasan. Segala permasalahan
yang
dihadapi
dikomunikasikan
karyawan
dengan
selalu
pimpinan
pada rapat mingguan perusahaan. Hal
ini
menunjukkan
bahwa
pimpinan
memiliki peran besar terhadap apa yang
dilakukan oleh para karyawannya.
Pada
dimensi
mengarah
ke
Berdasarkan penuturan Kepala HRD di
Hasil dan Pembahasan
budaya
lebih
employee-job
oriented diperoleh nilai di bawah rata-
perusahaan tersebut, perusahaan selalu
mengadakan
musyawarah
dengan
serikat buruh yang ada di sana untuk
menyelesaikan
maupun
suatu
dalam
permasalahan
mengambil
suatu
keputusan.
Pada
dimensi
parochial-
professional diperoleh nilai di bawah
rata-rata dengan prosentase sebesar
58% menunjukkan bahwa PT
„X‟
Semarang bersifat parochial, sedangkan
pada
dimensi
open-closed
system
diperoleh nilai di bawah rata-rata
dengan prosentase
sebesar 59,54%
menunjukkan bahwa sistem PT
Semarang
adalah
open
„X‟
system.
Perusahaan yang memiliki orientasi
parochial
dicirikan
dengan
para
anggota merasa dilindungi oleh normanorma organisasi yang sama baiknya
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
dengan yang dialami di rumah, fokus
menerapkan unggah ungguh dalam tata
dengan apa yang dikerjaan saat ini, dan
krama pergaulan.
memiliki
pegawai
dengan
tingkat
pendidikan rendah.
Pada
dimensi
loosed-tight
control diperoleh nilai di bawah rata-
PT „X‟ mampu membuat para
rata dengan prosentase sebesar 77,1%
karyawan merasa nyaman bekerja di
menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang
sana. Hal tersebut berdampak positif
memiliki
dengan
kesetiaan
Perusahaan
terbukti
banyak
para
karyawan,
loosed
dengan
control.
kontrol
yang
yang
longgar dicirikan dengan aturan yang
memiliki lama kerja > 10 tahun. PT „X‟
diterapkan tidak ketat. Hal ini sesuai
termasuk
sangat
dengan pernyataan beberapa karyawan
concern dengan apa yang sudah mereka
bahwa perusahaan memiliki aturan
kerjaan saat ini. Sesuai penuturan
yang jelas namun tidak diterapkan
Kepala HRD di sana, PT „X‟ fokus
secara
pada kalangan menengah ke bawah,
sehingga
sehingga adanya pusat perbelanjaan lain
dimanusiakan ketika bekerja di sana.
yang lebih modern dan high class tidak
Selain itu, berdasarkan hasil observasi
mempengaruhi .
menunjukkan banyak canda tawa yang
PT
karyawan
budaya
perusahaan
yang
„X‟ berada
Semarang
dan
di
dikelilingi
wilayah
oleh
masyarakat dengan budaya Jawa yang
secara langusng dan
ketat
terhadap
karyawan
karyawan
merasa
terjadi antar karyawan sehingga terlihat
ercenderung
santai
namun
tetap
tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
tidak langsung
Pada
dimensi
pragmatic-
mempengaruhi budaya yang ada di itu
normatif diperoleh nilai di bawah rata-
sendiri. Budaya Jawa dikenal dengan
rata dengan prosentase sebesar 58%
sopan santun dan ramah tamahnya, hal
menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang
ini dapat terlihat dari budaya open
memiliki budaya normatif. Perusahaan
system yang mereka miliki. Budaya ini
yang
menunjukkan
ketepatan mengikuti prosedur formal
terbuka
bahwa
terhadap
perusahaan
pendatang
baru,
normatif
lebih
menekankan
dan menjunjung standar-standar etika
bisnis
dan
kejujuran yang tinggi.
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
Sebagai
perusahaan
dibidang
jasa
yang bergerak
khususnya
process oriented, employee oriented,
dalam
parochial, open system, loosed control,
pengelolaan pusat perbelanjaan, etika
dan normatif. Hal ini sesuai dengan
bisnis dan kejujuran merupakan kunci
teori yang dikemukakan oleh Maccoby
utama untuk selalu dipercaya dengan
dan Jacklin (dalam Paramita dan Wiku,
pihak pelanggan. Ketika etika bisnis
2005, h.36) bahwa tidak ada perbedaan
dan kejujuran terus dipertahankan maka
pria dan wanita dalam kemampuan
akan membantu pihak perusahaan untuk
memecahkan masalah secara konsisten,
terus dapat bertahan dalam persaingan
keterampilan
bisnis.
kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau
Budaya organisasi berhubungan
dengan
bagaimana
karyawan
analisis,
dorongan
kemampuan belajar.
Kelima golongan usia
yang
dari
peneliti teliti memiliki pandangan yang
Persepsi
sama mengenai budaya organisasi di
dalam
„X‟ Semarang yaitu process oriented,
mempelajari hal ini. Nord (Gibson,
employee oriented, parochial, open
1994,
bahwa
system, loosed control dan normatif.
proses
Piaget (dalam King, 2010, h. 204)
pemberian arti terhadap lingkungan
berpendapat bahwa tidak ada pemikiran
sekitarnya oleh individu, ndividu dapat
kualitatif baru dalam kognisi yang
melihat sesuatu hal yang sama namun
terjadi pada masa dewasa. Masa dewasa
dapat
telah mencapai tahap pemikiran formal
mempersepsikan
budaya
suatu
memiliki
h.
persepsi
karakteristik
organisasi.
peranan
54)
penting
menjelaskan
diartikan
melakukan
sebagai
tindakan
yang
berbeda.
operasional,
Berdasarkan perhitungan pada
yang
ditanda
penggunakan pemikiran logis untuk
jenis kelamin laki-laki dan perempuan
membangun
diperoleh hasil bahwa jenis kelamin
menyimpulkan sesuatu.
laki-laki
dan
perempuan
dengan
alternatif
dalam
memiliki
Hasil analisis yang menarik
pandangan yang sama mengenai budaya
adalah kajian dari sudut pandang
organisasi di PT „X‟ Semarang, yaitu
pendidikan.
Karyawan
dengan
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
pendidikan
D1-D3
serta
S1-S2
memandang
beberapa
budaya
organisasi di
„X‟ secara berbeda.
Karyawan dengan pendidikan D1-D3
lebih mengarah ke result oriented,
bahwa
oleh karyawan dengan pendidikan S1S2.
Perbedaan
pandangan
pada
karyawan berpendidikan diploma dan
sarjana mendukung pernyataan yang
disampaikan oleh Notoatmojo (dalam
Evi,
2009,
h.
195)
bahwa
hasil
pendidikan ikut membentuk pola pikir,
pola persepsi dan sikap pengambilan
keputusan seseorang.
Perbedaan
seseorang
akan
“melihat” sesuatu itu berubah seiring
pengalaman
kita
dengan
hal
itu
(Matsumoto, 2004, h. 62).
Kesimpulan dan Saran
closed system, dan pragmatic. Budaya
pragmatic tersebut juga dipersepsikan
bagaimana
Penelitian
dilakukan
deskriptif
untuk
ini
mendapatkan
gambaran budaya organisasi PT
Semarang.
Data
penelitian
diperoleh
tidak
untuk
„X‟
yang
mencari
penjelasan, menguji hipotesis, membuat
prediksi,
maupun
mempelajari
implikasi. Prosentase yang diperoleh
menggambarkan
budaya
organisasi
yang dilihat berdasarkan identitas jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan
pandangan
juga
lama kerja.
terjadi pada karyawan dengan lama
kerja 6-10 tahun, dan > 20 tahun.
Terdapat dua dimensi yang tidak dapat
dikategorikan pada karyawan dengan
lama kerja 6-10 tahun, yaitu dimensi
employee-job oriented dan normatifpragmatic dan satu dimensi pada
Berdasarkan hasil perhitungan
secara keseluruhan diketahui budaya
organisasi di PT „X‟ Semarang lebih
mengarah ke process oriented sebesar
74,80%; employee oriented sebesar
67,94%; parochial sebesar 58%, open
system sebesar 59,54%, loosed control
karyawan dengan lama kerja > 20
sebesar 77,10%; dan normatif sebesar
tahun, yaitu process-result oriented.
58%.
Pengetahuan
mempengaruhi
seseorang
persepsinya.
dapat
Mereka
akan “melihat” secara berbeda dari saat
pertama kali melihatnya. Jadi jelas
Hasil
adanya
tersebut
kesepakatan
menunjukkan
yang
tinggi
dikalangan para karyawan mengenai
Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang
apa
yang
dipertahankan
perusahaan.
menggunakan
oleh
Perusahaan
dapat
gambaran
budaya
organisasi sebagai bahan rujukan dalam
pembuatan
depan,
visi,
strategi
misi
perusahaan
serta
ke
nilai-nilai
organisasi yang sesuai dengan tujuan
perusahaan.
Daftar Pustaka
Afif, F. 2013. Manajemen Bisnis dan
Budaya
Organisasi
(7).
http://sbm.binus.ac.id/2013/11/2
7/manajemen-bisnis-danbudaya-organisasi-bagian-7/
(Minggu, 16/02/2014 20:05).
Anonim. 2012. Standar Bangunan
Perdagangan Pusat Belanja.
http://leumburkuring.wordpress.
com/2012/05/06/standarbangunan perdagangan-pusatbelanja/ (Sabtu, 25/10/2014
19:00).
Azwar, S. 2011. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Graham, C.M., Fredrick M.N. 2006.
Culture,
Organizational
Learning
and
Selected
Employees
Background
Variables
in
Small-Size
Business Enterprises. Journal of
European Industrial Training.
Arkansas : Emerald Group
Publishing Limited. Vol 31 No.2
(127-144).
Kartajaya, H. 1997. Strategi Bisnis.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
King, A.L. 2010. Psikologi Umum
Sebuah Pandangan Apresiatif
Buku 1. Alih Bahasa: Brian
Marwensdy. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika.
Lako, A. 2004. Budaya Organisasi dan
Kesuksesan Kinerja Ekonomi.
Dalam
A.Usmara,
Lukas
Dwiantara
(Eds).
Strategi
Organisasi.
Yogyakarta:
Penerbit Amara Books.
Manahan,
P.
2008.
Perilaku
Keorganisasian (Organization
Behavior)
Perspektif
Organisasi
Bisnis
(Edisi
Kedua).
Bogor:
Ghalia
Indonesia.
Matsumoto, D. 2004. Pengantar
Psikologi Lintas Budaya. Alih
bahasa: Anindito Aditomo.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
(Cetakan Pertama).
Munandar, A.S. 2001. Psikologi
Industri
dan
Organisasi.
Jakarta: UI Press.
Mokoginta, U.A., B.K.Indarwahyanti
Graito. 2007. Analisis Budaya
Organisasi.
Dinamika
Perubahan Organisasi Dari
Sistem Ke Individu. Depok:
Bagian Psikologi Industri dan
Organisasi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D
Myers, M. 2012. How much of a
competitive
advantage
is
employee
longevity?.
http://masonmyers.com/employe
e-longevity-competitiveadvantage/ (Minggu, 16/02/2014
20:40).
Paramita, P., Wiku B.B.A. 2005.
Persepsi
Pegawai
Dinas
Kabupaten Bogor Terhadap
Penilaian Prestasi Kerja. JMPK.
Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Indonesia.
Vol.
08/No.1/Maret/2005.
Robbins, S P., Mary C. 2010.
Manajemen Edisi Kesepuluh
Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Soewartoyo. 2007. Sumber Daya
Manusia,
Ketenagakerjaan
dalam Industri Logam : Masalah
Hubungan
Kerja
dan
Produktivitas (Studi Kasus pada
Industri Kecil dan Menengah di
Surabaya,
Pasuruan,
dan
Sukabumi). Komunika. Jakarta :
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Vol 10 No. 1
(7-17).
Tika, M.P. 2006. Budaya Organisasi
dan
Peningkatan
Kinerja
Perusahaan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Wibisono, D. 2006. Manajemen
Kinerja.
Jakarta:
Penerbit
Erlangga.
Download