BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi tentang kemiskinan telah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Kemiskinan
Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan
semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang
melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi
melainkan telah meluas hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik.
Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi
standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non
makan. Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau
jumlah rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Definisi kemiskinan menurut UNDP
adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan
memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik
sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana
seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber
daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak
Universitas Sumatera Utara
kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik, baik bagi
perempuan maupun bagi laki-laki.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, pemahaman utamanya mencakup:
1.
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti
ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.
Gambaran
tentang
kebutuhan
sosial
termasuk
keterkucilan
sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Pada dasarnya kemiskinan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
a) Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan
kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan
demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya
yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan
Universitas Sumatera Utara
hidupnya. Bank dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan
pendapatan di bawah USD $1/hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan
di bawah $2/hari. Sementara itu Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan
absolut sebagai sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah pada
kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas
sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi.
b) Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding
masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat
penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula
jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat
hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. Menurut Todaro (1997)
menyatakan bahwa variasi kemiskinan di negara berkembang disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat
pendapatan, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan,
(3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya,
(4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri,
(6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain
dan (7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam
negeri. Sedangkan menurut Jhingan (2000), mengemukakan tiga ciri utama negara
berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada
Universitas Sumatera Utara
kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga
menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan
ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga
hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif dan yang
ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan
metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman.
2.2.
Mengukur Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau
hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase
penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga kita dapat
mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam
mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Ukuran Garis Kemiskinan Nasional
adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk makanan setara
2.100 kilo kalori per orang/hari dan untuk memenuhi kebutuhan nonmakanan berupa
perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aneka barang/jasa
lainnya. Biaya untuk membeli 2.100 kilo kalori/hari disebut sebagai Garis
Kemiskinan Makanan, sedangkan biaya untuk membayar kebutuhan minimum nonmakanan disebut
sebagai
Garis
Kemiskinan Non-Makanan.
Mereka
yang
pengeluarannya lebih rendah dari garis kemiskinan disebut sebagai penduduk yang
Universitas Sumatera Utara
hidup di bawah garis kemiskinan atau penduduk miskin. Standar kemiskinan yang
digunakan BPS bersifat dinamis, disesuaikan dengan perubahan/pergeseran pola
konsumsi agar realistis.
Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni
mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti
koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV)
antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien Gini atau CV antar masyarakat miskin
tersebut penting diketahui karena dampak guncangan perekonomian pada kemiskinan
dapat sangat berbeda tergantung pada tingkat dan distribusi sumber daya diantara
masyarakat miskin. Aksioma-aksioma atau prinsip-prinsip untuk mengukur
kemiskinan,
yakni:
anonimitas,
independensi,
maksudnya
ukuran
cakupan
kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara
tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip
monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang
berada di bawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain
tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya.
Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa dengan semua hal lain konstan,
jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya
perekonomian akan menjadi lebih miskin. UNDP selain mengukur kemiskinan
dengan parameter pendapatan pada tahun 1997 memperkenalkan apa yang disebut
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) (Human Poverty Indeks-HPI) atau biasa juga
disebut Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks-HDI), yakni
Universitas Sumatera Utara
bahwa kemiskinan harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama (three key
deprivations), yaitu kehidupan, pendidikan dan ketetapan ekonomi.
2.3.
Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan; penyebab individual, atau patologis
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari
sisi orang miskin itu sendiri; penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan
dengan
pendidikan
keluarga;
penyebab
sub-budaya
(subcultural),
yang
menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan
dalam lingkungan sekitar; penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat
dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; penyebab struktural,
yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil struktur sosial (The
World Bank, 2007).
2.4.
Program Penanggulangan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks, maka cara penanggulangan
kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen
permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak
bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan
kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi
kesehatan,
rendahnya
mutu
kesehatan
masyarakat
menyebabkan
terjadinya
Universitas Sumatera Utara
kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat produksi yang terbatas,
penguasaan teknologi yang kurang, dan keterampilan yang tidak memadai dilihat
sebagai alasan dasar mengapa orang menjadi miskin. Faktor kultural dan struktural
juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran
dan kesenjangan masyarakat. Tidak ada yang salah dengan pendekatan tersebut,
tetapi dibutuhkan keterpaduan berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat
banyak dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan
kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan (Sahdan,
2004).
Di berbagai negara program yang telah dilakukan dalam upaya pengurangan
kemiskinan adalah bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada
orang miskin, pendekatan ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa
sejak zaman pertengahan; bantuan terhadap individual, yakni upaya yang dijalankan
untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukum,
pendidikan, kerja sosial, pencari kerja; persiapan bagi yang lemah, yakni upaya yang
dilakukan dengan menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai
orang miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan
yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan (The
World Bank, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Mengukur Distribusi Pendapatan
Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi
pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analitis dan kuantitatif, yakni
distribusi ukuran dan distribusi fungsional. Distribusi pendapatan perseorangan
(personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution
of income) merupakan ukuran yang secara langsung menghitung jumlah penghasilan
yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga, biasanya semua individu diurut
berdasarkan pendapatan yang diterimanya, lantas membagi total populasi menjadi
sejumlah kelompok atau ukuran dengan menggunakan Rasio Kuznets. Metode yang
lazim digunakan untuk menganalisis statistik pendapatan perorangan adalah dengan
Kurva Lorenz yang memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase
penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka
terima selama periode waktu tertentu. Jika Kurva Lorenznya semakin melengkung
mendekati sumbu horizontal bagian bawah maka berarti tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan di suatu negara semakin parah.
Terakhir untuk mengukur derajat ketimpangan pendapatan relatif yakni
dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan Kurva
Lorenz dibagi dengan luas separuh segi empat di mana Kurva Lorenz itu berada,
dikenal dengan nama Koefisien Gini. Distribusi fungsional atau distribusi pendapatan
perfaktor produksi berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh
masing-masing
faktor
produksi
(tanah,
kerja
dan
modal)
yakni
dengan
mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan dan
Universitas Sumatera Utara
membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam
bentuk sewa, bunga dan laba, sehingga setiap faktor produksi akan menerima
pembayaran mereka mereka sesuai dengan kontribusi mereka pada output nasional.
2.6.
Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk
juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi
juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala
dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur
tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP deflator.
2.6.1. Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi
dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk
Universitas Sumatera Utara
kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara
dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih
dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini
dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/
insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lain-lain.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan
total yang berlebihan di mana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar
sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga.
Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan
terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktorfaktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu
kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi
karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas di pasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas
di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan
bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank
sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. Inflasi
desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi
dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum
tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran
distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan
Universitas Sumatera Utara
normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaanpenawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru
terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya
produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis
di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku untuk menghasilkan produksi, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga
memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang
sama dapat terjadi pada distribusi, di mana dalam hal ini faktor infrastruktur
memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat
disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,
misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan
harga barang-barang.
2.6.2. Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi
yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi
berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja
yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat
harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah
inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi
akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor
barang. Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap
harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
Universitas Sumatera Utara
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian
hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga
orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot
disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). Berdasarkan keparahannya inflasi
juga dapat dibedakan; (1) Inflasi ringan (kurang dari 10 persen/tahun); (2) Inflasi
sedang (antara 10 persen sampai 30 persen/tahun); (3) Inflasi berat (antara 30 persen
sampai 100 persen/tahun); (4) Hiperinflasi (lebih dari 100 persen/tahun).
2.6.3. Mengukur Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan
sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI), adalah
indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh
konsumen.
2. Indeks biaya hidup atau Cost of Living Index (COLI).
3. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi.
IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena
perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Universitas Sumatera Utara
4. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditaskomoditas tertentu.
5. Indeks harga barang-barang modal.
6. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang
baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
2.7.
Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja
sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,
atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari
kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu
menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah
sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan
jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang
buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu
tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga
Universitas Sumatera Utara
mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah
menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara di negara-negara
berkembang
seperti
Indonesia,
dikenal
istilah
"pengangguran
terselubung"
di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit,
dilakukan oleh lebih banyak orang.
Terdapat 3 (tiga) jenis Pengangguran, yakni; (1) Pengangguran friksional
adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala
waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka
lamaran pekerja penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu
memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu
perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya
manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya, (2) Pengangguran
musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi
jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus menganggur. Contohnya seperti
petani yang menanti musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian,
(3) Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik
turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada
penawaran kerja. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya.
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan
adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial
lainnya.
2.8.
Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk yang dihasilkan yang
memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk menyediakan
barang-barang publik dan pelayanan kepada masyarakat. Total pengeluaran
pemerintah merupakan penjumlahan keseluruhan dari keputusan anggaran pada
masing-masing tingkatan pemerintahan (pusat – provinsi – daerah). Pada masingmasing tingkatan dalam pemerintahan ini dapat mempunyai keputusan akhir proses
pembuatan yang berbeda dan hanya beberapa hal pemerintah yang di bawahnya dapat
dipengaruhi oleh pemerintah yang lebih tinggi (Lee Robert, Jr and Ronald W.
Johnson, 1998). Oleh karena itu dalam memahami berbagai pengaturan pendanaan
bagi pemerintah pusat (daerah) maka harus mengetahui keragaman fungsi yang
dibebankannya. Fungsi tersebut adalah:
(1) Fungsi penyediaan pelayanan yang berorientasi pada lingkungan dan
kemasyarakatan;
(2) Fungsi pengaturan, yakni merumuskan dan menegakkan pusat perundangan;
(3) Fungsi pembangunan, keterlibatan langsung maupun tidak langsung dalam
bentuk-bentuk kegiatan ekonomi dan penyediaan prasarana;
(4) Fungsi perwakilan, yaitu menyatakan pendapat daerah di luar bidang
tanggung jawab eksekutif;
Universitas Sumatera Utara
(5) Fungsi koordinasi, yakni melaksanakan koordinasi dan perencanaan investasi
dan tata guna tanah regional (daerah).
Menurut Arndt (1998) argumentasi mengenai kebijakan publik dalam kaitan
dengan kebijakan pengeluaran pemerintah didasarkan pada situasi bahwa pasar tidak
bisa berperan sendiri mengaktifkan mobilisasi aktivitas ekonomi terutama untuk
mencapai efisiensi. Adanya pengeluaran publik disebabkan adanya kegagalan pasar.
Adapun menurut Rao (1998) kegagalan pasar tersebut disebabkan karena:
(1) Tidak semua barang dan jasa diperdagangkan.
(2) Barang-barang yang menyebabkan eksternalitas dalam produksi maupun
konsumsi memaksa suatu pertentangan antara harga pasar dengan penilaian
sosial dan pasar, dan pasar tidak bisa memastikan untuk memenuhi kondisi
yang diinginkan.
(3) Beberapa barang mempunyai karakteristik increasing return to scale. Dalam
kondisi monopoli alami seperti itu masyarakat dapat memperoleh harga lebih
rendah dan output lebih tinggi apabila pemerintah berperan sebagai produsen
atau ada subsidi pada sektor swasta untuk menutup biaya karena berproduksi
secara optimal.
(4) Informasi asimetri antara produsen dan konsumen di bidang jasa seperti
asuransi sosial dapat memberi peningkatan moral hazard dan pemilihan
kurang baik, oleh karena itu intervensi negara diperlukan agar menjamin
pendistribusian kembali pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
Mundle (1998) berpendapat bahwa kemajuan teori dan studi empiris
mengenai intervensi kebijakan publik dalam pengembangan manusia mencerminkan
tumbuhnya perhatian masyarakat terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan
pembangunan sosial. Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian
dari kebijakan fiskal (Sadono Sukirno, 2000) yakni suatu tindakan pemerintah untuk
mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan
pengeluaran pemerintah tiap tahunnya yang tercermin dalam dokumen APBN untuk
nasional dan APBD untuk daerah/regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah
dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output maupun kesempatan kerja
Pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya
(dengan ukuran milyar rupiah), di mana pengeluaran itu ditujukan untuk tercapainya
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dengan menggunakan sejumlah
resources dan product maupun dengan menggunakan uang (Suparmoko, 2002).
Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah
terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan
mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas, di mana
pertumbuhan produktivitas tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak
pertumbuhan (engine of growth). Kenyataannya dapat dilihat bahwa dengan
melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan
produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga
perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang
bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan
memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui
peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas tenaga kerja
kaum miskin dapat disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka untuk
memperoleh pendidikan dan kesehatan, oleh karena ini dirasa perlu untuk
menganalisis dampak investasi sumberdaya manusia terhadap pertumbuhan dan
kemiskinan di Indonesia.
2.8.1. Model Human Capital dan Pertumbuhan
Model ini merupakan pengembangan dari model Solow, di mana fungsi
produksi adalah (Romer, 1996):
Y(t) = K(t)á H (t)â [A(t)L(t)]1 - á - â
Persamaan di atas menyatakan bahwa Y(t) output suatu perekonomian merupakan
fungsi dari K(t) kapital, H(t) modal manusia, A(t) teknologi dan L(t) tenaga kerja.
Menurut Park (1995), modal manusia dapat diartikan sebagai spesialisasi keahlian
yang disediakan tenaga kerja dan dapat diperoleh dengan mengalokasikan pendapatan
untuk pendidikan dan kesehatan.
2.8.2. Mekanisme Transmisi Investasi Publik
Mekanisme transmisi investasi publik untuk mempengaruhi distribusi
pendapatan dan kemiskinan ditampilkan pada Gambar 2.1 dari sisi pengeluaran,
penurunan kemiskinan dan redistribusi pendapatan dapat dilakukan dengan tiga
Universitas Sumatera Utara
instrumen alokasi anggaran pemerintah, yaitu (1) subsidi langsung atau subsidi
individu yang ditargetkan pada rumah tangga berpendapatan rendah, (2) subsidi
harga, subsidi komoditi yang digunakan oleh rumah tangga terutama untuk kebutuhan
pokok, dan (3) pengeluaran langsung pemerintah terhadap pelayanan publik dan
infrastruktur, terutama pada sektor kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan, yang
diutamakan untuk rumah tangga berpendapatan rendah. Fokus studi ini pada
instrumen fiskal pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Dari sisi
penerimaan, pembiayaan dapat bersumber dari domestik berupa pajak atau pinjaman
luar negeri. Berikut ini disajikan gambar mekanisme transmisi publik.
Growth lambat :
Penyesuaian di dalam
pasar TK
Pajak
Produksi
Pajak
Penjualan
Pajak
Pendapatan
Work-leisure
Preference
switch
Pinjaman
Luar
Anggaran Pemerintah
Transfer
Subsidi
Penyesuaian
Pendapatan
Penyesuaian
Harga
Tekanan pada
Inflasi
Penyesuaian di dalam pendapatan dan pengeluaran
Rumah tangga
Pengeluaran Pembangunan dan
Infrastruktur, Terutama untuk
kesejahteraan, kesehatan dan Pendidikan.
- Kemiskinan
- Distribusi Pendapatan
Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Investasi Publik
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Pajak Daerah dan Kebijakan Fiskal
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, dan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang dimaksudkan dengan Pajak
Daerah adalah “iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, maka jenis pajak
daerah dibedakan atas Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Adapun jenis pajak
kabupaten/kota adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak
Parkir.
Tarif Pajak untuk pajak daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.
Ketentuan-ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak diatur
dengan peraturan daerah. Selain jenis-jenis pajak daerah di atas, untuk mengantisipasi
perkembangan perekonomian di masa yang akan datang yang akan mengakibatkan
pergeseran potensi pajak, maka dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak
kabupaten/kota selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000 asalkan memenuhi kriteria; bersifat pajak bukan retribusi, objek pajak terletak
atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan, objek dan dasar pengenaan pajak tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, objek pajak bukan merupakan objek pajak
provinsi dan/atau objek pajak pusat, potensinya memadai, tidak memberikan dampak
ekonomi yang negatif, memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat,
menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis-jenis pajak daerah yang dipungut di Kabupaten Karo adalah sesuai
dengan Peraturan Daerah; Perda Nomor 02 Tahun 2006 tentang Pajak Penerangan
Jalan, Perda Nomor 03 Tahun 2006 tentang Pajak Perizinan Pemasangan Reklame,
Perda Nomor 04 Tahun 2006 tentang Pajak Hiburan, Perda Nomor 05 Tahun 2006
tentang Pajak Hotel, Restoran, Rumah Makan, dan Kedai Kopi, Perda Nomor 06
Tahun 2006 tentang Pajak Pengambilan dan Perizinan Pengelolaan Bahan Galian
Golongan C.
Selama berabad-abad ahli ekonomi telah mengerti peran alokasional dari
kebijakan fiskal (program pengeluaran dan pajak pemerintah). Telah lama diketahui
bahwa program fiskal adalah penting dalam menentukan bagaimana output bangsa
dibagi antara konsumsi swasta dan kolektif dan bagaimana beban pembayaran untuk
barang kolektif dibagi dalam populasi.
Hanya dengan berkembangnya teori ekonomi makro modern terbongkar
sebuah fakta mengejutkan yang belum diketahui; kekuatan fiskal pemerintah juga
mempunyai dampak utama ekonomi makro dalam pergerakan jangka pendek dari
output, ketenagakerjaan dan harga. Pengetahuan bahwa kebijakan fiskal memiliki
Universitas Sumatera Utara
efek kuat terhadap aktivitas ekonomi menimbulkan pendekatan keynesian pada
kebijakan ekonomi makro, yang merupakan penggunaan aktif aksi pemerintah untuk
melemahkan siklus usaha. Pendekatan ini digambarkan oleh ahli ekonomi makro
James Tobin, sebagai berikut:
C
K
o
n
s
u
m
s
i
C
C’
C
C
C’
GDP
GDP
Gambar 2.2. Pajak Mengurangi DI (Disposible Income) dan Menggeser Kurva
CC ke Kanan Bawah
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa setiap nilai pajak yang dipungut
menggeser kurva CC ke kanan dari jumlah pajak. Pergeseran CC ke kanan juga
berarti pergeseran CC ke bawah. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa pajak
cenderung mengurangi permintaan agregat dan tingkat GDP. Pajak mengurangi DI
(disposible income), dan DI yang lebih rendah cenderung mengurangi belanja
konsumsi. Jika investasi dan pembelanjaan pemerintah tetap, maka pengurangan
belanja konsumsi akan menurunkan GDP dan ketenagakerjaan. Karena itu, dalam
Universitas Sumatera Utara
model multiplier, pajak yang lebih tinggi tanpa peningkatan dalam pembelian
pemerintah akan cenderung menurunkan GDP nyata. Kilasan Gambar 2.2
menegaskan hal tersebut. Pada gambar ini, kurva CC yang atas menggambarkan
tingkat fungsi konsumsi tanpa pajak. Namun kurva di atas tersebut tidak dapat
menjadi fungsi konsumsi karena konsumen pasti membayar pajak untuk pendapatan
mereka. Anggap konsumen membayar pajak $ 300 milyar pada semua tingkat
pendapatan; maka DI adalah tepat $ 300 milyar kurang dari GDP pada tiap tingkat
output. Seperti yang digambarkan tingkat pajak ini bisa digambarkan sebagai
pergeseran ke kanan dalam fungsi konsumsi sebesar $ 300 milyar. Pergeseran ke
kanan ini akan muncul sebagai pergeseran ke bawah; jika MPC 2/3, maka pergeseran
ke kanan $ 300 milyar akan terlihat sebagai pergeseran ke bawah $ 200 milyar.
2.10.
Peneliti Terdahulu
Usman, Bonar M. Sinaga, Hermanto Siregar (2006) dengan judul penelitian
Analisis Determinan Kemiskinan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Fiskal bahwa
Pos anggaran untuk pengeluaran yang sangat erat kaitannya dengan kemiskinan atau
menjadi faktor penentu (determinan) solusi penanggulangan kemiskinan adalah
sektor pertanian, pendidikan, kesehatan keluarga, kesejahteraan keluarga, dan
infrastruktur.
Haris Munandar, Ferry Kurniawan, (2007) dengan judul penelitian Mencari
Hubungan Antara Kebijakan Moneter dengan Kemiskinan dan Ketimpangan
Pendapatan Kajian menggunakan data regional Indonesia memperoleh kesimpulan
Universitas Sumatera Utara
bertentangan dengan keyakinan umum bahwa kebijakan moneter longgar yang
ekspansif adalah cara yang jitu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
menyelamatkan golongan miskin, penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata
kebijakan moneter berhati-hati, yang mengusahakan inflasi yang rendah dan ekonomi
makro yang stabil justru merupakan kebijakan yang menurunkan tingkat kemiskinan
dan menghasilkan distribusi pendapatan yang lebih baik.
Cuttler & Katz (1991) dalam penelitiannya An Examination of the Impact of
Inflation and Unemployment on Poverty memiliki kesimpulan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan dan positif dari pengangguran dan inflasi terhadap
kemiskinan.
Powers (1995) dengan judul penelitiannya Inflation, Unemployment, and
Poverty memiliki kesimpulan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dan positif
dari pengangguran dan inflasi terhadap kemiskinan.
Fahma Sari Fatma (2005) dengan judul Pengaruh Inflasi dan Pengangguran
terhadap Kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa inflasi, pengangguran,
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB), dan variabel demografis yaitu
pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan.
Riko Marbun (2009) dengan judul penelitian Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi, berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Halim (2001) dengan judul Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi, Pengangguran, dan Kemiskinan; pendekatan analisis jalur menunjukkan
kemandirian dan pengelolaan secara ekonomis, efektif, dan efisien suatu daerah atau
wilayah akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut yang
selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat
kemiskinan pada daerah tersebut.
2.11.
Kerangka Pemikiran
Sehubungan dengan pemikiran ini, penulis membuat kerangka pemikiran yang
dapat mengambarkan ruang lingkup penelitian ini sebagaimana tergambar pada
Gambar 2.3 sebagai berikut:
Inflasi
(Persen)
)
Jumlah Pengangguran
(Orang)
Jumlah Penduduk
Miskin
(Ribu Orang)
Anggaran Kesehatan
(Juta Rupiah)
Pajak Daerah
(Juta Rupiah)
Gambar 2.3. Kerangka Pikir Analisis Determinan Tingkat Kemiskinan
Penduduk Kabupaten Karo
Universitas Sumatera Utara
2.12.
Hipotesis
Dari uraian teori dan penelitian terdahulu yang dijelaskan dalam BAB II maka
dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
1. Inflasi berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Karo (ceteris paribus).
2. Jumlah pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin
di Kabupaten Karo (ceteris paribus).
3. Anggaran Bidang Kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Karo (ceteris paribus).
4. Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin
di Kabupaten Karo (ceteris paribus).
Universitas Sumatera Utara
Download