TELAAH PSIKOANALISIS TOKOH UTAMA DALAM

advertisement
TELAAH PSIKOANALISIS TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL ”MEMBURU KALACAKRA”
KARYA ANI SEKARNINGSIH
Anis Lissaidah
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang obyektif
tentang gagasan feminisme dalam kumpulan cerpen ”Jangan Main-Main
dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu, meliputi 1) ) Gagasan
feminisme yang dimunculkan lewat tokoh-tokoh, (2) gagasan feminisme
yang dimunculkan lewat peristiwa yang dikisahkan, (3) gagasan feminisme
yang dimunculkan lewat konfik-konflik, dan (4) gagasan feminisme yang
dimunculkan lewat amanat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengkhususkan dan
melihat melalui sudut pandang feminisme. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu peneliti berusaha
mendeskripsikan fakta-fakta (data) yang kemudian disusul dengan analisis
obyek yang diteliti dengan menganalisis gagasan feminisme dalam
kumpulan cerpen. Sumber data dalam penelitian ini berupa satuan cerita
yang terdapat dalam kumpulan cerpen. Teknik dalam penelitian ini adalah
(1) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah atau analisis
terhadap teks (2) teknik analisis data dengan model interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa feminisme dalam kumpulan cerpen
“Jangan Main-Main dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu
meliputi: 1) wujud gagasan feminisme lewat tokoh direfleksikan melalui
sikap tokoh, tampilan tokoh, cara berbahasa, dan prinsip hidup tokoh yang
menentang ideologi patriarkhi, 2) Wujud gagasan feminisme yang
dimunculkan lewat peristiwa direfleksikan melalui tokoh perempuan yang
berani mendobrak segala intimidasi yang dilakukan terhadap dirinya, 3)
Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat konflik-konflik
direfleksikan oleh pengarang melalui tokoh utama yang mempunyai rasa
percaya diri begitu tinggi dengan prinsip-prinsip hidup yang diyakininya, 4)
Wujud gagasan feminisme yang dimunculkan lewat amanat direfleksikan
melalui amanat bahwa perempuan bisa mendominasi pria dalam
menyelesaikan konflik.
Kata Kunci: Psikoanalisis, Tokoh Utama, Novel
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|921
PENDAHULUAN
Perempuan adalah hal yang menarik
untuk dibicarakan, ketidakadilan perempuan
juga terjadi di dalam dunia empiris dan
dunia literer. Sebagai refleksi kehidupan
nyata, banyak sekali dimensi kehidupan
yang dimuat dalam karya sastra. Misalkan
saja dalam karya sastra, bentuk diskriminasi
terhadap perempuan dapat berupa pornografi
dan kekerasan terhadap perempuan seperti
pembatasan pendidikan bagi anak-anak,
serta kawin paksa. Perempuan tidak
dianggap utama berdasarkan anggapan
masyarakat mengenai kelemahan-kelemahan
secara biologis, sehingga perempuan secara
kultural tetap saja dianggap sebagai
makhluk yang inferior (terkuasai). Dalam
hal ini, biasanya dilambangkan dengan
kegagalan yang berujung pada penderitaan
dan kematian.
Realitas yang terjadi di masyarakat
terkait dengan persoalan wanita adalah
secara fisik wanita dipandang sebagai
makhluk lemah sehingga dianggap cocok
untuk melaksanakan pekerjaan rumah
tangga, seperti memasak, mengurus anak,
dan lain sebagainya sedangkan jika
dipandang dari penampilan fisik, pria
dianggap lebih kuat sehingga cocok untuk
melaksanakan pekerjaan di sektor publik,
yaitu yaitu mencari nafkah di luar rumah.
Anggapan dan budaya yang diciptakan
masyarakat seperti ini akhirnya
memposisikan wanita sebagai kaum
subordinat. Pandangan masyarakat tersebut
masih berlaku bagi beberapa anggota
masyarakat walaupun mereka hidup di
zaman globalisasi. Mereka beranggapan
bahwa wanita dan ketergantungan
merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, apalagi jika dua pengertian
tersebut dikaitkan dengan kedudukan wanita
dalam rumah tangga (Murniyati, 2004:102).
Di bidang sosial, peranan perempuan
sangat terbatas karena tradisi hanya
menghendaki wanita sebagai pengurus
rumah tangga dan keluarga, sehingga
sebagian besar masa hidup seorang wanita
dihabiskan dalam lingkungan rumah saja. Di
samping itu wanita tidak diberi kesempatan
untuk memperoleh pendidikan yang tinggi
dan memiliki jabatan atau profesi tertentu.
Padahal di tengah derasnya arus
globalisasi, sesharusnya akses pendidikan
yang baik dan berkualitas harus diberikan
kepada kaum wanita, sehingga kaum wanita
bisa memberdayakan dirinya untuk lebih
maju, memikirkan bagaimana kaumnya
secara menyeluruh bisa terbebas dari
bentuk-bentuk penindasan yang selama ini
terjadi, misalnya kemiskinan dan persoalanpersoalan wanita yang lainnya.
Adanya berbagai permasalahan
mengenai wanita, maka muncullah gerakan
feminisme yaitu gerakan yang berusaha
menyejajarkan peranan dan kedudukan
antara kaum wanita dan kaum laki-laki.
Gerakan feminisme lahir dari sebuah ide
yang berupaya melakukan melakukan
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|922
pembongkaran terhadap ideologi penindasan
atas gender, pencarian akar ketertindasan
perempuan, sampai upaya penciptaan
pembebasan perempuan secara sejati. Jadi,
feminisme adalah basis teori dari gerakan
pembebasan perempuan. Berbagai fenomena
tentang perempuan itulah yang seringkali
mengilhami munculnya ide dalam sebuah
karya sastra.
Ide cerita yang dikembangkan
pengarang ke dalam suatu cipta sastra selalu
diilhami oleh realita yang terjadi di
masyarakat. Dengan cara yang berbeda,
masing-masing pengarang berusaha
melukiskan peristiwa kehidupan nyata yang
terjadi di sekitarnya. Beberapa pernyataan
tersebut tidak mengartikan bahwa karya
sastra merupakan tiruan kehidupan
(imitation of life). Luxemburg dalam
Pengantar Ilmu Sastra (1989:05)
menyatakan bahwa sastra merupakan sebuah
ciptaan, kreasi, dan bukan imitasi
kehidupan. Pengarang hanya mengambil
realita kehidupan sebagai bahan ciptaannya,
kemudian pengarang mengkreasikan dan
menarasikan peristiwa kemasyarakatan
secara fiktif dan imajinatif sehingga tercipta
sebuah karya sastra.
Berkaitan dengan keberadaan
perempuan, Djajanegara (2001:51)
menyatakan bahwa pada umumnya karya
sastra yang menampilkan tokoh wanita
dapat dikaji dengan menggunakan konsep
feminisme. Baik cerita rekaan, lakon,
maupun sajak, sebuah karya sastra dapat
diteliti dengan menggunakan konsep
feminisme asalkan ada tokoh perempuan di
dalam karya sastra tersebut. Peneliti akan
mudah menerapkan konsep feminisme jika
tokoh perempuan itu dikaitkan dengan tokoh
laki-laki. Tidaklah menjadi persoalan
apakah mereka berperan sebagai tokoh
utama, tokoh protagonis, atau bahkan tokoh
bawahan.
Dalam dunia kesastraan kaum wanita
merupakan dalam kelas masyarakat yang
sering mengalami penindasan oleh kaum
pria, karena kualitas karya tulisan-tulisan
wanita dianggap kurang menarik daripada
karya yang diciptakan pria. Hal ini tidak
membuat wanita berkecil hati. Berdasarkan
fenomena-fenomena seperti di atas itulah
mengakibatkan timbulnya tuntutan
kesetaraan gender, sehingga pada awal ke20 muncul faham-faham feminisme. Faham
ini lebih memfokuskan pada kesetaraan
gender, serta perjuangan dan perlawanan
seorang wanita dalam mempertahankan hakhak dan martabat wanita terhadap kaum
pria.
Kesadaran perempuan tentang
pentingnya hak-hak perempuan yang
terabaikan ternyata berimbas juga dalam
karya sastra. Emansipasi perempuan yang
terabaikan telah ditujukkan pada salah satu
karya sastra yang bernuansa feminisme,
yaitu kumpulan cerpen ”Jangan Main
Dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa
Ayu. Dalam kumpulan cerpen karya Djenar
Maesa Ayu tersebut mengetengahkan
tentang pemberontakan perempuan. Dari
sebelas cerpen antaranya merupakan
fenomena-fenomena penuh kontroversial,
yang memposisikan perempuan menjadi dua
bagian, yaitu perempuan yang mandiri dan
perempuan yang lemah.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|923
Masalah-masalah yang cukup
dominan pada kumpulan cerpen tersebut
adalah kekerasan dan penindasan terhadap
kaum perempuan yang dilakukan oleh lakilaki, yang biasanya berperan sebagai pelaku
tindak kekerasan karena tokoh-tokoh
tersebut mempunyai kekuatan fisik dan
sosial, sedangkan korbannya adalah tokohtokoh yang lemah secara fisik dan maupun
sosial, yaitu para perempuan. Dalam hal ini,
tujuan feminisme pada intinya adalah untuk
mensejajarkan kedudukan dan derajat kaum
perempuan dengan derajat dan kedudukan
kaum laki-laki.
TEORI
Kumpulan cerpen Djenar Maesa Ayu
merupakan salah satu karya sastra yang
bernuansa feminisme, maka pemahaman
teori feminisme sangat diperlukan apabila
peneliti ingin melakukan sebuah penelitian
dengan kajian feminisme, demikian pula
terhadap aliran feminisme. Penelitian sastra
feminis merupakan bentuk dari kritik sastra
akademik yang masuk dalam kajian
feminisme. Oleh karena itu, konsep tentang
kritik sastra feminisme perlu dijadikan
landasan teori bagi peneliti untuk
memecahkan persoalan dalam penelitian.
Objek penelitian ini adalah
kumpulan cerpen ”Jangan Main-Main
dengan Kelaminmu” karya Djenar Maesa
Ayu sebagai objek penelitian. Kumpulan
cerpen tersebut merupakan terbitan majalah
sastra Basis, edisi April 2003 merupakan
kumpulan cerpen terbaru setelah buku
pertama Djenar Maesa Ayu yang berjudul
Mereka Bilang, Saya Monyet! Sebelum
dibukukan, cerpen-cerpen Djenar telah
dimuat di media massa. Salah satu dari
beberapa cerpen menjadi cerpen terbaik
2002 versi Jurnal Perempuan yang berjudul
”Menyusu Ayah” yang dimuat di Jurnal
Perempuan, edisi khusus anti kekerasan
terhadap Perempuan. Selain itu muncul
cerpen-cerpen lainnya seperti ”Payudara
Nai-Nai”, dimuat di Antologi Cerpen China
Moon, ”Cermin” dimuat di Harian
Republika, ”Ting” dimuat di koran Tempo,
dan ”Saya di Mata Sebagian Orang” di
Harian Kompas.
KONSEP SASTRA
Manusia sebagai salah satu makhluk
ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang lain.
kelebihan itu mencakup kepemilikan
manusia atas akal, cipta, rasa, dan karsa
sehingga mereka mampu menciptakan
sesuatu yang bermanfaat baik bagi masingmasing individu maupun bagi masyarakat
yang ada di sekitarnya. Salah satu ciptaan
manusia yang berfungsi sebagai penghibur
sekaligus memiliki nilai-nilai yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat
adalah karya sastra.
KONSEP CERITA PENDEK
Sumardjo dan Saini (1997:27)
mengungkapkan, cerpen adalah cerita atau
narasi (bukan analisis argumentatif) yang
fiktif (tidak benar-benar telah terjadi tetapi
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja)
serta relatif pendek. Penceritaan atau narasi
harus dilakukan secara hemat dan ekonomis.
Inilah sebabnya dalam sebuah cerpen
biasanya hanya ada dua atau tiga tokoh saja,
hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu
efek saja bagi pembacanya. Semuanya harus
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|924
serba ekonomis sehingga, hanya ada satu
kesan saja pada pembacanya. Namun begitu,
sebuah cerpen harus merupakan suatu
kesatuan bentuk yang betul betul utuh dan
lengkap.
Keutuhan atau kelengkapan sebuah
cerpen dapat dilihat dari segi-segi unsur
yang membentuknya. Adapun unsur-unsur
itu adalah peristiwa cerita (alur atau plot),
tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana
cerita (mood dan atmosfir cerita), latar
cerita (setting), sudut pandang pencerita
(point of view), dan gaya (style)
pengarangnya. Berdasarkan tuntutan
ekonomis serta efek satu kesan pada
pembacanya, maka biasanya penulis cerpen
hanya mementingkan salah satu unsur saja
dalam cerpennya, misalnya cerpen yang
mementingkan unsur alur atau karakternya
saja. Dalam hal ini pementingan atau
penekanan salah satu unsur cerpen tidak
berarti meniadakan unsur-unsur yang lain.
Sebuah cerpen harus lengkap dan utuh,
artinya harus memenuhi unsur-unsur cerita
pendek, hanya pengarang dapat memusatkan
atau memfokuskan pada satu unsurnya saja
yang mendominasi cerpennya.
KONSEP GENDER
Penelitian ini membahas
pengetahuan mengenai feminisme, oleh
karena itu perlu dikaji konsep gender karena
berkaitan dengan feminisme. Konsep
penting yang perlu diapahami dalam rangka
membahas masalah kaum perempuan adalah
membedakan antara konsep jenis kelamin
seks dan konsep gender (Fakih, 1996:3).
Pemahaman dan pembedaan antara konsep
sex dan gender sangat diperlukan dalam
melakukan analisis untuk memahami
persoalan-persoalan ketidakadilan sosial
yang menimpa kaum perempuan.
Pemahaman terhadap konsep gender sangat
diperlukan mengingat dengan konsep ini
telah lahir suatu analisis gender.
Menurut (Trisakti, 2002:5), konsep
gender diartikan sebagai sifat yang melekat
pada kaum laki-laki dan perempuan yang
dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun
budaya, sehingga lahir beberapa anggapan
tentang peran sosial dan budaya antara lakilaki dan perempuan. Oleh sebab itu, gender
dapat diartikan sebagai konsep sosial yang
membedakan peran antara laki-laki dan
perempuan, di mana perbedaan fungsi dan
peran antara laki-laki dan perempuan tidak
ditentukan karena antara keduanya terdapat
perbedaan biologis, melainkan dibedakan
menurut kedudukan, fungsi, dan peranan
masing-masing dalam berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan.
TEORI FEMINISME
Secara etimologis feminisme
berasal dari kata femme (woman), berarti
perempuan (tunggal) yang berjuang untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan
(jamak), sebagai kelas sosial. Dalam
hubungan ini perlu dibedakan antara male
dan female (sebagai aspek perbedaan
biologis, sebagai hakikat alamiah), maskulin
dan feminim (sebagai aspek perbedaan
psikologis dan kultural). Dengan kata lain,
male-female mengacu pada seks, sedangkan
maskulin-feminim mengacu pada jenis
kelamin atau gender, sebagai he dan she
(Selden dalam Ratna, 2006:184).
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|925
Feminisme, di samping sebagai
gerakan kultural juga dianggap sebagai salah
satu teori sastra. Teori-teori feminis, sebagai
alat kaum perempuan untuk
memperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan
dengan konflik kelas ras, khususnya konflik
gender. Artinya, antara konflik kelas dengan
feminisme memiliki asumsi-asumsi yang
sejajar, mendekonstruksi sistem dominasi
dan hegemoni, pertentangan antara
kelompok yang lemah dengan kelompok
yang dianggap lebih kuat (Ratna, 2006:186).
ALIRAN FEMINISME
Munculnya aliran-aliran feminisme
dilatarbelakangi oleh berkembangnya dua
teori feminis, yaitu teori fungsional
struktural dan teori konflik. Teori struktural
fungsional berangkat dari asumsi bahwa
suatu masyarakat terdiri atas beberapa
bagian yang saling mempengaruhi
(Mufidah, 2004:36). Teori fungsional tidak
secara langsung menyinggung soal wanita,
namun keyakinan penganut teori bahwa
masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri
atas bagian dan saling berkaitan (agama,
pendidikan, struktur politik, sampai
keluarga) dan masing-masing bagian secara
terus-menerus mencari keseimbangan dan
harmoni, dapat menjelaskan posisi mereka
tentang kaum wanita (Fakih, 1996:80).
Lebih lanjut Fakih menjelaskan bahwa
konflik dalam masyarakat dalam teori ini
dilihat sebagai tidak berfungsinya integritas
sosial dan keseimbangan. Oleh karena itu,
harmoni dan integritas dipandang sebagai
fungsional, bernilai tinggi, dan harus
ditegakkan, sedangkan konflik harus
dihindari (Fakih, 1996:80).
FEMINISME LIBERAL
Aliran ini dilandasi oleh pemikiran
bahwa sebagai manusia, baik pria maupun
wanita memiliki kedudukan yang sama,
sehingga seharusnya mereka hidup dalam
keseimbangan dan keserasian tanpa harus
ada penindasan. Walaupun memiliki
perbedaan khusus, misalnya wanita
memiliki sistem reproduksi, sedangkan pria
tidak, teori ini beranggapan bahwa
seharusnya wanita diberi peran dan aktivitas
publik (Mufidah, 2004:38). Dengan
demikian, ketimpangan gender dalam
masyarakat tidak akan terjadi. Dalam Fakih
(1996:80) dijelaskan bahwa aliran ini
merupakan bentuk kritik feminis terhadap
teori politik liberal yang pada umumnya
menunjung tinggi nilai otonom, persamaan
dan nilai moral, serta kebebasan individu,
namun pada saat yang sama dianggap
mendiskriminasi kaum wanita.
FEMINISME MARXIS
Jerman dan Rusia merupakan basis
gerakan feminisme Marxis sosialis dengan
tokoh-tokohnya, antara lain Clara Zetkin
(1859:1993) dan Rosa Luxemburg (18711919). Dalam Mufidah (2004:41) dijelaskan
bahwa akar masalah ketimpangan antara
pria dengan wanita dalam aliran ini adalah
sistem kelas yang berdasarkan kepemilikan
pribadi, secara inhern bersifat menindas dan
pria kulit putih memiliki keistimewaan di
dalamnya. Bagi penganut feminisme Marxis,
penindasan wanita adalah bagian dari
penindasan sistem kelas dalam hubungan
produksi (Fakih, 1996:86). Aliran ini
beranggapan bahwa persoalan wanita selalu
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|926
diletakkan dalam kerangka kritik atas
kapitalisme (Fakih, 1996:86). Hal ini
disebabkan sistem kapitalis melegalkan
adanya segala bentuk penindasan dan
diskriminasi terhadap wanita.
FEMINISME RADIKAL
Sumber ketidakadilan terhadap
wanita menurut aliran ini adalah seksisme
dan ideologi patriarkhi. Dalam perspektif
analisis feminis radikal digambarkan bahwa
wanita ditindas oleh sistem sosial
patriarkhis, rasisme, eksploitasi fisik,
heteroseksisme, dan klasisme yang terjadi
signifikan (Mufidah, 2004:42). Feminisme
radikal berpendapat bahwa ketidakadilan
gender bersumber pada perbedaan biologis
antara wanita dengan pria (Megawangi,
1999:178). Perbedaan biologis yang
dimaksud adalah kemampuan wanita untuk
bereproduksi yang pada akhirnya akan
menjadikan wanita lebih cenderung untuk
melakukan peran-peran gender yang erat
kaitannya dengan masalah biologis. Dalam
Megawangi (1999:178) dijelaskan bahwa
peran biologis wanita tersebut hanya akan
mereka alami apabila mereka menikah dan
masuk dalam institusi keluarga. Oleh karena
itu, penganut feminis radikal menyerang
keberadaan institusi keluarga dan sistem
patriarkat.
FEMINISME SOSIALIS
Feminisme sosialis pada umumnya
merupakan hasil ketidakpuasan feminis
Marxis atas sifat pemikiran Marxis yang
pada dasarnya buta gender dan atas
kecenderungan Marxim untuk menganggap
opresi terhadap wanita jauh di bawah
pentingnya opresi terhadap pekerja (Tong,
1998:174). Marxis beranggapan bahwa
wanita pekerja mengalami penindasan oleh
kaum borjuis dan hal ini berarti bahwa
mereka harus menyadari kelasnya dan
berusaha untuk membebaskan kelasnya dari
kaum borjuis. Feminis sosialis
menganalogikan ketimpangan sosial yang
terjadi di masyarakat sebagai akibat adanya
perbedaan kelas dengan pola relasi antara
pria dengan wanita. Teori sosialis
menekankan adanya kepemilikan pribadi
oleh masyarakat borjuis terhadap
masyarakat proletar yang menyebabkan
adanya penindasan terhadap kaum proletar.
Dalam hubungan suami istri, suami yang
telah menikahi istrinya menganggap bahwa
istri adalah miliknya secara pribadi dan
dengan demikian dia berhak untuk
melakukan apa pun terhadap istri. Hal ini
seperti dijelaskan oleh Megawangi
(1999:129) merupakan salah satu bentuk
ketimpangan hubungan antara pria dan
dengan wanita yang berwujud penindasan
dalam keluarga.
FEMINISME TEOLOGIS
Lahirnya teologi feminis bersumber dari
mazhab teologi pembebasan (liberation
theology) yang dikembangkan oleh James
Cone pada akhir tahun 1960-an (Mufidah,
2004:45). Lebih lanjut Mufidah (2004:45)
menyebutkan bahwa teologi pembebasan
menggunakan paradigma sosial konflik atau
Marxis yang telah dimodifikasi. Walaupun
menggunakan paradigma teori Marxis,
keduanya masih memiliki perbedaan,
terutama dalam hal persepsi tentang agama
merupakan alat bagi kaum penguasa untuk
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|927
melegitimitasi kekuasaan, sehingga
penganut marxis berupaya untuk
melenyapkan agama dengan tujuan
mewujudkan kesejahteraan rakyat bawah,
sedangkan teologi pembebasan tetap
mempertahankan agama dan memandang
agama bukan sebagai alat kekuasaan atau
penindasan, melainkan sebagai pembebasan
golongan yang tertindas (Mufidah, 2004:45).
dan sebagainya (Nyoman, 2004:192). Jika
dikaitkan dengan emansipasi, sastra feminis
bertujuan untuk membongkar,
mendekonstruksi sistem penilaian terhadap
karya sastra yang pada umumnya masih
selalu ditinjau melalui pemahaman pria
(Nyoman, 2004:192).
FEMINISME DALAM SASTRA
Menurut Nyoman (2004:184),
feminisme sastra adalah feminisme yang
dikaitkan dengan cara-cara memahami karya
sastra, baik dalam kaitannya dengan proses
produksi maupun presepsi. Kedudukan
wanita sebagai makhluk kedua dalam
masyarakat menumbuhkan adanya semangat
feminis bagi sastrawan. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Nyoman (2004:192)
bahwa sastra feminis secara sosiologis
berakar dalam pemahaman mengenai
inferioritas wanita. Semakin meningkatnya
jumlah wanita dalam menciptkan karya
sastra, terutama novel, menjadikan dunia
sastra Indonesia kaya akan novelis wanita
dan novelis feminis. Tokoh wanita yang
mereka munculkan dalam karyanya mempu
mempresentasikan sosok wanita masa kini
yang memiliki peran aktif dalam
masyarakat. Keadaan ini menjadikan novelis
wanita Indonesia bisa dikategorikan dalam
novelis feminis, sehingga memunculkan
teori kritik sastra, yaitu kritik sastra feminis.
Dikaitkan dengan aspek-aspek
kemasyarakatannya, kritik sastra feminis
pada umumnya membicarakan tradisi sastra
oleh kaum wanita, pengalaman wanita,
kemungkinan adanya penulisan khas wanita,
PENDEKATAN PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Penelitian Feminisme dalam
Kumpulan Cerpen Jangan Main-Main
dengan Kelaminmu Karya Djenar Maesa
Ayu ini menggunakan pendekatan Kualitatif.
Menurut Sugiyono (2007:1), pendekatan
kualitatif adalah suatu cara yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. Berangkat dari
hal itu, maka pendekatan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif. Selain itu,
dalam penelitian ini data yang digunakan
berupa kutipan-kutipan kata-kata, kalimat,
dan wacana yang terdapat pada novel Jangan
Main-Main dengan Kelaminmu Karya
Djenar Maesa Ayu.
METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara yang
digunakan oleh peneliti untuk mencapai
tujuan. Melalui metode, masalah akan
tampak lebih sederhana, sehingga lebih
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|928
mudah untuk dipecahkan dan dipahami.
Metode yang digunakan dalam membahas
masalah penelitian ini adalah metode
dekriptif analitis. menurut Ratna (2006:48),
metode deskriptif analitis yaitu metode yang
menggunakan cara mendeskripsikan faktafakta (data) yang kemudian disusul dengan
analisis. Metode analisis isi digunakan untuk
mempermudah dalam menganalisis data dari
rumusan masalah yang berhubungan dengan
feminisme sastra dan konsep-konsep yang
ada.
DATA DAN SUMBER DATA
Data dalam penelitian ini berupa
kutipan-kutipan kata-kata, kalimat, dan
wacana yang menunjukkan bentuk gagasan
feminisme yang dimunculkan melalui tokohtokoh, peristiwa yang dikisahkan, konflikkonflik, serta amanat yang dikisahkan dalam
kumpulan cerpen Jangan Main-Main
dengan Kelaminmu.
Sumber data penelitian ini yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer
penelitian adalah sebuah kumpulan cerpen
yang berjudul ”Jangan Main-Main dengan
Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu yang
diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada
tahun 2004, yang terdiri dari 122 halaman.
Data sekunder berupa hasil download
internet yang mengupas biografi dan hasil
karya Djenar Maesa Ayu sebagai seorang
penulis yang memaparkan banyak fakta
bertema feminisme, data sekunder ini
digunakan sebagai data pendukung dalam
penelitian ini bahwa karya Djenar Maesa
Ayu memang kental akan feminisme sebab
beberapa karyanya mengupas tentang
perempuan dan dunianya.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah telaah
atau analisis terhadap teks. Peneliti
melakukan pengamatan terhadap subjek
yang diteliti, agar mempermudah
pengambilan data dalam penelitian ini.
Adapun langkah-langkah dalam
pengumpulan data adalah sebagai berikut.
a.
Membaca dengan cermat
kumpulan cerpen Jangan Main-Main
dengan kelaminmu karya Djenar Maesa Ayu
yang dijadikan objek penelitian secara
berulang-ulang minimal 10 kali dalam masa
penelitian.
b.
Terlebih dahulu ditentukan
sumber data penunjang yang berupa bukubuku yang berkaitan dengan feminisme,
esai, karya ilmiah (skripsi), dan juga
download dari internet, yang sesuai d ngan
pokok pembahasan dalam penelitian.
c.
Mengklasifikasi data yang
ditemukan dengan menandai bagian-bagian
teks cerpen yang sesuai dengan rumusan
permasalahan.
d.
Menyeleksi data, dengan
mengelompokkan data sesuai dengan
permasalahan penelitian, yaitu mengenai
bentuk gagasan feminisme yang
dimunculkan melalui tokoh-tokoh, peristiwa
yang dikisahkan, konflik-konflik, serta
amanat yang dikisahkan dalam kumpulan
cerpen, penyeleksian ini dilakukan untuk
memperoleh pernyataan-pernyataan,
kalimat-kalimat, atau pilihan kata yang
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|929
menunjukkan bentuk gagasan feminisme
sesuai dengan rumusan masalah penelitian.
e.
Data yang sudah diseleksi,
kemudian dianalisis sesuai dengan rumusan
masalah penelitian. Untuk memudahkan
penganalisisan data, maka data yang
terkumpul dimasukkan ke dalam korpus data
sesuai dengan permasalahan penelitian.
INSTRUMENT PENELITIAN
Instrumen atau alat yang digunakan
untuk mempermudah penelitian ini adalah
tabel analisis yang berfungsi untuk
menandai data. Instrumen adalah alat yang
digunakan untuk mengumpulkan data.
Instrumen sangat tergantung dari jenis data
dan dari mana data diperoleh, maka
instrumen atau alat yang digunakan untuk
mempermudah penelitian ini adalah
melakukan pengelompokkan data ke dalam
tabel analisis. Adapun tabelnya adalah
sebagai berikut.
Tabel Analisis
No
Data
Kode Data
(J/SC/T)
(J/SC/P)
(J/SC/K)
(J/SC/A)
Aspek
Analisis
T P K A
Deskripsi
Interpretasi
Keterangan Tabel:
J
: Judul Cerpen
FM-P
: Peristiwa
SC
: Satuan cerita
FM-K
: Konflik
FM
: Feminisme
FM-A
: Amanat
FM-T
: Tokoh
TEKNIK ANALISIS DATA
Tahapan analisa data yang
digunakan dalam analisis ini adalah
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|930
tahapan analisis model interaktif
(interactive model) dari konsep Miles
dan Hubermans (Miles & Hubermans,
1987:23). Model ini terdiri dari empat
komponen yang saling berkaitan, yaitu
1). Pengumpulan data (data Collection),
2). Penyederhanaan atau reduksi data
(data reduction), 3). Penyajian data-data
.
(data display), 4).Kesimpulankesimpulan: penarikan verivikasi
(conclusions:drawing/verifyng). Analisis
data tersebut digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 3.5
(Sumber: Miles&Hubermans, 1987, hal 23( dalam Zaini)
a. Data Collection (Pengumpulan Data)
Sebelum dilakukan analisis data,
data dikumpulkan terlebih dahulu
dengan menggunakan korpus data.
Setelah semua data terkumpul
kemudian data dikelompokkan sesuai
dengan rumusan masalah, dengan
begitu akan memudahkan peneliti
untuk melakukan analisis data.
b. Data Reduction
(Penyederhanaan/Reduksi Data)
Dalam hal ini peneliti melakukan
reduksi data melalui proses
pengumpulan informasi (data)
sebanyak-banyaknya yang diperoleh
dari dokumen-dokumen yang
berkaitan tentang feminisme yang ada
dalam kumpulan cerpen “Jangan
Main-Main dengan Kelaminmu”
Karya Djenar Maesa Ayu.
Mengingat dari sekian
banyaknya informasi yang didapat,
tentu sangatlah beragam serta
dibutuhkan pengklasifikasian secara
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|931
detail. Karena itu perlu dilakukan
reduksi data, yaitu merangkum dan
mensistematisir informasi,
memfokuskan kepada hal-hal yang
penting, serta memilah informasi yang
tidak diperlukan.
c. Data Display (Penyajian data)
Langkah selanjutnya adalah
penyajian data yang diperoleh setelah
dilakukan analisis dan pengecekan
ulang data mentah yang terkumpul.
Dalam penelitian ini dapat disajikan
dengan melakukan pengelompokkan
data ke dalam tabel menggunakan
instrumen pengumpulan data
kemudian mendeskripsikan dan
menganalisis data secara kritis.
d. Conclusions (KesimpulanKesimpulan)
Langkah terakhir dari model
analisis ini adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
yang diambil merupakan hasil proses
analisis kritis yang memberikan
deskripsi kritis tentang gagasan
feminisme yang ada dalam kumpulan
cerpen ”Jangan Main-Main dengan
Kelaminmu” karya Djenar Maesa Ayu.
HASIL PENELITIAN
a) WUJUD GAGASAN FEMINISME
YANG DIMUNCULKAN LEWAT
TOKOH-TOKOH DALAM
KUMPULAN CERPEN “JANGAN
MAIN-MAIN DENGAN
KELAMINMU” KARYA DJENAR
MAESA AYU.
Analisis dalam kajian feminisme
hendaknya mampu mengungkap aspekaspek ketertindasan wanita atas pria. Wujud
gagasan feminisme yang dimunculkan lewat
tokoh-tokoh salah satunya adalah anggapan
bahwa wanita hanyalah pendamping lakilaki. Dengan adanya perilaku politis
tersebut, apakah wanita secara sadar ataukah
justru marah menghadapi ketidakadilan
gender.
Saya heran, selama lima
tahun kami menjalin hubungan,
tidak sekali pun terlintas di
kepala saya tentang pernikahan.
Tapi jika dikatakan hubungan
kami ini hanya main-main,
apalagi hanya sebatas hasrat
seksual, dengan tegas saya
menolak. Saya sangat tahu aturan
main. Bagi wanita secantik saya,
hanya dibutuhkan beberapa jam
untuk main-main, mulai main
mata hingga main kelamin.
Bayangkan! Berapa banyak
main-main yang bisa saya
lakukan dalam lima tahun?
(J1/SC2/T)
Dari data ditemukan bahwa tokoh
saya sebagai seorang perempuan yang
agresif merefleksikan rasa percaya dirinya
dengan cara menunjukkan bahwa dirinya
selalu tegas menolak apabila hanya
dianggap main-main. Ia beragumen bahwa
ia dapat melakukan berbagai permainan
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|932
dengan lawan jenis dalam waktu yang cukup
lama, yaitu lima tahun.
Gagasan feminisme yang
dimunculkan lewat tokoh tampak jelas
bahwa tokoh saya dalam cerpen Jangan
Main-Main dengan Kelaminmu adalah
seorang perempuan yang tidak mau kalah
dengan laki-laki. Tokoh ‘saya’ mampu
menunjukkan dirinya bahwa ia perempuan
yang tegas membela diri, menunjukkan
bahwa bukan pria saja yang bisa
mempermainkan wanita dengan seenaknya,
wanita pun bisa berbuat main-main kepada
pria.
b) WUJUD GAGASAN FEMINISME
YANG DIMUNCULKAN LEWAT
PERISTIWA YANG DIKISAHKAN
DALAM KUMPULAN CERPEN
“JANGAN MAIN-MAIN DENGAN
KELAMINMU” KARYA DJENAR
MAESA AYU.
Kesamaan hak antara laki-laki dan
perempuan dapat terwujud dengan adanya
keseimbangan, kemitraan, peran antara lakilaki dan perempuan. Tokoh perempuan
meski digambarkan sebagai sosok yang
lembut secara radikal ia juga memiliki
keberanian hingga dapat melakukan
perlawanan mengajak seluruh perempuan
untuk melakukan perlawanan terhadap
keadaan yang dinilai dirinya tidak adil
dengan melakukan pengaburan konsep,
penggoncangan, pembongkaran, dan
pembalikan atas nilai-nilai yang dianggap
telah merendahkan posisi perempuan.
Gagasan feminisme yang dimunculkan lewat
peristiwa sangat bermacam-macam, seperti
kutipan di bawah ini yang memberikan
gambaran peristiwa yang tidak
meninggalkan anggapan bahwa wanita
hanyalah sebagai pendamping laki-laki.
Saya juga sudah bosan
cerewet. Cerewet itu lelah.
Mengatur dan mengurus
pekerjaan rumah tidaklah mudah.
Bahkan untuk urusan rumah
inilah kulit saya keriput, tubuh
saya gembrot, karena saya sudah
tak punya waktu lagi selain
mengurus rumah, rumah, dan
rumah. Tapi ternyata yang saya
lakukan bukan membuatnya
bertambah meghargai jerih payah
saya, melainkan menjauhkan
dirinya dari saya. Bukannya saya
melebih-lebihkan. Tapi saya
benar-benar dengan jelas
mendengar ia mengatakan,
“kalau saya jengah bertemu,
apalagi kelamin saya?”
(J1/SC10/P)
Gambaran feminisme lewat peristiwa
direfleksikan dengan pembelaan terhadap
diri sendiri yaitu tokoh Saya yang selalu
tegar dalam menghadapi sikap sang suami
yang semakin lama semakin menjauh karena
sudah jengah bertemu dengan dirinya.
Namun ia berusaha untuk dapat mengurus
rumah dengan baik meskipun kulitnya
menjadi keriput dan tubuhnya menjadi tidak
proporsional karensa tak ada waktu untuk
merawat diri.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|933
Dalam peristiwa yang terjadi, tokoh
’saya’ merasakan titik kebosanan dalam
mengurus rumah. Sebagai seorang ibu
rumah tangga dia menganggap bukan suatu
pekerjaan yang mudah. Butuh pengorbanan
waktu yang banyak dalam mngurus rumah
sehingga ia tidak sempat merawat diri.
Pengorbanan yang dilakukan oleh tokoh
utama sebagai seorang istri yang
melaksanakan tanggung jawab sebagai ibu
rumah tangga ternyata tidak mendapatkan
balasan yang menyenangkan dari sang
suami. Sebagai seorang perempuan yang
normal, tokoh saya merasa tersinggung
dengan kata-kata sang suami yang
mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi
hasrat untuk bertemu dan bermanja-manja.
Sudah begitu banyak
waktu yang terbuang hanya
untuk urusan gombal-gombalan.
Sudah saatnya saya bertindak
tegas. Tidak seperti dirinya yang
hanya dapat bergumam, saya
akan menentukan dan memilih
kebahagiaan saya sendiri.
(J1/SC18/P)
Wujud gagasan feminisme pada data
di atas digambarkan oleh tokoh ’saya’ yang
menunjukkan adanya keyakinan tinggi akan
dirinya. Sebagai seorang wanita ia memilih
untuk bersikap tegas dengan apa yang akan
ia perbuat dan merasa harus menjalankan
semuanya secara mandiri, baik dalam
menentukan dan memilih kebahagiaan bagi
dirinya sendiri.
Sebagai seorang perempuan yang
tidak ingin dirinya dianggap lemah, tokoh
saya ingin menyudahi segala rayuan-rayuan
yang ia dapati dari rekan kerjanya, karena
baginya semua itu hanyalah buang-buang
waktu saja. Ia ingin menegaskan bahwa ia
tidak seperti para suami-suami yang hanya
dapat bergumam di hadapannya. Tokoh saya
sebagai seorang perempuan ingin
menunjukkan bahwa dirinya tidak mudah
dibodohi oleh laki-laki yang hanya ingin
memanfaatkan dirinya semata, ia akan
berusaha untuk memilih kebahagiaannya
sendiri tanpa harus menggantungkan diri
pada orang lain.
c) WUJUD GAGASAN FEMINISME
YANG DIMUNCULKAN LEWAT
KONFLIK-KONFLIK YANG
DIKISAHKAN DALAM
KUMPULAN CERPEN “JANGAN
MAIN-MAIN DENGAN
KELAMINMU” KARYA DJENAR
MAESA AYU.
Manusia dalam hidupnya selalu
menghadapi berbagai masalah, baik masalah
dalam pekerjaan, masalah keluarga, masalah
dalam menghadapi cobaan hidup, dan lain
sebagainya. Pada umumnya seorang
perempuan pasti mempunyai berbagai
macam konflik dalam kehidupannya,
berangkat dari konflik itulah seorang wanita
harus mempunyai keberanian dalam
menyelesaikan permasalahan. Keberanian
seorang perempuan dalam membela dirinya
dan menghadapi masalah sangat bermacammacam. Ada yang berani hanya karena tidak
ingin dirinya dipandang sebagai perempuan
yang lemah, ada yang berani karena
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|934
menuruti hawa nafsu dan amarah, tetapi ada
juga yang berani berlandaskan harga diri
serta kebenaran. Seperti pada kutipan di
bawah ini yang bisa menjadikan contoh bagi
para perempuan agar selalu tegar dan tidak
lemah dalam menghadapi berbagai
permasalahan rumah tangga yang ujungujungnya adalah urusan syahwat.
Sebenarnya, saya tidak
terlalu nyaman mendengar
keluhan itu. Saya toh seorang
perempuan yang suatu saat akan
menjadi istri, yang berlemak,
berkerut-merut dan cerewet
seperti kaleng rombeng, yang
pada suatu saat nanti mungkin
akan dicampakkan dan dilupakan
seperti istrinya sekarang. Tapi
sekarang ya sekarang, nanti ya
nanti. Saya cantik, ia mapan.
Saya butuh uang, ia butuh
kesenangan. Serasi, bukan?
(J1/SC9/K)
Dari data ditemukan sebuah gagasan
feminisme yang dimunculkan melalui
konflik batin yang dialami tokoh ’saya’, ia
melakukan suatu hal yang tidak nyaman
dengan apa yang ia lakukan tetapi tetap saja
dilakukan. Tokoh ’saya’ lebih memilih
untuk memanfaatkan kesenangan. Ia
berprinsip bahwa dirinya yang cantik harus
mendapatkan yang mapan agar terlihat lebih
serasi.
Wujud gagasan feminisme yang
muncul pada saat mendengar keluhan yang
diutarakan oleh para suami yang juga rekan
kerjanya menjadikan tokoh saya untuk lebih
tegas dalam menjadi seorang istri kelak agar
tidak dicampakkan dan dilupakan seperti
apa yang dilakukan rekan kerjanya. Tokoh
’saya’ tidak ingin harga dirinya diinjak-injak
oleh suaminya kelak, seperti apa yang
dikeluhkan rekan-rekan kerja terhadap
dirinya. Sebagai perempuan yang cantik, ia
juga berharap besar untuk mendapatkan
yang lebih.
Saya katakan ke banyak
orang kalau saya tidak punya
pacar. Saya tidak punya
kemampuan untuk mencintai
seseorang. Tapi bukan berarti
saya tidak punya teman. Saya
punya banyak sekali teman.
Mereka semua temanteman yang bisa diandalkan
dalam segala hal dan saya yakin
saya pun cukup bisa diandalkan
sebagai teman. (J8/SC8/K)
Selama ini tokoh sangat benci jika
dikatakan sebagai perempuan yang punya
bayak pasangan karena orang-orang
disekitarnya menganggap bahwa temantemannya adalah pacarnya, sehingga pada
saat itu ia merasakan ketidaknyamanan atas
anggapan orang-orang yang beragumen
bahwa ia punya pacar, batin tokoh
memberontak karena sebenarnya ia ingin
mengandalkan teman-temannya bukan
malah menjadikannya sebagi pacar karena
baginya semua teman-temannya bisa
diandalkan dalam segala hal dan ia pun
yakin bahwa dirinya juga bisa diandalkan.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|935
Batin tokoh “saya” terusik tatkala ia
mendapatkan anggapan dari orang-orang
sekitarnya bahwa ia dianggap sebagai
perempuan yang suka berganti-ganti
pasangan. Tokoh merasa tidak nyaman saat
orang-orang disekitarnya menganggap
bahwa semua teman-temannya adalah
pacarnya. Dengan tegas tokoh meyakinkan
kepada orang-orang sekitarnya bahwa ia
hanya berteman dengan berbagai teman
yang menurutnya bisa diandalkan. Sebagai
seorang perempuan yang mempunyai
banyak teman ia tidak mau merasa dirugikan
dan berharap bahwa teman-temannya itu
bisa pula diandalkan seperti dirinya.
d) WUJUD GAGASAN FEMINISME
YANG DIMUNCULKAN LEWAT
AMANAT YANG DISAMPAIKAN
DALAM KUMPULAN CERPEN
“JANGAN MAIN-MAIN DENGAN
KELAMINMU” KARYA DJENAR
MAESA AYU
Perempuan bukanlah sesuatu yang
dianggap remeh atau lemah, sehingga
dengan seenaknya dapat diperlakukan
semena-mena tanpa mempedulikan
perasaannya. Perempuan berhak untuk
melakukan pembelaan terhadap dirinya
sendiri, sehingga dapat mengembangkan diri
sesuai dengan konteks masing-masing
secara wajar, dan tanpa harus selalu
menggantungkan nasibnya kepada kaum
lelaki. Wujud gagasan feminisme amanat
yang disampaikan oleh tokoh perempuan
ditunjukkan dengan sikap protes agar
sesuatu yang disampaikan seorang
perempuan dapat didengar oleh kaum lakilaki, sehingga kaum pria menyadari bahwa
bukan hanya pendapat pria saja yang selalu
didengarkan, perempuan juga berhak
mengutarakan pendapat dan melakukan
suatu bentuk perlawanan non fisik dengan
cara mengutarakan pendapat, demi
mendapat kesetaraan hak antara laki-laki
dan wanita. Agar lebih jelas dan lebih
mendapatkan gambaran mengenai amanat
yang disampaikan, dapat di lihat pada
kutipan di bawah ini.
Namun begitu, saya
sering menasihatinya supaya tak
terlalu kejam begitu pada istri.
Sekali-sekali, tak ada salahnya
memberi istri sentuhan dan
kepuasan. Bukannya saya sok
pahlawan. Bukannya saya sok
bermoral. Bukannya saya sok
membela perempuan. Tapi saya
memang tak ada beban.
(J1/SC9/A)
Dari data di atas ditemukan gagasan
feminisme yang dimunculkan lewat amanat
yang disampaikan tokoh saya yaitu dengan
melakukan pembelaan terhadap para istri
rekan kerjanya. Hal itu menandakan bahwa
dia sebagai seorang perempuan harus bisa
memberikan masukan yang baik agar para
suami tidak seenaknya merendahkan
martabat perempuan sebagai seorang istri.
Bentuk gagasan feminisme berupa
amanat ditujukkan pada tokoh ‘saya’ yang
menegaskan pembelaan terhadap perempuan
terlihat pada kalimat bukannya saya sok
pahlawan, tokoh ‘saya’ memiliki sikap yang
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|936
berani dalam hal apapun, salah satunya
adalah keberanian dalam hal menentang
keluhan orang lain yang dianggapnya tidak
benar. Mendengar keluhan seorang suami
yang mengeluh tentang keadaan istrinya,
tokoh utama menganggap itu suatu hal yang
kejam.
Tapi saya ambil segi
positifnya saja. Yang penting
saya melakukannya demi masa
depan yang berarti juga
menyenangkan hati orang tua.
Kalau pacar saya yang suami
orang sekarang ini bisa memberi
fasilitas yang kelak
mempermudah saya mencari
jodoh sesuai kemauan orangtua,
bukankah itu sebuah
pahala?pokoknya, saya tidak
merugikan siapa pun. Yang saya
lakukan berdasarkan senang
sama senang. Saya tidak ingin
memiliki dan tidak pernah
terpikir untuk merebutnya dari
sang istri. (J3/SC4/A)
Gagasan feminisme yang
dimunculkan lewat amanat diwujudkan oleh
tokoh dalam mengambil sikap. Ia tegas
menganggap bahwa sikapnya selama ini
adalah positif. Ia berpendapat bahwa dirinya
yang berpacaran dengan suami orang
dianggap tidak merugikan siapa-siapa
karena meskipun begitu tidak terbersit
dipikirannya untuk memiliki dan merebut
laki-laki tersebut dari istrinya. Ia selama ini
hanya menikmati fasilitas yang diberikan
oleh laki-laki itu demi masa depan dan demi
menyenangkan hati orang tuanya.
Sebagai seorang perempuan tokoh
hanya memikirkan segi positif yang ia dapat.
Ia sadar bahwa sekarang ia sedang
berpacaran dengan suami orang namun ia
menganggap sikap yang diambilnya tidak
salah sebab dirinya tidak pernah merugikan
orang lain. Tokoh merasa tidak merugikan
siapapun sebab meskipun berpacaran, tokoh
tidak mau merebut laki-laki tersebut dari
istrinya. Ia hanya menikmati fasilitas yang
diberikan oleh sang laki-laki agar dapat
membahagiakan hati orang tuanya dan demi
mempermudah dirinya dalam mencari
jodoh.
TEMUAN HASIL PENELITIAN
Dalam kumpulan cerpen ini, para
tokoh perempuannya merupakan
perempuan Indonesia yang mengadopsi gaya
hidup Barat. Sedangkan yang dibahas yaitu
topik-topik seperti perkosaan, kehamilan
yang tidak diinginkan, anak haram,
penyimpangan ketaklaziman, intimidasi, dan
perselingkuhan. Topik-topik semacam ini
merupakan bagian dari perubahan sosial dan
pola hidup yang baru karena dalam
kumpulan cerpen di sini mengekspresikan
sebuah budaya yang tengah berubah.
Perwatakan yang dikembangkan pengarang
untuk memperkuat tokoh rekaan
mengadopsi gaya hidup Barat, hal ini
mengindikasikan adanya upaya enkulturasi
(pemindahan budaya) nilai-nilai barat dalam
wilayah ke Indonesiaan. Dengan demikian
sastra memiliki kekuatan untuk perubahan
sosial.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|937
KESIMPULAN
Setelah dilakukan analisis terhadap
kajian Feminisme dalam kumpulan cerpen
”Jangan Main-Main dengan Kelaminmu”
karya Djenar Maesa Ayu, dapat disimpulkan
bahwa bentuk gagasan feminisme
dimunculkan oleh pengarang melalui
penggambaran tokoh-tokoh, peristiwa yang
dikisahkan, konflik-konflik yang terjadi, dan
amanat yang dialami oleh tokoh utama
perempuan dalam setiap judul cerpen.
1. Gambaran feminisme melalui tokoh
dalam kumpulan cerpen:
Wujud gagasan feminisme yang
dimunculkan lewat tokoh-tokoh
digambarkan melalui sikap tokoh yang
berani memprotes dan menunjukkan sikap
”heroic” sebagai perempuan. Keberanian
tokoh memprotes digambarkan ketika
tokoh diintimidasi oleh kaum pria, mereka
melakukan pemberontakan dengan cara
menunjukkan sikap ”heroic” dengan
berusaha melakukan sebuah pembuktian
terhadap sesuatu yang ia yakini.
Performansi dan cara berkomunikasi tokoh
direfleksikan dengan pernyataan tentang
keperkasaan dan keberanian tokoh
mengungkapkan nilai-nilai maskulin dan
menentang ketidaklaziman. Prinsip hidup
tokoh tidak mudah diintimidasi dan
ditekan karena tokoh memiliki keyakinan
tinggi bahwa ia sangat kuat terhadap
dirinya sendiri.
2. Gambaran feminisme melalui peristiwa
dalam kumpulan cerpen:
Wujud gagasan feminisme melalui
peristiwa direfleksikan bahwa lebih
dominan wanita dibanding pria.
Kepandaian tokoh perempuan mengubah
image menjadi perempuan yang bisa
menakhlukkan laki-laki direpresentasikan
dengan sikap tokoh perempuan yang
berani mendobrak segala intimidasi yang
dilakukan terhadap dirinya, cenderung
acuh tak acuh dengan persepsi orang lain
tentang dirinya. Sisi feminis muncul
secara alamiah pada diri tokoh sebagai
seorang perempuan yang mempunyai
keinginan untuk tidak mau dianggap
lemah oleh kaum laki-laki. Sehingga
dapat disimpulkan nilai feminisme yang
dikembangkan adalah feminisme
bercorak Radikal.
3. Gambaran feminisme melalui konflik
dalam kumpulan cerpen:
Batin tokoh yang menggambarkan
pertentangan terhadap laki-laki
direfleksikan melalui rasa percaya diri
yang begitu tinggi dan acuh tak acuh
terhadap penyimpangan perilaku yang tak
lazim. Konflik batin tokoh yang tidak
nyaman dengan yang dilakukan tetapi
tetap saja dilakukan. Sebagai perempuan,
tokoh tidak menunjukkan nurani
kewanitaan, batin tokoh mengalami
penyimpangan dari kelaziman sebagai
wanita yaitu berani mengubah atau
mendobrak kelaziman dengan
ketidakpeduliannya terhadap tampilan
fisik yang semata-mata ingin dinilai lebih
dibanding perempuan lain. sehingga dapat
disimpulkan bahwa konflik digambarkan
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|938
pengarang melalui tokoh utama melalui
prinsip-prinsip hidup yang diyakininya.
memiliki keberanian hingga dapat
melakukan perlawanan terhadap
keadaaan yang dinilai dirinya tidak adil.
4. Gambaran feminisme melalui amanat
dalam kumpulan cerpen:
Wujud gagasan feminisme melalui
amanat, menggambarkan dominasi
wanita lebih dibandingkan pria,
perempuan bisa mendominasi pria dalam
menyelesaikan konflik. Tokoh
perempuan menjadi sadar diri dan
mempertahankan hak-hak mereka sebagai
individu, harga diri dan kedudukan
mereka. Gambaran tokoh perempuan
yang telah bebas dari tekanan luar untuk
mengarahkan hidupnya sesuai dengan
keinginan mereka sendiri, baik sebagai
istri, ibu, anak, dan perempuan karir.
Meski digambarkan sebagai sosok yang
acuh tak acuh terhadap keadaan namun ia
SARAN
1) Bagi para peneliti atau apresiator harus
jeli dan cermat dalam membaca atau
mengkaji adanya transfer nilai yang tidak
sesuai dengan kepribadian Indonesia.
2) Para guru hendaknya selektif dalam
memilih bahan ajar melalui cerpen/novel
yang bertema paham Radikal yang tidak
sesuai dengan cara pandang bangsa
Indonesia.
3) Bagi pembaca, perlunya pemahaman
feminisme sebagai subjek mental,
sehingga mampu memberikan
pencerahan bagi pembaca sastra.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|939
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1984. Pengantar Memahami Unsur-Unsur dalam Karya Sastra. Malang: FPBS
Universitas Negeri Malang.
Ayu, Maesa Djenar. 2004. Jangan Main-Main dengan Kelaminmu. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
Bagiyanata, Vina, Pandu. 2007. Refleksi Semangat Feminis Tokoh Wanita dalam Novel Jalan
Bandungan karya Nh. Dini. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: JBSI FKIP UMM.
Bhasin, Kamla dan Said Khan. 1996. Persoalan Pokok Mengenai feminisme dan Relevansinya.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hellwig, Tineke. 2003. In the Shadow of Change (Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia).
Jakarta: Desah Tara.
IIstiqomah. 2005. Dekonstruksi Penilaian Terhadap Perempuan dalam Novel Ksatria, Puteri,
dan Bintang Jatuh karya Dewi Lestari (Kajian Feminisme). Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: JBSI FPBS Universitas Negeri Malang.
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda?. Jakarta: Mizan Pustaka.
Mufidah. 2004. Paradigma Gender. Malang: Bayu Media Publishing.
Munandar, Utami. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita. Jakarta: Universitas Indonesia
Pers.
Murniati, Nunuk. 2004. Getar gender (dalam Jurnal Perempuan) Magelang: Indonesiatera.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|940
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ratna, Nyoman Kutha, SE. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
Saini, Sumardjo. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Ceritaan rekaan. Bandung: PT. Tarate.
Sugiarti. 2001. Pengetahuan dan Kajian Prosa Fiksi. JBSI FKIP: UMM.
Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminis Thought (Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus
Utama Pemikiran Feminis). Yogyakarta: Jalasutra.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|941
Download