JURNAL RISET PENDIDIKAN Jurnal Ilmiah Kajian dan Inovasi Pendidikan LPPM STKIP Al Hikmah Volume 2 Nomor 2, November 2016 DAFTAR ISI Keefektifan Pembelajaran Berorientasi Berpikir Probabilistik Pada Materi Probabilitas Kelas IX SMP Dwi Ivayana Sari Didik Hermanto 77 – 87 Penggunaan Media Tirai Kata dalam Pembelajaran Tematik Bahasa Inggris di Tingkat Sekolah Dasar Silvy Dwi Yulianti 88 – 96 Strategi Siswa Sma Berjenis Kelamin Laki-Laki dalam Menyelesaikan Soal Enumerasi Isomorfik Nurul Aini Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Pola Bilangan Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa Aditya Juliant Kurnia Noviartati Perbandingan Kemampuan Proses Pemecahan Masalah Matematis Antara Implementasi Strategi Konflik Kognitif Dengan Model Pembelajaran Discovery Learning Dian Hadiansyah Rostina Sundayana Sukanto Sukandar Madio Profil Proses Kognitif Siswa dalam Investigasi Matematik ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa Tamim Zainudin Moch. Lutfianto Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ditinjau melalui Model Pembelajaran SAVI dan Konvensional Shovia Ulvah Ekasatya Aldila Afriansyah 97 – 110 111 – 118 119 – 128 129 – 141 142 – 153 p-ISSN: 2460-1470 e-ISSN: 2460-111X JURNAL RISET PENDIDIKAN Jurnal Ilmiah Kajian dan Inovasi Pendidikan PEMIMPIN REDAKSI Anisa Fatwa Sari, S.Pd.,M.Sc. MITRA BESTARI Prof. Dr. Siti M. Amin, Universitas Negeri Surabaya Slamet Setiawan, Ph.D, Universitas Negeri Surabaya PENYUNTING PELAKSANA Moch. Lutfianto, M.Pd. Haris Dibdyaningsih, M.Pd. Agustin Ernawati, M.Pd. Faishol Hadi, M.Pd DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK Pandu Prasodjo, M.Pd. Diterbitkan oleh LPPM STKIP Al Hikmah sebagai terbitan berkala yang mempublikasikan artikel ilmiah baik hasil penelitian empirik maupun pemikiran teoritis. Redaksi menerima artikel ilmiah terutama hasil penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan. Redaksi berhak melakukan proses penyuntingan naskah artikel selama tidak mengubah tujuan isinya. Alamat Redaksi: Kampus STKIP Al Hikmah Gedung Barat Lantai 3 – 4 STKIP Al Hikmah, Komplek SMP-SMA Al Hikmah Jl. Kebonsari Elveka V Surabaya 60233 Telp. (031) 8295825, Fax. (031) 8295817 E-mail: [email protected] Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Keefektifan Pembelajaran Berorientasi Berpikir Probabilistik Pada Materi Probabilitas Kelas IX SMP Dwi Ivayana Sari Didik Hermanto STKIP PGRI Bangkalan e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran yang berorientasi berpikir probabilistik pada materi probabilitas kelas IX SMP. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX A MTs Negeri Model Bangkalan. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif untuk melihat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa dan ketuntasan hasil belajar secara klasikal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang berorientasi berpikir probabilistik efektif untuk mengajarkan materi probabilitas. Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa hal, yaitu (1) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran efektif, (2) aktivitas siswa efektif, dan (3) ketuntasan hasil belajar secara klasikal tercapai. Kata Kunci: Keefektifan Pembelajaran, Berpikir Probabilistik, Probabilitas Abstract This study was an experimental study with descriptive quantitative approach. This aimed was to describe the effectiveness of teaching learning oriented probabilistic thinking of probability at grade IX junior high school students. The subjects were students of IX-A grade at MTs Model Bangkalan. Results of this study were analyzed descriptively to see teachers’ ability in managing class, students’ activities and completeness clasically of teaching learning outcomes. The results of this study indicate that teaching learning oriented probabilistic thinking effective to teach probability material. This conclusion is based on several things, namely (1) teachers’ ability in managing class was effective, (2) students’ activities were effective, and (3) completeness clasically of teaching learning outcomes was reached. Keywords: effectiveness of teaching learning, probabilistic thinking, probability Pendahuluan Probabilitas merupaka salah satu materi matematika yang berkaitan dengan situasi yang tidak pasti. Dalam menyelesaikan masalah probabilitas siswa dituntut untuk mampu berpikir probabilistik. Hal ini dikarenakan menurut Jones (1999) berpikir probabilistik merupakan berpikir anak yang berkenaan dengan situasi probabilitas atau situasi yang melibatkan ketidakpastian. Sedangkan situsi probabilitas atau situasi yang melibatkan ketidakpastian merupakan suatu kegiatan atau percobaan acak dimana terdapat beberapa hasil yang mungkin; yaitu, hasil yang sebenarnya sebelumnya tidak dapat ditentukan secara tepat. 77 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Di samping itu, di era globalisasi, seseorang tidak hanya dituntut untuk mampu berpikir deterministik saja namun seseorang harus mampu berpikir probabilistik. Banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut seseorang untuk berpikir probabilistik. Mulai dari contoh yang sederhana misalnya apakah hari ini akan panas?, sampai pada contoh yang paling komplit misalnya apakah seorang pasien akan sembuh dari penyakitnya setelah dilakukan terapi berulang kali. Berdasarkan pentingnya berpikir probabilistik dalam kehidupan manusia, maka perlu untuk mengembangkan berpikir probabilistik siswa sejak dini. Salah satunya adalah melalui pendidikan, khususnya pembelajaran matematika. Berdasarkan kurikulum di Indonesia, probabilitas pertama kali dikenalkan saat siswa duduk di bangku SMP. Dengan demikian, perlu adanya pembelajaran yang mampu mengembangkan berpikir probabilisitk siswa dalam mengajarkan materi probabilitas. Hal ini disebabkan menurut Mooney (2014) terdapat 4 tingkatan berpikir probabilsitik siswa yaitu pemikiran probabilistik prestruktural, pemikiran probabilistik unistructural, pemikiran probabilistik multistructural dan pemikiran probabilistik relasional. Pemikiran probabilistik prestruktural merupakan pemikiran siswa relevan, tidak matematis, atau pribadi; pemikiran probabilistik unistructural merupakan pemikiran siswa kuantitatif dan non-proporsional; pemikiran probabilistik multistructural merupakan pemikiran siswa kuantitatif dan proporsional; dan pemikiran probabilistik relasional merupakan pemikiran siswa yang menunjukkan interkoneksi ide-ide probabilistik. Dengan demikian proses pembelajaran berdasarkan atas tingkatan berpikir probabilistik siswa sangat penting untuk dilakukan terutama mengembangkan berpikir probabilistik siswa. Hal ini dapat terjadi jika dilakukan dengan pembelajaran yang bermakna. Salah satu proses pembelajaran bermakna untuk mengajarkan materi probabilitas dalah melalui suatu eksperimen. Hal ini dikarenakan menurut hasil penelitian Gelman dan Glickman (dalam HodnikCadez, 2011) menyatakan bahwa pentingnya demonstrasi dan pengalaman yang konkret mengenai pengajaran probabilitas dan menetapkan bahwa anakanak memahami lebih baik konsep yang lebih sulit jika mereka berpartisipasi secara aktif dalam demonstrasi yang sama. Begitu pula dengan pendapat Gurbuz (2010) yang menyatakan bahwa “concrete experiments made on probability topic increased students’ achievement and helped learning to take place at conceptual level”. Sehingga proses pembelajaran probabilitas, hendaknya dapat dilakukan dengan eksperimen konkret dan siswa berpartisipasi secara aktif dalam suatu demonstrasi. Jadi, proses pembelajaran probabilitas berbeda dengan proses pembelajaran pada materi matematika yang lain. Jika pembelajaran materi matematika yang lain bisa dikatakan pembelajaran bermakna 78 Jurnal Riset Pendidikan Dwi Ivayana Sari walaupun tanpa menggunakan eksperimen, namun pembelajaran probabilitas belum dapat dikatakan pembelajaran yang bermakna tanpa menggunakan eksperimen. Berdasarkan paparan di atas, maka perlu untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran yang berorientasi pada bepikir probabilsitik siswa pada materi probabilitas. Perangkat pembelajaran yang digunakan merupakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti, yaitu terdiri dari RPP untuk 3 kali pertemuan, LKS, THB dan media pembelajaran. Keefektifan ini didasarkan pada 3 aspek yaitu kemampuan guru mengelola pembelajaran, akticitas siswa dan ketuntasan hasil belajar. Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena adanya perlakuan pembelajaran yang berorientasi berpikir probabilsitik. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif karena analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi guru dalam mengelola pembelajaran, lembar observasi aktivitas siswa dan soal tes hasil belajar. Data dianalisis dengan statistik deskriptif. Berikut ini penjelasan mengenai analisis data penelitian. 1. Analisis Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Kemampuan guru mengelola pembelajaran dikatakan efektif jika skor dari setiap aspek untuk semua RPP yang dinilai minimal 3. Dengan demikian hasil analisis data yang tidak memenuhi salah satu kategori baik atau sangat baik pada penelitian ini akan dijadikan bahan pertimbangan untuk merevisi perangkat pembelajaran yang telah diujicoba. 2. Analisis Data Aktivitas Siswa Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dianalisis dengan menggunakan persentase. Persentase pengamatan aktivitas siswa yaitu: Tabel 1: Kriteria Batas Efektifitas Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Aspek pengamatan aktivitas siswa Memperhatikan penjelasan guru dan bertanya Berkumpul dengan anggota kelompoknya masing-masing Persentase Kesesuaian (P) Interval Waktu Ideal Toleransi 20,83 18,75 – 22,91 8,3 7,47 – 9,13 79 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Persentase Kesesuaian (P) Interval Waktu Ideal Toleransi Aspek pengamatan aktivitas siswa dan menerima LKS Mengamati dan mencermati pertanyaan yang terdapat pada LKS serta media yang telah disediakan Menjawab pertanyaan guru dan bertanya jika terdapat halhal yang tidak dimengerti Melakukan eksperimen dengan menggunakan bola, spinner, dadu atau koin Mendiskusikan hasil dari eksperimen yang telah dilakukan bersama kelompoknya masing-masing Mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan konsep yang terdapat pada LKS Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dan siswa lain memberi tanggapan Beberapa kelompok menerima penghargaan dan kelompok lain memberikan uploase Merangkum dan mencatat apabila ada hal-hal yang dianggap penting Perilaku yang tidak relevan 8,3 7,47 – 9,13 8,3 7,47 – 9,13 12,5 11,25 – 13,75 8,3 7,47 – 9,13 8,3 7,47 – 9,13 12,5 11,25 – 13,75 4,17 3,75 – 4,59 8,3 7,47 – 9,13 4,17 0 – 4,59 Aktivitas siswa dikatakan efektif dalam pembelajaran, jika minimal 10 aspek aktivitas siswa untuk setiap pertemuan berada dalam kriteria batasan efektif dengan batas toleransi 10% dari waktu ideal. Apabila aktivitas siswa tidak memenuhi kriteria keefektifan maka akan dijadikan bahan pertimbangan untuk merevisi perangkat pembelajaran. 3. Analisis Ketuntasan Belajar Secara Klasikal Analisis data hasil belajar mahasiswa bertujuan untuk mendeskripsikan ketuntasan belajar mahasiswa. Data yang dianalisis adalah skor THB. Setiap mahasiswa dikatakan tuntas belajarnya jika hasil belajar yang diperoleh minimal 65% dari skor total. Selanjutnya dikatakan tuntas secara klasikal jika minimal 80% mahasiswa tuntas belajarnya. Pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik dikatakan efektif, jika kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran efektif, aktivitas siswa efektif dan ketuntasan belajar secara klasikal tercapai. Hasil Penelitian ini berlangsung mulai tanggal 23 Juli – 6 Agustus 2016. Berikut hasil analisis data penelitian. 80 Jurnal Riset Pendidikan Dwi Ivayana Sari 1. Data Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Hasil pengamatan terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik dikatakan baik karena hasil pengamatan pada setiap aspek pengamatan yang dilakukan selama 3 kali pertemuan berada pada kategori baik atau sangat baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2: Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Aspek yang diamati Pendahuluan 1. Mengingatkan kembali materi prasyarat/sebelumnya. 2. Memotivasi siswa. 3. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti 1. Menjelaskan pembelajaran yang akan dilaksanakan. 2. Kemampuan menjelaskan materi. 3. Penguasaan materi. 4. Kemampuan membimbing siswa mengerjakan LKS. 5. Kemampuan memimpin diskusi kelas/ menguasai kelas. 6. Kemampuan menghargai berbagai pendapat siswa. 7. Kemampuan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri dan menarik kesimpulan tentang konsep/ prinsip/ definisi/ teorema/ rumus/ prosedur matematika 8. Kemampuan mendorong siswa untuk mau bertanya, mengeluarkan pendapat, atau menjawab pertanyaan. 9. Kemampuan memberikan pujian. Penutup 1. Kemampuan menegaskan hal-hal penting/ kesimpulan berkaitan dengan pembelajaran. 2. Kemampuan memberikan penguatan. 3. Kemampuan menutup pelajaran. Kemampuan Mengelola Waktu Suasana Kelas 1. Antusias siswa 2. Antusias guru RPP-1 RPP-2 RPP-3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2. Data Aktivitas Siswa Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran selama tiga kali pertemuan dinyatakan dalam persentase. Kesimpulan hasil pengamatan untuk setiap pertemuan disajikan pada tabel di bawah ini. 81 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Tabel 3: Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada Pertemuan Ke-1 No Persentase Aktivitas Siswa Kelompok ke Aspek Pengamatan 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 82 Memperhatikan penjelasan guru 19,17 dan bertanya Berkumpul dengan anggota kelompoknya masing-masing 8,33 dan menerima LKS Mengamati dan mencermati pertanyaan yang terdapat pada 8,33 LKS serta media yang telah disediakan Menjawab pertanyaan guru dan bertanya jika terdapat hal-hal 8,33 yang tidak dimengerti Melakukan eksperimen dengan menggunakan bola, spinner, 12,50 dadu atau koin Mendiskusikan hasil dari eksperimen yang telah 8,33 dilakukan bersama kelompoknya masing-masing Mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan konsep yang 8,33 terdapat pada LKS Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerjanya 12,50 di depan kelas dan siswa lain memberi tanggapan Beberapa kelompok menerima penghargaan dan kelompok lain 4,17 memberikan uploase Merangkum dan mencatat apabila ada hal-hal yang 8,33 dianggap penting Perilaku yang tidak relevan 1,67 2 3 4 19,17 19,17 20,83 5 6 Toleransi Keefektifan (%) 20 20,83 18,75 – 22,91 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 7,50 7,47 – 9,13 12,50 13,33 11,67 12,50 12,50 11,25 – 13,75 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 11,46 12,50 11,67 11,67 11,67 11,25 – 13,75 4,17 4,17 4,17 5 8,33 7,5 8,33 8,33 8,33 2,08 0,83 1,67 0,83 5 0 3,75 – 4,59 7,47 – 9,13 0 – 4,59 Jurnal Riset Pendidikan Dwi Ivayana Sari Tabel 4: Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada Pertemuan Ke-2 No Persentase Aktivitas Siswa Kelompok ke 4 Toleransi Keefektifan (%) 8,33 9,38 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 Aspek Pengamatan 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Memperhatikan penjelasan guru dan bertanya Berkumpul dengan anggota kelompoknya masing-masing dan menerima LKS Mengamati dan mencermati pertanyaan yang terdapat pada LKS serta media yang telah disediakan Menjawab pertanyaan guru dan bertanya jika terdapat hal-hal yang tidak dimengerti Melakukan eksperimen dengan menggunakan bola, spinner, dadu atau koin Mendiskusikan hasil dari eksperimen yang telah dilakukan bersama kelompoknya masingmasing Mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan konsep yang terdapat pada LKS Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dan siswa lain memberi tanggapan Beberapa kelompok menerima penghargaan dan kelompok lain memberikan uploase Merangkum dan mencatat apabila ada hal-hal yang dianggap penting Perilaku yang tidak relevan 2 3 5 6 20,8 20,00 19,17 19,17 19,17 19,17 18,75 – 22,91 3 12,50 11,46 12,50 13,33 12,50 12,50 11,25 – 13,75 8,33 8,33 7,50 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 12,50 12,50 12,50 11,67 12,50 12,50 11,25 – 13,75 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 7,5 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 1,67 1,04 2,5 1,67 0 5 0,83 3,75 – 4,59 7,47 – 9,13 0 – 4,59 83 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Tabel 5: Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Pada Pertemuan Ke-3 No Persentase Aktivitas Siswa Kelompok ke Aspek Pengamatan 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Memperhatikan penjelasan guru dan bertanya Berkumpul dengan anggota kelompoknya masing-masing dan menerima LKS Mengamati dan mencermati pertanyaan yang terdapat pada LKS serta media yang telah disediakan Menjawab pertanyaan guru dan bertanya jika terdapat hal-hal yang tidak dimengerti Melakukan eksperimen dengan menggunakan bola, spinner, dadu atau koin Mendiskusikan hasil dari eksperimen yang telah dilakukan bersama kelompoknya masingmasing Mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan konsep yang terdapat pada LKS Beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dan siswa lain memberi tanggapan Beberapa kelompok menerima penghargaan dan kelompok lain memberikan uploase Merangkum dan mencatat apabila ada hal-hal yang dianggap penting Perilaku yang tidak relevan 2 3 4 5 6 Toleransi Keefektifan (%) 20,00 20,83 21,67 21,67 22,5 20,83 18,75 – 22,91 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 9,38 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 7,50 8,33 8,33 7,47 – 9,13 12,50 12,50 12,50 12,50 11,67 12,50 11,25 – 13,75 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 7,47 – 9,13 13,33 11,46 11,67 12,50 12,50 12,50 11,25 – 13,75 4,17 3,13 4,17 4,17 4,17 4,17 3,75 – 4,59 8,33 9,38 8,33 8,33 7,5 8,33 7,47 – 9,13 0 0 – 4,59 1,67 0 0 0 0 Dengan demikian, untuk RPP-1 sampai dengan RPP-3, semua kategori berada dalam toleransi keefektifan. Berdasarkan kriteria aktivitas siswa, maka aktivitas siswa dikatakan aktif. 84 Jurnal Riset Pendidikan Dwi Ivayana Sari 3. Data Hasil Belajar Data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6: Hasil Tes Belajar No Nama Nilai No Nama Nilai 1 Abd. Jalil 55 16 Luluk Atul Jennah 95 2 Ach. Asrory 90 17 Maulidan Nisa 100 3 Alfianto Dian 65 18 Moh. Agung Fitra 80 4 Alvin Qumar Amir 95 19 Moh. Lutfi 70 5 Amalia Shalihin A 95 20 Nadifatul Qutsiyah 100 6 Anik Listiana 90 21 Nuril Shofiyah 80 7 Choirunnas Rojabui Asri 95 22 Octavia Ismy Fariza 75 8 Fania Rahmayani 65 23 Qurrotul Ainiyah 85 9 Fira Silviya 95 24 Siti Zeinab 90 19 Hotijeh 90 25 Tiara Octavia 100 11 Husain 95 26 Ummu Habibah 90 12 Iklil Nasrullah 100 27 Wildan Abdi R 65 13 Khoirul Bariyah 75 28 Zahrina Nur Izzati 80 14 Laidy Maulidina P 60 29 Zahratan Nur T 55 15 Laily Masruroh 90 Skor total maksimum untuk tes hasil belajar yang diberikan kepada siswa adalah 100. Seorang siswa dikategorikan tuntas belajar jika memperoleh skor minimal 65 atau 65% dari skor total. Ketuntasan belajar secara klasikal tercapai jika minimal 80% dari mahasiswa di kelas tersebut tuntas belajar. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa 23 siswa dari 29 siswa tuntas hasil belajar atau 89,7% mahasiswa yang tuntas hasil belajar. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran efektif, aktivitas siswa efektif, dan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal tercapai. Berdasarkan kriteria keefektifan pembelajaran, maka pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik efektif untuk mengajarkan materi probabilitas. . Pembahasan Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menunjukkan bahwa setiap aspek yang diamati dalam mengelola pembelajaran dari tiga kali pertemuan yang diamati oleh satu orang pengamat berada pada kategori baik, dan sangat baik. Faktor yang mempengaruhi 85 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 keberhasilan guru dalam mengelola pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik adalah karena pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik mudah dilakukan oleh guru. Hal ini karena langkah - langkah yang terdapat pada RPP ditulis secara terperinci dan tahap demi tahap. Selain itu, pada tahap eksperimen, guru dapat membimbing dan mengarahkan pemikiran awal siswa menuju ke pemikiran kuantitatif dan proporsional sehingga siswa menemukan suatu konsep mengenai probabilitas. Eksperimen memberikan kesempatan bagi guru untuk membimbing siswa, karena di saat eksperimen siswa berkesempatan untuk bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang tidak dimengertinya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif tentang aktivitas siswa, diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah baik. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik dapat mengaktifkan siswa dalam hal berdiskusi dan bertanya kepada guru mengenai suatu konsep probabilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Gurbuz (2010) yang menyatakan bahwa “concrete experiments helped learning to take place at conceptual level”. Sehingga eksperimen dapat mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik lebih memberikan banyak waktu bagi siswa untuk untuk berdiskusi dalam kelompoknya masing - masing. Dan memberikan kesempatan pada siswa untuk memprediksi kemungkinan yang terjadi melalui aktivitas eksperimen dengan menggunakan media pembelajaran berdasarkan atas pemikiran siswa masing-masing. Kemudian dengan adanya diskusi, maka akan mempersatukan suatu penemuan dan pemahaman baru mengenai probabilitas. Secara keseluruhan aktivitas siswa menunjukkan bahwa pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik berpusat pada siswa, sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diperoleh bahwa bahwa 23 siswa dari 29 siswa tuntas hasil belajar atau 89,7% mahasiswa yang tuntas hasil belajar. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik dapat membantu pemahaman siswa dalam belajar probabilitas. Simpulan Pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik pada materi probabilitas dikatakan efektif . Hal ini dikarenakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran efektif, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran efektif dan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal tercapai. Sehingga pembelajaran berorientasi berpikir probabilistik dapat diterapkan oleh guru untuk mengajarkan materi probabilitas. 86 Jurnal Riset Pendidikan Dwi Ivayana Sari Daftar Pustaka Creswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gurbuz, R, Catlioglu, H, Birgin, O, Erdem, E. 2010. An Investigation of Fifth Grade Students’ Conceptual Development of Probability through Activity Based Instruction: A Quasi- Experimental Study. Kuram ve Uygulamada Eğitim Bilimleri / Educational Sciences: Theory & Practice 10 (2), halaman 1053-1068. HodnikCadez, T., Skrbe, M. 2011.Understanding The Concepts in Probability of PreSchool and Early School Children. Eurasia Journal of Mathematics, Science&Technology Education, Vol. 7, No. 4, halaman 263-279 Jones, G. A, Langrall, C. W, Thornton, C. A, Mogill, A. T., 1999. Students' probabilistic thinking in instruction. Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 30, No.5, (487-.519). Mooney, E.S, Langrall, C.W, and Hertel, J.T. 2014.A Practitional Perspective on Probabilistic Thinking Models and Frameworks.Spinger. DOI 10.1007/978-94007-7155-0_27 87 Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Penggunaan Media Tirai Kata dalam Pembelajaran Tematik Bahasa Inggris di Tingkat Sekolah Dasar Silvy Dwi Yulianti STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: [email protected] Abstrak Tujuan penulisan ini ialah untuk mendeskripsikan implementasi media Tirai Kata dalam pembelajaran Bahasa Inggris siswa kelas III SD Islam Mohammad Hatta Malang. Telaah dilakukan dengan melakukan studi literatur dan studi pendahuluan di SD Islam Mohammad Hatta Malang guna menyesuaikan hasil studi literatur dengan implementasinya dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil telaah literatur menunjukkan bahwa penggunaan media tirai kata dalam proses pembelajaran memberikan dampak positif terhadap hasil belajar. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil analisis studi pendahuluan dimana penggunaan media tirai kata dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris tema pantai siswa kelas III SD Islam Mohammad Hatta Malang. Kata Kunci: Pembelajaran Bahasa Inggris, Media Tirai Kata, dan Hasil Belajar Bahasa Inggris Abstract This research aims to describe the implementation of tirai kata media in English learning for the third year students in Mohammad Hatta Islamic elementary school Malang. The study was conducted by literature studies and preliminary study in Mohammad Hatta Islamic elementary school Malang in order to adjust the results of the study of literature with the circumstances that happened at school. The result of the literature it is tirai kata media in English learning give positive impact to learning result. This is consistent with the result of a preliminary study in which the tirai kata media improving the English learning result beach topic for the third year students in Mohammad Hatta Islamic elementary school Malang. Keywords: English learning, Tirai Kata media, and English learning result Pendahuluan Kesan menyenangkan dalam proses belajar mengajar harus diciptakan oleh guru, hal tersebut dilakukan agar siswa tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar semakin meningkat. Abu-Duhou (1999) memaparkan bahwa inovasi guru dalam pembelajaran memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan mutu pendidikan. Inovasi guru meliputi penggunaan variasi metode dan pendekatan pembelajaran serta penerapan metode student center dalam setiap pelaksanaan pembelajaran, karena hal tersebut dapat memberikan sentuhan kebermaknaan bagi siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan menentukan keberhasilan pembelajaran yang dicapai oleh siswa. Guru dapat melakukan berbagai hal agar siswa dapat berperan langsung dalam proses pembelajaran serta minat belajar siswa semakin meningkat pula, 88 Jurnal Riset Pendidikan Silvy Dwi Yulianti misalnya dengan menggunakan variasi metode pembelajaran atau menggunakan media sebagai alat bantu guru dalam menyampaikan materi. Hal tersebut dilakukan agar perhatian siswa pada saat proses pembelajaran terfokus pada konten materi yang disampaikan oleh guru. Contoh nyata yang telah terlaksana di SD Islam Mohammad Hatta Malang ialah penerapan metode mind mapping dalam pembelajaran Bahasa Inggris pada kelas III–VI, dan metode bernyanyi pada kelas II dan I. Metode tersebut terbukti dapat menarik minat belajar Bahasa Inggris siswa dengan hasil belajar mencapai KKM klasikal. Pembelajaran Bahasa Inggris penting dan dibutuhkan agar siswa dapat melakukan berkomunikasi bahasa asing dengan baik, Nurlina (2011) menyatakan bahwa fungsi Bahasa Inggris ialah sebagai alat komunikasi untuk mengakses informasi sebagai alat untuk membina interpersonal, bertukar informasi dan memiliki estetika bahasa. Diharapkan siswa mampu mengembangakan kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Inggris baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Penguasaan Bahasa Inggris secara optimal, akan menjadikan siswa generasi yang siap berperan aktif dalam persaingan arus globalisasi. Pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SD dilaksanakan sebagai bagian dari sebuah pembelajaran tematik. Muatan bahasa Inggris diintegrasikan ke dalam tema dan topik tertentu yang sedang dipelajari oleh siswa. Penyampaian tema atau topik tertentu kepada siswa tingkat sekolah dasar tidak mudah. Guru dituntut kreatif dalam melakukan visualisasi dan memberikan gambaran nyata situasi dari tema yang diberikan. Hal ini disebabkan siswa tingkat sekolah dasar terutama kelas rendah (I – III) masih berada pada tahap psikologi belajar kongkret. Media pembelajaran memiliki peran penting dalam membantu guru sekolah dasar melaksanakan pembelajan tematik. Namun, tidak semua media atau pun alat peraga sesuai dengan kebutuhan pembelajaran di kelas. Guru berkewajiban memilih dan memilah media yang digunakan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Adapun pembelajaran bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar berorientasi pada penguasaan kosakata dasar. Dengan tema tertentu, siswa diharapkan dapat menguasai kosakata yang berhubungan dengan situasi tersebut. Media Tirai Kata terdiri dari gambar benda atau aktivitas, arti benda atau aktivitas tersebut dalam Bahasa Inggris serta cara melafalkan kosakata bahasa Inggris. Media ini dirancang untuk dapat membantu siswa yang lemah dalam melafalkan kosakata Bahasa Inggris dan memperkuat pemahaman siswa mengenai kosakata bahasa Inggris dengan gambar yang ditampilkan. 89 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Penelitian sebelumnya dengan menggunakan media tirai pembagian pernah dilakukan oleh Nurhayati (2012:84), pembelajaran dengan media tirai pembagian diterapkan pada pembelajaran matematika materi pembagian siswa kelas III SDN Purwodadi 2 Malang. Keberhasilan penerapan media tirai pada pembelajaran matematika mendorong peneliti melakukan upaya peningkatan hasil belajar kosakata Bahasa Inggris dengan media Tirai Kata dalam pembelajaran. Artikel ini akan mendeskripsikan penggunaan media pembelajaran untuk belajar kosakata Bahasa Inggris siswa kelas III tingkat sekolah dasar. Selain itu, akan dikemukakan peningkatkan hasil belajar siswa jika media Tirai Kata. Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris Kosakata Bahasa Inggris adalah salah satu komponen bahasa yang harus dikuasai oleh siswa dalam Bahasa Inggris, melalui penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa mampu memahami makna pemikiran berbahasa Inggris baik secara lisan maupun tulisan. Vocabulary sangat penting pada aspek pembelajaran Bahasa Inggris, karena ketika siswa belajar Bahasa Inggris, aspek yang pertamaharus dikuasai adalah kosakata Bahasa Inggris. Siswa akan merasa kesulitan ketika tidak mampu menguasai cukup kosakata Bahasa Inggris (Agustin, 2010:1). Pendapat Suroso (2009:73) mengenai penguasaan kosakata sangat penting, karena dengan penguasaan kosakata yang baik, akan terbentuk keterampilan berbahasa Inggris yang baik pula. Peranan bahasa Inggris menurut Yanti (2012:1) dapat dibuktikan dengan melihat kenyataan bahwa bahasa Inggris dianjurkan dari Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi, oleh karena itu sebagai bahasa asing, bahasa Inggris perlu untuk dipelajari dan dikuasai. Empat keterampilan bahasa Inggris yang perlu dikuasai adalah membaca, berbicara, menulis dan mendengar, keempat keterampilan tersebut bergantung kepada salah satu komponen bahasa yaitu kosakata yang dibutuhkan dalam menguasai keempat keterampilan. Pembelajaran kosakata Bahasa Inggris pada tingkat Sekolah Dasar memiliki pengaruh yang sangat besar pada jenjang pendidikan selanjutnya, siswa akan mampu memahami Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari dalam kegiatan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran kosakata Bahasa Inggris pada siswa memiliki peran yang sangat penting, karena guru harus tahu bagaimana cara membelajarkan Bahasa Inggris secara tepat, sehingga siswa mampu menerima materi yang disampaikan dengan mudah (Agustin, 2010:1-4). 90 Jurnal Riset Pendidikan Silvy Dwi Yulianti Ketika seseorang memiliki tingkat penguasaan kosakata Bahasa Inggris yang rendah, maka kemampuannya dalam menggunakan Bahasa Inggris juga akan mengalami hambatan. Banyak faktor penyebab kesulitan siswa untuk menguasai kosakata Bahasa Inggris (vocabulary), salah satunya dan yang menjadi penyebab utama adalah kurangnya minat baca oleh siswa. Faktor tersebut paling mendesak, karena berhubungan dengan karakter siswa yang sejak dini tidak dibiasakan untuk membaca (Tungka, 2010:51-52). Media Tirai Kata Media Tirai Kata terdiri dari lima paket tirai kata dengan ukuran 35 sentimeter dan 20 sentimeter, masing-masing tirai terdiri dari kantong kartu gambar, kantong kartu kosakata, dan kantong kartu cara pelafalan. Ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. Peneliti mengunakan media yang terdiri dari kartu gambar, kartu kosakata dan kartu cara pelafalan, masing-masing ukurannya 20 16 sentimeter, 20 10 sentimeter, dan 20 10 sentimeter. Pembelajaran media Tirai Kata menggunakan media gambar disertai keterangan Bahasa Inggris, serta cara pelafalan Bahasa Inggris. Media pembelajaran dalam penelitian ini adalah media gambar berwarna agar menarik minat belajar siswa, kosakata Bahasa Inggris dan cara pelafalan Bahasa Inggris yang telah disebutkan. Media visual sangat penting dalam proses pembelajaran menurut Arsyad (2002:91), karena media gambar dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan siswa terhadap materi. Minat siswa juga dapat ditingkatkan melalui penggunaan media, selain itu media dapat memperjelas hubungan materi pembelajaran dengan dunia nyata di lingkungan sekitar siswa. Kesimpulannya media gambar sangat berpengaruh pada penerimaan materi pembelajaran. Siswa sangat antusias dalam mengikuti proses belajar karena media gambar mempunyai variasi warna yang menarik dan realistis, serta memberikan kesan yang lebih dari penjelasan lisan oleh guru. Media gambar juga berfungsi sebagai penghubung teori pada materi pembelajaran. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan jenis rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian kualitatif dilakukan dengan pengamatan secara terus–menerus dan wawancara secara mendalam dan menggunakan data dokumentasi.Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut Kunandar (2009: 44) adalah penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti untuk merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif 91 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 dan partisipasif untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam suatu siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SD Islam Mohammad Hatta Malang. Berjumlah 20 siswa, 7 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki. Prosedur penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap akhir. Secara rinci masing-masing tahapan dapat dilihat pada penjelasan berikut ini. 1) Tahap Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan meliputi. 2) a. Menentukan lokasi penelitian. b. Menetapkan waktu penelitian. c. Menyiapkan lembar observasi terhadap guru d. Menyiapkan lembar observasi terhadap peserta didik e. Menyiapkan alat dokumentasi f. Menyiapkan lembar wawancara Tahap Pelaksanaan Pembelajaran siklus pertama pertemuan pertama diawali dengan apersepsi bernyanyi lagu ‘to the beach’ selanjutnya guru bertanya mengenai benda yang disebutkan dalam lagu. Penyampaian materi oleh guru dengan menggunakan metode ceramah interaktif. Permainan dengan menggunakan media Tirai Kata dilaksanakan, selama dua puluh menit. Lalu guru memberi tugas kelompok, dan tugas individu diberikan kepada siswa setelah tugas kelompok selesai dikerjakan. Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian kesimpulan oleh siswa dibimbing oleh guru dan pemberian motivasi, lalu mengucapkan hamdalah dan salam. Pembelajaran siklus pertama pertemuan kedua dilaksanakan sama seperti pertemuan pertama, namun pada akhir guru memberikan soal evaluasi individu. Siklus kedua pertemuan pertama dan kedua dilaksanakan sama dengan pembelajaran siklus pertama pertemuan pertama dan kedua, yang berbeda adalah materi pembelajaran. Siklus pertama materinya adalah benda yang ada di pantai, dan siklus kedua materinya adalah aktivitas yang dapat dilakukan di pantai. 3) Tahap Akhir Tahap akhir penelitian adalah dengan melakukan analisis hasil belajar siswa. Hasil analisis diuraikan secara deskriptif, guna memaparkan peningkatan hasil belajar siswa. Peneliti menganalisis data secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang telah terkumpul dari awal penelitian hingga akhir penelitian. Peneliti melakukan telaah sebagai berikut: (1) menelaah data pengamatan yang ditulis dalam catatan lapang, informasi hasil wawancara, foto keadaan sekolah, kegiatan pembelajaran, dan 92 Jurnal Riset Pendidikan Silvy Dwi Yulianti portofolio siswa, (2) reduksi data dengan cara membuat rangkuman penelitian, dari proses penelitian berlangsung, hingga berakhirnya penelitian, (3) analisis data yang telah terkumpul selama siklus berlangsung kemudian dianalisis. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pembelajaran Bahasa Inggris adalah 70. Ketuntasan klasikal yang dicapai siswa kelas III adalah 35%, dan 65% belum mencapai KKM. Bobot penilaian pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan skor pada masing– masing hasil evaluasi siswa dalam penguasaan kosakata Bahasa Inggris Kriteria pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1: Rubrik Penilaian Penulisan Kosakata Bahasa Inggris Aspek yang dinilai Skor Ketelitian Ketepatan Kerapian Komponen Nilai Skor Perolehan 3 2 1 Mampu Cukup mampu Kurang mampu membedakan membedakan membedakan perbedaan perbedaan huruf perbedaan huruf huruf dalam dalam tulisan dalam tulisan tulisan Mampu Cukup mampu Kurang mampu menyerupai menyerupai menyerupai tulisan dalam tulisan dalam tulisan dalam bahasa Inggris bahasa Inggris bahasa Inggris Tulisan jelas Tulisan cukup Tulisan kurang dan kertas jelas dan kertas jelas dan kertas bersih dari cukup bersih tidak bersih dari coretan dari coretan coretan (Sumber: Suyanto, 2010:147) dengan modifikasi Hasil dan Pembahasan Berikut ini dipaparkan hasil refleksi Siklus pertemuan pertama lalu dibandingkan dengan refleksi Siklus kedua pertemuan kedua. Tabel 2: Hasil Refleki Siklus I Pertemuan Pertama Komponen Kegiatan awal Kegiatan inti Kegiatan akhir Kekurangan siklus I pertemaun pertama Apersepsi sudah dilakukan dengan baik, namun materi kurang dieksplorasi Pengamatan guru kurang maksimal kepada semua siswa ketika pembelajaran Guru mengajak siswa menyimpulkan materi, dan Perbaikan siklus II pertemuan kedua Guru akan menyebutkan secara keseluruhan materi benda yang ada di pantai secara menyeluruh Observasi aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran akan lebih menyeluruh kepada 20 siswa Guru akan meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan akhir proses 93 Jurnal Riset Pendidikan Komponen Aktivitas siswa Aktifitas guru dalam mengajar Penggunaan media Tirai Kata Waktu Vol. 2, No. 2, November 2016 Kekurangan siklus I pertemaun pertama memberikan tugas rumah Perbaikan siklus II pertemuan kedua pembelajaran Siswa kurang kondusif dalam mengikuti pelaksanaan pembelajaran Guru kurang mengajak siswa dalam mengeksplorasi materi pembelajaran Penggunaan media Tirai Kata kurang optimal Guru akan lebih berusaha untuk mengkondisikan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar Guru akan mengajak siswa untuk lebih mengeksplorasi materi pembelajaran Penggunaan media Tirai Kata lebih dioptimalkan lagi pada proses pembelajaran Penggunaan waktu tidak Pengoptimalan penggunaan sesuai dengan rencana waktu pembelajaran akan lebih pelaksanaan pembelajaran diperhatikan oleh guru Tabel 2 menjelaskan kegiatan pembelajaran sudah berjalan sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran dengan media Tirai Kata. Tapi perlu dilakukan peningkatan beberapa aspek berikut: (1) eksplorasi materi pembelajaran lebih optimal, (2) penilaian proses dilakukan pada semua siswa, (3) mengajak siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, (4) pengoptimalan penggunaan media Tirai Kata, (5) mengoptimalkan waktu pembelajaran. Data yang diperoleh dari siklus I pertemuan pertama digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran siklus I pertemuan kedua. Tabel 3: Hasil Refleki Siklus II Pertemuan Kedua Komponen Kegiatan awal Kegiatan inti Kegiatan akhir Aktivitas siswa 94 Kekurangan siklus II pertemuan pertama Apersepsi dengan lebih baik dari pertemuan sebelumnya, materi sudah dieksplorasi lebih luas lagi Pengamatan maksimal kepada semua siswa Guru sudah mengajak siswa menyimpulkan materi, dan memberikan tugas rumah Siswa lebih kondusif dalam proses pembelajaran Perbaikan siklus II pertemuan kedua Guru menyebutkan materi aktivitas yang ada di pantai secara menyeluruh, mengoptimalkan eksplorasi materi pembelajaran Guru mempertahankan pengamatan yang dilakukan kepada 20 siswa Guru sudah mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Guru mampu mengkondisikan siswa dalam proses belajar mengajar Jurnal Riset Pendidikan Silvy Dwi Yulianti Guru mengajak siswa Aktifitas guru mengeksplorasi materi dalam pembelajaran sesuai mengajar dengan lingkungan di sekitar siswa Penggunaan media Tirai Penggunaan Kata sangat baik. Perlu media Tirai dipertahankan Kata Waktu Penggunaan waktu pembelajaran lebih baik dari pertemuan sebelumnya Guru mampu mengeksplorasikan materi pembelajaran dengan maksimal Penggunaan media Tirai Kata sudah optimal pada proses pembelajaran siklus II pertemuan kedua Penggunaan waktu pembelajaran diperhatikan lagi, sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran Tabel 3 menjelaskan kegiatan pembelajaran siklus II pertemuan kedua berlangsung dengan sangat baik dibandingkan dengan hasil refleksi pertemuan pertama di Siklus pertama. Pembelajaran sudah sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran dengan media Tirai Kata siswa kelas III SD Islam Mohammad Hatta Malang. Pengelompokan skor akhir siswa kelas III pembelajaran Pantai dengan media Tirai Kata siklus II dilihat pada Tabel 4. Tabel 4: Pengelompokan Skor Akhir Siswa Siklus II No. Interval Kriteria 1 2 3 4 5 6 95 ≤ skor rata–rata ≤ 100 85 ≤ skor rata–rata < 95 75 ≤ skor rata–rata < 85 65 ≤ skor rata–rata < 75 55 ≤ skor rata–rata < 65 Skor rata–rata < 55 Jumlah siswa Istimewa Sangat baik Baik Cukup Kurang Buruk Jumlah Siswa 1 6 6 5 1 0 19 Hasil belajar dengan media Tiria Kata pembelajaran kosakata Bahasa Inggris tema Pantai siklus I diketahui sebanyak 50% mencapai ketuntasan, dapat dikatakan belum mencapai ketuntasan klasikal, yaitu lebih dari 80% dan harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya. Siklus II sebanyak 89% mencapai ketuntasan, sehingga dapat dikatakan sudah mencapai ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu 80% dan penelitian dihentikan. Pelaksanaan kedua siklus penelitian terdapat peningkatan dari siklus I ke siklus II yang dipaparkan dalam Tabel 5. Tabel 5: Perbandingan Skor Siswa Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris siklus I ke Siklus II Tahapan Tindakan Presentase Tuntas Siklus I 50% 95 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Siklus II Jumlah Peningkatan 89% 39% Simpulan dan Saran Pembelajaran kosakata Bahasa Inggris tema pantai siswa kelas III SD Islam Mohammad Hatta Malang dengan menggunakan media tirai kata dapat terlaksana dengan baik. Hasil belajar siswa dapat dikatakan sangat baik, hal tersebut dilihat dari penyelesaian soal latihan oleh siswa melalui diskusi kelompok serta evaluasi individu yang mencapai 89% siswa mendapatkan nilai di atas KKM. Guru dapat menggunakan media tirai kata sebagai salah satu alternatif media bantu dalam proses pembelajaran yang layak dikembangkan untuk peningkatan hasil belajar siswa. Media tirai kata dapat dijadikan bahan inovasi media pembelajaran di sekolah dengan adanya daya dukung dari pengelola pendidikan dasar sebagai faktor penentu keberhasilan dan efektifitas pembelajaran di sekolah. Penelitian mengenai penggunaan media tirai kata dalam pembelajaran kosakata Bahasa Inggris masih perlu ditindaklanjuti dengan penelitian sejenis yang lebih komperhensif. Daftar Pustaka Abu-Duhou, I. 1999. School Based Management. Paris: Unesco-IIEP. Agustin, N.P. 2010. Teaching Vocabulary by Using Dekstop Strategy at Elementary Sschool. Jurnal Stikip Sumatera. 2010 (online), (http://jurnalpgriwestsumatera), diakses 2 April 2014. Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Mawar, R. 2012. Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran E-Learning Berbasis WEB pada Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan. ePrints@UNY. Skripsi diterbitkan (online), (eprints.uny.ac.id), diakses 10 Desember 2016. Musthafa, B. 2010. Teaching English to Young Learner in Indonesia: Essential Requirements. Jurnal Educationist. 2010/2(IV): hal.120 (online), (www.googlecendekia.co.id), diakses 2 April 2014. Nurlina. 2011. Peningkatan Vocabulary dalam Konsep Reading melalui Penerapan Metode Guess Word pada Siswa Kelas XII IPA SMA NEGERI 3 Bireuen. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Bireuen. 96 Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Strategi Siswa Sma Berjenis Kelamin Laki-Laki dalam Menyelesaikan Soal Enumerasi Isomorfik Nurul Aini Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Jombang e-mail: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini mendiskripsikan strategi siswa SMA berjenis kelamin laki-laki dalam menyelesaikan soal enumerasi isomorfik. Subjek penelitian adalah siswa SMA kelas XI (sebelas). Satu subjek berkemampuan tinggi kombinatorik dengan kreteria mampu berkomunikasi. Instrumen utama adalah peneliti dan instrumen pendukung adalah soal enumerasi isomorfik dan pendoman wawancara. Kredibilitas dalam penelitian ini menggunakan triangulasi waktu. Analisis data yang dilakukan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa jawaban nomer 1 maupun no 2 yaitu 1). Menggunakan strategy of a constant 2) Menggunakan strategy of symetry.3) Menggunakan group strategy. 4) Menggunakan strategy of a constant element.4) Odometer jakacova. Hasil wawancara peneliti dengan subjek penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memilih satu variabel konstan dan mengenumerasikannya secara penuh pada soal nomer 1 maupun nomer 2 dan subjek penelitian mampu mengenali bahwa dua soal tersebut sama akan tetapi beda bahasanya yaitu soal konsep permutasi. Kata kunci: Strategi, soal, Enumerasi, Isomorfik Abstract This study aimed to describe the strategies used by male student of senior high school in solving isomorphic enumeration problems. The subject of this study was the second grader of a senior high school. One subject was found having high-combinatorial skill with communication ability as the criteria. The primary instrument of this study was the researcher self and the supporting instrument used here was isomorphic enumeration problems and an interview manual. Credibility of this study was through time-triangulation. The data analysis was conducted through some procedures including data reduction, data presentation, and conclusion making. The result showed that in order to answer the first and the second problems; the subjects used (1) strategy of a constant, (2) strategy of symmetry, (3) group strategy, (4) strategy of a constant element, and (5) odometer jakacova. The result of interview conducted showed that the subject selected one constant variable and fully enumerated the variable into the first and the second problems. Moreover, he was able to recognize that those two problems were similar, but had distinctive language in the term of permutation concept. Keywords: Strategy, Problem, Enumeration, Isomorphic 97 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Pendahuluan Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari dari SD sampai SMA, sebab setelah mempelajari matematika dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam bernalar, pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan representasi. Hal ini berdasarkan pada NCTM (2000) yang menyatakan standar proses dari matematika sekolah meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), katerkaitan (connections), komunikasi (communication), dan representasi (representation). Sehingga dapat dikatakan siswa selalu melakukan kegiatan menyelesaikan masalah saat belajar matematika. Di mana proses tersebut di mulai dari memahami maksud soal, strategi yang digunakan, melaksanakan penyelesaian hingga mendapat hasil. Sesuai dengan pendapat Mayer (dalam Drahman dan soleh, 2004) bahwa empat langkah yang harus dilalui oleh seseorang individu semasa penyelesaian masalah yaitu menterjemahkan masalah, mengintegrasi masalah, merancang dan mencari strategi, dan melaksanakan penyelesaian. Peneliti ini akan meniliti salah satu proses yang dilalui saat menyelesaikan masalah yaitu menggunakan srategi. Strategi merupakan metode saat menyelesaikan soal. Strategi juga didefinisikan sebagai pendekatan ilmiah dalam menemukan solusi dari masalah (Tambunan, 2014: 36). Strategi pada penelitian ini berhubungan dengan masalah kombinatorik. Alasan Mengapa berhubungan dengan kombinatorik, dikareanakan kombinatorik adalah cabang matematika yang didedikasikan untuk mempelajari struktur diskrit atau kejadian dapat dihitung. Kapur (1970: 114) Combinatorial mathematics is an essential component of the mathematics of the discrete and as such it has an important role to play in school mathematics. Kombinatorial matematika merupakan komponen penting dari matematika diskrit dan karena itu memiliki peran penting untuk diberikan dalam matematika sekolah. Kombinatorik perannya sangat penting dalam pembelajaran di sekolah seperti untuk melatih siswa dalam konsep pencacahan, membuat dugaan, generalisasi, optimasi, keberadaan, berpikir sistematis; dapat di aplikasikan pada ilmu matematika yang lain seperti probabilitas, teori bilangan, topologi; dapat meningkatkan berpikir kreatif dalam matematika karena masalah yahg diberikan biasanya memiliki tatangan yang besar. Hal ini sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Kapur (1970: 114) Some of the reasons which make combinatorial analysis important in school mathematics are the following: (a) It can be used to train students in the concepts of enumeration (counting with counting through counting without counting), making generalizations, optimization, existence, systematic thinking etc. 98 conjectures, Jurnal Riset Pendidikan Nurul Aini (b) Applications to physics, chemistry, biology, network analysis, design of experiments, communication theory, symmetry, probability, dynamic programming, number theory, topology, recreational mathematics etc. Can be indicated. (c) The need for creation of more mathematics can be created in the minds of the students. A large number of challenging problems can be indicated to them. Pada materi kombinatorik masalah biasanya berhubungan dengan enumrasi dan lainlain. Halani (2013) Combinatorics is an important branch of discrete mathematics which concerns the study of finite or countable discrete structures. Combinatorial problems often deal with enumeration (the counting of discrete structures of a certain size or type), existence (determining whether certain structures exist), construction (constructing certain discrete structures), and optimization (finding the “largest”, “smallest”, or “optimal” discrete structure of a certain kind). Persoalan kombinatorial sering kali berhubungan dengan enumerasi (perhitungan struktur diskrit dari ukuran atau tiper tertentu), eksistensi (menetapkan apakah struktur tertentu itu ada atau tidak), konstruksi (membangun struktur diskrit tertentu), dan optimisasi (menemukan struktur diskrit “terbesar”, “terkecil”, atau “optimal” dari jenis tertentu). Pada penelitian ini berfokus pada soal enumerasi dikarenakan melatih ketelitian dan kecermatan siswa dalam mengerjakan soal. Lockwood (2015) masalah enumerasi bermanfaat dan bermakna untuk ketelitian dan ketepatan dalam pekerjaan siswa. Enumerasi merupakan proses pertama dalam berpikir kombinatorik (McGalliard III, 2012). An enumeration is a complete, ordered listing of all the items in a collection (thomas:2002). Enumerasi adalah mencacah semua item secara lengkap pada himpunan. Menurut (Stanley, 2011: 9 )Enumerative combinatorics is that of counting the number of elements of a finite set. Enumerasi kombinatorika adalah memcacah banyaknya elemen dari himpunan berhingga. Harris (2008) Enumerative combinatorics is the science of counting. Enumerasi kombinatorik adalah ilmu tetang mencacah. Enumerative combinatorics is about counting. The typical question is to nd the number of objects with a given set of properties (Ardila. 2015:1). Enumerasi kombinatorik adalah tentang mencacah. Pertanyaan yang khas adalah untuk menemukan banyaknya objek dengan sifat himpunan. Selain itu, Martin, G. E. (2001)"Counting"is short for"enumerativecombinatorics," which certainly doesn't sound easy. This is a course in discreten mathematics that addresses questions that begin, “How many ways are there to...”. pencacahan" adalah singkatan dari "enumerasi combinatorik," yang tentunya tidak terdengar mudah. Sebab Ini adalah bagian dalam matematika diskrit 99 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 yang membahas pertanyaan yang dimulai, “Berapa banyak cara yang ada untuk...” Soal enumerasi pada penelitian ini bersifat isomorfik. Siegler (1977) (dalam Janackova, 2006: 130) defined the concept isomorphic problem (or isomorphs) as follows: “Isomorphs are problems that are formally identical but differ in their surface structure”. Konsep persoalan isomorfik sebagai berikut isomorfik adalah persoalan-persoalan yang secara formal identik namun berbeda dalam permukaannya. Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan peneliti ingin mendeskripsikan strategi siswa SMA berjenis laki-laki dalam mengerjakan soal enumerasi isomorfik. Soal enumerasi isomorfik di sini khususnya permutasi. Alasan memilih permutasi dikarenakan Piaget and Inhelder (1951/1975) (dalam McGalliard III, 2012:8) permutations were more difficult for students than combinations. Di temukan bahwa permutasi lebih sulit dibandingkan kombinasi. Piaget and Inhelder (1951) (dalam McGalliard (2012)) defined a permutation as a rearrangement of any elements when order mattered and repetitions were not allowed. Definisi permutasi sebagai diaturnya penyusunan elemen dan pengulangan tidak diizinkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permutasi itu susunan dari elemen di perhatikan dan pengulangan dari unsurnya tidak diperbolehkan. Banyak penelitian yang membahas tentang strategi, peneliti memilih strategi dari Janacova dikarenakan ada kitannya dengan penelitian ini, yaitu sama-sama membahas soal isomorfik. Strategi yang digunakan di sini didasarkan kepada Janackova (2006) melakukan penelitian pada anak SMA. Antara lain. 1) strategy of exhausted subset; 2)group strategy: minimal ada dua elemen permutasi sebagai model untuk menciptakan pemutasi baru dengan mengunakan strategi tertentu.; 3) strategy of a constant beginning: jika posisi 1 dan 2 tidak berubah simbol dan simbol pada 3 pada dua permutasi terakhir tidak berubah; 4) strategy of the same number of the permutations in group: Jika sub permutasi di bentuk dari model group yang menggunakan group strategy, memiliki elemen yang lebih sedikit dari model group, maka permutasi yang lain di tambahkan untuk membuat sejumlah elemen yang sama dengan elemen model group. Permutasi tambahan ini di pilih dengan bentuk umum yang berbeda dengan model group. Perbedaan itu terletak pada posisi;5) strategy of symmetry: simbol 1 di ganti 0s ( digunakan 3 kali) dan 0 di ganti 1s(dipake 2 kali) di sehingga perubahan tepat menggunakan jumlah 0s dan 1s yang tepat;6)strategy of parallelisme: memilih salah satu simbol 1 atau 0 yang bergeser posisi ke kanan atau kekiri sehingga tidak dapat bergeser kembali;7) strategy of a constant element: salah satu simbol 1 atau 0 menempati posisi yang tetap; 8) strategy of complement of all arrangements: subset permutasi (minimal 2 elemen ) yang memiliki dua simbol 1 menempati posisi kesatu, kedua dan ketiga. Maka permutasi baru di tambahkan dengan posisi 1 pada posisi ke satu dan ke 100 Jurnal Riset Pendidikan Nurul Aini tiga;9)strategy of odometer: memilih salah satu simbol 1 pada posisi x (disebut elemen konstan) , posisi selanjutnya simbol 1 yang dipilih menempati (X+1). Strategy ini akan berakhirketika kemungkinan untuk pilihan posisi elemen konstan telah habis;10) strategy Rotation: permutasi baru yang dibuat dengan memutar permutasi sebelumnya dengan sudut perputaran 1800;11) strategy of complement of the exhausted subset: dua elemen permutasi dari tiga subset elemen permutasi yang mencakup simbol 1 pada posisi pada tiga posisi. Maka permutasi ketiga di tambahkan dengan menyertakan komplemen dari irisan posisi yang sama dari dua permutasi tersebut. Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah seorang siswa laki-laki yang memiliki kemampuan kombinatorik dengan kreteria mampu berkomunikasi. Intrumen utama adalah peneliti, sedangkan intrumen pendukung adalah soal enumerasi isomorfik dan pedoman wawancara. Siswa tersebut diberi soal diadopsi dari Janackova (2006) antara lain. 1. Jika terdapat bangunan rumah seperti gambar tersebut, jika kita ingin berpindah dari tempat A ke tempat C. Berapa cara kita dapat berpindah dari titik A ke C dengan arahan ke atas dan ke kanan? 2. Berapa banyak cara menempatkan 5 bola A, B, C, D, E ke dalam 2 kotak u dan v, aturannya: 2 bola dalam kotak u dan 3 bola dalam kotak v? Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan wawancara. Kredibilitas data menggunakan triangulasi waktu, dimana triangulasi waktu ini dilakukan dengan cara pengecekan data tes ataupun wawancara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Teknik analisis di sini menggunakan tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Penelitian berlangsung di SMA Misykat Al Anwar kelas XI IPA yang terdiri 19 siswa. Dari 19 siswa tersebut di bagi menjadi tiga kelompok kemampuan kombinatorik yaitu kemampuan kombinatorik tinggi, sedang dan rendah. Pembagian kelompok didasarkan pada nilai ujian harian pada materi kombinatorik dari guru matematika. Dari hasil tersebut, 101 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 peneliti hanya menganbil subjek penelitian pada kelompok kombinatorik tinggi saja sebanyak satu orang berjenis laki-laki. Gambar 1: Hasil pekerjaan subjek penelitian nomer satu Data dari jawaban subjek penelitian di kodekan dengan aturan 0s berarti tiga simbol 0 dan 1s berarti dua simbol 1. Dimana 0 berarti: Soal 1 , 0 berarti arah ke kanan Soal 2, 0 berarti bola masuk pada kotak v, dengan catatan pengkodean di urutkan sesuai dengan huruf A, B,... Dimana 1 berarti: Soal 1, 1 berarti arah ke atas Soal 2, 1 berarti bola masuk pada kotak u. Untuk jawaban nomer 1, subjek penelitian menemukan 10 kemungkinan, Kemungkinan 1/a: 11000 Kemungkinan 6/f: 01010 Kemungkinan 2/b: 10100 Kemungkinan 7/g: 01001 Kemungkinan 3/c: 10010 Kemungkinan 8/h: 00110 Kemungkinan 4/d: 10001 Kemungkinan 9/i: 00101 Kemungkinan 5/e: 01100 Kemungkinan 10/j: 00011 102 Jurnal Riset Pendidikan Nurul Aini Tabel 1: Strategi yang digunakan subjek penelitian untuk nomer satu No Strategi Subjek satu 1 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p b) 1 0 1 0 0 c) 1 0 0 1 0 d) 1 0 0 0 1 2 1.p 2.p 3.p a) 1 1 0 ▼ ▼ ▼ h) 0 0 1 4.p 5.p 0 0 ▼ ▼ 1 0 1.p b) 1 ▼ f) 0 4.p 0 ▼ 1 5.p 0 ▼ 0 1.p 2.p 3.p 4.p c) 1 0 0 1 ▼ ▼ ▼ ▼ e) 0 1 1 0 5.p 0 ▼ 0 3 5 2.p 0 ▼ 1 3.p 1 ▼ 0 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p b) 1 0 1 0 0 ▼ ▼ ▼ ▼ ▼ f) 0 1 0 1 0 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p c) 1 0 0 1 0 ▼ ▼ ▼ ▼ ▼ e) 0 1 0 1 0 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p a) 1 1 0 0 0 b) 1 0 1 0 0 c) 1 0 0 1 0 d) 1 0 0 0 1 Keterangan Menggunakan strategy of a constant beginning (janackova) dimana 1.p pada b, c, d ditempati simbol 1 dan 2.p pada b, c, d di tempati simbol 0, untuk 3.p pada c ,d dengan simbol 0 kosntan. Artinya pada kemungkinan 2, 3 dan 4 subjek penelitian memulai sama-sama melangkah dari atas dan kanan. Dan untuk kemungkinan 3 dan 4 melakukan hal yang sama yaitu atas, kanan dan kanan. Menggunakan strategy of symetry, siswa melakukan perubahan simbol yang dimulai pada posisi di awal dengan syarat simbol 1 menjadi 0 (sebanyak 2), perubahan simbol 0 menjadi 1 ( sebanyak 2) dan yang lainnya tetap 0. Artinya pada kemungkinan ke-1 membentuk dengan kemungkinan ke-8 begitu pula sebaliknya; kemungkinan ke-2 simetri kemungkinan ke-6 begitu pula sebaliknya; kemungkinan ke-3 simetri kemungkinan ke-5 begitu pula sebaliknya. Menggunakan group strategy, terdapat dua model grup yang menciptakan permutasi baru. (b-c)/(e-f) Artinya kemungkinan 2 dan 3 membentuk kemungkinan 5 dan 6 Menggunakan strategy of a constant element , siswa menempatkan salah satu simbol 1pada 1.p yang konstan. Artinya kemungkinan ke-1 sampai kemungkinan ke-4 menatapkan hal yang sama yaitu di mulai dari arah atas. 103 Jurnal Riset Pendidikan No 6 Vol. 2, No. 2, November 2016 Strategi Subjek satu 1.p Keterangan 2.p 3.p 4.p 5.p 1 1 0 0 0 a 1 0 1 0 0 b 1 0 0 1 0 c 1 0 0 0 1 d 0 1 1 0 0 e 0 1 0 1 0 f 0 1 0 0 1 g 0 0 1 1 0 h 0 0 1 0 1 i 0 0 0 1 1 j Menggunakan odometer strategy Janackova Menggunakan salah satu simbol 1 yang sebagai simbol konstan. Pada posisi pertama misal x, untuk selanjutnya simbol 1 yang di pilih menduduki posisi x+1 yaitu 2. Kemudian simbol 1 yang dipilih menduduki posisi x+1 yaitu 3. Kemudian simbol 1 yang dipilih menduduki posisi x+1 yaitu 4. Artinya pada kemungkinan ke-1 samapai kemungkinan ke-4 langkah awal melangkah sama dimulai dari atas, kemungkinan ke-5 sampai kemungkinan ke-7 langkah ke dua sama-sama ke arah atas, kemungkinan ke-8 dan kemungkinan ke-9 langkah ke tiga samasama ke arah atas dan kemungkinan terakhir yaitu ke -10 langkah ke empat ke arah atas. Cuplikan wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian Peneliti : Bagaimana cara anda mengerjakan ini? Jelaskan SPLK : ya seperti itu bu, Saya gambarkan satu-satu ... Peneliti : Mengapa kok di gambar? SPKL :karena saya pikir ...saya mudah mengerjakannya..dari pada hanya membayangkan saja. Peneliti : ow bgt... sekarang coba anda jelaskan bagaimana.. SPKL : Pertama saya jalannya dari atas bu....seperti kemungkinan 1,2,3, dan 4. Peneliti : lalu..? SPKL : setelah saya selesaikan semua alternatif dari arah ke atas, maka saya berlanjut berjalan dari kanan dahulu... seperti itu bu. Peneliti : menurut mas, ini termasuk soal apa? SPKL 104 : permutasi bu , dengan beberapa objek yang sama. Jurnal Riset Pendidikan Nurul Aini Untuk jawaban nomer 2, subjek penelitian menemukan 10 kemungkinan, Gambar 2: Hasil pekerjaan subjek penelitian nomer dua Kemungkinan-kemungkinan yang di atas di kodekan sebagai berikut: kemungkinan 1/a : 11000 kemungkinan 6/f: 01010 kemungkinan 2/b: 10100 kemungkinan 7/g: 01001 kemungkinan 3/c: 10010 kemungkinan 8/h: 00110 kemungkinan 4/d: 10001 kemungkinan 9/i: 00101 kemungkinan 5/e: 01100 kemungkinan 10/j: 00011 Tabel 2: Strategi yang digunakan subjek penelitian untuk nomer dua No. Strategi Subjek Dua 1 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p a: 1 1 0 0 0 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ h: 0 0 1 1 0 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p b: 1 0 1 0 0 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ f: 0 1 0 1 0 1.p 2.p 3.p 4.p c: 1 0 0 1 ↓ ↓ ↓ ↓ e: 0 1 1 0 5.p 0 ↓ 0 Keterangan Menggunakan strategy of symetry, siswa melakukan perubahan simbol yang dimulai pada posisi di awal dengan syarat simbol 1 menjadi 0 (sebanyak 2), perubahan simbol 0 menjadi 1 ( sebanyak 2) dan yang lainnya tetap 0. a/h, b/f, c/e Artinya kemungkinan ke-1 membentuk kemungkinan ke-8 begitu sebaliknya; kemungkinan ke-2 membentuk kemungkinan ke-6 begitu sebaliknya; kemungkinan ke-3 membentuk kemungkinan ke-5 begitu sebaliknya. 105 Jurnal Riset Pendidikan No. 2 1.p b: 1 ↓ f: 0 Vol. 2, No. 2, November 2016 Strategi Subjek Dua 2.p 3.p 4.p 5.p 0 1 0 0 ↓ ↓ ↓ ↓ 1 0 1 0 Keterangan Menggunakan group strategy, terdapat dua model grup yang menciptakan permutasi baru. Permutasi f , g dan h terbentuk dari permutasi a, b dan c. (b-c)/(e-f) 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p 1 0 0 1 0 ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ e: 0 1 1 0 0 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p c: 3 5 106 Artinya kemungkinan 2 dan membentuk kemungkinan 5 dan 6 1 0 1 0 0 b 1 0 0 1 0 c 1 0 0 0 1 d 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p 1 1 0 0 0 a 1 0 1 0 0 b 1 0 0 1 0 c 1 0 0 0 1 d 3 Menggunakan strategy of a constant beginning (janackova) dimana 1.p pada b, c, d ditempati simbol 1 dan 2.p pada b, c, d di tempati simbol 0, untuk 3.p pada c ,d dengan simbol 0 kosntan. Artinya pada kemungkinan 2, 3 dan 4 subjek penelitian memulai sama-sama bola A ditaruh pada kotak u dan bola B ditaruh pada kotak v. Dan untuk kemungkinan 3 dan 4 melakukan hal yang sama yaitu meletakan bola C pada kotak v. Menggunakan strategy of a constant element , siswa menempatkan salah satu simbol 1pada 1.p yang konstan. Artinya pada kemungkinan 1,2,3 dan 4 sama-sama bola A terletak pada kotak u. Jurnal Riset Pendidikan No. 6 Nurul Aini Strategi Subjek Dua 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p 0 1 1 0 0 e 0 1.p 2.p 3.p 4.p 5.p 1 0 1 0 f 0 1 0 0 1 g 0 0 1 1 0 h 0 0 1 0 1 i 0 0 0 1 1 j 1.p Keterangan Menggunakan strategy of a constant element , siswa menempatkan salah satu simbol 1pada 2.p yang konstan. Artinya kemungkinan 5, 6, dan 7 bola B sama-sama ditempatkan pada kotak u Menggunakan strategy of a constant element , siswa menempatkan salah satu simbol 0 pada 2.p yang konstan. Artinya kemungkinan 8, 9, dan 10 bola B sama-sama ditempatkan pada kotak v Menggunakan odometer strategy 2.p 3.p 4.p 5.p 1 1 0 0 0 a 1 0 1 0 0 b 1 0 0 1 0 c 1 0 0 0 1 d 0 1 1 0 0 e 0 1 0 1 0 f 0 1 0 0 1 g 0 0 1 1 0 h 0 0 1 0 1 i 0 0 0 1 1 j Janackova Menggunakan salah satu simbol 1 yang sebagai simbol konstan. Pada posisi pertama misal x, untuk selanjutnya simbol 1 yang di pilih menduduki posisi x+1 yaitu 2. Kemudian simbol 1 yang dipilih menduduki posisi x+1 yaitu 3. Kemudian simbol 1 yang dipilih menduduki posisi x+1 yaitu 4. Artinya kemungkinan ke 1 sampai ke 4 bola A sama-sama diletakkan pada kotak A, kemungkinan ke 5 sampai ke 7 bola B sama-sama terletak pada kotak u, kemungkinan 8 dan 9 bola C terletak pada kotak u dan kemungkinan ke-10 bola D terletak pada kotak u. Cuplikan wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian Peneliti : Bagaimana cara anda mengerjakan ini? Jelaskan SPLK : saya meletakan bola A ke kotak u terlebih dahulu.... sehingga kemungkinan bola A tidak ada lagi bu.... Peneliti : lalu? SPKL : setelah habis, saya letakkan bola B ke kotak u terlebih dahulu... sehingga kemungkinan bola B tidak ada lagi bu.... Peneliti : ow bgt... sekarang coba anda jelaskan selanjutnya 107 Jurnal Riset Pendidikan SPKL Vol. 2, No. 2, November 2016 : saya lanjutkan meletakkan bola C pada kotak u...saya coba semua sehingga kemungkinan itu selesai.... Peneliti : lalu..? SPKL : yang terakhir saya letakkan bola D pada kotak u....seperti itu bu. Peneliti : menurut mas, ini termasuk soal apa? SPKL : permutasi bu , dengan beberapa objek yang sama. Berdasarkan jawaban subjek penelitian. Pada nomer satu dan dua subjek penelitian menggunakan strategi yaitu Menggunakan strategy of a constant, Menggunakan strategy of symetry.3) Menggunakan group strategy.4) Menggunakan strategy of a constant element.4) Odometer jakacova. Hasil wawancara peneliti dengan subjek penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memilih satu variabel konstan dan mengenumerasikannya secara penuh pada soal nomer 1 maupun nomer 2 dan subjek penelitian mampu mengenali bahwa dua soal tersebut sama akan tetapi beda bahasanya yaitu soal konsep permutasi. Simpulan dan saran Strategi siswa SMA berjenis kelamin laki-laki dalam menyelesaikan soal enumerasi isomorfik memiliki kesamaan baik pada soal nomer 1 maupun soal nomer 2. Strategi yang digunakan yaitu Menggunakan strategy of a constant, Menggunakan strategy of symetry, Menggunakan group strategy, Menggunakan strategy of a constant element dan Odometer jakacova. Soal nomer satu, pertama subjek penelitian menggunakan strategy of a constant beginning yaitu pada kemungkinan 2, 3 dan 4 subjek penelitian memulai sama-sama melangkah dari atas dan kanan. Dan untuk kemungkinan 3 dan 4 melakukan hal yang sama yaitu atas, kanan dan kanan; kedua subjek penelitian menggunakan strategy of symetry yaitu pada kemungkinan ke-1 membentuk dengan kemungkinan ke-8 begitu pula sebaliknya; kemungkinan ke-2 simetri kemungkinan ke-6 begitu pula sebaliknya; kemungkinan ke-3 simetri kemungkinan ke-5 begitu pula sebaliknya; ketiga subjek penelitian menggunakan group strategy yaitu Artinya kemungkinan 2 dan 3 membentuk kemungkinan 5 dan 6; keempat subjek penelitian strategy of a constant element yaitu kemungkinan ke-1 sampai kemungkinan ke-4 menatapkan hal yang sama yaitu di mulai dari arah atas; kelima subjek penelitian odometer strategy yaitu pada kemungkinan ke-1 samapai kemungkinan ke-4 langkah awal melangkah sama dimulai dari atas, kemungkinan ke-5 sampai kemungkinan ke-7 langkah ke dua sama-sama ke arah atas, kemungkinan ke-8 dan kemungkinan ke-9 langkah ke tiga sama-sama ke arah atas dan kemungkinan terakhir yaitu ke -10 langkah ke empat ke arah atas. 108 Jurnal Riset Pendidikan Nurul Aini Soal nomer 2, pertama subjek penelitian menggunakan strategy of symetry yaitu kemungkinan ke-1 membentuk kemungkinan ke-8 begitu sebaliknya; kemungkinan ke-2 membentuk kemungkinan ke-6 begitu sebaliknya; kemungkinan ke-3 membentuk kemungkinan ke-5 begitu sebaliknya; kedua subjek penelitian memggunakan group strategy yaitu kemungkinan 2 dan 3 membentuk kemungkinan 5 dan 6; ke tiga menggunakan strategy of a constant beginning yaitu pada kemungkinan 2, 3 dan 4 subjek penelitian memulai sama-sama bola A ditaruh pada kotak u dan bola B ditaruh pada kotak v. Dan untuk kemungkinan 3 dan 4 melakukan hal yang sama yaitu meletakan bola C pada kotak v; keempat subjek penelitian menggunakan strategy of a constant element yaitu pada kemungkinan 1,2,3 dan 4 sama-sama bola A terletak pada kotak u, kemungkinan 5, 6, dan 7 bola B sama-sama ditempatkan pada kotak u dan kemungkinan 8, 9, dan 10 bola B samasama ditempatkan pada kotak v ; kelima odometer strategy yaitu kemungkinan ke 1 sampai ke 4 bola A sama-sama diletakkan pada kotak A, kemungkinan ke 5 sampai ke 7 bola B sama-sama terletak pada kotak u, kemungkinan 8 dan 9 bola C terletak pada kotak u dan kemungkinan ke-10 bola D terletak pada kotak u. Hasil wawancara peneliti dengan subjek penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memilih satu variabel konstan dan mengenumerasikannya secara penuh pada soal nomer 1 maupun nomer 2 . dan subjek penelitian mampu mengenali bahwa dua soal tersebut sama akan tetapi beda bahasanya yaitu soal konsep permutasi. Daftar Pustaka Ardila, F. 2015. Algebraic and geometric methods in enumerative combinatorics. San Francisco, USA: San Francisco State University. Drahman& saleh. 2004.Visualisasi Dalam Penyelesaian Masalah Matematika Berayat. Jurnal Pendidik dan pendidikan. Jil.19:47-66. Harris, J.M. 2008. Combinatorics and Graph Theory. DOI: 10.1007/978-0-387-79711-3 c_Springer Science+Business Media, LLC. Hanali, A. 2013. Students’ Ways of Thinking about Combinatorics Solution Sets. A Dissertation Presented in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree Doctor of Philosophy : Arizona State University. Janácková, M & Jaroslav Janácek. 2006. A classification of strategies employed by high school students in isomorphic combinatorial problems. The Mathematics Enthusiast: TMME . Vol. 3: No. 2 Kapur, J.N. 1970. “Combinatorial Analysis and School Mathematics”. Educational Studies in Mathematics. 3, 111-127. Hollan: D. Reidel Publishing Company. 109 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Lockwood, Elise. 2015. Attending to precision: a need for characterizing and promoting careful mathematical work. America: Oregon State University. Martin, G. E. (2001). Counting:The Art of Enumerative Combinatorics. New York: Department of Mathematics and Statistics State University at Albany. McGalliard, William A. 2012. Constructing Sample Space with Combinatorial Reasoning: A Mixed Methods Study. Greensboro: The University of North Carolina NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: National Council of Teachers of Mathematics Stanley, R. P. 2011. Enumerative Combinatorics. Amerika. Tambunan, H. 2014. Strategi heuristik dalam pemecahan masalah matematika sekolah. Jurnal Saintech vol 06-no.04 .ISSN No.2086-9681 110 Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Pola Bilangan Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa Aditya Juliant Kurnia Noviartati Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis dan penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi pola bilangan yang ditinjau dari kemampuan matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di MA Ittaqu Surabaya dengan menggunakan analisis Miles dan Huberman, melibatkan 3 sampel yang diambil berdasarkan kemampuan matematikanya, rendah, sedang dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kesalahan Mengorganisasikan data sebesar 16,67%, 2) Kesalahan dalam memanipulasi data sebesar 30,56%, 3) Kesalahan dalam Membuat Kalimat sebesar 5,56%, dan Kesalahan dalam menarik kesimpulan sebesar 2,78%. Kata Kunci: analisis kesalahan, soal pola bilangan Abstract The objective of the present study is to know types and causes of errors that are often made about student when solving the number pattern observe by level of student. This research was conducted in MA Ittaqu Surabaya by analysis of Miles & Huberman, by 3 sample data taked by level of student, low, normal and high. The result showed that types of error that student error to organizing data of 16,67%, 2) The Student error to manipulation data of 30,56%, 3) The Student error to make a model sentence in math of 5,56%, and 4) Student error to make a conclusion of 2,78%. Keywords: analysis of error, number pattern question Pendahuluan Matematika merupakan salah ilmu yang diajarkan di sekolah, baik di tingkat dasar, menengah, dan atas. Mata pelajaran ini memiliki peran penting dalam kehidupan karena melatih keterampilan berpikir seseorang secara logis dan terstruktur. Menurut: Wahyuni (2016) “Matematika sangat penting bagi ilmu pengetahuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah. Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang tidak memungkinkan seseorang untuk meningkatkan penalaran lebih jauh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ilmu tanpa matematika tidak berkembang dan hampir semua bidang kehidupan menggunakan jasa matematika, diantaranya: teknologi industri, perbankan, komunikasi, komputer, perdagangan, pertahanan keamanan, bahkan sosial dan politik (dibuktikan dengan quick count)”. Purwosusilo (2014) juga menuliskan bahwa, matematika merupakan ilmu yang 111 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 dibutuhkan diberbagai bidang, baik dalam matematika itu sendiri maupun dalam bidangbidang yang lain. Penelitian Ridwan (2016) juga menunjukkan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh semua siswa baik ditingkat rendah sampai atas, karena matematika merupakan ilmu yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Namun dari beberapa kepentingan mempelajari matematika, hasil tes PISA (OECD PISA 2012) (Programme for International Student Assesment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menyatakan bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia menduduki peringkat bawah dengan skor 375. Kurang dari 1 persen siswa Indonesia yang memiliki kemampuan bagus di bidang matematika. Data tersebut menujukkan bahwa siswa masih lemah dalam pemecahan masalah matematika. Salah satu kelemahan siswa dalam memecahkan masalah tersebut adalah kurangnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika. Menurut Pomalo (2015) bahwa banyaknya kesalahan siswa dalam mengerjakan soal bisa menjadi petunjuk sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi. Menurut Sutisna (2010) kesulitan belajar matematika adalah suatu keadaan dimana siswa mendapatkan hambatan, gangguan, atau kendala dalam menerima dan menyerap pelajaran serta usaha mereka untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan dalam pelajaran matematika. Kesulitan tersebut cenderung terkait dengan objek matematika itu sendiri yang sifatnya abstrak, sehingga beberapa siswa sulit untuk memahaminya. Pola bilangan merupakan salah satu pilar dari Kurikulum 2013, satu dari delapan tujuan pembelajaran matematika di SMP, yaitu pembelajaraan menggunakan pola sebagai dugaan penyelesaian masalah. Menurut Marion (2015) menjelaskan juga bahwa menyelasaikan masalah pola bilangan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan penalaran. Menurut Anno (1983), Pembelajaran pola bilangan dapat mengeksplorasi kemampuan berpikir peserta didik. Maka dari itu perlunya mata pelajaran pola bilangan sebagai pembelajaran yang melatih nalar siswa. Artikel ini mendeskripsikan jenis dan penyebab kesalahan siswa dalam mengerjakan soal pola bilangan. Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2008) analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya. Menurut Sudjana dalam Aditya (2015), analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur- 112 Jurnal Riset Pendidikan Aditya Juliant unsur atau bagian sedemikian hingga hierarki dan susunannya jelas. Selanjutnya, Sudjana menjelaskan bahwa analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami proses, cara bekerja, dan sistematikanya. Matematika merupakan ilmu yang ciri khusus dan unik, soal yang dianggap mudah bagi siswa tertentu akan terasa sulit bagi siswa lainnya yang belum mengetahui pola dan bentuk yang di maksud oleh soal. Menurut Hudojo (1988) menyatakan bahwa seingkali dalam memecahkan masalah matematika, siswa mengalami kesulitan menganalisis maksud dari soal, harus memakai rumus mana atau bahkan tidak memahami simbol-simbol khusus yang ada dalam matematika. Dalam penelitian lain, Menurut Watson yang dikutip Asikin (2002) terdapat 8 kategori kesalahan dalam mengerjakan soal, yaitu: 1) Data tidak tepat, 2) Prosedur tidak tepat, 3) Data hilang, 4) Konflik level respon, 5) Manipulasi tidak langsung, 6) Masalah hirarkhi keterampilan, 7) Selain ketujuh kategori di atas. Menurut Soedjadi (2000) Kesalahan siswa dijabarkan menjadi 6, yaitu: kesalahan prosedur, mengorganisasikan data, pemanfaatan simbol, memanipulasi data, membuat kalimat dan menarik kesimpulan. Pola Bilangan Mata pelajaran pola bilangan dalam Kurikulum 2013 menjadi salah satu pilar dari delapan tujuan pembelajaran matematika di SMP, yaitu pembelajaraan menggunakan pola sebagai dugaan penyelesaian masalah. Menurut Marion (2015) menjelaskan juga bahwa menyelasaikan masalah pola bilangan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan penalaran. Menurut Anno (1983), Pembelajaran pola bilangan dapat mengeksplorasi kemampuan berpikir peserta didik. Menurut Kadir (2011) bahwa dari kesulitan siswa dalam mengoperasikan pembagian maka dengan menggunakan teknik pola bilangan, siswa dapat mengerjakan operasi pembagian dengan mudah dan cepat. Terbukti cukup efektifnya pembelajaran pola bilangan untuk meningkatkan nalar siswa. Kemampuan Matematika Siswa Kemampuan siswa dalam menyelesaikan sebuah masalah tentu mempunyai beberapa faktor-faktor khusus. Menurut NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) pada tahun 2000 menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu: kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan representasi. Pembelajaran matematika 113 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 juga bersifat konstruktivisme yang akan mengkonstruk setiap siswa untuk mengolah data berdasarkan pemikirannya sendiri, Ollerton yang dikutip Oleh Ellison (2009) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran mandiri dan membantu berpindah dari pengajaran yang bersifat mendidik. Semakin banyak siswa yang belajar secara mandiri, maka semakin efektif pula mereka menjadi seorang pelajar. Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Branca sebagaimana dikutip oleh Effendi (2012), penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan masalah siswa memiliki keterkaitan dengan tahap menyelesaikan matematika. Menurut Nurkancana (dalam Siti Nur Ulifa, 2014) kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa perlu dianalisa lebih lanjut, agar mendapatkan gambaran tentang kelemahankelemahan siswa yang dites. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian ini berlandaskan pada filsafat postositivisme, digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, peneliti sebagai instrumen, pengambilan sampel ini dipetakan melalui kemampuan matematik siswa, jadi dipilih 3 siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Teknik pengambilan data dilakukan melalui 4 tahap, yaitu: Observasi, Tes, Wawancara dan Studi Dokumen. Analisis data sesuai dengan Analisis Miles & Huberman, yaitu: Reduksi Data, Penyajian Data, dan Penarikan Kesimpulan. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono: 2013). Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MA Ittaqu.Data penelitian ini adalah data hasil tes kognitif siswa, berupa uraian dari soal pola bilangan dan hasil wawancara siswa. Hasil dan Pembahasan Tes diberikan setelah materi sudah diberikan kepada siswa, berdasarkan hasil jawaban siswa dalam mengerjakan soal-soal pada materi pola bilangan tersebut terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh beberapa siswa. Berikut tabel penghitungan persentase analisis kesalahan siswa. Tabel 1: Tabel Kesalahan siswa Subjek Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 114 1a 1b v v K4 K4 v K6 2a v v K2,K4 Tabel No. Soal dan Jenis Kesalahan 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b v K4 K4 v v K5 K5 v v v K2 K2 v TM K2,K4 TM K4 K4 K4 v v 6a v K3,K4 K2 6b v K3,K4 K2 Jurnal Riset Pendidikan Aditya Juliant Keterangan V : Siswa yang menjawab dengan benar : Siswa yang tidak mengerjakan soal K2 : kesalahan menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dari suatu soal. Kesalahan mengurutkan, mengelompokkan dan menyajikan data. K4 : kesalahan dalam menggunakan/menerapkan aturan, sifat-sifat dalam menyelesaikan soal. K5 : Kesalahan dalam membuat kalimat (memodelkan penyelesaian soal). K6 : Kesalahan dalam menarik kesimpulan. Dari tabel di atas dapat diketahui persentase kesalahan siswa tiap soal. Dengan menggunakan digunakan rumus Kesalahan mengelompokkan dalam dan menuliskan menyajikan apa yang data diketahui, Kesalahan sebesar Kesalahan dalam menyelesaikan soal sebesar . Kesalahan dalam membuat kalimat (memodelkan penyelesaian soal) sebesar . menggunakan/menerapkan aturan, sifat-sifat dalam Kesalahan dalam menarik kesimpulan sebesar . mengurutkan, . Berikut penjabaran dari kesalahan-kesalahan siswa diatas. 1. Kesalahan Mengorganisasikan Data (K2) Ketika mengerjakan soal, siswa mengalami kesalahan dalam menyajikan data. Kesalahan ini terjadi disebabkan karena siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan soal, sehingga siswa tidak seberapa fokus membaca soal. 2. Kesalahan Memanipulasi Data (K4) Kesalahan ini terjadi dikarenakan siswa kurang dalam pemahaman konsep dan tidak mengetahui maksud dari pertanyaan yang diberi oleh soal. 3. Kesalahan dalam Membuat Kalimat (K5) Siswa mengalami kesalahan ini dikarekan karena kurangnya dalam berlatih soal. Sehingga ketika diberikan permasalahan yang lebih baru, ia merasa kesulitan dalam mengerjakannya. 4. Kesalahan dalam Menarik Kesimpulan (K6) Siswa salah dalam menarik kesimpulan karena tergesa-gesa dalam mengerjakan soal. Sehingga, antara pikiran dan tulisannya terjadi miss-komunikasi. 115 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka peneliti dapat di menyimpulkan 1. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pola bilangan adalah a. Kesalahan mengorganisasikan data yaitu kesalahan dalam mengurutkan barisan suatu bilangan dan menyajikan hasil yang kurang sesuai dengan yang diminta soal. b. Kesalahan memanipulasi data yaitu kesalahan siswa dalam menerapkan aturan pada pola bilangan. c. Kesalahan membuat membuat kalimat yaitu kesalahan siswa dalam memodelkan sebuah permasalahan. d. Kesalahan menarik kesimpulan yaitu kesalahan siswa dalam menyimpulkan jawaban yang telah pada hasil sebelumnya. 2. Penyebab terjadinya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pola bilangan adalah a. Penyebab terjadinya kesalahan dalam mengorganisasikan data dan memodelkan data adalah masih terjadinya miskonsepsi pada siswa. Siswa masih pada tahap belajar, belum sampai pada tahap pemahaman maupun analisis. Siswa menganggap bahwa materi sebelum dan sesudahnya yang telah diberikan itu menggunakan cara yang sama. b. Penyebab kesalahan dalam memodelkan sebuah permasalahan ini adalah siswa masih kurang berlatih soal. Jadi, ketika diberikan sebuah permasalahan yang lebih baru dan belum pernah dikerjakan sebelumnya, ia merasa kesulitan dalam mengerjakan soal. c. Penyebab dari kesalahan menarik sebuah kesimpulan ini adalah siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan soal. Sehingga, tidak fokusnya siswa terhadap apa yang dipikirkan sebelumnya dengan yang dituliskan setelahnya. 3. Persentase kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pola bilangan adalah a. Kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengorganisasikan data sebesar 16,67%. Persentase kesalahan tersebut tergolong rendah sehingga kemampuan yang dimiliki siswa sedang. b. Kesalahan yang dilakukan siswa dalam memanipulasi data sebesar 30,56%. Persentase kesalahan tersebut tergolong rendah sehingga kemampuan yang dimiliki siswa menengah keatas. 116 Jurnal Riset Pendidikan Aditya Juliant c. Kesalahan yang dilakukan siswa memodelkan sebuah permasalahan sebesar 5,56. Persentase kesalahan tersebut tergolong sedang sehingga kemampuan yang dimiliki siswa sedang. d. Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menarik kesimpulan sebesar 2,78%. Persentase kesalahan tersebut tergolong rendah sehingga kemampuan yang dimiliki siswa sedang. Saran Sebagaimana uraian sebelumnya, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut. Guru pelajaran matematika diharapkan dapat mengajar dengan memperkuat pemahaman materi, seperti berlatih soal penerapan dalam aplikasinya, memodelkan berbagai permasalahan yang kompleks, hingga belajar mengambil kesimpulan dengan singkat namun bermakna. Daftar pustaka Aditya, Y. 2015. Analisis Kesalahan Siswa SMP Kelas VII dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Materi Segiempat ditinjau dari Gaya Belajar. Skripsi. Jurusan Matematika Universitas Negeri Semarang. Anno, M. 1983. Anno’s Mysterious Multipying Jar. New York: Philomel Book. Asikin, M. 2002. Pengembangan Item Tes dan Interpretasi Respon Mahasiswa dalam Pembelajaran Geometri Analitik pada Taksonomi SOLO. Jurnal Matematika dan IPA. Effendi, L.A. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Ellison, G.J. 2009. Increasing Problem Solving Skills in Fifth Grade Advanced Mathematics Student. Journal of Curriculum and Instruction, 3(1),15-31 Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Dirjendikti. Kadir, dan Rosiyanti. 2011. Teknik Pola Bilangan dan Hasil Belajar Operasi Pembagian Dalam Pembelajaran Matematika Siswa Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 17, No. 5 Marion, dkk. 2015. Desain Pembelajaran Pola Bilangan Menggunakan Model Jaring Labalaba di SMP. Jurnal Kependidikan. Volume 45, No 1, Mei 2015 NCTM. (2000). Principles and Standard for School Mathematics. Reston: NCTM 117 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Purwosusilo. 2014. Peningkatan kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMK melalui Strategi Pembelajaran React. Jurnal Pendidikan dan Keguruan Vol. 1 No. 2. ISSN 2356-3915 Pomalo, Amir. 2015. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal Operasi Campuran Pada Materi Operasi Hitung Bilangan Bulat. Jurnal Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan IPA. Ridwan, Tokip. 2016. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan masalah Aljabar. Skripsi, dipublikasikan. Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri. Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Sutisna. 2010. Analisis Kesulitan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Pada Siswa Kelas IV MI Yapia Parung-Bogor. Skripsi, dipublikasikan. Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ulifa, Siti Nur. Hasil Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaika soal Matematika Pada Materi Relasi. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, ISSN: 2337-8166, Vol. 2 No. 1, Maret 2014. Wahyuni, Sri. 2016. Pembelajaran Sepanjang Hayat dan Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme (Studi Kasus Pembelajaran Matematika). Jurnal Pendidikan Matematika Universtitas Muhammadiyah Purworejo. 118 Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Perbandingan Kemampuan Proses Pemecahan Masalah Matematis Antara Implementasi Strategi Konflik Kognitif Dengan Model Pembelajaran Discovery Learning Dian Hadiansyah Rostina Sundayana Sukanto Sukandar Madio Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Garut e-mail: [email protected] Abstrak Hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan proses pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran strategi konflik kognitif lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan model pembelajaran discovery learning, kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran strategi konflik kognitif mendapatkan kriteria baik sedangkan metode pembelajaran discovery learning mendapatkan kriteria sedang. . Selain itu, sikap siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode strategi konflik kognitif memiliki sikap yang positif terhadap mata pelajaran matematika, metode strategi konflik kognitif, serta soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematis Kata Kunci: Pemecahan Masalah Matematis, Metode Strategi Konflik Kognitif. Abstract Results of the study , we concluded that the ability of the process of solving the problem of students who use the model of learning strategies cognitive conflict better than students who had learning model of discovery learning, knowledge quality problem-solving ability of students who acquire learning strategies cognitive conflict get both criteria while learning methods of discovery learning gain criteria being . , Moreover , the attitude of students who obtain teaching methods cognitive conflict strategy has a positive attitude towards the subjects of mathematics , cognitive conflict strategy method , as well as problems of mathematical problem solving ability . Keywords : Mathematical Problem Solving, Cognitive Conflict Strategy Methods Pendahuluan Belajar dan pendidikan merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting bagi manusia serta memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi saat ini. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini tidak terlepas dari kontribusi bidang matematika, karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi yang modern. Matematika selalu mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin 119 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 canggih. Untuk itu, bila kita ingin hidup di dunia yang selaras dengan teknologi yang semakin canggih maka kita harus menguasai matematika. Berdasarkan gambaran di atas, maka pembelajaran matematika di sekolah merupakan bagian yang penting karena jika tidak ada yang mau menekuni matematika maka dapat dipastikan dalam beberapa tahun tidak akan pernah lagi mendengar penemuan teknologi canggih yang baru. Pentingnya matematika di sekolah tampak pada diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Matematika diajarkan di sekolah karena matematika memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu hal yang memegang peranan penting dalam membantu tercapainya pembelajaran adalah metode pembelajaran, karena metode pembelajaran merupakan pola penyelenggaraan interaksi belajar mengajar yang disusun oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam pembelajaran matematika, guru sangat dianjurkan untuk menerapkan model-model pembelajaran. Salah satunya adalah pemecahan masalah. Menurut Wahab (2007: 94) model pembelajaran pemecahan masalah adalah strategi yang dapat mendorong dan menumbuhkan kemampuan anak dalam menemukan dan mengolah informasi. Nasution (2008: 170) menyatakan pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses di mana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya terlebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah, tidak sekedar aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru. Langkah-langkah yang diikuti dalam pemecahan masalah yakni: a. siswa dihadapkan dengan masalah b. siswa merumuskan masalah tersebut c. siswa merumuskan hipotesis d. siswa menguji hipotesis Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut: a. Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah tersebut. b. Merencanakan penyelesaian, yaitu menetapkan langkah-langkah penyelesaian, pemilihan konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah. c. Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian berdasarkan langkah-langkah yang telah dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta teori yang dipilih. d. Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap pemeriksaan, apakah langkah-langkah penyelesaian telah terealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat kesimpulan akhir. 120 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah Adapun Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif yang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan meningkatkan keaktifan siswa di kelas. Pendekatan konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Proses pembelajaran matematika di sekolah yang lebih baik dan bermutu adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan pendidikan matematika di sekolah, pertama kali yang harus dilaksanakan adalah bagaimana meningkatkan kembali aktifitas siswa terhadap matematika. Sebab jika aktifitas siswa tinggi maka hasil belajar siswa juga akan tinggi. Meningkatkan kembali aktifitas siswa terhadap matematika akan sangat terkait dengan berbagai aspek yang melingkupi proses pembelajaran maatematika disekolah. Aspek-aspek itu menyangkut pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika, metode pengajaran, maupun aspek-aspek lain yang mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan prooses pembelajaran matematika, misalnya sikap orangtua (atau masyarakat pada umumnya) terhadap matematika. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis antara Siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif dengan Model Pembelajaran Discovery Learning. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka artikel ini membahas kemampuan pemecahan masalah siswa. Siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif dibandingkan kemampuan pemecahan masalahnya dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Lebih lanjut artikel ini mendeskripsikan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah siswa dari dua model pembelajaran yang berbeda. Selain itu, dijabarkan juga sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan masing-masing model. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan maupun praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Sedangkan, pemecahan masalah merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan maupun menguji konjektur. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal 121 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan, menciptakan atau menguji konjektur. Pemecahan masalah sebagai salah satu aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi. Polya menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Branca (dalam Utari, 1994:8), dan dalam Nida dan Fitri (2008:l) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam matematika Strategi Konflik Kognitif Pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mempertentangkan antara struktur atau kemampuan kognisi dengan sumber-sumber belajar sehingga siswa dapat memahami konsep dengan benar. Dalam situasi ini terjadi konflik antara apa yang ada pada siswa dengan situasi yang sengaja diciptakan.Interaksi yang aktif antara siswa dengan guru merupakan hal yang penting dalam konflik kognitif. Pendekatan konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Teori konstruktivis Piaget menyatakan ketika seorang membangun ilmu pengetahuannya, maka untuk untuk memahami ilmu yang lebih tinggi diperlukan asimilasi, yaitu proses penyerapan pengalaman baru berdasarkan pada skema yang sudah dimiliki. Pandangan ini dapat memberikan indikasi bahwa sebelum belajar secara formal di kelas, siswa sudah mempunyai gagasan atau ide terhadap peristiwa-peristiwa ilmiah. Gagasan-gagasan siswa ini merupakan pengetahuan awal (prior knowledge) mereka. Gagasan-gagasan siswa ini pada umumnya masih diwarnai oleh pengalaman sehari-hari yang kemungkinan mengandung miskonsepsi. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh ilmuwan yang bersifat sistematis, konsisten maupun insidental. Miskonsepsi diartikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima pada kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasikan. 122 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah Model Pembelajaran Discovery Learning Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukkan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secra aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebut discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Pembelajarn penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan siswa di dorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep agi diri mereka sendiri. Pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa apa yang ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditemukan oleh siswa sendiri. Berdasarkan pengertian diatas dapat dsimpulkan bahwa pembelajaran discovery learnng adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Subjek populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 6 Garut kelas VIII. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 85). Dari seluruh kelas VIII yang ada kemudian dipilih 2 kelas untuk dijadikan 123 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 sampel penelitian. Dari dua kelas yang terambil, kelas VIII-B dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-A dijadikan sebagai kelas kontrol. Penelitian ini menggunakan 2 macam instrumen yaitu tes dan angket. Dalam penelitian ini instrumen tes yang digunakan penulis adalah bentuk tes uraian, yang digolongkan ke dalam dua bentuk yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (postest). Soal-soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan terhadap siswa kelas IX-A SMP Negeri 6 Garut. Setelah itu, dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda serta tingkat kesukaran soal baik secara keseluruhan maupun untuk tiap butir soal. Sedangkan untuk instrument angket diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan skala likert. Hasil dan Pembahasan Data hasil ternormalisasi yang diperoleh dari kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan kelas Discovery Learning yang terdapat pada lampiran D.3 dideskripsikan pada Tabel 1, maka diperoleh hasil data sebagai berikut: Tabel 1: Deskripsi Data Hasil Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen KontKontrol 35 34 Ratarata 0,78 0,73 Persentase 66% 47% Simpangan Baku 0,12 0,15 Interpretasi Tinggi Sedang Dari Tabel 1 terlihat bahwa data ternormalisasi yang diperoleh pada kelas metode Strategi Konflik Kognitif yaitu sebagai berikut: jumlah peserta tes sebanyak 35 orang dengan simpangan bakunya 0,12 dan rata-rata gainnya 0,78 atau sama dengan 66% sehingga interpretasi peningkatannya tergolong tinggi. Sedangkan kelas Discovery Learning diperoleh data sebagai berikut: jumlah peserta tes sebanyak 34 orang dengan simpangan bakunya 0,15 dan rata-rata gainnya 0,73 atau sama dengan 47% sehingga interpretasi peningkatannya tergolong sedang. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data terhadap data gain ternormalisasi pada masingmasing kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan kelas Discovery Learning untuk mengetahui jenis uji statistik yang digunakan 1) Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas gain ternormalisasi dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat, hasilnya kedua data gain ternormalisasi tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan menggunakan statistik non parametrik dengan uji Mann Whitney. 2) Uji Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Uji Mann Whitney digunakan jika ada salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal. 124 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah a. Hipotesis Pengujian H0: Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif tidak lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning. Ha: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning. b. Kriteria pengujian Jika ztabel zthitung maka Ho diterima Hasil uji Mann Whitney menunjukan bahwa. nilai Zhitung 10,37 > Ztabel 1,64S maka berada di luar daerah penerimaan Ho yaitu Ha diterima, artinya Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning. c. Efektivitas Siswa Terhadap Kelas metode Strategi Konflik Kognitif Efektivitas siswa ini dilihat dari posttest yang dikaitkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 yang sudah ditentukan oleh sekolah, baik kelas metode Strategi Konflik Kognitif maupun kelas Discovery Learning yang terdapat pada lampiran D.4 yang dideskripsikan pada Tabel 4.4, maka diperoleh hasil data sebagai berikut: Tabel 2: Deskripsi Persentase KKM Kelas Kriteria Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Strategi Konflik Kognitif Persentase (%) 30 88% 5 12% 35 100% Discovery Learning 22 12 34 Persentase (%) 65% 35% 100% Efektif atau tidaknya metode yang digunakan, dapat dilihat dari persentase ketuntasan dari masing-masing kelas. Jika Kurang dari 75% siswa yang tuntas maka metode yang digunakan dikatakan tidak efektif, namun sebaliknya jika lebih dari 75% banyak siswa yang tuntas maka metode yang digunakan dikatakan efektif. Berdasarkan Tabel 4.4, Hal ini dilihat dari persentase ketuntasan masing-masing kelas, dimana kelas metode Eksperimen sebagai kelas metode Strategi Konflik Kognitif memperoleh 88% dengan katagori tuntas, sedangkan kelas Discovery Learning hanya mendapat 65% dengan 125 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 katagori tuntas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas metode Strategi Konflik Kognitif efektif digunakan untuk proses belajar mengajar dikelas. Dari hasil pretest kemampuan matematis siswa pemecahan masalah menunjukan bahwa skor rata-rata pretest kedua kelas tidak berbeda secara signifikan. Begitu juga berdasarkan analisis data pengujian hipotesis tentang perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis siswa pada pretest dengan taraf signifikasi 5% menunjukan bahwa kemampuan kedua kelompok memiliki kemampuan yang sama. Dengan berbekal kemampuan awal yang sama, dilakukan pembelajaran sebanyak 6 kali pertemuan pada kedua kelompok dengan pendekatan yang berbeda, selanjutnya diberikan posttest untuk mengetahui kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa. Dari hasil posttest kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukan kenaikan skor yang diperoleh kedua kelompok setelah siswa diberi perlakuan, kelompok eksperimen melalui kelas metode Strategi Konflik Kognitif sedangkan kelompok kontrol melalui pembelajaran kelas metode Discovery Learning. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah matematis disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran kelas metode Discovery Learning. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan kelas metode Strategi Konflik Kognitif dapat meningkatkan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika. Namun demikian, pembelajaran secara kelas metode Discovery Learning tentu saja dapat meningkatkan minat dan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa walaupun kurang optimal. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan kelas metode Strategi Konflik Kognitik cukup baik dilihat dari rata-rata skor pretest ke posttest yang memperlihatkan adanya kenaikan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapat perlakuan. Besarnya kenaikan rata-rata untuk kelas metode Strategi Konflik Kognitif dari hasil pretest ke posttest, kualitas peningkatan dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi dengan rata-ratanya berinterpretasi tinggi. Besarnya kenaikan rata-rata untuk kelas Discovery Learning dari pretest ke posttest, kualitas peningkatan dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi dengan rata-ratanya berinterpretasi sedang. Berdasarkan hasil angket yang telah diberikan bahwa siswa mempunyai sikap positif terhadap pelajaran matematika, kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan soal-soal yang 126 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah diberikan. Sebagaimana dikatakan Berlin dan Hillen (dalam Ramdani, 2004) bahwa sikap positif akan menjadi langkah awal untuk menuju kepada lingkungan yang efektif. Pada umumnya, mereka senang terhadap pelajaran matematika hal ini dapat dilihat dari siswa berusaha tidak absen jika ada pelajaran matematika, siswa merasa senang belajar kelompok, dan tidak sungkan mengemukakan pendapat baik didalam diskusi kelas maupun diskusi kelompok. Siswa senang belajar dengan kelas metode Strategi Konflik Kognitif hal ini dapat dilihat dari siswa lebih mudah memahami materi dan soal-soal matematika. Siswa juga merasa senang belajar menggunakan LK dan merasa terbantu untuk memahami materi. Pandangan siswa terhadap soal-soal pemecahan masalah matematis adalah bahwa soal-soal pemecahan masalah matematis membantu meningkatkan kreativitas dan membantu siswa menemukan ide-ide baru. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh selama menerapkan metode Strategi Konflik Kognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi Teorema Pythagoras diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran Discovery Learning. 2. Daya serap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilihat dari hasil persentase nilai postest yang dihubungkan dengan nilai KKM. Dengan 88% tuntas dan 12% tidak tuntas pada kelas yang diberikan perlakuan dengan metode Strategi Konflik Kognitif, sedangkan pada Discovery Learning terlihat 65% tuntas dan 35% tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa metode Strategi Konflik Kognitif efektif dalam proses kegiatan belajar mengajar dikelas . 3. Secara umum, sikap siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode Strategi Konflik Kognitif memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran matematika, metode Strategi Konflik Kognitif, dan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan. Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam rangka perbaikan tindakan pembelajaran serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, khususnya pokok bahasan Teorema Pythagoras dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Hambatan dalam menggunakan metode Strategi Konflik Kognitif pada proses belajar mengajar di kelas antara lain: a) keterbatasan waktu; b) bagi siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan mereka engga untuk mencoba. 127 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 2. Metode Strategi Konflik Kognitif berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya melakukan penelitian lanjut tentang metode Strategi Konflik Kognitif ini, misalnya jika diterapkan di kelas yang kemampuannya lebih rendah dan lebih tinggi. Karena di kelas yang kemampuannya sedang seperti yang telah dilakukan peneliti, telah terbukti berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya Daftar Pustaka Ade,(2011), The Guided Discovery Learning to Improve Student’s Learning Motivation and Concept Masteries of Colloid System, Disertasi SPs UP,. Bandung. Arniati & Asmi Yuriana Dewi. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Padang: Universitas Negeri Padang, Pasca Sarjana. Djamarah, Syaiful B. Dan Aswan Zain, dkk.(2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Firdaus, Ahmad.( 2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Gagne, R.M, dkk (1992). Principles of Instructional Design (4nd ed). Orlando: Holt, Rinehart and Winstone, Inc. Polya, G (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Princeton, New Jersey: Princeton University Press. Rahadi, M. (2006).Statistik Parametrik. STKIP-Garut: Tidak Dipublikasikan. Rahadi, M. (2012). Evaluasi Proses Hasil Pembelajaran Matematika (PHPM). STKIP-Garut: Tidak Dipublikasikan Sanjaya, Wina.(2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada. Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Sanjaya. Sugiyanta, (2011).Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Senin 28 Februari 2011. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sundayana, R. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut : STKIP Garut Press. Yamin, Martinis. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada. 128 Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Profil Proses Kognitif Siswa dalam Investigasi Matematik ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa Tamim Zainudin Moch. Lutfianto Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil proses kognitif siswa dalam investigasi matematik. Proses kognitif dalam investigasi matematik terdiri dari empat tahap, yaitu: pengkhususan, pendugaan, pembenaran dan perumuman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam saat subjek melakukan investigasi matematik. Dalam artikel ini akan dibahas hasil penelitian untuk subjek berkemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dengan kemampuan matematika tinggi dapat melakukan keempat tahapan tersebut. Untuk subjek dengan kemampuan sedang hanya melakukan tahap pengkhususan dan pendugaan. Sedangkan subjek dengan kemampuan matematika rendah hanya melakukan tahap pendugaan. Kata Kunci: Proses kognitif, Investigasi Matematik, Kemampuan Matematika. Abstract This research aims to describe the profile of students' cognitive processes in mathematics investigations. Cognitive processes in mathematics investigation contains four stages, they are: specialising, conjecturing, justifiying and generalising. The method used in this research is qualitative research. The data is taken by interviewing whell the subject doing investigation mathematics. In this article will be discuss the results of research on the subject of mathematics ability of high, medium and low. The results showed that subjects with high math skills can do four of these stages. For subjects with the ability'm just do specialising stage and conjecturing. While the subject with low math skills just do specialising stage. Keywords: cognitive processes, mathematics investigation, mathematics ability. Pendahuluan Pembelajaran matematika yang baik akan lebih menekankan aktifitas siswa sebagai pusat pembelajaran. Siswa didorong untuk aktif baik secara mental maupun fisik, menurut turmudzi, dalam pebelajaran matematika, siswa harus dirangsang untuk mencari sendiri, melakukan penyelidikan (investigation), melakukan pembuktian terhadap suatu dugaan (conjecture) yang mereka buat sendiri, dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau pertanyaan gurunya. Selain itu, guru perlu mengetahui proses kognitif siswa dalam mengerjakan tugas matematika. Sehingga guru dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran 129 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 siswa ketika mengerjakan tugas dari guru serta guru dapat memperbaiki pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswanya. Kondisi siswa erat kaitanya dengan kemampuan siswa. Sementara kemampuan siswa sangat erat kaitanya dengan perolehan hasil belajar. Bila berhadapan dengan sejumlah siswa yang tidak dipilih secara khusus berdasarkan kecerdasanya, maka diantara mereka terdapat siswa yang pandai, sedang dan lemah. Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang mepunyai arti kata kesanggupan, kecakapan atau kekuatan (Poerwadarminta, 2005: 707). Sedangkan menurut Uno(2008), “kemapuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap dan perilakunya”. Megawati (2013) dalam penelitianya menemukan bahwa kemampuan matematika siswa berpengaruh pada kemapuan bernalarnya. Siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi cendrung memiliki kemampuan bernalar yang sangat baik. Siswa yang memiliki kemapuan mmatematika sedang cenderung memiliki kemapuan bernalar yang cukup baik, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah cenderung memiliki kemampuan bernalar yang kurang baik. Menurut Deizmann (2001) investigasi yang diperlukan untuk mengatasi keterbatasan keterampilan dan pengetahuan, karena siswa kesulitan dalam mengkaitkan pemecahan masalah, representasi, manipulasi, dan penalaranmatematik dapat meningkatkan belajar anakanak SD, guru perlu memberikan bimbingan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan sekaligus membandingkan profil proses kognitif siswa dalam investigasi dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Proses Kognitif Proses Kognitif adalah proses aktivitas mental dalam pikiran seseorang, yaitu sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat diukur melalui perilaku yang ditampilkan dan diamati (Subarinah, 2015) dan pembelajaran matematia yang baik sebaiknya juga lebih menekankan aktivitas siswa sebagai pusat pembelajaran. Siswa didorong untuk aktif baik secara mental maupun secara fisik. Dalam pembelajaran matematika, siswa harus dirangsang untuk mencari sendiri, melakukan penyelidikan (investigation), melakukan pembuktian terhadap suatu dugaan (Conjecture) yang mereka buat sendiri, dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau pertanyaan gurunya (Turmudi, 2008). 130 Jurnal Riset Pendidikan Tamim Zainudin Investigasi Matematik Investigasi secara bahasa adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban (KBBI online, 2016). Sedangkan pengertian Investigasi menurut Boston di dalam Sri Subarinah adalah suatu kegiatan yang mendorong suatu aktivitas percobaan , mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu pola, membuat dan menguji kesimpulan atau dugaan serta membuat suatu generalisasi. Dengan investigasi matematik siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu, berani berani bertanya dan mengemukakan pendapat, serta berani mengambil resiko dan percaya diri, sehingga lebih aktif dalam berpikir dan dapat mencetuskan ide-ide dalam mencari jalan keluar permasalahan, terutama yang berkaitan dengan matematika. Yeo & Yeab (2009) membedakan investigasi matematik menjadi tiga, yaitu sebagai suatu tugas, suatu proses dan suatu kegiatan. Selanjutnya proses investigasi matematik dikarakterisasi menggunakan empat istilah proses kognitif inti, yaitu: (1) pengkhususan (specialising), (2) pendugaan (Conjecturing), (3) pembenaran (justifiying) dan (4) perumuman (generalising). Karakterisasi investigasi yang terdiri dari empat proses kognitif inti tersebut terjadi dapat membantu untuk mempelajari bagaiman siswa berpikir ketika mereka menyelidiki. Dalam penelitian ini yang dimaksud proses kkognitif dalam investigasi matematik terdiri dari empat tahap, yaitu: pengkhususan, pendugaan, pembenaran dan perumuman. Dengan investigasi matematik siswa dapat aktif dan mengembangkan rasa ingin tahu berani mengambil resiko, percaya diri berani bertanya dan mengumakakan pendapat. Dalam investigasi matematik siswa laki-laki berkemampuan matematika tinggi mampu melakukan keempat tahapan diatas. Siswa laki-laki dalam berpikirnya lebih terbuka, sehingga dengan ketelitiannya siswa laki-laki mampu berpikir matematis yang abstrak untuk mememunculkan kebaruan dan kefleksibilitasnya dengan menemukan pola-pola jawaban yang berbeda (Subarinah, 2013, 2015, 2016). Metode Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang berupaya untuk mencari makna atau hakikat dibalik gejala-gejala yang terjadi. Subyek dalam penelitian ini adalah 3 siswa laki-laki kelas 8 SMP Al-Hikmah Surabaya, satu orang mempunyai kemampuan matematika tinggi, satu orang memiliki kemampuan matematika sedang dan satu orang memiliki kemampuan matematika rendah. Untuk menentukan subyek tersebut, diperoleh dari hasil PAS (Peneliaian Akhir Smester) yang telah 131 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 melalui tahap validasi. Kemuadian hasil tersebut dianalisis dan diperoleh tiga siswa sebagai subyek penelitian. Ketiga Subyek diberikan masalahkemudian diwawancarai untuk menggali informasilebih dalam. Pemberian tugas diberikan dan wawancara dilakukan dua ali untuk keperluan trangulasi. Jika kedua data menunjukan adanya kekonsistenan, maka data tersebut valid. Kemudian data dianalisis. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu: instrumen utama dan intrument pendukung. 1. Instrumen Utama Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peran Peneliti sebagai instrumen utama adalah mengendalikan seluruh proses pengumpulan data. Data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang diperlukan untuk mengungkap profil proses kognitif siswa berkemapuan tingggi, sedang dan rendah dalam investigasi matematik. Sebagai Instrumen utama peneliti bertindak sebagai pewawancara juga sebagai pengamat. Posisi ini tidak dapat digantikan oleh intrumen (orang) yang lain. 2. Instrumen Pendukung Dalam menjalankan fungsinya instrument utama memerlukan intrumen-intrumen pendukung yang akan digunkan untuk meperoleh data penelitian. Berikut instrumen pendukung pada penelitian ini a. Penilaian Akhir Semester Instrumen ini digunakan sebagai instrumen bantu untuk mengkategorikan siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Intrument sudah teruji valid karena sudah digunakan sebagai Penilaian Akhir Semester yang di revisi dari tahun ke tahun oleh salah satu sekolah di Surabaya. b. Tugas Investigasi Matematik Instrumen ini sebagai instrumen bantu untuk menggali proses kognitif subyek dalam memecahkan tugas investigasi matematik. Di dalam tugas investigasi matematik terdiri dari satu masalah matematika yang sudah ditentukan. Sebelum digunakan dalam penelitian, tugas tersebut terlebih dahulu divalidasi oleh validator yang dianggap berkompeten dan sesuai dengan bidang keahlianya, sampai dapat dikatakan layak untuk digunakan dalam penelitian. 132 Jurnal Riset Pendidikan Tamim Zainudin Tugas Investigasi matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pola-1 Pola-2 Pola-3 1 segienam 2 segienam 3 segienam 6 sisi luar 10 sisi luar 12 sisi luar Gambar 1: Tugas Investigasi Matematik Soal: 1) Garmbarlah dan amati Pola-1, Pola-2 dan Pola-3 pada gambar di lembar jawaban. Berapakah banyaknya sisi luar untuk masing-masing pola? 2) (a) Gambarlah dan susunlah pola-4. Berapakah banyaknya sisi luar pola ke-4? (b) Gambarlah dan susunlah pola-5. Berapakah banyaknya sisi luar pola ke-5? (c) Gambarlah dan susunlah pola-6. Berapakah banyaknya sisi luar pola ke-6? (d) menyusun polanya, berapakah banyaknya sisi luar pola ke-25? 3) Amati hasil 1) dan 2), kemudian temukan pola bilangan dari banyaknya sisi luar Pola-1, Pola-2, Pola-3, Pola-4, Pola-5, dan Pola-6. 4) Dari pola yang kamu temukan pada jawaban 3), tentukan banyaknya sisi luar pola ke-25 tanpa menggambar pola ke-25. 5) Dari pola yang kamu temukan pada jawaban 3) carilah rumus umum banyaknya diagona segi-n. 6) Gambarlah pola-8. Berapakah banyaknya sisi luar pola-8? 7) Apakah hasil pada 6) sesuai dengan rumus yang ditemukan di 5) mengganti n=8. 8) Cocokkan rumus yang ditemukan di 5) dengan banyaknya sisi luar pada gambargambar sebelumnya. c. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara digunakan untuk menghimpun data yang diinginkan sesuai tujuan penelitian. Pedoman wawancara mengacu pada fokus penelitian, tidak 133 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 bersifat kaku dan fleksibel sehingga wawancara dapat berkembang saat wawancara dilakukan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara berbasis tugas. Peneliti mewawancarai subyek penelitian secara mendalam mengenai hasil pemecahan tugas investigasi matematik yang diberikan. Peneliti sebagai instrumen utama melakukan wawancara untuk mengecek data hasil jawaban siswa dan mengeksplorasi proses kognitif dalam investigasi matematik yang ada dalam diri siswa. Pada setiap langkah pemecahan masalah dilakukan wawancara. Dari hasil wawancara hasil wawancara dapat diungkap proses kognitif siswa dalam memecahkan masalahinvestigasi matematik. Pengumpulan data dilaksanakan di sekolah dengan waktu yang diatur bersama antara peniliti, subyek peneliti dan guru mata pelajaran matematika dikelasnya. Apabila terdapat kendala waktu atau tempat disekola, maka pengumpulan data dapat dilakukan diluar sekolah dengan persetujuan semua pihak . Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data dalam kualitatif dimulai dengan meyiapkan dan mengorganisasikan data (yaitu, data teks seperti transkip, atau data gambar seperti foto) untuk analisis, kemudian mereduksi data tersebut menjadi tema melalui proses pengodean dan peringkasan kode, dan terakhir menyajikan data dalam bentuk bagan, tabel, atau pembahasan (Creswell: 2013). Hasil dan Pembahasan Data hasil penelitian yang dibahas dalam penelitian ini berasal dari hasil tertulis subjek, hasil pengamatan peneliti pada waktu subjek mengerjakan tugas (TIM), dan hasil wawancara setelah subjek mengerjakan tugas (TIM) secara tertulis. Kemudian data tersebut dianalisis. Berdasarkan hasil analisis data TIM, maka diperoleh profil proses kognitif subjek dalam setiap tahap investigasi matematik. 1. Analisis Data Subjek Laki-laki dengan Kemampuan Matematika Tinggi Jawaban tertulis subjek pada tahap pengkhususan dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar 2. 134 Jurnal Riset Pendidikan Tamim Zainudin Gambar 2: Penggalan Jawaban Subyek Penelitian Berdasarkan hasil analisis data TIM, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap pengkhususan pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek mebuat pola-4, pola-5 dan pola-6 dengan langkah-langkah yang sama. Pertama membuat pola-3 seperti pada contoh soal, kemudian dari pola 3 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-4. Dilanjutkan dengan menggambar kembali pola-4, dari pola-4 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-5. Kemudian dilanjutkan dengan menggambar kembali pola-5, dari pola-5 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-6. 2) Subjek menghitung Subjek memberi tanda titik di samping sisi luar untuk mempermudah dalam menghitung banyaknya sisi luar. Yaitu agar tidak ada sisi luar yang terhitung dua kali dan tidak ada sisi luar yang tidak terhitung. Jawaban tertulis subjek pada tahap pendugaan dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar 3. Gambar 3: Penggalan Jawaban SP Berdasarkan hasil analisis data TIM, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap pengkhususan pada investigasi matematik sebagai berikut: 135 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 1) Subjek menemukan pola bilangan penambahan berurutan dari banyaknya sisi luar pola-1, pola-2, pola-3, pola-4, pola-5 dan pola-6. Banyaknya sisi luar pola-1 adalah 6, banyaknya sisi luar pola-2 adalah 10, banyaknya sisi luar pola-3 adalah 12, banyaknya sisi luar pola-4 adalah 14, banyaknya sisi luar pola-5 adalah 16 dan banyaknya pola-6 adalah 18. Subjek mengamati bahwa dari 6 ke 10 terjadi penambahan 4 serta dari 10 ke 12, 12 ke 14, 14 ke 16 terjadi penambahan 2. 2) Subjek meneruskan pola bilangan penambahan berurutan untuk memperoleh banyaknya sisi luar pola-25, yaitu dengan banyaknya sisi luar pola-6 ditambah 2 kali 19, 19 diperoleh dari selisih 25 dikurangi 6. Diperoleh 18 ditambah 2 sebanyak 19 kali sama dengan 56. Jawaban tertulis subjek pada tahap perumuman dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar. Gambar 4: Penggalan Jawaban SP Berdasarkan hasil analisis data TIM, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap perumuman pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek menemukan pola penambahan bilangan pada banyaknya sisi luar pola-2, pola-3 sampai pola-25. Banyaknya sisi luar pola-2 adalah 6+4, banyaknya sisi luar pola-3 adalah 6+4+2, banyaknya sisi luar pola-4 adalah 6+4+2+2, banyaknya sisi luar pola-5 adalah 6+4+2+2+2, begitu hingga pola-25. 2) Subjek menemukan banyaknya sisi luar pola-n merupakan hasil penjumlahan suku awal ditambah n dikalikan 2, yaitu 6 ditambah 2 sebanyak n. 3) Subjek mengabikan pola-1 sebagai bentuk pengecualian. Karena pada pola-1 penambahan sebanyak 4. Jawaban tertulis subjek pada tahap pembenaran dalam investigasi matematik dapat dilihat pada Gambar. Gambar 5: Penggalan Jawaban SP Berdasarkan hasil analisis data TIM, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap pembenaran pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek menggambar pola-8 mengikuti prosedur seperti menggambar pola sebelumnya, yaitu dengan menggambar pola sebelumnya kemudian menambahkan satu segi-6 pada pola tersebut. 136 Jurnal Riset Pendidikan Tamim Zainudin 2) Subjek menemukan banyaknya sisi luar pola-8 dari gambar adalah 22 dan ternyata cocok dengan ruus umum banyaknya sisi luar pola-n, yaitu 6+ 2sebanyakn. 3) Subjek mencocokan rumus umum banyaknya sisi luar pola-n dengan banyaknya sisi luar pada pola -1,pola-2, pola-3, pola-4, pola-5 dan pola-6. Untuk pola-1 ( ) , sehingga banyaknya sisi luar pola-1 adalah 8. Untuk pola-2 6+2n=6+2(2)=10, sehingga banyaknya sisi luar pola-1 adalah 10. Untuk pola-3 6+2n=6+2(3)=12, sehingga banyaknya sisi luar pola-1 adalah 12. Untuk pola-4 6+2n=6+2(4)=14, sehingga banyaknya sisi luar pola-4 adalah 14. Untuk pola-5 6+2n=6+2(5)=16, sehingga banyaknya sisi luar pola-5 adalah 16. Untuk pola-6 6+2n=6+2(6)=8, sehingga banyaknya sisi luar pola-6 adalah 18. Ternyata benar dari rumus umum terjdi pengecualian pada pola-1. 2. Analisis Data Subjek Laki-laki dengan Kemampuan Matematika Sedang Jawaban tertulis subjek pada tahap pengkhususan dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar. Gambar 6: Penggalan Jawaban SP 2 Berdasarkan hasil analisis data TIM-1, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap pengkhususan pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek mebuat pola-4, pola-5 dan pola-6 dengan langkah-langkah yang sama. Pertama membuat pola-3 seperti pada contoh soal, kemudian dari pola 3 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-4. Dilanjutkan dengan menggambar kembali pola-4, dari pola-4 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-5. Kemudian dilanjutkan dengan menggambar kembali pola-5, dari pola-5 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-6. 2) Subjek menghitung Subjek memberi tanda garis di samping sisi luar untuk mempermudah dalam menghitung banyaknya sisi luar. Yaitu agar tidak ada sisi luar yang terhitung dua kali dan tidak ada sisi luar yang tidak terhitung. 137 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Jawaban tertulis subjek pada tahap pendugaan dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar. Gambar 7: Penggalan Jawaban SP 2 Berdasarkan hasil analisis data TIM, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap pengkhususan pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek menemukan pola bilangan penambahan berurutan dari banyaknya sisi luar pola-1, pola-2, pola-3, pola-4, pola-5 dan pola-6. Banyaknya sisi luar pola-1 adalah 6, banyaknya sisi luar pola-2 adalah 10, banyaknya sisi luar pola-3 adalah 12, banyaknya sisi luar pola-4 adalah 14, banyaknya sisi luar pola-5 adalah 16 dan banyaknya pola-6 adalah 18. Subjek mengamati bahwa dari 6 ke 10 terjadi penambahan 4 serta dari 10 ke 12, 12 ke 14, 14 ke 16 terjadi penambahan 2. 2) Subjek meneruskan pola bilangan penambahan berurutan untuk memperoleh banyaknya sisi luar pola-25, yaitu dengan banyaknya sisi luar pola-6 ditambah 2 kali 19, 19 diperoleh dari selisih 25 dikurangi 6. Diperoleh 18 ditambah 2 sebanyak 19 kali sama dengan 56. Jawaban tertulis subjek pada tahap perumuman dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar Gambar 8: Penggalan Jawaban SP2 Berdasarkan hasil analisis data TIM, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap perumuman pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek menemukan pola penambahan bilangan pada banyaknya sisi luar pola-2, pola-3 sampai pola-25. Banyaknya sisi luar pola-2 adalah 6+4, banyaknya sisi luar pola-3 adalah 6+4+2, banyaknya sisi luar pola-4 adalah 6+4+2+2, banyaknya sisi luar pola-5 adalah 6+4+2+2+2, begitu hingga pola-25. 138 Jurnal Riset Pendidikan Tamim Zainudin 2) Subjek menemukan banyaknya sisi luar pola-n merupakan hasil penjumlahan suku awal ditambah n dikalikan 2, yaitu 6 ditambah 2 sebanyak n. 3) Subjek mengabikan pola-1 sebagai bentuk pengecualian. Karena pada pola-1 penambahan sebanyak 4. Subjek tidak menjawab dalam proses perumuman dan pembenaran. 3. Analisis Data Subjek Laki-laki dengan Kemampuan Matematika Rendah Jawaban tertulis subjek pada tahap pengkhususan dalam investigasi matematik diperlihatkan pada Gambar. Gambar 8: Penggalan Jawaban SP 3 Berdasarkan hasil analisis data TIM-1, diperoleh profil proses kognitif subjek dalam tahap pengkhususan pada investigasi matematik sebagai berikut: 1) Subjek mebuat pola-4, pola-5 dan pola-6 dengan langkah-langkah yang berbeda. Untuk membuat pola-4, pertama membuat pola-3 seperti pada contoh soal, kemudian dari pola 3 tersebut ditambah satu segi-6 menjadi pola-4. Untuk membuat pola-5, subjek langsung membuat pola-5 dengan cara menggambar segi-6 satu-persatu sebanyak 5 kali hingga membentuk pola-5. Untuk membuat pola-6, subjek menggambar segi-6 satu-persatu sebanyak 6 kali hingga menjadi pola-6. 2) Subjek menghitung banyak sisi luar dengan cara memberi tanda titik pada sisi luar untuk mempermudah dalam menghitung banyaknya sisi luar. Yaitu agar tidak ada sisi luar yang terhitung dua kali dan tidak ada sisi luar yang tidak terhitung. Dari tahap tersebut subjek tidak menemukan pola bilangan dari banyaknya sisi luar pola-4, pola-5 dan pola-6. Akibatnya subjek tidak melalui tahap pendugaan (conjecturing), pembenaran (justifying) dan perumuman (generalising). Simpulan dan Saran Subjek dengan kemampuan matematik tiggi mampu melalui tahap-tahap proses kognitif dalam investigasi matematik yang meliputi pengkhususan (specialising), pendugaan (conjecturing), pembenaran (justifying), dan perumuman (generalising). Subjek dengan kemampuan matematik sedang mampu melewati 2 tahap proses kognitif dalam investigasi 139 Jurnal Riset Pendidikan matemati yang meliputi Vol. 2, No. 2, November 2016 pengkhususan pengkhususan (specialising), pendugaan (conjecturing). Sedangkan untuk subjek dengan kemampuan matematik rendah hanya mampu melalui tahap pengkhususan pengkhususan (specialising). Pada tahap pengkususan, subjek dengan kemampuan matematika tinggi dan kemampuan matematika sedang melakukan langkah-langkah yang sama dalam membuat pola-4, pola-5 dan pola-6. Sehingga pada tahap pendugaan, subjek menemukan pola bilangan dengan cara penambahan dari banyaknya sisi luar pola-4, pola-5 dan pola-6. Sehingga subjek dapat menemukan banyaknya sisi luar pola-25 dengan meneruskan pola bilangan. Sedangkan subjek dengan kemampuan matematika rendah melakukan langkah yang berbeda. Sehinggapada tahap pendugaan subjek tidak menemukan pola bilangan dari banyaknya sisi luar pola-4, pola-5 dan pola-6. Akibatnya subjek tidak melalui tahap pendugaan, pembenaran dan perumuman. Pada tahap perumuman subjek dengan kemampuan matematika tinggi menemukan banyaknya sisi luar pola-n merupakan penambahan 2 sebanyak n kali. Pada tahap pembenaran, subjek menemukan kecocokan antara rumus umum banyaknya pola-n dengan banyaknya sisi luar pola-1, pola-2, pola-3, pola-4, pola-5, pola-6, pola-8 yang diperoleh dari gambar. Sedangkan subjek dengan kemampuan matematika sedang tidak menemukan banyaknya sisi luar pola-n. Sehingga subjek tidak melalui tahap perumuman dan pembenaran. Daftar pustaka Creswell, John W. (2013). Qualitative Inquiry & Research design: Choosing Among Five Appoaches, Third Edition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Diezmann, C. M., J. J. Watters & L. D. English. 2001. Implementing Mathematical Investigations with Young Children. Proceedings 24th annual Conference of the Mathematics Education Research group of Australasia, pages 170-177, Sydney. KBBI online. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [online] tersedia http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/ di akses pada tanggal 13 Oktober 2016 pada Poerwadarminta, W.J.S. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Megawati, D. 2013. Profil Penalaran Siswa SMA Al Hikmah Surabaya dalam Membuktikan Identitas Trigonometri Ditinjau dari Kemampuan Matematika. Tesis Tidak Dipublikasikan. Surabaya: Pasca Sarjana Unesa. Miles, M.B., dan M.A. Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis: an Expanded Sourcebook, 2nd Edition. New Delhi: Sage Publications. Subarinah, Sri. (2013). Profil Berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan Masalah Tipe Investigasi Matematik Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Seminar Nasional Matematika 140 Jurnal Riset Pendidikan Tamim Zainudin dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Jurusan Pendidikan Mateematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, Yogyakarta. Subarinah, Sri. (2016). Profil Proses Kognitif Siswa SMP dalam Investigasi Matematik Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Mita Hapsari Jannah, & Heru Kurniawan (Eds.), Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMP, Purworejo (pp. 794-804) Subarinah, Sri., Budayasa, I Ketut., Lukito, Agung. (2015). Profil Proses Kognitif Siswa SMP Laki-laki Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Investigasi Matematik. Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Mateematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, Yogyakarta. Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika: Paradigma Eksploratif dan Investigatif. Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Yeo, J. B. W. & B. H. Yeap. 2009. Mathematical Investigation: Task, Process and Aktivity. Technical Report ME2009-01 January 2009 Mathematics and athematics Education National Institute of Education Singapore. Yeo, J. B. W., B. H. Yeap. 2009a. Investigating the Processes of Mathematical Investigation Diunduh dari http://www.math.nie.edu.sg/bwjyeo/publication/CRPPConf2009Paper_MIGames.pd f pada tanggal 20 Oktober 2016 Yeo, J. B. W., B. H. Yeap. 2009b. Solving Mathematical Problems by Investigation. Diunduh dari http://www.math.nie.edu.sg/bwjyeo/publication/AMEYearBook2009_SolvingMathsP roblemByInvestigation.pdf pada tanggal 20 Oktober 2016 Yeo, J. B. W., B. H. Yeap. 2010. Characterising the Cognitive Processes in Mathematical Investigation. Diunduh dari http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/jbwyeo.pdf pada tanggal 20 Oktober 2016 141 Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ditinjau melalui Model Pembelajaran SAVI dan Konvensional Shovia Ulvah Ekasatya Aldila Afriansyah Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Garut e-mail: [email protected] Abstrak Masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dibuktikan dengan hasil PISA pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis adalah karena adanya kondisi kelas yang pasif, dimana siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran. Untuk itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually) karena siswa dituntut untuk belajar dengan berbuat dan bergerak, belajar dengan berbicara dan mendengarkan, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan masalah berupa tes uraian dan angket. Analisis data dilakukan dengan uji Mann Whitney, dari hasil perhitungan diperoleh hipotesis awal ditolak. Sehingga disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran SAVI lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, SAVI Abstract The mathematical problem solving ability of Indonesian students was quite low. The results of PISA in 2009 showed that Indonesia was ranked 61st out of 65 countries. One of the factors causing low mathematical problemsolving ability is due to the condition of a passive class, where students are less involved in learning. This research applied SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually) learning model because students are required to learn by doing and moving, learned by talking and listening, learning by observing and describing, and learn to solve problems and explain. The method used in this research is quasi-experimental. Researchers used the instrument consists of problem-solving ability test and questionnaires. Data analysis was performed by Mann Whitney test. Based on the result the initial hypothesis is rejected. It can be concluded that the students’ mathematical problem solving ability who used SAVI learning model is better than the conventional. Keywords: Mathematical Problem Solving Ability, SAVI (Somatic Auditory Intellectually Visualization), Conventional 142 Jurnal Riset Pendidikan Shovia Ulvah Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman ini mengharuskan setiap individu yang hidup di zaman ini untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zamannya. Sejalan dengan perkembangan zaman tersebut, sedikit banyaknya akan berdampak pada dunia pendidikan. Pendidikan harus benar-benar menciptakan lulusan-lulusan yang berkualitas, memiliki berbagai kemampuan, dan salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan agar mereka siap menyesuaikan diri dengan kehidupannya dan mampu menyelesaikan berbagai masalah dikehidupan nyatanya. Cooney (Soemarmo dan Hendriana, 2014: 23) mengemukakan bahwa kepemilikan kemampuan pemecahan masalah membantu siswa berpikir analitik dalam mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru. Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematis sangat penting dimiliki oleh siswa. Pentingnya kepemilikan kemampuan pemecahan masalah tersebut tercermin dalam kutipan Branca (Soemarmo dan Hendriana, 2014: 23) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan masalah matematis merupakan jantungnya matematika. Matematika sebagai ratunya ilmu, tentu sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika wajib ada pada setiap tingkatan pendidikan. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat besar peranannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga matematika perlu dipahami baik oleh siswa. Namun, mesti kita sadari bahwa pada kenyataannya tidak banyak siswa yang menyukai matematika. Siswa juga banyak mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika ini. Menurut Herdian (2009) kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika dikarenakan kurangnya pemahaman dan ketertarikan siswa pada pelajaran matematika. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena adanya suatu kondisi kelas yang pasif, dimana siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran, serta sebagian siswa terlanjur menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Sehingga kecenderungan kelas menjadi tegang, siswa menjadi enggan untuk belajar matematika. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya kemampuan yang dimiliki siswa dalam matematika, dan salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) yang disempurnakan pada kurikulum 2013, mencantumkan tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah. 143 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan hal tersebut, ternyata dalam KTSP pun dicantumkan bahwa memecahkan masalah adalah salah satu tujuan dari pembelajaran matematika. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah benar-benar memiliki arti penting dalam kemajuan pendidikan. Namun, kenyataanya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dalam Yulianingsih (2013:2) yang menyatakan bahwa pada hasil tes matematika studi TIMSS 2007 untuk kelas VIII, Indonesia menempati peringkat ke 36 dari 48 negara. Sementara itu, hasil tes PISA tahun 2006 tentang matematika, Indonesia berada diperingkat 52 dari 56 negara. Aspek yang dinilai dalam PISA salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia juga dapat dilihat dari hasil survey PISA (Program for International Students Assesment) tahun 2009 yang menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara yang disurvei dengan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia 371 dari nilai rata-rata yang ditetapkan PISA adalah 500 Berdasarkan hal tersebut maka Mansyur (2014) menyatakan bahwa guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Karena pada kenyataannya model pembelajaran yang cenderung digunakan selama ini adalah model pembelajaran konvensional. Dimana guru yang menerangkan materi dan konsep-konsep matematika sementara siswa hanya mencatat dan mengerjakan beberapa latihan soal, kemudian guru membahas dan begitu seterusnya. Pembelajaran seperti ini cenderung monoton dan membuat siswa pasif. Kemampuan pemecahan masalah dapat dicapai dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengubah model pembelajaran. Meier (Rusman, 2010: 373) menyatakan bahwa model pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Model Pembelajaran SAVI terdiri dari Somatic yang berarti 144 Jurnal Riset Pendidikan Shovia Ulvah belajar dengan berbuat dan bergerak; Auditory yang berarti belajar dengan berbicara dan mendengarkan; Visualization yang berarti membaca, mengamati dan menggambarkan; dan Intellectually yang berarti belajar dengan memecahkan masalah dan merenungkan (berpikir). Artikel ini membahas hasil penelitian terkait implementasi model pembelajaran SAVI. Lebih lanjut dideskripsikan apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran SAVI lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Selain itu, dijelaskan hasil analisis interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan skala sikap siswa terhadap pembelajaran matematika. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Proses pemecahan masalah matematis berbeda dengan proses menyelesaikan soal matematika. Perbedaan tersebut terkandung dalam istilah masalah dan soal. Menyelesaikan soal atau tugas matematika belum tentu sama dengan memecahkan masalah matematika. Apabila suatu tugas matematika dapat segera ditemukan cara menyelesaikannya, maka tugas tersebut tergolong pada tugas rutin dan bukan suatu masalah. Soemarmo dan Hendriana (2014: 22) mengemukakan bahwa suatu tugas matematik dikatakan masalah matematik apabila tidak dapat segera diperoleh cara menyelesaikannya namun harus melalui beberapa kegiatan lainnya yang relevan. Proses pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa. Pentingnya kepemilikan kemampuan tersebut tercermin dalam kutipan Branca (Soemarmo dan Hendriana, 2014: 23) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan masalah matematis merupakan jantungnya matematika. Cooney (Soemarmo dan Hendriana, 2014: 23) mengemukakan bahwa kepemilikan kemampuan pemecahan masalah membantu siswa berpikir analitik dalam mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru. Dengan begitu, kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimiliki siswa pada saat belajar matematika di sekolah akan menjadi modal mereka dalam menghadapi kehidupannya dimasa yang akan datang dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya di kehidupan nyata. Disamping itu, Hamdani (Susilawaty, 2014:16) mengemukakan beberapa keunggulan dalam metode penyelesian masalah. Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Melatih siwa untuk mendesain suatu penemuan; b. Berpikir dan bertindak kreatif. c. Memecahkan masalah secara realistis. d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan. 145 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan. f. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja. Ada beberapa indikator dalam pemecahan masalah. Sumarmo (2013:5) mengemukakan bahwa indikator pemecahan masalah tersebut adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. b. Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik. c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis masalah baru) dalam atau diluar matematika. d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal. e. Menggunakan matematik secara bermakna. Dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah, ada langkah-langkah kegiatan yang harus dilalui siswa. Adapun langkah-langkah kegiatan pemecahan masalah menurut Polya (Soemarmo dan Hendriana, 2014:23) adalah sebagai berikut: a. Memahami masalah. b. Merencanakan atau merancang strategi pemecahan masalah. c. Melaksanakan perhitungan. d. Memeriksa kembali kebenaran hasil atau solusi. Model Pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually) Meier (Rusman, 2010:373) telah menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan SAVI, yaitu Somatic, Auditory, Visualization, dan Intellectually. Somatis artinya belajar dengan berbuat dan bergerak. Auditori, belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual, artinya belajar mengamati dan menggambarkan. Intelektual, artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan. Pembelajaran SAVI merupakan suatu model pembelajaran, dimana siswa dilibatkan tidak hanya sekedar mendapatkan penjelasan dari guru dan menyelesaikan soal, tetapi pada proses belajar siswa bergerak bebas aktif, siswa dalam setiap kelompoknya dilatih aktif dalam memecahkan masalah yang diberikan, mendengarkan apa yang dijelaskan guru ataupun teman-temannya, berani menjelaskan apa yang mereka tahu. Siswa yang belajar dengan aktif biasanya ditandai dengan gerakan fisik, sedangkan gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental. Bagian otak manusia yang 146 Jurnal Riset Pendidikan Shovia Ulvah terlibat dalam gerakan tubuh (korteks motor) terletak tepat di sebelah bagian otak yang digunakan untuk berpikir dan memecahkan masalah. Ditambah lagi dengan aspek intelektual yang merupakan salah satu unsur SAVI dapat mengajak siswa untuk terlibat dalam aktivitas seperti diantaranya memecahkan masalah dan melahirkan kemampuan pemecahan masalah. Sehingga model pembelajaran SAVI dapat melatih kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan berusaha belajar secara aktif, pada akhirnya dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Untuk lebih jelasnya, dalam penelitian ini langkah-langkah model pembelajaran SAVI yang digunakan peneliti sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran SAVI menurut Herdian (2009). Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Siswa membaca materi pelajaran yang akan dipelajari dengan suara keras (A). b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 4-5 anggota pada setiap kelompok (S). c. Siswa atau setiap kelompok mengamati media gambar atau lembar kerja yang diberikan oleh guru dan mendiskusikannya (V). d. Setiap kelompok mendemonstrasikan hasil kerja kelompoknya di depan siswa yang lain sesuai dengan materinya (I). Metode Penelitian Di dalam penelitian ini, yang menjadi populasi penelitian adalah siswa kelas VIII MTs Muhammadiyah Bayubud tahun ajaran 2015/2016. Sedangkan sampel yang diambil adalah siswa kelas Kelas VIII-A sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional dan kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran SAVI. Kedua kelas tersebut dipilih secara random dari keempat kelas dari kelas VIII yang ada di MTs Muhammadiyah Bayubud Jumlah siswa pada kelas eksperimen adalah 28 orang siswa. Tetapi yang digunakan datanya hanya 25 orang siswa, karena ada satu orang siswa yang tidak mengikuti pre-test dan dua siswa lainnya tidak mengikuti pembelajaran secara menyeluruh. Sedangkan jumlah kelas kontrol adalah 31 orang. Tetapi yang digunakan datanya hanya 26 orang siswa, karena satu orang siswa tidak mengikuti pre-test, dua orang siswa tidak mengikuti pembelajaran secara menyeluruh dan dua siswa lainnya tidak mengikuti post-test. Jadi secara keseluruhan sampel yang digunakan dari kelas eksperimen adalah 25 orang siswa dan kelas kontrol adalah 26 orang siswa. Desain yang sesuai dengan penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design. Penelitian ini menggunakan dua cara pengumpulan data yaitu dengan tes dan angket. Tes dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Angket 147 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 hanya diberikan pada kelas eksperimen untuk mengetahui sikap siswa secara umum terhadap model pembelajaran SAVI. Hasil Penelitian Tabel 1: Statistik Deskriptif Data Tes Awal Skor (Ideal = 50) Terkecil Terbesar Kelompok Jumlah Siswa Eksperimen 25 2,5 8,5 Kontrol 26 0 13 Rata-rata (%) 4,78 (9,56%) 3,62 (7,24%) Deviasi Standar 1,68 3,54 Tabel 2: Uji Normalitas Data Tes Awal Kelas Lmaks Ltabel Keterangan SAVI 0,113 0,176 Berdistribusi Normal Konvensional 0,302 0,173 Tidak Berdistribusi Normal Karena salah satu datanya tidak berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah Uji Mann Whitney yang berguna untuk menguji perbedaan kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum keperhitungannya peneliti merumuskan hipotesisnya terlebih dahulu. Pasangan hipotesis nol dan hipotetsis alternatif yang akan diuji adalah: Ho : Tidak terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa yang akan mendapatkan model pembelajaran SAVI dan siswa yang akan mendapatkan model pembelajaran konvensional. Ha : Terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa yang akan mendapatkan model pembelajaran SAVI dan siswa yang akan mendapatkan model pembelajaran konvensional. Setelah menentukan hipotesis tersebut, dan setelah dilakukan perhitungan, didapat nilai zhitung = 2,01. Dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% sehingga diperoleh nilai z tabel = 1,96. Dengan kriteria terima Ho jika -ztabel < zhitung < ztabel . Sehingga kesimpulannya adalah Ho ditolak, maka terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa yang akan mendapatkan pembelajaran SAVI dan siswa yang akan mendapatkan model pembelajaran konvensional. 148 Jurnal Riset Pendidikan Shovia Ulvah Tabel 3: Hasil Normalitas Data Gain Mutlak Nilai L Data Gain Mutlak Kriteria Lmaks Ltabel Kelas Eksperimen 0,163 0,176 Berdistribusi Normal Kelas Kontrol 0,186 0,173 Tidak Berdistribusi Normal Karena salah satu data tidak berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah Uji Mann Whitney yang berguna untuk menguji perbandingan kemampuan matematis siswa setelah diberikan perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum keperhitungannya, peneliti merumuskan hipotesisnya terlebih dahulu. Pasangan hipotesis nol dan hipotetsis alternatif yang akan diuji adalah: Ho : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran SAVI tidak lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Ha : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran SAVI lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Setelah menentukan hipotesis tersebut, dan setelah dilakukan perhitungan, didapat nilai z hitung = 2,36. Dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% sehingga diperoleh nilai ztabel = 1,96. Dengan uji satu pihak dan kriteria terima Ho jika zhitung ≤ ztabel. Sehingga kesimpulannya adalah Ho ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually) lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Tabel 4: Deskripsi Data Gain Ternormalisasi Kelas Jumlah Siswa Skor Terkecil Skor Terbesar Rata-rata Interpretasi Peningkatan Eksperimen 25 0,24 1,00 0,64 Sedang Kontrol 26 0,16 0,95 0,40 Sedang Dari hasil penelitian data tersebut, terlihat bahwa gain ternormalisasi yang diperoleh dari kelas eksperimen yaitu banyaknya jumlah siswa 25 orang dengan skor terkecil gain ternormalisasi 0,24 dan skor terbesar 1,00, sehingga diperoleh nilai rata-rata gain ternormalisasi 0,64. Oleh karena itu interpretasi peningkatannya tergolong sedang. Sedangkan hasil dari kelas kontrol yaitu banyaknya jumlah siswa 26 orang dengan skor terkecil gain ternormalisasi 0,16 dan skor terbesar 0,95, sehingga diperoleh rata-rata gain ternormalisasi 0,40. Oleh karena itu interpretasi peningkatannya tergolong sedang. 149 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Dalam penelitian ini, kedua kelas tersebut menggunakan model pembelajaran yang berbeda. Kelas eksperimen menggunakan pembelajaran SAVI sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Kegiatan pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol berlangsung selama lima kali pertemuan. Dengan lima RPP yang telah disusun, masing-masing kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol membahas tentang menentukan unsur-unsur kubus dan balok, cara melukis kubus dan balok, jumlah panjang rusuk kubus dan balok, jaring-jaring kubus dan balok, luas permukaan kubus dan balok, serta volume pada kubus dan balok. Untuk pertemuan kesatu pada kelas eksperimen, aktivitas siswa berlangsung kurang baik, umumnya siswa masih tampak belum mengerti dan memahami proses pembelajaran dengan model pembelajaran yang diterapkan, namun siswa terlihat berantusias ketika peneliti membagikan kelompok secara random untuk menjadi kelompok belajarnya selama penelitian berlangsung. Sepertinya mereka memang menginginkan pembelajaran yang berbeda untuk pembelajaran matematika. Namun, saat peneliti membagikan lembar kerja siswa yang menuntut mereka beserta kelompoknya untuk aktif dalam somatis, auditori, visual dan intelektualnya siswa masih cenderung pasif, sehingga ide-ide yang dimilikinya sulit untuk dikomunikasikan, kegiatan belajar masih dirasakan kurang efektif. Siswa masih belum terbiasa belajar dengan model pembelajaran SAVI. Siswa masih terlihat malu-malu untuk berdiskusi dengan kelompoknya, sehingga hanya beberapa kelompok yang aktivitas belajarnya sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Sementara untuk pertemuan kesatu pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional, aktivitas siswa yang dirasakan lebih baik dari pada di kelas eksperimen. Alasannya mungkin karena siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan. Siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (lihat gambar 1). Namun, ketika mereka diberikan soal pemecahan masalah mengenai kubus dan balok, mereka terlihat kebingungan untuk mengerjakannya dan sayangnya mereka hanya belajar sendiri-sendiri, sehingga mengakibatkan siswa yang berkemampuannya kurang merasa bosan dan justru tak ada kemauan lagi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Parahnya lagi, mereka justru membuat kegaduhan dan mengganggu sebagian siswa yang sedang berusaha untuk menemukan penyelesaian dari masalah yang diberikan. Pada pertemuan kedua dan selanjutnya aktivitas siswa untuk kelas eksperimen mengalami peningkatan, siswa mulai terbiasa dan lebih aktif dalam menyampaikan pendapat dan pertanyaan sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Berbeda dengan kelas kontrol, dimana untuk pertemuan kedua suasana kelas masih sama seperti suasana hari pertama dan untuk pertemuan selanjutnya justru terasa mengalami penurunan, semakin banyak siswa yang terlihat bosan dalam belajar. Hanya sebagian siswa yang terlihat antusias dalam belajar. 150 Jurnal Riset Pendidikan Shovia Ulvah Pada kelas eksperimen, setiap pembelajaran dimulai salah satu siswa selalu diminta untuk membaca penjelasan singkat untuk materi yang akan diajarkan pada hari itu, kemudian siswa yang lainnya menyimak dan memperhatikan lembar kerjanya mengenai materi yang dibacakan oleh salah satu temannya. Ini bertujuan untuk menyamakan kesiapan mereka dalam pembelajaran selanjutnya (Visual dan Auditory). Sedangkan untuk kelas kontrol diawal pembelajaran, hanya sebagian siswa yang terlihat membaca materi terlebih dahulu dan yang terlihat siap untuk belajar. Dalam pembelajaran SAVI, Setiap siswa dengan anggota kelompoknya saling berbagi pendapat dalam menyelesaikan masalah yang diberikan (Visual dan Auditory). Persaingan antar kelompok semakin membuat mereka lebih bersemangat dalam berdiskusi dan mengerjakan lembar kerja yang diberikan (Intellectually). Mereka mulai terbiasa dengan masalah-masalah yang disajikan dalam lembar kerja yang diberikan, mereka selalu memperhatikan setiap langkah yang telah disediakan dalam lembar kerja (Visual). Mereka selalu siap ketika tiba-tiba ditanya dan diminta untuk menjelaskan penyelesaian dari setiap masalah yang diberikan (Auditory). Setiap kelompok yang berhasil menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cepat selalu diminta salah satu perwakilannya untuk menjelaskan dan mengerjakannya dipapan tulis (Somatis), sementara kelompok yang lain menyimak penjelasan temannya itu. Sedangkan untuk kelas kontrol, jangankan untuk menjelaskan, untuk mengerjakan dipapan tulis saja peneliti harus memujuknya terlebih dahulu. Mungkin ini adalah akibat karena mereka tidak terbiasa terlatih dalam auditorinya. Pada intinya, untuk kelas eksperimen setiap siswa benar-benar terlibat dalam pembelajarannya, mereka terlihat nyaman dengan model pembelajaran yang diterapkan. Berbeda dengan kelas kontrol, yang terlibat dalam pembelajaran hanya sebagian, hanya siswa-siswa yang mempunyai kemampuan lebih dalam bidang matematika. Adapun untuk sebagian siswa yang terlihat kemampuannya kurang mereka semakin terlihat bosan untuk belajar matematika. Hal tersebut mungkin disebabkan karena proses yang digunakan dalam pembelajaran terkesan membosankan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan di kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SAVI lebih diterima siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol yaitu dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengolahan data yang pada kesimpulannya didapat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran SAVI lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. 151 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh ketika menerapkan model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen dan menerapkan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol pada materi kubus dan balok di kelas VIII MTs Muhammadiyah Bayubud, diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran SAVI lebih baik dibandingkan dengan konvensiona.karena dengan menggunakan Uji Mann Whitney dengan pengujian satu pihak didapat bahwa nilai zhitung = 2,01 ≤ ztabel = 1,96. Sehingga Ho ditolak. 2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sedang. Hal ini berdasarkan hasil analisis data gain ternormalisasi untuk kelas eksperimen nilai rata-ratanya sebesar 0,64 dan untuk kelas kontrol nilai rata-rata sebesar 0,40 yang keduanya berada pada interval yang berinterpretasi sedang. 3. Secara umum, sikap siswa kelas VIII di MTs Muhammadiyah Bayubud terhadap model pembelajaran SAVI dalam pembelajaran matematika dengan pokok bahasan kubus dan balok adalah baik. Hal ini dikarenakan dalam pengolahan angket yang diberikan, jumlah skor total yang diperoleh dari 20 pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif adalah 1463. Dan berdasarkan interpretasi sikap siswa yang telah ditentukan, skor 1463 berada pada interval yang berinterpretasi baik. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran SAVI maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi guru disarankan untuk lebih selektif dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan disarankan untuk mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan. 2. Bagi siswa disarankan agar lebih banyak berlatih dengan mengerjakan soal-soal yang bervariasi dan berperan aktif dalam proses pembelajaran yaitu bertanya apabila tidak dimengerti dan memberikan reaksi apabila guru bertanya. Dengan penelitian ini, semoga dapat lebih meningkatkan dan mengembangkan kualitas belajarnya. 3. Bagi pembaca dan peneliti selanjutnya yang bermaksud melakukan penelitian dalam subjek yang sama, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pengembangan penelitian dimasa yang akan datang supaya mendapatkan hasil penelitian yang berkualitas dan lebih sempurna. 152 Jurnal Riset Pendidikan Shovia Ulvah Daftar Pustaka Herdian. (2009). Tahapan Kegiatan SAVI. [Online] Tersedia: https://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-savi/ [16 Juni 2015 ] Huda, M. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mansyur, MZ. (2014). Indikator Pemecahan Masalah. [Online] https://zulfikarmansyur.wordpress.com/2014/01/07/13 [16 Juni 2015 ] Tersedia: Saepurrohman. (2012). Perbandingan Prestasi Belajar Matematika antara Siswa yang Mendapatkan Pembelajaran Teknik Simulasi dengan Pembelajaran Konvensional. Skripsi pada pendidikan matematika STKIP Garut: Tidak diterbitkan Soemarmo, U dan Hendriana, H. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Pembelajarannya.Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA-UPI Sumarmo,U. Matematik Serta Susilawaty, Y. (2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Bentuk Cerita dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Skripsi pada pendidikan matematika STKIP Garut: Tidak diterbitkan Yulianingsih, R. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Based Learning dengan Teknik Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA. Bandung: Jurnal. Upi. [Online]. Tersedia di http://respository.upi.edu/386/4/S_MTK_0900629_CHAPTER1.pdf 153