9 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Supply Chain
2.1.1 Pengertian Supply Chain
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 14) rantai pasok memiliki sifat yang
dinamis namun melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk
dan uang. Disamping itu, Chopra dan Meindl juga menjelaskan bahwa tujuan utama
dari setiap rantai pasok adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan
menghasilkan keuntungan.
Menurut I Nyoman Pujawan(2010: 5)supply chain adalah jaringan
perusahaan – perusahaan yang secara bersama – sama bekerja untuk menciptakan
dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan – perusahaan
tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta
perusahaan – perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
2.1.2 Pengertian Supply Chain Management
Manajemen rantai pasokan (supply chain management) adalah integrasi
aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi
dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup
aktivitas pembelian dan pengalihdayaan (outsourcing), ditambah fungsi lain yang
penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor, Barry Render dan Jay
Heizer(2010: 4).Supply chain management adalah pengelolaan aset rantai pasokan
dan produk, informasi dan aliran dana untuk memaksimalkan jumlah rantai pasok,
Chopra dan Meindl(2013: 16).
Menurut Simchi-Levi dan Kaminsky(2004: 2)Supply Chain management
adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai organisasi yang
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang, yaitu supplier, manufacturer,
warehouse, dan stores sehingga barang-barang tersebut dapat diproduksi dan
didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat dan
biaya yang seminimal mungkin.
9
10
Menurut Russel & Taylor(2011: 423)Supply chain managementberfokus pada
mengintegrasikan dan mengelola aliran barang dan jasa dan informasi melaluirantai
pasok untuk membuatnya responsif terhadap kebutuhan pelanggan dengan
menurunkan total biaya.
Supply chain managementadalah metode, alat, atau pendekatan integratif
untuk mengelola aliran produk, informasi dan uang secara terintegrasi yang
melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir. Namun perlu ditekankan bahwa
supply chain management menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi
dengan dasar semangat kolaborasi. I Nyoman Pujawan(2010: 7).
Jadi Supply Chain Management adalah suatu pendekatan yang digunakan
untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer,
distributor, retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang
tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat untuk mencapai suatu biaya
dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang
diinginkan.
2.1.3 Tujuan Supply Chain Management
Barry Render dan Jay Hezer (2010: 4) menyatakan bahwa tujuan dari
manajemen rantai pasok (supply chain management) adalah membangun sebuah
rantai pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi
pelanggan.
Chopra dan Meindl (2013: 16) berpendapat bahwa tujuan dari supply chain
management adalah untuk memaksimalkan nilai keseluruhan yang dihasilkan untuk
memenuhi kebutuhan dan permintaan pelanggan. Disisi lain, tujuannya adalah untuk
meminimalkan biaya keseluruhan (biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya
bahan baku, biaya transportasi dan lain-lain).
2.1.4 Komponen Supply Chain
Menurut Turban et al., (2010: 288), Supply Chain terbagi menjadi 3
komponen utamayaitu :
1) Upstream supply chain
Bagian hulu dari rantai pasokan meliputi kegiatan perusahaan dengan
pemasoknya (memproduksi, merakit atau keduanya atau penyedia layanan) dan
mereka terhubung dengan para pemasok (tingkatan kedua). Hubungan pemasok
11
dapat diperpanjang ke kiri dalam beberapa tingkatan, semua jalan menuju asal usul
material.Dalam upstream supply chain, kegiatan utama adalah pengadaan.
2) Internal supply chain
Bagian internal dari rantai pasokan yang mencakup semua proses in-house
yang digunakan dalam mengubah input yang diterima dari pemasok menjadi output
dari organisasi. Proses ini luas dimulai dari waktu dari input masuk ke dalam
perusahaan ke waktu dari produk masuk ke distribusi ke luar dari organisasi. Dalam
hal ini bagian dari supply chain, perhatian utama adalah manajemen produksi,
manufaktur, dan pengendalian persediaan.
3) Downstream supply chain segment
Bagian hilir dari rantai pasokan mencakup semua kegiatan yang terlibat
dalam memberikan produk kepada pelanggan akhir. Dalam downstream supply
chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan layanan
purna jual.
2.1.5 Area Cakupan Supply Chain Management
Menurut I Nyoman Pujawan (2010: 9), kegiatan – kegiatan utama dari SCM
yang mengacu pada sebuah manufaktur, yaitu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
•
Kegiatan merancang produk baru (product development)
•
Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement, purchasing, atau
supply)
•
Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning and
control)
•
Kegiatan melakukan produksi (production)
•
Kegiatan melakukan pengiriman / distribusi (distribution)
•
Kegiatan pengelolaan pengembalian produk / barang (Return)
12
Tabel 2.1Area Cakupan SCM
Bagian
Pengembangan Produk
Cakupan Kegiatan
Melakukan
riset
pasar,
merancang
produk
baru,
melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.
Pengadaan
Memilih
supplier,mengevaluasi
kinerja
supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen,
memonitor supply risk, membina dan memelihara
hubungan baik dengan supplier.
Perencanaan dan
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
Pengendalian
kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
Produksi
Eksekusi produksi, pengendalian kualitas.
Distribusi
Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman
mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan
jasa pengiriman, memonitor service level ditiap pusat
distribusi.
Sumber : I Nyoman Pujawan (2010: 10)
2.1.6Kegiatan - kegiatanSupply chain management
Fungsi supply chain management tidak hanya terbatas pada kegiatan fisik
seperti memproduksi dan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain, namun
juga fungsi non fisik seperti membuat perencanaan dan melakukan riset pasar.
Menurut I Nyoman Pujawan (2010: 17) klasifikasi kegiatan pada supply chain
management yaitu:
1)Kegiatan Mediasi Pasar
Kegiatan mediasi pasar bertujuan untuk mencari titik temu antara apa yang
diinginkan oleh konsumen atau pelanggan dengan apa yang dibuat dan dikirim oleh
supply chain. Aktivitas-aktivitas mediasi pasar meliputi:
• Riset pasar
• Pengembangan produk
• Penetapan harga diskon
• Pelayanan purna jual
13
2) Kegiatan Fisik
Kegiatan fisik adalah kegiatan mendapatkan bahan baku, mengkonversi bahan baku
dan komponen menjadi produk jadi, menyimpan serta mengirimkannya sampai ke
tangan pelanggan. Aktivitas – aktivitas fisik meliputi:
• Sourcing ( mencari bahan baku)
• Produksi
• Penyimpanan material/produk
• Distribusi/transportasi
• Pengembalian produk (return)
2.1.7 Permasalahan Supply Chain Management
Menurut Barry Render dan Jay Hezer (2010: 16),Tiga permasalahan
membuat pengembangan rantai pasokan yang efisien dan terintegrasi menjadi rumit.
Ketiga permasalahan dalam rantai pasokan yaitu :
1) Optimasi Lokal
Para anggota rantai pasokan harus memusatkan perhatian mereka untuk
memaksimalkan keuntungan lokal atau meminimalkan biaya langsung berdasarkan
pengetahuan mereka yang terbatas.
2) Insentif
Insentif (Insentif penjualan, potongan karena kuantitas, kuota, dan promosi)
memasukkan barang dagangan ke rantai pasokan untuk penjualan yang belum
terjadi.Hal ini menimbulkan fluktuasi yang mahal bagi semua anggota rantai.
3) Lot Besar
Penyimpangan dalam lot ukuran besar sering terjadi sebab hal ini cenderung
mengurangi biaya per unit.Dengan menurunkan biaya pengiriman dan produksi per
unit, tetapi gagal menunjukkan penjualan yang nyata dan meningkatkan biaya
penimbunan.
Tiga permasalahan seperti optimasi lokal, intensif, dan lot berukaran besar
berperan dalam penyimpangan informasi mengenai kejadian sebenarnya dalam rantai
pasokan.Informasi yang tidak akurat dilakukan secara tidak sengaja, tetapi
mengakibatkan penyimpangan dan fluktuasi dalam rantai pasokan serta menjadi
penyebab sesuatu yang dikenal sebagai efek bullwhip.
14
2.1.8 Arus Material dan Informasi dalam Supply Chain Management
Menurut I Nyoman Pujawan(2010: 5), ada tiga macam aliran yang harus
dikelola dalam suatu supply chain. Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu
(upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari
supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor,
lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir.Kedua, aliran uang dan
sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.Ketiga, aliran informasi yang bisa terjadi
dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
Terkadang sangat susah untuk melihat sifat arus “akhir ke akhir” dalam rantai
suplai yang ada. Efek negatif dari kesulitan ini termasuk penumpukan inventory dan
respon tidak sesuai pada permintaan konsumen akhir. Jadi, strategi manajemen
membutuhkan peninjauan yang holistik pada hubungan suplai.
Finansial : invoice, term pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Supplier
Tier 2
Supplier
Tier 1
Manufacture
Distributor
Ritel / toko
Finansial : pembayaran
Material : retur, recycle, repair
Informasi : order, ramalan, RFQ / RFP
Gambar 2.1 Proses Supply chain dan 3 macam aliran yang dikelola
Sumber : I Nyoman Pujawan (2010: 5)
Pada gambar diatas, terlihat bahwa Supply chain management adalah
koordinasi dari material, informasi dan arus keuangan diantara perusahaan yang
berpartisipasi.
•
Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen
melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan,
daur ulang dan pembuangan.
•
Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan
status pesanan.
15
•
Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal
pembayaran, penetapan kepemilikan dan pengiriman.
2.1.9ProsesSupply Chain Management
Menurut Chopra danMeindl (2013: 22) proses dari supply chain menjadi dua
macam, yaitu:
1.
Push Supply Chain
Yaitu proses yang dilakukan dalam mengantisipasi permintaan pelanggan.
Push Supply Chain dapat disebut juga sebagai proses spekulatif karena
mereka merespon untuk berspekulasi daripada menangani permintaan.
2.
PullSupply Chain
Yaitu proses respon terhadap pesanan pelanggan.Pull Supply Chain dapat
disebut juga proses reaktif karena mereka bereaksi terhadap permintaan
pelanggan.Penentuan prosessupply chain sangat berguna bagi pertimbangan
keputusan strategik yang berkaitan dengan tahap supply chain.
2.1.10 Strategi Supply Chain Management
Di dalam tahap ini, perusahaan menentukan strategi kompetitif perusahaan
dan strategi supply chain perusahaan. Kemudian perusahaan melakukan penyesuaian
strategi supply chain dengan strategi kompetitif perusahaan. Penyesuaian strategi ini
berarti bahwa kedua strategi, strategi kompetitif dan strategi supply chain
mempunyai tujuan yang sama. Chopra(2013: 34).
Terdapat tiga langkah dasar untuk mencapai kesesuaian strategi, yaitu :
1. Mengerti konsumen
Untuk mengerti konsumen, perusahaan harus bisa mengidentifikasikan
segmentasi dari kebutuhan yang dilayani. Terdapat beberapa point yang perlu
diperhatikan untuk mengerti konsumen, yaitu :
•
Jumlah dari produk yang dibutuhkan dalam setiap segmen.
•
Waktu respon yang konsumen bersedia ditolerir.
•
Varitas produk yang dibutuhkan.
•
Level pelayanan yang dibutuhkan.
•
Harga produk.
•
Tingkat keinginan inovasi produk.
16
2. Mengerti Supply Chain
Pada langkah ini, kita menentukan tingkat daya tanggap dari supply chain.
Tingkat daya tangkap supply chain termasuk kemampuan supply chain untuk
melakukan hal-hal berikut :
•
Tanggap terhadap permintaan pada rentang yang lebar.
•
Waktu tenggang yang singkat.
•
Mengatasi sejumlah besar variasi produk.
•
Membangun produk-produk yang berinovasi tinggi.
•
Mampu melakukan layanan pada tingkat yang sangat tinggi.
3. Mencapai kesesuaian strategi
Pada tahap ini, perusahaan melakukan penyesuaian strategi untuk
memastikan bahwa supply chain sesuai dengan kebutuhan konsumen. Tingkat
responsifitas dari supply chain haruslah konsisten dengan tingkat permintaan
konsumen.
2.1.11 Empat Kriteria Sukses Supply chain management
Andi Ilham (2006: 47) memaparkan kriteria sukses supply chain management
terdapat empat kriteria SCM sukses yaitu : sesuai dengan strategi bisnis, maupun
memenuhi keinginan konsumen, maupun memahami posisinya dalam jaringan, dan
adaptif.
Tabel 2.2Empat Kriteria Sukses SCM
1. Sesuai Dengan Strategi Bisnis
Biaya, Inovasi, pelayanan, kualitas
2. Sesuai Dengan Kebutuhan Konsumen
Dengarkan suaran konsumen
Kebutuhan antar segmen pasar berbeda
Amati perubahan kebutuhan konsumen secara periodik
3. Sesuai Dengan Power Position
Lihat skala operasi dan kekuatan merek
Lakukan dialog dan titik optimal terbaik bagi konsumen
Fokus pada konsumen akhir dan cari peluang kerja sama
4. Adaptif
Teknologi, Lingkup usaha, Basis kompetensi, Akuisisi dan Merger
Sumber : Andi Ilham (2006: 47)
17
1) Sesuai Dengan Strategi Bisnis
Banyak perusahaan gagal dalam SCM, karena memandang SCM sebagai
masalah operasional saja yang cukup ditangani oleh bagian logistic saja. Pengerahan
sumber daya pun setengah – setengah karena tujuannya hanya mengurangi biaya
saja. Tanpa disadari bahwa dampak dari SCM sangat strategis karena bisa langsung
mempengaruhi target strategis perusahaan.
Strategi bisnis biasanya dinyatakan dalam visi menjawab pertanyaan strategi
seperti: apa sasaran strategik organisasi, nilai apa yang diberikan ke konsumen, dan
apa keunikan perusahaan dibanding pesaing. SCM yang sukses haruslah mendukung
tercapainya visi tersebut, yang berarti pula SCM haruslah dirancang mengikutinya.
Visi sendiri ditetapkan setelah mempertimbangkan factor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi : kompetensi isi perusahaan, kebijakan bisnis dan sasaran
keuangan. Sedangkan faktor eksternal meliputi ukuran pasar, peta persaingan, dan
kebutuhan konsumen.
2) Sesuai Dengan Kebutuhan Konsumen
Mendengarkan apa yang dibutuhkan konsumen beserta prioritasnya sangat
diperlukan untuk sukses SCM. Artinya, kalau konsumen membutuhkan kecepatan
maka SCM pun harusnya dirancang mengutamakan kecepatan. Demikian pula bila
konsumen membutuhkan efisiensi, maka SCM pun dirancang mengutamakan biaya
rendah. Satu hal yang paling prinsip dalam SCM secara keseluruhan adalah bahwa
satu – satunya elemen dalam SCM yang mengeluarkan uang adalah konsumen.
Distributor, dealer, pabrik, gudang, hingga pemasok pada dasarnya hanya menikmati
beberapa persen bagian dari selisih harga jual di konsumen dengan biaya barang.
Makanya memastikan apa yang diinginkan oelh pelanggan akhir sangat perlu.
3) Sesuai Dengan Power Position
Perlu dipahami bahwa SCM adalah permainan posisi daya tawar dan
kekuatan. Saat ini tidak satu pun perusahaan yang bisa sukses tanpa kerjasama
dengan perusahaan lain. Kerjasama itu bisa dengan perusahaan sama besarnya, lebih
besar atau lebih kecil. Perusahaan yang sukses adalah yang bisa menjaga
keseimbangan daya tawar dan kekuatan yang ada dalam kemitraan di seluruh rantai
pasok SCM.
Dalam posisi ini, hal yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui posisi
tawar perusahaan. Dalam hal ini, bisa dilihat dari lingkup operasi dan daya tarik
produk bagi konsumen. Perusahaan multinasional ketika melakukan negoisasi
18
dengan perusahaan multinasional lain tentu memiliki posisi tawar yang sama kuat.
Tapi bayangkan SME yang produknya belum dikenal bernegoisasi dengan
perusahaan multinasional besar.
Dalam bekerja sama dengan perusahaan yang biasanya berbeda jauh, baik
lebih besar maupun lebih kecil, memang ada untung dan ruginya. Yang perlu ekstra
hati – hati terutama bila bisnis kita yang jauh lebih kecil, karena kemungkinan untuk
dirugikan oleh perusahaan yang lebih besar sangatlah besar.
4) Adaptif
Seiring dengan situasi bisnis yang dinamis dan selalu berubah, maka suatu
ketika SCM pun perlu terus beradaptasi. Ada perubahan yang berlangsung secara
tiba-tiba ada juga yang berlangsung secara perlahan. Perubahan teknologi,
lingkungan bisnis, basis kompetensi, dan terjadinya akuisisi bisa mempengaruhi
rancangan SCM secara mendasar.
2.1.12 Lima Jalan Menuju Sukses Implementasi Supply Chain Management
Andi Ilham (2006: 49) menjelaskan untuk mencapai empat kriteria sukses
yang telah dipaparkan diatas, ada lima langkah yang selanjutnya disebut Five Road
to Success in SCM yang terdiri dari :
1) View SCM as a Strategic Asset.
Dalam hal ini SCM diposisikan sebagai alat bersaing strategic bagi perusahaan
sehingga perlu diperhatikan oleh seluruh organisasi dan seirama dengan strategi
bisnis organisasi.
2) Effective End-to-End Process Architecture.
Membangun rancangan SCM secara terintegrasi mulai dari pemasok terujung sampai
ke konsumen akhir.
3) Powerful Organization.
Ini berarti struktur organisasi SCM haruslah menjadi bagian terintegrasi dan
organisasi secara keseluruhan, tanggung jawab peran jelas, dan diisi oleh personel
yang kompeten.
4) Right Collaborative Model.
Karena adalah jaringan yang pasti melibatkan pihak luar, maka perusahaan perlu
membangun pola-pola kerjasama bersifat jangka panjang, secara cerdas dan
seimbang.
19
5) Metrics to Manage Performance.
Untuk memastikan tercapainya sasaran SCM, maka diperlukan alat pantau yang bisa
mengukur kinerja seluruh rantai SCM.
2.1.13 Penggerak Supply Chain
Supply chain memiliki penggerak yang sangat berpengaruh terhadap
performa supply chain itu sendiri. Menurut Chopra dan Meindl (2013: 53) penggerak
supply chain adalah sebagai berikut :
1) Facilities
Fasilitas adalah tempat – tempat dalam jaringan supply chain dimana
inventory disimpan, dirakit atau diproduksi. Dua jenis umum fasilitas adalah tempat
produksi dan tempat penyimpanan. Bila perusahaan memiliki tingkat efisiensi yang
tinggi, maka memiliki lebih sedikit gudang. Jadi penentuan mempunyai dampak
yang lebih besar dalam tingkat responsifitas dan efisiensi supply chain. Chopra dan
Meindl (2013: 53) :
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 57) komponen dari keputusan mengenai
fasilitas adalah:
a. Role
Peran perusahaan yaitu harus memutuskan fasilitas produksi apakah akan
fleksibel, berdedikasi, atau berkombinasi. Kapasitas fleksibiltas digunakan untuk
berbagai jenis produk tetapi kurang efisien, sedangkan kapasitas dedicated
digunakan hanya untuk jumlah terbatas dari produk tetapi lebih efisien. Untuk
fasilitas perusahaan harus memutuskan apakah mereka harus memilih crossdocking facilities atau storage facilities :
•
Stock keeping unit (SKU) Storage
Gudang tradisional yang menyimpan segala macam produk dalam suatu tempat.
• Job lot storage
Yaitu suatu metode penyimpanan persediaan dimana semua produk – produk
yang berbeda dibutuhkan untuk suatu pekerjaan khusus atau memuaskan
konsumen tipe khusus, disimpan bersama – sama.
•
Crossdocking
Yaitu sebuah metode, dimana barang sebenarnya tidak disimpan dalam fasilitas
(gudang) perusahaan. Truk dari pemasok barang, tiap – tiap hari truk tersebut
membawa jenis – jenis yang berbeda dari barang yang dipesan, diangkut menuju
20
fasilitas perusahaan, kemudian dari sana dipecah menjadi bagian – bagian kecil
dan dengan cepat diangkut ke retailer menggunakan truk – truk yang berisi
barang – barang yang beragam dari truk – truk – truk sebelumnya.
b. Location
Penentuan kesempatan dimana suatu perusahaan menentukan lokasi fasilitasnya
merupakan bagian yang sangat besar dalam langkah desain supply chain.
Penentuan lokasi secara ekonomis, sedangkan penentuan lokasi secara
desentralisasi akan menjadi lebih responsif dalam permintaan konsumen.
c. Capacity
Perusahaan juga harus menentukan seberapa kapasitas dari fasilitas yang dimiliki
akan menjadi perusahaan tersebut menjadi lebih responsif, demikian pula
sebaliknya.
2)Inventory
Chopra dan Meindl (2013: 53) mendefinisikan inventory adalah semua
bahan-bahan mentah, dalam proses, dan barang-barang yang telah diselesaikan dalam
rantai pasok. Inventory merupakan salah satu penggerak supply chain yang penting
karena perubahan kebijakan inventory dapat merubah secara drastis tingkat
responsifitas dan efisien supply chain.
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 60) komponen dari keputusan mengenai
inventory adalah :
• Cycle Inventory
Cycle inventory adalah jumlah rata – rata dari inventory yang digunakan untuk
memenuhi permintaan dalam suatu waktu. Misalnya dalam sebulan memerlukan
10 buah truk bahan baku yang dipesan tiap 3 hari. Ini tergantung dari strategi
supply chain apa yang mereka terapkan (responsif atau efisiensi) dengan
memperhitungkan ordering cost (biaya pesan) dan holding cost (biaya
penyimpanan).
• Safety Inventory
Safety inventory ini dibuat untuk berjaga – jaga terhadap perkiraan akan
kelebihan permintaan. Ini digunakan untuk mengatasi ketidakpastian akan
permintaan yang tinggi.
• Seasional Inventory
Seasional inventory adalah inventory yang dibuat untuk mengatasi keragaman
yang dapat diprediksi dalam permintaan. Perusahaan yang menggunakan
21
seasional inventory akan membangun inventory mereka pada periode permintaan
akan barang rendah dan menyimpannya untuk periode permintaan akan barang
yang tinggi, dimana pada saat permintaan tinggi dimana mereka tidak dapat
memproduksi semua barang untuk memenuhi permintaan.
3) Transportation
Chopra dan Meindl (2013: 53), Transportasi adalah memindahkan inventory
dari titik satu ke titik dalam supply chain. Transportasi terdiri dari banyak kombinasi
dari model dan bentuk yang memiliki keunggulan masing – masing. Pemilihan
transportasi juga mempunyai dampak yang besar dalam tingkat responsibilitas dan
efisiensi supply chain.
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 62) komponen dari keputusan mengenai
transportasi yakni :
a. Mode of Transportation
Mode of Transportation adalah cara – cara dimana sebuah produk dipindahkan
dari satu lokasi dalam jaringan supply chain ke tempat lain. Terdapat 5 cara dasar
transportasi yang dapat dipilih yaitu :
1. Udara
Udara merupakan cara transportasi yang paling cepat, tetapi memiliki biaya
yang mahal.
2. Truk
Sebagian besar barang produksi diangkut oleh truk – truk. Salah satu
kelebihan yang dimiliki oleh truk adalah fleksibilitas pengirimannya.
Perusahaan yang sudah mengadopsi program JIT pada tahun – tahun terakhir
telah meningkatkan perhatian mereka pada pengendara truk.
3. Kereta
Kereta cara mudah yang digunakan untuk jumlah barang yang besar.
4. Kapal
Kapal cara yang paling lambat tetapi sering menjadi pilihan paling ekonomis
untuk pengiriman dalam jumlah yang besar ke luar negeri.
5. Pipa saluran
Pipa saluran biasanya digunakan untuk menyalurkan minyak dan gas.
b. Route and Network selection
Route adalah jalur jalan dimana sebuah produk dikirimkan dan network adalah
kumpulan lokasi dan route dimana produk – produk dapat dikirimkan.
22
Perusahaan membuat beberapa keputusan mengenai route pada saat langkah
desain supply chain.
4. Information
Informasi terdiri dari data dan analisis yang berkaitan dengan inventory,
transportasi, fasilitas, dan pelanggan diseluruh supply chain. Informasi menyajikan
pihak manajemen kesempatan untuk membuat supply chain lebih responsif dan
efisien. Informasi secara potensial adalah penggerak terbesar performa supply chain,
Chopra dan Meindl(2013: 54) :
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 64) komponen dari keputusan mengenai
informasi yakni :
a) Push versus pull
Sistem push biasanya menggunakan peramalan untuk jadwal produksi, jadwal
kepada pemasoknya untuk menentukan kapan, jenis dan banyak barang yang
dikirimkan ke perusahaan, sedangkan sistempull menggunakan informasi atas
permintaan aktual konsumen, sehingga perusahaan dapat dengan tepat memenuhi
permintaan tersebut.
b) Coordinating and information sharing
Koordinasi dari supply chain terjadi ketika semua tingkatan dari supply chain
bekerja menuju tujuan yang maksimal keuntungan total supply chain
dibandingkan dengan bekerja sendiri – sendiri. Kekurangan koordinasi
berpengaruh pada kerugian yang besar atas keuntungan supply chain. Ini bisa
dilakukan dengan pertukaran data antara tiap – tiap bagian dalam supply chain itu
sendiri.
c) Sales and operations planning
Sales and operations planning adalah proses menciptakan rantai pasokan
secara keseluruhan untuk memenuhi tingkat permintaan yang diantisipasi. Proses
dimulai dengan penjualan dan pemasaran yang berkomunikasi untuk kebutuhan
rantai pasok.
d) Enabling Technologies
Untuk mencapai informasi sharing dan integrasi dalam supply chain maka
terdapat teknologi – teknologi yang digunakan yaitu :
• Electronic data Interchange (EDI)
23
EDI memungkinkan perusahaan menjadi lebih efisien, juga menurunkan waktu
yang dibutuhkan produk untuk sampai ke konsumen, transaksi menjadi lebih
akurat dan lebih cepat dibandingkan tanpa EDI.
• The Internet
Internet sendiri mendukung penggunaan EDI. Dengan internet maka akan
menjadi sebuah faktor yang penting dalam supply chain
• Enterprise Resources Planning (ERP)
Sistem ERP ini menyediakan pelacakan transaksi dan kemampuan melihat secara
keseluruhan atas informasi dari tiap – tiap bagian perusahaan dan memungkinkan
supply chain membuat keputusan yang cerdas.
• Supply chain management (SCM) software
Yaitu program yang menyediakan dukungan terhadap analisis keputusan dalam
penambahan kemampuan melihat secara keseluruhan terhadap informasi.
•
Radio frequency identification (RFID)
Terdiri dari radio aktif dan pasif yang diterapkan ke dalam item untuk dilacak
dan RF reader/emitter. Sebuah radio pasif menarik energy dari pembaca,
sedangkan radio aktif memiliki battery sendiri dan menarik daya dari itu.
5.Sourcing
Sourcing adalah pilihan yang melakukan kegiatan rantai pasokan tertentu
seperti produksi, penyimpanan, transportasi, atau manajemen informasi.Keputusan
sourcing mempengaruhi respon dan efisiensi rantai pasokan.
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 67) komponen dari keputusan mengenai
sourcingyakni :
•
In-House or Outsource
Keputusan sourcing paling penting bagi perusahaan yaitu untuk melaksanakan
tugas in-house or outsource ke pihak ketiga. Cara terbaik adalah untuk
melakukan outsource yaitu jika meningkatnya pertumbuhan total rantai pasok
yang signifikan dengan resiko yang sedikit.
•
Supplier selection
Manajer harus memutuskan jumlah pemasok mereka untuk kegiatan tertentu dan
harus mengidentifikasi kriteria pemasok.
•
Procurement
24
Procurement adalah proses untuk memperoleh barang dan jasa dalam rantai
pasok. Manajer harus menyusun pengadaan dengan tujuan meningkatkan
kelebihan supply chain.
2.1.14 Tantangan dalam Supply Chain
Menurut Pujawan (2010: 19) ada beberapa tantangan yang harus dihadapi
dalam mengelola supply chainyaitu :
1. Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak
pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali
memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan
(conflicting) antara yang satu dengan yang lainnya.Di dalam perusahaan
sendiripun perbedaan kepentingan ini sering muncul. Konflik antar bagian ini
merupakan satu tantangan besar dalam mengelola sebuah supply chain.
Kompleksitas suatu supply chain juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa,
zone waktu, dan budaya antara satu perusahaan bahkan dengan perusahaan
lain.
2. Ketidakpastian
Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu
supply chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap
rencana yang sudah dibuat.Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan
pengaman di sepanjang supply chain.Pengaman ini bisa berupa persediaan
(safety stock), waktu (safety time), ataupun kapasitas produksi maupun
transportasi. Di sisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa
terpenuhi. Dengan kata lain, customer service levelakan lebih rendah pada
situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi. Berdasarkan sumbernya ada tiga
klasifikasi utama ketidakpastian pada supply chain. Pertama adalah
ketidakpastiaan permintaan. Ketidakpastian permintaan dari konsumen akan
menyebabkan ketidakpastian distributor, semakin ke hulu, maka tingkat
ketidakpastian
permintaan
akan
semakin
meningkat.
Peningkatan
ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir ke hulu pada suatu supply
chain dinamakan bullwhip effect. Ketidakpastian kedua berasal dari arah
pemasok.Hal ini bisa berupa ketidakpastian pada leadtime pengiriman, harga
bahan baku, atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material
25
yang dikirim. Sedangkan sumber yang ketiga adalah ketidakpastian internal
yang bisa diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak
sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun
kualitas produksi.Besarnya ketidakpastian yang dihadapi berbeda-beda.
2.1.15Pengukuran Kinerja Supply Chain Management
Kinerja rantai pasok merupakan aspek utama yang perlu dikelola dalam
manajemen rantai pasok.Untuk mengevaluasi kinerja suatu rantai pasok diperlukan
beberapa indikator. Menurut Ballou (2005: 5) kinerja rantai pasok adalah seluruh
rangkaian aktifitas yang berhubungan dengan aliran transformasi barang dari tahapan
bahan baku sampai ke pengguna akhir, begitu pun dengan aliran informasinya.
Dalam supply chain management ada dua buah karakteristik yang dapat
menggambarkan kinerja rantai pasok adalah responsiveness dan efficiency. Dengan
sifatnya yang dinamis, rantai pasok mampu menyesuaikan terhadap perubahan yang
terjadi pada pasokan dan permintaan.Untuk mengetahui kinerjanya harus dilakukan
pemantauan dan pengendalian pada setiap aktivitas di dalamnya setiap hari. Agar
kedua karakteristik tersebut dapat diukur secara obyektif, Hugos (2003: 140)
membagi keduanya menjadi 4 kategori sebagai berikut :
1. Customer Service Metrics
Metrik ini digunakan untuk mengukur seberapa baik sebuah perusahaan
melayani konsumennya dan sejauh mana rantai pasok dapat mendukung hal
tersebut.Menurut Waren Hausman seorang professor dari Stanford University di
dalam
Hugos
(2003:
144),
service
menggambarkan
kemampuan
untuk
mengantisipasi, membaca dan memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan produk
yang dikehendaki dan tepat waktu.
Metrik – metrik yang digunakan dalam customer service tergantung pada
jenis proses dalam sebuah perusahaan, yaitu apakah termasuk dalam build to stock
(BTS) atau build to order (BTO).
a. Build to stock
Perusahaan yang memiliki proses build to stock (BTS) dalam memenuhi
permintaan konsumen biasanya memproduksi barang - barang komoditi untuk pasar
yang cukup besar. Dengan tipe proses BTS ini konsumen dapat memperoleh produk
yang dibutuhkan kapan saja karena barang selalu tersedia di persediaan.
Metrik – metrik yang sering digunakan untuk tipe build to stockadalah :
26
•
Complete Order Fill RateandOrder Line Item Fill Rate
•
On-Time Delivery Rate
•
Value of Total BackordersandNumber of Backorders
•
FrequencyandDuration of Backorders
•
Line Item Returns Rate
b. Build to Order
Produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tipe proses build to order
(BTO) baru akan dibuat bila terdapat permintaan dari konsumen. Permintaan tersebut
biasanya dibuat berdasarkan spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen, misalnya
permintaan akan pesawat terbang.
Metrik – metrik yang sering digunakan untuk tipe build to orderadalah :
•
Quoted Customer Response Time and On-Time Completion Rate
•
On-Time Delivery Rate
•
Value of Late Orders and Number of Late Orders
•
Frequency and Duration of Late Orders
•
Number of Warranty Return and Repairs
2. Internal Efficiency
Internal
efficiency
mengukur
kemampuan
perusahaan
menghasilkan
keuntungan yang maksimal dengan menggunakan asset – asset yang dimiliki, Hugos
(2003: 146). Beberapa ukuran yang sering digunakan adalah :
• Inventory value
Inventory merupakan aset utama dalam rantai pasok yang harus diukur setiap
waktu sepanjang rantai pasok. Perusahaan bersama dengan rantai pasoknya
terus berusaha mencari cara menekan persediaan seminimal mungkin namun
tetap menjaga tingkat layanan yang tinggi.
• Inventory turns
Merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keuntungan dari
persediaan dengan memperhitungkan kecepatan terjualnya persediaan dalam
kurun waktu tertentu. Inventory turn dihitung berdasarkan rumus :
Turns = Annual Cost of Sales / Annual Average Inventory Value
27
Secara umum, semakin tinggi nilainya semakin baik internal efficiency dari
suatu perusahaan.
• Return on Sales
Ukuran ini digunakan untuk mengukur seberapa baik pengelolaan fixed cost
dan variable cost dan bagaimana penjualan menghasilkan laba kotor. Return
on sales merupakan satu parameter pengukuran yang digunakan secara luas
untuk mengetahui seberapa baik kegiatan operasional perusahaan dijalankan.
Untuk mengetahui nilainya digunakan formula :
Return on Sales = Earnings before Interest & Tax / Saving
Interpretasi dari nilai ini adalah, semakin besar maka semakin baik internal
efficiency dari suatu perusahaan.
• Cash-to-Cash cycle time
Digunakan untuk mengukur lamanya waktu mulai dari pembayaran material
oleh perusahaan kepada pemasok sampai perusahaan menerima pembayaran
dari konsumen. Lamanya waktu tersebut dapat diukur dengan rumus berikut
ini :
Cash-to-Cash Cycle Time = Inventory Days of Supply + Days Sales
Outstanding – Average Payment Period on Purchases
Semakin pendek waktu yang diperlukan semakin baik internal efficiency dari
suatu perusahaan.
3. Demand Flexibility
Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam merespon permintaan baru
dari konsumen baik dari sisi kuantitas maupun jenis produk dan bertindak secara
cepat dalam memenuhi permintaan tersebut.Perusahaan atau rantai pasok harus
mempunyai kemampuan dalam area ini agar mampu menghadapi kondisi yang tidak
pasti pada pasar yang mereka layani, Hugos (2003: 148). Terdapat beberapa ukuran
yang dapat digunakan untuk melihat seberapa fleksibel suatu perusahaan, yaitu :
•
Activity Cycle Time
Merupakan ukuran yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas dalam rantai pasok seperti order fulfillment, product
design, product assembly dan aktivitas lain yang mendukung rantai pasok.
•
Upside Flexibility
28
Mengukur seberapa cepat kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam
merespon peningkatan permintaan dan jumlah normal.Hal ini dapat diukur
dengan menghitung persentase kenaikan permintaan yang dapat diakomodasi.
•
Outside Flexibility
Mengukur kemampuan perusahaan dalam menyediakan produk yang
dibutuhkan konsumen disamping produk yang sudah ada. Bila outside
flexibility dikelola dengan baik akan menjadi kesempatan baik bagi
perusahaan untuk memperoleh konsumen baru dan menjual lebih banyak
pada konsumen yang sudah ada.
4. Product Development
Ukuran ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan atau rantai
pasok dalam mendesain, membuat dan mendistribusikan produk baru ke pasar seiring
dengan perubahan yang terjadi dalam pasar, Hugos (2003: 150). Kemampuan ini
dapat diukur dengan beberapa parameter berikut ini :
• Percentage of total products sold that were introduced in the last year
• Percentage of total sales from products introduced in the last year
• Cycle time to develop and deliver a new product
Menurut I Nyoman Pujawan (2010: 235) salah satu aspek fundamental dalam
supply chain management adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara
berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem
pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik. Sistem
pengukuran kinerja diperlukan untuk:
• Melakukan monitoring dan pengendalian
• Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain
• Mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun
terhadap tujuan yang hendak dicapai
• Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
29
2.2 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model versi 10.0
2.2.1 Sekilas Mengenai SCOR Model
Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model merupakan suatu model
konseptual yang dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC), sebuah organisasi
non-profit
independentdengan
kerangka
kerja,
perbaikan
metodologi,
dan
benchmarking tools untuk membantu anggota organisasi dan melakukan perbaikan
dalam kinerja rantai pasok. Keanggotaan terbuka untuk semua perusahaan dan
organisasi yang tertarik untuk mendaftar dan memajukan sistem SCM. Model SCOR
menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan proses bisnis, metrik,
praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan struktur untuk
mendukung komunikasi di antara mitra rantai pasok untuk meningkatkan efektivitas
manajemen rantai pasokan yang terkait dalam kegiatan perbaikan rantai pasokan
(www.supply-chain.org, 2010).
SCC didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi /
perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed Martin, Nortel,
Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittglio, Rabin,
Todd,&McGrath (PRTM), dan AMR (Advanced Manufacturing Research) yang
beranggotakan 69 orang sukarelawan yang terdiri dari para praktisi dunia industri
dan para peneliti Bolstorff (2003: 2). Kelebihan SCOR Model sebagai Process
Reference Model (PRM) adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan Business
Process Reengineering (BPR), benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA)
kedalam kerangka kerja rantai pasok.
30
Gambar 2.2 Integrasi Beberapa Konsep Proses Bisnis ke Dalam Process
Reference Model.
Business Process
Reengineering
Capture the “asis” state of a
process and
derive the desired
“to-be” future
state
Benchmarking
Best Practices
Analysis
Quantify the
operational
performance of
similar companies
and establish
internal targets
based on “best-inclass” results
Process Reference
Model
Capture the “as-is”
state of a process
and derive the
desired “to-be”
future state
Quantify the
operational
performance of
similar companies
and establish
internal targets
based on “best-inclass” results
Characterize the
management
practices and
software solutions
that result in “bestin-class”
performance
Characterize the
management
practices and
software solutions
that result in “bestin-class”
performance
Sumber: Supply Chain Council (2010: 1)
Berdasarkan Supply Chain Operations Reference Model, SCOR Version 10.0
Overview,
komponen-komponen
yang
tercakup
dalam
Process
Reference
Modeladalah :
a. Performance Metrics
Standar metrik untuk mengukur proses kinerja.
b. Processes
Deskripsi standar proses manajemen dan kerangka proses hubungan.
c. Best Practices
Management Practices yang dapat menghasilkan kinerja terbaik
dalam industri sejenis.
d. People
Pelatihan dan keterampilan yang sesuai dengan persyaratan proses,
best practices, dan metrics.
31
Pada
kasus
manajemen
rantai
pasok
yang
kompleks,
pemetaan
dalam
processreference model dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Implementasi dilakukan sesuai dengan fungsinya, ini ditujukan untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan.
b. Digambarkan secara jelas dan komunikatif.
c. Diukur, dikelola dan dikontrol.
d. Dilakukan langkah penyesuaian untuk kepentingan spesifik.
Dalam Supply Chain Operations Reference Model, SCOR Version 10.0 Overview
disebutkan bidang-bidang yang termasuk dalam SCOR adalah:
a. Seluruh interaksi yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan, baik itu
interaksi dengan pemasok maupun dengan konsumen., mulai dari proses
pemesanan produk hingga proses pembayaran oleh konsumen.
b. Seluruh transaksi produk yang berupa barang dan jasa, yaitu semua aliran
transaksi mulai dari ‘supplier’s supplier sampai aliran transaksi material ke
‘customer’s customer, termasuk peralatan, supplies, spare parts, bulk product,
software dan lain sebagainya.
c. Keseluruhan interaksi dengan pasar, yaitu dari pemahaman mengenai
“aggregate demand” sampai dengan proses pemenuhan setiap order yang ada.
SCOR tidak mencakup hal-hal berikut ini:
a. Proses-proses administrasi penjualan (demand generation)
b. Proses-proses riset dan pengembangan teknologi
c. Perancangan dan pengembangan produk
d. Beberapa elemen yang berhubungan dengan post-delivery customer support
2.2.2 Pemetaan Rantai Pasok dengan SCOR Model Version 10.0
Supply Chain Operations Reference Model, SCOR Version 10.0 Overview
menjelaskan pemetaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran model yang jelas
mengenai aliran material, aliran informasi, dan aliran keuangan dari suatu rantai
pasok perusahaan. Tujuan dari proses permodelan ini adalah :
a. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif terhadap rantai pasok.
b. Memudahkan proses analisis kinerja rantai pasok.
c. Memudahkan untuk mendapatkan gambaran rinci dari setiap rantai pasokan,
sehingga proses penghubungan antar aktifitas lebih mudah.
32
Dalam menentukan rantai pasok, langkah-langkah utama yang harus dilakukan
adalah:
a. Menentukan sebuah rantai proses pemasokan produk, mulai dari pasokan
bahan mentah (raw material) dan supplier, sampai pada realisasi pasokan
produk jadi (finished goods) yang diterima pelanggan.
b. Menggambarkan rangkaian aliran material dalam proses penciptaan nilai
tambah produk.
c. Menggambarkan rangkaian aliran informasi dalam proses rantai pasok.
Tahapan pemetaan dalam SCOR Version 10.0 terbagi atas 4 level, yaitu:
1. Level 1
Mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR Model.Selain itu, pada tahap
ini juga ditetapkan target-target performance perusahaan untuk bersaing.
2. Level 2
Merupakan tahap konfigurasi dimana supply chain perusahaan bisa
dikonfigurasikan
berdasarkan
sekitar
30
proses
inti.Perusahaan
bisa
membentuk konfigurasi saat ini (as-is) maupun yang diinginkan (to-be).
3. Level 3
Merupakan tahap dekomposisi proses-proses yang ada pada rantai pasok
menjadi elemen-elemen yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi elemen-elemen proses, input dan
output dari informasi mengenai proses elemen, metrik-metrik dari kinerja
proses, best practices dan kapabilitas sistem yang diperlukan untuk
mendukung best practices.
4. Level 4
Merupakan tahap implementasi yang memetakan program-program penerapan
secara spesifik serta mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai
competitive advantage dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis.
33
Gambar 2.3 Tahap-tahap Proses Pemetaan Rantai Pasok dengan SCOR
#
Level
Description
Schematic
Top Level
(Process Types)
1.
sour
Plan
mak
Retur
Supply-Chain Operations Reference Model
Retu
Configuration
Level (Process
Categories)
2.
3.
deli
Process Element
Level (Decompose
Processes)
P1.1
Identify,
Prioritize
, and
P1.2
P1.3
Balance
supply
chain
resource
Identify,A
ssets,
Aggregate
Not
in
Scope
4.
Implementation
Level (Decompose
Process Elements)
P1.4
Establish
and
Communi
Comments
Level 1 defines the scope and
content for the Supply Chin
Operations Reference Model.
Here the basis of competition
performance targets are set.
A company’s supply chain can
be “configured-to-order” at
Level 2 from core “process
categories”. Companies
implement their operations
strategy through the
configurations they choose for
their supply chain.
Level 3 defines a company’s
ability to compete successfully
in its chosen markets, and
consists of :
• Process element
definitions
• Process element
information inputs,
and ouputs
• Process performance
metrics
• Best practices, where
applicable
• System capabilities
required to support
best practices
• Systems/tools
Companies implement specific
supply-chain management
practices at this level. Level 4
defines practices to achieve
competitive advantage and to
adapt to changing business
conditions.
Sumber: Supply Chain Council(2010: 7)
Pemetaan Level 1
Dalam SCOR model level 1, proses-proses yang ada dalam rantai pasok
dikategorikan dalam lima proses utama dalam manajemen, seperti dijelaskan secara
rinci pada tabel dibawah ini :
34
Tabel 2.3 Lima Proses Utama SCOR Level 1
Proses SCOR
Plan
Definisi
Proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk
menentukan
tindakan
terbaik
dalam
memenuhi
kebutuhan
pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses
menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian
persediaan,
perencanaan
produksi,
perencaan
material,
perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian supply
chainplan dengan financial plan.
Source
Proses
pengadaan
permintaan.
Proses
barang
maupun
jasa
untuk
yang
dicakup
termasuk
memenuhi
penjadwalan
pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan
otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim supplier,
memilihsupplier, mengevaluasi kinerja supplier, dan sebagainya.
Make
Proses untuk mentransformasikan bahan baku / komponen menjadi
produk yang diinginkan pelanggan. Proses yang terlibat disini
antara lain penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi
dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah
jadi (work in process), memelihara fasilitas produksi.
Deliver
Proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa.
Deliver meliputi order management, transportasi, dan distribusi.
Proses yang terlibat antara lain menangani pesanan dari pelanggan,
memilih
perusahaan
jasa
pengiriman,
menangani
kegiatan
pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.
Return
Proses pengambilan atau menerima pengembalian produk karena
berbagai alasan. Kegiatan yang terlibat antara lain identifikasi
kondisi
produk,
meminta
otorisasi
pengembalian
cacat,
penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian.
Sumber : I Nyoman Pujawan (2010: 244)
Pemetaan level 1 ini oleh SCOR dinyatakan lebih jelas dalam Gambar dibawah ini
sebagai panduan untuk memetakan rantai pasok sesuai dengan karakteristik
perusahaan.
35
Gambar 2.4 Model Pemetaan Level 1 Rantai Pasok dengan SCOR
Sumber: Supply Chain Council (2010: 6)
Pemetaan Level 2
Pemetaan level 2 merupakan tahap konfigurasi dari proses-proses rantai pasok
yang ada ke dalam tiga kategori utama, yaitu :
1.
Planning
adalah
suatu
proses
yang
menyelaraskan
sumberdaya-
sumberdaya perusahaan untuk memenuhi keperluan-keperluan akanexpected
demand.
Proses – proses perencanaan :
2.
•
Penyeimbangan aggregate permintaan dan suplai
•
Mempertimbangkan time horizon perencanaan yang konsisten
•
Dapat memberikan kontribusi terhadap waktu respon dari rantai pasok
Execution adalah suatu proses yang dipacu dengan adanya permintaan
terencana ataupun permintaan aktual yang mentransformasikan bentuk
material.
Proses – proses eksekusi :
•
Pengaturan operasional secara umum seperti penjadwalan,
transformasi produk, aliran produk ke proses berikutnya dan
sebagainya
•
Memberikan kontribusi dalam order fulfillment cycle time
36
3. Enable
adalah
suatu
proses
yang
menyiapkan,
memelihara
dan
mengendalikan jaringan informasi sehingga proses planning dan execution
saling terkait.
Gambar 2.5 Model Pemetaan Level 2 Rantai Pasok dengan SCOR
Plan
P1 Plan Supply Chain
P2 PlanSource
P3 Plan Make
P4 Plan deliver
P5 PlanReturn
Deliver
Make
Suppliers
S1 Source Stocked
Product
M1 Make-toStock
D2 Deliver Made-to-Order
Product
S2 Source Make-toOrder Product
M2 Make-toOrder
Establish and Manage Rules
Assess performance
Manage Data
Manage Inventory
Manage Capital Assets
Manage Transportation
Manage Supply Chain Management
Manage Regulatory Compliance
Manage Supply Chain Risk Process
Specific Elements
D4 Deliver Retail Product
Deliver Return
DR1 Return Defective Product
DR2 Return MRO Product
DR3 Return Excess Product
SR1 Return Defective Product
SR2 Return MRO Product
SR3 Return Excess Product
Enable
D3 Deliver Engineered-toOrder Product
M3 Engineer-toOrder
S3 Source Engineerto-Order Product
Source Return
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
Customers
Source
D1 Deliver Stocked
Product
Plan
Source
Align SC/Financials
Sumber: Supply Chain Council(2010: 10)
Make
Deliver
Return
Supplier Agreements
37
Pemetaan pada Level 2 dapat digambarkan kedalam thread diagram, yang membagi
proses utama ke proses kategori yang lebih rinci. Model Pemetaan Level 2 secara
lengkap dapat dilihat pada Gambar diatas.
Pemetaan Level 3
Contoh model pemetaan Level 3 dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:
Gambar 2.6 Contoh Model Pemetaan Level 3 Rantai Pasok dengan SCOR
S1. Source Stocked Product
•
Supplier
MRO Products
•
S1.3 Verify
Product
Receipt
Verification
Receipt verification
•
Receipt verification
Receipt verification
Receipt verification
Receipt verfication
•
From DR3.4: Transfer Excess Product
in DR3 Deliver Return Excess Product
Receipt
Verification
S1.2 Receive Product
•
•
From DR2.4: Transfer MRO Product in
DR2 Deliver Return MRO Product
Excess Products
Scheduled
Receipts
From DR1.4: Transfer Defective Product
in DR 1 Deliver Return Defective
•
Defective Products
Product
S1.1
Schedule
Product
Deliveries
•
•
S1.4 Transfer
Product
Transferred S1.5
Product
Authorize
Supplier
Payment
SCOR Model Structure
To ES.2: Assess Supplier
Performance in ES Enable Source
To ES.1: Manage Sourcing
Business Rules in ES Enable
To ES.6: Manage Incoming Product
in ES Enable Source
To ES.8: Manage Import/Export
Requirements in ES Enable Source
To ED.8: Manage Import/Export
Requirements in ED Enable Deliver
Sumber: Supply Chain Council (2010: 11)
A set of standard notation is used throughout
the Model. P depicts Plan elements, S depicts
Source elements, M depicts Make elements,
D depicts Deliver elements, and R depicts
Return elements. SR=Source Return and DR
= Deliver Return. An E preceding any of the
others (e.g., EP) indicates that the process
element is an Enable element associated with
the Planning or Execution element (in this
case, EP would be an Enable Plan element).
Every Level 1 Process has Enable Processes
associated with it.
As indicated in the chart showing the
Three Levels of Process Detail, the Model is
hierarchical with three levels. Here is a
sample of the detailed workflow for S1.2.
S1.2 is a notation that indicates a third level
process element. In this case, it is a Source
(S= Level 1 Source) element that is concerned
with sourcing stocked product (S1= Level 2
Source Stocked Product) and is specific to
receiving product (S1.2= Level 3 Source
Stocked Product Receive Product). Though
the other S1 processes are shown here to
Level 2, the Level 3 detail is only included
for S1.2.
38
Pada pemetaan Level 3 ini, sistem rantai pasok perusahaan didefinisikan sebagai
kemampuan perusahaan untuk bersaing pada pasar yang dipilih.
Pada Level 3, proses elemen dibagi kedalam bentuk informasi Input, Output dan
Throughput yang terdiri dari :
•
Definisi proses elemen
•
Informasi output dan input proses elemen
•
Metrik pengukuran kinerja
•
Best Practices
•
Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan Best Practices
•
Sistem dan alat bantu untuk melakukan “fine tuning” pada level strategi
operasi.
2.2.3 Sistem Metrik Kinerja Rantai Pasok
Berdasarkan sistem Metrik Kinerja SCOR versi 10.0 pada pemetaan level 1,
dibagi dalam dua aspek utama sistem metrik, yaitu :
a. Customer facing adalah untuk mengukur atribut kinerja supply chain delivery
reliability, responsiveness dan flexibility terhadap pelanggan dan pemasok.
b. Internal facing adalah untuk mengukur biaya rantai pasok (Supply Chain
Cost) dan efisiensi manajemen asset.
Pada SCOR 10.0, kode-kode pada metrik diperkenalkan. Hal ini untuk
menyederhanakan identifikasi, serta menghilangkan kebingungan dalam menduga
hal yang sama tentang metrik dan terutama sekali menguntungkan untuk
benchmarking berdasarkan pada atribut kinerja metrik. Bentuk dari kode atau nomor
metriknya adalah XX.y.z, dimana XX = atribut kinerja. Nilai – nilai yang mungkin
untuk XX adalah :
a.
RL = Keandalan
b.
R = Kemampuan reaksi
c.
AG = Ketangkasan
d.
CO = Harga
e.
AM = Manajemen Aset
y = tingkat metrik
z = suatu nomor yang unik
39
Tabel dibawah ini menampilkan tabel kartu kinerja SCOR yang terdiri dari atribut
kinerja dan metrik – metrik level 1 SCOR Model versi 10.0 untuk customer facing
dan internal facing.
Tabel 2.4 Tabel Atribut Kinerja SCOR Metrik Level 1
Level 1 Metrics
Performance Attributes
Customer – Facing
Internal - Facing
Reliability Responsiveness Agility
Cost
Assets
√
Perfect Order
Fulfillment
Order Fulfillment Cycle
√
Time
Upside Supply Chain
Flexibility
Upside Supply Chain
Adaptability
Downside Supply Chain
Adaptability
Supply Chain
Management Cost
Cost of Goods Sold
Cash-to-Cash Cycle
Time
Return on Supply Chain
Fixed Assets
Return on Working
Capital
Sumber: Supply Chain Council(2010: 14)
√
√
√
√
√
√
√
√
Definisi dari setiap atribut kinerja dan metrik yang dikelompokkan berdasarkan
atribut kinerja dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
40
Tabel 2.5 Sistem Metrik Kinerja SCOR Model
Atribut Kinerja
Supply Chain
Reliability:
Kinerja rantai pasok
dalam delivery adalah
produk yang tepat,
tempat yang tepat,
pengemasan dan kondisi
produk yang tepat,
jumlah dan dokumentasi
yang tepat.
Supply Chain
Responsiveness:
Kecepatan sistem supply
untuk menyediakan
produk.
Supply Chain
Flexibility:
Kemampuan sistem
supply untuk merespon
permintaan pasar atau
memelihara keunggulan
bersaing.
Supply Chain Cost :
Biaya-biaya yang timbul
berkaitan dengan
operasional sistem
supply.
Metrik Kinerja
Level 1
Perfect Order
Fulfillment
Definisi
Jumlah order yang terkirim “on-time &
in full” sesuai dengan permintaan
pelanggan atau kontrak/komitmen dan
kesesuaian dokumen-dokumen PO,
invoice serta penerimaan (receipt)
dibagi dengan jumlah total order.
Order
Fulfillment
Cycle Time
Jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan
sejak dari order yang diterima sampai
produk diterima di tempat pelanggan.
Upside Supply
Chain
Flexibility
Jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan
sistem supply untuk merespon
peningkatan produksi sebesar 20%
dengan asumsi tidak ada kendala dalam
bahan baku.
Persentase kenaikan jumlah maksimum
terkirim yang dapat dipertahankan dan
dapat dicapai dalam 30 hari.
Pengurangan kuantitas yang dipesan
dalam 30 hari sebelum pengiriman
tanpa persediaan atau biaya tambahan.
Biaya langsung dan tak langsung untuk
proses perencanaan, sourcing, dan
pembuatan produk serta jasa.
Upside Supply
Chain
Adaptability
Downside
Supply Chain
Adaptability
Total Supply
Chain
Management
Cost
Cost of Goods
Sold
Biaya langsung (direct cost) untuk
material dan biaya upah yang
dibutuhkan untuk membuat produk.
41
Supply Chain Asset
Management Cost :
Tingkat efektifitas dari
organisasi dalam
mengelola aset untuk
mendukung kepuasaan
permintaan pelanggan.
Cash-to-cash
Cycle Time
Return on
Supply Chain
Fixed Assets
Return on
Working
Capital
Jumlah hari dibutuhkan untuk menagih
invoice, dari saat modal kerja
digunakan.
Return yang diperoleh dari modal yang
diinvestasikan pada aset tetap dalam
rantai pasok.
Besarnya investasi relatif kepada posisi
modal kerja perusahaan dibandingkan
dengan pendapatan yang diperoleh dari
rantai pasok.
Sumber: Supply Chain Council (2010: 7)
2.3 Beberapa Tools yang digunakan dalam SCOR Model
Terdapat beberapa tools yang digunakan dalam mengaplikasikan SCOR.
Model untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok. Beberapa tools ini tidak disebutkan
dalam penjelasan mengenai SCOR Model pada bagian sebelumnya, namun akan
digunakan pada bab analisis dan pembahasan. Berikut ini merupakan penjelasan
secara singkat dari beberapa tools tersebut.
a. Gap Analysis
Gap analysis digunakan pada saat melakukan analisis level 1, yaitu untuk
menghitung besarnya peningkatan pendapatan (value of improvement atau
opportunity) apabila target yang ditetapkan untuk setiap metrik dapat
tercapai.Besarnya opportunity untuk internal metrics dapat dihitung secara
langsung. Tetapi untuk customer-facing metrics besarnya opportunity
dihitung dengan menggunakan salah satu dari 3 metode berikut Bolstorff
(2003: 78) :
• The Lost Opportunity Measure
Perhitungan dilakukan atas dasar besarnya pendapatan yang tidak
dapat diraih (lost) sebelum order-entry karena barang tidak tersedia.
• The Canceled Order Measure
Perhitungan dilakukan atas dasar besarnya pendapatan yang tidak
dapat diraih (lost) setelah order-entry yang disebabkan oleh
pembatalan pesanan karena kinerja pengiriman yang kurang baik.
• The Market Share Measure
42
Metode ini menghitung perkiraan peningkatan pendapatan sebagai
dampak dari terciptanya competitive advantage berdasarkan kategori
customer-facing metrics.
b. Fishbone Analysis
Pada proses analisis level 3, SCOR Model menggunakan tool tambahan, yaitu
fishbone analysis. Dalam Bolstorff (2003: 120) dijelaskan bahwa fishbone
analysis digunakan untuk menelusuri penyebab utama pada salah satu proses
(plan, source, make, deliver, return) dengan kinerja paling rendah
berdasarkan hasil evaluasi level 2.Fishbone analysis atau diagram sebab
akibat digambarkan dalam bentuk diagram tulang ikan seperti terlihat berikut
ini.
Gambar 2.7 Fishbone Diagram
Cause 1
Cause A
The problem
statement,
example, and
metrics
impacted go
here
Cause A1
Sumber : Peter Bolstorff (2003: 123)
43
2.4 Kerangka Pemikiran
PT. MAHKOTADEWA
INDONESIA
Kinerja Supply Chain
Management
Pengukuran kinerja rantai pasok
menggunakan SCOR Model versi 10.0
Level 1
- Proses SCOR
- Pengukuran Metrik
Level 2
- Planning
- Excecution
- Enable
Kinerja PT. Mahkotadewa
Indonesia terukur
Solusi atas masalah setelah diketahui
pengukuran beserta saran dari kegiatan
pengukuran kinerja dan analisis terhadap
manajemen rantai pasok.
Level 3
- Input
- Process Element
- Output
44
Sumber : Penulis (2013)
Download