c. Difusi pasif dengan fasilitas ( khusus toksin hidrofil/polar ) Toksin polar/hidrofil dengan d>4Å dapat melewati membran sel karena ada fasilitas molekul pembawa berupa protein dari membran sel yang mengandung protein. Molekul pembawa ini akan membawa toksin masuk ke dalam sel. Setelah toksin masuk ke dalam sel maka molekul pembawa akan kembali. Contoh difusi pasif dengan fasilitas adalah penetrasi gula, misal glukosa, asam amino, gliserin, urea dan ion Cl ke membran sel darah merah. Difusi Toksin Dengan fasilitas Sumber : Kimia Medisinal, AUP,2005 ITB Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Gambar:difusi toksin ke dalam sel dengan menggunakan molekul pembawa ( P ) sebagai fasilisator 2. Difusi aktif a. Sistem pengangkutan/Transpor aktif( Khusus toksin hidrofil/polar ) Dimana, - Pengangkutan berjalan dari daerah yang berkadar rendah ke tinggi - Pengangkutan membutuhkan energi yang berasal dari ATP (Adenosin Tri Posfat ) Contoh : Thalium (Ti2+), Timbal ( Pb2+), Stronsium ( Sr2+), Cadmium (Cd2+), Raksa ( Hg2+ ) diserap lewat usus dengan sistem transpor aktif. Gambar : Transpor toksin menggunakan energi ATP Gambar : Fungsi membran protein : tempat masuk toksin ke dalam sel menggunakan energi ATP Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Tambahan: Pertahanan tubuh oleh sistem imun Sistem imun adalah semua mekanisme yg digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan terdiri atas sistem imun alamiah ( non spesifik dan didapat atau spesifik) Sistem imun non spesifik terdiri dari : a. Pertahanan fisik/mekanik : kulit, selaput lendir,silia saluran napas, batuk dan bersin. Kulit yang terbakar atau selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi. b. Pertahanan biokimia pH asam dari keringat, sekresi sebasea, berbagai asam lemak dan enzim yang mempunyai efek antimikrobial akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahan yang disekresi mukosa saluran napas dan telinga berperan dalam pertahanan tubuh secara biokimia. Lisozom dalam keringat, ludah, air mata dan air susu melindungi tubuh terhadap berbagai kuman. HCl dalam lambung, enzim proteolitik dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkunga yang dapat mencegah infeksi banyak mikroorganisme.pH asam dari keringat, sekresi sebasea, berbagai asam lemak dan enzim yang mempunyai efek antimikrobial akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. 1. Fagosit Berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan adalah monosit dan makrofag dan granulosit. Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya penyakit. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut : kemotaksis, menelan, memakan ( fagositosis ), membunuh dan mencerna. Semua sel fagosit yang dapat hidup lama di seluruh jaringan tubuh disebut reticuloendothelial system (RES), sekarang disebut sistem fagosit makrofag. 2. Makrofag makrofag dapat hisup lama, mempunyai beberapa granul dan melepaskan berbagai bahan antara lain lisozom yang memberikan kontribusi dalam pertahanan tubuh. b. Endositosis Fagocytosis dan Pinocytosis Bagi beberapa jenis sel berlaku pemasukan zat atau benda asing ke dalam sel dengan cara memakannya. Sel yang memakan makanan berupa butiran besar ( < 1µ ), disebut phagocytosis, dan jika berbutiran halus disebut pinocytosis. Yang pertama proses makan, yang kedua proses minum sel. Phaga = makan; pino = minum; cytosis = masukkeluarnya zat dengan melibatkan pecahnya membran sel, karena dibawa masuknya zat ke dalam sel menyebabkan pecahnya bagian membran yang menerima zat itu. Phagocytosis umum dilakukan oleh lekosit, makrofoga, sel hati, sel lemak, dan beberapa sel epitel dalam keadaan khusus. Pinocytosis umum berlaku bagi sel-sel epitel, terutama pada sel dinding pembuluh kapiler darah. Butiran lemak yang diangkut oleh darah yang disebut lipoprotein, seperti LDL (low density lipoprotein), dibawa masuk ke dalam sel dari plasma darah secara phagocytosis. Dalam satu butiran LDL itu dapat terkandung ribuan butiran kolesterol. Bakteri dimakan oleh lekosit dan makrofog juga secara phagocytosis. Setelah benda asing atau zat dibawa masuk ke dalam sel, akan masuk ke dalam lisosom, lalu dicernakan. Setelah tercerna, molekul sederhana akan berdifusi ke dalam sitoplasma. Ampas cernaan dikeluarkan dari membran sel secara exocytosis. Yakni, mengeluarkan zat dari sel dengan proses cytosis. Bisa jadi ampas itu dimakan oleh makrofoga. Butiran zat yang halus sehingga dianggap larut atau membentuk koloid dalam cairan antarsel tertentu atau plasma darah, dibawa masuk ke dalam sel dengan pinocytosis. Sel-sel dinding pembuluh kapiler darah biasa melakukan ini untuk mengangkut sari makanan dari dalam rongganya ke dalam dindingnya, lalu masuk lagi ke sel-sel jaringan lain. Phagocytosis dan pinocytosis selain harus memiliki reseptor juga mengerahkan energi. Gambar : Sistem fagosit makrofag (dulu disebut sistem makrofag, sistem sel histiosit,sistem retikulo-histiosit dan sistem retikuloendotel) Gambar : Peningkatan fagositosis (1. biasa),(2.mengikat komplemen C3B/memakan bakteri),(3. bantuan antibodi),(4.Ada no. 2 dan 3) Gambar : Fagositosis Gambar : sel fagosit memakan toksin Sumber : [email protected] Fagositosis dan pinositosis Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB ABSORPSI TOKSIKAN = Proses masuknya toksin ke dalam tubuh 1. Di saluran pencernaan (ingesti) 2. Di inhalasi ( saluran pernafasan ) 3. Di Dermal ( kulit ) ABSORBSI (Routes of Entry ) Kulit ( topikal ) Inhalation/pernafasan Ingestion/tertelan LUAS PERMUKAAN PARU, SALURAN PENCERNAAN DAN KULIT Organ/Sistim Luas Luas Permukaan Dapat (kaki kuadrat) Dipersamakan Dengan Paru 700 – 1100 Setengah kali luas permukaan lapangan tenis 100 – 110 Lantai dari Garasi mobil Saluran Pencernaan Kulit 20 – 22 Luas permukaan alas tempat tidur/kasur (twin-sized mattress) B. ABSORPSI MELALUI SALURAN PERNAFASAN Gambar : Saluran pencernaan Sumber : Wikipedia, 2008 Absorpsi melalui saluran cerna Dipengaruhi oleh : 1. Faktor Biologis pH lambung 1,3 (0,1 M )/asam, pH usus halus 58/basa. Membran sel sebagian besar terdiri dari lipida dan pori-2 sel yg tersusun dari protein, Air. 2. Sifat fisik kimia toksin a. Basa lemah (mis : NH4OH, Amin aromatik ArNH2) Toksin basa lemah dalam lambung (asam) akan terjadi ionisasi menjadi NH4+ atau ArNH3+ shg ber-sifat polar dan tidak dapat menembus membran lambung yg sebagian besar membran selnya bersifat non polar. Basa lemah tadi kemudian menuju usus halus yg bersifat agak basa sehingga menjadi bentuk tak terionisasi yang bersifat non polar yg dapat menembus membran usus halus. Luka pada lambung Sumber : www.Pengobatanalihgumelar.blogspot.com. Sumber : Wikipedia, 2008 b. Asam lemah (mis : asam benzoat, fenol ) Toksin asam lemah dalam lambung (bersifat asam) akan dalam bentuk tak terionisasi shg bersifat non polar dan mudah menembus membran lambung. c. Senyawa asam kuat, basa kuat kelarutan dalam lemak sangat rendah shg sukar menembus membran saluran cerna. d. Senyawa yg sukar larut dlm air (BaSO4,MgO,Al(OH)3 tidak diabsorpsi oleh saluran cerna Toksin senyawa Pb2+,Cr2+,Fe2+,Cd2+ diserap di usus dg sistem transpor aktif. Pewarna azo dan lateks polistirena diserap di usus lewat pinositosis e. Senyawa lipofilik langsung diserap dalam membran saluran cerna B. ABSORPSI MELALUI SALURAN PERNAFASAN gambar : Saluran pernafasan Sumber : Wikipedia, 2008 Tambahan : ANATOMI PARU Saluran pernafasan paru ( Lung airways ) dibagi menjadi 2 bagian : yaitu zona penghantar (conducting zona) yang berfungsi sebagai sarana penghantar aliran udara dan zona pernafasan (respiratory zone) yang berfungsi sebagai sarana untuk pertukaran udara. A. ZONA PENGHANTAR Saluran pernafasan paru bermula pada trakea, selanjutnya bercabang menjadi dua yang panjang dan penampangnya tidak sama disebut bronkus (utama) kanan dan kiri. Tempat percabangan trakea menjadi bronkus disebut karina. Bronkus bercabang secara dikotomis sampai 23 generasi. Makin ke arah distal, volume,luas permukaan maupun luas penampang total makin meningkat. Bronkus seperti halnya trakea mengandung tulang rawan pada dindingnya. Kelanjutan percabangan bronkus yang tidak lagi mengandung tulang rawan disebut bronkiolus. Cabang bronkiolus terakhir yang tidak mengandung alveolus pada dindingnya disebut bronkiolus terminalis. Dua sampai tiga generasi terakhir bronkiolus mengandung alveolus pada dindingnya dan disebut respiratoris. Zona penghantar dimulai dari trakea sampai bronkiolus terminalis, zona pernafasan dimulai dari bronkiolus respiratoris sampai alveolus. Alveolus berupa suatu ruangan berdinding tipis dan terdiri dari gelembung-2 yang disebut sakkus alveolaris yang semuanya bermuara pada suatu saluran yang disebut duktus alveolaris. Permukaan dinding saluran pernafasan sampai dinding bronkiolus terminalis dilapisi oleh sel epitel yang berbentuk epitel tiang berlapis semu dan epitel yang bersilia (seperti rambut halus ).Diantara sel-sel tersebut terdapat sel goblet. Sel goblet lebih banyak didapatkan di daerah proksimal (awal percabangan) daripada di distal (akhir percabangan), dan bronkiolus hanya tertinggal beberapa sel saja. Sel goblet mempunyai saluran kecil ke permukaan guna menyalurkan mukus yang diproduksinya ke lumen saluran pernafasan. Kelenjar mukus ditemukan hanya di bronkus dan berada diantara epitel tulang rawan. Volume keseluruhan kelenjar mukus lebih besar daripada sel goblet sehingga produksi mukusnya lebih besar pula. Apabila kelenjar mukus membesar berarti aktivitasnya juga meningkat sehingga produksinya juga akan meningkat. Hal ini terjadi pada bronkitis kronis. Mukus yang berada di saluran pernapasan akan dibawa oleh bulu getar secara ritmis ke larings kemudian dengan refleks batuk akan didorong keluar. Produksi mukus yang berlebihan tidak akan membawa akibat jelek pada penderita asalkan aktivitas bulu getar dan refleks batuknya masih baik. Gambar : Cilia pada sel, termasuk cilia pada sel di saluran nafas Gambar : Kelenjar kuning pada trakhea Gambar ini, yang diperbesar 5.900 kali,Memperlihatkan sel-sel di trakhea (biru). Mereka menggunakan kelenjar mereka (kuning) untuk mensekresikan suatu Senyawa yang terjebak di partikel-partikel udara. Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Sumber : [email protected] B. ZONA PERNAFASAN Zona pernafasan dimulai dari bronkiolus respiratoris. Bagian paling akhir dari bronkiolus respiratoris berhubungan dengan alveolus melalui duktus alveolaris. Alveolus dengan udara yang berada di dalamnya berhubungan dengan kapiler melaui suatu lapisan tipis yang disebut sebagai membran alveolo-kapilaris. Diameter rata-rata alveolus ialah 0,15 mm, jumlah alveolus sekitar 300 juta dengan luas permukaan sekitar 143 m2. Dinding alveolus mengandung beberapa macam sel dengan berbagai fungsi antara lain menghalau benda asing, berperan pada proses imunologis. Sel-sel tersebut adalah : 1. Sel tipe I atau pnemosit pipih (squamous pneumocity) Sel tipe I meliputi hampir 95% permukaan alveolus dan di tempat ini berlangsung pertukaran gas. Sel ini juga mempunyai sifat fagositik. 2. Sel tipe II atau pnemosit granula (granular pneumociyte) Bentuknya bulat atau kuboid. Sel ini mengeluarkan bahan yang disebut surfaktan yang berguna untuk mempertahankan lumen alveolus agar tidak mengempis dan tidak menunjukkan aktivitas fagositik. Sel tipe II lebih tanah terhadap jejas ( injury) daripada sel tipe I 3. Makrofag alveoli Makrofag berada dekat dengan sel tipe I, selalu aktif bergerak dan menunjukkan aktivitas fagositik terhadap benda asing yang masuk ke alveolus. Makrofag dihasilkan oleh sumsum tulang dari bentuk pendahulunya yaitu pnomosit yang selanjutnya setelah memasuki peredaran darah berubah menjadi monosit. Di samping mempunyai sifat fagositik, makrofag juga terlibat dalam proses imunologik guna melawan benda asing yang masuk. Gambar : Makrofag di alveoli paru-paru Pada gambar ini anda dapat melihat makrofag yang berlokasi pada jaringan paru-paru. Mereka mengeliminasi partikel debu di udara yang kita hirup Sumber : [email protected] FISIOLOGI PARU Fisiologi sistem pernafasan dibagi menjadi 3 bagian yaitu ventilasi, perfusi dan pertukaran gas. 1. Ventilasi paru Selama pernafasan berlangsung, udara yang masuk dan keluar paru disebut ventilasi paru. Laju aliran udara di daerah proksimal lebih cepat dibandingkan dengan di daerah distal. Laju aliran udara tergantung pada luas penampang total saluran pernafasan. Percabangan saluran pernafasan menyebabkan luas penampang total meningkat dengan cepat dari generasi ke generasi. Telah dihitung, apabila keliling percabangan generasi ke-16 dijumlah, maka pangangnya kurang lebih 2000 kali penjang keliling trakea. Luas penampamg total sampai generasi ke-16 perubahannya sedikit, namun setelah generasi ke 16 luas penampangnya perubahn sangat cepat, dianggap seperti terompet. Artinya, pada daerah proksimal udara mengalir dengan cepat, begitu mencapai percabangan generasi ke-16 kecepatan mualu berkurang. Implikasinya adalah partikel yang sampai ke daerah perifer ( setelah generasi ke-16) tak dapat berlanjut ke aran yang lebih distal karena memasuki suatu ruangan yang lebih besar sehingga kemampuan difusinya menurun. a. Volume paru Saluran udara bagian atas ( hidung ke trakea ) : 80 cc Saluran udara bagian bawah (pita suara ke bronkioli) : 71 cc Sampai bronkioli terminalis : 43 cc Bronkiol respiratorius : 865 cc Daerah pernafasan luas 70 m2 : 3000 cc Selama pernafasan berlangsung, volume paru sellau berubah-ubah. Mengembang sewaktu isnpirasi dan mengempis sewaktu ekspirasi. Dalam keadaan normal, pernafasan terjadi secara pasif dan berlangsung hampir tanpa disadari. Volume udara yang keluar masuk paru saat bernafas biass disebut volume tidal (Tidal Volume-TV). Dengan usaha aktif, volume udara yang keluar dan masuk paruh masih dapat ditambah. Volume udara tambahan yang masuk pada saat inspirasi cadangan ( Inspiratory Reserve Volume – IRV). Sedangkan volume udara tambahan yang keluar paru pada saat ekspirasi maksimal disebut volume ekspirasi cadangan ( Expiratory Reserve Volume – ERV). Volume udara yang dapat dikeluarkan melalui ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal disebut kapasitas vital (Vital capacity – VC ).Kapasitas vital yang diperoleh melalui ekspirasi paksa disebut kapasitas vital paksa ( Forced Vital Capacity – FVC ). VC = IRV + ERV + TV b. Ventilasi total paru dan ventilasi alveolus Ventilasi total paru adalah volume udara yang dikeluarkan selama 1 menit. Dalam keadaan normal besarnya kurang lebih 6 liter. Volume udara inspirasi sedikit lebih besar daripada volume ekspirasi. Ventilasi total paru harus dibedakan dari ventilasi total elveolus karena hanya udara dalam alveolus yang ikut serta dalam pertukaran gas, sedangkan udara dalam saluran penghantar tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ventilasi alveolus dalam keadaan normal kurang lebih 4,2 liter, ventilasi elveolus pada inspirasi dan ekspirasi hampir sama. c. Pengukuran Fungsi paru 1. Fungsi paru statis Parameter yang ditentukan adalah VC 2. Fungsi paru dinamis Parameter yang ditentukan adalah :FEV1 FEV1 = Force Exporatory Volume in one second ( Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik), volume udara yang dikeluarkan dalam 1 detik pertama Ada beberapa interpretasi fungsi paru yang bisa dibuat di klinik : 1. Obstruksi : adalah hambatan pada aliran udara yang ditandai dengan penurunan FEV1, VC 2. Restriksi : adalah hambatan pada pengembangan paru yang ditandai dengan penurunan pada VC, RV dan TLC. d. Pertukaran gas Fungsi paru adalah menyerap O2 dan mengeluarkan CO2. Oksigen masuk ke darah karena difusi dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah. Oksigen yang semula berada di lumen alveolus harus menembus membran alveolo-kapiler yang tebalnya 0,5 mikron. Gas-gas O2 dan CO2 akan menembus barier gas-darah dengan cara difusi pasif. Pemaparan melalui inhalasi berbeda dengan yang melalui ingesti ( pencernaan ) karena zat kimia yang diabsorpsi ke dalam sistem darah dari paru-paru akan melewati jantung dan kemudian terdistribusi ke organ lainnya tanpa terlebih dahulu menjalani proses detoktifikasi di hati. Hal ini berlawanan dengan pemaparan ingesti karena zat kimia yang diabsorpsi ke dalam darah akan langsung dibawa ke hati untuk menjalani biotransformasi metabolik menjadi senyawa yang kurang toksik. Hal ini sangat mempengaruhi toksisitas toksin yang masuk melalui inhalasi ke organ-organ lain yang akan lebih tinggi dibandingkan melalui ingesti. Gambar : Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan Absorpsi melalui saluran nafas Tergantung kecepatan aliran darah paru, sifat kepolaran gas serta ukuran partikel Tipisnya dinding paru-2 (selapis sel alveoli) yg berhadapan dg dinding kapiler darah dan luasnya permukaan paru-2 maka absorpsi melalui paru berjalan dg cepat. a. Gas Gas hidrofil (SO2, H2S, NH3) cepat diserap di rongga hidung /nasofaring (yang mengandung lendir),jarang sampai pd trakea. Gas lipofilik (HC alifatik, HC aromatik ) akan mudah diserap ke dalam alveoli. Gas iritan non polar (O3 ) akan masuk ke bronkiolus b. Uap Uap bersifat polar seperti PbO,HgO,CrO dan Uap non polar seperti C2H5)4Pb , CH3Hg, Hg (material ) masuk sampai alveoli. c. Partikel (debu,aerosol) : <1 µ : Dapat mencapai alveolus, akan diabsorpsi ke dalam sistem darah atau dibersihkan oleh sel-sel imun (makrofag) yang akan menelan partikel tersebut ( pertahanan seluler ). 1-5 µ : Diendapkan dlm trakea, bronkus, bronkiolus yang memiliki lendir dan lembab dan terdapat silia ( seperti rambut halus ). Silia mencambuk tanpa henti, secara perlahan menggerakkan lendir keluar dari paru. Lendir dan partikel yang terperangkap di dalamnya kemudian akan ditelan atau dibatukkan keluar tubuh disebut mekanisme bersihan mukosiliar (pertahanan fisik/mekanik ). 5-30µ : Diendapkan terutama di saluran pernafasan bagian atas yaitu nasofaring (rongga hidung) dan tenggorokan, diserap lewat epitel saluran cerna setelah tertelan bersama lendir. Dampak pada saluran pernafasan Efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan: 1. Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat berhenti, sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan. 2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar 3. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan 4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan 5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel, sehingga saluran pernafasan menjadi sempit. 6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir. 7. Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebakan terjadinya kesuitan bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dpaat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan. Dari hasil penelitian terdapat hubungan antara tingginya kadar SO2 dan partikel debu dengan penderita bronkitis dan emfisema. SO2 dan partikel bekerja secara sinergisme, dimana SO2 menghambat pergerakan silia sehingga mendorong bahan partikel untuk lebih banyak masuk ke paru (Mukono.2006). Gangguan paru yang rusak antara lain : 1. Emfisema : penyakit umum yang ditandai dengan penghancuran/ luluhnya dinding alveolus. Perubahan ini biasanya berkembang secara perlahan selama beberapa tahun dan mengakibatkan mengi, batuk serta berkurangnya kemampuan untuk pertukaran gas sehingga menurunkan kemampuan paru untuk mengoksigenasi darah dan mengeluarkan CO2. 2. Bronktis kronis disebabkan oleh produksi lendir yang berlebihan di dalam bronkus dan bronkiolus karena iritasi kronis karena menghirup toksin. 3. Konstriksi bronkus adalah penyempitan jalan udara sehingga menyebabkan mengi, disebabkan antara lain oleh pemaparan akut SO2 ( selama 3 menit telah berdampak). 4. Edema merupakan istilah umum untuk akumulasi ( pengumpulan) cairan yang menyebabkan pembengkakan, disebabkan toksin antara lain klorin, SO2. Kedua gas tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah ( kapiler) di dalam paru sehingga cairan akan bocor dan mengisi elveolus. Gambar : Jaringan paru normal dan jaringan paru rusak Dosis-Respon Beberapa Risk Agent C. ABSORPSI MELALUI KULIT Gambar : Penampang kulit (Anonimus, 2007) gambar : Jalan masuk kelenjar keringat Gambar kiri merupakan tampak dekat dari jalan masuk kelenjar Keringat Di sini, juga, Anda akan mendapati bakteri seperti di tempat lain di kulit. Sumber : [email protected] Fase Epidermis Difusi lewat epidermis merupakan sawar terpenting terutama stratum korneum yg terdiri dr beberapa lapis sel mati yg tipis dan rapat yg berisi bahan yg resisten secara kimia. Urutan kemudahan toksin melewati skrotum : perut>telapak tangan>telapak kaki Toksin polar ( mengandung asam ) Kulit mengandung kelenjar sebasea yang mengeluarkan asam-asam lemak yang melapisi kulit. Toksin yang bersifat asam akan mudah bereaksi dengan asam-asam lemak tersebut sehingga bersifat non polar dan mengalami difusi masuk ke dalam membran sel kulit pertama ( epidermis ). Toksin non polar seperti organofosfat mudah diabsorpsi oleh dermis dan akhirnya akan didistribusikan lewat darah menuju organ-organ tubuh misalnya saraf dan otot. Beberapa campuran/formulasi pestisida dapat menjadi sangat berbahaya jika formulanya toksik dan mengandung solven yang larut dalam lemak seperti minyak tanah, xilen dan produk-produk petroleum lainnya yang dapat mempermudah pestisida menembus kulit. Toksin anorganik tidak diserap oleh kulit kekuatan penyerapan pada kulit : Toksin lipofilik > Toksin Polar Fase dermis : Difusi lewat dermis yg mengandung medium difusi yg berpori, non selektif dan cair. Pada kulit yang rusak/ luka berarti lapisan epidermisnya hilang dengan demikian toksin mudah masuk ke dalam kulit. Toksin asam, basa dapat merusak sawar dermis. Toksin lipofilik dan toksin polar mudah menembus lapisan dermis. Setelah terabsorpsi melalui kulit dan memasuki sirkulasi sistemik, toksin kemana saja di dalam tubuh dan merusak organ serta sistem tubuh karena toksin tersebut tidak mengalami detoktifikasi terlebih dahulu di dalam hati ( biotransformasi ). BAB 5 DISTRIBUSI TOKSIKAN SETELAH DIABSORPSI TOKSIKAN MEMASUKI DARAH DAN DIDISTRIBUSIKAN KE SELURUH TUBUH. DISTRIBUSI DILAKUKAN DENGAN CARA DIFUSI DALAM SEL. MISAL : CH3Hg TERDISTRIBUSI KE HATI DENGAN CARA DIFUSI PASIF MELEWATI MEMBRAN SEL HATI YG LIPOFILIK. KECEPATAN TOKSIN MENCAPAI ORGAN TARGET TERGANTUNG : a.BANYAK ALIRAN DARAH KE TARGET ORGAN SEMAKIN CEPAT ALIRAN DARAH KE TARGET ORGAN, DISTRIBUSI MAKIN CEPAT.KECEPATAN ALIRAN DARAH KE ALVEOLI MAKIN BESAR SHG TOKSIN BANYAK MENGALIR KE ORGAN INI. Plasma darah Unsur ini merupakan komponen terbesar dalam darah, karena lebih dari separuh darah mengandung plasma darah. Hampir 90% plasma darah adalah air.Plasma darah berfungsi mengangkat sari-sari makanan ke sel-sel serta mebawa sisa pembakaran dari sel ke pembuangan. Fungsi lainnya adalah menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi. Gambar : Susunan darah Sumber : Wikipedia, 2008 AFFINITAS ( KEKUATAN MENARIK ELEKTRON ) ORGAN YG TINGGI MENYEBABKAN KECEPATAN DISTRIBUSI DARAH KE ORGAN TSB JUGA SEMAKIN TINGGI MENYEBABKAN KONSENTRASI TOKSIN DALAM ORGAN TERSEBUT JUGA SEMAKIN TINGGI. HATI DAN GINJAL MEMILIKI KAPASITAS MENGIKAT/AFFINITAS BAHAN KIMIA YG TINGGI DIBANDINGKAN ORGAN LAIN KARENA MEMILIKI BANYAK ENZIM YG AKAN MEMETABOLISIR TOKSIN SEHINGGA MENJADI TIDAK TOKSIK BAGI TUBUH. KARENA ITU KONSENTRASI BAHAN KIMIA TINGGI DI KEDUA ORGAN TSB. TOKSIN NON POLAR AKAN DIIKAT OLEH HATI YANG MEMBRAN SEL SEBAGIAN BESAR TERSUSUN DARI LIPIDA SEDANG TOKSIN POLAR DAN HIDROFIL AKAN DIIKAT OLEH GINJAL YANG SEBAGIAN BESAR MEMBRAN SELNYA TERSUSUN DARI PROTEIN. Hg ELEMENTAL ( Hg ) DAN Hg ORGANIK (CONTOH CH3Hg) YANG BERSIFAT NON POLAR AKAN TERDISTRIBUSI KE DALAM HATI, SEDANG Hg ANORGANIK (MISAL HgCl) YANG BERSIFAT POLAR AKAN TERDISTRIBUSI KE GINJAL SEHINGGA KADAR MASING-2 TOKSIN-2 TSB DI KEDUA ORGAN ITU TINGGI. CONTOH : 10 MENIT SETELAH PAJANAN TOKSIN Pb ORGANIK MAKA KONSENTRASI DI HATI 50 KALI LEBIH TINGGI DARI DI DARAH c. BARIER (SAWAR) MEMBRAN SEL SAWAR MEMBRAN SEL YANG SEBAGIAN BESAR BERSIFAT LIPOFILIK AKAN SULIT DITEMBUS OLEH TOKSIN YANG BERSIFAT POLAR ATAU HIDROPIL SEHINGGA DISTRIBUSI TOKSIN POLAR/HIDROFIL KE ORGAN TERSEBUT KURANG. SEBALIKNYA SAWAR YANG BERSIFAT POLAR ATAU HIDROFIL AKAN SULIT DITEMBUS OLEH TOKSIN YANG BERSIFAT LIPOFILIK SEHINGGA DISTRIBUSI TOKSIN LIPOFILIK KE ORGAN TERSEBUT KURANG. TOKSIN LIPOFILIK AKAN TERDISTRIBUSI KE JARINGAN LEMAK. TOKSIN POLAR/HIDROFIL AKAN TERDISTRIBUSI KE JARINGAN YG BERSIFAT POLAR/PORI-2 SELNYA BESAR CONTOH : SAWAR DARAH-OTAK. CH3Hg BERSIFAT NON POLAR DPT MENEMBUS MEMBRAN OTAK/ SISTEM SARAF PUSAT KARENA SAWAR MEMBRAN SEL OTAK SEBAGIAN BESAR TERDIRI DARI LIPIDA DAN SANGAT SEDIKIT PORI-2. KASUS INI PERNAH TERJADI DI MINAMATA, JEPANG. TOKSIN POLAR SULIT MENEMBUS SAWAR DARAH-OTAK SEHINGGA SULIT TERDISTRIBUSI DI ORGAN TERSEBUT. Gambar : Struktur saraf Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Gambar b Gambar a Gambar : Kerusakan otak karena keracunan CH3Hg pada orang dewasa (titik hitam) yang terlihat terlokalisasi Sumber gambar a : [email protected] Sumber gambar b : Darmono, UIP, 1995 Gambar : Kerusakan otak karena penyakit minatama disease kongenital (titik hitam) menunjukkan daerah kerusakan yang menyebar seluruh otak Kasus minamata, Jepang Pathological Changes of Chronic Occurrence of Minamata Disease (Moderate) Takeuchi & Eto, 1977 Kasus minamata, Jepang Kasus minamata, Jepang Mode of the Disease . SAWAR PADA JARINGAN JARINGAN LEMAK YANG LAIN MISAL KELENJAR MAMA. MUDAH DITEMBUS OLEH TOKSIN NON POLAR SEPERTI DIELDRIN, DDT, POLICHLORINATED BIPHENIL ( PCB). DENGAN DEMIKIAN TOKSIN-TOKSIN LIPOFILIK TERSEBUT AKAN TERDISTRIBUSI MENUJU JARINGAN LEMAK. DISTRIBUSI TOKSINTOKSIN LIPOFILIK TERSEBUT JUGA MENJADI AWAL TERJADINYA PENYAKIT KANKER PADA ORGAN TARGETNYA, SEPERTI KANKER PAYUDARA. TOKSIN BERSIFAT POLAR SULIT TERDISTRIBUSI DI JARINGAN LEMAK. SAWAR GINJAL. SAWAR MEMBRAN GINJAL BERSIFAT POLAR DAN HIDROFIL SEHINGGA TOKSIN HIDROFIL SEPERTI HgCl DAPAT TERDISTRIBUSI MENEMBUS SAWAR MEMBRAN GINJAL, SEDANG TOKSIN LIPOFILIK SULIT MENEMBUS SAWAR MEMBRAN GINJAL. Ca payudara Kanker payudara diawali dengan distribusi toksin lipofilik stabil ( karsinogenik kimia ) ke organ tersebut DAPAT MENGHALANGI TRANSFER TOKSIN KE JANIN SAMPAI BATAS TERTENTU DAPAT MELINDUNGI JANIN. CONTOH : PEWARNA MAKANAN AMARANTH ( BERSIFAT POLAR ) MISALNYA PADA JANIN HANYA 0,03% 0,06% DARI KADAR PADA IBUNYA. SEDANG METIL MERKURI ( NON POLAR ) MEMILIKI KADAR TINGGI DALAM ALAT TUBUH TERTENTU PADA JANIN KARENA DAPAT MENEMBUS MEMBRAN SAWAR PLASENTA. SAWAR ERITROSIT ( NON POLAR ) DAPAT DITEMBUS METIL MERKURI DAN SULIT DITEMBUS MERKURI ANORGANIK SEHINGGA KADAR MERKURI ANORGANIK DALAM ERITROSIT HANYA SEKITAR SETENGAH DARI KADARNYA DALAM PLASMA DARAH (POLAR ), SEMENTARA KADAR METIL MERKURI DALAM ERITROSIT SEKITAR 10 KALI KADARNYA DALAM PLASMA. d. SIFAT FISIK-KIMIA TOKSIN KESAMAAN MUATAN ( VALENSI ) ATAU ATOM PUSAT CONTOH : TIMAH HITAM (Pb2+), CADMIUM (Cd2+), STRONTIUM (Sr2+) (BERVALENSI 2 ) MUDAH TERRDISTRIBUSI DAN TERTIMBUN DI TULANG YANG BANYAK MENGANDUNG Ca (BERVALENSI 2). KASUS ITAI-ITAI DISEASE DI JEPANG KARENA TOKSISITAS TULANG TERCEMAR OLEH LOGAM Cd. SEMUA IODIUM AKAN DIDISTRIBUSIKAN DAN DISAMPAIKAN KE KELENJAR GONDOK (MENGANDUNG IODIUM ) Itai-itai disease -Pertama ditemukan di habitat S. Jinzu di Jepang -kasus, korban merasa sakit pada tulang: daerah pinggul dan iga -Gejala mirip :rheumatik, neuralgia, neuritis -Rasa sakit pada pinggul: pinggul diangkat seperti bebek -Terjadi pada wanita umur 40 – 50 tahun, hidup dalam lokasi ytersebut >30 tahun -Penyakit terus berlanjut sampai 10 tahun -Terjadi patah tulang pada beberapa lokasi: 28 pd tulang iga; dan 72 pada tulang yang lain Pemeriksaan laboratorium -Terjadi osteo-malasea osteoporosis -Mineral terbongkar, terjadi interaksi ikatan Ca dengan Cd: Ca menurun, Cd meningkat -Ginjal tidak berfungsi: glikosuria., proteinuria