BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan merupakan senyawa yang mampu melindungi sel dari kerusakan dengan kemampuan memblok proses kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas (Hartanto, 2012). Radikal bebas dalam jumlah yang berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein, dan jaringan lemak yang mampu menginduksi beberapa penyakit degeneratif seperti kanker dan penyakit kardiovaskular (Lingga, 2012). Senyawa antioksidan berdasarkan mekanismenya dalam menghambat oksidasi dapat dibagi menjadi dua kelas. Kelas pertama melalui penangkapan radikal bebas (free radical scavenging) dan kelas kedua tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas, salah satunya dengan chelating logam pro-oksidan. Logam besi dan beberapa logam transisi seperti tembaga, kromium, kobalt, vanadium, kadmium, arsenik dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi dengan bertindak sebagai katalis dari reaksi pembentukan radikal bebas. Chelating logam oleh senyawa tertentu mampu menurunkan efek pro-oksidannya dengan mengurangi potensial redoks dan menstabilkan bentuk teroksidasi dari logam (Koncic et al., 2011). Antosianin merupakan salah satu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Gugus hidroksil pada cincin C dari antosianin mampu mengkelat ion logam seperti besi dan tembaga. Aktivitas antioksidan dari antosianin juga meningkat karena asilasi dari gugus gula oleh asam hidroksi aromatik 1 46 (Kowalczyk et al., 2003). Salah satu tanaman yang mengandung antosianin adalah ubi jalar ungu, yang ditandai dengan adanya pigmen ungu yang menyebar dari kulit hingga ke dagingnya (Hardoko dkk., 2010). Kelompok antosianin yang terdapat dalam ubi jalar ungu diantaranya cyanidin dan peonidin (Kano et al., 2005). Antosianin dalam ubi jalar ungu merupakan antosianin terasilasi yang memiliki beberapa kelebihan diantaranya lebih stabil selama penyimpanan, lebih stabil terhadap suhu tinggi dan cahaya serta stabil pada kondisi asam (Montilla et al., 2011; Leimena, 2008). Selain itu, antosianin dari ubi jalar ungu juga lebih tinggi menangkal radikal bebas (DPPH) dibandingkan antosianin dari tanaman kol merah, kulit anggur, elderberry serta delapan komponen utama dari antosianin ubi jalar ungu juga memiliki aktivitas lebih tinggi dari asam askorbat (Kano et al., 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian yang dilakukan Jawi et al (2006), pemberian ekstrak air daging ubi jalar ungu pada mencit dengan dosis 0,5 mL/ekor selama 7 hari telah terbukti memberikan aktivitas antioksidan pada darah, hati, jantung, dan usus mencit yang mengalami stres oksidatif setelah pemberian beban aktivitas fisik maksimal. Pengujian dengan metode penghambatan radikal bebas DPPH (Diphenyl picryl hydrazine), ekstrak etanol daging ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai EC50 36,5µg/mL (Prasanth et al., 2010). Dewi (2014) melaporkan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit ubi jalar ungu dengan metode Ferrous Ion Chelating (FIC) memiliki nilai IC50 sebesar 322,08 µg/mL. 47 Berdasarkan penelitian Dewi (2014), maka pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan dengan cara melakukan fraksinasi terhadap ekstrak etanol ubi jalar ungu untuk memperoleh fraksi antosianin dari kulit dan daging ubi jalar ungu yang lebih murni karena telah kehilangan metabolit-metabolit lain sehingga diharapkan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi melalui mekanisme mengkelat logam. Kemampuan fraksi antosianin ubi jalar ungu dalam menghasilkan aktivitas chelating logam besi valensi II ditentukan dengan metode uji Ferrous Ion Chelating (FIC). Pada metode FIC ferrozine memiliki kemampuan dalam mengkelat Fe2+, dimana senyawa kompleks antara ferrozine dan Fe2+ tersebut akan terganggu oleh adanya senyawa pengkelat logam. Sehingga akan terjadi kompetisi antara ferrozine dan senyawa pengkelat yang ditandai dengan penurunan intesitas warna ungu dari kompleks ferrozine dan Fe2+ (Aboul-enein et al., 2003). Salah satu pengkelat logam yang umum digunakan adalah EDTA (Chambell, 2001), sehingga EDTA dapat digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas fraksi antosianin ubi jalar ungu dalam chelating logam. Kemampuan antioksidan dari fraksi antosianin ubi jalar ungu dalam menghambat kompleks antara ferrozine dan Fe2+ dapat diukur melalui nilai IC50. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah aktivitas fraksi antosianin ubi jalar ungu sebagai antioksidan dengan metode Ferrous Ion Chelating (FIC)? 48 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi antosianin ubi jalar ungu melalui mekanisme chelating logam. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kemampuan fraksi antosianin kulit dan daging ubi jalar ungu yang kaya antosianin sebagai antioksidan melalui mekanisme chelating logam sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian lanjutan pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai produk kesehatan dari bahan alam dalam menangani kerusakan sel yang disebabkan oleh pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS).