TELAAH PSIKOANALISIS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ”MEMBURU KALACAKRA” KARYA ANI SEKARNINGSIH Anis Lissaidah Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang obyektif tentang gagasan feminisme dalam kumpulan cerpen ”Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu, meliputi 1) ) Gagasan feminisme yang dimunculkan lewat tokoh-tokoh, (2) gagasan feminisme yang dimunculkan lewat peristiwa yang dikisahkan, (3) gagasan feminisme yang dimunculkan lewat konfik-konflik, dan (4) gagasan feminisme yang dimunculkan lewat amanat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengkhususkan dan melihat melalui sudut pandang feminisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu peneliti berusaha mendeskripsikan fakta-fakta (data) yang kemudian disusul dengan analisis obyek yang diteliti dengan menganalisis gagasan feminisme dalam kumpulan cerpen. Sumber data dalam penelitian ini berupa satuan cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen. Teknik dalam penelitian ini adalah (1) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah atau analisis terhadap teks (2) teknik analisis data dengan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa feminisme dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu meliputi: 1) wujud gagasan feminisme lewat tokoh direfleksikan melalui sikap tokoh, tampilan tokoh, cara berbahasa, dan prinsip hidup tokoh yang menentang ideologi patriarkhi, 2) Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat peristiwa direfleksikan melalui tokoh perempuan yang berani mendobrak segala intimidasi yang dilakukan terhadap dirinya, 3) Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat konflik-konflik direfleksikan oleh pengarang melalui tokoh utama yang mempunyai rasa percaya diri begitu tinggi dengan prinsip-prinsip hidup yang diyakininya, 4) Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat amanat direfleksikan melalui amanat bahwa perempuan bisa mendominasi pria dalam menyelesaikan konflik. Kata Kunci: Psikoanalisis, Tokoh Utama, Novel Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|921 PENDAHULUAN Perempuan adalah hal yang menarik untuk dibicarakan, ketidakadilan perempuan juga terjadi di dalam dunia empiris dan dunia literer. Sebagai refleksi kehidupan nyata, banyak sekali dimensi kehidupan yang dimuat dalam karya sastra. Misalkan saja dalam karya sastra, bentuk diskriminasi terhadap perempuan dapat berupa pornografi dan kekerasan terhadap perempuan seperti pembatasan pendidikan bagi anak-anak, serta kawin paksa. Perempuan tidak dianggap utama berdasarkan anggapan masyarakat mengenai kelemahan-kelemahan secara biologis, sehingga perempuan secara kultural tetap saja dianggap sebagai makhluk yang inferior (terkuasai). Dalam hal ini, biasanya dilambangkan dengan kegagalan yang berujung pada penderitaan dan kematian. Realitas yang terjadi di masyarakat terkait dengan persoalan wanita adalah secara fisik wanita dipandang sebagai makhluk lemah sehingga dianggap cocok untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mengurus anak, dan lain sebagainya sedangkan jika dipandang dari penampilan fisik, pria dianggap lebih kuat sehingga cocok untuk melaksanakan pekerjaan di sektor publik, yaitu yaitu mencari nafkah di luar rumah. Anggapan dan budaya yang diciptakan masyarakat seperti ini akhirnya memposisikan wanita sebagai kaum subordinat. Pandangan masyarakat tersebut masih berlaku bagi beberapa anggota masyarakat walaupun mereka hidup di zaman globalisasi. Mereka beranggapan bahwa wanita dan ketergantungan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, apalagi jika dua pengertian tersebut dikaitkan dengan kedudukan wanita dalam rumah tangga (Murniyati, 2004:102). Di bidang sosial, peranan perempuan sangat terbatas karena tradisi hanya menghendaki wanita sebagai pengurus rumah tangga dan keluarga, sehingga sebagian besar masa hidup seorang wanita dihabiskan dalam lingkungan rumah saja. Di samping itu wanita tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi dan memiliki jabatan atau profesi tertentu. Padahal di tengah derasnya arus globalisasi, sesharusnya akses pendidikan yang baik dan berkualitas harus diberikan kepada kaum wanita, sehingga kaum wanita bisa memberdayakan dirinya untuk lebih maju, memikirkan bagaimana kaumnya secara menyeluruh bisa terbebas dari bentuk-bentuk penindasan yang selama ini terjadi, misalnya kemiskinan dan persoalanpersoalan wanita yang lainnya. Adanya berbagai permasalahan mengenai wanita, maka muncullah gerakan feminisme yaitu gerakan yang berusaha menyejajarkan peranan dan kedudukan antara kaum wanita dan kaum laki-laki. Gerakan feminisme lahir dari sebuah ide yang berupaya melakukan melakukan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|922 pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas gender, pencarian akar ketertindasan perempuan, sampai upaya penciptaan pembebasan perempuan secara sejati. Jadi, feminisme adalah basis teori dari gerakan pembebasan perempuan. Berbagai fenomena tentang perempuan itulah yang seringkali mengilhami munculnya ide dalam sebuah karya sastra. Ide cerita yang dikembangkan pengarang ke dalam suatu cipta sastra selalu diilhami oleh realita yang terjadi di masyarakat. Dengan cara yang berbeda, masing-masing pengarang berusaha melukiskan peristiwa kehidupan nyata yang terjadi di sekitarnya. Beberapa pernyataan tersebut tidak mengartikan bahwa karya sastra merupakan tiruan kehidupan (imitation of life). Luxemburg dalam Pengantar Ilmu Sastra (1989:05) menyatakan bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, kreasi, dan bukan imitasi kehidupan. Pengarang hanya mengambil realita kehidupan sebagai bahan ciptaannya, kemudian pengarang mengkreasikan dan menarasikan peristiwa kemasyarakatan secara fiktif dan imajinatif sehingga tercipta sebuah karya sastra. Berkaitan dengan keberadaan perempuan, Djajanegara (2001:51) menyatakan bahwa pada umumnya karya sastra yang menampilkan tokoh wanita dapat dikaji dengan menggunakan konsep feminisme. Baik cerita rekaan, lakon, maupun sajak, sebuah karya sastra dapat diteliti dengan menggunakan konsep feminisme asalkan ada tokoh perempuan di dalam karya sastra tersebut. Peneliti akan mudah menerapkan konsep feminisme jika tokoh perempuan itu dikaitkan dengan tokoh laki-laki. Tidaklah menjadi persoalan apakah mereka berperan sebagai tokoh utama, tokoh protagonis, atau bahkan tokoh bawahan. Dalam dunia kesastraan kaum wanita merupakan dalam kelas masyarakat yang sering mengalami penindasan oleh kaum pria, karena kualitas karya tulisan-tulisan wanita dianggap kurang menarik daripada karya yang diciptakan pria. Hal ini tidak membuat wanita berkecil hati. Berdasarkan fenomena-fenomena seperti di atas itulah mengakibatkan timbulnya tuntutan kesetaraan gender, sehingga pada awal ke20 muncul faham-faham feminisme. Faham ini lebih memfokuskan pada kesetaraan gender, serta perjuangan dan perlawanan seorang wanita dalam mempertahankan hakhak dan martabat wanita terhadap kaum pria. Kesadaran perempuan tentang pentingnya hak-hak perempuan yang terabaikan ternyata berimbas juga dalam karya sastra. Emansipasi perempuan yang terabaikan telah ditujukkan pada salah satu karya sastra yang bernuansa feminisme, yaitu kumpulan cerpen ”Jangan Main Dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu. Dalam kumpulan cerpen karya Djenar Maesa Ayu tersebut mengetengahkan tentang pemberontakan perempuan. Dari sebelas cerpen antaranya merupakan fenomena-fenomena penuh kontroversial, yang memposisikan perempuan menjadi dua bagian, yaitu perempuan yang mandiri dan perempuan yang lemah. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|923 Masalah-masalah yang cukup dominan pada kumpulan cerpen tersebut adalah kekerasan dan penindasan terhadap kaum perempuan yang dilakukan oleh lakilaki, yang biasanya berperan sebagai pelaku tindak kekerasan karena tokoh-tokoh tersebut mempunyai kekuatan fisik dan sosial, sedangkan korbannya adalah tokohtokoh yang lemah secara fisik dan maupun sosial, yaitu para perempuan. Dalam hal ini, tujuan feminisme pada intinya adalah untuk mensejajarkan kedudukan dan derajat kaum perempuan dengan derajat dan kedudukan kaum laki-laki. TEORI Kumpulan cerpen Djenar Maesa Ayu merupakan salah satu karya sastra yang bernuansa feminisme, maka pemahaman teori feminisme sangat diperlukan apabila peneliti ingin melakukan sebuah penelitian dengan kajian feminisme, demikian pula terhadap aliran feminisme. Penelitian sastra feminis merupakan bentuk dari kritik sastra akademik yang masuk dalam kajian feminisme. Oleh karena itu, konsep tentang kritik sastra feminisme perlu dijadikan landasan teori bagi peneliti untuk memecahkan persoalan dalam penelitian. Objek penelitian ini adalah kumpulan cerpen ”Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu sebagai objek penelitian. Kumpulan cerpen tersebut merupakan terbitan majalah sastra Basis, edisi April 2003 merupakan kumpulan cerpen terbaru setelah buku pertama Djenar Maesa Ayu yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! Sebelum dibukukan, cerpen-cerpen Djenar telah dimuat di media massa. Salah satu dari beberapa cerpen menjadi cerpen terbaik 2002 versi Jurnal Perempuan yang berjudul ”Menyusu Ayah” yang dimuat di Jurnal Perempuan, edisi khusus anti kekerasan terhadap Perempuan. Selain itu muncul cerpen-cerpen lainnya seperti ”Payudara Nai-Nai”, dimuat di Antologi Cerpen China Moon, ”Cermin” dimuat di Harian Republika, ”Ting” dimuat di koran Tempo, dan ”Saya di Mata Sebagian Orang” di Harian Kompas. KONSEP SASTRA Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang lain. kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas akal, cipta, rasa, dan karsa sehingga mereka mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat baik bagi masingmasing individu maupun bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Salah satu ciptaan manusia yang berfungsi sebagai penghibur sekaligus memiliki nilai-nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat adalah karya sastra. KONSEP CERITA PENDEK Sumardjo dan Saini (1997:27) mengungkapkan, cerpen adalah cerita atau narasi (bukan analisis argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar telah terjadi tetapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja) serta relatif pendek. Penceritaan atau narasi harus dilakukan secara hemat dan ekonomis. Inilah sebabnya dalam sebuah cerpen biasanya hanya ada dua atau tiga tokoh saja, hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek saja bagi pembacanya. Semuanya harus Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|924 serba ekonomis sehingga, hanya ada satu kesan saja pada pembacanya. Namun begitu, sebuah cerpen harus merupakan suatu kesatuan bentuk yang betul betul utuh dan lengkap. Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dapat dilihat dari segi-segi unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu adalah peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir cerita), latar cerita (setting), sudut pandang pencerita (point of view), dan gaya (style) pengarangnya. Berdasarkan tuntutan ekonomis serta efek satu kesan pada pembacanya, maka biasanya penulis cerpen hanya mementingkan salah satu unsur saja dalam cerpennya, misalnya cerpen yang mementingkan unsur alur atau karakternya saja. Dalam hal ini pementingan atau penekanan salah satu unsur cerpen tidak berarti meniadakan unsur-unsur yang lain. Sebuah cerpen harus lengkap dan utuh, artinya harus memenuhi unsur-unsur cerita pendek, hanya pengarang dapat memusatkan atau memfokuskan pada satu unsurnya saja yang mendominasi cerpennya. KONSEP GENDER Penelitian ini membahas pengetahuan mengenai feminisme, oleh karena itu perlu dikaji konsep gender karena berkaitan dengan feminisme. Konsep penting yang perlu diapahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep jenis kelamin seks dan konsep gender (Fakih, 1996:3). Pemahaman dan pembedaan antara konsep sex dan gender sangat diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Pemahaman terhadap konsep gender sangat diperlukan mengingat dengan konsep ini telah lahir suatu analisis gender. Menurut (Trisakti, 2002:5), konsep gender diartikan sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya antara lakilaki dan perempuan. Oleh sebab itu, gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan, di mana perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. TEORI FEMINISME Secara etimologis feminisme berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai hakikat alamiah), maskulin dan feminim (sebagai aspek perbedaan psikologis dan kultural). Dengan kata lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan maskulin-feminim mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she (Selden dalam Ratna, 2006:184). Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|925 Feminisme, di samping sebagai gerakan kultural juga dianggap sebagai salah satu teori sastra. Teori-teori feminis, sebagai alat kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan dengan konflik kelas ras, khususnya konflik gender. Artinya, antara konflik kelas dengan feminisme memiliki asumsi-asumsi yang sejajar, mendekonstruksi sistem dominasi dan hegemoni, pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat (Ratna, 2006:186). ALIRAN FEMINISME Munculnya aliran-aliran feminisme dilatarbelakangi oleh berkembangnya dua teori feminis, yaitu teori fungsional struktural dan teori konflik. Teori struktural fungsional berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling mempengaruhi (Mufidah, 2004:36). Teori fungsional tidak secara langsung menyinggung soal wanita, namun keyakinan penganut teori bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, sampai keluarga) dan masing-masing bagian secara terus-menerus mencari keseimbangan dan harmoni, dapat menjelaskan posisi mereka tentang kaum wanita (Fakih, 1996:80). Lebih lanjut Fakih menjelaskan bahwa konflik dalam masyarakat dalam teori ini dilihat sebagai tidak berfungsinya integritas sosial dan keseimbangan. Oleh karena itu, harmoni dan integritas dipandang sebagai fungsional, bernilai tinggi, dan harus ditegakkan, sedangkan konflik harus dihindari (Fakih, 1996:80). FEMINISME LIBERAL Aliran ini dilandasi oleh pemikiran bahwa sebagai manusia, baik pria maupun wanita memiliki kedudukan yang sama, sehingga seharusnya mereka hidup dalam keseimbangan dan keserasian tanpa harus ada penindasan. Walaupun memiliki perbedaan khusus, misalnya wanita memiliki sistem reproduksi, sedangkan pria tidak, teori ini beranggapan bahwa seharusnya wanita diberi peran dan aktivitas publik (Mufidah, 2004:38). Dengan demikian, ketimpangan gender dalam masyarakat tidak akan terjadi. Dalam Fakih (1996:80) dijelaskan bahwa aliran ini merupakan bentuk kritik feminis terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menunjung tinggi nilai otonom, persamaan dan nilai moral, serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum wanita. FEMINISME MARXIS Jerman dan Rusia merupakan basis gerakan feminisme Marxis sosialis dengan tokoh-tokohnya, antara lain Clara Zetkin (1859:1993) dan Rosa Luxemburg (18711919). Dalam Mufidah (2004:41) dijelaskan bahwa akar masalah ketimpangan antara pria dengan wanita dalam aliran ini adalah sistem kelas yang berdasarkan kepemilikan pribadi, secara inhern bersifat menindas dan pria kulit putih memiliki keistimewaan di dalamnya. Bagi penganut feminisme Marxis, penindasan wanita adalah bagian dari penindasan sistem kelas dalam hubungan produksi (Fakih, 1996:86). Aliran ini beranggapan bahwa persoalan wanita selalu Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|926 diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme (Fakih, 1996:86). Hal ini disebabkan sistem kapitalis melegalkan adanya segala bentuk penindasan dan diskriminasi terhadap wanita. FEMINISME RADIKAL Sumber ketidakadilan terhadap wanita menurut aliran ini adalah seksisme dan ideologi patriarkhi. Dalam perspektif analisis feminis radikal digambarkan bahwa wanita ditindas oleh sistem sosial patriarkhis, rasisme, eksploitasi fisik, heteroseksisme, dan klasisme yang terjadi signifikan (Mufidah, 2004:42). Feminisme radikal berpendapat bahwa ketidakadilan gender bersumber pada perbedaan biologis antara wanita dengan pria (Megawangi, 1999:178). Perbedaan biologis yang dimaksud adalah kemampuan wanita untuk bereproduksi yang pada akhirnya akan menjadikan wanita lebih cenderung untuk melakukan peran-peran gender yang erat kaitannya dengan masalah biologis. Dalam Megawangi (1999:178) dijelaskan bahwa peran biologis wanita tersebut hanya akan mereka alami apabila mereka menikah dan masuk dalam institusi keluarga. Oleh karena itu, penganut feminis radikal menyerang keberadaan institusi keluarga dan sistem patriarkat. FEMINISME SOSIALIS Feminisme sosialis pada umumnya merupakan hasil ketidakpuasan feminis Marxis atas sifat pemikiran Marxis yang pada dasarnya buta gender dan atas kecenderungan Marxim untuk menganggap opresi terhadap wanita jauh di bawah pentingnya opresi terhadap pekerja (Tong, 1998:174). Marxis beranggapan bahwa wanita pekerja mengalami penindasan oleh kaum borjuis dan hal ini berarti bahwa mereka harus menyadari kelasnya dan berusaha untuk membebaskan kelasnya dari kaum borjuis. Feminis sosialis menganalogikan ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat sebagai akibat adanya perbedaan kelas dengan pola relasi antara pria dengan wanita. Teori sosialis menekankan adanya kepemilikan pribadi oleh masyarakat borjuis terhadap masyarakat proletar yang menyebabkan adanya penindasan terhadap kaum proletar. Dalam hubungan suami istri, suami yang telah menikahi istrinya menganggap bahwa istri adalah miliknya secara pribadi dan dengan demikian dia berhak untuk melakukan apa pun terhadap istri. Hal ini seperti dijelaskan oleh Megawangi (1999:129) merupakan salah satu bentuk ketimpangan hubungan antara pria dan dengan wanita yang berwujud penindasan dalam keluarga. FEMINISME TEOLOGIS Lahirnya teologi feminis bersumber dari mazhab teologi pembebasan (liberation theology) yang dikembangkan oleh James Cone pada akhir tahun 1960-an (Mufidah, 2004:45). Lebih lanjut Mufidah (2004:45) menyebutkan bahwa teologi pembebasan menggunakan paradigma sosial konflik atau Marxis yang telah dimodifikasi. Walaupun menggunakan paradigma teori Marxis, keduanya masih memiliki perbedaan, terutama dalam hal persepsi tentang agama merupakan alat bagi kaum penguasa untuk Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|927 melegitimitasi kekuasaan, sehingga penganut marxis berupaya untuk melenyapkan agama dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat bawah, sedangkan teologi pembebasan tetap mempertahankan agama dan memandang agama bukan sebagai alat kekuasaan atau penindasan, melainkan sebagai pembebasan golongan yang tertindas (Mufidah, 2004:45). dan sebagainya (Nyoman, 2004:192). Jika dikaitkan dengan emansipasi, sastra feminis bertujuan untuk membongkar, mendekonstruksi sistem penilaian terhadap karya sastra yang pada umumnya masih selalu ditinjau melalui pemahaman pria (Nyoman, 2004:192). FEMINISME DALAM SASTRA Menurut Nyoman (2004:184), feminisme sastra adalah feminisme yang dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra, baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun presepsi. Kedudukan wanita sebagai makhluk kedua dalam masyarakat menumbuhkan adanya semangat feminis bagi sastrawan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Nyoman (2004:192) bahwa sastra feminis secara sosiologis berakar dalam pemahaman mengenai inferioritas wanita. Semakin meningkatnya jumlah wanita dalam menciptkan karya sastra, terutama novel, menjadikan dunia sastra Indonesia kaya akan novelis wanita dan novelis feminis. Tokoh wanita yang mereka munculkan dalam karyanya mempu mempresentasikan sosok wanita masa kini yang memiliki peran aktif dalam masyarakat. Keadaan ini menjadikan novelis wanita Indonesia bisa dikategorikan dalam novelis feminis, sehingga memunculkan teori kritik sastra, yaitu kritik sastra feminis. Dikaitkan dengan aspek-aspek kemasyarakatannya, kritik sastra feminis pada umumnya membicarakan tradisi sastra oleh kaum wanita, pengalaman wanita, kemungkinan adanya penulisan khas wanita, PENDEKATAN PENELITIAN METODE PENELITIAN Penelitian Feminisme dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-Main dengan Kelaminmu Karya Djenar Maesa Ayu ini menggunakan pendekatan Kualitatif. Menurut Sugiyono (2007:1), pendekatan kualitatif adalah suatu cara yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Berangkat dari hal itu, maka pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Selain itu, dalam penelitian ini data yang digunakan berupa kutipan-kutipan kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat pada novel Jangan Main-Main dengan Kelaminmu Karya Djenar Maesa Ayu. METODE PENELITIAN Metode merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mencapai tujuan. Melalui metode, masalah akan tampak lebih sederhana, sehingga lebih Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|928 mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Metode yang digunakan dalam membahas masalah penelitian ini adalah metode dekriptif analitis. menurut Ratna (2006:48), metode deskriptif analitis yaitu metode yang menggunakan cara mendeskripsikan faktafakta (data) yang kemudian disusul dengan analisis. Metode analisis isi digunakan untuk mempermudah dalam menganalisis data dari rumusan masalah yang berhubungan dengan feminisme sastra dan konsep-konsep yang ada. DATA DAN SUMBER DATA Data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan kata-kata, kalimat, dan wacana yang menunjukkan bentuk gagasan feminisme yang dimunculkan melalui tokohtokoh, peristiwa yang dikisahkan, konflikkonflik, serta amanat yang dikisahkan dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main dengan Kelaminmu. Sumber data penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer penelitian adalah sebuah kumpulan cerpen yang berjudul ”Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu yang diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2004, yang terdiri dari 122 halaman. Data sekunder berupa hasil download internet yang mengupas biografi dan hasil karya Djenar Maesa Ayu sebagai seorang penulis yang memaparkan banyak fakta bertema feminisme, data sekunder ini digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini bahwa karya Djenar Maesa Ayu memang kental akan feminisme sebab beberapa karyanya mengupas tentang perempuan dan dunianya. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah atau analisis terhadap teks. Peneliti melakukan pengamatan terhadap subjek yang diteliti, agar mempermudah pengambilan data dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut. a. Membaca dengan cermat kumpulan cerpen Jangan Main-Main dengan kelaminmu karya Djenar Maesa Ayu yang dijadikan objek penelitian secara berulang-ulang minimal 10 kali dalam masa penelitian. b. Terlebih dahulu ditentukan sumber data penunjang yang berupa bukubuku yang berkaitan dengan feminisme, esai, karya ilmiah (skripsi), dan juga download dari internet, yang sesuai d ngan pokok pembahasan dalam penelitian. c. Mengklasifikasi data yang ditemukan dengan menandai bagian-bagian teks cerpen yang sesuai dengan rumusan permasalahan. d. Menyeleksi data, dengan mengelompokkan data sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu mengenai bentuk gagasan feminisme yang dimunculkan melalui tokoh-tokoh, peristiwa yang dikisahkan, konflik-konflik, serta amanat yang dikisahkan dalam kumpulan cerpen, penyeleksian ini dilakukan untuk memperoleh pernyataan-pernyataan, kalimat-kalimat, atau pilihan kata yang Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|929 menunjukkan bentuk gagasan feminisme sesuai dengan rumusan masalah penelitian. e. Data yang sudah diseleksi, kemudian dianalisis sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Untuk memudahkan penganalisisan data, maka data yang terkumpul dimasukkan ke dalam korpus data sesuai dengan permasalahan penelitian. INSTRUMENT PENELITIAN Instrumen atau alat yang digunakan untuk mempermudah penelitian ini adalah tabel analisis yang berfungsi untuk menandai data. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen sangat tergantung dari jenis data dan dari mana data diperoleh, maka instrumen atau alat yang digunakan untuk mempermudah penelitian ini adalah melakukan pengelompokkan data ke dalam tabel analisis. Adapun tabelnya adalah sebagai berikut. Tabel Analisis No Data Kode Data (J/SC/T) (J/SC/P) (J/SC/K) (J/SC/A) Aspek Analisis T P K A Deskripsi Interpretasi Keterangan Tabel: J : Judul Cerpen FM-P : Peristiwa SC : Satuan cerita FM-K : Konflik FM : Feminisme FM-A : Amanat FM-T : Tokoh TEKNIK ANALISIS DATA Tahapan analisa data yang digunakan dalam analisis ini adalah Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|930 tahapan analisis model interaktif (interactive model) dari konsep Miles dan Hubermans (Miles & Hubermans, 1987:23). Model ini terdiri dari empat komponen yang saling berkaitan, yaitu 1). Pengumpulan data (data Collection), 2). Penyederhanaan atau reduksi data (data reduction), 3). Penyajian data-data . (data display), 4).Kesimpulankesimpulan: penarikan verivikasi (conclusions:drawing/verifyng). Analisis data tersebut digambarkan sebagai berikut. Gambar 3.5 (Sumber: Miles&Hubermans, 1987, hal 23( dalam Zaini) a. Data Collection (Pengumpulan Data) Sebelum dilakukan analisis data, data dikumpulkan terlebih dahulu dengan menggunakan korpus data. Setelah semua data terkumpul kemudian data dikelompokkan sesuai dengan rumusan masalah, dengan begitu akan memudahkan peneliti untuk melakukan analisis data. b. Data Reduction (Penyederhanaan/Reduksi Data) Dalam hal ini peneliti melakukan reduksi data melalui proses pengumpulan informasi (data) sebanyak-banyaknya yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang berkaitan tentang feminisme yang ada dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” Karya Djenar Maesa Ayu. Mengingat dari sekian banyaknya informasi yang didapat, tentu sangatlah beragam serta dibutuhkan pengklasifikasian secara Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|931 detail. Karena itu perlu dilakukan reduksi data, yaitu merangkum dan mensistematisir informasi, memfokuskan kepada hal-hal yang penting, serta memilah informasi yang tidak diperlukan. c. Data Display (Penyajian data) Langkah selanjutnya adalah penyajian data yang diperoleh setelah dilakukan analisis dan pengecekan ulang data mentah yang terkumpul. Dalam penelitian ini dapat disajikan dengan melakukan pengelompokkan data ke dalam tabel menggunakan instrumen pengumpulan data kemudian mendeskripsikan dan menganalisis data secara kritis. d. Conclusions (KesimpulanKesimpulan) Langkah terakhir dari model analisis ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang diambil merupakan hasil proses analisis kritis yang memberikan deskripsi kritis tentang gagasan feminisme yang ada dalam kumpulan cerpen ”Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu. HASIL PENELITIAN a) WUJUD GAGASAN FEMINISME YANG DIMUNCULKAN LEWAT TOKOH-TOKOH DALAM KUMPULAN CERPEN “JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KELAMINMU” KARYA DJENAR MAESA AYU. Analisis dalam kajian feminisme hendaknya mampu mengungkap aspekaspek ketertindasan wanita atas pria. Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat tokoh-tokoh salah satunya adalah anggapan bahwa wanita hanyalah pendamping lakilaki. Dengan adanya perilaku politis tersebut, apakah wanita secara sadar ataukah justru marah menghadapi ketidakadilan gender. Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya menolak. Saya sangat tahu aturan main. Bagi wanita secantik saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun? (J1/SC2/T) Dari data ditemukan bahwa tokoh saya sebagai seorang perempuan yang agresif merefleksikan rasa percaya dirinya dengan cara menunjukkan bahwa dirinya selalu tegas menolak apabila hanya dianggap main-main. Ia beragumen bahwa ia dapat melakukan berbagai permainan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|932 dengan lawan jenis dalam waktu yang cukup lama, yaitu lima tahun. Gagasan feminisme yang dimunculkan lewat tokoh tampak jelas bahwa tokoh saya dalam cerpen Jangan Main-Main dengan Kelaminmu adalah seorang perempuan yang tidak mau kalah dengan laki-laki. Tokoh ‘saya’ mampu menunjukkan dirinya bahwa ia perempuan yang tegas membela diri, menunjukkan bahwa bukan pria saja yang bisa mempermainkan wanita dengan seenaknya, wanita pun bisa berbuat main-main kepada pria. b) WUJUD GAGASAN FEMINISME YANG DIMUNCULKAN LEWAT PERISTIWA YANG DIKISAHKAN DALAM KUMPULAN CERPEN “JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KELAMINMU” KARYA DJENAR MAESA AYU. Kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan dapat terwujud dengan adanya keseimbangan, kemitraan, peran antara lakilaki dan perempuan. Tokoh perempuan meski digambarkan sebagai sosok yang lembut secara radikal ia juga memiliki keberanian hingga dapat melakukan perlawanan mengajak seluruh perempuan untuk melakukan perlawanan terhadap keadaan yang dinilai dirinya tidak adil dengan melakukan pengaburan konsep, penggoncangan, pembongkaran, dan pembalikan atas nilai-nilai yang dianggap telah merendahkan posisi perempuan. Gagasan feminisme yang dimunculkan lewat peristiwa sangat bermacam-macam, seperti kutipan di bawah ini yang memberikan gambaran peristiwa yang tidak meninggalkan anggapan bahwa wanita hanyalah sebagai pendamping laki-laki. Saya juga sudah bosan cerewet. Cerewet itu lelah. Mengatur dan mengurus pekerjaan rumah tidaklah mudah. Bahkan untuk urusan rumah inilah kulit saya keriput, tubuh saya gembrot, karena saya sudah tak punya waktu lagi selain mengurus rumah, rumah, dan rumah. Tapi ternyata yang saya lakukan bukan membuatnya bertambah meghargai jerih payah saya, melainkan menjauhkan dirinya dari saya. Bukannya saya melebih-lebihkan. Tapi saya benar-benar dengan jelas mendengar ia mengatakan, “kalau saya jengah bertemu, apalagi kelamin saya?” (J1/SC10/P) Gambaran feminisme lewat peristiwa direfleksikan dengan pembelaan terhadap diri sendiri yaitu tokoh Saya yang selalu tegar dalam menghadapi sikap sang suami yang semakin lama semakin menjauh karena sudah jengah bertemu dengan dirinya. Namun ia berusaha untuk dapat mengurus rumah dengan baik meskipun kulitnya menjadi keriput dan tubuhnya menjadi tidak proporsional karensa tak ada waktu untuk merawat diri. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|933 Dalam peristiwa yang terjadi, tokoh ’saya’ merasakan titik kebosanan dalam mengurus rumah. Sebagai seorang ibu rumah tangga dia menganggap bukan suatu pekerjaan yang mudah. Butuh pengorbanan waktu yang banyak dalam mngurus rumah sehingga ia tidak sempat merawat diri. Pengorbanan yang dilakukan oleh tokoh utama sebagai seorang istri yang melaksanakan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga ternyata tidak mendapatkan balasan yang menyenangkan dari sang suami. Sebagai seorang perempuan yang normal, tokoh saya merasa tersinggung dengan kata-kata sang suami yang mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi hasrat untuk bertemu dan bermanja-manja. Sudah begitu banyak waktu yang terbuang hanya untuk urusan gombal-gombalan. Sudah saatnya saya bertindak tegas. Tidak seperti dirinya yang hanya dapat bergumam, saya akan menentukan dan memilih kebahagiaan saya sendiri. (J1/SC18/P) Wujud gagasan feminisme pada data di atas digambarkan oleh tokoh ’saya’ yang menunjukkan adanya keyakinan tinggi akan dirinya. Sebagai seorang wanita ia memilih untuk bersikap tegas dengan apa yang akan ia perbuat dan merasa harus menjalankan semuanya secara mandiri, baik dalam menentukan dan memilih kebahagiaan bagi dirinya sendiri. Sebagai seorang perempuan yang tidak ingin dirinya dianggap lemah, tokoh saya ingin menyudahi segala rayuan-rayuan yang ia dapati dari rekan kerjanya, karena baginya semua itu hanyalah buang-buang waktu saja. Ia ingin menegaskan bahwa ia tidak seperti para suami-suami yang hanya dapat bergumam di hadapannya. Tokoh saya sebagai seorang perempuan ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak mudah dibodohi oleh laki-laki yang hanya ingin memanfaatkan dirinya semata, ia akan berusaha untuk memilih kebahagiaannya sendiri tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain. c) WUJUD GAGASAN FEMINISME YANG DIMUNCULKAN LEWAT KONFLIK-KONFLIK YANG DIKISAHKAN DALAM KUMPULAN CERPEN “JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KELAMINMU” KARYA DJENAR MAESA AYU. Manusia dalam hidupnya selalu menghadapi berbagai masalah, baik masalah dalam pekerjaan, masalah keluarga, masalah dalam menghadapi cobaan hidup, dan lain sebagainya. Pada umumnya seorang perempuan pasti mempunyai berbagai macam konflik dalam kehidupannya, berangkat dari konflik itulah seorang wanita harus mempunyai keberanian dalam menyelesaikan permasalahan. Keberanian seorang perempuan dalam membela dirinya dan menghadapi masalah sangat bermacammacam. Ada yang berani hanya karena tidak ingin dirinya dipandang sebagai perempuan yang lemah, ada yang berani karena Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|934 menuruti hawa nafsu dan amarah, tetapi ada juga yang berani berlandaskan harga diri serta kebenaran. Seperti pada kutipan di bawah ini yang bisa menjadikan contoh bagi para perempuan agar selalu tegar dan tidak lemah dalam menghadapi berbagai permasalahan rumah tangga yang ujungujungnya adalah urusan syahwat. Sebenarnya, saya tidak terlalu nyaman mendengar keluhan itu. Saya toh seorang perempuan yang suatu saat akan menjadi istri, yang berlemak, berkerut-merut dan cerewet seperti kaleng rombeng, yang pada suatu saat nanti mungkin akan dicampakkan dan dilupakan seperti istrinya sekarang. Tapi sekarang ya sekarang, nanti ya nanti. Saya cantik, ia mapan. Saya butuh uang, ia butuh kesenangan. Serasi, bukan? (J1/SC9/K) Dari data ditemukan sebuah gagasan feminisme yang dimunculkan melalui konflik batin yang dialami tokoh ’saya’, ia melakukan suatu hal yang tidak nyaman dengan apa yang ia lakukan tetapi tetap saja dilakukan. Tokoh ’saya’ lebih memilih untuk memanfaatkan kesenangan. Ia berprinsip bahwa dirinya yang cantik harus mendapatkan yang mapan agar terlihat lebih serasi. Wujud gagasan feminisme yang muncul pada saat mendengar keluhan yang diutarakan oleh para suami yang juga rekan kerjanya menjadikan tokoh saya untuk lebih tegas dalam menjadi seorang istri kelak agar tidak dicampakkan dan dilupakan seperti apa yang dilakukan rekan kerjanya. Tokoh ’saya’ tidak ingin harga dirinya diinjak-injak oleh suaminya kelak, seperti apa yang dikeluhkan rekan-rekan kerja terhadap dirinya. Sebagai perempuan yang cantik, ia juga berharap besar untuk mendapatkan yang lebih. Saya katakan ke banyak orang kalau saya tidak punya pacar. Saya tidak punya kemampuan untuk mencintai seseorang. Tapi bukan berarti saya tidak punya teman. Saya punya banyak sekali teman. Mereka semua temanteman yang bisa diandalkan dalam segala hal dan saya yakin saya pun cukup bisa diandalkan sebagai teman. (J8/SC8/K) Selama ini tokoh sangat benci jika dikatakan sebagai perempuan yang punya bayak pasangan karena orang-orang disekitarnya menganggap bahwa temantemannya adalah pacarnya, sehingga pada saat itu ia merasakan ketidaknyamanan atas anggapan orang-orang yang beragumen bahwa ia punya pacar, batin tokoh memberontak karena sebenarnya ia ingin mengandalkan teman-temannya bukan malah menjadikannya sebagi pacar karena baginya semua teman-temannya bisa diandalkan dalam segala hal dan ia pun yakin bahwa dirinya juga bisa diandalkan. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|935 Batin tokoh “saya” terusik tatkala ia mendapatkan anggapan dari orang-orang sekitarnya bahwa ia dianggap sebagai perempuan yang suka berganti-ganti pasangan. Tokoh merasa tidak nyaman saat orang-orang disekitarnya menganggap bahwa semua teman-temannya adalah pacarnya. Dengan tegas tokoh meyakinkan kepada orang-orang sekitarnya bahwa ia hanya berteman dengan berbagai teman yang menurutnya bisa diandalkan. Sebagai seorang perempuan yang mempunyai banyak teman ia tidak mau merasa dirugikan dan berharap bahwa teman-temannya itu bisa pula diandalkan seperti dirinya. d) WUJUD GAGASAN FEMINISME YANG DIMUNCULKAN LEWAT AMANAT YANG DISAMPAIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN “JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KELAMINMU” KARYA DJENAR MAESA AYU Perempuan bukanlah sesuatu yang dianggap remeh atau lemah, sehingga dengan seenaknya dapat diperlakukan semena-mena tanpa mempedulikan perasaannya. Perempuan berhak untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan konteks masing-masing secara wajar, dan tanpa harus selalu menggantungkan nasibnya kepada kaum lelaki. Wujud gagasan feminisme amanat yang disampaikan oleh tokoh perempuan ditunjukkan dengan sikap protes agar sesuatu yang disampaikan seorang perempuan dapat didengar oleh kaum lakilaki, sehingga kaum pria menyadari bahwa bukan hanya pendapat pria saja yang selalu didengarkan, perempuan juga berhak mengutarakan pendapat dan melakukan suatu bentuk perlawanan non fisik dengan cara mengutarakan pendapat, demi mendapat kesetaraan hak antara laki-laki dan wanita. Agar lebih jelas dan lebih mendapatkan gambaran mengenai amanat yang disampaikan, dapat di lihat pada kutipan di bawah ini. Namun begitu, saya sering menasihatinya supaya tak terlalu kejam begitu pada istri. Sekali-sekali, tak ada salahnya memberi istri sentuhan dan kepuasan. Bukannya saya sok pahlawan. Bukannya saya sok bermoral. Bukannya saya sok membela perempuan. Tapi saya memang tak ada beban. (J1/SC9/A) Dari data di atas ditemukan gagasan feminisme yang dimunculkan lewat amanat yang disampaikan tokoh saya yaitu dengan melakukan pembelaan terhadap para istri rekan kerjanya. Hal itu menandakan bahwa dia sebagai seorang perempuan harus bisa memberikan masukan yang baik agar para suami tidak seenaknya merendahkan martabat perempuan sebagai seorang istri. Bentuk gagasan feminisme berupa amanat ditujukkan pada tokoh ‘saya’ yang menegaskan pembelaan terhadap perempuan terlihat pada kalimat bukannya saya sok pahlawan, tokoh ‘saya’ memiliki sikap yang Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|936 berani dalam hal apapun, salah satunya adalah keberanian dalam hal menentang keluhan orang lain yang dianggapnya tidak benar. Mendengar keluhan seorang suami yang mengeluh tentang keadaan istrinya, tokoh utama menganggap itu suatu hal yang kejam. Tapi saya ambil segi positifnya saja. Yang penting saya melakukannya demi masa depan yang berarti juga menyenangkan hati orang tua. Kalau pacar saya yang suami orang sekarang ini bisa memberi fasilitas yang kelak mempermudah saya mencari jodoh sesuai kemauan orangtua, bukankah itu sebuah pahala?pokoknya, saya tidak merugikan siapa pun. Yang saya lakukan berdasarkan senang sama senang. Saya tidak ingin memiliki dan tidak pernah terpikir untuk merebutnya dari sang istri. (J3/SC4/A) Gagasan feminisme yang dimunculkan lewat amanat diwujudkan oleh tokoh dalam mengambil sikap. Ia tegas menganggap bahwa sikapnya selama ini adalah positif. Ia berpendapat bahwa dirinya yang berpacaran dengan suami orang dianggap tidak merugikan siapa-siapa karena meskipun begitu tidak terbersit dipikirannya untuk memiliki dan merebut laki-laki tersebut dari istrinya. Ia selama ini hanya menikmati fasilitas yang diberikan oleh laki-laki itu demi masa depan dan demi menyenangkan hati orang tuanya. Sebagai seorang perempuan tokoh hanya memikirkan segi positif yang ia dapat. Ia sadar bahwa sekarang ia sedang berpacaran dengan suami orang namun ia menganggap sikap yang diambilnya tidak salah sebab dirinya tidak pernah merugikan orang lain. Tokoh merasa tidak merugikan siapapun sebab meskipun berpacaran, tokoh tidak mau merebut laki-laki tersebut dari istrinya. Ia hanya menikmati fasilitas yang diberikan oleh sang laki-laki agar dapat membahagiakan hati orang tuanya dan demi mempermudah dirinya dalam mencari jodoh. TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam kumpulan cerpen ini, para tokoh perempuannya merupakan perempuan Indonesia yang mengadopsi gaya hidup Barat. Sedangkan yang dibahas yaitu topik-topik seperti perkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan, anak haram, penyimpangan ketaklaziman, intimidasi, dan perselingkuhan. Topik-topik semacam ini merupakan bagian dari perubahan sosial dan pola hidup yang baru karena dalam kumpulan cerpen di sini mengekspresikan sebuah budaya yang tengah berubah. Perwatakan yang dikembangkan pengarang untuk memperkuat tokoh rekaan mengadopsi gaya hidup Barat, hal ini mengindikasikan adanya upaya enkulturasi (pemindahan budaya) nilai-nilai barat dalam wilayah ke Indonesiaan. Dengan demikian sastra memiliki kekuatan untuk perubahan sosial. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|937 KESIMPULAN Setelah dilakukan analisis terhadap kajian Feminisme dalam kumpulan cerpen ”Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu, dapat disimpulkan bahwa bentuk gagasan feminisme dimunculkan oleh pengarang melalui penggambaran tokoh-tokoh, peristiwa yang dikisahkan, konflik-konflik yang terjadi, dan amanat yang dialami oleh tokoh utama perempuan dalam setiap judul cerpen. 1. Gambaran feminisme melalui tokoh dalam kumpulan cerpen: Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat tokoh-tokoh digambarkan melalui sikap tokoh yang berani memprotes dan menunjukkan sikap ”heroic” sebagai perempuan. Keberanian tokoh memprotes digambarkan ketika tokoh diintimidasi oleh kaum pria, mereka melakukan pemberontakan dengan cara menunjukkan sikap ”heroic” dengan berusaha melakukan sebuah pembuktian terhadap sesuatu yang ia yakini. Performansi dan cara berkomunikasi tokoh direfleksikan dengan pernyataan tentang keperkasaan dan keberanian tokoh mengungkapkan nilai-nilai maskulin dan menentang ketidaklaziman. Prinsip hidup tokoh tidak mudah diintimidasi dan ditekan karena tokoh memiliki keyakinan tinggi bahwa ia sangat kuat terhadap dirinya sendiri. 2. Gambaran feminisme melalui peristiwa dalam kumpulan cerpen: Wujud gagasan feminisme melalui peristiwa direfleksikan bahwa lebih dominan wanita dibanding pria. Kepandaian tokoh perempuan mengubah image menjadi perempuan yang bisa menakhlukkan laki-laki direpresentasikan dengan sikap tokoh perempuan yang berani mendobrak segala intimidasi yang dilakukan terhadap dirinya, cenderung acuh tak acuh dengan persepsi orang lain tentang dirinya. Sisi feminis muncul secara alamiah pada diri tokoh sebagai seorang perempuan yang mempunyai keinginan untuk tidak mau dianggap lemah oleh kaum laki-laki. Sehingga dapat disimpulkan nilai feminisme yang dikembangkan adalah feminisme bercorak Radikal. 3. Gambaran feminisme melalui konflik dalam kumpulan cerpen: Batin tokoh yang menggambarkan pertentangan terhadap laki-laki direfleksikan melalui rasa percaya diri yang begitu tinggi dan acuh tak acuh terhadap penyimpangan perilaku yang tak lazim. Konflik batin tokoh yang tidak nyaman dengan yang dilakukan tetapi tetap saja dilakukan. Sebagai perempuan, tokoh tidak menunjukkan nurani kewanitaan, batin tokoh mengalami penyimpangan dari kelaziman sebagai wanita yaitu berani mengubah atau mendobrak kelaziman dengan ketidakpeduliannya terhadap tampilan fisik yang semata-mata ingin dinilai lebih dibanding perempuan lain. sehingga dapat disimpulkan bahwa konflik digambarkan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|938 pengarang melalui tokoh utama melalui prinsip-prinsip hidup yang diyakininya. memiliki keberanian hingga dapat melakukan perlawanan terhadap keadaaan yang dinilai dirinya tidak adil. 4. Gambaran feminisme melalui amanat dalam kumpulan cerpen: Wujud gagasan feminisme melalui amanat, menggambarkan dominasi wanita lebih dibandingkan pria, perempuan bisa mendominasi pria dalam menyelesaikan konflik. Tokoh perempuan menjadi sadar diri dan mempertahankan hak-hak mereka sebagai individu, harga diri dan kedudukan mereka. Gambaran tokoh perempuan yang telah bebas dari tekanan luar untuk mengarahkan hidupnya sesuai dengan keinginan mereka sendiri, baik sebagai istri, ibu, anak, dan perempuan karir. Meski digambarkan sebagai sosok yang acuh tak acuh terhadap keadaan namun ia SARAN 1) Bagi para peneliti atau apresiator harus jeli dan cermat dalam membaca atau mengkaji adanya transfer nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia. 2) Para guru hendaknya selektif dalam memilih bahan ajar melalui cerpen/novel yang bertema paham Radikal yang tidak sesuai dengan cara pandang bangsa Indonesia. 3) Bagi pembaca, perlunya pemahaman feminisme sebagai subjek mental, sehingga mampu memberikan pencerahan bagi pembaca sastra. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|939 DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 1984. Pengantar Memahami Unsur-Unsur dalam Karya Sastra. Malang: FPBS Universitas Negeri Malang. Ayu, Maesa Djenar. 2004. Jangan Main-Main dengan Kelaminmu. Jakarta: Gramedia Pustaka. Bagiyanata, Vina, Pandu. 2007. Refleksi Semangat Feminis Tokoh Wanita dalam Novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: JBSI FKIP UMM. Bhasin, Kamla dan Said Khan. 1996. Persoalan Pokok Mengenai feminisme dan Relevansinya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka. Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fakih, Mansour. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hellwig, Tineke. 2003. In the Shadow of Change (Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia). Jakarta: Desah Tara. IIstiqomah. 2005. Dekonstruksi Penilaian Terhadap Perempuan dalam Novel Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh karya Dewi Lestari (Kajian Feminisme). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: JBSI FPBS Universitas Negeri Malang. Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda?. Jakarta: Mizan Pustaka. Mufidah. 2004. Paradigma Gender. Malang: Bayu Media Publishing. Munandar, Utami. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita. Jakarta: Universitas Indonesia Pers. Murniati, Nunuk. 2004. Getar gender (dalam Jurnal Perempuan) Magelang: Indonesiatera. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|940 Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ratna, Nyoman Kutha, SE. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Saini, Sumardjo. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Ceritaan rekaan. Bandung: PT. Tarate. Sugiarti. 2001. Pengetahuan dan Kajian Prosa Fiksi. JBSI FKIP: UMM. Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminis Thought (Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis). Yogyakarta: Jalasutra. Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|941