diklat pertanian dan widyaiswara

advertisement
DIKLAT PERTANIAN DAN WIDYAISWARA
PRASARAN UNTUK BALAI PELATIHAN PERTANIAN
oleh
Ir. Lindung, MP
Widyaiswara di Balai Pelatihan Pertanian Jambi
Ada beberapa butir catatan menarik dari notulensi rumusan hasil Pertemuan
Nasional Widyaiswara Pertanian Tahun 2013.
Pertama, isu strategis yang berkembang saat ini terkait dengan penyelenggaraan
diklat yaitu: 1) pelatihan yang ada di Pusat Pelatihan Pertanian tidak efektif/’tidak
nendang’, 2) ruh pelatihan tidak ada, dan 3) variasi metode pembelajaran yang
kurang.
Kedua, bahwa kualitas penyelenggaraan diklat akan tergantung kepada
widyaiswara, dimana widyaiswara mempengaruhi kualitas penyelenggaraan diklat
melalui: 1) penyusunan program diklat dan kegiatan lainnya, 2) penyusunan
kurikulum, modul, dan bahan ajar, 3) fasilitasi proses berlatih, 4) konsultasi dan
bimbingan purnawidya (alumni) diklat, dan 5) rancangan fasilitas diklat dan
identifikasi kebutuhan fasilitas
Ketiga, Apabila suatu UPT Diklat menunjukkan prestasi yang tinggi maka apresiasi
itu sudah pantas diberikan kepada widyaiswara, sebaliknya jika UPT tersebut kurang
berprestasi maka kita harus bertanya ada apa yang terjadi pada widyaiswara.
Dari ketiga butir dari butir-butir rumusan hasil pertemuan nasional tersebut,
analisis yang muncul bisa beragam, bisa tendensius. Widyaiswara sebagai sebagai
penentu prestasi UPT Diklat Pertanian adalah statemen yag tendensius, karena
widyaiswara hanya satu komponen dalam sistem yang ramai, dan widyaiswara
hanya mempunyai fungsi eksekutor dalam proses pembelajaran saat dia
menyampaikan materi, hanya itu. Fungsi eksekutor lain, widyaiswara tidak punya,
padahal suatu kegiatan diklat memerlukan sejumlah eksekutor penentu, seperti
peralatan, bahan, ruang berlatih, penataan keuangan, dan masih banyak lagi,
dimana fungsi ini dimiliki oleh pejabat struktual, terutama top manajemen.
Pertanyaan yang muncul, mengapa hanya widyaiswara menjadi fokus untuk sebuah
tanggung jawab dan status berhasil atau tidaknya sebuah diklat? Pernyataan yang
cukup tendensius.
Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat
fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang
untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada
1
lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah. Batasan widyaiswara sudah
jelas hanya sebatas untuk mendidik, mengajar, dan melatih. Bila saat melatih,
ternyata bahan, alat, waktu, sarana tidak mendukung, sehingga kegiatan berlatih
tersebut tidak ada ruh, tidak nendang, tidak ada variasi metode, pantaskah
widyaiswara yang paling bertanggung jawab? Pertanyaan ini harusnya dijawab
dengan argumentasi hasil evaluasi lapangan, bukan analisis on paper saja, baru lah
bisa muncul pernyataan widyaiswara paling bertanggung jawab atas status
berhasilnya sebuah diklat.
Adalah bijak bila kita mengatakan, lalu mencontohkannya dan melakukannya selalu
pada rel yang sama sehingga kita adalah insan yang konsisten, yang memiliki
persamaan tell = show = do.
Sebagai insan UPT diklat pertanian, sepantasnya untuk status berhasil tidaknya
diklat pertanian menjadi tanggung jawab seluruh insan balai pelatihan pertanian
dengan komandannya adalah kepala balai sebagai penanggung jawab utama.
Sebagai insan diklat pertanian, hal-hal inti yang menjadi rujukan dalam
menyelenggarakan diklat pertanian haruslah dipahami terlebih dahulu, diuraikan
berikut ini.
1. Makna diklat dan arahnya
Pendidikan adalah rekan tidak yang dapat membuat kesedihan, tidak ada
kriminalitas yang dapat menghancurkan, tidak ada musuh yang dapat
mengasingkan, tidak ada kekejaman yang dapat memperbudak. (Joseph Addison.
English 1672 – 1719).
Pendidikan dan Pelatihan yang disingkat diklat itu adalah benih harapan. Jika
seseorang galau akan kompetensi yang dimilikinya untuk menangai sesuatu dalam
pekerjaanya sehari-hari; jika penyuluh dilanda kegalauan atas tugas pokoknya untuk
merubah perilaku petani dan petani galau akan keadaan usahataninya, kunci
jawabannya adalah diklat pertanian.
Haruslah tertanam kuat keyakinan pada pengelola diklat bahwa kunci keberhasilan
diklat bukanlah fasilitas dan formalitas, melainkan tekad, kecintaan pendampingan,
dan kepemimpinan. Di depan memberi contoh, di tengah memberi spirit, di
belakang memberi dukungan. Kesatuannya adalah karakter. Insan berkarakter
adalah insan yang konsisten.
Sistem kediklatan yang berkarakter yang dapat menumbuhkan peserta didik
berkarakter. Lembaga diklat yang hanya mengandalkan daya beli atau tumbuh
dengan berbagai program dan materi pembelajaran asal-asalan akan melahirkan
peserta didik sebagai komoditi; sebagai hasil fungsi dari faktor produksi. Nilainya
tidak lebih dari logam sepuhan, yang hanya bertahan sementara; gemerlapan dari
luar tapi berkarat keropos di dalam.
Diklat sebagai proses manipulatif dan tanpa karakter, dengan menjadikan peserta
didik sebagai sarana eksploitasi serapan anggaran semata, adalah modus
pembudayaan yang paling efektif mencetak mental koruptif. Berapapun angkatan
2
terdidik-terlatih yang dihasilkan tidak akan menjadi kekuatan pembebasan,
malahan jadi sumber pemberat untuk capaian swadaya, swakarsa dan swasembada
yang dicanangkan, karena hanya cuma terdata sebagai SDM yang sudah didiklat.
Karena itu, diklat sebagai benih harapan harus menjadikan karakter sebagai
tumpuan dasar. Apapun yang dimiliki seseorang apakah kepintaran, keterampilan,
keelokan , bahkan kekuasaan, akan menjadi tidak bernilai jika orang itu tidak bisa
dipercaya dan tidak punya keteguhan sebagai ekspresi dari keburukan karakter.
Diklat sebagai wahana pembebasan, pembudayaan dan kepemimpinan harus
menempatkan karakter sebagai tumpuan dasar. harus dihindari pembelajaran yang
terlalu menekankan aspek kognitif dan lahiriah semata. pertama-tama harus
ditekankan pembangunan aspek sikap, aspek kejiwaan. “Bangunlah jiwanya,
bangunlah badannya”.
Bung Karno mengajukan pertanyaan yang ia pinjam darisejarawan Inggris, HG Wells,
“apa yang menentukan besar kecilnya suatu bangsa?” lalu ia menjawab sendiri,
yang menentukan bukanlah seberapa luas wilayahnya dan seberapa banyak
penduduknya, melainkan kekuatan tekad sebagai pancaran karakternya.
2. Penanganan peserta sebagai sasaran diklat
Sasaran kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah peserta didik. Untuk
institusi diklat pertanian, maka yang jadi sasaran utama peserta didiknya adalah
penyuluh pertanian dan petani, dan unsur jabatan lain yang berhubungan dengan
pertanian.
Sudah dapat dipastikan tujuan penyelenggaraan diklat adalah meningkatkan
perilaku peserta terhadap bidang yang didiklatkan. Perilaku memiliki tiga variabel,
yaitu 1) variabel pengetahuan (kognitif), 2) variabel keterampilan (psikomotor), dan
3) variabel sikap (afektif). ketiga variabel ini harus simultan untuk menghasilkan
kompetensi yang mengandung nilai.
Variabel Pengetahuan. Diingatkan kembali bahwa variabel atau aspek
pengetahuan memiliki grade yang harus dipahami oleh pengelola diklat, terutama
para widyaiswara yang memegang sebagai fasilitator, sehingga penetapan tujuan
pembelajaran aspek pengetahuan dapat dievaluasi sesuai indikatornya dengan baik
dan benar. Grade pengetahuan yang dijadikan indikator berdasarkan hirarkinya
meliputi penguasaan pengetahuan (knowledge), penguasaan pengertian
(comprehension), kamampuan menerapkan (application), kemampuan analisis
(analisis), dan kemampuan sintesis (synthesis).
Penghindaran perlu dilakukan agar proses pembelajaran tidak menetapkan aspek
aspek pengetahuan sebagai mengambil porsi terbesar, yang biasanya dimunculkan
dalam pembelajaran klasikal. Aspek pengetahuan merupakan pintu masuk untuk
menuju tingkatan yang lebih lagi.
Variabel keterampilan mempunyai jenjang grade yang sekuen yaitu kecepatan,
kekuatan, ketahanan, kecermatan, ketepatan, ketelitian, kerapihan, keseimbangan,
dan keharmonisan. Penekanan mampu melakukan merupakan titik awal aspek
3
keterampilan, namun perlu diingat keterampilan merupakan proses yang berulang
(dribbling) agar sampai pada indikator keharmonisan. Widyaiswara harus mampu
mendesain pembelajaran agar porsi terbesar adalah kegiatan melakukan terhadap
suatu keterampilan. Aspek keterampilan merupakan isi dari pintu yang sudah
terbuka.
Variabel sikap (attitude) memegang peranan yang menentukan terhadap SDM yang
didiklat. Apapun hebatnya pengetahuan dan keterampian yang sudah dimiliki, akan
menjadi tidak berarti bila sikap yang muncul adalah tidak mau untuk
menerapkannya, bahkan bisa berbahaya jika sikap yang muncul adalah
menyalahgunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Sikap adalah
kunci penentu.
Aspek sikap mengandung tiga dimensi kepentingan, pertama adalah sikap terhadap
materi pembelajaran (subject matter), kedua sikap terhadap aplikasi materi
pembelajaran yang sudah didapat, dan ketiga sikap terhadap aplikasi total dari
diklat yang diikuti (akumulasi materi pembelajaran).
Sikap terhadap materi pembelajaran adalah bagaimana seseorang memperlakukan
sesuatu materi dengan efektif dan efesien. Sikap menggunakan bahan dengan
sesuai keperluan, menggunakan peralatan dengan hati-hati dan merawatnya,
meminimalkan kecelakaan kerja selama berlatih, dan sebagainya yang mengarah
kepada sikap yang peduli terhadap materi pembelajaran. Ini lah yang harus
dibangun widyaiswara dalam proses pembelajaran kepada peserta, tentunya
diidukung dengan peralatan dan bahan yang tersedia.
Sikap akan memberikan “ruh”, nilai terhadap pengetahuan dan keterampilan;
sebuah kompetensi yang bernilai. Sikap terhadap aplikasi materi pembelajaran akan
menentukan alasan mengapa bekerja, menentukan alasan mengelola suatu usaha,
mengapa menangani suatu pekerjaan.
3. Kegiatan Mengelola Diklat
Terminologi dari tujuan diklat adalah kepuasan peserta. Kepuasan peserta
dicapai melalui meningkatkan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan
membentuk, menumbuhkan serta mengembangkan sikap peserta didik, sehingga
membawa konsekuensi peserta adalah klien yang terkepuaskan. Jadi, tugas Balai
Pelatihan Pertanian adalah mampu memberikan nilai dan kepuasan kepada
peserta.
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh peserta merupakan hasil dari
perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai
macam hal yang sudah diperolehnya dari pelatihan/diklat dan yang menjadi
harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh peserta tersebut bila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari
kegiatan diklat kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila
perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi peserta dengan apa yang
diperoleh dari diklat besar.
4
Balai pelatihan pertanian harus bisa menempatkan diri sebagai produsen yang
memproduksi jasa diklat pertanian dan peserta sebagai konsumennya. Produsen
berkewajiban memberi nilai dan memberi rasa puas kepada konsumen terhadap
produknya.
Pola pikir bagaimana menuju peserta latihan puas terhadap layanan balai seperti
tertera pada ilustrasi gambar di bawah.
MANAJEMEN
RUANG
MAKAN
MANAJEMEN
RUANG TIDUR
MANAJEMEN
RUANG KELAS
MANAJEMEN KEPUASAN
PESERTA DIKLAT
Tingkat kepuasan peserta dilat dapat dicapai dengan 3 pendekatan, yaitu
a. Kepuasan peserta di ruang tidur (manajemen ruang tidur)
b. Kepuasan peserta di ruang makan (manajemen ruang makan)
c. Kepuasan peserta di ruang kelas (manajemen ruang kelas)
a.
[b]Manajemen ruang tidur[/b]
Pada dasarnya manajemen ruang tidur adalah bagian dari manajemen asrama,
namun lebih ditekankan pada ruang dimana peserta menggunakannya dengan
hak privasinya.
Manajemen ruang tidur bukan berarti ruang tempat tidur semata. Ruang tidur
adalah tata kelola ruang tidur tempat peserta beristirahat dan beraktivitas
individu dengan segala kelengkapannya. Manajemen ini menekankan
bagaimana peserta betah di ruang tidur dan menjadikannya tempat beristirahat
sekaligus belajar.
Prasyarat ruang tidur yang mengarah peserta menjadi puas adalah:

Penempatan jumlah peserta sesuai rasio: luasan ruang per orang.

Tempat tidur haruslah kokoh, ukuran yang cukup luas, nyaman

Kebersihan tempat tidur terjaga, termasuk kebersihan dan siklus
penggantian sprei dan sarung bantal, kebersihan lantai yang terjaga
kontinyu.
5

Di ruang tidur, peserta bisa
membaca atau menulis atau
mengoperasikan laptop di ruang tidur dengan perlengkapan meja, kursi,
lampu, kabel terminal yang tertata baik.

Jika tidak menggunakan pendingin ruangan, maka sirkulasi udara kamar
tidur harus baik

Terdapat tempat sampah yang bersih, bisa ditempatkan di luar pintu
ruang tidur

Bila disatukan dengan kamar madi, maka ruang tidur tidak terpengaruh
dengan aroma ruang mandi.
– Di ruang mandi tersedia air yang bersih, cukup, kontinyu
– Ada ember, gayung, tempat gantungan handuk, tempat sabun
dan tempat sikat gigi yang tertata baik dan bersih.

Terdapat instrumen saran yang bisa digunakan peserta dan harus
ditindaklanjuti oleh petugas tentang kekurangan yang diperlukan.
b. Manajemen ruang makan
Manajemen ruang makan meliputi pengelolaan tempat peserta sarapan, makan
siang, makan malam, tempat snack; makanan ringan dan minuman kopi teh
dan fresh water dan kuantitas, kualitas, dan variasi makanan dan minuman
yang disediakan untuk peserta. Daya tampung ruang makan yang nyaman dan
kebersihannya akan membuat rasa puas sebalum peserta makan. Penempatan
dan kebersihan meja serta kursi yang digunakan peserta.
Ketepatan Jadwal dan ketersediaan makanan dan minuman akan memberi nilai
tambah menuju kepuasan peserta. Perlu disediakan instumen saran perbaikan
oleh peserta terhadap makanan dan minuman yang disediakan, perlu diingat
tindakan perbaikan segera dan harus dilakukan pengelola diklat.
c.
Manajemen ruang kelas
Hambatan yang sering muncul, dan sering menjadi justifikasi untuk mendesain
materi pembelajaran keterampilan adalah keterbatasan dana. Ini lah yang perlu
disadari para pengelola diklat, bahwa aspek keterampilan yang dikelola
seadanya akan menghasilkan peserta didik yang hanya pandai berbicara tanpa
mampu berbuat, lahirlah purnawidya yang hanya pantas menjadi sebuah data
kuantitas saja sebagai orang yang pernah didiklat. Di lapangan pekerjaan hanya
bisa berbicara teori, mengkritisi, menyalahkan namun tidak bisa berbuat secara
nyata untuk mengatasi permasalahan yang ada. Pandangan demikian
membawa konsekuensi bahwa aspek keterampilan perlu ditangani serius untuk
institusi diklat pertanian, karena pertanian adalah berbuat.
6
Manajemen ruang kelas adalah keseluruhan ruang untuk peserta beraktivitas
dalam proses pembelajaran. Secara fisik ruang kelas meliputi:
– Ruang kelas, tempat pembelajaran klasikal yang menekankan pada
aspek kognitif
– Ruang praktek, tempat pembelajaran yang menekankan aspek
keterampilan, dapat berupa lapangan praktek, laboratorium, unit
pengolahan hasil, alat dan mesin yang digunakan, tanaman/ternak
objek pembelajaran.
Hal-hal lain yang dapat mengganggu tercapainya kepuasan peserta dalam
proses pembelajaran adalah ketersediaan alat dan bahan praktek, alat yang
tidak cukup, tidak sesuai spesifikasi, alat yang ketinggalan jaman, bahan yang
tidak mencukupi, bahan tidak sesuai dengan teori yang sudah disampaikan,
sampai pada objek tanaman/ternak yang tidak tersedia, atau tersedia tetapi
tidak sesuai spesifikasi teori yang diberikan widyaiswara.
Manajemen ruang kelas memberikan kontribusi kepuasan peserta yang
terbesar dalam sebuah diklat.
4. Kesiapan Insan Balai untuk Mengelola Diklat
a. Membangun Karakter insan Balai
Organisasi (baca: Balai Pelatihan Pertanian) yang mampu tumbuh, berkembang
dan bertahan (dalam arti fungsional) harus didukung oleh kuatnya penanaman
tata nilai. Tata nilai ini harus melekat, bisa dimplementasikan, dan dijunjung
tinggi oleh seluruh pegawai, manajemen, hingga pemangku kepentingan.
Tata nilai organisasi adalah sekumpulan nilai yang dipercayai sebagai kekuatan
dalam mengintegrasikan sistem, struktur, proses, dan strategi dalam mencapai
tujuan. Tata nilai dapat berupa alat atau tujuan yang secara individu, kelompok,
atau secara keseluruhan dijadikan pegangan bersama. Nilai-nilai yang merupakan
kepercayaan yang ditetapkan dalam seluruh tatanan kehidupan, menembus
batas obyek, manusia, dan situasi.
Soekarno, Presiden RI pertama dibisiki oleh rektornya di Technische Hogeschool
saat menerima ijazah dalam acara wisuda, yang dikatakan adalah “Soekarno,
ijazah ini suatu saat dapat robek dan hancur, dia tidak abadi. ingatlah yang abadi
adalah karakter dari seseorang”.
When wealth is lost, nothing is lost; when health lost, something is lost; when
character lost, everything is lost.
Karakter
akan menentukan eksistensi dan kemajuan seseorang, akan
menentukan juga eksistensi dan kemajuan sekelompok orang, bahkan sebuah
bangsa. karena pengalaman bersama maka karakter individu karena pengalaman
bersama, akan membentuk karakter kelompok dan karakter bangsa. Sejalan
7
dengan pengertian bangsa oleh Otto Bauer menyakatan, bangsa adalah satu
persamaan, satu persatuan karakter, watak, dimana persatuan karakter atau
watak ini lahir, tumbuh karena persatuan pengalaman.
Para pengkaji budaya periode tahun 1940-an dan 1950-an memunculkan
prasyarat nilai dan etos yang diperlukan bagi kemajuan suatu negara yang
terpuruk akibat Perang Dunia II. Nilai dan etos akan memunculkan karakter.
Namun, seiring perjalanan waktu, hampir semua negara menganut paham
developmentisme, menekankan pada kemajuan material, berhitung kemajuan
hanya dengan mengutak atik faktor-faktor produksi. Akhirnya nilai-nilai luhur,
etos kerja dan karakter terpinggirkan dalam variabel pembangunan, melahirkan
orang berakses yang miskin nilai.
Konsekuensinya adalah bahwa seluruh insan balai pelatihan pertanian (seluruh
pegawai balai) harus memiliki karakter yang jelas yang mengarah kepada
karakter Bangsa Indonesia. Pegawai balai yang tidak memiliki karakter akan
menumbangkan bangunan balai dengan segala tugas pokok dan fungsinya,
menjadikan balai hanya sebuah bangunan fisik tanpa memiliki ruh kediklatan,
ruh pembelajaran.
Upaya membangun karakter harus didapat oleh seluruh insan balai pelatihan
pertanian melalui berbagai kegiatan, yang harus diakomodasi oleh pimpinan
balai.
Terminologi pertama bagi pengelola diklat adalah memiliki karakter.
b. Membulatkan Persepsi terhadap Visi dan Misi Balai
Balai Pelatihan Pertanian adalah institusi yang memberika produk berupa jasa
kepada konsumennya, yaitu jasa pelatihan kepada para peserta pelatihan. Harus
disadari, institusi yang memberikan pelayanan jasa haruslah mempunyai banyak
pos-pos costumer service untuk mendengarkan keluhan pelanggan dalam hal ini
peserta pelatihan, maka pegawai balai harus memiliki kemampuan mendengar
yang baik.
Pegawai yang masih aktif memiliki memori sempurna, belum pikun, yang
notabene memiliki kemampuan mendengar yang baik. Kenyataannya kita sering
tidak menyadari, bahwa dengan kemampuan mendengar yang sempurna
sekalipun, kita kerap tidak menyerap informasi secara keseluruhan. Berkaitan
dengan visi dan misi balai, maka kemampuan mendengar visi dan misi haruslah
utuh, tidak parsial, sehingga saat mengimplementasikan dalam pekerjaan seharihari tidak bias. Manajemen perlu membuat seluruh pegawai mendengar aktif
terhadap visi dan misi balai.
Tujuan mendengar aktif terpusat pada siapa yang Anda dengarkan, meskipun di
dalam kelompok atau perorangan, dengan tujuan untuk mengerti apa yang ia
katakan. Sebagai pendengar, Anda kemudian harus mungkin mengulang kembali
dengan kata-kata Anda sendiri apa yang mereka katakan tentang kepuasan
8
mereka. Ini tidak berarti Anda setuju, tetapi cenderung pada, mengerti apa yang
mereka katakan.
Seluruh pegawai tidak hanya pernah membaca tetapi juga harus mampu
“mendengarkan” apa itu visi dan misi balai. persamaan persepsi terhaap visi dan
misi balai akan membuat kesatuan derap langkah pengelola diklat akan sama,
sama dalam pemahaman, sama dalam implemetasi, sama dalam evaluasi.
Visi dan misi menunjukan gambaran kemana suatu organisasi akan diarahkan
dan hasil apa yang ingin dicapai.
Visi adalah what be believe we can be. Visi merupakan gambaran masa depan
mau jadi apa lembaga kita. Menentukan visi berarti menentukan tujuan dan citacita yang ingin dicapai.
Misi adalah what be believe we can do. Misi adalah apa yang bisa dilakukan
untuk mencapai gambaran masa depan (visi).
Misi merupakan langkah-langkah dan strategi apa untuk mencapai visi.
Kadangkala misi perlu dirubah sedemikian rupa apabila visi belum tercapai. Jadi
bukan visinya yang dirubah hanya cara-caranya mencapai tujuan yang dirubah.
Apabila visi berubah-ubah maka akan terkesan tidak konsisten gambaran masa
depan tentang organisasi tersebut.
Visi dan misi harus mampu dipahami benar oleh setiap pegawai balai, termasuk
di jajaran paling bawah, tanpa memandang status pegawai negeri atau masih
honor. Perlu kegiatan khusus untuk membedah visi dan misi balai yang diikuti
unsur pimpinan sampai pegawai terendah, dan hasil pertemuan dijadikan
komitmen bersama untuk diimplementasikan dengan standar terukur.
Terciptanya kesamaan cara pandang dan cara kerja seluruh pegawai terhadap
visi dan misi akan meningkatkan juga motivasi atau dorongan kerja pegawai,
akan muncul dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk maju dan
berkembang; dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang secara efektif;
dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi; dan dorongan untuk
mempengaruhi orang-orang dan situasi.
Pendengar yang baik mencoba mengerti melalui apa yang dikatakan orang lain.
Pada akhirnya ia boleh secara tajam tidak setuju, tetapi sebelum dia tidak setuju,
ia ingin mengetahui apa sebenarnya yang dimaksudkan (Kenneth A. Wells,
American).
Visi dan misi balai harus mampu dikomunikasikan secara sederhana dan fokus
pada sasaran yang ingin dicapai agar dapat diserap dan dijadikan persepsi yang
bulat dan utuh oleh seluruh pegawai balai.
Beberapa
pernyataan yang harus mampu diresapi oleh pegawai yang
mendengar aktif dari penyampaian visi dan misi, antara lain:

Apa yang anda pikirkan tentang visi dan misi?
9


Apakah ini baru atau anda mempunyai banyak pengalaman tentang itu?
Apakah sulit dimengerti atau sederhana?
Apakah penting untuk anda atau hanya suatu lelucon?
Apakah pembicara berpengalaman atau gelisah? (Kematangan pembicara
yang menyampaikan visi dan misi akan memberi dampak kepada pegawai
sebagai pendengar)
Apa isyarat yang digunakan pembicara?
Apa kerangka pikirannya?
Bagaimana minat, ancaman, kecerdasan, dan seterusnya, dan
seterusnya?
Apakah pesan diilustrasikan
secara visual atau dengan contoh?
Apakah teknologi digunakan secara efektif (berdaya guna)?
Apakah konsep-konsep dikenalkan secara bertahap, atau dengan contoh?
Apakah ruang cukup mendukung untuk mendengar?
atau untuk berinteraksi atau bertukar pikiran dengan pembicara?
Apakah ada gangguan yang dapat dihindarkan?
Pegawai adalah pusat, pendengar, oleh karena itu pegawai yang mendengarkan
penyampaian visi dan misi harus mempersiapkan diri dengan sikap yang positif.

Konsentrasikan perhatian anda pada subyek.
Berhenti dengan kegiatan yang tidak ada hubungannya sebelum
berorientasi dengan diri anda pada pembicara atau topik (pokok
persoalan yaitu visi dan misi).

Pertimbangkan secara mental apa yang anda sudah ketahui tentang visi
dan misi balai.
Aturlah berdasarkan pengalaman terdahulu dalam kaitan dengan
pengembangan selanjutnya.

Menghindarkan Gangguan
Tempatkan diri Anda secara tepat
Menghindarkan gangguan dari luar.

dekat
dengan
pembicara.
Mengakui keadaan suatu emosi
Menangguhkan emosi sampai nanti, atau berpartisipasi secara pasif
kecuali kalau anda dapat mengendalikan emosi.

Kesampingkan prasangka anda, pendapat Anda.
Anda sekarang belajar apa yang dikatakan pembicara , tidak cara lain di
sekitar.

Mendengar secara aktif
10

Menjadi arah lain; berkonsentrasi pada komunikasi dengan orang
Ikuti dan pahami pembicara sebagaimana kalau Anda berjalan
dengan sepatu mereka.

Dengar dengan telinga anda tetapi juga dengan mata dan pengertian
lain.

Hati-hati: menjawab secara lisan bagian-bagian di dalam
pembicaraan.
Biarkan argumentasi atau presentasi berlangsung sesuai dengan
durasi penyampaian.
Jangan Anda menyatakan setuju atau tidak, tetapi mendorong
melatih pikiran.

Melibatkan:
Secara aktif menanggapi mengarahkan pertanyaan
Gunakan posisi tubuh anda (misalnya, bersandar ke depan) dan
perhatian pada dorongan dan tanda yang menarik dari pembicara.
Menjadikan pembahasan visi dan misi balai haruslah serius, baik itu jajaran
penampai, maupun pegawai sebagai pendengar. Keseriusan pertemuan dalam
rangka membahas visi dan misi akan mampu membuat semua persepsi pegawai
balai sama, bulat, dan utuh.
“Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself”
(Leo Tolstoy).
"If you take of your employees, so your employees will take care of your
business" (Jika Anda peduli dengan karyawan Anda, maka karyawan Anda akan
peduli dengan target-target Anda )
Terminologi kedua bagi pengelola diklat adalah memiliki kesamaan visi dan misi.
c. Makna Bekerja di Balai Pelatihan Pertanian adalah Melayani
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia.
Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja
yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah
ini sering dianggap sinonim dengan profesi. Pekerjaan yang dijalani seseorang
dalam kurun waktu yang lama disebut sebagai karier.
Kita pegawai balai pelatihan pertanian adalah bagian dari birokrasi yang sampai
saat ini masih dalam perjalanan reformasi. kemampuan menyesuaikan ruh
reformasi akan membuat kita lebih memahami eksistensi kita sebagai pegawai
balai.
Berkenaan dengan tujuan reformasi birokrasi tersebut salah satunya adalah
bagaimana menciptakan aparatur negara “mampu melayani publik”, maka di
sini perlu adanya perubahan mind set dan kultural set aparatur dari penguasa
11
menjadi pelayan. Hal ini secara filosofi sangat beralasan karena birokrasi
sesungguhnya adalah abdi negara dan abdi masyarakat yang harus melayani dan
kondisi ini memang harus dipahami birokrasi. Namun sesungguhnya pemerintah
sejak lama telah mengembangkan “konsep pelayanan prima”, yaitu pelayanan
yang memuaskan pelanggan/masyarakat atau pelayanan terbaik. Pelayanan
prima bukan diminta oleh masyarakat tapi harus diberi oleh birokrasi.
Menyadari hal tersebut tiada pilihan lain bagi seorang birokrasi adalah kembali
mengenal jati dirinya sebagai seorang pelayan dan mengenal karakter dirinya
dalam birokrasi pemerintahan. Oleh sebab itu tiada berlebihan bila dikatakan
bahwa seorang birokrat harus segara memposisikan dirinya bekerja untuk
melayani, bukan untuk dilayani.
Catherine Devrye (1994) menulis tentang perilaku hidup yang mengarah ke
pelayanan prima harus mengandung unsur-unsur (self esteem harga
diri), exceed of expectations (melampaui yang diinginkan), recovery
(pembenahan), vision (pandangan
ke
depan),
improve
(perbaikan),
care (perhatian) dan empowerement (pemberdayaan) (Manajemen Pelayanan
Prima untuk Diklat Adum dan Spama oleh Tim LAN, 1998).
Bila kita cermati konsep yang dikemukakan oleh Catherine Devrye tersebut
berarti seorang birokrat harus memiliki keinginan untuk berbuat yang terbaik
dengan menjaga harga diri, berorientasi kepada kepuasan pelanggan, terus
melakukan perbaikan, antusias, semangat responsif, dan selalu mendahului
kepentingan masyarakatnya. Oleh sebab itu saat yang tepat bila mind set dan
kultural set aparatur yang mengandung kelemahan untuk segera diperbaiki bila
selama ini telah menjadi karakter buruk pada dirinya dan menjadi kanker di
dalam proses pengabdiannya, agar reformasi birokrasi yang berorientasi pada
pelayanan, profesionalisme, integritas, netral, kompeten, berkinerja tinggi dan
juga perbaikan dalam tata laksana pemerintahan yang meliputi sistem, proses,
prosedur kerja jelas, efektif, efisien, dan terukur dapat diwujudkan.
Bekerja di Balai Pelatihan Pertanian tidak selamanya berada di kantor,
terkadang harus ke lapangan yang jaraknya ratusan kilometer, di desa-desa
terpencil dengan sarana yang terbatas. Terkadang muncul pertanyaan, apakah
kita mencari uang sampai sejauh itu? Apa benar saya sedang mencari uang
sampai sejauh itu? Kalau hanya untuk mencari uang, buat apa kita bersusahsusah datang ke pelosok meninggalkan anak dan istri saya berhari-hari di rumah,
padahal kita sudah mempunyai gaji tetap sebagai pegawai.
Pertanyaan-pertanyaan itu dapat membuat perasaan tidak nyaman. Apa benar
kita bekerja untuk mencari uang?
Kita, pegawai bukannya tidak membutuhkan uang, tetapi kalau uang yang kita
cari rasanya tawaran untuk pergi ke pelosok-pelosok ini akan kita tolak.
Medannya seringkali cukup berat, waktu yang tersita juga cukup banyak, belum
lagi harus meredam perasaan rindu karena berada jauh dari istri dan anak-anak.
Tapi kenapa akhirnya kita memilih untuk melakukannya.
12
Perlu tertanam bahwa misi hidup kita yaitu membantu para penyuluh, pelaku
usahatani (petani, peternak, pekebun) dan pelaku usaha, membuat mereka
tercerahkan dan termotivasi, membuat mereka lebih sukses dalam
pekerjaannya. Singkatnya, kita bekerja untuk melayani.
Bekerja untuk melayani masih terdengar asing bahkan aneh di mata sebagian
besar pegawai. Mungkin ada yang berpikir bahwa kalimat ini digunakan untuk
menutupi motivasi yang sesungguhnya yaitu mencari uang. Mungkin ada yang
menyangka bahwa kalimat ini diperlukan agar pekerjaan lebih berkesan elegan.
Bahkan mungkin juga ada yang menuduh kita munafik dengan mengatakan ini.
Memangnya ada orang yang bekerja bukan karena mencari uang? Seorang
peserta pelatihan bahkan pernah mengajukan pertanyaan langsung kepada
saya: “Memangnya Anda mau bekerja kalau tidak dibayar?”
Ini sebuah pertanyaan yang bagus. Apakah saya dibayar oleh klien? Tentu saja
itulah yang terjadi, karena kita dibayar karena ada peserta diklat. Kita dibayar
karena tugas pokok kita melayani peserta sehingga ada alokasi membayar kita
sebagai pegawai, yaitu institusi yang memiliki tanggung jawab atas klien kita
(dalam hal ini pengembangan sumberdaya manusia pertanian). Tapi bukankah
klien saya juga dibayar oleh kliennya lagi? Dan bukankah kliennya klien saya itu
juga dibayar oleh kliennya lagi? Demikian seterusnya. Jadi kalau saya tidak
dibayar justru itu aneh dan menyalahi hukum keadilan.
Dibayar sesungguhnya adalah konsekuensi dari pelayanan yang kita berikan. Ia
bukanlah tujuan bekerja, ia bukanlah sesuatu yang kita cari, tapi sesuatu yang
kita dapatkan. Ia juga bukan satu-satunya yang kita dapatkan karena ada banyak
hal lain yang saya dapatkan dengan bekerja yaitu kepuasan batin, perasaan
bermakna, perasaan bahagia, perasaan menjadi orang penting, kemajuan dalam
intelektualitas dan kompetensi serta mendapatkan persahabatan dan relasi.
Bekerja sesungguhnya memberikan banyak sekali keuntungan kepada kita.
Namun di luar dugaan kebanyakan kita, manfaat terbesar yang kita dapatkan
dari bekerja sesungguhnya bukanlah dari mendapatkan uang. Keuntungan
terbesar dari bekerja justru adalah dari munculnya perasaan berharga,
bermakna, berguna bagi orang lain.
Ketika kita bekerja untuk uang maka kita sedang berorientasi kepada diri sendiri.
Dan semua kegiatan yang berorientasi pada diri sendiri memang dapat
menghasilkan kesenangan dan kenikmatan, tetapi kegiatan tersebut tidak akan
menghasilkan perasaan berguna dan bermakna. Dan ketika kita hanya
mendapatkan kesenangan dan kenikmatan, rasa bosan akan sering melanda diri
kita.
Kesenangan itu hanya bersifat sementara dan tidak langgeng? Hal ini berbeda
dari perasaan bermakna yang akan bertahan lebih lama dari diri kita dan
senantiasa membakar semangat kita secara terus menerus.
Sesungguhnya ini adalah rahasia di balik penciptaan manusia itu sendiri.
Manusia diciptakan Tuhan memang untuk membawa manfaat yang sebesar-
13
besarnya bagi alam semesta ini. Bukankah Tuhan selalu mengatakan bahwa Ia
tidaklah menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia? Ini berarti bahwa segala
sesuatu yang diciptakan Tuhan termasuk manusia adalah untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi alam semesta ini.
Karena itu ketika kita hidup hanya untuk kesenangan diri kita sendiri maka
sesungguhnya kita sedang melawan hukum alam yaitu hukum manfaat. Orang
yang melawan hukum alam tidak akan bahagia dan hidupnya jauh dari kepuasan
yang sejati. Ia memang bisa menikmati kesenangan dan kenikmatan tetapi
karena hidupnya tidak ia abdikan kepada takdirnya maka ia tidak akan pernah
merasa cukup. Sesungguhnya jiwa manusia selalu merasa haus dan lapar untuk
memberikan manfaat kepada orang lain.
Hanya dengan menjadi bermanfaatlah orang bisa menjadi puas dan bahagia.
Orang menjadi puas sesungguhnya karena jiwa mereka sudah menunaikan
amanat yang dititipkan Tuhan kepadanya. Orang menjadi puas karena mereka
sudah hidup sesuai dengan kodratnya sendiri. Inilah yang jarang kita sadari.
Kita sering kali beranggapan bahwa kepuasan dan kenikmatan yang tertinggi
adalah kenikmatan fisik padahal sesungguhnya puncak dari kenikmatan itu
adalah kenikmatan spiritual; kebahagiaan spritual.
Kesadaran seperti ini sesungguhnya adalah penemuan yang paling menarik
sekaligus yang paling indah. Ketika kita melayani orang lain kita sesungguhnya
kita sedang memenuhi kebutuhan kita sendiri, yaitu kebutuhan spiritual. Hanya
ketika melayani orang lainlah kita akan beroleh kenikmatan yang sejati yaitu
kenikmatan spritual. Inilah rahasianya mengapa orang yang melayani orang lain
tidak akan pernah merasa jenuh, bosan dan resah dalam pekerjaannya. Orang
yang melayani adalah orang yang bahagia.
Bahagia mempunyai makna kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan
sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga
merasa tenang serta damai.
Kebahagiaan merupakan sebongkahan perasaan yang dapat dirasakan berupa
perasaan senang, tentram, dan memiliki kedamaian.
Furnham (2008) juga menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan bagian dari
kesejahteraan, contentment, to do your life satisfaction or equally the absence
of psychology distress. Ditambahkan pula bahwa konsep kebahagiaan adalah
merupakan sinonim dari kepuasan hidup atau satisfaction with life (Veenhoven,
2000). Diener (2007) juga menyatakan bahwa satisfaction with life merupakan
bentuk nyata dari happiness atau kebahagiaan dimana kebahagiaan tersebut
merupakan sesuatu yang lebih dari suatu pencapaian tujuan dikarenakan pada
kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan dengan kesehatan yang lebih
baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang lebih baik.
Sumner (dalam Veenhoven, 2006) menggambarkan kebahagiaan sebagai
“memiliki sejenis sikap positif terhadap kehidupan, dimana sepenuhnya
merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek
14
kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan,
yang diukur baik melalui standard atau harapan, dari segi afektif kebahagiaan
terdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai suatu rasa kesejahteraan
(sense of well being), menemukan kekayaan hidup atau menguntungkan atau
perasaan puas atau dipenuhi oleh hal-hal tersebut.”
Diener (1985) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai
makna yang sama dengan subjective wellbeing dimana subjective wellbeing
terbagi atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah
komponen afektif dan komponen kognitif.
Dengan demikian, dapat disimpulkan pengertian kebahagiaan adalah perasaan
positif yang berasal dari kualitas keseluruhan hidup manusia yang ditandai
dengan adanya kesenangan yang dirasakan oleh seorang individu ketika
melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak adanya
perasaan menderita
Sekarang cobalah kita ingat-ingat. Pernahkah kita merasa bosan dalam
pekerjaan Anda? Bila kita menjawab ‘Ya’ untuk pertanyaan tadi, cobalah kita
telusuri perasaan kita yang terdalam. Bahwa ketika rasa bosan muncul, kita
sedang berpikir untuk diri kita sendiri. Kita sedang berpikir mengenai
kenikmatan dan keuntungan kita sendiri. Itulah yang membuat kita merasa
jenuh dan bosan.
Lain kali kalau perasan bosan itu muncul, cobalah kita merenung dalam-dalam
bahwa sesungguhnya kita berada di dunia ini untuk memberikan manfaat
kepada orang lain. Renungkan dan resapilah dalam-dalam. Kita akan merasakan
hal yang ajaib.
Seketika itu juga rasa malas, jenuh dan bosan akan pergi jauh-jauh dari diri kita.
Kita sedang mengalahkan kejenuhan fisik kita dengan kekuatan spiritual, dan
kita akan benar-benar merasakan bahwa kekuatan spiritual itu jauh lebih
ampuh, jauh lebih tinggi daripada apapun juga di dunia ini. Hal ini semakin
mengukuhkan kenyataan bahwa manusia sesungguhnya bukanlah makhluk fisik
melainkan makhluk spiritual.
Keyakinan bahwa sukses menjadi penyebab kebahagiaan (happiness) salah.
Penelitian terkini dalam Psikologi Positif membuktikan yang benar adalah
sebaliknya, kebahagiaanlah yang menyebabkan kesuksesan (Shawn Achor; The
Happiness Advantage, 2010).
Penyebab utama ketidakterlibatan pegawai ini adalah karena mereka tidak
bahagia di tempat kerja. Mereka melihat pekerjaan sebagai setumpuk tugas dan
kewajiban, bukannya sebagai sesuatu yang mencerahkan, apalagi
membahagiakan. Mereka sama sekali tidak menikmati pekerjaan mereka saat
ini.
Maka, pekerjaan rumah bagi manajemen balai pelatihan pertanian
sesungguhnya adalah bagaimana menciptakan kebahagiaan di tempat kerja. Ini
bukannya tanpa masalah karena selama ini sudah tercipta berbagai persepsi
15
yang salah mengenai kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan lebih sering dilihat
sebagai urusan pribadi, bukan urusan organisasi. Kedua, kebahagiaan dilihat
sebagai sebuah konsekuensi dari kesuksesan dan bukan sebagai faktor
terpenting untuk mencapai kesuksesan. Ketiga, masih banyak orang yang
beranggapan bahwa kebahagiaan hanyalah sesuatu yang akan terjadi dengan
sendirinya, dan bukan merupakan sebuah ilmu (science).
Apapun yang dikerjakan dengan sepenuh hati, keseriusan, fokus dan totalitas
akan menghasilkan kualitas prima. Kesuksesan selalu diraih oleh mereka yang
bekerja dengan segenap hatinya.
Terminologi ketiga pengelola diklat adalah bekerja itu melayani.
REFERENSI
- Anonim, 1998. Manajemen Pelayanan Prima untuk Diklat Adum dan Spama oleh
Tim LAN
- Arvan Pradianysah, 2011. Melayani sebagai kebutuhan tersembunyi. Artikel
Bisnis Indonesia (www.bisnis.com). http://swa.co.id/column/kebahagiaantren-terkini-dalam-hr
- Flippo B. Edwin, (1995), Manajemen Personalia Edisi ke enam jilid I, Penerbit
Erlangga Jakarta
-
http://zoeldhan-informatika.blogspot.com/2011/11/pengertian-kepuasan-kerja-faktorfaktor.html
- http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00009-PL%202.pdf
- Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi : Bumi
Aksara
- Keith, Davis, Jhon W. Newstrom, 1995. Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Ketujuh,
Erlangga, Jakarta.
- Robbins, Stephans. 1994. Organization Theory, Structure, Design and Application,
Alih Bahasa Yusuf Udara, Arean, Jakarta.
- Robbins, Stephans. 1996, Organization Bahaviour, Seventh Edition, A Simon &
Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Jambi, 27 Agustus 2013
Lindung
16
Download