Psikodimensia Vol. 14 No.1, Januari - Juli 2015, 116 - 134 STUDI DESKRIPTIF BUDAYA ORGANISASI PT X SEMARANG Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran budaya organisasi PT „X‟ Semarang berdasarkan data pada angket identitas berupa jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama kerja. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sehimpunan nilai, prinsip, tradisi, dan cara bekerja yang dianut bersama dan mempengaruhi perilaku serta tindakan para anggota organisasi (Robins dan Coulter, 2010, h. 63). Budaya organisasi berperan sebagai landasan utama dalam kehidupan suatu organisasi. PT „X‟ Semarang bergerak di bidang jasa pertokoan dituntut untuk memiliki landasan yang kuat dalam kehidupan perusahaan mereka agar dapat terus bertahan dan dapat mewujudkan tujuan perusahaan. Penelitian mengenai budaya organisasi di PT „X‟ Semarang menggunakan studi populasi. Budaya Organisasi diteliti dengan menggunakan skala budaya organisasi berdasar dimensi Hofstede, yaitu process-result oriented, employee-job oriented, parochial-professional, open-closed system, loose-tight control, dan normative-pragmatic. Hasil perhitungan secara keseluruhan menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang lebih mengarah ke process oriented sebesar 74,80%; employee oriented sebesar 67,94%; parochial sebesar 58%, open system sebesar 59,54%, loosed control sebesar 77,10%; dan normatif sebesar 58%. Kata Kunci: budaya organisasi. dapat diukur dengan uang (tangible Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di era asset). Intangible asset dapat keuntungan bagi globalisasi saat ini memaksa para memberikan pelaku usaha untuk bekerja keras agar perusahaan sebesar 75% dan dapat dapat terus bertahan dan meningkatkan menjadi nilai jangka panjang bagi aset yang mereka miliki, baik aset yang perusahaan. Sedangkan tangible asset tidak uang hanya mempresentasikan kurang dari (intangible asset) ataupun aset yang 25%. Contoh dari tangible asset adalah dapat diukur dengan tanah, gedung, dan bahan baku, Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang sedangkan contoh dari intangible asset Salah satu usaha yang adalah sumber daya manusia, teknologi, merasakan persaingan saat ini yaitu dan sumber daya organisasi (Wibisono, penyedia jasa pusat perbelanjaan. Pusat 2006, h.130). perbelanjaan merupakan suatu tempat Lebih mengatakan organisasi lanjut bahwa Wibisono sumber dijelaskan daya yang terdiri dari berbagai penjual aneka barang kebutuhan sehari-hari. Selain sebagai dapat kemampuan organisasi untuk bergerak dapat dan menopang proses perubahan yang bersosialiasai. dibutuhkan masyarakat dalam melaksanakan berbelanja, pengunjung juga bersantai dan berekreasi, Tingginya untuk pergi minat ke pusat strategi. Sumber daya organisasi ini perbelanjaan penting perusahaan yang mendirikan tempat adanya, karena memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan intangible asset agar menyebabkan banyak tersebut. dapat Suatu pusat perbelanjaan dipergunakan sama baiknya dengan dituntut tangible asset, sehingga pada akhirnya bangunan sebagai acuan secara teknis kedua aset tersebut dapat dipergunakan dalam mengatur dan mengendalikan secara maksimal untuk mencapai tujuan bangunan. Standar tersebut meliputi organisasi. Salah satu modal yang arsitektur, tata bangunan, intensitas dibutuhkan daya pemanfaatan lahan seperti area parkir Budaya dan area pembuangan limbah, serta dalam sumber organisasi adalah budaya. merupakan nilai dasar yang untuk kelengkapan memiliki bangunan standar seperti alat menggambarkan kebiasaan dan tingkah pemadam laku individu yang ada di dalam darurat. Tujuan standar bangunan yaitu kelompok atau organisasi, serta harus memenuhi fasilitas dan kelengkapan diperhatikan dalam perencanaan dan bangunan pelaksanaan strategi untuk mencapai memberikan rasa nyaman dan aman tujuan organisasi. bagi kebakaran yang pengunjung, dan seharusnya serta tangga ada, tidak Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D menimbulkan dampak negatif terhadap perbelanjaan lain yang ada di Kota lingkungan (Anonim, 2012). Semarang. Penelitian ini akan dilakukan di Berdasarkan hasil wawancara PT „X‟ Semarang. PT „X‟ Semarang dengan bergerak menunjukkan bahwa barang yang dijual dalam bidang usaha pengelolaan gedung sejak tahun 1990. di Jasa beberapa pengunjung „X‟ terdiri dari harga yang dapat yang diberikan berupa dijangkau seluruh lapisan masyarakat, pengelolaan listrik, telepon, dan terdapat area parkir yang luas, penerangan, transportasi vertical, namun pengunjung ingin adanya pendingin ruangan, dll. „X‟ Semarang peningkatan perawatan tempat, baik dikenal Shopping dari penataan, pencahayaan maupun Center” yang terdiri dari berbagai kebersihan bangunan serta perawatan penjual, pada sebagai seperti pakaian, “Family penjual sepatu, makanan, transportasi vertikalnya. alat Pengunjung juga menyatakan bahwa olahraga, tempat bermain anak, Billiard tidak dijumpai papan informasi yang Arena, Semarang Computer Center ( berkaitan dengan keselamatan pada saat SCC ), dan Semarang Cellular Trade keadaan darurat terjadi di sana, seperti Center ( SCTC). informasi Ketatnya pusat kacamata, alat tingkat perbelanjaan di mengenai letak tangga kompetisi darurat dan alat pemadam kebakaran. Semarang Hal ini dimaksudkan agar para membuat peneliti tertarik untuk melihat pengunujung lebih tertarik dan nyaman serta membandingkan berbelanja „X‟ dengan di sana. Beberapa pusat perbelanjaan lainnya. Kondisi pengunjung juga menyarankan agar tersebut pihak melakukan renovasi yang nyata mendorong melakukan peneliti wawancara beberapa pengunjung untuk dengan agar terlihat lebih indah dan rapi. „X‟ Semarang Apabila dilihat dari kompetitor mengenai fasilitas yang ada di pusat para penyedia jasa pusat perbelanjaan perbelanjaan dan lain di Kota Semarang, „X‟ merupakan pusat pusat perbelanjaan yang memiliki ciri perbandingannya tersebut dengan khas tersendiri. Ketika pusat Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang perbelanjaan lain berlomba mengimplementasikan masyarakat gaya perkotaan hidup dengan kelangsungan hidup organisasi dan merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan organisasi melengkapi fasilitas bangunan, jenis untuk mencapai tujuan organisasinya. barang yang dijual, dan hiburan yang Manahan (2008, h. 210) menyatakan bisa para bahwa suatu budaya yang terbentuk di „X‟ masih fokus dalam suatu organisasi terdiri atas ditawarkan pengunjung, pihak kepada pada kegiatan perdagangan. Jika hal ini pembentukan terus dibiarkan maka tidak menutup kepentingan kemungkinan bahwa dapat kalah budaya di dalam suatu organisasi bersaing dengan pusat perbelanjaan menjadi landasan dasar bagi proses lain. Tantangan perubahan zaman, dan budaya perubahan lingkungan bisnis harus Keberagaman budaya yang ada di suatu disikapi dengan segera. Ridwan (dalam tempat Kartajaya, 1997, h. 155) menyatakan sumber daya manusia yang ada di sana. dalam perubahan Sumber daya manusia lingkungan bisnis, perusahaan harus sumber daya paling melakukan perubahan agar dapat tetap mempunyai kedudukan sentral yang bisa hidup terutama dalam menghadapi strategis di dalam suatu perusahaan. menghadapi arus globalisasi yang makin deras. Sebelum melakukan perubahan, dimensi-dimensi individu. organisasi yang menunjukkan Keberagaman Keragaman berlaku. keberagaman merupakan penting sumber manusia juga dirasakan oleh PT dan daya „X‟ langkah awal yang harus dilakukan Semarang. Berdasarkan data yang dapat adalah bagaimana peneliti himpun, diketahui bahwa „X‟ nilai-nilai lebih didominasi oleh para pekerja laki- organisasi, kebiasaan serta tingkah laku laki daripada perempuan. Pendidikan para Nilai-nilai minimum karyawan di sana adalah organisasi ini merupakan dasar dari SMP, dan banyak karyawan yang sudah budaya organisasi. Budaya organisasi bekerja > 10 tahun. Perbedaan latar dapat belakang setiap karyawan memberikan mengetahui gambaran mengenai karyawannya. menjadi prediktor terhadap Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D kebiasaan dan tindakan yang berbeda- sebagai beda. Pentingnya mengetahui gambaran keadaan dan merasakan sesuatu dalam budaya organisasi belum dilakukan oleh perusahaan tersebut. Luthans (dalam pihak padahal dalam rangka perubahan Lako, 2004, h.111) mengatakan bahwa perlu mengenal budaya yang ada saat budaya organisasi merupakan pengarah ini. Kenyataan tersebut mendorong perilaku anggota organisasi melalui peneliti untuk melakukan penelitian norma-norma dan nilai-nilai yang ada yang berjudul “Studi Deskriptif Budaya di Organisasi PT „X‟ Semarang”. mendefinisikan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan berpikir, organisasi. menerima Schein budaya (1992) organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi budaya dasar yang ditemukan, diciptakan atau Semarang dikembangkan oleh suatu kelompok berdasarkan data pada angket identitas tertentu dengan tujuan agar organisasi berupa jenis kelamin, usia, pendidikan berjalan dengan cukup baik, sehingga dan para organisasi gambaran cara PT lama „X‟ kerja. memberikan Penelitian manfaat ini dalam anggota-anggota diajarkan cara yang baru perlu benar untuk pengembangan bidang ilmu psikologi memahami, memikirkan dan merasakan industri dan organisasi terkait masalah berkenaan budaya tersebut. organisasi, dan diharapkan dapat membantu perusahaan dalam dengan masalah-masalah Amnuai (dalam Tika, 2006, h.4) pengambilan keputusan yang berkaitan mendefinisikan dengan sebagai seperangkat asumsi dasar dan tujuan jangka panjang perusahaan. budaya organisasi keyakinan yang dianut oleh anggotaanggota organisasi, kemudian Kajian Teoritik dikembangkan dan diwariskan guna Pengertian Budaya Organisasi mengatasi masalah-masalah adaptasi Hofstede (dalam Mariam, 2009, eksternal dan masalah integrasi internal. h.38) mengatakan budaya organisasi Hal serupa juga dikatakan oleh Robins bersifat nonformal atau tidak tertulis dan namun mempunyai peranan penting mendefinisikan Coulter (2010, h. budaya 63) yang organisasi Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang sebagai sehimpunan nilai, prinsip, Penyelesaian setiap masalah tradisi, dan cara bekerja yang dianut organisasi merupakan ungkapan bersama dan mempengaruhi perilaku dari serta tindakan para anggota organisasi. keyakinan. Berdasarkan pendapat beberapa nilai-nilai dan keyakinanKeberhasilan mengatasi berbagai masalah ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tersebut merupakan dasar bagi budaya organisasi adalah seperangkat tumbuhnya budaya organisasi. asumsi yang diyakini bersama oleh seluruh anggota organisasi 4. dan Nilai-nilai anggota organisasi sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik. dari koalisi dominan digunakan sebagai pengarah perilaku para dasar Berdasarkan dapat diketahui mempengaruhi uraian di atas, faktor-faktor yang budaya organisasi Tosi, Rizzo, Carroll (dalam adalah pengaruh umum dari luar yang Munandar, 2001, h.264) mengatakan luas, pengaruh nilai-nilai yang ada di bahwa budaya organisasi dipengaruhi masyarakat, faktor-faktor spesifik dari oleh empat faktor, yaitu : organisasi dan nilai-nilai dasar dari 1. Pengaruh umum dari luar yang luas Pengaruh umum dari luar budaya organisasi menurut Hofstede (dalam Mokoginta dapat dikendalikan atau hanya dan Graito, 2007, h.74) dapat dijelaskan sedikit sebagai berikut : saja yang dapat 1. Pengaruh nilai-nilai yang ada di masyarakat (societal values) Keyakinan-keyakinan nilai yang Faktor-faktor organisasi Process-Results Dichotomy Dimensi harapan ini menggambarkan manajemen terhadap dan nilai- karyawannya untuk terlibat secara dominan dari langsung dalam seluruh proses masyarakat luas. 3. Dimensi mencakup faktor-faktor yang tidak dikendalikan oleh organisasi. 2. koalisi dominan. bisnis. spesifik dari Orientasi mencerminkan kepatuhan yang proses kekakuan dan melekat pada Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D tanggung jawab karyawan di perhatian terhadap prestasi dan unitnya. Karyawan dinilai baik dan berkontribusi optimal jika mereka bertindak mengikuti cara-cara yang 3. Organizational-Professional Dichotomy dianjurkan atasan. Dimensi ini Budaya orientasi professional mencerminkan tradisi kerja yang (OP) dan parochial (PC) berkenaan rutin, kaku, prosedural birokratis, dengan dan menghindari risiko serta loyal penjelas identitas human resources. pada perintah dan arahan atasan. Item Sementara itu pada orientasi 2. peristiwa penting bagi seseorang. karakteristik-karakteristik kunci memperlihatkan budaya PC bahwa para pada hasil, orang merasa nyaman anggota merasa dilindungi oleh dalam situasi yang unfamiliar; norma-norma melakukan usaha maksimal dan sama baiknya dengan yang dialami merasa bahwa pergantian hari akan di rumah. Mereka merasa proses membawa tantangan baru. Budaya seleksi berorientasi hasil dicirikan oleh mengutamakan pertimbangan latar kepedulian bersama akan hasil belakang status sosial dan keluarga bersama. seta mengabaikan pertimbangan Employee- Job Dichotomy kompetensi pekerjaan, dan tidak organisasi, dan yang rekruitmen Dimensi ini berkenaan dengan peduli terhadap proyeksi kehidupan bagaimana manajemen memberi ke depan. Jadi, item-item budaya perhatian dan dukungan kepada organisasi yang berorientasi PC usaha penyelesaian pekerjaan. berisi pengakuan identitas para Dalam arti manajemen memberikan perhatian dan sentuhan pribadi kepada karyawan perusahaan. Orientasi menggambarkan karyawan komitmen karyawan dan organisasi yang norma-norma melindungi perilaku karyawan. Sedangkan menganut organisasi budaya yang OP perusahaan terhadap pendidikan berpandangan bahwa kehidupan dan pengembangan individu serta pribadi para karyawan merupakan Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang 4. urusan pribadi. Karyawan percaya tertutup bahwa organisasi merekrut mereka sekalipun di antara orang dalam berdasarkan kompetensi kerja yang sendiri; hanya orang-orang yang dimiliki. sangat istimewa masuk ke dalam Karena itu, pada dan sangat secretive organisasi yang menganut budaya organisasi; OP pengakuan identitas karyawan memerlukan waktu lebih dari satu disimpulkan tahun berdasarkan tipe dan untuk pekerjaan yang dilakukan. Karena Open-Closed Dichotomy ketertutupan Dimensi keempat open system pegawai merasa nyaman. menganut maka baru budaya organisasi menjadi tertutup, secretive dan (OS) versus closed system (CS) defensive merujuk pada komunikasi baik kecurigaan terhadap orang luar. internal maupun eksternal serta mudah-tidaknya 5. serta penuh sikap Loosed versus Tight Controlled penerimaan Dimensi tightly control (TC) terhadap orang luar dan seberapa dan loosely control (LC) merujuk mudah para pendatang baru merasa pada nyaman sebagai anggota keluarga. organisasi yang menggambarkan Item-item kunci dari budaya OS mekanisme memperlihatkan organisasi. Dimensi ini berkaitan organisasi orangnya, bahwa maupun terbuka baik orangterhadap dengan efisiensi penstrukturan internal pengawasan derajat dalam formalitas pelaksanaan dan kontrol pendatang baru sehingga pegawai organisasi terhadap efisiensi biaya. baru hanya memerlukan beberapa Organisasi yang menganut budaya hari untuk merasa nyaman sebagai kontrol anggota memprioritaskan keluarga. Lain halnya longgar, tidak pengendalian dengan organisasi yang menganut efisiensi penggunaan biaya dan closed system. Pada unit-unit yang waktu menganut closed system, organisasi Sementara orang-orang dalam unit- dan unit yang menganut budaya TC, orang-orangnya menjadi penyelesaian pekerjaan. Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D memperdulikan 6. keseimbangan dari budaya yang berorientasi antara lingkungan kerja dengan NRM memperlihatkan bahwa unit- efisiensi pengeluaran biaya (cost unit conscious) sehingga para anggota menekankan ketepatan mengikuti selalu menyelesaikan prosedur formal dan menjunjung pekerjaan tepat waktu karena akan standar-standar etika bisnis dan berdampak pada biaya. kejujuran yang tinggi. berusaha Normative versus Pragmatic yang normatif lebih Berdasarkan uraian di atas dapat Dimensi pragmatic (PRG) dan diketahui bahwa dimensi-dimensi normative (NRM) menggambarkan budaya organisasi adalah process-result cara-cara oriented, organisasi bertindak employee-job oriented, secara fleksibel dan terinci untuk parochial-professional, menghadapi system, loose versus tight control, dan lingkungan yang berorientasi pelanggan. Item-item kunci dari budaya normative versus pragmatic. PRG Kreitner dan Kinicki (2003, h. menjelaskan bahwa unit-unit yang 83) berorientasi pelanggan didorong budaya organisasi : oleh tingginya permintaan pasar open-closed 1. menyatakan empat fungsi Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya. sehingga bentuk pelayanan harus diprioritaskan untuk pemenuhan 2. Memudahkan komitmen kolektif. kebutuhan pelanggan, pencapaian 3. Mempromosikan stabilitas sistem hasil lebih penting daripada sosial. prosedur dan tidak terikat pada Stabilitas sistem sosial etika bisnis. Sementara itu, untuk mencerminkan taraf dimana unit-unit yang berorientasi NRM ligkungan kerja dirasakan positif melaksanakan dan mendukung, dan konflik serta tugas-tugas yang berhadapan dengan dunia di luar sehingga implementasi aturan dan prosedur normatif tidak dapat diganggu gugat. Item-item kunci perubahan diatur dengan efektif. 4. Membentuk membantu perilaku manajer keberadaannya dengan merasakan Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang Pendapat Lako (2004, h. 113) 5. Membantu menyatakan bahwa budaya organisasi sistem berfungsi untuk : untuk 1. 2. Memberikan sense of identity eksekutif dan manajemen karyawan kepada para anggota organisasi Schein (dalam Tika, 2004, h.13) untuk memahami visi, misi, serta membagi fungsi budaya organisasi menjadi berdasarkan tahap perkembangannya, bagian integral dari organisasi. yaitu : Menghasilkan dan meningkatkan 1. perilaku Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi Memberikan arah dan memperkuat standar Pada tahap ini, fungsi budaya untuk organisasi terletak pada pembeda, mengendalikan pelaku organisasi baik terhadap lingkungan maupun agar terhadap kelompok atau organisasi melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan lain. 2. dan sasaran organisasi (Noe dan Membantu Fase pertengahan hidup organisasi Pada fase ini, budaya organisasi Mondy, 1996). 4. kompensasi skema (Lako, 2000). komitmen terhadap misi organisasi. 3. penyusunan berfungsi sebagai integrator karena mendesain kembali munculnya sub-sub budaya baru sistem pengendalian manajemen sebagai penyelamat krisis identitas organisasi, yaitu sebagai alat untuk dan membuka kesempatan untuk menciptakan komitmen agar para mengarahkan perubahan budaya manajer organisasi. dan melaksanakan karyawan mau perencanaan 3. Fase dewasa strategis, programming, budgeting, Pada fase ini, budaya organisasi controlling, monitoring, evaluasi dapat sebagai penghambat dalam dan berinovasi karena berorientasi pada lainnya (Merchant 1998, Anthony dan Govindarajan, 1998). kebesaran masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuas diri. Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D Berdasarkan pendapat beberapa Afiff ( Afiff, Faisal. 2013) ahli di atas, dapat diketahui bahwa dalam artikelnya Manajemen Bisnis dan fungsi Budaya Organisasi mengatakan bahwa budaya organisasi adalah memberikan identitas bagi anggota faktor organisasi, sebagai landasan utama mempengaruhi dalam organisasi, organisasi. Organisasi yang didominasi meningkatkan oleh para pekerja dari jenis kelamin kehidupan menghasilkan dan komitmen, serta sebagai perekat sosial. jenis kelamin dapat budaya laki-laki, mungkin akan lebih agresif ketimbang wanita yang lebih halus dan berhati Pengaruh Jenis Kelamin terhadap lembut, sehingga akan mempengaruhi pada tempo dan irama kerja suatu organisasi. Budaya Organisasi Kebanyakan budaya membedakan peran yang sesuai untuk Pengaruh Usia terhadap Budaya pria dan wanita. Perbedaan peran Organisasi Pembentukan tersebut menimbulkan adanya nilai maskulin dan maskulin feminin. mencakup budaya Nilai-nilai perusahaan umumnya menggabungkan kompetisi, konsep manusia sebagai materi, ketegasan, prestasi, dan harta benda, khususnya bagi orang yang lebih tua sedangkan nilai-nilai feminin termasuk karena hal itu perlu untuk penugasan pengasuhan, kepedulian terhadap orang mereka. lain, dan kepedulian dengan kualitas orang yang lebih tua dianggap lebih hidup. Banyak orang melihat nilai-nilai berpengalaman maskulin tersebut berkontribusi untuk mengungkapkan tujuan organisasai baik kesuksesan di dunia bisnis sedangkan ke dalam maupun ke luar membuat nilai-nilai feminin berkontribusi untuk orang yang lebih tua secara sukarela keberhasilan mendukung anggapan tersebut. dalam peran yang mendukung dan peduli (Punnet, 2011, h. 596). Adanya kesadaran dan bahwa bisa Kerjasama antara rekan-rekan yang lebih muda dan yang lebih tua menunjukkan adanya kerjasama diusia Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang yang beragam, yang pada umumnya Budaya merupakan sesuatu yang dipimpin oleh mereka yang lebih tua. dipelajari. Tingkat pendidikan Ide membimbing ini dapat digunakan karyawan menentukan kesediaan sebagai indikator budaya perusahaan karyawan dalam panduan untuk menetapkan atau budaya yang ada di tempat kerja memulai sebuah posisi/jabatan untuk mereka (Graham dan Nafuko, 2006, menciptakan dan membentuk budaya h.132). perusahaan (Preissing dan Loennies, diharapkan lebih mampu menghargai 2011, h. 40). atau menghormati perbedaan pluralitas untuk Orang belajar yang mengenai berpendidikan budaya yang ada di sekitar mereka, Pengaruh Pendidikan terhadap sehingga memiliki sikap yang lebih Budaya Organisasi terbuka dan lebih mampu memahami Kemajemukan dalam suatu keanekaragaman budaya yang ada. organisasi menggambarkan perbedaan individual diantara para pekerja. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari jenjang pendidikan formal Pengaruh Lama Kerja terhadap Budaya Organisasi yang Lama kerja menurut Susilo menunjukkan kemampuan dasar yang (dalam Nasir, 2008) didasarkan pada dimiliki (dalam suatu pemikiran bahwa karyawan senior Soewartoyo 2007, h.8) mengatakan menunjukkan adanya kesetiaan yang bahwa pendidikan merupakan faktor tinggi dari karyawan yang bersangkutan penting dalam pengembangan SDM, pada organisasi dimana mereka bekerja. karena pendidikan secara langsung Lama kerja dihitung dari pertama kali maupun tidak langsung bisa diartikan tenaga menambah pengetahuan tentang cara dengan saat penelitian dilakukan yang atau diukur dalam satuan tahun pegawai. strategi Priyono seseorang untuk melakukan pekerjaan dan memecahkan suatu persoalan. kerja masuk kerja sampai Graham dan Nafuko (2006, h.133) mengatakan bahwa pengalaman seorang karyawan dengan organisasi Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D menunjukkan seberapa baik individu oleh seluruh karwayan dan digunakan tersebut sebagai tenggelam dalam budaya pengarah perilaku para organisasi. Hal tersebut juga didukung karyawan sehingga perusahaan dapat oleh sebuah artikel yang berjudul How berjalan dengan baik. budaya organisasi much of a competitive advantage is diukur dengan menggunakan skala employee longevity? Myers budaya mengungkapkan dengan lama bahwa kerja (2012) karyawan berdasar enam dimenasi dari Hofstede yaitu process- lama result oriented, employee-job oriented, cenderung sangat berperan penting parochial-professional oriented, open- dalam menjaga budaya perusahaan closed (pelatihan control, karyawan mempertahankan yang organisasi baru) dan pengetahuan dan loose versus normative tight versus pragmatic. Variabel bebas dalam penelitian institusional (yaitu kepatuhan terhadap peraturan, pengembangan kurikulum). system, ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan lama kerja. Kesemua data ini diperoleh data isian Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan kedalaman dalam identitas yang disajikan bersama dengan skala budaya organisasi Penelitian analisis yang digunakan adalah metode deskriptif. Darwis (2003, h. 69) studi ini populasi, menggunakan dimana mengatakan bahwa studi deskriptif karyawan merupakan merupakan penelitian. Metode alat makna baru, kondisi untuk menemukan menjelaskan sebuah keberadaan, menentukan seluruh responden analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif. Analisa deskriptif bertujuan frekuensi kemunculan sesuatu, dan memberikan deskripsi mengenai subjek mengkategorikan informasi. penelitian data dari pada variabel yang diperoleh dari subjek penelitian ini adalah budaya organisasi yang diteliti dan tidak dimaksudkan diartikan sebagai seperangkat asumsi untuk atau nilai-nilai yang diyakini bersama 2011, h. 126). Data deskripsi yang Variabel tergantung berdasarkan pengujian hipotesis (Azwar, Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang dihasilkan berupa total perbandingan rata dengan prosentase sebesar 67,9% antara data demografi dalam angket menunjukkan identitas dengan skor total budaya employee oriented. Dimensi ini dapat organisasi karyawan yang kemudian diartikan bahwa perusahaan memiliki diolah untuk menghasilkan rerata pada kepedulian terhadap para pegawainya. setiap data demografi yang dipotret dan Salah satu contoh tindakan kepedulian disajikan dalam bentuk histogram serta perusahaan kepada para pegawainya prosentase agar mudah dibaca. dalam hal mengambil suatu keputusan. Berdasarkan hasil perhitungan organisasi secara umum diperoleh nilai di bawah rata-rata pada dimensi process-result oriented dengan prosentase sebesar 74,8%. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi PT „X‟ Semarang adalah process oriented. Orientasi tradisi proses kerja menggambarkan yang rutin, kaku, prosedural birokratis, dan menghindari risiko serta loyal pada perintah dan arahan atasan. Segala permasalahan yang dihadapi dikomunikasikan karyawan dengan selalu pimpinan pada rapat mingguan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan memiliki peran besar terhadap apa yang dilakukan oleh para karyawannya. Pada dimensi mengarah ke Berdasarkan penuturan Kepala HRD di Hasil dan Pembahasan budaya lebih employee-job oriented diperoleh nilai di bawah rata- perusahaan tersebut, perusahaan selalu mengadakan musyawarah dengan serikat buruh yang ada di sana untuk menyelesaikan maupun suatu dalam permasalahan mengambil suatu keputusan. Pada dimensi parochial- professional diperoleh nilai di bawah rata-rata dengan prosentase sebesar 58% menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang bersifat parochial, sedangkan pada dimensi open-closed system diperoleh nilai di bawah rata-rata dengan prosentase sebesar 59,54% menunjukkan bahwa sistem PT Semarang adalah open „X‟ system. Perusahaan yang memiliki orientasi parochial dicirikan dengan para anggota merasa dilindungi oleh normanorma organisasi yang sama baiknya Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D dengan yang dialami di rumah, fokus menerapkan unggah ungguh dalam tata dengan apa yang dikerjaan saat ini, dan krama pergaulan. memiliki pegawai dengan tingkat pendidikan rendah. Pada dimensi loosed-tight control diperoleh nilai di bawah rata- PT „X‟ mampu membuat para rata dengan prosentase sebesar 77,1% karyawan merasa nyaman bekerja di menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang sana. Hal tersebut berdampak positif memiliki dengan kesetiaan Perusahaan terbukti banyak para karyawan, loosed dengan control. kontrol yang yang longgar dicirikan dengan aturan yang memiliki lama kerja > 10 tahun. PT „X‟ diterapkan tidak ketat. Hal ini sesuai termasuk sangat dengan pernyataan beberapa karyawan concern dengan apa yang sudah mereka bahwa perusahaan memiliki aturan kerjaan saat ini. Sesuai penuturan yang jelas namun tidak diterapkan Kepala HRD di sana, PT „X‟ fokus secara pada kalangan menengah ke bawah, sehingga sehingga adanya pusat perbelanjaan lain dimanusiakan ketika bekerja di sana. yang lebih modern dan high class tidak Selain itu, berdasarkan hasil observasi mempengaruhi . menunjukkan banyak canda tawa yang PT karyawan budaya perusahaan yang „X‟ berada Semarang dan di dikelilingi wilayah oleh masyarakat dengan budaya Jawa yang secara langusng dan ketat terhadap karyawan karyawan merasa terjadi antar karyawan sehingga terlihat ercenderung santai namun tetap tanggung jawab terhadap pekerjaannya. tidak langsung Pada dimensi pragmatic- mempengaruhi budaya yang ada di itu normatif diperoleh nilai di bawah rata- sendiri. Budaya Jawa dikenal dengan rata dengan prosentase sebesar 58% sopan santun dan ramah tamahnya, hal menunjukkan bahwa PT „X‟ Semarang ini dapat terlihat dari budaya open memiliki budaya normatif. Perusahaan system yang mereka miliki. Budaya ini yang menunjukkan ketepatan mengikuti prosedur formal terbuka bahwa terhadap perusahaan pendatang baru, normatif lebih menekankan dan menjunjung standar-standar etika bisnis dan kejujuran yang tinggi. Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang Sebagai perusahaan dibidang jasa yang bergerak khususnya process oriented, employee oriented, dalam parochial, open system, loosed control, pengelolaan pusat perbelanjaan, etika dan normatif. Hal ini sesuai dengan bisnis dan kejujuran merupakan kunci teori yang dikemukakan oleh Maccoby utama untuk selalu dipercaya dengan dan Jacklin (dalam Paramita dan Wiku, pihak pelanggan. Ketika etika bisnis 2005, h.36) bahwa tidak ada perbedaan dan kejujuran terus dipertahankan maka pria dan wanita dalam kemampuan akan membantu pihak perusahaan untuk memecahkan masalah secara konsisten, terus dapat bertahan dalam persaingan keterampilan bisnis. kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau Budaya organisasi berhubungan dengan bagaimana karyawan analisis, dorongan kemampuan belajar. Kelima golongan usia yang dari peneliti teliti memiliki pandangan yang Persepsi sama mengenai budaya organisasi di dalam „X‟ Semarang yaitu process oriented, mempelajari hal ini. Nord (Gibson, employee oriented, parochial, open 1994, bahwa system, loosed control dan normatif. proses Piaget (dalam King, 2010, h. 204) pemberian arti terhadap lingkungan berpendapat bahwa tidak ada pemikiran sekitarnya oleh individu, ndividu dapat kualitatif baru dalam kognisi yang melihat sesuatu hal yang sama namun terjadi pada masa dewasa. Masa dewasa dapat telah mencapai tahap pemikiran formal mempersepsikan budaya suatu memiliki h. persepsi karakteristik organisasi. peranan 54) penting menjelaskan diartikan melakukan sebagai tindakan yang berbeda. operasional, Berdasarkan perhitungan pada yang ditanda penggunakan pemikiran logis untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan membangun diperoleh hasil bahwa jenis kelamin menyimpulkan sesuatu. laki-laki dan perempuan dengan alternatif dalam memiliki Hasil analisis yang menarik pandangan yang sama mengenai budaya adalah kajian dari sudut pandang organisasi di PT „X‟ Semarang, yaitu pendidikan. Karyawan dengan Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D pendidikan D1-D3 serta S1-S2 memandang beberapa budaya organisasi di „X‟ secara berbeda. Karyawan dengan pendidikan D1-D3 lebih mengarah ke result oriented, bahwa oleh karyawan dengan pendidikan S1S2. Perbedaan pandangan pada karyawan berpendidikan diploma dan sarjana mendukung pernyataan yang disampaikan oleh Notoatmojo (dalam Evi, 2009, h. 195) bahwa hasil pendidikan ikut membentuk pola pikir, pola persepsi dan sikap pengambilan keputusan seseorang. Perbedaan seseorang akan “melihat” sesuatu itu berubah seiring pengalaman kita dengan hal itu (Matsumoto, 2004, h. 62). Kesimpulan dan Saran closed system, dan pragmatic. Budaya pragmatic tersebut juga dipersepsikan bagaimana Penelitian dilakukan deskriptif untuk ini mendapatkan gambaran budaya organisasi PT Semarang. Data penelitian diperoleh tidak untuk „X‟ yang mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi. Prosentase yang diperoleh menggambarkan budaya organisasi yang dilihat berdasarkan identitas jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pandangan juga lama kerja. terjadi pada karyawan dengan lama kerja 6-10 tahun, dan > 20 tahun. Terdapat dua dimensi yang tidak dapat dikategorikan pada karyawan dengan lama kerja 6-10 tahun, yaitu dimensi employee-job oriented dan normatifpragmatic dan satu dimensi pada Berdasarkan hasil perhitungan secara keseluruhan diketahui budaya organisasi di PT „X‟ Semarang lebih mengarah ke process oriented sebesar 74,80%; employee oriented sebesar 67,94%; parochial sebesar 58%, open system sebesar 59,54%, loosed control karyawan dengan lama kerja > 20 sebesar 77,10%; dan normatif sebesar tahun, yaitu process-result oriented. 58%. Pengetahuan mempengaruhi seseorang persepsinya. dapat Mereka akan “melihat” secara berbeda dari saat pertama kali melihatnya. Jadi jelas Hasil adanya tersebut kesepakatan menunjukkan yang tinggi dikalangan para karyawan mengenai Studi Deskriptif Budaya Organisasi PT X Semarang apa yang dipertahankan perusahaan. menggunakan oleh Perusahaan dapat gambaran budaya organisasi sebagai bahan rujukan dalam pembuatan depan, visi, strategi misi perusahaan serta ke nilai-nilai organisasi yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Daftar Pustaka Afif, F. 2013. Manajemen Bisnis dan Budaya Organisasi (7). http://sbm.binus.ac.id/2013/11/2 7/manajemen-bisnis-danbudaya-organisasi-bagian-7/ (Minggu, 16/02/2014 20:05). Anonim. 2012. Standar Bangunan Perdagangan Pusat Belanja. http://leumburkuring.wordpress. com/2012/05/06/standarbangunan perdagangan-pusatbelanja/ (Sabtu, 25/10/2014 19:00). Azwar, S. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Graham, C.M., Fredrick M.N. 2006. Culture, Organizational Learning and Selected Employees Background Variables in Small-Size Business Enterprises. Journal of European Industrial Training. Arkansas : Emerald Group Publishing Limited. Vol 31 No.2 (127-144). Kartajaya, H. 1997. Strategi Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. King, A.L. 2010. Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif Buku 1. Alih Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Lako, A. 2004. Budaya Organisasi dan Kesuksesan Kinerja Ekonomi. Dalam A.Usmara, Lukas Dwiantara (Eds). Strategi Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Amara Books. Manahan, P. 2008. Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior) Perspektif Organisasi Bisnis (Edisi Kedua). Bogor: Ghalia Indonesia. Matsumoto, D. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Alih bahasa: Anindito Aditomo. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Cetakan Pertama). Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Mokoginta, U.A., B.K.Indarwahyanti Graito. 2007. Analisis Budaya Organisasi. Dinamika Perubahan Organisasi Dari Sistem Ke Individu. Depok: Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jana, D.R I dan Setyorini, Th. D Myers, M. 2012. How much of a competitive advantage is employee longevity?. http://masonmyers.com/employe e-longevity-competitiveadvantage/ (Minggu, 16/02/2014 20:40). Paramita, P., Wiku B.B.A. 2005. Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten Bogor Terhadap Penilaian Prestasi Kerja. JMPK. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Vol. 08/No.1/Maret/2005. Robbins, S P., Mary C. 2010. Manajemen Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Soewartoyo. 2007. Sumber Daya Manusia, Ketenagakerjaan dalam Industri Logam : Masalah Hubungan Kerja dan Produktivitas (Studi Kasus pada Industri Kecil dan Menengah di Surabaya, Pasuruan, dan Sukabumi). Komunika. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Vol 10 No. 1 (7-17). Tika, M.P. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wibisono, D. 2006. Manajemen Kinerja. Jakarta: Penerbit Erlangga.