Kode/Nama Rumpun Ilmu : 724/ Pendidikan Geografi LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN TAHAP I (70%) DOSEN MUDA KAJIAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI (Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi) Oleh : Ketua Tim Anggota : Ruli As’ari, M.Pd./ 0002058802 : Erwin Hilman Hakim, M.Pd./ 0013018901 UNIVERSITAS SILIWANGI Juli 2017 i ii DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................. iv RINGKASAN ............................................................................................ v BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa Bumi ........................................................................................ 3 2.2 Kesiapsiagaan ........................................................................................ 9 2.3 Kesiapsiagaan Gempabumi.................................................................... 11 2.4 Rancangan dan Roadmap Penelitian ..................................................... 13 2.5 Penelitian yang Pernah dilakukan Terkait dengan Penelitian yang akan dilakukan............................................................................................... 13 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan dan Luaran Penelitian ................................................................ 14 3.2 Rencana Target Penelitian ..................................................................... 14 3.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 15 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian ................................................................................. 16 4.2 Tahapan dan Alur Penelitian.................................................................. 18 BAB 5 HASIL YANG DICAPAI 5.1 Analisis Kawasan Penelitian Terkait Morfologi Kawasan Tasikmalaya 19 5.2 Analisis Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Gempabumi ...... 21 5.3 Pengetahuan dan Sikap dalam Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi ................................................. 23 5.4 Perencanaan Kedaruratan ...................................................................... 27 5.5 Upaya Kesiapsiagaan ............................................................................. 29 BAB 6 RENCANA TAHAP BERIKUTNYA 6.1 Rencana Tahapan Berikutnya ................................................................ 31 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ................................................................................................ 31 7.2 Saran ...................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 34 Lampiran-Lampiran ................................................................................. 35 iii RINGKASAN Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menjadikannya sebagai negara yang memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 atau sekitar 70% luas Indonesia merupakan perairan, sedangkan 30% sisanya merupakan daratan. Kondisi ini menyebabkan Indonesia diberkahi oleh kekayaan sumberdaya alam baik sumberdaya alam di daratan maupun sumberdaya alam di lautan yang melimpah. Pengetahuan mengenai kebencanaan merupakan indikator penting dalam proses kesiapsiagaan, selain itu perencanaan ketika terjadi kondisi darurat, pengetahuan dan keterampilan memobilisasi sumberdaya ditunjang dengan kondisi sistem peringatan dini yang baik memungkinkan suatu wilayah memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi bencana. Keempat parameter tersebut juga penting dimiliki oleh seluruh warga masyarakat Indonesia yang rentan akan bencana gempa bumi. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian lanjutan ini adalah : mengenai tingkat kesiapsiagaan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif, yang bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi saat sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikan data, kemudian dianalisis. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Kuesioner, Wawancara (Interview), Studi Dokumentasi, dan Studi Literatur. Kata Kunci : Kesiapsiagaan, Bencana, Gempabumi iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menjadikannya sebagai negara yang memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 atau sekitar 70% luas Indonesia merupakan perairan, sedangkan 30% sisanya merupakan daratan. Kondisi ini menyebabkan Indonesia diberkahi oleh kekayaan sumberdaya alam baik sumberdaya alam di daratan maupun sumberdaya alam di lautan yang melimpah. Letak geologis Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Sirkum Pasifik sebelah timur (Pasific Ring of Fire) serta berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah baratbaratlaut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara-timurlaut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah baratdaya dengan kecepatan 13 cm per tahun. Interaksi lempeng tersebut menyebabkan terjadinya desakan dan tumbukan antar ketiga lempeng yang sudah berjalan sejak jutaan tahun yang lalu. Tumbukan antar lempeng ini membuat terjadinya pergeseran, pengangkatan, pelipatan serta patahan di daratan dan lautan di kepulauan Indonesia. Dalam jangka waktu tertentu, hal itu kemudian membuat penumpukan stres pada bidang benturan, dan ketika energi potensial yang terjadi saat pergeseran lempeng, maka terjadilah gempabumi maupun tsunami. Pentingnya mitigasi bencana untuk keselamatan masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana telah diamanatkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui Departemen Urusan Kemanusiaan (DHA) pada bulan Desember 2001 agar memperkuat koordinasi bantuan kemanusiaan dan menjamin persiapan yang lebih baik, terkoordinir dan cepat 1 2 (Hermon Dedi: 2010). Pengetahuan mengenai kebencanaan merupakan indikator penting dalam proses kesiapsiagaan, selain itu perencanaan ketika terjadi kondisi darurat, pengetahuan dan keterampilan memobilisasi sumberdaya ditunjang dengan kondisi sistem peringatan dini yang baik memungkinkan suatu wilayah memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi bencana. Keempat parameter tersebut juga penting dimiliki oleh seluruh warga masyarakat Indonesia yang rentan akan bencana gempa bumi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi (Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi)” 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian lanjutan ini adalah: “Bagaimanakah Tingkat kesiapsiagaan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ?” BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa Bumi 1. Karakteristik Gempa Bumi Gempabumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang seringkali menyebabkan dislokasi (pergeseran) bagian bumi atau rentetan gerakan yang terjadi secara tiba-tiba. Dengan kata lain gempabumi dapat diartikan sebagai suatu gejala fisik alamiah yang umumnya ditandai dengan bergetarnya bumi sehingga memberikan bahaya dan ancaman yang lebih lanjut dapat menyebabkan bencana. Ketika gempa bumi terjadi, timbullah goncangan yang diakibatkan oleh lepasnya energi dalam bentuk gelombang. Titik di dalam bumi tempat terjadinya pelepasan energi disebut Hiposentrum. Gelombang menjalar ke lapisan permukaan bumi dan dapat melewati batuan dan tanah. Secara garis besar terdapat 2 (dua) macam gelombang yang merambat, yaitu gelombang P dan gelombang S. Gelombang P adalah gelombang yang menjalar di permukaan bumi. Gelombang P bersifat menekan dan merenggangkan batuan saat ia lewat. Sedangkan gelombang S adalah gelombang yang menjalar secara tegak lurus terhadap arah menjalarnya gelombang disertai dengan perputaran. Gelombang S mengguncang batuan dari sisi ke sisi. Di permukaan gelombang P dan S menghasilkan gelombang permukaan yang naik dan bergulung. Titik di permukaan bumi yang berada tepat di atas hiposentrum disebut Episentrum. Berdasarkan kedalaman sumber gempa, Fowler (1990) mengklasifikasikan gempabumi menjadi beberapa kategori, yaitu; (1) Gempabumi dangkal kurang dari 70 km, (2) Gempabumi menengah kurang dari 300km, (3) Gempabumi dalam lebih dari 300 km (kadang-kadang > 450 km). Besar kecilnya kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi bergantung pada beberapa parameter berikut; (1) Jarak terhadap pusat gempa, 3 4 (2) Kedalaman pusat gempa, (3) Besaran gempa, (4) Lama getaran gempa, (5) Banyaknya frekuensi getaran tanah, (6) Kondisi geologi dan tanah setempat, (7) Kelenturan, kekuatan, dan kesatuan bangunan yang berada di atas bumi. Karakteristik Gempabumi diantaranya; (1) berlangsung dalam waktu yang sangat singkat, (2) lokasi kejadian tertentu, (3) akibatnya dapat menimbulkan bencana, (4) berpotensi terulang lagi, (5) belum dapat diprediksi, (6) tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat dikurangi. Tabel 2.1 Skala Richter dan Deskripsinya Skala 0-2 2,5–3,0 Deskripsi Gempa kecil, dapat dideteksi, energi yang terlepaskan 3 x 10 12 erg. Apabila dekat dengan pusat, getaran dapat dirasakan 4,5 Getaran dapat menyebabkan kerusakan lokal. 5,0 Kurang lebih sama dengan getaran yng diakibatkan oleh energi 60 m atom. Bom atom di Hirosima berskala 5,7 energinya 8 x 1012 erg. 6 Kerusakan terjadi pada daerah dengan batas tertentu. Pusatnya dangkal. 7 Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang dapat menyebabkan kerusakan serius dalam area lebih luas. 7,8 8 Gempa bumi yang terjadi di San Fransisco Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang sangat merusak. Kerusakan serius hingga dalam area ratusan mil dan setiap terjadi lebih kurang 14 kali. 8,4 Energi yang dilepaskan 3 x 1024 erg. 9.0-9.9 Menghancurkan area ribuan mil >10.0 Belum pernah terekam Sumber: (Sutikno, 2016) 5 2. Penyebab Gempabumi Secara umum terdapat tiga penyabab gempabumi, diantaranya: a. Pelepasan energi akibat pergerakan lempengan bumi. Peristiwa ini dikenal sebagai gempabumi tektonik. Daerah yang seringkali mengalami gempa ini adalah daerah pegunungan lipatan muda, yaitu daerah rangkaian mediterania dan rangkaian sirkum pasifik. Bahaya dari gempa ini dapat besar sekali karena lapisan bumi dapat mengalami lipatan, retakan, patahan atau bergeser. Karena gempa ini selalu mengakibatkan pergeseran muka bumi, maka gempa ini disebut juga gempa dislokasi. b. Letusan gunungapi. Getaran dari gunungapi aktif dapat menimbulkan gempabumi dan dikenal sebagai gempabumi vulkanik. Jika gunungapi akan meletus, timbulah tekanan gas dari dalam sumbat kawah. Tekanan ini menyebabkan terjadinya getaran yang disebut gempabumi. Gempa ini hanya terdapat di sekitar gunung api yang meletus. Bahaya gempabumi ini lebih besar dari pada gempabumi runtuhan, namun lebih kecil dibandingkan dengan gempa tektonik. c. Runtuhan, baik yang tenjadi di atas maupun di bawah permukaan tanah yang mengakibatkan getaran gempabumi. Keruntuhan tersebut dapat berupa tanah longsor, salju longsor, maupun jatuhan batu. Dalam teori tektonik lempeng, lapisan terluar bumi terbentuk dari suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Lempeng-lempeng tersebut bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga bersifat seperti cairan (fluid). Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosfer yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "SiMa", gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis yang kedua yaitu kerak benua yang sering disebut "SiAl", gabungan dari silikon dan aluminium. Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan dimana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. 6 Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km dengan berat jenis rata-rata kulit bumi yaitu 2,8. Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam tiga jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. a. Pergerakan saling menjauh (Divergent) Pergerakan divergen (divergent / constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak saling menjauh satu sama lain. Pemisahan ini disebabkan karena adanya pembentukan material baru pada batas lempeng tersebut. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen b. Pergerakan saling mendekat (Konvergen) Pergerakan konvergen (convergent / destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, mengandung banyak cairan panas bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. c. Pergerakan saling berpapasan (Transform) Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (trasform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). 7 3. Kekuatan Gempabumi Parameter kedahsyatan gempa bumi diukur berdasarkan besaran (magnitude) gempa bumi serta tingkat kerusakan yang diakibatkan kejadian gempa bumi. Besaran gempa bumi adalah parameter gempa bumi yang diukur berdasarkan terjadinya pada daerah tertentu, akibat goncangan gempa pada sumbernya. Charles F. Richter menciptakan alat untuk menunjukkan jumlah energi yang terlepaskan oleh suatu gempabumi. Kisaran skalanya mulai 0 – 9. Pada dasarnya Skala Richter merupakan hasil perhitungan matematis sebagai pembanding kekuatan gempabumi. Deskripsi masing-masing skala pada skala Richter, seperti terlihat pada Tabel 2.2 di bawah ini: Tabel 2.2 Skala Richter dan Deskripsinya Skala Deskripsi Gempa kecil, dapat dideteksi, energi yang terlepaskan 3 x 10 12 0-2 erg. 2,5–3,0 Apabila dekat dengan pusat, getaran dapat dirasakan 4,5 Getaran dapat menyebabkan kerusakan lokal. 5,0 Kurang lebih sama dengan getaran yng diakibatkan oleh energi 60 m atom. Bom atom di Hirosima berskala 5,7 energinya 8 x 1012 erg. 6 Kerusakan terjadi pada daerah dengan batas tertentu. Pusatnya dangkal. 7 Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang dapat menyebabkan kerusakan serius dalam area lebih luas. 7,8 Gempa bumi yang terjadi di San Fransisco 8 Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang sangat merusak. Kerusakan serius hingga dalam area ratusan mil dan setiap terjadi lebih kurang 14 kali. 8,4 Energi yang dilepaskan 3 x 1024 erg. 9.0-9.9 Menghancurkan area ribuan mil >10.0 Belum pernah terekam Sumber: (Sutikno, 1988 dalam Fenti Fitrianti: 2010) Pada 1902, seorang Vulkanolog Italia bernama Giuseppe Mercalli (1850-1914) mengklasifikasi skala intensitas gempa bumi dan pengaruhnya terhadap manusia, bangunan (gedung), dan alam (tanah). Klasifikasi intensitas gempa dengan Skala MMI (Modified Mercally Intensity) dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini: 8 Tabel 2.3 Skala Gempa MMI dan Deskripsinya Ilustrasi Skala Deskripsi 1 Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang 2 Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang 3 Getaran dirasakan nyata di dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu 4 Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak di dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu bergerincing dan dinding berbunyi 5 Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, jendela pecah, barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti 6 Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua terkejut dan berlari ke luar, plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan 7 8 9 Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak. Rumah tampak berpindah dari pondasinya. Pipa-pipa di dalam rumah putus 10 Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam 11 - Setiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada bangunan dengan kontruksi yang kurang baik terjadi retakretak bahkan hancur. Terasa oleh orang yang naik kendaraan Kerusakan ringan pada bangunan dengan kontruksi yang kuat. Retak-retak pada bangunan dengan kontruksi yang kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh 12 Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa di dalam tanah tidak bisa dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali Hancur sama sekali. Benda-benda terlempar ke udara. Sumber : Pendidikan Siaga Bencana, 2008 9 2.2 Kesiapsiagaan Berkenaan dengan pengertian konsep kesiapsiagaan, pada realitasnya di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran yang berbeda terhadap konsep kesiapsiagaan. Pengertian kesiapsiagaan menurut Carter, 1992:29 (dalam wibowo, 2011): "tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi- organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil." Sedangkan kesiapsiagaan menurut UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Pengetahuan selalu dijadikan sebagai awal dari sebuah tindakan dan kesadaran seseorang, dari pengalaman dalam penanganan berbagai kejadian bencana di berbagai belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir ini telah dirasakan pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, bukan saja pada tingkat pemerintahan dari suatu negara atau suatu daerah, tetapi juga pada tingkatan komunitas yang langsung merasakan dan harus menghadapi bencana itu sendiri, terutama sebelum bantuan atau pertolongan datang dari instansi atau badan-badan pertolongan atau penanganan bencana yang resmi. Komunitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunitas masyarakat pesisir yang secara langsung akan merasakan dampak ketika terjadi bencana gempa yang menimbulkan bencana susulan seperti tsunami. Perencanaan untuk kondisi darurat akan membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekurang-kurangnya selama tiga hari setelah kejadian terlebih ketika pertolongan belum datang. Menurut LIPI-UNESCO, 2006 : 6 mengenai pentingnya kesiapsiagaan bahwa: “kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat 10 ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya suatu bencana." Kesiapsiagaan dalam masyarakat memiliki sifat yang dinamis yaitu dapat bergerak naik atau bahkan turun sehingga pemantauan, pengkajian ulang serta modifikasi sangat diperlukan terutama kegiatan pelatihan untuk masyarakat karena dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami. Berdasarkan Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dibuat oleh LIPI dan Unesco 2006:46, kesiapsiagaan dikelompokkan kedalam empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RCM). Lebih lengkap LIPI dan Unesco menjabarkan keempat parameter di atas sebagai berikut: “Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan dasar mengenai bencana alam. Seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya. Perencanaan kedaruratan lebih mengenai tindakan apa yang telah dipersiapkan menghadapi bencana alam. Sistem peringatan disini adalah usaha apa yang terdapat di masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan cara tanda-tanda peringatan yang ada. Sedangkan mobilisasi sumberdaya lebih kepada potensi dan peningkatan sumberdaya di masyarakat baik yang dimiliki secara individu ataupun bersama seperti melalui keterampilan-keterampilan yang diikuti, persiapan dana dan lainnya. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempabumi dan tsunami akan didapat dengan mengkategorisasikan hasil indeks pada indikator-indikator yang ditetapkan sesuai dengan parameter-parameter yang ada. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu sangat siap/siap/hampir siap/kurang siap/belum siap. 11 Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini: Tabel 2.4 Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskipsinya Indeks Nilai Kategori 80 – 100 Sangat siap 65 – 79 Siap 55 – 64 Hampir siap 40 – 54 Kurang siap Kurang dari 40 (0 – 39) Belum siap Deskripsi Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan sangat baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan cukup baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan kurang baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan tidak baik. 2.3 Kesiapsiagaan Gempabumi Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi gempabumi, sebaiknya setiap keluarga membuat rencana kesiapsiagaan untuk kondisi darurat saat terjadi gempabumi. Rencana kesiapsiagaan yang dibuat dengan kesepakatan anggota keluarga harus cukup sederhana sehingga mudah dimengerti dan dipahami oleh seluruh anggota keluarga. Pastikan seluruh anggota keluarga terlibat dalam perencanaan tersebut dan mengerti serta memahami rencana yang disusun. 12 Hal-hal yang perlu disusun dalam rencana kesiapsiagaan untuk bencana gempabumi adalah: 1. Identifikasi lokasi yang aman untuk berlindung 2. Identifikasi lokasi-lokasi yang harus dihindari saat terjadi gempa bumi, seperti lokasi dekat jendela kaca, dekat barang-barang berat dan tergantung, dekat sumber api, dan lain sebagainya. 3. Identifikasi juga lokasi-lokasi yang aman untuk berlindung saat terjadi gempa bumi, seperti di bawah meja yang kuat, di samping sofa atau kursi yang kokoh, di samping tempat tidur, atau di sudut dalam rumah. Pada lokasi yang aman tersebut, kita harus melakukan tindakan jongkok, berlindung, dan berpegangan. 4. Penentuan jalur keluar untuk evakuasi Tentukan jalur keluar saat evakuasi. Pastikan jalur keluar tersebut terbebas dari benda-benda maupun barang-barang yang dapat berpindah, jatuh, maupun menghalangi jalan keluar tersebut. 5. Tempat berkumpul. Saat terjadi gempabumi, kemungkinan seluruh anggota keluarga berada di ruangan yang berbeda-beda. Tentukan tempat berkumpul di dalam rumah dan di luar rumah agar seluruh anggota keluarga dapat berkumpul di satu tempat yang aman. Pastikan seluruh anggota keluarga mengingat nomor telepon darurat serta nomor kerabat dekat yang tinggal di daerah yang berbeda yang dapat dihubungi. 6. Siapkan perlengkapan darurat, yang berisi; (a) Obat-obatan dan peralatan P3K, (b) Makanan berenergi, (c) Minuman, (d) Senter, (e) Radio yang dilengkapi dengan batu baterai, (f) Peluit, (g) Beberapa potong pakaian, (h) Kertas dan pena, (i) Catatan mengenai nomor-nomor penting yang dapat dihubungi. 13 2.4 Rancangan dan Roadmap Penelitian KAJIAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Keguruan dan Ilmu Kajian Kesiapsiagaan dalam Antisipasi Bencana Gempa Bumi, melalui Analisis aspek: - Pengetahuan dan sikap - Perencanaan Kedaruratan - Mobilitas dan Upaya Kesiapsiagaan 2.5 Penelitian yang pernah dilakukan Terkait dengan Penelitian yang Akan dilakukan. Tabel 2.4. Penelitian yang Pernah dilakukan Terkait Mitigasi Bencana dan Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana No 1 2 3 4 Judul, Tahun Model Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana Dengan Metode Sekolah Siaga Bencana, Tahun 2014 Kesiapsiagaan Masyarakat Kawasan Teluk Pelabuhan Ratu Terhadap Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami, 2011 Kesiapsiagaan Masyarakat: Paradigma Baru Pengelolaan Bencana Alam Di Indonesia Efektivitas Media Pembelajaran Komik Dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi Bencana Gempabumi Pada Siswa Kelas X Di Sma Negeri 1 Wedi, Klaten Peneliti Dwi Wantoro Jurnal Riset Daerah Vol.XIII No 1 April 2015 Chrisantum Aji Paramesti Jurnl Perencanaan Wilayah dan Kota Vol.22 Agustus 2011 Deny Hidayati Jurnal Kependudukan Indonesia, 2008 Fajar Wulandari, Sigit Santoso, Sarwono Jurnal GeoEco, Januari 2017 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan dan Luaran Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi. 3.2 Rencana Target Capaian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Luaran Publikasi Ilmiah Internasional Nasional Terakreditasi Pemaklah dalam Temu Ilmiah Internasional Nasional Invited Speaker dalam temu Internasional ilmiah Nasional Visiting Lecturer Internasional HKI Paten Paten sederhana Hak Cipta Merk Dagang Rahasia Dagang Desain produk Industri Indikasi Geografis Perlindungan varietas tanaman Perlindungan topografi Teknologi Tepat Guna Model/purwarupa/desain/karya seni/rekayasa sosial Buku Ajar ISBN Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 14 Indikator Capaian 15 3.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para pengambil kebijakan terkait masalah keselamatan masyarakat, khususnya tentang tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi. 2. Dapat mengetahui tingkat kesiapan mahasiswa dalam antisipasi jika terjadi bencana gempa bumi 3. Mengupayakan untuk meminimalisir dengan mengingatkan pentingnya pengetahuan mengenai kebencanaan khususnya bencana gempabumi 4. Mengenali kawasan tempat tinggal dengan paham mengenai mitigasi bencana. 5. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat serta aparat pemerintah setempat mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif, yang bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi saat sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikan data, kemudian dianalisis. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Kuesioner, Wawancara (Interview), Studi Dokumentasi, dan Studi Literatur. 1. Populasi dan Sample Penelitian Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi sebanyak 11 kelas yang terdiri dari 400 orang mahasiswa. Adapun sampel penelitian diambil secara acak Simple Random Sampling yaitu sebanyak 15% yaitu 60 orang mahasiswa. 2. Teknik Analisis Data Teknik Analisis menggunakan analisis nilai indeks. Analisis indeks dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan mahasiswa dalam menghadapi kemungkinan bencana gempabumi. Indeks merupakan angka perbandingan antara satu bilangan dengan bilangan lain yang berisi informasi tentang suatu karakteristik tertentu pada waktu dan tempat yang sama atau berlainan. Agar lebih sederhana dan mudah dimengerti, nilai perbandingan tersebut dikalikan 100. Dengan menggunakan teknik berdasarkan perhitungan indeks skor, data yang terkumpul berwujud angka hasil tabulasi, kemudian dijelaskan menurut urutan informasi yang ingin diketahui. Angka indeks dalam penelitian ini meliputi indeks per parameter yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), rencana tanggap darurat/ Emergency Planning (EP), Sistem Peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi sumber daya/ Resource Mobilization Capacity (RMC) pada setiap sumber data kuisioner. Tingkat kesiapsiagaan mahasiswa dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima rentang kategori. Kelima kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini: 16 17 Tabel 4.1 Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskipsinya Indeks nilai Kategori 80 – 100 Sangat siap 65 – 79 Siap 55 – 64 Hampir siap 40 – 54 Kurang siap Kurang dari 40 (0 – 39) Belum siap Deskripsi Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan sangat baik. Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan baik. Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan cukup baik. Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan kurang baik. Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan tidak baik. Penentuan kesiapsiagaan masyarakat didapat dari perhitungan nilai indeks. Nilai indeks dihitung dari gabungan empat parameter dalam penelitian. Adapun untuk perhitungan nilai indeks dihitung berdasarkan rumus: Nilai Indeks = ((bobot KA/100)*indeks KA) + ((bobot EP/100)*indeks EP) + ((bobot WS/100)*indeks WS) + ((bobot RMC/100)*indeks RMC) Besarnya bobot pada perhitungan nilai indeks tergantung kepada jumlah pertanyaan masing-masing parameter. Berikut disajikan Tabel 3.2 untuk bobot setiap parameter: Tabel 3.2 Kolom Bobot untuk Setiap Parameter Pengetahuan Perencanaan Sistem Mobilisasi dan Sikap Kedaruratan Peringatan Sumberdaya Total (KA) (EP) (WS) (RMC) 11 8 2 3 24 46 % 33 % 8% 13 % 100 % Sedangkan untuk penetuan indeks setiap parameter dihitung berdasarkan rumus: Indeks = Total riil skor parameter x 100 Skor maksimum parameter Sumber: LIPI-UNESCO/ISDR, 2006 18 4.2 Tahapan dan Alur Penelitian PENGKAJIAN 1. Pembentukan Team work 2. Pengkajian Peta dan Pengelompokan Lokasi Kajian 3. Survey Lapangan 4. Pengolahan Data 5. Penyusunan Modul 6. Publikasi/Seminar Hasil Penelitian - Naskah Jurnal - Publikasi BAB 5 HASIL YANG DICAPAI 5.1 Analisis Kawasan Penelitian Terkait Morfologi Kawasan Tasikmalaya Bentuk muka bumi pada dasarnya tidak rata tetapi berlekuk-lekuk. Hal tersebut disebabkan oleh gaya atau tenaga yang mempengaruhinya. Terdapat dua tenaga yang mempengaruhi bentuk muka bumi yaitu berasal dari dalam bumi yang disebut tenaga endogen dan tenaga yang berasal dari luar bumi atau yang disebut tenaga eksogen. Kedua tenaga inilah yang membentuk suatu wilayah termasuk kedalam wilayah pedataran, pegunungan atau bahkan wilayah pesisir. Menurut Van Bemmelen (1949) dalam Pedoman KKL Mahasiswa Geografi Kawasan bandung Purba (2009), Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zone dari utara ke selatan, meliputi: 1. Zona Bogor (Bogor Zone) Terbentang mulai dari Jasinga di sebelah barat Bogor hingga menuju Bumiayu di Jawa Tengah. Jalur ini terdiri atas bukit dan punggungan yang merupakan antiklinorium rumit dan cembung ke arah utara, tersusun oleh lapisan Neogen yang terlipat kuat kemudian diikuti oleh kegiatan tubuh batuan beku berupa boss dan neck. 2. Zona Alluvial Jakarta (Jakatra Alluvial Zone) Terbentang mulai dari Serang hingga Cirebon, tersusun atas batuan yang sebagian besar terdiri atas endapan aluvium (endapan banjir dan endapan pantai), endapan lahar dan aliran lumpur hasil gunung api Kuarter. 3. Zona Bandung (Bandung Zone) Terbentang dari sebelah timur Jalur Pegunungan Bayah hingga kesebelah timur Tasikmalaya dan berakhir di Sagara Anakan di pantai Selatan Jawa Tengah. Secara struktural Jalur Bandung merupakan puncak dari antiklin Pulau Jawa yang telah mengalami penghancuran pada akhir zaman Tersier. 4. Zona Pegunungan Selatan (Southern Mountains Zone) Terbentang dari sekitar Teluk Pelabuhan Ratu di sebelah barat hingga ke Pulau Nusakambangan di sebelah timur. Satuan fisiografi ini juga dibagi menjadi tiga bagian formasi, yaitu formasi Jampang, formasi Pangalengan, dan formasi Karangnunggal. 19 20 Gambar 5.1 Fisiografi Jawa Barat Menurut Van Bemmelen Berdasarkan zonefikasi fisiografi Jawa Barat menurut Van Bemmelen tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zone Pegunungan Selatan (Southern Mountains Zone). Zona Pegunungan selatan ini dicirikan oleh perbukitan yang terjal bergelombang dengan pantai yang juga terjal dan pada beberapa tempat dijumpai dataran-dataran pantai yang cukup luas serta dibentuk oleh batuan sedimen berumur Oligosen-Miosen. Sedimen klastikanya terdiri dari batu pasir sela dengan struktur perlapisan bersusun. (Geologi lembar Karangnunggal, Jawa, 1992 : 2) Perkembangan morfologi suatu permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh berbagai proses, baik yang telah maupun sedang berlangsung, dimana setiap proses akan memberikan atau membentuk ciri-ciri atau kesan tertentu pada daerah tersebut. Pengertian morfologi Menurut Sumaatmadja (1988:34) adalah: Segala sesuatu hal yang meliputi bentuk dan tinggi rendahnya permukaan bumi. Hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prilaku, kegiatan tindakan manusia termasuk pertumbuhan serta pembangunan yang berusaha meningkatkan kesejahteraan manusia. Proses erosi yang berlangsung dengan tingkatan energi yang berbeda, akan menghasilkan bentuk yang berbeda pula. Ditinjau dari segi morfologi wilayah Kabupaten Tasikmalaya, bagian utara Kabupaten memiliki morfologi dataran rendah, bagian tengah memiliki bentukan lahan perbukitan atau dataran tinggi dan semakin ke arah selatan 21 memiliki bentuk lahan dataran rendah karena berbatasan dengan Samudra Indonesia. 5.2 Analisis Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Gempa Bumi Gempabumi terjadi karena adanya pelepasan akumulasi energi yang kuat akibat tumbukan dari pergerakan lempeng tektonik sehingga dapat dirasakan manusia di permukaan bumi dengan magnitude dalam Skala Richter (SR) atau Mercalli Cancani (MM)., Gempabumi dengan kekuatan magnitude > 6 SR, dapat menimbulkan lapisan tanah menjadi retak dan “liquifaction” sehingga kekuatan daya dukung tanah menjadi lemah dan akibatnya bangunan yang berdiri diatasnya dapat menjadi runtuh dan ambruk. Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya gempa bumi, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian pengurangan risiko bencana yang bersifat proaktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu: a. Perencanaan dan organisasi, b. Sumber daya, c. Koordinasi, d. Kesiapan, e. Pelatihan dan kesadaran masyarakat. Usaha-usaha peningkatan kesiapsiagaan dapat dilakukan pada berbagai tingkatan, yaitu pada tingkat nasional, propinsi/daerah (kabupaten/kota)/ 22 kecamatan, organisasi individual, desa/kelurahan, RW/RT, rumah tangga, dan tingkat individu/perseorangan. IDEP (2007) menyatakan tujuan kesiapsiagaan yaitu : 1. Mengurangi Ancaman Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti gempa bumi dan meletus gunung berapi. Namun ada banyak cara atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ancaman atau mengurangi akibat ancaman. 2. Mengurangi kerentanan masyarakat Kerentanan masyarakat dapat dikurangi apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Masyarakat yang pernah dilanda bencana dapat mempersiapkan diri dengan melakukan kesiapsiagaan seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta pelatihan. 3. Mengurangi akibat Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, masyarakat perlu mempunyai persiapan agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua kasus bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan persiapan terlebih dahulu, kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih dapat mengurangi kejadian penyakit menular. 4. Menjalin kerjasama Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan bencana dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana ini masyarakat perlu menjalin hubungan dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa. 5. Elemen-Elemen Penting Kesiapsiagaan Dalam mengembangkan dan memelihara suatu tingkat kesiapsiagaan, berbagai usaha perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting berikut ini : a. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetapkoordinasi) 23 b. Fasilitas dan sistim operasional c. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply d. Pelatihan e. Kesadaran masyarakat dan pendidikan f. Informasi g. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat atau krisis. Khususnya fasilitas dan sistem operasional dari suatu kesiapsiagaan, perlu disediakan elemen-elemen berikut ini: a. Sistem komunikasi darurat atau stand-by b. Sistem peringatan dini c. Sistem aktivasi organisasi darurat d. Pusat pengendalian operasi darurat (sebagai pusat pengelolaan informasi) e. Sistem untuk survei kerusakan dan pengkajian kebutuhan f. Pengaturan untuk bantuan darurat (makanan, perlindungan sementara, pengobatan dan lainnya). 5.3 Pengetahuan dan Sikap dalam Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Bencana Gempabumi 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai bencana gempa bumi yaitu pemahaman tentang bencana gempa bumi dan pemahaman tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi gempa bumi serta tindakan dan peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempa bumi, demikian juga sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana gempa bumi. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah tangga untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana. 24 2. Sikap Sebelum terjadi Gempa bumi a. Hal-hal Mendasar 1) Mengenali apa yang disebut gempa bumi. Coba baca artikel BMKG berikut ini: Gempabumi. Baca juga artikel Wikipedia berikut ini: Gempa bumi. 2) Pastikan bahwa struktur dan letak rumah Anda dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh gempa bumi (longsor, liquefaction dll) 3) Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan Anda agar terhindar dari bahaya gempa bumi. b. Kenali Lingkungan Tempat Anda Bekerja 1) Perhatikan letak pintu, lift, serta tangga darurat. 2) Belajar melakukan P3K. 3) Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran. 4) Catat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi, semisal SAR, pemadam kebakaran. c. Persiapan pada Tempat Anda Bekerja dan tinggal 1) Perabotan (lemari, cabinet, dll) diatur menempel pada dinding (dipaku, diikat, dll) untuk menghindari jatuh, roboh, atau bergeser pada saat terjadi gempabumi. 2) Simpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar terhindar dari kebakaran. 3) Selalu mematikan air, gas, dan listrik apabila tidak sedang digunakan. d. Hindari Kemungkinan Kejatuhan Material yang Membahayakan 1) Atur agar benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah. 2) Cek kestabilan benda yang dapat jatuh pada saat gempabumi terjadi (misalnya lampu, lemari, dll). e. Siapkan Peralatan yang Akan Menunjang Setelah Gempa 1) Kotak P3K 2) Senter/lampu baterai 3) Radio 4) Makanan suplemen dan air 25 Saat Terjadi Gempa Bumi a. Jika Anda Berada di Dalam Bangunan 1) Cari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan goncangan. 2) Lindungi badan dan kepala Anda dari reruntuhan bangunan dengan bersembunyi di bawah meja, kursi, dipan, tempat tidur, dll yang cukup untuk tubuh Anda. Jika sempat, pakailah bantal di kepala Anda sebagai perlindungan tambahan yang sangat baik melindungi otak. 3) Jika tidak ada meja, tempat tidur, dll untuk berlindung, sebisa mungkin berlindunglah di sudut ruangan yang kosong (tidak ada benda-benda yang dapat jatuh di sekitar Anda). Pakai bantal atau benda lain untuk melindungi, terutama kepala Anda. 4) Hati-hati terhadap langit-langit yang mungkin runtuh, benda-benda yang tergantung di dinding, kaca jendela yang mungkin pecah, dan sebagainya. Jauhi rak buku, lemari, kaca jendela, pilar, dsb. 5) Lari ke luar apabila masih dapat dilakukan. 6) Jika Anda berada di ruangan umum, jangan buru-buru berlari keluar karena pintu keluar akan dipenuhi orang dan pasti sulit bergerak. Lebih baik berlindung di bawah kursi/meja. 7) Bila Anda sedang berada di pusat perbelanjaan, bioskop, dan lantai dasar mall, jangan menyebabkan kepanikan atau menjadi korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari pegawai atau satpam. b. Bila Anda sedang berada di dalam lift: 1) Jika anda merasakan getaran gempabumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol. 2) Ketika lift berhenti, keluar dan mengungsilah. 3) Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia. 4) Jika sampai gempa selesai Anda masih terjebak dalam lift, hubungi orang terdekat siapapun yang Anda kenal agar Anda dievakuasi. Selama Anda terjebak, Anda harus berhemat udara. Jangan panik dan jangan bernapas terlalu cepat. Tetaplah berteriak minta tolong. 26 c. Jika Berada di Luar Bangunan 1) Hindari gedung, tiang listrik, tebing terjal, papan reklame, pohon, dll yang dapat roboh menimpa Anda. 2) Segera cari area terbuka. 3) Perhatikan tempat Anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah. d. Jika Anda sedang mengendarai kendaraan 1) Segera pinggirkan kendaraan di tempat terbuka. 2) Jangan memarkir kendaraan di dekat pohon, tiang listrik, bangunan, dll. 3) Jangan berhenti di atas atau di bawah jembatan. 4) Segera keluar dari kendaraan dan cari tempat terbuka. 5) Lakukan point B. e. Bila sedang berada di dalam kereta api 1) Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak 2) Bersikap tenang dan ikuti petunjuk dari petugas kereta 3) Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan f. Jika Anda Tinggal atau Berada di Pantai 1) Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, segera menuju dataran tinggi. 2) Tanda-tanda tsunami yang umum adalah terjadi getaran sebelumnya, air laut surut drastis, terdengar suara gemuruh, burung-burung beterbangan menjauhi pantai, perubahan gerak angin dan tekanan udara yang tidak biasa, binatang-binatang terlihat gelisah. g. Jika Anda Berada di Daerah Bukit atau Gunung Ada kemungkinan terjadi tanah longsor. Menjauhlah langsung ke tempat terbuka. Hindari tebing, pepohonan, sutet, jembatan, dsb Setelah terjadi Gempa Bumi a. Jika Anda Berada di Dalam Bangunan 1) Keluar dari bangunan tersebut dengan tertib. 2) Jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa. b. Periksa lingkungan sekitar Anda 1) Periksa apabila terjadi kebakaran. 2) Periksa apabila terjadi kebocoran gas. 27 3) Periksa apabila terjadi hubungan arus pendek listrik. 4) Periksa aliran dan pipa air. 5) Segera tangani hal-hal yang membahayakan (mematikan listrik, tidak menyalakan api dll). 6) Segera beritahu instansi terkait jika ada hal-hal yang tidak diinginkan (kebakaran, longsor, dll). c. Jangan mamasuki bangunan yang sudah terkena gempa Ada kemungkinan bangunan itu akan roboh atau terjadi gempa susulan. d. Hati-hati berjalan di daerah sekitar gempa Kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada. e. Beri pertolongan Karena petugas kesehatan akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orangorang berada di sekitar Anda. f. Evakuasi Mengungsilah segera setelah Anda diberi tahu tempat pengungsiannya. Tempat-tempat pengungsian biasanya telah diatur oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya, evakuasi dilakukan dengan berjalan kaki dibawah kawalan petugas polisi atau instansi pemerintah. Bawalah barang-barang secukupnya. g. Dengarkan informasi 1) Dengarkan informasi mengenai gempa bumi dari radio. 2) Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yang benar dari pihak berwenang, polisi, atau petugas PMK. 3) Jangan mudah terpancing oleh isu atau berita yang tidak jelas sumbernya. 4) Jika ada arahan yang diberikan petugas, ikuti dengan baik. 5.4 Perencanaan Kedaruratan Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu: 28 1. Rencana keluarga untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga mengetahui apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat (gempa bumi) terjadi. 2. Rencana evakuasi, yakni adanya rencana keluarga mengenai jalur aman yang dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga mengenai tempat berkumpul jika terpisah saat terjadi gempa, dan adanya keluarga/kerabat/teman, yang memberikan tempat pengungsian sementara saat kondisi darurat (jika gempa berpotensi tsunami). 3. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan pertama keluarga, adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama, dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat. 4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan), tersedianya alat/akses komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya alat penerangan alternatif untuk keluarga pada saat darurat (senter dan baterai cadangan/lampu/jenset). 5. Peralatan dan perlengkapan siaga bencana 6. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM, PLN, Telkom. 7. Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana. Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga berada saat terjadinya peringatan. Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam 29 bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. 5.5 Upaya Kesiapsiagaan Dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu : 1. Perencanaan dan organisasi: adanya arahan dan kebijakan, perencanaan penanganan situasi darurat yang tepat dan selalu diperbaharui (tidak tertinggal), struktur organisasi penanggulangan bencana yang memadai 2. Sumber daya: inventarisasi dari semua organisasi sumberdaya secara lengkap dan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas 3. Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga atau organisasi serta menghilangkan friksi dan meningkatkan kerjasama antar lembaga atau organisasi terkait 4. Kesiapan: unit organisasi penanggulangan bencana harus bertanggung jawab penuh untuk memantau dan menjaga standar kesiapan semua elemen 5. Pelatihan dan Kesadaran Masyarakat: perlu adanya pelatihan yang memadai dan adanya kesadaran masyarakat serta ketersediaan informasi yang memadai dan akurat. 5.6 Kisi-Kisi Intrumen Penelitian Intrumen Penelitian Meliputi Aspek : 1. Pengetahuan Kebencanaan dan Bencana Gempa Bumi Tabel 5.1 Kisi-Kisi Pengetahuan Tentang Kebencanaan dan Bencana Gempabumi No 1 2 3 4 Aspek Konsep Bencana Konsep Gempabumi Karakteristik gempabumi Konsep Kesiapsiagaan Dampak gempabumi Butir Soal 3,4 1,2 5,10 6,7 8,9 30 2. Sikap dalam Menghadapi Bencana Gempabumi Tabel 5.2 Kisi-Kisi Sikap dalam Menghadapi Bencana Gempabumi No 1 2 3 Indikator Pemberian Ide,gagasan atau masukan untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat Kesiapan dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Pengawasan dan Pencarian Informasi tentang Kebencanaan Butir Pernyataan 1,7,8,10, 2,4,5,6,11,12,13,14,15 3,9, 3. Perencanaan Kedaruratan Perencanaan Kedaruratan dibuat dalam butir soal sebanyak 15 nomor dan disesuaikan dengan kebutuhan analisis, meliputi : - Kesiapan dalam menyimpan peralatan dan dokumen penting untuk selalu waspada dan ditempatkan d tempat yang strategis. - Pembuatan Jalur Evakuasi - Persediaan makanan dan minuman yang cukup - Menyiapkan backup dokumen-dokumen penting - Mempersiapkan Tabungan dan jaminan asuransi - Memiliki alat komunikasi - Memiliki alat kendaraan 4. Mobilitas Sumber Daya dan Upaya Kesiapsiagaan Instrumen mengenai mobilitas sumberdaya dan upaya kesiapsiagaan dibuat 13 butis soal meliputi aspek: - Keikutsertaan dalam mengikuti simulasi kebencanaan khususnya gempa bumi - Cara perolehan informasi kebencanaan - Upaya yang dilakukan sebagai mahasiswa dalam meminimalisisr kerusakan bencana - Mempersiapkan dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana gempa bumi BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 6.1 Rencana Tahapan Berikutnya 1. Kajian analisis Hasil kuesioner dan dilanjutan analisis data hasil penelitian 2. Penyiapan draft untuk Jurnal 3. Pembuatan Poster 4. Penyelesaian laporan akhir penelitian 31 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Tingkat kesiapsiagaan mahasiswa di Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dihitung berdasarkan kateogri dari perhitungan nilai indeks dengan memperhatikan empat parameter, diantaranya pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC). Untuk meningkatkan kesiapsiagaan mahasiswa di Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam menghadapi bencana gempabumi diperlukan suatu upaya khusus. Upaya tersebut diantaranya dengan menanamkan pengetahuan tentang bencana alam khususnya gempabumi sejak dini, sosialisasi dilakukan secara berkala dengan bekerjasama dengan badan/lembaga penanganan bencana khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, aparat pemerintah setempat melalui cara yang dapat diterima secara mudah oleh masyarakat serta melaksanakan kegiatan pelatihan simulasi kebencanaan. 7.2 Saran b. Kepada pemerintah setempat diharapkan agar kegiatan sosialisasi mengenai kemungkinan terjadinya bencana dapat dilakukan secara rutin, sehingga kesiapan masyarakat dapat meningkat. Sosialisasi yang dilakukan tidak terbatas usia, komunitas sekolah yang merupakan bagian komunitas masyarakat diharapkan dapat dibekali wawasan dan keterampilan untuk kondisi darurat. Selain itu, perlu pula bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintahan Pusat dalam usaha pengadaan sarana petunjuk jalur dan arah evakuasi apabila terjadi bencana karena hal tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam membantu masyarakat menuju ke tempat yang lebih aman. c. Untuk Mahasiswaesadaran untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana harus ditingkatkan. d. Kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, bekerjasama dengan BPBD yang baru dibentuk, diharapkan agar upaya simulasi kebencanaan yang belum pernah dilakukan dapat terlaksana. 32 33 e. Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota dan Kabupaten Tasikmalaya diharapkan agar upaya penanggulangan tidak hanya terfokus pada upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca kejadian semata seperti kecendrungan yang terjadi pada beberapa wilayah yang telah mengalami bencana, tetapi juga memperhatikan upaya kesiapsiagaan sebagai bagian dari upaya pra-bencana. DAFTAR PUSTAKA Arekteknik. 2010. Perhitungan Gempa. [online] terdapat di : http://arekteknik.com/page/10. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 06:27 BMKG. Indonesia Tsunami Early Warning System. [online]. Terdapat di : http://inatews.bmkg.go.id/tentang_tsunami.php. Update : 1 Februari 2017 Nasution, S. (2009). Metode Research (penelitian ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara Rafi’i, Suryatna. 1984. Metode Statistik untuk Penarikan Sampel. Bandung : Bina Cipta. Sumaatmadja, Nursid. 1981. Metodologi Analisa Geografi. Alumni. Bandung Supriatna, S., L. Sarmili, D.Sudana, A. Koswara. 1992. Geologi Lembar Karangnunggal, Jawa. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi Sumberdaya Mineral. Tim Penyusun, 2008. Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga Bencana. Bandung: Pusat Mitigasi Bencana-Institut Teknologi Bandung. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana. Perda No.22/2010 tentang RTRW JABAR tahun 2009-2029. [online] terdapat di : http://www.google/perdano.222010ttgRTRWJabar(2009-2029) diupdate pada tanggal 9 April 2011. Wibowo, Samiaji Sapto. (2011). Tingkat Kesiapsiagaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (Upi) Bandung Dalam Menghadapi Gempabumi. Skripsi. Bandung: Program Studi Pendidikan Geografi. [online] Terdapat di : www.repository.upi/ . Wikipedia. Geografi Indonesia. [online] terdapat di : id.wikipedia.org/wiki/GeografiIndonesia, update: 3 April 2012 34 LAMPIRAN I KUESIONER PENELITIAN KAJIAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI (Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi) KUESIONER Identitas 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama NPM Jenis kelamin Usia Alamat Semester : ……………………………………………………………… : ……………………………………………………………… : P/L : ……………………………………………………………… : ……………………………………………………………… : ……………………………………………………………… Petunjuk Pengisian : a. Isilah daftar pertanyaan di bawah ini denganmemberikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban b. Isilah kolom PENGETAHUAN DAN SIKAP A. PENGATAHUAN 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan Gempabumi? a. Bencana Alam b. Getaran di permukaan tanah c. Getaran pada permukaan bumi d. Penerobosan magma ke permukaan bumi e. Gerakan di dalam tanah 2. Apa yang dimaksud dengan Skala Richter? a. Titik di permukaan bumi yang berada tepat di atas pusat gempa b. garis di sepanjang pusat gempa c. pusat gempa yang berada di dalam bumi d. Skala magnitudo yang sering digunakan untuk mengukur kekuatan gempa e. Alat Pengukur aktivitas kegempaan 3. Berdasarkan Pengetahuan anda apakah Tasikmalaya merupakan daerah yang sangat rawan terhadap Gempabumi? a. Sangat Rawan b. Rawan c. Cukup Rawan d. Tidak Rawan e. Tidak Tahu 4. Apakah yang menjadi penyebab gempabumi di Tasikmalaya? a. Akibat runtuhan/turban b. Aktivitas subduksi lempeng Indo Australia di bawah lempeng Eurasia c. Aktivitas Vulkanisme Gunung Galunggung d. Adanya sesar aktif di Tasikmalaya e. Struktur tanah yang labil 5. Bagaimanakah karakteristik terjadinya gempabumi? a. Akibatnya dapat menimbulkan bencana b. Tidak bisa diprediksi c. Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat d. Lokasi kejadian secara merata e. Rusaknya tempat tinggal 6. Apakah anda mengetahui sistem peringatan dini ketika terjadi bencana ? a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Cukup Mengetahui d. Kurang mengetahui e. Tidak mengetahui 7. Seberapa penting Kesiapsiagaan bencana gempabumi bagi masyarakat yang menempati kawasan rawan bencana? a. Sangat Penting b. Penting c. Cukup Penting d. Kurang penting 35 e. Tidak penting 8. Menurut anda cara yang paling efektif utuk meminimalisir gempa bumi di Tasikmalaya adalah? a. Membangun Rumah anti gempa b. Sosialisasi Kesiapsiagaan bencana gempabumi c. Penyebaran Pampflet tentang gempabumi d. Menanamkan pengetahuan dini tentang gempabumi e. Mengoptimalkan sistem peringatan dini dari bencana 9. Berdasarkan pengetahuan yang anda ketahui Dampak apa yang paling merugikan bagi warga di Tasikmalaya ketika terjadi gempa? a. Rusaknya tempat tinggal b. Rusaknya lahan pertanian c. Rusaknya Fasilitas Umum d. Jatuhnya Korban e. Banyak warga yang Trauma 10. Menurut Anda besar-kecilnya kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi pada sutau wilayah disebabkan oleh? a. Jarak pusat gempa yang relatif dekat b. Besarnya gempa yang terjadi c. Lamanya getaran gempa yang terjadi d. Kondisi tanah yang tidak baik e. Kekuatan bangunan yang kurang baik B. Sikap NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 PERNYATAAN Gempabumi merupakan salah satu resiko yang harus saya terima dengan pasrah karena saya bertempat tinggal di kawasan rawan bencana Saya selalu panik ketika terjadi gempabumi Dampak terjadinya gempabumi menempatkan gempabumi sebagai salah satu kejadian yang paling menakutkan bagi saya Saya akan berlari keluar rumah ketika gempa bumi terjadi dan akan membawa dokumen-dokumen penting Ketika gempabumi terjadi pada saat pembelajaran saya akan diam dan melihat teman saya berlarian ke luar ruangan Saya selalu menempatkan barang-barang berat rumah di rak/lemari paling bawah Ketika terjadi gempa tindakan utama yang saya lakukan adalah berlindung di bawah meja Gempabumi dapat sangat merugikan bagi saya baik secara moril atau materil Saya paham cara menghadapi Gempabumi karena hal tersebut bukan hal baru bagi saya Tasikmalaya merupakan zonasi rawan terhadap gempa bumi Saya selalu mengikuti seminar/workshop tentang kesiapsiagaan bencana gempa bumi Saya selalu menginformasikan hasil seminar/workshop yang saya ikuti kepada teman teman saya Saya langsung panik ketika merasakan sedikit getaran dan suara gemuruh yang keras Saya akan pulang ke rumah ketika gempabumi terjadi Saya selalu berteriak ketika gempabumi terjadi 36 SS S KS TS STS PERENCANAAN KEDARURATAN Keterangan Pilihan jawaban : Cukup : Apabila tersedia lebih dari 1 jenis alat/jumlah lebih dari 1 Kurang cukup : Apabila tersedia hanya 1 jenis alat/jumlah hanya 1 Tidak ada : Apabila sama sekali tidak tersedia 8. 9. 1. Apakah anda memiliki tas cadangan yang mudah dibawa dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada 2. Apakah anda memiliki kotak P3K dan obatobatan penting lainnya dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada 3. Apakah anda menyiapkan dokumen penting di tempat aman dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada 4. Apakah anda memiliki cukup nomor-nomor penting di ponsel anda yang dapat dihubungi saat terjadi kondisi darurat dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada 5. Apakah di kampus anda memiliki peta dan jalur evakuasi dalam menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada 6. Apakah di kampus anda memiliki klinik untuk pertolongan pertama saat bencana dalam mempersiapkan menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada 7. Apakah di kampus anda terdapat sistem peringatan bencana gempabumi ? a. Cukup 10. 11. 12. 13. 14. 35 b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah di tempat tinggal anda memilki persediaan makanan siap saji dan minuman dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah di tempat tinggal anda memiliki peta dan jalur evakuasi dalam mempersiapkan menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah di tempat tinggal anda memiliki lampu/senter sebagai penerangan alternatif dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah anda memiliki backup dokumen penting dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah anda memiliki tabungan/ jaminan asuransi yang dapat digunakan jika kondisi darurat sebagai atisipasi dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah anda memiliki alat komunikasi yang bisa digunakan pada saat darurat ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak ada Apakah anda memiliki kendaraan yang dapat digunakan dalam kondisi darurat dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana ? a. Cukup b. Kurang cukup c. Tidak cukup MOBILITAS SUMBER DAYA DAN UPAYA KESIAPSIAGAAN 6. Menurut anda apakah pemerintah kota Tasikmalaya telah cukup memberikan informasi lengkap terhadap masyarakat tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana? a. Sangat cukup b. Cukup c. Kurang d. Sangat kurang e. Tidak sama sekali 7. Apakah anda pernah mengikuti simulasi evakuasi dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) ? a. Pernah b. Tidak pernah 8. Jika “pernah”, berapa kali anda mengikuti simulasi evakuasi dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) ? a. > 8 kali b. 7 – 8 kali c. 4 – 6 kali d. 3 – 4 kali e. 1 – 2 kali 9. Apakah yang akan anda lakukan sebagai mahasiswa untuk meminimalisir kerusakan akibat bencana gempabumi ? a. Melakukan simulasi kesiapsiagan bencana gempabumi b. Membuat famflet agar orang lain mengetahui tentang kesiapsiagaan bencana c. Update di mesia sosial tentang kesiapsiagaan bencana d. Menulis artikel tentang kesiapsiagaan bencana e. Semua akan dilakukan 10. Apakah kegiatan sosialisasi yang dilakukan secara berkala dapat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan anda ? a. Sangat bermanfaat b. Bermanfaat c. Cukup bermanfaat d. Kurang bermanfaat e. Tidak bermanfaat 1. Apakah anda pernah mengikuti simulasi atau penyuluhan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi ? a. Pernah b. Tidak pernah 2. Jika “pernah” berapa kali anda pernah mengikuti simulasi atau penyuluhan dalam menghadapi gempabumi ? a. > 8 kali b. 7 – 8 kali c. 4 – 6 kali d. 3 – 4 kali e. 1 – 2 kali 3. Jika tidak pernah, apakah kendala yang anda alami sehingga tidak mengikuti simulasi atau penyuluhan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi ? a. Tidak ada penyuluhan dari pemerintah/dinas setempat b. Tidak terlalu penting untuk diikuti c. Tidak ada informasi tentang penyelenggaraan penyuluhan d. Mengganggu aktifitas e. Merasa cukup mengetahui tentang kesiapsiagaan bencana 4. Apakah anda dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang gempabumi di Tasikmalaya dari sumber terpercaya ? a. Sangat mudah b. Mudah c. Cukup mudah d. Sulit e. Sangat sulit 5. Menurut anda apakah pemerintah kota Tasikmalaya telah cepat tanggap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana gempabumi ? a. Sangat cepat b. Cepat c. Cukup cepat d. Kurang cepat e. Sangat lambat 36 11. Apakah menurut anda simulasi kebencanaan dapat membantu meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempabumi ? a. Sangat membantu meningkatkan kesiapsiagaan b. Membantu meningkatkan kesiapsiagaan c. Cukup membantu meningkatkan kesiapsiagaan d. Kurang membantu meningkatkan kesiapsiagaan e. Tidak membantu meningkatkan kesiapsiagaan 12. Menurut anda, upaya apakah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempabumi ? a. Menanamkan pengetahuan tentang gempabumi b. Mengikuti pelatihan, penyuluhan serta simulasi c. Menanamkan kebiasaan menabung terhadap anggota keluarga untuk simpanan saat terjadi bencana d. Menyiapkan baran-barang penting yang dapat dibawa setiap saat e. Berdoa setiap saat agar tidak terjadi gempabumi 13. Apakah anda setuju jika kegiatan simulasi dilakukan secara berkala setiap tahun ? a. Sangat setuju b. Setuju c. Cukup setuu d. Kurang setuju e. Tidak setuju 37 responden. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir di Kecamatan Cipatujah termasuk pada kategori hampir siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Penentuan tingkat kesiapsiagaan memperhatikan empat parameter diantaranya pengetahuan dan sikap dengan indeks nilai 75,04 (kategori siap), perencanaan kedaruratan dengan indeks nilai 42,86 (kategori kurang siap), sistem peringatan degan indeks nilai 65,28 (kategori siap) serta mobilisasi sumberdaya dengan indeks nilai 26,43 (kategori belum siap). Keempat parameter yang dimiliki masyarakat tergolong cukup baik. Adapun indeks nilai yang didapat secara umum adalah sebesar 57,32. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan upaya yang dapat dilakukan diantaranya menanamkan pengetahuan sejak dini terhadap anggota keluarga, sosialisasi secara berkala dan simulasi kebencanaan. Kata kunci: Kesiapsiagaan Masyarakat, Gempa bumi, Tsunami KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI Ruli As’ari Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, [email protected]/ [email protected] ABSTRAK Letak geologis Indonesia yang dilalui oleh tiga lempeng besar dunia menyebabkan Indonesia rawan terkena bencana gempabumi dan tsunami. Tercatat dua kali gempa Tasikmalaya (Tahun 2006 dan 2009) yang salah satunya menimbulkan berbagai kerusakan dan merenggut korban jiwa. Kesiapsiagaan merupakan upaya yang dapat dilakukan sebagai bagian dari proses mitigasi pada tahap pra-bencana untuk meminimalisir serta meniadakan korban akibat bencana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan deskriptif. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah analisis nilai indeks dilihat dari empat parameter kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir pantai yang berada di lima desa di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dengan jumlah sampel 70 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menjadikannya sebagai negara yang memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 atau sekitar 70% luas Indonesia merupakan perairan, sedangkan 30% sisanya merupakan daratan. Namun selain diberkahi oleh kekayaan alam yang melimpah, letak Indonesia yang unik ini pun membawa konsekuensi logis bahwa Indonesia merupakan negara dengan memiliki potensi kerawanan bencana geologi yang cukup tinggi dan tersebar dari ujung barat pulau Sumatera hingga selatan pulau Papua. Hal ini disebabkan oleh letak geologis Indonesia yang dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Sirkum Pasifik sebelah timur (Pasific Ring of Fire) serta berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat-baratlaut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Indo-Australia yang 35 bergerak ke utara-timurlaut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah baratdaya dengan kecepatan 13 cm per tahun. Interaksi lempeng tersebut menyebabkan terjadinya desakan dan tumbukan antar ketiga lempeng yang sudah berjalan sejak jutaan tahun yang lalu. Tumbukan antar lempeng ini membuat terjadinya pergeseran, pengangkatan, pelipatan serta patahan di daratan dan lautan di kepulauan Indonesia. Dalam jangka waktu tertentu, hal itu kemudian membuat penumpukan stres pada bidang benturan, dan ketika energi potensial yang terjadi saat pergeseran lempeng, maka terjadilah gempabumi maupun tsunami. Dalam Peraturan Daerah (PERDA) No.22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2009-2029 Pasal 35 tentang Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi pada butir b.2 dan b.5 disebutkan bahwa kawasan rawan gempabumi tektonik, tersebar di daerah rawan gempabumi Bogor-Puncak-Cianjur, daerah rawan gempabumi SukabumiPadalarang-Bandung, daerah rawan gempabumi Purwakarta-Subang-Majalengka, dan daerah rawan gempabumi GarutTasikmalaya-Ciamis, sedangkan kawasan rawan tsunami, tersebar di pantai Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. Bila dicermati pada butir Peraturan Daerah (PERDA) tersebut, Kabupaten Tasikmalaya dinilai rawan terhadap bencana gempabumi dan tsunami. Gempa Tasikmalaya yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 dengan kekuatan gempa 6,8 SR yang menimbulkan tsunami di Pangandaran dan sekitarnya mengakibatkan rusaknya tempat tinggal masyarakat dan fasilitas lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun dari posko penanggulangan tsunami di Pangandaran terhitung 2 hari setelah kejadian, sedikitnya menelan korban tewas di Kabupaten Ciamis sebanyak 251 orang, Kabupaten Tasikmalaya 56 orang dan Kabupaten Garut seorang (detik.com: 2006). Kejadian gempabumi terjadi lagi pada 2 September 2009, jam 14:55 dengan kekuatan gempa 7,3 Skala Richter (SR), pusat gempa berada pada koordinat 8,24 LS – 107,32 BT serta berada pada kedalaman 30 km di bawah permukaan air laut terjadi di pantai selatan Tasikmalaya termasuk melanda beberapa daerah di Kecamatan Cipatujah. Kecamatan Cipatujah merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang beberapa daerahnya berada di Pesisir pantai dan secara morfologi berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia. Terdapat lima Desa yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia adalah Desa Ciheras, Desa Ciandum, Desa Cipatujah, Desa Sindangkerta, dan Desa Cikawungading. Perubahan paradigma mitigasi dari upaya penanggulangan pasca bencana menjadi siap dan siaga bencana berbasis masyarakat memiliki pengaruh yang signifikan dalam upaya untuk mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan, meniadakan korban akibat bencana serta meningkatkan kemampuan dalam menangani bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya pada tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian resiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi suatu bencana. Pengetahuan masyarakat mengenai kebencanaan merupakan indikator penting dalam proses kesiapsiagaan, selain itu perencanaan ketika terjadi kondisi darurat, pengetahuan dan keterampilan memobilisasi sumberdaya ditunjang dengan kondisi sistem peringatan dini yang baik memungkinkan suatu wilayah memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi bencana. Keempat parameter tersebut juga penting dimiliki masyarakat Kecamatan Cipatujah yang bermukim di sepanjang pesisir laut selatan Indonesia. Mengingat keberadaan kelima desa di Kecamatan Cipatujah yang letaknya di pesisir pantai dan memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempabumi dan tsunami dengan melihat indikator kerapatan vegetasi 36 di wilayah tersebut, maka seyogyanya masyarakat dibekali pengetahuan kebencanaan, keterampilan merespon keadaan darurat atau mobilisasi, serta memulai menyiapkan rencana penyelamatan yang dilakukan ketika bencana datang. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian dilakukan di lima desa yang berada di sepanjang pesisir Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, terdiri dari Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading dengan luas wilayah 10.976,38 Ha. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir pantai yang berada di lima desa di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling sebesar 5% dari total jumlah Populasi penduduk pada beberapa RW di 5 desa yang terdiri dari Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta, dan Cikawungading sesuai dengan tingkat resiko bencana dilihat dari tutupan vegetasi pantai serta jarak keberadaan yang paling dekat ke pantai yang memerlukan tindakan kesiapsiagaan sebagai bagian dari upaya mitigasi pada tahap pra-bencana. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis nilai indeks dilihat dari empat parameter kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC). 65 – 79 Siap 55 – 64 Hampir siap 40 – 54 Kurang siap Kurang dari 40 (0 – 39) Belum siap (RMC) dengan sangat baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan cukup baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan kurang baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan tidak baik. Sumber : Penelitian 2015 Penentuan kesiapsiagaan masyarakat didapat dari perhitungan nilai indeks. Nilai indeks dihitung dari gabungan empat parameter dalam penelitian. Adapun untuk perhitungan nilai indeks dihitung berdasarkan rumus: Nilai Indeks = ((bobot KA/100)*indeks KA) + ((bobot EP/100)*indeks EP) + ((bobot WS/100)*indeks WS) + ((bobot RMC/100)*indeks RMC) Besarnya bobot pada perhitungan nilai indeks tergantung kepada jumlah pertanyaan masing-masing parameter. Berikut disajikan Tabel 2 untuk bobot setiap parameter: Kelima kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskipsinya Indeks nilai Kategori Deskripsi Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), Sangat 80 – 100 perencanaan kedaruratan siap (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya 37 Tabel 2. Kolom Bobot untuk Setiap Parameter Mobilisa Pengetah Perencan Sistem si uan dan aan Peringa Sumberd Sikap Kedarura tan aya (KA) tan (EP) (WS) (RMC) 11 8 2 3 46 % 33 % 8% 13 % Tot al 24 100 % Sumber : Penelitian 2015 Sedangkan untuk penetuan indeks setiap parameter dihitung berdasarkan rumus: Indeks = Total riil skor parameter x 100 Skor maksimum parameter ditentukan wilayah-wilayah yang memiliki resiko besar dan kecil dengan melihat keberadaan vegetasi di setiap Desa. Perbedaan resiko bencana di setiap Desa idealnya memiliki perencanaan yang berbeda pula sebagai upaya antisipasi serta kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir secara umum maupun berdasarkan tingkat resiko setiap Desa di Kecamatan Cipatujah, digunakan empat parameter kesiapsiagaan, diantaranya pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC). Setelah diketahui indeks setiap parameter, kemudian dijumlahkan dan diindeks-kan serta dijelaskan arti dari nilai indeks akhir yang didapat. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Cipatujah dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana gempabumi dan tsunami secara umum dapat direfleksikan dalam bentuk indeks gabungan. Di mana indeks tersebut merupakan gabungan dari 4 parameter yang ada, yaitu Indeks Pengetahuan (AP = Knowledge and Attitude), Indeks Perencanaan Kedaruratan (EP = Emergency Planning), Indeks Sistem Peringatan Bencana (WS = Warning System) dan Indeks Kemampuan Mobilisasi Sumberdaya (RMC = Resources Mobilization Capacity). Gabungan dari semua indeks parameter akan menghasilkan nilai indeks. Sumber: LIPI-UNESCO/ISDR, 2006 HASIL Lokasi Penelitian Letak wilayah Kecamatan Cipatujah secara administratif termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Kecamatan Cipatujah merupakan salah satu dari 39 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Secara astronomis, letak Kecamatan Cipatujah berada pada 7 o37’41,22” – 7o 46’54,23” LS dan 107o55’40,67” – 108o7’36,58” BT. Kecamatan Cipatujah terletak di bagian selatan dari ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya dengan jarak tempuh ± 82 km, sebagian desa di kecamatan ini berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia. Secara administratif Kecamatan Cipatujah berbatasan dengan: Sebelah Utara; Kecamatan Bantarkalong, Kecamatan Bojonggambir dan Kecamatan Culamega, Sebelah Selatan; Samudra Indonesia, Sebelah Barat, Kabupaten Garut, Sebelah Timur; Kecamatan Karangnunggal. Kecamatan Cipatujah memiliki pantai dengan panjang ± 56 km sehingga mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan wisata bahari. Salah satu pantai yang terkenal sebagai objek wisata adalah pantai Cipatujah dan pantai Sindangkerta. Selain memiliki potensi sebagai objek wisata, wilayah pesisir Kecamatan Cipatujah berpotensi pula sebagai tempat pangkalan dan pengolahan ikan. Analisis Nilai Indeks untuk Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Pesisir dalam Menghadapi Bencana Gempabumi dan Tsunami di Kecamatan Cipatujah Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian resiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi suatu bencana. Lima Desa yang berada di pesisir Kecamatan Cipatujah secara geografis memiliki kerentanan terhadap bencana gempabumi dan tsunami. Oleh sebab itu, perlu suatu upaya yang bersifat pro-aktif dalam proses pengendalian resiko bencana. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Fenti (2010), keberadaan vegetasi disepanjang pesisir pantai memiliki manfaat dalam proses peredaman gelombang tsunami. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat 1. Pengetahuan dan Sikap/ Knowledge and Attitude (KA) responden dengan hasil indeks sebesar 75,04 termasuk pada kategori SIAP dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami (mengacu pada ukuran kesiapsiagaan menurut LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Besarnya indeks pengetahuan tersebut mencerminkan secara teori, masyarakat siap menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. 2. Parameter Perencanaan Kedaruratan/ Emergency Planning (EP) responden dengan indeks sebesar 42,86 termasuk pada kategori KURANG SIAP dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami (mengacu pada ukuran kesiapsiagaan menurut LIPIUNESCO/ISDR, 2006). 3. Parameter Sistem Peringatan/ Warning System (WS) dengan indeks sebesar 65,28 termasuk pada kategori SIAP dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami (mengacu pada ukuran kesiapsiagaan 38 menurut LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Kesiapan sistem peringatan masyarakat masih terbatas pada pemahaman lokal. Berdasarkan informasi yang didapat dari responden, kentungan menjadi tanda peringatan yang tidak dapat diabaikan ketika terjadi gempa. Bunyi tersebut menandakan masyarakat untuk segera mencari tempat aman sebelum gelombang tsunami datang. Sayangnya sistem peringatan lokal tidak didukung dengan menggunakan alat Tsunami Early Warning System seperti Buos atau OBP (Ocean Bottom Pressure). 4. Parameter Mobilisasi Sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC) responden dengan indeks 26,43 termasuk pada kategori BELUM SIAP dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami (mengacu pada ukuran kesiapsiagaan menurut LIPIUNESCO/ISDR, 2006). Setelah diketahui indeks setiap parameter, untuk menghitung nilai indeks secara keseluruhan, terlebih dahulu ditentukan bobot untuk setiap parameter. Adapun besarnya bobot pada perhitungan nilai indeks tergantung pada jumlah pertanyaan masing-masing parameter. Berikut ini disajikan Tabel 3 untuk bobot setiap parameter: Tabel 3. Kolom Bobot untuk Setiap Parameter Mobilisa Pengetah Perencan Sistem si uan dan aan Peringa Sumberd Sikap Kedarura tan aya (KA) tan (EP) (WS) (RMC) 11 8 2 3 46 % 33 % 8% 13 % ((8/100)*65,28) + ((13/100)*26,43) = (0,46 * 75,04) + (0,33 * 42,86) + (0,08 * 65,28) + (0,13 * 26,43) = 34,52 + 14,14 + 5,22 + 3,44 = 57,32 Untuk mengetahui arti dari nilai indeks sebesar 57,32, berikut ini Tabel 4 ukuran kesiapsiagaan beserta deskripsinya. Tabel 4 Kesiapsiagaan Masyarakat Kecamatan Cipatujah dan Deskipsinya Indeks Nilai Indeks Hasil Penelitian Kategori Deskripsi Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan 80 – Sangat kedaruratan (EP), sistem 100 siap peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan sangat baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan 65 – 79 Siap kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan Hampir kedaruratan (EP), sistem 57,32 55 – 64 siap peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan cukup baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan Kurang kedaruratan (EP), sistem 40 – 54 siap peringatan (WS), serta mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan kurang baik. Masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan Kurang Belum kedaruratan (EP), sistem dari 40 siap peringatan (WS), serta (0 – 39) mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan tidak baik. Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015 Tot al 24 100 % Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015 Penentuan kesiapsiagaan masyarakat didapat dari perhitungan nilai indeks. Nilai indeks dihitung dari gabungan empat parameter dalam penelitian. Adapun untuk perhitungan nilai indeks dihitung berdasarkan rumus: Nilai Indeks = ((bobot KA/100)*indeks KA) + ((bobot EP/100)*indeks EP) + ((bobot WS/100)*indeks WS) + ((bobot RMC/100)*indeks RMC) Nilai Indeks untuk kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut: Nilai Indeks = ((46/100)*75,04) + ((33/100)*42,86) + 39 Tabel 6. Indeks Setiap Parameter untuk Daerah Rawan dengan Tingkat Resiko Kecil (Cipatujah dan Sindangkerta) Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks, tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami di Kecamatan Cipatujah termasuk pada kategori Hampir siap dengan indeks nilai sebesar 57,32. Sedangkan untuk nilai indeks yang didapat dari penentuan tingkat resiko bencana berdasarkan penutupan vegetasi di setiap desa, ternyata tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan nilai indeks yang didapat secara keseluruhan dari semua desa. Indeks nilai untuk daerah dengan resiko besar (Desa Ciheras, Ciandum, dan Cikawungading) adalah sebesar 57,01 dengan katagori hampir siap, sedangkan daerah dengan resiko kecil (Desa Cipatujah dan Sindangkerta) adalah sebesar 58,45 dengan kategori hampir siap. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.54 berikut ini: Paramet er Knowled ge and Attitude (KA) Emergen cy Planning (EP) Warning System (WS) Resours e Mobilizat ion Capacity (RMC) Indeks Nilai Tabel 5 Indeks Setiap Parameter untuk Daerah Rawan dengan Tingkat Resiko Besar (Ciheras, Ciandum, Cikawungading) Parame ter Knowle dge and Attitude (KA) Emerge ncy Plannin g (EP) Warnin g System (WS) Resour se Mobiliz ation Capacit y (RMC) Indeks Nilai Jumlah respon den Skor Maksi mal Skor Riil Respon den Inde ks 50 2750 2060 74,9 0 50 800 341 42,6 2 Kuran g siap 50 500 311 66,2 Siap 50 300 74 24,6 7 Belu m siap = (0,46 * 74,90) + (0,33 * 42,64) + (0,018 * 66,2) + (0,13 * 24,67) = 34,45 + 14,06 + 5,29 + 3,21 = 57,01 Jumlah respond en Skor Maksi mal Skor Riil Respon den Inde ks 20 1100 840 76,3 6 20 320 139 43,4 4 Kuran g siap 20 200 146 73 Siap 20 120 29 24,1 7 Belum siap = (0,46 * 76,36) + (0,33 * 43,44) + (0,018 * 73) + (0,13 * 24,17) = 35,13 + 14,34 + 5,84 + 3,14 = 58,45 Hampi r siap Kateg ori Siap Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 5 dan 6 tersebut, apabila dibandingkan selisih indeks nilai dari kedua wilayah dengan tingkat resiko yang berbeda tidak terlalu besar. Namun, hal penting yang perlu dicermati adalah indeks nilai untuk daerah rawan bencana dengan resiko besar indeks kesiapsiagaannya masih lebih kecil dibandingkan dengan indeks nilai untuk daerah rawan dengan tingkat resiko kecil. Berdasarkan fakta dilapangan tersebut, nampaknya perlu suatu upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat yang harus dilaksanakan secara tepat dan terpadu oleh pemerintah, masyarakat sebagai objek, serta pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap masalah ini. Sehingga kesadaran untuk mempersiapkan kemungkinan terjadinya bencana yang tidak dapat diprediksi waktu kedatangannya dapat meningkat. Kateg ori Siap Hamp ir siap 40 Tabel 4.25 Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempabumi dan Tsunami PEMBAHASAN Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Pesisir dalam Menghadapi Bencana Gempabumi dan Tsunami Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa parameter yaitu pengetahuan dan sikap, perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi sumber daya. Parameter Pengetahuan dan sikap merupakan pengetahuan dasar yang semestinya dimiliki oleh masyarakat, meliputi pengetahuan tentang bencana, penyebab dan gejala-gejala, maupun apa yang harus dilakukan bila terjadi gempabumi dan tsunami. Parameter perencanaan kedaruratan meliputi rencana yang dilakukan keluarga dan masyarakat untuk menghadapi kemungkinan terjadinya gempabumi dan tsunami. Parameter ini dirinci dalam beberapa pertanyaan seperti rencana keluarga yang telah ada, tempat evakuasi keluarga, obat-obatan maupun kebutuhan dasar lainnya. Adapun yang akan dianalisis dalam penelitian ini melalui nilai indeks adalah ketersediaan berbagai perlengkapan bencana. Indikator lain seperti tempat evakuasi keluarga serta rencana dianalisis sebagai data tambahan melalui teknik wawancara. Sistem peringatan meliputi keberadaan sumber informasi maupun respon bila mendengar peringatan baik yang sudah ada dimasyarakat maupun yang diadakan pemerintah. Pengetahuan responden tentang sistem peringatan serta cara memastikan tanda bahaya yang diketahui masyarakat secara lokal akan diukur dan dianalisis melalui analisis indeks. Adapun parameter mobilisasi sumber daya dirinci kedalam pertanyaan mengenai keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk bencana. Kegiatan pelatihan akan meningkatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat dalam kondisi darurat. Sehingga masyarakat akan mampu bertahan ketika terjadi bencana sebelum mendapatkan pertolongan dari pihak lain seperti pemerintah. Untuk lebih jelas mengenai hal tersebut, berikut disajikan Tabel 3. tentang kesiapsiagaan masyarakat dalam mengahadapi bencana gempabumi dan tsunami disertai dengan indikator setiap variabel dalam setiap parameter. No Parameter Variabel Indikator 1 Pengetahuan dan Sikap (Knowledge and Attitude) Pengetahu an 1. Pengetahuan masyarakat tentang tingkat kerawanan wilayah tempat tinggal 2. Penyebab rawannya wilayah tempat tinggal 3. Penyebab bencana gempabumi dan tsunami 4. Karakteristik bencana 5. Dampak kerugian akibat bencana 1. Tindakan yang dilakukan ketika terjadi gempabumi dan tsunami 2. Tindakan untuk mengurangi resiko kerugian 1. Ketersediaan obat-obatan dan kotak P3K 2. Ketersediaan kebutuhan dasar (makanan dan minuman) 3. Ketersediaan alat penerangan saat kondisi darurat 4. Ketersediaan alat untuk akses komunikasi 5. Ketersediaan simpanan kedaruratan (tabungan/ asuransi) 1. Pengetahuan masyarakat tentang sistem peringatan dini 2. Cara memastikan tanda bahaya tsunami Sikap 2 Perencanaan Kedaruratan (Emergency Planning) Ketersedia an perlengkap an dan peralatan untuk kondisi darurat 3 Sistem Peringatan (Warning System) 4 Mobilisasi Sumberdaya (Resource Mobilization Capacity) Sistem peringatan gempabum i dan tsunami setempat Tingkat Sumber daya manusia 1. 2. Frekuensi keikutsertaan mengikuti pelatihan, penyuluhan dan pendidikan bencana Kendala ketidakikutsertaan masyarakat Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015 1. Pengetahuan dan Sikap / Knowledge and Attitude (KA) Pengukuran pengetahuan masyarakat diukur dengan menggunakan beberapa indikator diantaranya pengetahuan tentang tingkat kerawanan daerah tempat tinggal, penyebab rawannya daerah tempat tinggal, penyebab terjadinya gempabumi dan tsunami, karakteristik bencana gempabumi serta tindakan yang akan dilakukan oleh responden bila terjadi gempabumi dan tsunami.Tingkat pengetahuan masyarakat yang tinggi memungkinkan masyarakat untuk lebih siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, sebab pengetahuan menjadi dasar dari kesadaran untuk melakukan perencanaan kedaruratan, peringatan dini serta mobilisasi sumberdaya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh responden maka semakin siap 41 pula tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami. Tingkat pengetahuan (KA) masyarakat yang tinggi memungkinkan masyarakat untuk lebih siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat maka semakin tinggi pula kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. 2. Perencanaan Kedaruratan / Emergency Planning (EP) Perencanaan kedaruratan memiliki peranan yang sama pentingnya dalam upaya kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya gempa bumi dan tsunami. Dalam perencanaan ini, masyarakat perlu mempersiapkan tas yang berisi berbagai perlengkapan untuk kondisi darurat. Perlengkapan darurat yang diperlukan terdiri dari; (a) Obat-obatan dan perlengkapan P3K, (b) Makanan yang tahan lama, seperti biskuit dan lain sebagainya, (c) Minuman, (d) Radio yang dilengkapi dengan baterai tambahan, (f) Senter, (g) Pakaian, (h) Fotokopi identitas diri, (i) Perlengkapan kebersihan dan perlengkapan lain. Dalam perencanaan kedaruratan (EP) ini, masyarakat perlu mempersiapkan tas yang berisi berbagai perlengkapan untuk kondisi darurat. Semakin lengkap peralatan yang dimiliki masyarakat maka semakin siap masyarakat menghadapi bencana gempabumi dan tsunami. 3. Sistem Peringatan / Warning System (WS) Sistem Peringatan/ Warning System menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari proses kesiapsiagaan. Tanda yang diberikan dari proses sistem peringatan akan disampaikan pada masyarakat sehingga masyarakat akan segera merespon dengan melakukan tindakan yang benar. Sistem peringatan yang efektif sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk menghindarkan diri dari bahaya yang mungkin terjadi. Sistem peringatan yang efektif adalah dengan menggabungkan sistem peringatan yang dimiliki masyarakat lokal dengan sistem peringatan yang dilakukan pemerintah. Sistem Peringatan/ Warning System menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan. Semakin baik sistem peringatan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi tingkat kesiapsiagaan masyarakat. 4. Mobilisasi Sumberdaya / Resource Mobilization Capacity (RMC) Mobilisasi sumberdaya dalam penelitian ini menyangkut peningkatan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan pelatihanpelatihan berbagai keterampilan yang dapat digunakan ketika terjadi kondisi darurat. Mobilisasi sumberdaya menyangkut peningkatan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan pelatihan-pelatihan berbagai keterampilan yang dapat digunakan ketika terjadi kondisi darurat. Semakin banyak keterampilan yang dimiliki masyarakat, semakin baik tingkat kesiapsiagaannya. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasannya, maka penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapai bencana gempabumi dan tsunami di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya secara umum termasuk pada kategori hampir siap dengan indeks nilai sebesar 57,32. Kategori ini didapat dari perhitungan nilai indeks dengan memperhatikan empat parameter, diantaranya pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC). Adapun kategori hampir siap memiliki pengertian dimana pengetahuan dan sikap, perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi sumberdaya yang dimiliki masyarakat tergolong cukup baik. 1. Pengetahuan dan Sikap/ Knowledge and Attitude (KA), Pengetahuan dan sikap komunitas masyarakat pesisir tentang bencana gempabumi dan tsunami termasuk pada kategori siap dengan indeks nilai sebesar 75,04. Berdasarkan indeks nilai tersebut, secara teori masyarakat dinilai siap untuk mengadapi kemungkinan terjadinya bencana. 2. Perencanaan Kedaruratan/ Emergency Planning (EP), Tingkat pengetahuan masyarakat yang cukup tinggi, tidak diimbangi dengan perencanaan yang baik dalam mempersiapkan menghadapi bencana. Ketersediaan berbagai peralatan darurat yang dimiliki masyarakat sangat minim. Sehingga perencanaan darurat masyarakat termasuk pada kategori kurang siap dengan indeks nilai sebesar 42,86. 3. Sistem Peringatan/ Warning System (WS), Sistem peringatan yang dimiliki masyarakat terbatas pada sistem peringatan lokal. Secara umum sistem peringatan ini termasuk pada 42 kategori siap dengan indeks nilai sebesar 65,28. 4. Mobilisasi Sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC), Keterampilan dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pelatihan untuk kondisi darurat masih kurang. Sehingga mobilisasi sumberdaya masyarakat termasuk pada kategori belum siap dengan indeks nilai sebesar 26,43. REFERENSI KCA Cipatujah 2010 (Kecamatan Cipatujah dalam Angka) data 2009, sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya. KCA Cipatujah 2011 (Kecamatan Cipatujah dalam Angka) data 2010, sumber: BPS Kabupaten Tasikmalaya Nasution, S. (2009). Metode Research (penelitian ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara Rafi’i, Suryatna. 1984. Metode Statistik untuk Penarikan Sampel. Bandung : Bina Cipta. Sumaatmadja, Nursid. 1981. Metodologi Analisa Geografi. Alumni. Bandung Supartono.W,Drs,dkk. 2004. Ilmu Alamiah Dasar . Ghalia Indonesia. Bogor Supriatna, S., L. Sarmili, D.Sudana, A. Koswara. 1992. Geologi Lembar Karangnunggal, Jawa. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi Sumberdaya Mineral. Tim Penyusun, 2008. Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga Bencana. Bandung: Pusat Mitigasi Bencana-Institut Teknologi Bandung. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana 43 35