BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pajak Pajak adalah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Pajak
Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah
dimana pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang dan pemungutannya
dapat dipaksakan kepada subyek pajak dimana tidak ada balas jasa yang langsung
dapat ditunjukkan penggunaannya (Mangkoesoebroto, 2001).
Pengertian Pajak tersebut adalah salah satu dari berbagai asumsi yang
dikemukakan oleh para ahli, walaupun definisi yang diutarakan berbeda-beda,
namun masing-masing memiliki tujuan yang sama. Seperti yang dijabarkan oleh
Andriani (2000) berikut : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak, yang pembayarannya menurut
peraturan-peraturan tidak dapat prestasi kembali yang langsung dapat di tunjuk,
dan
gunanya
adalah
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubungan dengan tugas negara untuk meyelenggarakan pemerintahan”.
Sedangkan definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah : “ iuran
rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor
pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum”.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak adalah (Mardiasmo, 2003)
1.
Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang) yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
2.
Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya. Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan oleh
rakyat kepada negara, dalam hal ini pajak merupakan bagian dari hukum
publik yang mengatur hubungan hukum antara negara/pemerintah dengan
warganya/rakyatnya dimana negara mengambil kekayaan dari masyarakat
dan dikembalikan ke masyarakat. Undang-Undang Pajak dibuat dengan
tujuan sebagai aturan dasar pemungutan pajak, sehingga pemungutan pajak
berdasarkan atas kekuatan undang-undang beserta aturan pelaksanaannya.
Hal ini untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang dalam
memungut pajak dan supaya masyarakat juga tidak semaunya untuk
membayar pajak.
3.
Dapat dipaksakan
Yang dimaksud dengan dapat dipaksakan adalah bila hutang pajak tidak
dibayar, hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekuasaan, salah
satunya dengan menggunakan media surat paksa, bila perlu ditindak atau
dikenai sanksi apabila melakukan perlawanan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Tiada mendapat kontra prestasi atau timbal balik yang langsung ditunjuk
Tujuannya untuk membedakan antara pajak dan retribusi. Pembayar pajak
tidak dapat menikmati secara langsung atas pajak yang di bayar.
5.
Untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah
Dalam negara terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pajak
merupakan salah satu penyokong utama dalam penerimaan yang kemudian
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran dari pemerintah, jadi
atas pendapatan dari pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja
akan tetapi juga oleh rakyat pada umumnya.
2.2.
Penerimaan Pajak
Penerimaan negara terdiri dari penerimaan dalam negeri Pemerintah, dan
hibah. Penerimaan dalam negeri Pemerintah terdiri atas penerimaan perpajakan
dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Dumairy,1997).
Dewasa ini pajak merupakan tumpuan pemerintah dalam menjalankan
roda pemerintahan, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara
terbesar saat ini yaitu mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal
Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia mempunyai
tanggung jawab untuk menarik pajak dari masyarakat. Belakangan ini masyarakat
lebih kritis dan berani dalam menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang
baik, khususnya pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan
bertambahnya beban yang harus ditanggung masyarakat, bertambah pula tuntutan
masyarakat akan tersedia pelayanan publik yang berkualitas tinggi. Direktorat
Universitas Sumatera Utara
Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah
Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan
pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan
pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat.
Berdasarkan kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan
menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan
diuraikan berikut ini hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat
yang merupakan penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sesudah reformasi perpajakan 1983 adalah sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Mansury (2002), PPh sesuai undang-undang tentang pajak
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Supramono
dan
Damayanti
(2005)
menambahkan
bahwa
pajak
penghasilan adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada
masyarakat yang berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM)
Menurut Supramono dan Damayanti (2005) Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap pertambahan nilai dari suatu produk
atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak. Sedangkan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang
tergolong mewah.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan menurut Supramono dan Damayanti (2005)
adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang
terletak di atas bumi tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12
tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau
bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang
ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau bangunan.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2000 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Supramono dan Damayanti (2005) berpendapat bahwa BPHTB adalah penyerahan
sebagian dari nilai ekonomis dari perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Universitas Sumatera Utara
5. Bea Materai
Dalam The Indonesian Tax in Brief disebutkan bahwa Bea Materai adalah
pajak atas dokumen yang dipakai masyarakat dalam lalu lintas hukum. Yang
dimaksud dengan dokumen disini adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Surat perjanjian, surat kuasa,
surat pernyataan dan akte adalah sebagian contoh dari dokumen yang dikenakan
bea materai.
6. Bea Masuk
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang
dimaksud bea masuk adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang
yang dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor. Dengan adanya pungutan
tersebut, maka bea masuk selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara
juga sebagai pengatur arus impor, baik untuk barang konsumsi maupun barang
yang diperlukan industi dalam negeri. Dengan demikian, penerimaan bea masuk
tidak semata-mata ditujukan sebagai penerimaan untuk mengisi kas negara, tetapi
juga berfungsi sebagai alat pengaturan (regulator).
7. Cukai
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang
dimaksud cukai adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik perlu untuk dibatasi, diawasi produksinya dan peredarannya, karena
akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan ketertiban sosial. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian, peranan cukai tidak saja berorientasi pada penerimaan negara,
melainkan mempertimbangkan pula aspek pembatasan produksi dan konsumsi.
Oleh karena itu, dasar pertimbangan besarnya penerimaan cukai tergantung dari
jumlah barang yang kena cukai, tarif cukai dan harga dasar barang kena cukai.
8. Pajak Ekspor
Yang dimaksud dengan pungutan ekspor adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang akan diekspor. Pengaturan tarif
pajak ekspor ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan
memperhatikan harga patokan ekspor dan jumlah wajib pajak valuta asing.
Kebijakan yang ditempuh dalam pungutan pajak ekspor ini bertujuan untuk
mengendalikan harga pasar di dalam negeri.
Khusus penerimaan perpajakan di sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB), terhitung 1 Januari 2011 seluruh penerimaan dialihkan
ke pemerintah daerah setempat, sedangkan di sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) sejak 1 Januari 2012 sebagian daerah, termasuk Medan telah mengalihkan
penerimaan di sektor tersebut kepada Pemerintah Daerah (Pemko Medan).
Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam
pembiayaan negara akan terus ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi
dan kebijakan penyempurnaan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan sistem
perpajakan dapat lebih efektif dan efesien sejalan dengan perkembangan
globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Dengan
demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan,
kesederhanaan dan keadilan dapat tercapai sehingga tidak hanya berdampak
Universitas Sumatera Utara
terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan
kondisi ekonomi makro.
Langkah-langkah reformasi perpajakan selama ini dilakukan telah berhasil
mendorong peningkatan penerimaan perpajakan secara cukup signifikan,
meskipun masih banyak menghadapi kendala terutama berkaitan dengan kapasitas
administrasi pemungutan pajak. Langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut
antara lain meliputi langkah-langkah pembaharuan kebijakan (tax policy reform)
dan langkah-langkah pembaharuan adminstrasi kebijakan (tax administrative
reform). Langkah-langkah pembaharuan kebijakan perpajakan ini dilaksanakan
antara lain melalui perubahan UU KUP, UU PPh, perubahan UU PPN dan
PPnBM, perubahan UU PBB, perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan
dan UU Cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini
lebih dititikberatkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang
perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi serta mengoptimalkan
penerimaan perpajakan.
2.3.
Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.
Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang diperuntukkan
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
b. Fungsi mengatur (Regulator)
Pajak
berfungsi
sebagai
alat
untuk
mengatur
atau
melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai fungsi
penerimaan merupakan sumber dana utama bagi penerimaan dalam negeri jadi
kontribusi terhadap pembangunan juga cukup besar, maka tidaklah heran
pemungutan atas pajak bisa dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib
dikenakan pajak, tentunya semua sudah diatur dalam undang-undang. Dalam
fungsi mengatur pajak yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, misalnya dengan rendahnya
tarif pemungutan pajak maka bisa mendorong investasi.
2.4.
Azas-Azas Dalam Perpajakan
Teori Klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam
Smith dalam bukunya ”The Wealth of Nations” (Waluyo 2006) yang menyatakan
bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada :
a.
Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang
diminta.
b.
Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
Universitas Sumatera Utara
c.
Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar sebaiknya sesuai dengan saat yang
tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak
memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
d.
Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi
wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang
dipikul wajib pajak.
Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara
luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap
pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave (Laksana, 2001)
memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban
administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara
keempat azas diatas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya, yaitu :
azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan
pertumbuhan (growth and stability).
2.5. Cara Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal ada tiga sistem pemungutan (Mardiasmo,
2001), yaitu :
1.
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang.
Universitas Sumatera Utara
2.
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus diabayar.
3.
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang terhadap wajib pajak.
Sedangkan
Tjahjono
dan
Husein
(2000),
mangutarakan
bahwa
pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu :
1.
Stelsel Nyata (riil stelsel) adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan
pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah
dapat diketahui sehingga cenderung lebih realistis tapi pengenaan pajak tidak
bisa pada saat langsung, jadi pengenaannya baru bisa dilakukan pada akhir
periode.
2.
Stelsel Anggapan (fictive stelsel) adalah pengenaan pajak didasarkan pada
suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Pada sistem ini pajak dapat
di bayar selama tahun berjalan tanpa menunggu akhir tahun jadi terkesan
agak ringan sehingga sehingga lebih meringankan wajib pajak. Di lain sisi
bila pajak dapat dibayarkan pada akhir tahun adanya kecendrungan bahwa
pajak tidak dibayar berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
3.
Stelsel Campuran (accrual stelsel) adalah kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan
Universitas Sumatera Utara
keadaan yang sebenarnya. Apabila dalam suatu tahun didapat bahwa pajak
lebih besar dari anggapan maka wajib pajak harus menambah, bila pada
kenyataannya yang dibayar terlampau besar maka wajib pajak bisa meminta
pengembalian kelebihan.
Dari penjelasan diatas, di Indonesia pada umumnya menggunakan metode
stelsel
campuran
dengan
sistem
self
assessment,
yaitu
wajib
pajak
memeperhitungkan sendiri besarnya kewajiban perpajakan, dimana pada akhir
tahun apabila terdapat kekurangan, wajib pajak harus membayar kekurangan
tersebut dengan media yang dapat digunakan, sedangkan apabila pajak yang telah
disetor wajib pajak melebihi dari yang seharusnya, maka wajib pajak dapat
mengajukan pengembalian dengan sarana restitusi.
2.6. Faktor-Faktor Ekonomi Eksternal Yang Mempengaruhi Penerimaan
Pajak
Di negara-negara yang sedang berkembang sebagian besar penerimaan
pajaknya berasal dan sumber pajak tak langsung. Menurut Nafziger (1990) dan
dalam Yuzrat and Makhfatih (Nasution, 2003) menyebutkan bahwa proporsi PDB
terhadap pajak langsung pada negara sedang berkembang lebih rendah daripada
pajak langsung dari negara-negara maju. Hal ini dikarenakan pada negara-negara
yang sedang berkembang lebih rendah golongan berpenghasilan tingginya. Dalam
perkembangannya akan terjadi proses pergeseran dari dominasi pajak tidak
langsung menjadi pajak langsung sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi diiringi dengan peningkatan pendapatan perkapita penduduknya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam jangka panjang peranan pajak langsung akan semakin penting seiring
dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan ditunjang pula dengan
teknologi canggih menuju era globalisasi. Selain berfungsi sebagai pemerataan
karena struktur tarifnya bersifat progresif, perkembangan hubungan internasional
yang semakin maju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk
menurunkan tarif impornya dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi
domestik di ekonomi dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung
akan menjadi turun. Alternatifnya adalah memobilisasi penerimaan pajak yang
bertumpu pada pajak langsung seperti pajak penghasilan.
2.6.1. Pertumbuhan Ekonomi
a.
Hubungan Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi
Pajak mempengaruhi permintaan agregat {AD = C + I + G (bila
perekonomian tertutup)} secara tidak langsung melalui disposable income dan
selanjutnya terhadap pengeluaran konsumsi.
Apabila pajak naik sebesar ∆T
maka disposable income turun dengan jumlah yang sama dan pengeluaran
konsumsi juga turun sebesar : ∆C = -c ∆T dimana c adalah Marginal
Propensity to Consume
(MPC), dan selanjutnya ∆C ini menurunkan AD
melalui proses multiplier sebesar 1/1-c x ∆C atau -c/1-c x ∆T.
Dengan
demikian kenaikan pajak cenderung untuk menurunkan output dan bersifat
deflasioner. Akan
tetapi,
apabila
penerimaan
pajak
digunakan
untuk
pembelian barang/jasa (∆G) maka pengaruh pajak ini belum tentu deflasioner.
Apabila kenaikan penerimaan pajak sebesar ∆T seluruhnya digunakan untuk
pembelian barang/jasa (∆G) maka kenaikan AD sebesar 1/1-c x ∆G.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh netto dari kebijakan tersebut sebesar (-c/1-c x ∆T) + (1/1-c x
∆G).
Tetapi karena seluruh kenaikan pajak digunakan untuk pembelian
barang/jasa maka ∆T = ∆G sehingga pengaruh nettonya terhadap AD sebesar
∆AD = ∆T = ∆G.
Dengan demikian berarti, apabila penerimaan pajak
meningkat sebesar ∆T dan seluruhnya digunakan untuk pembelian barang/jasa
sebesar ∆G maka akan meningkatkan permintaan agregat sebesar ∆AD.
Hal ini
terkenal dengan nama dalil Anggaran Berimbang atau Balanced Budget
Multiplier (Boediono, 2001).
b. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomi Harold - Domar
Teori Harold - Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro
Keyness
jangka
pendek
menjadi
suatu
teori
makro
jangka
panjang.
Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keyness adalah aspek yang
menyangkut peranan investasi (I) dalam jangka panjang. Dalam teori
Keyness, pengeluaran investasi (I) mempengaruhi permintaan agregat (AD)
tetapi
tidak
mempengaruhi
penawaran
agregat
(S).
Harold
-
Domar
melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang.
Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi (I) tidak hanya mempunyai
pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat (AD) tetapi
juga terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas
produksi. Dalam perspektif waktu yang lebih panjang ini, I menambah stok kapital
(misalnya, pabrik-pabrik, jalan dan jembatan dan lain sebagainya). Jadi I = ∆K,
dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. (Boediono, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang
positif apabila kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan daerah tersebut
mengalami kenaikan. Namun demikian dalam kenyataannya sangat sulit untuk
mengetahui berapa jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu untuk mengukur pertumbuhan
ekonomi atau pertumbuhan output dilakukan dengan menggunakan perubahan
nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam PDRB. Perubahan PDRB
menunjukkan adanya perubahan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian dalam jangka waktu tertentu (Rahardja dan Manurung, 2004).
Model Harrod-Domar dibangun berdasarkan asumsi-asumsi :
1)
Perekonomian dalam kondisi full employment dan closed economy.
2)
Tidak ada campur tangan pemerintah
3)
APS sama dengan MPS, dan MPS dianggap konstan
4)
Rasio stok kapital terhadap pendapatan dianggap tetap
5)
Tidak ada penyusutan barang capital
6)
Tingkat harga umum konstan (upah riil sama dengan pendapatan riil)
7)
Tidak ada perubahan tingkat bunga.
Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan
Teori
pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow
(1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan dari Australia (1956). Teori mereka
disebut juga dengan istilah teori neoklasik. Model Solow-Swan menggunakan
unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan
besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model HarrodDomar adalah masuknya unsur kemajuan teknologi dalam model Solow-Swan ini.
Universitas Sumatera Utara
Selain
itu,
Solow-Swan
menggunakan
model
fungsi
produksi
yang
memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat
pertumbuhan menurut mereka berasal dari tiga sumber yaitu : akumulasi modal,
bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini
terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas
meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari
waktu.
Teori Solow-Swan menilai bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar
dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak
mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas
kebijakan fiskal daan kebijakan moneter.
Teori Neoklasik sebagai penerus teori Klasik menganjurkan agar kondisi
selalu diarahkan untuk menuju pasar persaingan sempurna. Dalam pasar
persaingan sempurna perekonomian bisa tumbuh optimal. Sama halnya dengan
model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan
berbagai hambatan dalam perdagangan, perpindahan orang, barang dan modal.
Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya perluasan
informasi pasar. Sarana dan prasarana perhubungan dibangun dengan baik, dan
terjaminnya keamanan, ketertiban dan kestabilan politik. Model Neoklasik sangat
memperhatikan kemajuan teknologi yang dapat ditempuh melalui peningkatan
sumberdaya manusia.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Inflasi
Salah satu indikator penting dalam ekonomi makro yang berdampak luas
terhadap berbagai sektor ekonomi adalah inflasi. Inflasi adalah kecenderungan
dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, Sukirno (2002).
Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut
inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan
sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono : 2000). Kenaikan hargaharga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan
kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terajadi pada
seluruh kelompok barang dan jasa, Pohan (2008:158).
Inflasi dalam arti sempit adalah peningkatan harga barang dan jasa
kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Kenaikan dalam harga barang dan jasa
yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah
penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang
beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang
dan jasa, namun tidak semua yang namanya kenaikan harga selalu diidentikkan
dengan inflasi, misalnya kenaikan harga pada hari Lebaran, ini hanya gejolak
pasar yang terjadi sesaat saja dan tidak berlangsung terus- menerus.
Inflasi akan mengurangi daya beli uang yang telah diperoleh masyarakat
dengan susah payah. Apabila haga naik, tiap lembar uang yang dihasilkannya
hanya akan mampu membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sedikit. Jadi,
kelihatannya inflasi secara langsung telah menurunkan standar hidup. Namun
dipihak lain, ketika harga naik, pembeli barang dan jasa akan mengeluarkan lebih
banyak uang untuk apa yang mereka beli, pada saat yang sama penjual barang dan
Universitas Sumatera Utara
jasa mendapatkan lebih banyak uang dari penjualan mereka. Karena kebanyakan
orang mendapatkan penghasilan dengan menjual jasa mereka, seperti para tenaga
kerja, penghasilan juga semakin meningkat sejalan kenaikan harga. Jadi, inflasi
sendiri tidak mengurangi daya beli riil masyarakat. Ketika laju inflasi sebesar 6 %
mengurangi nilai riil dari kenaikan sebesar 4 %, pekerja mungkin merasa dirinya
telah diperdaya. Sebenarnya pendapatan riil ditentukan oleh variabel- variabel riil
seperti modal fisik, SDM, SDA dan ketersediaan teknologi produksi. Pendapatan
nominal ditentukan oleh faktor-faktor tersebut dan tingkat harga keseluruhan. Bila
pendapatan nominal cenderung sama dengan kenaikan harga, berarti inflasi bukan
merupakan suatu masalah. Namun para ekonom telah mengidentifikasi beberapa
kerugian
akibat
inflasi.
Masing-masing
kerugian
menunjukkan
bahwa
pertumbuhan terus menerus pada jumlah uang yang beredar sesungguhnya
memiliki dampak pada variabel-variabel riil tersebut.
Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam
menangani permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan
fiskal. Target inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi
nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju
inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target
inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakankebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan
konvensional).
Universitas Sumatera Utara
Di sektor fiskal, hampir semua pajak mengganggu insentif, menyebabkan
masyarakat mengubah sikap mereka dan alokasi sumber – sumber daya dalam
perekonomian menjadi kurang efisien. Akan tetapi banyaknya pajak menimbulkan
lebih banyak masalah karena adanya inflasi, karena pembuat hukum sering kali
gagal memperhitungkan inflasi ketika merumuskan undang-undang perpajakan.
Para ekonom yang telah mempelajari undang-undang pajak menyimpulkan bahwa
inflasi cenderung menaikkan beban pajak pendapatan yang berasal dari tabungan,
tidak melihat keuntungan riil dari penjualan sejumlah aktiva.
Salah satu solusi bagi masalah ini dari pada menghilangkan inflasi adalah
menyusun daftar sistem pajak, artinya hukum pajak dapat ditulis ulang untuk
memperhitungkan dampak inflasi. Pada dunia yang ideal, hukum pajak akan
ditulis dalam rangka mencegah inflasi mengubah tanggungan pajak riil seseorang.
Walaupun secara eksplisit inflasi tidak dimasukkan kedalam penentuan
target pajak. Namun secara implisit variabel inflasi dimasukkan kedalam variabel
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nominal karena didalam perhitungan
PDRB nominal memasukkan perubahan harga.
Collin Clark (Mangkoesubroto, 1993) mengemukakan hipoteisis tentang
batas kritis perpajakan. Dikatakan bahwa jika kegiatan sektor pemerintah, yang
diukur dengan pajak dan penerimaan-penerimaan lain, melebihi 25% dari total
kegiatan ekonomi, maka yang terjadi adalah inflasi. Dasar yang dikemukakan
adalah bahwa pajak yang tinggi akan mengurangi gairah kerja. Akibatnya
produktivitas akan turun dengan sendirinya dan ini akan mengurangi penawaran
agregat. Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang tinggi akan berakibat pada
naiknya permintaan agregat. Inflasi terjadi karena adanya keseimbangan baru
Universitas Sumatera Utara
yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara permintaan agregat dan
penawaran agregat.
Hubungan Pajak Penghasilan dengan inflasi dapat dilihat dari tulisan Dr.
Friedrich Heneman, seorang head of the department ”Corporate Taxation and
Public Finance” pada Centre for European Economic Research (ZEW) di
Mannheim, Jerman, yang berjudul ”After the death of Inflation: Will Fiscal drag
survive?” dia menyatakan : ”Declining inflation rates might have negative
consequence for tax revenues. Phenomena such as the inflationary bracket creep
in a progressive income tax system do not work any longer. With this background,
the paper analyses the extent of fiscal for OECD countries since 1965. Some
consideration of the role of money illusion and indexation in this context lays the
theoretical base. Aframework is presented that allows for the classification of
fiscal structures with regard to the type of fiscal drag (boosting tax revenues). The
subsequent econometric panel analysis is performed for total and dissaggregated
government revenues. The results back theoretical considerations of inflation’s
impact on different kinds of taxes, which tends to be positive for individual income
taxes and social security contributions and is negative for corporate income
taxation. The paper concludes that both declining inflation and changing tax
structures limit the potential for future fiscal drag.
Dari tulisan di atas bahwa dapat kita simpulkan bahwa penurunan inflasi
membawa pengaruh yang negatif pada penerimaan pajak. Inflasi memiliki
pengaruh yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajak, inflasi memiliki pengaruh
yang positif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan kontribusi sekuriti,
Universitas Sumatera Utara
akan tetapi inflasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap Pajak Penghasilan
Perusahaan.
2.6.3. Jumlah wajib pajak
Di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui
terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, pada pasal 1 angka 2 terdapat pengertian Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Program kebijakan ekstensifikasi dalam tahun 2010 dilaksanakan melalui
dua kegiatan utama yaitu pengenaan pajak atas surplus bank Indonesia dan
penambahan subjek pajak orang pribadi. Penambahan wajib pajak akan terus
dilakukan melalui tiga pendekatan utama yaitu pendekatan berbasis pemberi kerja
dan bendahara pemerintah, pendekatan berbasis properti dan pendekatan berbasis
profesi. Kegiatan ekstensifikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak untuk memperluas atau menambah jumlah wajib pajak
yang nantinya diharapkan akan menambah penerimaan negara dari sektor
perpajakan.
2.6.4. Investasi
Definisi Investasi atau penanaman modal menurut para ahli ekonomi
merupakan ”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan
peralatan – peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama
menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan
untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan”. Para ahli ekonomi
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa ekspor dan investasi merupakan “ engine of growth “ Oleh
Karena itu, Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah
biasanya di dukung oleh peningkatan Ekspor dan Investasi.
Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk
satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Dewasa ini
banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk
meningkatkan investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan
oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi
suatu negara pada umumnya dan suatu daerah secara spesifiknya, penyerapan
tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau
bahkan penambahan devisa. Menurut Husnan (1996:5) menyatakan bahwa
“proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumbersumber daya, baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh
manfaat pada masa yang akan datang.” Pada umumnya manfaat ini dalam bentuk
nilai uang. Sedang modal, bisa saja berbentuk bukan uang, misalnya tanah, mesin,
bangunan dan lain-lain. Namun baik sisi pengeluaran investasi ataupun manfaat
yang diperoleh, semua harus dikonversikan dalam nilai uang. Suatu rencana
investasi perlu dianalisis secara seksama. Analisis rencana investasi pada
dasarmya merupakan penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (baik besar
atau kecil) dapat dilaksanakan dengan berhasil, atau suatu metode penjajakkan
dari suatu gagasan usaha/bisnis tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan
usaha/bisnis tersebut dilaksanakan. Suatu proyek investasi umumnya memerlukan
dana yang besar dan akan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu dilakukan perencanaan investasi yang lebih teliti agar tidak terlanjur
menanamkan investasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Menurut Senduk
(2004:24) bahwa produk-produk investasi yang tersedia di pasaran antara lain:
a. Tabungan di bank
Dengan menyimpan uang di tabungan, maka akan mendapatkan suku
bunga tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk
tabungan biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita
inginkan.
b. Deposito di bank
Produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Bedanya, dalam
deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan, kecuali apabila
uang tersebut sudah menginap di bank selama jangka waktu tertentu (tersedia
pilihan antara satu, tiga, enam, dua belas, sampai dua puluh empat bulan, tetapi
ada juga yang harian). Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku
bunga tabungan. Selama deposito kita belum jatuh tempo, uang tersebut tidak
akan terpengaruh pada naik turunnya suku bunga di bank.
c. Saham
Saham adalah kepemilikan atas sebuah perusahaan. Dengan membeli
saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan
tersebut mengalami keuntungan, maka pemegang saham biasanya akan
mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual
kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya
disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih
Universitas Sumatera Utara
harganya disebut capital loss. Jadi, keuntungan yang bisa didapat dari saham ada
dua yaitu deviden dan capital gain.
d. Properti
Investasi dalam properti berarti investasi dalam bentuk tanah atau rumah.
Keuntungan yang bisa didapat dari properti ada dua yaitu :
(a) Menyewakan properti tersebut ke pihak lain sehingga mendapatkan uang sewa.
(b) Menjual properti tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
e. Barang-barang koleksi
Contoh barang-barang koleksi adalah perangko, lukisan, barang antik, dan
lain-lain. Keuntungan yang didapat dari berinvestasi pada barang-barang koleksi
adalah dengan menjual koleksi tersebut kepada pihak lain.
f. Emas
Emas adalah barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah
mata uang asing dari negara-negara G-7 (sebutan bagi tujuh negara yang memiliki
perekonomian yang kuat, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Kanada,
dan Perancis). Harga emas akan mengikuti kenaikan nilai mata uang dari negaranegara G-7. Semakin tinggi kenaikan nilai mata uang asing tersebut, semakin
tinggi pula harga emas. Selain itu harga emas biasanya juga berbanding searah
dengan inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin tinggi pula
kenaikan harga emas. Seringkali kenaikan harga emas melampaui kenaikan inflasi
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
g. Mata uang asing
Segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi.
Investasi dalam mata uang asing lebih beresiko dibandingkan dengan investasi
dalam saham, karena nilai mata uang asing di Indonesia menganut sistem
mengambang bebas (free float) yaitu benar-benar tergantung pada permintaan dan
penawaran di pasaran. Di Indonesia mengambang bebas membuat nilai mata uang
rupiah sangat fluktuatif.
h. Obligasi
Obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh
pemerintah maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan atau
membiayai suatu proyek pemerintah. Karena sifatnya yang hampir sama dengan
deposito, maka agar lebih menarik investor suku bunga obligasi biasanya sedikit
lebih tinggi dibanding suku bunga deposito. Selain itu seperti saham kepemilikan
obligasi dapat juga dijual kepada pihak lain baik dengan harga yang lebih tinggi
maupun lebih rendah daripada ketika membelinya.
Dari berbagai produk investasi yang dikemukakan diatas, semuanya
mempunyai keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
penerimaan negara di sektor perpajakan, misalnya saja pengenaan pajak atas
bunga yang diterima nasabah di bank, baik bunga tabungan maupun bunga
deposito. Dibidang properti, ketika seseorang atau suatu perusahaan hendak
membangun perumahan dengan luas tertentu, maka baginya akan dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) karena kegiatan membangun sendiri dengan penerapan
tarif yang berbeda sampai dengan jumlah luas bangunan tertentu. Demikian pula
ketika suatu properti hendak dipindahtangankan seperti halnya transaksi jual beli,
Universitas Sumatera Utara
baik si pembeli maupun si penjual akan di kenakan pajak sesuai dengan
kewajibannya masing-masing, si pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sedangkan pihak penjual diwajibkan
menyetorkan sejumlah uang ke kas negara karena kewajibannya atas Pajak
Penghasilan (PPh) atas penjualan properti tersebut yang bersifat final.
Khusus investasi yang berkaitan dengan saham, ada beberapa teori yang
menyatakan keterkaitan yang erat antara investor, deviden dan penerimaan pajak
yang telah diuji secara empiris, seperti yang dikemukan oleh Harahap (2004 :
320), yaitu :
a) Dividend Irrelevance Theory
Teori ini diperkenalkan oleh Miller dan Modigliani dalam papernya
Dividend Irrelevance Preposition. Dalam paper tersebut dijelaskan bahwa dalam
dunia
tanpa
pajak,
serta
dalam
kondisi
pasar
yang
sempurna
tidak
diperhitungkannya biaya transaksi maka kebijakan deviden tidak memberikan
pengaruh apapun terhadap harga saham tersebut.
Teori Dividend Irrelevance ini adalah suatu teori yang mengemukakan
bahwa investor tidak peduli terhadap besar kecilnya dividen yang diberikan
perusahaan kepada para pemegang saham. Teori ini diasumsikan bilamana tidak
ada biaya transaksi dan pajak sehingga sulit untuk diterapkan dalam dunia nyata.
b) Bird in Hand Theory.
Menurut teori ini dikatakan bahwa dengan mendapatkan deviden (A bird in
hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (A Bird in The Bush) karena laba
tersebut tidak akan pernah terwujud dalam masa depan (it can fly away). Sehingga
berdasarkan teori diatas tingkat pengembalian yang disyaratkan atas ekuitas akan
Universitas Sumatera Utara
turun apabila rasio pembayaran deviden dinaikkan karena para pemegang saham
kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan (capital gain) yang akan
dihasilkan dari laba yang ditahan jika dibandingkan dengan seandainya menerima
deviden.
Teori Bird-In-The-Hand ini adalah teori yang menjelaskan bahwa investor
menghendaki pembayaran dividen yang tinggi. Alasan yang sering dikemukakan
dalam memilih Teori Bird-In-The-Hand ini karena ada anggapan bahwa mendapat
dividen tinggi saat ini resikonya lebih kecil daripada mendapat capital gain di
masa yang akan datang. Salah satu keuntungan bila menerapkan Teori Bird-InThe-Hand ini adalah dengan memberikan dividen yang tinggi, maka harga saham
perusahaan juga akan semakin tinggi pula. Tetapi perlu dicatat bahwa investor
diharuskan membayar pajak yang besar akibat dari dividen yang tinggi.
c) Tax Preference Theory
Teori ini menjelaskan bahwa dalam hal yang berkaitan dengan pajak,
investor lebih memilih pembayaran deviden yang rendah dibandingkan dengan
deviden yang tinggi. Hal ini memberikan makna bahwa investor lebih suka
apabila perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan karena ada adanya
keuntungan pajak. Capital gain selanjutnya dipilih karena pajak capital gain
relatif lebih rendah daripada dividen.
Dibidang properti, Undang-Undang Pajak Penghasilan No.38 Tahun 2008
Pasal 15 juga mengemukakan bahwa pemotongan pajak penghasilan yang
dilakukan oleh wajib pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan
khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international,
perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas
Universitas Sumatera Utara
bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam
bentuk bangun guna serah.
Lebih dari itu, selain investasi yang dilakukan oleh pihak swasta dalam
negeri, investasi disini juga mencermati investasi yang dilakukan oleh pihak asing
atau Penanaman Modal Asing (PMA), selain dapat menyediakan kesempatan
kerja bagi para angkatan kerja yang semakin membludak di suatu daerah, efek
multiplier dari investasi yang dilakukan oleh pihak asing ini cukup menjadikan
penerimaan di sektor perpajakan khususnya pajak atas karyawan (PPh pasal
21/26) maupun pajak penghasilan lain yang bersifat final di daerah tersebut
semakin meningkat.
Dalam hal ini diperlukan adanya kerja sama dengan pemerintah daerah
untuk gencar mempromosikan daerahnya agar para investor tertarik untuk
menanamkan modalnya di daerah tersebut, tentunya hal ini harus di dukung
dengan kondisi daerah yang kondusif, seperti jaminan tingkat keamanan,
kebijakan pemerintah setempat (birokrasi) yang tidak berbelit-belit, sarana yang
memadai, letak yang strategis dan daya tarik lainnya yang lebih menjanjikan.
2.7.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2003) yang merupakan penelitian
ex post facto yang merupakan penelitian dari peristiwa yang telah terjadi dan
kemudian dirunut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dari berbagai
sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan pertumbuhan
penerimaan pajak penghasilan selama dasawarsa 1990-2000 di antaranya
dipengaruhi
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh faktor-faktor
Universitas Sumatera Utara
Produk Domestik Bruto, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Kantor Pelayanan Pajak
yang tersebar di seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 2008 Nasution
melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh jumlah wajib pajak
terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi di Sumatera Utara, dengan memakai
variabel jumlah wajib pajak sebagai variabel bebas dan penerimaan PPh Orang
Pribadi di Sumatera Utara sebagai variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan
jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi
di Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Rahmayanti (2006) mengenai analisis
potensi pajak menyatakan bahwa yang menentukan penerimaan pajak yaitu Tax
Rate, Tax Base (GDP) don Collection System. Dalam penelitian ini ditekankan
pada dua jenis pajak yang mempunyai peran yang signifikan terhadap penerimaan
pajak di Indonesia yaitu PPh dan PPN. Salah satu hasil estimasi yang dilakukan
menunjukkan bahwa Tax Base (GDP) dan time trend (trend waktu) mempunyai
hubungan yang positif terhadap penerimaan PPh. Hasil regresi menunjukkan
bahwa tax base mempunyai hubungan positif terhadap penerimaan PPh dengan
koefisien sebesar 0,78 dan terhadap PPN dengan koefisien sebesar 1,156. ini
menunjukkan bahwa setiap kenaikan Tax Base (GDP) sebesar satu persen akan
meningkatkan penerimaan PPh sebesar 0,78 persen dan penerimaan PPN sebesar
1,156 persen.
Time trend (trend waktu) mempunyai hubungan yang positif
dengan dengan penerimaan PPh dengan koefisien sebesar 0,53 persen dan
terhadap PPN dengan koefisien sebesar 0,37 persen.
Immervoll (2005), Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh inflasi
terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Kontribusi Sekuriti Sosial di
Universitas Sumatera Utara
Eropa, dengan memakai variabel inflasi sebagai variabel bebas dan pajak
Penghasilan Orang Pribadi dan Kontribusi Sekuriti Sosial sebagai variabel terikat.
Hasil penelitian menunjukkan Inflasi berpengaruh negatif terhadap Pajak
Penghasilan Orang Pribadi.
Dalam penelitiannya Teera (2000) menganalisis determinan penerimaan
pajak di Uganda, estimasi model dimana penerimaan pajak merupakan fungsi dari
pembangunan ekonomi dan struktur ekonomi.
Ty = f (Y,M,A,P,Ag,Mf,D,TR,T)
Dimana :
Ty
=
Rasio Pajak terhadap PDB
Y
=
PDB per kapita
M
=
Rasio impor terhadap PDB
A
=
Rasio Aid terhadap PDB
P
=
Kepadatan Penduduk
Ag
=
Rasio Pertanian terhadap PDB
Mf
=
Rasio Manufaktur terhadap PDB
D
=
Rasio Hutang Luar Negeri terhadap PDB
TR
=
Variabel Bayang diproxy ke tax ratio
T
=
Time Trend
Afdal (2005) tentang analisis kemampuan fiskal daerah dan kebijakan
dalam menghadapi sumber pendapatan daerah tanpa DBH minyak bumi di
Kabupaten Kampar, adalah bahwa sumber pajak dan retribusi daerah bersifat
elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) setelah pemberlakuan UU
22 dan 25 tahun 1999 cukup besar yaitu 2,36.
Universitas Sumatera Utara
Oktivani (2007), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah
wajib pajak dan jumlah pemeriksaan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak
Madiun, dengan memakai variabel jumlah wajib pajak dan jumlah pemeriksaan
pajak sebagai variabel bebas dan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi
sebagai variabel terikat. Penelitian ini membuktikan bahwa jumlah wajib pajak
lebih dominan mempengaruhi penerimaan PPh Orang Pribadi bila dibandingkan
dengan jumlah pemeriksaan pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang
Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Madiun.
Heru Kusmono (2011), dimana tujuan utama penelitian ini adalah untuk
menganalisis determinan penerimaan pajak di Indonesia. Penelitian ini
mengemukakan bahwa Produk Domestik Brutto (PDB), Inflasi, Suku Bunga
(SBI) dan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Indonesia.
Dari beberapa penelitian sebelumnya, peneliti membuat sedikit perubahan
dengan menambahkan variabel antara dalam melakukan penelitian, selain variabel
bebas dan varibel terikat, dimana variabel ini berfungsi sebagai jembatan yang
mengkaitkan antara variabel bebas dan variabel terikat dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Kerangka Konseptual
Pada Gambar 2.1. berikut menunjukkan bahwa partumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan inflasi
berpengaruh terhadap investasi, serta pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah wajib
pajak dan investasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan.
Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan berbagai penelitian
sebelumnya, maka dapat dibentuk suatu kerangka konseptual penelitian sebagai
berikut :
WP
PE
T
INF
INV
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Analisis Determinan Penerimaan
Pajak di Kota Medan
Keterangan :
PE
=
Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (persen/tahun)
INF
=
Inflasi Kota Medan (persen/tahun)
WP
=
Jumlah Wajib Pajak Kota Medan (orang/tahun)
INV
=
Investasi (rupiah/tahun)
T
=
Penerimaan Pajak Kota Medan (rupiah/tahun)
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian berdasarkan kerangka konseptual adalah :
1.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positip terhadap jumlah wajib pajak di
Kota Medan, ceteris paribus.
2.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi di Kota
Medan, ceteris paribus.
3.
Inflasi berpengaruh negatif terhadap investasi di Kota Medan, ceteris
paribus.
4.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak di
Kota Medan, ceteris paribus.
5.
Inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak di Kota Medan,
ceteris paribus.
6.
Jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak di Kota
Medan, ceteris paribus.
7.
Investasi berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak di Kota Medan,
ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara
WP
h1
PE
h6
h4
h2
T
h5
INF
h3
h7
INV
Gambar 2.2. Hipotesis Penelitian Analisis Determinan Penerimaan Pajak
di Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
Download