BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki kondisi kesehatan fisik yang berubah-ubah sesuai dengan daya tahannya. Pada saat merasa tidak ada kondisi fisik yang dianggap mengganggu kinerja tubuh maka kondisi tersebut dikatakan sehat. Berbanding terbalik dengan sehat, kondisi sakit merupakan kondisi yang menggangu kinerja tubuh. Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa sakit merupakan keadaan tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu. Keadaan tidak nyaman atau sakit ini dapat dikarenakan penyakit. Kista merupakan penyakit yang tidak asing lagi untuk wanita, meskipun tidak mengalaminya wanita pernah mendengar adanya penyakit kista yang dapat saja menyerang dirinya. Kista merupakan tumor yang berisi cairan, setengah padat, dan padat.Wanita lebih mengenal kista yang tumbuh di organ ovarium dibandingkan kista yang tumbuh di organ lain. Pamor kista ovarium yang tinggi dikarenakan kista ovarium menyerang 4-7 persen wanita usia produktif (Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, 2011). Ovarium (indung telur) merupakan organ kelamin dalam wanita (Prayitno, 2014). Ovarium memiliki bentuk seperti telur yang berjumlah sepasang, letaknya di rongga perut kanan dan rongga perut kiri. Di dalam ovarium terdapat folikel, folikel adalah penghasil ekstrogen dan berfungsi memberi makan dan melindungi sel telur hingga matang. Setelah sel telur matang, folikel akan mengeluarkannya dari ovarium yang disebut sebagai proses ovulasi. Kista ovarium merupakan tumor berisi cairan yang tumbuh pada jaringan ovarium dikarenakan pada masa ovulasi terjebak di dalam ovarium. 1 2 Kista ovarium merupakan sebuah penyakit yang tidak dapat dideteksi tanpa bantuan tenaga medis dan alat medis. Menurut Ibu Genit yang berprofesi sebagai bidan, penderita kista baru menyadari bahwa dirinya mengidap kista pada saat kista tersebut sudah berkembang besar. Lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa gejala awal yang sering dieluhkan oleh pasien adalah nyeri haid, siklus menstruasi yang tidak teratur, dan belum mempunyai anak pada pasangan suami istri yang telah lama menikah. Pasien yang belum menikah memiliki perbedaan respon dengan pasien yang telah menikah dalam menyikapi gejala awal kista. Pasien yang telah menikah dan tidak kunjung memiliki momongan cenderung lebih cemas dengan kondisi gejala awal kista dibandingkan pasien yang masih lajang. Pasien kista seringkali dihadapkan pada perasaan khawatir ketika mengetahui terdapat kista pada organ tubuhnya. Pada penderita kista ovarium, pasien dihadapkan pada rasa khawatir bahwa kista tersebut dapat menggagu organ reproduksinya dan dapat menghambat kesuburannya. AN merupakan salah satu pasien kista yang telah menjalani operasi pengangkatan kista dan akan menjalaninya lagi. Diceritakan bahwa pada operasi yang pertama ia tidak mengalami suatu kekhawatiran karena sebelumnya ia pernah menjalani pembedahan usus buntu. Kekhawatirannya bermula ketika setelah menikah selama beberapa waktu AN tak kunjung memiliki anak. Setelah melalui pemeriksaan diketahui bahwa terdapat kista yang berkembang lagi di ovariumnya. “Dulu udah pernah punya kista mbak, waktu saya belum nikah, abis itu langsung operasi. Dulu sih ga ada perasaan apa-apa karena sebelumnya kan saya sempet salah diagnosis dikira usus buntu terus udah operasi. Jadi pas operasi kista itu saya biasa aja. Saya tau kalo saya punya kista lagi itu pas saya udah nikah saya gak punya-punya anak terus saya curiga kalo ada kista lagi. Orang-orang juga pada bilang begitu, saya jadi mikir jagang-jangan saya beneran susah punya anak. Saya setelah operasi pertama itu udah gak pernah cek lagi mba. Hehe. Saya waktu itu coba-coba alternatif, tapi abis itu gak saya lanjutin lagi. Terus sekarang saya belum punya anak, pas saya ke dokter ternyata bener ada kistanya, terus saya disuruh operasi lagi ini mba” (wawancara, 18/10/2014 pukul 9.21 via telepon genggam) 3 Cerita lain dituturkan oleh GN. GN menceritakan bahwa dirinya pertama kali mengetahui terdapat kista pada ovariumnya saat kondisi kista tersebut telah membesar dan harus segera diangkat. Awalnya ia mengalami kondisi tak sadarkan diri karena rasa sakit yang menyerangnya saat menstruasi. Setelah melalu pemerikasaan dokter mendiagnosa terdapat kista di ovariumnya dan harus segera menjalani operasi pengangkatan kista dan pengangkatan salah satu ovariumnya. Ovariun kanan GN telah mengalami kerusakan yang diakibatkan terlilitnya batang ovarium oleh kista yang tumbuh. Mendengar diagnosa awal dokter sebelum operasi membuatnya merasa bahwa dirinya tidak akan memiliki keturunan yang memunculkan perasaan cemas akan masa depannya. Perasaan ini di jelaskan GN dengan pernyataan berikut: “Sewaktu muncul diagnosa itu saya emang ada, saya ada kecemasannya. Karena saya kan baru sepuluh hari menikah. Hahaha. Belum punya anak ibaratnya ya. Belum punya anak, sementara saya punya kista melilitnya ke ovarium kanan dan kemungkinan kistanya kista coklat, itu kan memang lebih, lebih susah ibaratnya untuk mempunyai anak itu. Yang saya pikirin waktu itu kemungkinan ya cuma satu, saya gak punya anak.” (wawancara, 05/06/2014 pukul 19.20 di rumah GN, Bantul) Penyakit kista dapat mempengaruhi peluang seorang wanita untuk hamil. Hal tersebut berkaitan dengan ketersedian sel telur dan hormon yang dapat terganggu oleh kista yang tumbuh. Pada pasien kista yang masih memiliki sel telur dan menjalani proses fertilasi yang baik maka pasien kista tetap dapat memiliki keturunan (detikhealth, 2013). Media online menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan wadah media online, masyarakat dapat menggali pengetahuan yang dibutuhkan tanpa harus bertatap muka langsung dengan ahlinya. Informasi mengenai suatu penyakit khususnya penyakit kista dapat kita cari pada situs-situs berbasis kesehatan. Beberapa media yang menyediakan artikel dan layanan konsultasi kesehatan tidak berbayar seperti health.okezon.com dan health.detik.com. Penderita kista yang membutuhkan informasi mengenai penyakitnya dapat mencari informasi pada situs-situs yang tersedia. Informasi 4 atau pengetahuan mengenai kondisi yang sedang dialami pasien dapat membantu pasien dalam mengambil tindakan medis yang diperlukan. Informasi mengenai kemungkinan terburuk dan penanganan yang benar suatu penyakit memungkinkan percepatan dalam kesembuhan seorang pasien. Seorang pasien dapat lebih kooperatif dalam proses penyembuhan apabila pasien tersebut memiliki informasi yang benar. Kurangnya informasi dan informasi yang salah dapat menambah rasa takut dan cemas seorang pasien kista. Pikiran-pikiran negatif seorang pasien kista dapat berujung pada kecemasan akan masa depan hidupnya. GN bercerita bahwa setelah mengetahui dirinya menderita kista orang-orang terdekatnya mulai khawatir dan mulai memberikan informasi yang mereka ketahui. Menurut GN informasi yang dikemukakan oleh orang sekitarnya terkadang merupakan informasi yang dapat membuatnya semakin takut dan merasa cemas karena informasi yang tidak sesuai atau simpang siur. Pengalamannya dijelaskan dengan pernyataan berikut: “pas tau begitu saya langsung lemes itu, terus pas saya keluar ruang perakter dokter saya denger perawat-perawat pada ngomong kasian itu pengantin baru udah kena kista, bisa-bisa gak punya anak. Terus pas saya bilang sama suami saya soal keadaan saya, suami saya langsung ikutan bingung, dia bilang, buk kita bayi tabuang aja yuk. Hehe, iya dia langsung bilang begitu. Tetangga sama bulek saya juga pada bilang kalo kista itu bikin ga punya anak. Pikiran saya waktu itu ya langsung campur aduk”(wawancara hari, 05/06/2014 pukul 19.20 di rumah GN Bantul) Takut merupakan sebuah proses yang berkaitan dengan kemampuan kognitif mengenai stimulus yang ada, cemas berkaitan dengan respon emosional yang muncul (Beck, Emery dan Greenberg, 1985). Kecemasan merupakan respon dari sebuah ancaman (Stark, Kiely, Smith, Velikova, House, dan Selby, 2002). Kista ovarium dapat menjadi ancaman yang menakutkan untuk saat ini dan masa depan seorang wanita. Hal ini dikarena seorang wanita yang menderita kista ovarium dapat mengalami gangguan dalam sistem reproduksinya. Selama mengalami rasa takut akibat suatu hal yang mengancam, khususnya saki seseorang dapat mengalami kecemasan. Hasil survei dari Ashbury, Findlay, Reynolds 5 dkk (dalam Stark dkk, 2002) terhadap 913 pasien kanker menyatakan bahwa 77 persen dari pasien yang telah menjalani perawatan selama dua tahun menyatakan bahwa dirinya mengalami kecemasan. Kecemasan dapat menghambat sesorang dalam melaksanakan fungsi sosialnya. Individu tersebut akan menjalani kesehariannya dengan rasa cemas dari berbagai ancaman yang mengintai dirinya. Keadaan tersebut dapat menghambat hubungan sosialnya dengan orang lain, seperti keluarga dan teman. Dilain sisi, peranan orang lain dalam kehidupan sesorang sangatlah penting karena manusia merupakan makhluk sosial. Bantuan yang diberikan orang lain merupakan suatu dukungan yang diperlukan manusia ketika mengalami kesulitan. Dukungan sosial merupakan sesuatu yang diberikan oleh orang lain. Dukungan sosial merupakan dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial. Dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari pasangan (Sherbourne & Hays, 1990, dalam Taylor dkk, 1970), anggota keluarga, teman, dan rekan satu komunitas (Taylor dkk, 1970). Dukungan sosial memiliki beberapa bentuk, seperti dukungan informasi, dukungan emosi, dukungan penghargaan, dan dukungan informasi. Dukungan sosial dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi kehidupan dan kesehatan seseorang. Baik kesehatan secara fisik, psikis mapuan sosial. Aktan (2011) mengatakan bahwa kontribusi dukungan sosial dapat berdampak positif pada penurunan kecemasan. Dampak positif dukungan sosial dapat dirasakan apabila dukungan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pihak penerima agar dapat berdampak positif (Smet, 1994) . Dalam menghadapi rasa cemas seseorang membutuhkan dukungan dari orang lain untuk meredam rasa cemasnya. Penelitian Setyaningsih dan Mu’in (2013) terhadap 199 responden pekerja PNS yang menghadapi masa pensiun menghasilkan bahwa terdapat 54,3 6 persen responden dengan dukungan sosial sedang dan 71 persen responden dengan dukungan sosial tinggi yang tidak mengalami kecemasan dalam menghadapi masa pensiunnya serta tidak ada responden dengan dukungan sosial sedang maupun dukungan sosial tinggi yang mengalami kecemasan tingkat sangat berat. Terdapat dua teori yang menjelaskan bagaimana dukungan sosial miliki pengaruh terhadap kesehatan dan kebahagiaan sesorang, yaitu buffering hypothesis dan direct effects hypothesis (Sarafino, 1998). Menurut buffering hypothesis dukungan sosial melindungi seseorang dari efek negatif stres yang kuat, terdapat dua cara buffering hypothesis bekerja, yaitu dengan meyakinkan diri sendiri bahwa akan ada orang lain yang membantu menyelesaikan sumber stres dan mengubah respon stres. Direct effects hypothesis menjelaskan bahwa dukungan sosial bermanfaat bagi kesehatan dan kebahagiaan seseorang dalam berbagai kondisi stres. Pada uraian diatas terlihat bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap kecemasan seseorang pada saat menghadapi masa sulit. Pada penderita kista mendapatkan dukungan sosial dapat membantunya menjalani proses penyembuhan, tetapi pada kenyataan yang ada terkadang dukungan orang sekitar dapat menjadi sumber kecemasan bagi penderita kista. Berdasarkan data yang telah dihimpun muncul pernyataan, apakah dukungan sosial pada penderita kista memiliki hubungan dengan kecemasan penderita kista tersebut? B. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan pada pasien penderita kista ovarium. 7 C. Manfaat Penelitian a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi bidang klinis, terutama pada kajian yang berhubungan dengan dukungan sosial dan kecemasan pada pasien penderita kista ovarium. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan program pendampingan bagi pasien penderita kista yang sedang menjalani perawatan medis.