BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk fashion

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Produk fashion, seperti tas, jam tangan, topi, sepatu, pakaian, ikat pinggang
dan lainnya merupakan aksesoris yang sering digunakan untuk mendukung
penampilan sehari-hari. Telah banyak brand-brand yang memproduksi berbagai
jenis produk fashion dengan berbagai keunikannya masing-masing dan pada
tingkatan harga tertentu. Brand-brand mewah misalnya, memiliki benefits yang
bermacam-macam sehingga mampu memunculkan keinginan untuk berasosisasi
bagi konsumen, hal tersebut dikarenakan sebuah brand mampu memberikan
identitas bagi konsumennya, begitu juga dengan mengonsumsi suatu brand
tertentu yang mampu menunjukkan simbol status serta pencapaian. Brand-brand
seperti Louis Vuitton, Gucci, Nike, Rolex dan sebagainya banyak diminati oleh
para pecinta fashion. Akan tetapi, dengan tingkatan harga yang tinggi, tidak
semua orang mampu membeli produk dari brand mewah tersebut.
Produk KW muncul sebagai alternatif dari keberadaan luxury goods. Mulai
dari regular brand, premium brand hingga luxury brand banyak ditemukan
produk KW-nya. Perlu diketahui istilah produk KW merupakan sebuah istilah
yang menunjukkan bahwa barang tersebut adalah barang palsu. Belum ada
definisi yang secara resmi mendefinisikan mengenai produk KW ini. Namun,
pada masyarakat Indonesia penggunaan istilah produk KW sudah sangat familiar
pada istilah-istilah seperti replika, imitasi, kw ori, kw super, ori Thailand, ori
Singapura dan sebagainya dimana semuanya mengarah pada produk palsu atau
bajakan.
Tingginya minat konsumen terhadap brand mewah seringkali berbenturan
dengan kemampuan finansial, sehingga bagi individu yang tetap ingin
mengasosiasikan dirinya terhadap produk mewah, produk KW menjadi alternatif.
Namun, apakah hanya karena masalah harga yang lebih rendah hingga kemudian
banyak orang yang memilih produk KW? Terdapat banyak produk lokal yang
menjual produk dengan kualitas dan fungsi yang sama dan harga yang mungkin
sama dengan harga produk KW, namun tetap saja masih banyak yang memilih
mengonsumsi produk KW.
Merebaknya produk KW khususnya di Indonesia tidak bisa dipungkiri telah
menjadi fenomena tersendiri bagi dunia perdagangan. Mudahnya produk tersebut
beredar menjadi masalah bagi perekonomian maupun sosial. Lemahnya hukum di
Indonesia semakin memberikan angin segar bagi para pamasok barang ilegal
tersebut. Menurut Masyarakat Anti Pemalsuan dan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, produk fashion seperti aksesoris dan pakaian menjadi produk yang
paling banyak dipalsukan atau dibuat versi KW di Indonesia selain tinta printer,
produk farmasi serta software.
Adanya individu yang memilih menggunakan produk KW, ada juga yang
tidak atau bahkan anti untuk menggunakan produk KW. Seseorang dengan
berbagai latar belakang memiliki kontrol tersendiri dalam memilih produk apa
yang akan dikonsumsi. Selain kontrol diri seperti pemahaman terhadap suatu hal,
seseorang dalam melakukan pembelian akan dipengaruhi oleh subyek lingkungan
yang berinteraksi dengannya, mulai dari keluarga dan teman-temannya. Nilai,
norma, peraturan yang ada melingkupi hidup seseorang dapat memengaruhi
perilaku maupun sikapnya.
Motif yang mendasari seseorang sangat beragam, seperti keinginan untuk
terlihat lebih eksklusif di mata orang-orang di sekitar dan sebagai simbol
pencapaian. Seperti yang sudah peneliti paparkan sebelumnya, konsumsi
seseorang sedikit banyak akan terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya.
Berkaitan dengan konsumsi produk KW yang notabene adalah produk
ilegal, produk KW tidak diiklankan melalui media massa konvensional seperti
radio, surat kabar maupun televisi. Namun, keberadaan produk KW telah
diketahui secara luas. Dimana salah satu sumber yang memungkinkan adalah
adanya peran word of mouth pada masayarakat. Peneliti merasa fenomena ini unik
dan penting untuk meneliti pengaruh informasi dari interaksi orang-orang terdekat
terhadap perilaku konsumen khususnya dalam menyikapi produk KW yang telah
diketahui memiliki permintaan tinggi khususnya produk fashion, serta apa yang
memengaruhi seseorang dalam mengonsumsi produk tersebut. Apakah akan tetap
memengaruhi untuk membeli produk KW jika lingkungan disekitarnya khususnya
orang-orang terdekat/informal reference group juga mengonsumsi produk KW?
Informasi, persepsi, rekomendasi maupun saran dari orang terdekat individu
apakah akan berpengaruh terhadap sikapnya pada produk KW?
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, permasalahan pada penelitian ini
adalah untuk menjawab “bagaimana pengaruh informal reference group terhadap
sikap pada produk KW fashion.”
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh yang ada pada informal reference group terhadap sikap
pada produk KW fashion.
2. Mengetahui peran informal reference group dalam memengaruhi sikap
seseorang pada produk KW fashion.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan bermanfaat bagi:
a. Praktisi, sebagai salah satu referensi untuk mengetahui perilaku
konsumen, sekaligus sebagai upaya memerangi minat mengonsumsi
produk KW, sehingga dapat menguatkan loyalitas terhadap brand.
b. Akademisi, sebagai landasan untuk melakukan riset audiens lebih lanjut
pada bidang perilaku konsumen dan mencari solusi terkait komunikasi
krisis pada suatu brand.
E. Objek Penelitian
Penelitian ini akan membahas mengenai sikap individu pada produk KW
dalam menerima stimulus dari informal group. Sehingga lokus dari penelitian ini
adalah riset audiens. Lebih lanjut, fokus dari penelitian ini adalah perilaku
konsumen yang mendapatkan pengaruh dari informal reference group dimana
pengaruhnya tersebut akan dilihat melalui sikap yang diambil oleh individu.
F. Kerangka Teori
1. Perilaku konsumen
Memahami mengenai perilaku konsumen bertujuan untuk mencari tau
mengapa konsumen melakukan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan
Kanuk (2008:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu
studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk
mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi).
Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia
meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya,
pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya.
Terdapat adanya interaksi antara konsumen dan brand dalam pembuatan
keputusan konsumen yang terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi
informasi merek produk, mempertimbangkan bagaimana alternatif merek dapat
memenuhi kebutuhan konsumen, dan pada akhirnya memutuskan produk dari
brand apa yang akan dibeli.
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi lapisan
masyarakat dimana ia tinggal. Hal tersebut menjadikan konsumen yang berasal
dari lapisan masyarakat atau lingkungan berbeda akan mempunyai penilaian,
kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda-beda pula, sehingga
pengambilan keputusan dalam tahap pembelian akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler
(2008:25) terdiri dari:
a. Faktor kebudayaan. Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam
terhadap perilaku konsumen. Faktor kebudayaan terdiri dari: budaya, subbudaya, kelas sosial.
b. Faktor sosial. Faktor sosial dipengaruhi oleh kelompok acuan, keluarga
serta status sosial.
c. Faktor pribadi. Faktor pribadi yang memberikan kontribusi terhadap
perilaku konsumen terdiri dari: usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan
lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
d. Faktor psikologis. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat
faktor psikologis utama yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta
keyakinan dan pendirian.
Konsumen sebagai individu memiliki berbagai macam persepsi dalam
melihat sebuah brand, selain itu persepsi tersebut bersifat subyektif. Persepsi
yang dimiliki oleh seseorang sangat bergantung dengan isi memorinya, dimana
masa lalu menjadi salah satu hal yang sangat memengaruhi persepsi seseorang.
Namun, perlu diperhatikan bahwa persepsi secara substansial bisa jadi sangat
berbeda dengan realitas. Hal tersebut dikarenakan persepsi tercipta karena
adanya rangsangan serta sensasi yang ada pada pikiran seseorang sehingga
membuat orang tersebut memberikan arti bagi setiap rangsangan yang ada.
Dalam pengambilan keputusan untuk mengonsumsi suatu brand,
konsumen dipengaruhi oleh kepentingan personal yang dirasakan dan
ditimbulkan oleh stimulus. Terlibat atau tidaknya seseorang bisa dikatakan
apakah ia merasa penting atau tidak dalam pengambilan keputusan pembelian.
Oleh karena itu, Mowen (2005) dalam Sutisna (2003:11) keterlibatan
konsumen dibedakan menjadi dua yaitu konsumen dengan keterlibatan rendah
atau low involvement dan konsumen dengan keterlibatan tinggi atau high
involvement.
Mereka yang termasuk dalam konsumen dengan keterlibatan tinggi akan
sangat selektif dalam memilih produk pada brand tertentu, hal tersebut
menyebabkan konsumen lebih banyak mencari informasi dan lebih hati-hati
dalam mengambil keputusan. Sedangkan konsumen dengan keterlibatan
rendah, mereka cenderung tidak memerhatikan brand apa yang harus dibeli,
bagi konsumen brand apapun sebenarnya tidak menjadi masalah karena yang
terpenting kepuasan minimalnya telah terpenuhi.
2. Fenomena produk KW di Indonesia
Counterfeit product dalam bahasa Indonesia berarti produk palsu, dimana
masyarakat Indonesia biasa menyebutnya dengan istilah produk “KW” yang
merupakan singkatan lafal “kualitas”. Produk KW merupakan produk yang
meniru brand resmi dengan menggunakan atribut yang sama seperti nama,
bentuk, logo dan desain. Dalam persepsi pemilik brand, keberadaan produk
KW ini merupakan pelanggaran terhadap value yang dimiliki oleh brand
orisinal.
Masih banyak masyarakat yang belum memahami mengenai produk yang
mereka beli apakah asli atau palsu. Konsumen produk KW pun dibedakan
menjadi dua yaitu konsumen yang tidak mengetahui produk tersebut KW dan
konsumen yang secara sadar mengonsumsi produk KW (Grossmann and
Shapiro, 1998; Nia and Zaichowski 2000:79). Masyarakat Indonesia sendiri
sudah familiar dengan penyebutan produk-produk tiruan maupun produk palsu
tersebut dengan sebutan “KW”. Banyak perbedaan penyebutan pada produk
tiruan, mulai dari replika, kw ori, kw cina, kw super, ori Thailand dan
sebagainya. Sedangkan produk KW yang berasal dari kata ‘kualitas’ digunakan
oleh para pedagang dalam menentukan tingkatan kualitas suatu produk, akan
tetapi karena produk KW adalah ilegal, penentuan kualitas pun tidak ada aturan
pokok, sehingga ditentukan oleh para penjual.
Pengertian definisi secara resmi mengenai produk KW juga belum tersedia,
hal tersebut dikarenakan produk KW sendiri menjadi salah satu konotasi dalam
penyebutan produk palsu. Namun, sejauh peneliti mencari pendefinisian
produk KW, melalui berbagi situs di internet dan forum-forum diskusi online,
produk KW adalah sebuah barang yang diproduksi sebagai tiruan, replika, atau
imitasi dari barang lain. Barang KW ini bukan hanya diproduksi sebagai tiruan
atau replika merek terkenal saja, tetapi juga untuk semua merek dan merupakan
salah satu istilah yang digunakan untuk produk palsu. Barang KW diproduksi
tanpa menggunakan hak merek yang bersangkutan, para produsen membuatnya
dengan cara seperti meniru.
Banyak definisi yang menyebutkan mengenai counterfeit product/produk
palsu. Salah satunya yang diungkapkan oleh Cordell (1996:42) counterfeit
product merupakan apapun barang manufaktur yang memiliki karakter spesial
dilindungi oleh hak kekayaan intelektual (trademark, hak paten, dan
copyrights). Ini berarti, bahwa produk KW/palsu mencontoh atau mengimitasi
produk yang telah dipatenkan dan memiliki merek dagang tanpa ijin dari
manufaktur produk asli atau orisinal. Produk-produk KW terlihat sangat mirip
hingga identik dengan produk asli. Hal tersebut termasuk packaging, labelling,
dan trademarks yang secara disengaja terlihat mirip dengan produk asli.
Pemalsuan produk hampir dapat ditemukan dalam produk apapun, mulai
dari obat-obatan, produk elektronik, buku, makanan, tas, pakaian dan
sebagainya. Brand yang telah memiliki pamor, seperti brand–brand produk
mewah sangat menarik untuk dibuat produk palsunya atau KW.
Kehadiran barang-barang KW jelas melanggar UU perdagangan dalam
Pasal 90 – Pasal 94 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek,
dimana dalam UU tersebut diatur mengenai pelarangan tindakan pemalsuan
merek. Begitu banyak produk-produk tiruan dijual dengan terang-terangan
bahkan menjadi komoditas di pasar internasional. Barang-barang KW ini
dijadikan pilihan oleh konsumennya dengan berbagai macam motif
pertimbangan, tentu salah satunya adalah harga yang lebih murah. Meskipun
barang tiruan, tidak jarang harga yang ditawarkan tetap relatif tinggi.
Produk palsu di Indonesia meningkat hampir 1,5 kali lipat secara nominal
dalam periode waktu 5 tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh sebuah studi
tahun 2014 yang dirilis oleh Masyarakat Anti Pemalsuan (MIAP) dan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, menurut hasil studi tersebut angka potensi
kerugian negara akibat peredaran produk palsu mencapai Rp 65,1 triliun di
2014 dan melonjak dari Rp 43,2 triliun di tahun 2010. Produk fashion,
perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan piranti elektronik
menjadi produk-produk dengan barang tiruan terbanyak di Indonesia menurut
hasil survei MIAP kepada Kementrian Perindustrian pada tahun 2014.
Penjualan barang KW kini telah menjadi fenomena yang biasa, tingginya
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap barang-barang premium turut
meningkatkan minat masyarakat untuk mencari alternatif lain produk premium
yang memiliki harga tinggi dengan produk KW yang memiliki harga lebih
rendah, hal tersebut kemudian menjadikan permintaan terhadap produk KW
semakin meningkat. Terlebih hukum di Indonesia masih terkesan kurang sigap
dalam
menangani
kasus
jual
beli
produk
KW,
sehingga
semakin
mempermudah masyarakat dalam mendapatkan produk tersebut.
Sandang sebagai salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi
menjadikan fashion tidak akan pernah terlepas dalam kehidupan sehari-hari
seseorang. Kebutuhan untuk berbusana tidak hanya semata-mata sebagai
penutup tubuh saja, namun setiap pakaian serta aksesoris sebagai pelengkap
dalam penampilan mampu mengomunikasikan mengenai identitas diri
seseorang. Sehingga tidak mengherankan jika kebutuhan dalam pemenuhan
fashion akan terus bergulir.
Telah banyak brand yang menjual produk fashion, mulai dari pakaian,
tas, sepatu, jam tangan, kaca ma brand internasional. Kebutuhan untuk tampil
maksimal menjadikan permintaan produk fashion ini kian meningkat.
Fungsional produk sebagai pelengkap busana, kemudian didukung dengan
adanya kebutuhan emosional seperti asosiasi konsumen dengan merek mewah.
Sebut saja luxury brand seperti Chanel, Gucci, Louis Vuitton, Nike, Rolex,
Armany dan lainnya memiliki produk-produk fashion yang mampu menunjang
konsumen dalam berbusana baik itu secara penampilan hingga menunjukkan
kelas sosial tinggi.
Negara berkembang seperti Indonesia, dengan hukum yang masih lemah
dalam menanggapi fenomena produk KW, semakin membuka peluang besar
untuk komoditi ilegal ini diperjual-belikan secara bebas. Produk
fashion
seperti pakaian dan aksesoris dengan bahan dasar kulit menjadi salah satu dari
tujuh komoditi yang paling banyak dijumpai produk KW-nya menurut survei
MIAP.
3. Word of mouth pada reference group terhadap preferensi individu
Keberadaan produk KW tidak dipromosikan melalui media publik seperti
televisi dan surat kabar karena sifat produknya yang ilegal. Meskipun begitu,
produk KW mampu dikenal oleh masyarakat luas dan diminati oleh banyak
orang. Kekuatan word of mouth menjadi salah satu faktor yang paling
memungkinkan tersebarnya keberadaan produk KW ini dan memberikan
tanggapan positif maupun negatif terhadap sikap individu pada counterfeit
products (Mir 2011:51). Word of mouth menurut Arndt (1967:3) didefinisikan
sebagai lisan, komunikasi antara satu orang dan orang lain antara penerima
pesan dan komunikator yang menganggap sebagai bukan sebuah bentuk
komersil dari suatu merek, produk maupun jasa. Word of mouth
memungkinkan satu individu dan individu lainnya untuk bertukar informasi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Lan,M., dkk., (2012) ditemukan bahwa
word of mouth memiliki peran signifikan dalam menemukan produk-produk
palsu (counterfeit goods).
Individu memiliki naluri alami untuk menceritakan pada orang lain
mengenai suatu produk ataupun jasa yang telah dibeli. Baik itu mendiskusikan
kebaikan atau keburukan suatu produk bersama teman ataupun keluarganya.
Menggunakan logika pada teori word of mouth ini, suatu stimulus dalam hal
ini informal reference group dengan berbagai tipe pengaruh yang dimilikinya
dijadikan dalam menggambarkan proses pertukaran pesan/informasi kepada
komunikan yaitu individu. Word of mouth merupakan suatu cara untuk
mengurangi ketidakpastian, karena dengan bertanya kepada teman, tetangga,
atau keluarga, informasinya lebih dapat dipercaya, sehingga akan mengurangi
penelusuran dan evaluasi merek (Sutisna 2001:185).
Reference group/kelompok acuan seperti yang disampaikan Solomon
(2006:376) merupakan pemikiran aktual ataupun imajinasi individu atau grup
yang memiliki relevansi tinggi terhadap evaluasi, aspirasi, serta perilaku.
Reference group memengaruhi konsumen dalam tiga cara yaitu informational,
utilitarian, dan value-expressive.
Tipe pengaruh informational menurut Solomon (2006:377) seseorang
mencari informasi mengenai berbagai macam brand pada orang-orang
disekitarnya yang dianggap kompeten, ia juga mencari informasi dengan
mencari tau pengalaman pembelian dan membandingkannya dengan brand
lain. Informasi yang diberikan oleh reference group kepada individu terhadap
suatu produk sangat berarti dalam proses pengambilan keputusan. Pembelian
suatu produk yang dilakukan oleh seorang individu cenderung didasarkan
pada opini orang lain. Hal tersebut biasa terjadi pada orang yang kurang
mengetahui mengenai informasi mengenai kategori produk, khususnya dalam
hal kualitas serta kredibilitas serta mencari tau apakah pembelian yang
dilakukan sudah tepat atau belum. Bagi individu, opini orang lain menjadi
penting karena digunakan sebagai teladan dalam menentukan sikap salah
satunya adalah pembelian, terlebih ketika seseorang sangat minim
pengetahuan terhadap produk yang akan dibeli tersebut.
Tipe pengaruh utilitarian seperti yang disebutkan oleh Bearden dkk.,
(1989)
dalam Mehdi Mourali
(2005:165) mengatakan bahwa utilitarian
tercermin sebagai upaya individu dalam memengaruhi orang lain untuk
mendapatkan persetujuan atau menghindari penolakan. Pengaruh utilitarian
ini menjadi suatu proses penyesuaian individu pada lingkungan di sekitarnya.
Dengan melakukan penyesuaian, individu berharap diterima dalam kelompok
tersebut dengan mematuhi setiap perilaku, nilai dan norma sosial. Kelman
(1958) dalam Mourali dkk., (2005) mengatakan the person, therefore adopts
group norms, value, and behaviors not out if genuine conviction of their
worth, but because they are instrumental in producing a desired social
outcome. Utilitarian influence is most likely to take place when the person’s
behavior is visible to the influencer.
Melalui pengaruh utilitarian ini, seorang individu untuk memuaskan
harapan kelompok atau grup, mereka mengonsumsi brand yang sama dengan
orang disekitarnya. Keputusan dalam memilih brand juga dipengaruhi oleh
saran yang diberikan orang-orang yang memiliki interaksi sosial dengannya.
Pengaruh self-expressive terjadi ketika individu menggunakan norma,
nilai dan perilaku orang lain sebagai teladan ia dalam bertindak dan
berperilaku, (Mourali dkk., 2005; Roche, 2005:164). Value expressive
dilakukan melalui proses identifikasi, dimana proses identifikasi ini terjadi
ketika individu mengadopsi sikap dan perilaku sehingga dapat berasosiasi
antara definisi diri dengan orang lain atau grup, (Kelman, 1958; Roche,
2005:164).
Solomon dkk., (2006:377) menyebutkan pengaruh
self-expressive
menjadikan individu merasa pembelian atau penggunaan brand tertentu dapat
meningkatkan citra diri mereka di mata orang lain. Individu merasa bahwa
brand tertentu memiliki karakteristik yang mereka inginkan. Individu juga
merasa orang-orang yang membeli brand tertentu akan dikagumi atau
dihormati oleh orang lain. Selain itu iklan yang ditampilkan oleh brand
cenderung memengaruhi individu untuk dapat terlihat seperti figur yang ada
pada iklan.
Manusia
sebagai
makhluk
sosial,
dengan
kebutuhannya
untuk
berinteraksi dengan orang lain, seorang individu pasti masuk dalam kelompok
tertentu. Schiffman dan Kanuk (2006:295) menyebutkan reference group
adalah setiap orang atau kelompok yang dianggap sebagai dasar perbandingan
atau rujukan bagi seseorang dalam membentuk nilai-nilai dan sikap umum
atau khusus bagi perilaku. Sehingga, reference group bisa dikatakan sebagai
kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk
kepribadian dan perilakunya. Masing-masing kelompok memiliki shared
meaning yang diikuti oleh anggotanya, begitupun dengan norma, nilai,
persepsi yang dapat membantu membentuk sikap seseorang.
Sebagai bagian dalam kelompok tertentu, individu akan terpapar berbagai
macam tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya melalui proses komunikasi.
Hal tersebut secara tidak langsung dapat memengaruhi bagaimana individu
bertindak dan berperilaku. Misalnya, ketika orang-orang disekitar seseorang
merupakan kelompok yang memiliki lingkungan kelompok orang yang peduli
akan kesehatan, banyak anggota kelompok tersebut yang memiliki profesi di
bidang kesehatan. Paparan mengenai informasi atau pesan hidup sehat secara
langsung maupun tidak akan berpengaruh pada gaya hidup individu tersebut,
sehingga ia juga akan cenderung bersikap untuk menjaga kesehatan seperti
yang orang dilakukan ataupun disarankan oleh lingkungan sekitarnya.
Memiliki pengaruh yang kuat, Solomon dkk., (2006:377) mengatakan
“some groups and individuals exert a greater influence than others and affect
a broader range of consumption decision”. Kuatnya pengaruh terjadi dalam
dua tipe pengaruh yaitu normatif dan komparatif. Tipe normatif menjelaskan
bahwa kelompok referensi membantu untuk membentuk dan menguatkan
dasar-dasar berperilaku. Sedangkan komparatif mengacu pada nilai atau
norma yang spesifik sebagai dasar perbandingan individu terhadap suatu hal,
misalnya seseorang melihat orang lain yang berpenampilan lebih menarik dari
dirinya sehingga kemudian menjadikan orang tersebut role model dalam
berpenampilan.
4. Korelasi informal group reference terhadap sikap
Bourne (1957) menyebutkan bahwa reference group merupakan
kelompok yang perspektifnya digunakan oleh individu dalam membentuk
values, beliefs, attitudes, opinions dan overt behaviours. Lebih lanjut ia
melanjutkan, individu mempertimbangkan kelompok ini sebagai ‘point of
reference’ ketika mengevaluasi bagaimana seorang melihat keberadaan
dirinya dirinya di dunia. Berbagai penelitian telah menyebutkan bahwa adanya
relevansi pada pengaruh sosial dan reference group terhadap sikap dan
pembuatan keputusan khususnya pada konteks perilaku konsumen (Asch,
1951; Bearden and Etzel, 1982; Bond and Smith, 1996; Bourne, 1957;
Burnkrant and Cousineau, 1975; Fitzgerald and Arndt, 2002; Sherif, 1935;
Witt,1970; Hammerld dkk., 2014:34) Sebagian besar pada penelitian tersebut
menganalisis normatif dan pengaruh informasi pada reference group seperti
teman sebaya, keluarga dan para ahli.
Sebuah kelompok sosial memiliki posisi dalam memengaruhi perilaku
dan sikap anggotanya. Dikarenakan sikap dan perilaku dikomunikasikan dan
dipelajari melalui orang lain. Individu dipengaruhi oleh orang lain, disamping
itu individu juga memungkinkan untuk memengaruhi orang lain dan terlebih
pada teman-temannya, (Festinger, Leon., dkk., 1954:4). Begitu juga dengan
keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam
masyarakat dan anggota keluarga dalam kehidupan pembeli (Kotler,
2009:170-171). Secara alamiah, grup menurut James H. Leigh dan Terrance
G.Gabel dalam Matin (2008:79) menjelaskan bahwa grup akan memengaruhi
kebiasaan anggotanyan jika mereka memiliki nilai dan norma yang sama,
sering terjadi interaksi dan membuat kesempatan lebih untuk memengaruhi
yang lainnya serta distinctive dan exclusive.
Pada reference group terdapat beberapa bentuk kelompok yaitu formal
dan informal. Grup formal memiliki ciri khas adanya struktur yang mengatur
anggotanya. Selain itu keanggotaan dari formal grup bersifat secara tertulis dan
terdaftar secara resmi. Pada perspektif komunikasi, grup formal menggunakan
jalur komunikasi formal seperti komunikasi yang terjadi antara seorang atasan
memberikan
tugas
kepada
bawahannya.
Sedangkan
grup
informal
menggunakan jalur komunikasi informal seperti ‘grapevine’ atau ‘slentingan’
yang terjadi di antara anggotanya dimana interaksi tersebut didasarkan pada
karakteristik personal dan status (Dainty, 2006:77).
Formal grup juga memiliki spesial kriteria keanggotaan tertentu
(Solomon dkk., 2006:378). Grup formal terbentuk dengan didasarkan pada
penyempurnaan pada suatu organisasi dan berorientasi pada tugas, serta
terkoordinasi pada aktivitas kerja dan struktur organisasi (Brooks, 2005:89).
Lebih lanjut, Brooks menyampaikan bahwa goals are identified and developed
by management, and rules, relationship and norms of behaviour are
established.
Kontras dengan grup formal, grup informal tidak memiliki struktur
maupun kriteria keanggotaan tertentu. Grup informal terbentuk sebagai hasil
interaksi terus menerus dalam kehidupan sehari-hari individu. Teman
sepermainan, keluarga, kelompok penyuka drama korea dan sebagainya
termasuk dalam grup informal. Selain itu, grup informal terbentuk karena
memiliki ketertarikan yang sama serta interaksi yang terus terjadi. Grup
informal juga cenderung memengaruhi seleksi produk, proses informasi,
perubahan sikap dan perilaku belanja ((Bearden et al., 1989; Childers and Rao,
1992; Lachance et al., 2003; Makgosa 2007:66).
Dalam grup informal, individu saling berinteraksi pada level personal,
hal tersebut yang membuat hubungan pada grup informal dapat terjalin dalam
jangka waktu yang lama, sehingga bukan sekedar hubungan sementara. Teman
dekat, keluarga dan orang-orang terdekat individu secara personal cenderung
mampu memberikan banyak pengaruh terhadap sikap individu, termasuk dalam
keputusan pembelian (Solomon dkk., 2006:378). Grup memenuhi kebutuhan
individu terhadap rasa aman, kebutuhan afiliasi sosial, pemenuhan ego serta
pemenuhan aktualisasi diri serta berbagai kebutuhan yang sama dengan
anggota lainnya. Khususnya pada grup informal, pemenuhan pada kebutuhankebutuhan tersebut dapat terpenuhi (Mukherjee, 2005: 131)
Perilaku konsumen dipengaruhi tidak hanya oleh personaliti individu dan
motivasi namun juga dengan ikatan yang ada pada keluarga. Kuatnya
hubungan yang ada pada keluarga menjadikan pengaruh antar anggotanya kuat
terlebih dalam membuat keputusan (Matin 2006:68). Consumer socialisation
(Matin, 2006:70) merupakan proses yang membuat anak muda memperoleh
kemampuan, pengetahuan dan sikap yang relevan pada fungsi mereka sebagai
konsumen, dimana agen sosialisasi tersebut seperti media, anggota keluarga,
teman sebaya serta guru. Keluarga sebagai salah satu anggota pada grup
informal sekaligus agen sosialisasi memiliki peran yang dapat memengaruhi
individu dalam menilai suatu produk. Hal tersebut dikarenakan interaksi yang
terjadi di dalamnya, dimana di dalam keluarga dapat mengembangkan selera,
preferensi, gaya berbelanja, pemilihan pakaian yang dipakai, selain itu juga
seberapa banyak uang yang dihabiskan, dimana untuk membeli dan apa yang
harus dikenakan pada acara tertentu (Matin, 2006:70).
Teman-teman individu yang juga merupakan bagian dari grup informal,
ditemukan bahwa pengaruhnya akan memberikan dampak pada beberapa
produk lebih dari yang lainnya, dan dapat dikatakan teman-teman memegang
peranan penting daripada pengaruh dari orang tua atau keluarga serta televisi
khususnya pada remaja kecenderungan terhadap pemilihan merek dalam
pembelian pakaian (Lanhance et al., 2003; Makgosa 2007:65).
Pada penelitian ini akan berfokus pada informal reference group dimana
akan melihat bagaimana lingkungan individu khususnya orang-orang terdekat
yang sering berinteraksi secara personal memiliki kecenderungan yang besar
dalam memengaruhi konsumen. Pada kaitannya dengan mengonsumsi produk
KW, penelitian ini ingin melihat bagaimana lingkungan sekitar dan orangorang terdekat memiliki pengaruh dalam membuat individu dalam menyikapi
konsumsi produk KW khusunya produk fashion.
5. S-O-R theory
Sebelum teori S-O-R ini berkembang, terlebih dulu terdapat teori
bernama S-R yaitu stimulus (S) dan respon (R). Teori S-R menggunakan
komponen stimulus dan respon, sehingga akan diperoleh timbal balik atau
respon sesuai dengan stimulus yang diberikan. Pada teori S-R pemberi stimulus
mengabaikan atau bahkan meniadakan kemungkinan penolakan dari objek
yang menerima stimulus. Efek tersebut hingga saat ini dikenal sebagai the
magic bullet effect dan hypodermic needle effect (Katherine Miller, 2002:237).
Dengan mengabaikannya faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu,
sehingga menganggap apa yang akan didapatkan sesuai pesan yang
disampaikan, teori ini dapat dikatakan sebagai proses komunikasi satu arah.
Teori komunikasi semakin berkembang dengan proses komunikasi yang
tidak hanya satu arah, akan tetapi menjadi dua arah. Melalui komunikasi dua
arah, pemberi pesan mengharapkan adanya respon atau timbal balik yang
diberikan oleh penerima pesan. Dalam teori S-O-R (stimulus-organismresponse) elemen O (organism) telah diperhatikan. Menurut Rokeach, dalam
Katherine Miller (2002:238) terdapat elemen organism yang menengahi antara
stimulus (S) dan response (R) sehingga terbentuklah teori S-O-R. Teori ini
melihat bahwa pesan yang disampaikan akan menghasilkan respon yang
bervariasi dari individu yang menerimanya.
Sebagai proses aksi-reaksi yang sederhana, teori S-O-R menurut Aubrey
Fisher (1986:194) stimulus (S) atau rangsangan dapat didefinisikan sebagai
penangkapan objek lingkungan oleh alat indera yang diubah menjadi sensasi,
yakni ragam atau pola tertentu yang memiliki sifat visual, pendengaran, rabaan
atau ras. Organism (O) yang merupakan komunikan berfungsi sebagai pihak
yang menerima pesan dalam proses komunikasi. Response (R) sebagai efek
yang muncul merupakan reaksi yang bersifat khusus terhadap stimulus khusus,
sehingga seorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara
pesan dan reaksi komunikan. Respon tersebut dapat berupa perubahan sikap,
maupun cara pandang terhadap suatu hal.
Elemen organism (O) sebagai elemen antara stimulus dan respon, sangat
peduli dan memerhatikan seluruh faktor yang dapat memengaruhi organism
tersebut. Menurut DeFleur & Ball-Rokeach dalam Katherine Miller (2002:238)
terdapat beberapa hal yang dapat memengaruhi organism sehingga
memengaruhi respon yang dihasilkan. Hal yang pertama adalah individual
difference dimana masyarakat merupakan kumpulan berbagai macam
kepribadian, latar belakang dan cara berpikir. Kedua adalah social categories
with subcultures, yang menyebutkan bahwa pesan dapat dibuat dengan khusus
untuk sub-kebudayan tertentu. Serta social relationship dimana hubungan
sosial tiap individu berbeda satu dengan lainnya. Maka dari itu latar belakang,
perbedaan
kebudayaan
dan
hubungan
sosial
antar
individu
sangat
memengaruhi kualitas respon dari setiap individu.
Gambar 1.1
Model S-O-R
ORGANISM
STIMULUS
Perhatian
Pengertian
Penerimaan
Model teori S-O-R (Effendy, 1993:255)
RESPONSE
Sesuai gambar diatas menunjukkan bahwa stimulus yang disampaikan
oleh komunikator kepada komunikan berupa informasi maupun pesan melalui
kelompok informal mungkin saja diterima dan mungkin juga terjadi penolakan.
Dalam tahapan berikutnya bila penerima pesan menerima stimulus yang
disampaikan maka akan memperhatikan. Proses selanjutnya, penerima pesan
akan mengerti pesan apa yang disampaikan dan proses akhir adalah kesediaan
dari komunikan untuk mengubah sikap yang menandakan keberhasilan dalam
proses komunikasi (Effendy, 1993:256).
6. Sikap sebagai respon pengaruh pembentukan opini
Sikap merupakan kecenderungan untuk memberikan reaksi yang
menyenangkan atau netral terhadap suatu objek atau sebuah kumpulan objek.
Sikap relatif menetap, berbagai bidang studi menunjukkan bahwa sikap
kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan
(Rakhmat, 2002:39). Setiap individu memiliki banyak sikap, dan terkadang
tidak mengetahui bagaimana bisa individu memiliki sikap tersebut. Sikap dapat
terbangun melalui berbagai cara tergantung dengan hirarki efek yang
dioperasikan (Solomon, 2006:138). Sikap memiliki tiga komponen yaitu
cognitive, affective dan behaviour. Cognitive merupakan komponen yang
tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang
mengenai objek sikapnya. Melalui pengetahuan ini kemudian dapat
membentuk suatu keyakinan tertentu terhadap objek sikapnya. Pengetahuan
yang dimiliki seorang mengenai produk KW, akan merujuk pada cara berpikir
sehingga ia akan dapat menentukan sikapnya.
Affective merupakan cara konsumen merasakan tentang suatu hal.
Afektif merupakan reaksi emosional mengenai objek sikapnya (Solomon,
2006:140). Dengan reaksi emosional yang dimiliki, seorang akan berbedabeda dalam memikirkan suatu hal khususnya pada penelitian ini adalah produk
KW, nilai dan kepercayaan yang ada pada dirinya menjadi hal dibalik
terbentuknya sikap.
Behaviour, komponen behaviour ini mengacu pada cara seorang
berperilaku terhadap suatu obyek sikap. Terbentuknya perilaku didasarkan
pada proses belajar yang dilakukan oleh individu. Dalam mengonsumsi suatu
produk, perilaku konsumen didorong oleh pengalamannya mengenai baik atau
burunya suatu produk, Solomon (2006:169).
Setiap konsumen memiliki kemampuan untuk menentukan sikapnya
terhadap suatu produk tertentu, karena memiliki saringan untuk mengontrol
setiap langkah yang akan dilakukan seperti perhatian, penerimaan dan
pengertian. Informal reference group sebagai salah satu elemen pemberi
stimulus pada individu, dengan kontrol organism yang dimiliki akan membantu
membentuk opini terhadap pesan yang diberikan oleh stimulus, yang kemudian
akan menentukan lebih jauh tindakan apa yang akan dilakukan.
Intinya sikap individu senantiasa disesuaikan dengan sikap orang lain
agar terjadi keseimbangan sekaligus menjadi lebih nyaman dalam berinteraksi
dengan lingkungan maupun orang-orang disekitar.
G. Kerangka Konsep
Wimmer dan Domminick (1997) dalam Prajarto (2010:50) mengartikan
konsep sebagai sebuah istilah untuk menyatakan ide yang abstrak dengan
mengeneralisasikan hal-hal khusus dan kemudian memformulasikan hal-hal
yang relevan. Dua alasan tentang pentingnya konsep menurut mereka adalah
konsep
menyederhanakan
proses
penelitian
dengan
mengombinasikan
karakter-karakter khusus, objek-objek dan individu-individu yang lebih umum
serta konsep memudahkan komunikasi antarpeneliti melalui pengorganisasian
observasi menjadi rangkuman bermakna yang dapat dilakukan bersama-sama.
Pada penelitian ini, peneliti akan memaparkan mengenai pengaruh
referensi grup informal terhadap sikap individu pada produk kw fashion.
Konsep referensi grup informal merupakan cara melihat individu sebagai
makhluk sosial yang merupakan bagian dari kelompok masyarakat tertentu,
tentulah setiap sikap serta perilakunya akan dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya, terlebih dengan orang-orang terdekat yang berinteraksi secara
personal. Kemampuan seorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya,
didasarkan pada kebutuhannya untuk dapat diterima dan menghindari
penolakan. Pengaruh yang diberikan oleh grup informal dilihat melalui tiga
cara yaitu informational, utilitarian, dan self-expressive. Ketiganya merupakan
stimulus/rangsangan yang akan mengenai objek pada kaitannya dalam
menyikapi produk kw fashion.
Konsep attitude/sikap merupakan konsep yang merujuk pada respon
individu terhadap stimulus yang telah diberikan. Sikap menjadi bentuk respon
yang diberikan melalui korelasinya terhadap stimulus yang diberikan oleh
kelompok informal. Melalui sikap akan diketahui apakah referensi kelompok
acuan dan sikap individu pada produk KW memiliki pengaruh atau tidak.
Konsep sikap akan dilihat melalui tiga dimensi yaitu cognitive, affective dan
behaviour.
Gambar 1.2
Kerangka konsep
STIMULUS
ORGANISM
RESPONSE
Informal group
reference:
• Perhatian
(X1,1)
• Pengertian
(X1,2)
• Penerimaan
(X1,3)
Attitude
• Informational
(X2,1)
• Utilitarian
(X2,2)
• Self-expresssive
(X2,3)
• Cognitive (Y1)
• Affective (Y2)
• Behaviour (Y3)
Skema diatas menunjukan ada tiga variabel dalam penelitian ini. Variabel
yang pertama adalah
informal group reference yang
merupakan variabel
independen dalam penelitian ini. Variabel kedua adalah organisme yang
merupakan variabel intervening. Kemudian variabel dependennya adalah sikap
individu dari produk yang diteliti. Untuk memperjelas mengenai variabel yang
akan diteliti, lebih lanjut akan dijelaskan pada definisi operasional konsep
Operasional Konsep
No Konsep
Variabel
Dimensi
Item
Skala
1
Informal group reference
Informational
- Pemberian informasi
- Pemberian saran
- Pemenuhan harapan
- Pemberian penghargaan
- Citra diri
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Affective
- Perhatian selektif
- Perhatian terbagi
- Perhatian terus-menerus
- Minat
- Pengalaman
- Penerimaan positif
- Penerimaan negatif
- Belief
- Thought
- Attribute
- Feelings
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Behaviour
- Experience
Interval
Stimulus
Utilitarian
Self-expressive
2
Organism Perhatian, pengertian
penerimaan audiens
dan Perhatian
Pengertian
Penerimaan
3
Response
Attitude pada produk KW
Cognitive
H. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan petunjuk atau cara agar suatu
variabel dapat diukur. Bentuk uraian dari definisi operasional mencakup
pemahaman tentang variabel, cara mengukur dan makna pengukurannya.
Dengan menggunakan pedoman ilmiah yang tergambar dalam definisi
operasional diharapkan hasil antarpenelitian yang dilakukan dapat sama
atau setidaknya sama (Prajarto 2010:87). Berikut adalah definisi
operasional variabel untuk masing-masing variabel serta indikatornya
sebagai berikut :
1. Dimensi informal reference group
Informal reference group merupakan variabel bebas dalam
penelitian ini. Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat
(Sugiyono, 2006:33). Berikut variabel bebas (X2) dalam penelitian ini
terdapat tiga item yaitu:
a. informational (X2,1)
Merupakan informasi yang diberikan oleh informal reference
group, pengetahuan, saran maupun opini orang lain yang relevan
dapat memengaruhi sikap seorang terhadap suatu hal. Hal ini diukur
dengan indikator:
(1) Pemberian informasi. Setiap orang dengan informasi yang
dimilikinya, mampu memberikan pengaruh bagi orang lain.
Hal tersebut dikarenakan individu memiliki pengetahuan
yang orang lain tidak memiliki dan keinginan untuk
mengetahui, (Solomon dkk., 2006:377). Dengan informasi
yang dimiliki, seorang mampu memberikan pengaruh pada
opini orang lain, yang kemudian dapat berimbas pada
preferensi perilaku, dalam hal ini preferensi brand juga dapat
dipengaruhi. Informasi tersebut dijadikan asumsi untuk
memperkuat bahwa tindakan dan perilakunya sudah benar.
Pada pengaruh informational termasuk pada konten pesan,
kredibilitas sumber dan kepercayaan pada grup referensinya
(Grimm et al., 1999; Makgosa, 2007:65).
(2) Pemberian saran. Informational menjadikan individu harus
peduli ataupun menyadari akan pengetahuan ataupun
informasi, dimana saran atas informasi dan pengetahuan
tersebut didapatkan dari grup referensinya. Baik itu melalui
komunikasi langsung ataupun tidak langsung, individu
sebagai anggota dari grup belajar mengenai norma dan nilai
pada grup informalnya (Stafford 1966:66). Saran seperti
pemberian referensi sangat berguna dalam strategi marketing
communication karena individu memungkinkan secara
sukarela mau merubah perilakunya melalui pesan/informasi
yang hanya untuk menyenangkan ataupun menyamakan
dengan kelompok referensinya. Hal tersebut dijadikan
sebagai panduan dalam preferensi mengonsumsi produk serta
brand tertentu.
b. utilitarian (X2,2)
Merupakan pesan yang membuat individu menginginkan
untuk diterima pada lingkungan kelompok tertentu, sehingga
perilaku yang dilakukan cenderung mengikuti kondisi informal
reference group. Pengaruh utilitarian adalah ketika individu
patuh dengan preferensi ataupun harapan pada orang lain untuk
menghindari hukuman sehingga mendapatkan penghargaan
(Bearden and Etzel, 1982; Park and Lessig, 1977; Makgosa,
2007:66). Hal ini diukur dengan indikator:
(1) Pemenuhan harapan. Sebagai upaya individu menyesuaikan
diri dengan kelompoknya, cenderung akan mengikuti
harapan-harapan yang diberikan pada kelompok referensi,
seperti pada pemilihan produk dan merek tertentu,
disamping mengikuti nilai serta norma yang melekat pada
kelompok (Solomon, 2006:351).
(2) Penghargaan. Merupakan
kemampuan
seorang
atau
kelompok dalam memengaruhi perilaku orang lain dengan
menyediakan atau mereka suatu hal yang ingin didapatkan
(Bearden and Etzel, 1982:184). Salah satu penghargaan
tersebut berupa penerimaan sosial, hal ini sebagai hasil
pertukaran perilaku pembelian brand
tertentu pada
seseorang, dimana brand tersebut sesuai dengan harapan
anggota kelompok (Solomon dkk., 2006:378).
c. self-expressive (X2,3)
Merupakan pesan yang pengaruhnya pada individu merasa
pembelian atau penggunaan produk dan brand tertentu dapat
meningkatkan citranya dimata orang lain. Hal tersebut diukur
dengan indikator:
(1) Citra diri. Mengacu pada bagaimana diri dilihat oleh diri
sendiri
maupun
orang
lain.Individu
merasa
bahwa
pembelian ataupun pemakaian merek tertentu akan
memengaruhi citra dirinya terhadap orang lain, merek dan
produk memiliki karakter seperti yang ingin dimiliki oleh
individu, adanya perasaan dikagumi oleh orang lain jika ia
menggunakan merek tertentu (Solomon dkk., 2006:351).
2.
Dimensi perhatian, pengertian dan penerimaan individu
Pada penelitian ini, perhatian, pengertian dan penerimaan individu
merupakan variabel intervening. Variabel intervening merupakan
variabel yang mendahului terjadinya hubungan antara variabel
dependen dan independen. Variabel intervening mampu memediasi
hubungan antara variabel independen dan dependen.
a. perhatian atau atensi (X1,1)
Merupakan cara individu secara aktif memproses sejumlah
informasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang
disediakan oleh indra, memori yang tersimpan dan proses
kognitif yang lain (Robert J.Sternberg, 2008:124). Perhatian atau
atensi ini diukur menggunakan tiga indikator yaitu:
(1) Perhatian selektif, merupakan situasi dimana individu
memantau beberapa sumber informasi, dan memilih mana
yang paling penting dan mengabaikan yang lainnya
(Groover, 2005:76).
(2) Perhatian terbagi terjadi ketika penerima informasi
diharuskan menerima informasi dari berbagai sumber dan
melakukan beberapa jenis pekerjaan sekaligus (Groover,
2005:76).
(3) Perhatian terus menerus, merupakan situasi dimana seorang
diberikan input namun harus fokus pada satu input saja
selama selang waktu tertentu. Faktor yang terpengaruh pada
jenis perhatian ini adalah jarak dan arah serta gangguan
lingkungan sekitar penerima informasi, dan akan lebih
mudah menangkap informasi jika berhadapan langsung
(Groover 2005:76)
b. pengertian (X1,2)
Merupakan tahap disaat responden mencoba memahami
stimulus yang diterima. Pengertian ini dapat terjadi bila
responden memberikan perhatian pada stimulus tersebut.
Pengertian pada penelitian ini akan diukur dengan indikator:
(1) Minat merupakan kecenderungan dalam diri individu untuk
tertarik pada suatu obyek, ditandai dengan adanya rasa
senang atau tertarik (Suryobroto, 1988:109).
(2) Pengalaman, ketika individu berinteraksi dengan produk,
menguji dan mengevaluasi baik itu secara langsung maupun
tidak (Hoch, 1986).
c. Penerimaan (X1,3)
Merupakan tahap responden mengambil kesimpulan kepada
stimulus yang diberikan. Hal ini akan diukur dengan indikator
(1) Penerimaan positif, merupakan tanggapan positif atau
menyetujui oleh individu terhadap berbagai respon yang
diberikan, sehingga semakin memperkuat pesan. dan (2)
Penerimaan negatif tanggapan yang cenderung menolak
terhadap pesan yang diberikan.
3. Dimensi Sikap
Pada penelitian ini sikap merupakan variabel terikat. Variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena variabel bebas. Terdapat tiga item pada variabel terikat ini,
yaitu:
a. cognitive (Y1)
Merupakan komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan
atau informasi yang dimiliki seseorang mengenai objek
sikapnya. Hal ini diukur dengan indikator:
(1) Belief, suatu sikap yang ditunjukan bagaimana seorang
memercayai atau meyakini dalam menyimpulkan suatu
informasi (Gergen, 1986:176).
(2) Thought, suatu sikap dengan menggunakan daya berpikirnya
dalam menentukan tindakan maupun perilaku (Gergen,
1986:176).
(3) Attribute, sikap yang didasarkan pada pemahamannya
terhadap keunggulan yang dimiliki oleh produk tertentu
(Mowen, 1999:312).
b. affective (Y2)
Merupakan reaksi emosional seorang terhadap obyek sikapnya.
Hal ini diukur dengan indikator:
(1) Feelings, sikap yang didasarkan pada perasaan individu
terhadap produk maupun merek dan sifatnya evaluatif
(Schwarz, 2001:437).
c. behaviour (Y3)
Merupakan cara seorang untuk berperilaku terhadap suatu obyek
sikapnya. Hal ini diukur dengan indikator:
(1) Experience, pengalaman yang dimiliki oleh individu
terhadap produk ataupun merek tertentu tentang baik buruk
sehingga dijadikan sebagai pertimbangan dalam berperilaku
dan menyikapi suatu produk (Solomon 2006:169).
I. Hipotesis
Dari kerangka konsep yang telah dipaparkan diatas, maka hipotesis
penelitian ini adalah:
Ho : Informal reference group tidak memiliki hubungan korelasional
dengan sikap seseorang pada produk KW fashion.
Ha : Informal reference group memiliki hubungan korelasional dengan
sikap seseorang pada produk KW fashion.
J. Metodologi
1.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan pendekatan
kuantitatif yang menggunakan metode survei. Penelitian ini akan
menjawab permasalahan pengaruh informal reference group terhadap
sikap pada produk KW fashion.
Metode survei dianggap sebagai metode yang tepat dalam menggali
relasi pada pengaruh perilaku orang terdekat disekitar dan sikap yang
diambil oleh individu terhadap suatu hal yaitu produk KW fashion.
Penelitian survei mengkaji populasi (universe) yang besar maupuun
kecil dengan menyeleksi serta mengaji sampel yang dipilih dari
populasi itu, untuk menemukan insidensi, distribusi, dan interelasi
relatif dari variabel-variabel (Fred N.Kerlinger, 2004:660)
Asmadi Alsa (2004:20) mengemukakan rancangan survei merupakan
prosedur dimana peneliti melaksanakan survei atau memberikan angket
atau skala pada satu sampel untuk mendeskripsikan sikap, opini,
perilaku, atau karakteristik responden. Dari hasil survei ini, peneliti
membuat claim tentang kecenderungan yang ada dalam populasi.
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel independen,
dependen dan intervening. Variabel yang pertama adalah informal
group reference yang merupakan variabel independen dalam penelitian
ini. Variabel kedua adalah organisme yang merupakan variabel
intervening. Kemudian variabel dependennya adalah sikap individu
terhadap produk KW fashion.
2.
Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang
lingkup yang ingin diteliti. Penelitian ini tidak akan menggunakan
seluruh pengguna produk KW fashion di Indonesia menjadi populasi
penelitian, mengingat terlalu besarnya populasi. Selain itu untuk juga
mempertimbangkan efektifitas waktu, biaya serta tenaga, populasi
dalam penelitian ini akan dibatasi. Pembatasan juga dilakukan pada
rentang usia responden serta latar belakang pendidikan, yaitu rentang
umur 19-24 tahun dan merupakan pelajar atau mahasiswa. Pembatasan
selanjutnya adalah lokasi penelitian, dimana akan di lakukan di Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan jumlah populasi mahasiswa S1 menurut
data penduduk Yogyakarta tahun 2013 berjumlah 127.082 baik itu lakilaki maupun perempuan.
Mereka yang masuk dalam rentang umur 19-24 tahun tergolong
usia dewasa muda. Hurlock (2002:20) kemampuan mental mencapai
puncaknya dalam usia 20 tahun untuk mempelajari dan menyesuaikan
diri pada situasi-situasi baru misalnya mengingat hal yang pernah
dipelajari, penalaran analogis dan berfikir kreatif. Selain itu ketika
remaja memasuki usia dewasa muda, individu akan berinteraksi dengan
masyarakat dewasa dan terdapat perbedaan intelektual yang mencolok,
sehingga akan mendorong adanya perubahan perilaku maupun sikap.
Hurlock melanjutkan, beberapa karakteristik dewasa awal dan pada
salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa
penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan
yang diperolehnya.
Berdasarakan pertimbangan diatas, peneliti menilai usia dewasa
awal yaitu pada rentang 19-24 tahun sesuai untuk dijadikan populasi
penelitian karena pada rentang usia ini individu telah menunjukkan
kemampuannya dalam berinteraksi menerima berbagai stimulus dari
orang-orang disekitar hingga menentukan sikapnya. Hal ini sesuai
dengan fokus penelitian dimana individu menentukan sikapnya atas
stimulus yang diberikan oleh orang-orang terdekat disekitarnya,
khususnya pada produk KW fashion.
Sampel menurut Prajarto (2010:93) merupakan bagian dari
populasi yang dijadikan objek kajian penelitian. Pengambilan sampel
ini bertujuan untuk mengatasi masalah pada populasi yang terlampau
besar, sehingga diambillah sebagian dari populasi. Sampel haruslah
representatif, lebih lanjut Prajarto meneruskan bahwa bila suatu sampel
dapat mencerminkan secara tepat hal-hal yang ada dalam populasi,
maka sampel ini kemudian disebut sebagai sampel yang representatif.
Dalam menentukan responden, penelitian ini akan menggunakan
teknik purposive sampling, dimana teknik ini masuk dalam kategori
non-probability sampling. Non-probability sampling merupakan teknik
pengambilan sampel dengan menempatkan sebagian anggota kelompok
dalam populasi guna memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk
mewakili populasinya dibandingkan dengan anggota kelompok yang
lain (Prajarto, 2010:97). Teknik purposive sampling merupakan teknik
pengambilan sampel berdasarkan kepentingan atau tujuan penelitian.
Sampel pada penelitian ini akan ditentukan melalui rumus Slovin,
dengan toleransi kesalahan 1%, 5% dan 10%. Data untuk penelitian ini
diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat Indonesia
yang pernah ataupun belum pernah menggunakan produk KW fashion
namun mengetahui keberadaan produk KW , dengan tingkat kesalahan
5%. Ukuran sampel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau
diinginkan, dalam penelitian ini sebesar 5%.
Berdasarkan rumus diatas, dari populasi sebesar 127.082
diperoleh hasil yang telah dibulatkan yaitu 400 orang. Maka sampel
untuk penelitian ini adalah 400 orang baik itu yang pernah atau belum
pernah menggunakan produk KW fashion, mahasiswa S1 dengan
rentang umur 19-24 tahun berada di Yogyakarta serta mengetahui
keberadaan produl KW fashion.
3. Data dan Jenis Data
Penelitian ini akan menggunakan sumber data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari aktivitas penelitian yang
dilakukan (Prajarto, 2010:103). Pada penelitian ini data primer
dikumpulkan secara langsung oleh peneliti menggunakan kuesioner
online.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini akan digunakan dua teknik pengumpulan data
yaitu kuesioner dan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan peneliti
dengan tujuan untuk mengumpulkan data dan teori-teori yang dapat
memperkuat serta melengkapi data. Sedangkan kuesioner merupakan
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden (Kriyantono, 2009:95).
Metode kuesioner pada penelitian ini yaitu menggunakan Likert
yang yang merupakan skala interval. Skala Likert mengukur opini atau
persepsi responden berdasarkan tingkat persetujuan dan ketidaksetujuan
(Purwanto, 2011:63). Pada penelitian ini skala Likert menggunakan 7
kategori peringkat mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju.
5. Uji Validitas
Suatu kuesioner dikatakan valid atau sah apabila tingkat
validitasnya tinggi. Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan terhadap
30 orang mengisi kuesioner. Kemudian hasil uji validitas diukur
menggunakan Pearson test,yaitu membandingkan nilai angka r hitung
dengan nilai korelasi tabel (r tabel), yang memiliki derajat kebebasan =
n-2.
6. Uji Reliabilitas
Sebagai suatu pengukuran yang menunjukkan kestabilan dan
konsistensi dari suatu instrumen diperlukan uji reliabilitas. Alat bantu
yang digunakan adalah SPSS, dimana mampu memberikan fasilitas
untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik melalui Cronbach Alpha.
Cronbach Alpha adalah koefisien reliabilitas yang menunjukkan
seberapa baik item dalam suatu kumpulan secara positif berkorelasi satu
sama lain.
7. Teknik Analisis Data
Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, hal selanjutnya
yang harus dilakukan adalah pengolahan dan analisis data. Proses analisis
data dilakukan mulai dari data diperoleh dari kegiatan penelitian hingga
data disajikan untuk dikomunikasikan (Purwanto, 2010:93). Penelitian ini
akan menggunakan tiga teknik analisis data yaitu analisis deskriptif,
analisis regresi dan analisis korelasional.
•
Analisis Deskriptif (Statistika Deskriptif)
Merupakan teknik analisis yang memberikan informasi
hanya mengenai data yang diamati dan tidak bertujuan menguji
hipotesis serta menarik kesimpulan yang digeneralisasikan
terhadap populasi (Purwanto, 2010:94). Tujuannya untuk
menyajikan data dan menganalisa data agar bermakna dan
komunikatif. Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis
mean dan cross tabulation.
•
Analisis Regresi
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis
regresi sederhana. Analisis regresi sederhana dilakukan untuk
melakukan estimasi/produksi nilai variabel dependen (Y)
dengan menggunakan variabel independen
(X2), variabel
intervening (X1) dan variabel dependen (Y). Formula
persamaan linear sebagai berikut:
Y = a0 + b1X1+b2X2+b3X1.X2
Keterangan:
Y
: Variabel dependen
X1
: Variabel anteseden
X2
: Variabel independen
a
: Konstantan (nilai Y apabila X=0)
b1
: Koefisien regresi untuk X1
b2
: Koefisien regresi untuk X2
b3
: Koefisien regresi untuk X3
•
Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test)
Tujuan dilakukannya analisis korelasi adalah untuk
mencari bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antar
variabel, bila sudah ada hubungan, untuk melihat tingkat
keeratan hubungan antarvariabel, dan untuk memperoleh
kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berarti
(meyakinkan/signifikan) atau tidak berarti (tidak meyakinkan),
Muhidin (2007:105). Tinggi rendah, kuat lemah dan besar
kecilnya suatu korelasi dapat diketahui dengan melihat besar
kecilnya angka koefisien. Koefisien korelasi ialah pengukuran
statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya
koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai dengan -1. Untuk
memudahkan
melakukan
interpretasi
mengenai
kekuatan
hubungan dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai
berikut (Muhidin, 2011:128).
0,00 - < 0,20
: Hubungan sangat lemah
≥0.20 - <0,40
: Hubungan rendah
≥0,40 - <0,70
: Hubungan sedang/cukup
≥0,07 - <0,90
: Hubungan kuat/tinggi
≥0,90 -≤1,00
: Hubungan sangat kuat/tinggi
Download