laporan kemajuan penelitian tahap i (70%) dosen

advertisement
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 724/ Pendidikan Geografi
LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN TAHAP I (70%)
DOSEN MUDA
KAJIAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPA BUMI
(Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi)
Oleh :
Ketua Tim
Anggota
: Ruli As’ari, M.Pd./ 0002058802
: Erwin Hilman Hakim, M.Pd./ 0013018901
UNIVERSITAS SILIWANGI
Juli 2017
i
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
RINGKASAN ............................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gempa Bumi ........................................................................................ 3
2.2 Kesiapsiagaan ........................................................................................ 9
2.3 Kesiapsiagaan Gempabumi.................................................................... 11
2.4 Rancangan dan Roadmap Penelitian ..................................................... 13
2.5 Penelitian yang Pernah dilakukan Terkait dengan Penelitian yang akan
dilakukan............................................................................................... 13
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan dan Luaran Penelitian ................................................................ 14
3.2 Rencana Target Penelitian ..................................................................... 14
3.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 15
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian ................................................................................. 16
4.2 Tahapan dan Alur Penelitian.................................................................. 18
BAB 5 HASIL YANG DICAPAI
5.1 Analisis Kawasan Penelitian Terkait Morfologi Kawasan Tasikmalaya 19
5.2 Analisis Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Gempabumi ...... 21
5.3 Pengetahuan dan Sikap dalam Kajian Kesiapsiagaan dalam
Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi ................................................. 23
5.4 Perencanaan Kedaruratan ...................................................................... 27
5.5 Upaya Kesiapsiagaan ............................................................................. 29
BAB 6 RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
6.1 Rencana Tahapan Berikutnya ................................................................ 31
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ................................................................................................ 31
7.2 Saran ...................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 34
Lampiran-Lampiran ................................................................................. 35
iii
RINGKASAN
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menjadikannya sebagai negara
yang memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan
luas perairan 3.257.483 km2 atau sekitar 70% luas Indonesia merupakan perairan,
sedangkan 30% sisanya merupakan daratan. Kondisi ini menyebabkan Indonesia
diberkahi oleh kekayaan sumberdaya alam baik sumberdaya alam di daratan maupun
sumberdaya alam di lautan yang melimpah. Pengetahuan mengenai kebencanaan
merupakan indikator penting dalam proses kesiapsiagaan, selain itu perencanaan ketika
terjadi kondisi darurat, pengetahuan dan keterampilan memobilisasi sumberdaya
ditunjang dengan kondisi sistem peringatan dini yang baik memungkinkan suatu
wilayah memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi bencana. Keempat parameter
tersebut juga penting dimiliki oleh seluruh warga masyarakat Indonesia yang rentan
akan bencana gempa bumi. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian lanjutan
ini adalah : mengenai tingkat kesiapsiagaan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam Menghadapi
Bencana Gempa Bumi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Deskriptif, yang bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi saat sekarang dengan
cara mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikan data, kemudian dianalisis.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Kuesioner, Wawancara
(Interview), Studi Dokumentasi, dan Studi Literatur.
Kata Kunci : Kesiapsiagaan, Bencana, Gempabumi
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menjadikannya
sebagai negara yang memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas
daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 atau sekitar 70% luas
Indonesia merupakan perairan, sedangkan 30% sisanya merupakan daratan.
Kondisi ini menyebabkan Indonesia diberkahi oleh kekayaan sumberdaya
alam baik sumberdaya alam di daratan maupun sumberdaya alam di lautan
yang melimpah.
Letak geologis Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda
dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Sirkum Pasifik
sebelah timur (Pasific Ring of Fire) serta berada pada pertemuan tiga
lempeng besar dunia yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah baratbaratlaut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Indo-Australia
yang bergerak ke utara-timurlaut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun,
serta Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah baratdaya dengan
kecepatan 13 cm per tahun.
Interaksi lempeng tersebut menyebabkan terjadinya desakan dan
tumbukan antar ketiga lempeng yang sudah berjalan sejak jutaan tahun yang
lalu. Tumbukan antar lempeng ini membuat terjadinya pergeseran,
pengangkatan, pelipatan serta patahan di daratan dan lautan di kepulauan
Indonesia. Dalam jangka waktu tertentu, hal itu kemudian membuat
penumpukan stres pada bidang benturan, dan ketika energi potensial yang
terjadi saat pergeseran lempeng, maka terjadilah gempabumi maupun
tsunami.
Pentingnya mitigasi bencana untuk keselamatan masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana telah diamanatkan oleh PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui Departemen Urusan Kemanusiaan
(DHA) pada bulan Desember 2001 agar memperkuat koordinasi bantuan
kemanusiaan dan menjamin persiapan yang lebih baik, terkoordinir dan cepat
1
2
(Hermon Dedi: 2010). Pengetahuan mengenai kebencanaan merupakan
indikator penting dalam proses kesiapsiagaan, selain itu perencanaan ketika
terjadi kondisi darurat, pengetahuan dan keterampilan memobilisasi
sumberdaya ditunjang dengan kondisi sistem peringatan dini yang baik
memungkinkan suatu wilayah memiliki kesiapan yang baik dalam
menghadapi bencana. Keempat parameter tersebut juga penting dimiliki oleh
seluruh warga masyarakat Indonesia yang rentan akan bencana gempa bumi.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut,
penulis
tertarik
untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Kesiapsiagaan dalam
Menghadapi Bencana Gempa Bumi (Studi pada Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Siliwangi)”
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian lanjutan ini
adalah:
“Bagaimanakah
Tingkat
kesiapsiagaan
Mahasiswa
Jurusan
Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Siliwangi dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ?”
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gempa Bumi
1. Karakteristik Gempa Bumi
Gempabumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang seringkali
menyebabkan dislokasi (pergeseran) bagian bumi atau rentetan gerakan yang
terjadi secara tiba-tiba. Dengan kata lain gempabumi dapat diartikan sebagai
suatu gejala fisik alamiah yang umumnya ditandai dengan bergetarnya bumi
sehingga memberikan bahaya dan ancaman yang lebih lanjut dapat
menyebabkan bencana.
Ketika gempa bumi terjadi, timbullah goncangan yang diakibatkan
oleh lepasnya energi dalam bentuk gelombang. Titik di dalam bumi tempat
terjadinya pelepasan energi disebut Hiposentrum. Gelombang menjalar ke
lapisan permukaan bumi dan dapat melewati batuan dan tanah. Secara garis
besar terdapat 2 (dua) macam gelombang yang merambat, yaitu gelombang P
dan gelombang S.
Gelombang P adalah gelombang yang menjalar di permukaan bumi.
Gelombang P bersifat menekan dan merenggangkan batuan saat ia lewat.
Sedangkan gelombang S adalah gelombang yang menjalar secara tegak lurus
terhadap
arah
menjalarnya
gelombang
disertai
dengan
perputaran.
Gelombang S mengguncang batuan dari sisi ke sisi. Di permukaan
gelombang P dan S menghasilkan gelombang permukaan yang naik dan
bergulung. Titik di permukaan bumi yang berada tepat di atas hiposentrum
disebut Episentrum.
Berdasarkan
kedalaman
sumber
gempa,
Fowler
(1990)
mengklasifikasikan gempabumi menjadi beberapa kategori, yaitu;
(1)
Gempabumi dangkal kurang dari 70 km, (2) Gempabumi menengah kurang
dari 300km, (3) Gempabumi dalam lebih dari 300 km (kadang-kadang > 450
km).
Besar kecilnya kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi
bergantung pada beberapa parameter berikut; (1) Jarak terhadap pusat gempa,
3
4
(2) Kedalaman pusat gempa, (3) Besaran gempa, (4) Lama getaran gempa, (5)
Banyaknya frekuensi getaran tanah, (6) Kondisi geologi dan tanah setempat,
(7) Kelenturan, kekuatan, dan kesatuan bangunan yang berada di atas bumi.
Karakteristik Gempabumi diantaranya; (1) berlangsung dalam waktu
yang sangat singkat, (2) lokasi kejadian tertentu, (3) akibatnya dapat
menimbulkan bencana, (4) berpotensi terulang lagi, (5) belum dapat
diprediksi, (6) tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat
dikurangi.
Tabel 2.1
Skala Richter dan Deskripsinya
Skala
0-2
2,5–3,0
Deskripsi
Gempa kecil, dapat dideteksi, energi yang terlepaskan 3 x 10 12 erg.
Apabila dekat dengan pusat, getaran dapat dirasakan
4,5
Getaran dapat menyebabkan kerusakan lokal.
5,0
Kurang lebih sama dengan getaran yng diakibatkan oleh energi 60 m atom.
Bom atom di Hirosima berskala 5,7 energinya 8 x 1012 erg.
6
Kerusakan terjadi pada daerah dengan batas tertentu. Pusatnya dangkal.
7
Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang dapat menyebabkan
kerusakan serius dalam area lebih luas.
7,8
8
Gempa bumi yang terjadi di San Fransisco
Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang sangat merusak. Kerusakan
serius hingga dalam area ratusan mil dan setiap terjadi lebih kurang 14 kali.
8,4
Energi yang dilepaskan 3 x 1024 erg.
9.0-9.9
Menghancurkan area ribuan mil
>10.0
Belum pernah terekam
Sumber: (Sutikno, 2016)
5
2. Penyebab Gempabumi
Secara umum terdapat tiga penyabab gempabumi, diantaranya:
a. Pelepasan energi akibat pergerakan lempengan bumi. Peristiwa ini
dikenal sebagai
gempabumi
tektonik.
Daerah yang seringkali
mengalami gempa ini adalah daerah pegunungan lipatan muda, yaitu
daerah rangkaian mediterania dan rangkaian sirkum pasifik. Bahaya
dari gempa ini dapat besar sekali karena lapisan bumi dapat mengalami
lipatan, retakan, patahan atau bergeser. Karena gempa ini selalu
mengakibatkan pergeseran muka bumi, maka gempa ini disebut juga
gempa dislokasi.
b. Letusan gunungapi. Getaran dari gunungapi aktif dapat menimbulkan
gempabumi dan dikenal sebagai gempabumi vulkanik. Jika gunungapi
akan meletus, timbulah tekanan gas dari dalam sumbat kawah. Tekanan
ini menyebabkan terjadinya getaran yang disebut gempabumi. Gempa
ini hanya terdapat di sekitar gunung api yang meletus. Bahaya
gempabumi ini lebih besar dari pada gempabumi runtuhan, namun lebih
kecil dibandingkan dengan gempa tektonik.
c. Runtuhan, baik yang tenjadi di atas maupun di bawah permukaan tanah
yang mengakibatkan getaran gempabumi. Keruntuhan tersebut dapat
berupa tanah longsor, salju longsor, maupun jatuhan batu.
Dalam teori tektonik lempeng, lapisan terluar bumi terbentuk dari
suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak
relatif
terhadap
yang
lain.
Lempeng-lempeng
tersebut
bergerak
menumpang di atas astenosfer yang mempunyai tekanan dan suhu yang
sangat tinggi sehingga bersifat seperti cairan (fluid). Lempeng-lempeng ini
tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosfer yang di atasnya
dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang
pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "SiMa",
gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis yang kedua yaitu kerak benua
yang sering disebut "SiAl", gabungan dari silikon dan aluminium. Kedua
jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan dimana kerak benua memiliki
ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera.
6
Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera
hanya 5-10 km dengan berat jenis rata-rata kulit bumi yaitu 2,8.
Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng
tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam tiga
jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform.
a.
Pergerakan saling menjauh (Divergent)
Pergerakan divergen (divergent / constructive boundaries)
terjadi ketika dua lempeng bergerak saling menjauh satu sama lain.
Pemisahan ini disebabkan karena adanya pembentukan material baru
pada batas lempeng tersebut. Mid-oceanic ridge dan zona retakan
(rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
b.
Pergerakan saling mendekat (Konvergen)
Pergerakan konvergen (convergent / destructive boundaries)
terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain
sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak
di bawah yang lain, atau tabrakan benua jika kedua lempeng
mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di
zona subduksi, mengandung banyak cairan panas bersifat hidrat
(mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat
pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan
pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik.
c.
Pergerakan saling berpapasan (Transform)
Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng
bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping
di sepanjang sesar transform (trasform fault). Gerakan relatif kedua
lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan
pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan
pengamat).
7
3. Kekuatan Gempabumi
Parameter kedahsyatan gempa bumi diukur berdasarkan besaran
(magnitude) gempa bumi serta tingkat kerusakan yang diakibatkan
kejadian gempa bumi. Besaran gempa bumi adalah parameter gempa bumi
yang diukur berdasarkan terjadinya pada daerah tertentu, akibat goncangan
gempa pada sumbernya.
Charles F. Richter menciptakan alat untuk menunjukkan jumlah
energi yang terlepaskan oleh suatu gempabumi. Kisaran skalanya mulai 0
– 9. Pada dasarnya Skala Richter merupakan hasil perhitungan matematis
sebagai pembanding kekuatan gempabumi. Deskripsi masing-masing skala
pada skala Richter, seperti terlihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2
Skala Richter dan Deskripsinya
Skala
Deskripsi
Gempa kecil, dapat dideteksi, energi yang terlepaskan 3 x 10 12
0-2
erg.
2,5–3,0 Apabila dekat dengan pusat, getaran dapat dirasakan
4,5
Getaran dapat menyebabkan kerusakan lokal.
5,0
Kurang lebih sama dengan getaran yng diakibatkan oleh
energi 60 m atom. Bom atom di Hirosima berskala 5,7
energinya 8 x 1012 erg.
6
Kerusakan terjadi pada daerah dengan batas tertentu. Pusatnya
dangkal.
7
Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang dapat
menyebabkan kerusakan serius dalam area lebih luas.
7,8
Gempa bumi yang terjadi di San Fransisco
8
Di atas skala ini, termasuk gempa bumi yang sangat merusak.
Kerusakan serius hingga dalam area ratusan mil dan setiap
terjadi lebih kurang 14 kali.
8,4
Energi yang dilepaskan 3 x 1024 erg.
9.0-9.9 Menghancurkan area ribuan mil
>10.0 Belum pernah terekam
Sumber: (Sutikno, 1988 dalam Fenti Fitrianti: 2010)
Pada 1902, seorang Vulkanolog Italia bernama Giuseppe Mercalli
(1850-1914)
mengklasifikasi
skala
intensitas
gempa
bumi
dan
pengaruhnya terhadap manusia, bangunan (gedung), dan alam (tanah).
Klasifikasi intensitas gempa dengan Skala MMI (Modified Mercally
Intensity) dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:
8
Tabel 2.3
Skala Gempa MMI dan Deskripsinya
Ilustrasi
Skala
Deskripsi
1
Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh
beberapa orang
2
Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan
yang digantung bergoyang
3
Getaran dirasakan nyata di dalam rumah. Terasa getaran
seakan-akan ada truk berlalu
4
Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak di dalam rumah,
di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu
bergerincing dan dinding berbunyi
5
Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak
terbangun, jendela pecah, barang terpelanting, tiang-tiang dan
barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti
6
Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua
terkejut dan berlari ke luar, plester dinding jatuh dan cerobong
asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan
7
8
9
Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah
menjadi tidak lurus, banyak retak-retak. Rumah tampak
berpindah dari pondasinya. Pipa-pipa di dalam rumah putus
10
Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka rumah lepas dari
pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung, tanah longsor di
tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam
11
-
Setiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah
dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada
bangunan dengan kontruksi yang kurang baik terjadi retakretak bahkan hancur. Terasa oleh orang yang naik kendaraan
Kerusakan ringan pada bangunan dengan kontruksi yang kuat.
Retak-retak pada bangunan dengan kontruksi yang kurang
baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap
pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh
12
Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri.
Jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa di dalam tanah tidak bisa
dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali
Hancur sama sekali. Benda-benda terlempar ke udara.
Sumber : Pendidikan Siaga Bencana, 2008
9
2.2 Kesiapsiagaan
Berkenaan dengan pengertian konsep kesiapsiagaan, pada realitasnya
di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran yang berbeda
terhadap konsep kesiapsiagaan. Pengertian kesiapsiagaan menurut Carter,
1992:29 (dalam wibowo, 2011):
"tindakan-tindakan
yang
memungkinkan
pemerintahan,
organisasi-
organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi
suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam
tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan
bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil."
Sedangkan kesiapsiagaan menurut UU No.24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan bencana, Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Pengetahuan selalu dijadikan sebagai awal dari sebuah tindakan dan
kesadaran seseorang, dari pengalaman dalam penanganan berbagai kejadian
bencana di berbagai belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir ini telah
dirasakan pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, bukan saja
pada tingkat pemerintahan dari suatu negara atau suatu daerah, tetapi juga
pada tingkatan komunitas yang langsung merasakan dan harus menghadapi
bencana itu sendiri, terutama sebelum bantuan atau pertolongan datang dari
instansi atau badan-badan pertolongan atau penanganan bencana yang resmi.
Komunitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunitas masyarakat
pesisir yang secara langsung akan merasakan dampak ketika terjadi bencana
gempa yang menimbulkan bencana susulan seperti tsunami. Perencanaan
untuk kondisi darurat akan membantu masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sekurang-kurangnya selama tiga hari setelah kejadian terlebih
ketika pertolongan belum datang.
Menurut LIPI-UNESCO, 2006 : 6 mengenai pentingnya kesiapsiagaan
bahwa:
“kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen
bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat
10
ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari
kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum
terjadinya suatu bencana."
Kesiapsiagaan dalam masyarakat memiliki sifat yang dinamis yaitu
dapat bergerak naik atau bahkan turun sehingga pemantauan, pengkajian
ulang serta modifikasi sangat diperlukan terutama kegiatan pelatihan untuk
masyarakat karena dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana gempabumi dan tsunami.
Berdasarkan Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dibuat oleh LIPI dan
Unesco 2006:46, kesiapsiagaan dikelompokkan kedalam empat parameter
yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan
kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System
(WS) dan mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RCM).
Lebih lengkap LIPI dan Unesco menjabarkan keempat parameter di atas
sebagai berikut:
“Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan dasar
mengenai bencana alam. Seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya.
Perencanaan kedaruratan lebih mengenai tindakan apa yang telah
dipersiapkan menghadapi bencana alam. Sistem peringatan disini adalah
usaha apa yang terdapat di masyarakat dalam mencegah terjadinya
korban akibat bencana dengan cara tanda-tanda peringatan yang ada.
Sedangkan mobilisasi sumberdaya lebih kepada potensi dan peningkatan
sumberdaya di masyarakat baik yang dimiliki secara individu ataupun
bersama seperti melalui keterampilan-keterampilan yang diikuti,
persiapan dana dan lainnya.
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempabumi dan
tsunami akan didapat dengan mengkategorisasikan hasil indeks pada
indikator-indikator yang ditetapkan sesuai dengan parameter-parameter yang
ada. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam kajian ini dikategorikan
menjadi lima kategori, yaitu sangat siap/siap/hampir siap/kurang siap/belum
siap.
11
Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 2.4
berikut ini:
Tabel 2.4
Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskipsinya
Indeks Nilai
Kategori
80 – 100
Sangat siap
65 – 79
Siap
55 – 64
Hampir siap
40 – 54
Kurang siap
Kurang dari
40 (0 – 39)
Belum siap
Deskripsi
Masyarakat memiliki pengetahuan dan
sikap (KA), perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan
sangat baik.
Masyarakat memiliki pengetahuan dan
sikap (KA), perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan
baik.
Masyarakat memiliki pengetahuan dan
sikap (KA), perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan
cukup baik.
Masyarakat memiliki pengetahuan dan
sikap (KA), perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan
kurang baik.
Masyarakat memiliki pengetahuan dan
sikap (KA), perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya (RMC) dengan
tidak baik.
2.3 Kesiapsiagaan Gempabumi
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi gempabumi,
sebaiknya setiap keluarga membuat rencana kesiapsiagaan untuk kondisi
darurat saat terjadi gempabumi. Rencana kesiapsiagaan yang dibuat dengan
kesepakatan anggota keluarga harus cukup sederhana sehingga mudah
dimengerti dan dipahami oleh seluruh anggota keluarga. Pastikan seluruh
anggota keluarga terlibat dalam perencanaan tersebut dan mengerti serta
memahami rencana yang disusun.
12
Hal-hal yang perlu disusun dalam rencana kesiapsiagaan untuk
bencana gempabumi adalah:
1.
Identifikasi lokasi yang aman untuk berlindung
2.
Identifikasi lokasi-lokasi yang harus dihindari saat terjadi gempa bumi,
seperti lokasi dekat jendela kaca, dekat barang-barang berat dan
tergantung, dekat sumber api, dan lain sebagainya.
3.
Identifikasi juga lokasi-lokasi yang aman untuk berlindung saat terjadi
gempa bumi, seperti di bawah meja yang kuat, di samping sofa atau kursi
yang kokoh, di samping tempat tidur, atau di sudut dalam rumah. Pada
lokasi yang aman tersebut, kita harus melakukan tindakan jongkok,
berlindung, dan berpegangan.
4.
Penentuan jalur keluar untuk evakuasi
Tentukan jalur keluar saat evakuasi. Pastikan jalur keluar tersebut
terbebas dari benda-benda maupun barang-barang yang dapat berpindah,
jatuh, maupun menghalangi jalan keluar tersebut.
5.
Tempat berkumpul.
Saat terjadi gempabumi, kemungkinan seluruh anggota keluarga berada
di ruangan yang berbeda-beda. Tentukan tempat berkumpul di dalam
rumah dan di luar rumah agar seluruh anggota keluarga dapat berkumpul
di satu tempat yang aman. Pastikan seluruh anggota keluarga mengingat
nomor telepon darurat serta nomor kerabat dekat yang tinggal di daerah
yang berbeda yang dapat dihubungi.
6.
Siapkan perlengkapan darurat, yang berisi; (a) Obat-obatan dan peralatan
P3K, (b) Makanan berenergi, (c) Minuman, (d) Senter, (e) Radio yang
dilengkapi dengan batu baterai, (f) Peluit, (g) Beberapa potong pakaian,
(h) Kertas dan pena, (i) Catatan mengenai nomor-nomor penting yang
dapat dihubungi.
13
2.4 Rancangan dan Roadmap Penelitian
KAJIAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPA BUMI
Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Siliwangi
Keguruan dan Ilmu
Kajian Kesiapsiagaan dalam Antisipasi Bencana Gempa Bumi,
melalui Analisis aspek:
- Pengetahuan dan sikap
- Perencanaan Kedaruratan
- Mobilitas dan Upaya Kesiapsiagaan
2.5 Penelitian yang pernah dilakukan Terkait dengan Penelitian yang Akan
dilakukan.
Tabel 2.4.
Penelitian yang Pernah dilakukan Terkait Mitigasi Bencana dan
Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana
No
1
2
3
4
Judul, Tahun
Model Pengarusutamaan Pengurangan Risiko
Bencana
Dengan Metode Sekolah Siaga Bencana, Tahun
2014
Kesiapsiagaan Masyarakat Kawasan Teluk
Pelabuhan Ratu Terhadap Bencana Gempa Bumi
Dan Tsunami, 2011
Kesiapsiagaan Masyarakat:
Paradigma Baru Pengelolaan Bencana Alam
Di Indonesia
Efektivitas Media Pembelajaran Komik Dan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Terhadap Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi
Bencana Gempabumi Pada Siswa Kelas X
Di Sma Negeri 1 Wedi, Klaten
Peneliti
Dwi Wantoro
Jurnal
Riset
Daerah
Vol.XIII No 1 April 2015
Chrisantum Aji Paramesti
Jurnl
Perencanaan
Wilayah dan Kota Vol.22
Agustus 2011
Deny Hidayati
Jurnal
Kependudukan
Indonesia, 2008
Fajar Wulandari, Sigit
Santoso, Sarwono
Jurnal GeoEco,
Januari 2017
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan dan Luaran Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
kesiapsiagaan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam Menghadapi Bencana
Gempa Bumi.
3.2 Rencana Target Capaian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis Luaran
Publikasi Ilmiah
Internasional
Nasional
Terakreditasi
Pemaklah dalam Temu Ilmiah Internasional
Nasional
Invited Speaker dalam temu Internasional
ilmiah
Nasional
Visiting Lecturer
Internasional
HKI
Paten
Paten sederhana
Hak Cipta
Merk Dagang
Rahasia Dagang
Desain
produk
Industri
Indikasi Geografis
Perlindungan varietas
tanaman
Perlindungan
topografi
Teknologi Tepat Guna
Model/purwarupa/desain/karya
seni/rekayasa sosial
Buku Ajar ISBN
Tingkat Kesiapan Teknologi
(TKT)
14
Indikator
Capaian
15
3.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat penulis kemukakan adalah
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para
pengambil kebijakan terkait masalah keselamatan masyarakat, khususnya
tentang
tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
gempabumi.
2. Dapat mengetahui tingkat kesiapan mahasiswa dalam antisipasi jika terjadi
bencana gempa bumi
3. Mengupayakan untuk meminimalisir dengan mengingatkan pentingnya
pengetahuan mengenai kebencanaan khususnya bencana gempabumi
4. Mengenali kawasan tempat tinggal dengan paham mengenai mitigasi
bencana.
5. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat serta aparat pemerintah setempat
mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif,
yang bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi saat sekarang dengan cara
mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikan data, kemudian dianalisis.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Kuesioner, Wawancara
(Interview), Studi Dokumentasi, dan Studi Literatur.
1. Populasi dan Sample Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi
FKIP Universitas Siliwangi sebanyak 11 kelas yang terdiri dari 400 orang
mahasiswa. Adapun sampel penelitian diambil secara acak Simple Random
Sampling yaitu sebanyak 15% yaitu 60 orang mahasiswa.
2. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis menggunakan analisis nilai indeks. Analisis indeks
dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan
mahasiswa dalam menghadapi kemungkinan bencana gempabumi. Indeks
merupakan angka perbandingan antara satu bilangan dengan bilangan lain yang
berisi informasi tentang suatu karakteristik tertentu pada waktu dan tempat yang
sama atau berlainan. Agar lebih sederhana dan mudah dimengerti, nilai
perbandingan tersebut dikalikan 100.
Dengan menggunakan teknik berdasarkan perhitungan indeks skor, data
yang terkumpul berwujud angka hasil tabulasi, kemudian dijelaskan menurut
urutan informasi yang ingin diketahui. Angka indeks dalam penelitian ini
meliputi indeks per parameter yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and
Attitude (KA), rencana tanggap darurat/ Emergency Planning (EP), Sistem
Peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi sumber daya/ Resource
Mobilization Capacity (RMC) pada setiap sumber data kuisioner. Tingkat
kesiapsiagaan mahasiswa dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima rentang
kategori. Kelima kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:
16
17
Tabel 4.1
Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskipsinya
Indeks nilai
Kategori
80 – 100
Sangat siap
65 – 79
Siap
55 – 64
Hampir siap
40 – 54
Kurang siap
Kurang dari 40
(0 – 39)
Belum siap
Deskripsi
Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan
kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi
sumberdaya (RMC) dengan sangat baik.
Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan
kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi
sumberdaya (RMC) dengan baik.
Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan
kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi
sumberdaya (RMC) dengan cukup baik.
Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan
kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi
sumberdaya (RMC) dengan kurang baik.
Memiliki pengetahuan dan sikap (KA), perencanaan
kedaruratan (EP), sistem peringatan (WS), serta mobilisasi
sumberdaya (RMC) dengan tidak baik.
Penentuan kesiapsiagaan masyarakat didapat dari perhitungan nilai
indeks. Nilai indeks dihitung dari gabungan empat parameter dalam penelitian.
Adapun untuk perhitungan nilai indeks dihitung berdasarkan rumus:
Nilai Indeks = ((bobot KA/100)*indeks KA) + ((bobot EP/100)*indeks
EP) + ((bobot WS/100)*indeks WS) + ((bobot RMC/100)*indeks RMC)
Besarnya bobot pada perhitungan nilai indeks tergantung kepada
jumlah pertanyaan masing-masing parameter. Berikut disajikan Tabel 3.2 untuk
bobot setiap parameter:
Tabel 3.2
Kolom Bobot untuk Setiap Parameter
Pengetahuan Perencanaan
Sistem
Mobilisasi
dan Sikap
Kedaruratan Peringatan Sumberdaya Total
(KA)
(EP)
(WS)
(RMC)
11
8
2
3
24
46 %
33 %
8%
13 %
100 %
Sedangkan untuk penetuan indeks setiap parameter dihitung berdasarkan
rumus:
Indeks = Total riil skor parameter x 100
Skor maksimum parameter
Sumber: LIPI-UNESCO/ISDR, 2006
18
4.2 Tahapan dan Alur Penelitian
PENGKAJIAN
1. Pembentukan Team work
2. Pengkajian Peta dan Pengelompokan
Lokasi Kajian
3. Survey Lapangan
4. Pengolahan Data
5. Penyusunan Modul
6. Publikasi/Seminar Hasil Penelitian
- Naskah Jurnal
- Publikasi
BAB 5
HASIL YANG DICAPAI
5.1 Analisis Kawasan Penelitian Terkait Morfologi Kawasan Tasikmalaya
Bentuk muka bumi pada dasarnya tidak rata tetapi berlekuk-lekuk. Hal
tersebut disebabkan oleh gaya atau tenaga yang mempengaruhinya. Terdapat dua
tenaga yang mempengaruhi bentuk muka bumi yaitu berasal dari dalam bumi yang
disebut tenaga endogen dan tenaga yang berasal dari luar bumi atau yang disebut
tenaga eksogen. Kedua tenaga inilah yang membentuk suatu wilayah termasuk
kedalam wilayah pedataran, pegunungan atau bahkan wilayah pesisir.
Menurut Van Bemmelen (1949) dalam Pedoman KKL Mahasiswa Geografi
Kawasan bandung Purba (2009), Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zone dari
utara ke selatan, meliputi:
1. Zona Bogor (Bogor Zone)
Terbentang mulai dari Jasinga di sebelah barat Bogor hingga menuju
Bumiayu di Jawa Tengah. Jalur ini terdiri atas bukit dan punggungan yang
merupakan antiklinorium rumit dan cembung ke arah utara, tersusun oleh
lapisan Neogen yang terlipat kuat kemudian diikuti oleh kegiatan tubuh batuan
beku berupa boss dan neck.
2. Zona Alluvial Jakarta (Jakatra Alluvial Zone)
Terbentang mulai dari Serang hingga Cirebon, tersusun atas batuan yang
sebagian besar terdiri atas endapan aluvium (endapan banjir dan endapan
pantai), endapan lahar dan aliran lumpur hasil gunung api Kuarter.
3. Zona Bandung (Bandung Zone)
Terbentang dari sebelah timur Jalur Pegunungan Bayah hingga kesebelah
timur Tasikmalaya dan berakhir di Sagara Anakan di pantai Selatan Jawa
Tengah. Secara struktural Jalur Bandung merupakan puncak dari antiklin Pulau
Jawa yang telah mengalami penghancuran pada akhir zaman Tersier.
4. Zona Pegunungan Selatan (Southern Mountains Zone)
Terbentang dari sekitar Teluk Pelabuhan Ratu di sebelah barat hingga ke
Pulau Nusakambangan di sebelah timur. Satuan fisiografi ini juga dibagi
menjadi tiga bagian formasi, yaitu formasi Jampang, formasi Pangalengan, dan
formasi Karangnunggal.
19
20
Gambar 5.1
Fisiografi Jawa Barat Menurut Van Bemmelen
Berdasarkan zonefikasi fisiografi Jawa Barat menurut Van Bemmelen
tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zone Pegunungan Selatan
(Southern Mountains Zone). Zona Pegunungan selatan ini dicirikan oleh
perbukitan yang terjal bergelombang dengan pantai yang juga terjal dan pada
beberapa tempat dijumpai dataran-dataran pantai yang cukup luas serta dibentuk
oleh batuan sedimen berumur Oligosen-Miosen. Sedimen klastikanya terdiri dari
batu pasir sela dengan struktur perlapisan bersusun. (Geologi lembar
Karangnunggal, Jawa, 1992 : 2)
Perkembangan morfologi suatu permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh
berbagai proses, baik yang telah maupun sedang berlangsung, dimana setiap
proses akan memberikan atau membentuk ciri-ciri atau kesan tertentu pada
daerah tersebut.
Pengertian morfologi Menurut Sumaatmadja (1988:34) adalah: Segala
sesuatu hal yang meliputi bentuk dan tinggi rendahnya permukaan bumi. Hal
tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prilaku, kegiatan tindakan
manusia
termasuk
pertumbuhan
serta
pembangunan
yang
berusaha
meningkatkan kesejahteraan manusia. Proses erosi yang berlangsung dengan
tingkatan energi yang berbeda, akan menghasilkan bentuk yang berbeda pula.
Ditinjau dari segi morfologi wilayah Kabupaten Tasikmalaya, bagian utara
Kabupaten memiliki morfologi dataran rendah, bagian tengah memiliki
bentukan lahan perbukitan atau dataran tinggi dan semakin ke arah selatan
21
memiliki bentuk lahan dataran rendah karena berbatasan dengan Samudra
Indonesia.
5.2 Analisis Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Gempa Bumi
Gempabumi terjadi karena adanya pelepasan akumulasi energi yang kuat
akibat tumbukan dari pergerakan lempeng tektonik sehingga dapat dirasakan
manusia di permukaan bumi dengan magnitude dalam Skala Richter (SR) atau
Mercalli Cancani (MM)., Gempabumi dengan kekuatan magnitude > 6 SR, dapat
menimbulkan lapisan tanah menjadi retak dan “liquifaction” sehingga kekuatan
daya dukung tanah menjadi lemah dan akibatnya bangunan yang berdiri diatasnya
dapat menjadi runtuh dan ambruk.
Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan
adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat,
dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan
tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana
penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan
rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif.
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
khususnya gempa bumi, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen
penting dari kegiatan pengendalian pengurangan risiko bencana yang bersifat proaktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih
ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi
kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).
Menurut
LIPI-UNESCO/ISDR
(2006),
dalam
mengembangkan
kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan
perhatian, yaitu:
a. Perencanaan dan organisasi,
b. Sumber daya,
c. Koordinasi,
d. Kesiapan,
e. Pelatihan dan kesadaran masyarakat.
Usaha-usaha peningkatan kesiapsiagaan dapat dilakukan pada berbagai
tingkatan, yaitu pada tingkat nasional, propinsi/daerah (kabupaten/kota)/
22
kecamatan, organisasi individual, desa/kelurahan, RW/RT, rumah tangga, dan
tingkat individu/perseorangan.
IDEP (2007) menyatakan tujuan kesiapsiagaan yaitu :
1. Mengurangi Ancaman
Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti
gempa bumi dan meletus gunung berapi. Namun ada banyak cara atau tindakan
yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ancaman atau
mengurangi akibat ancaman.
2. Mengurangi kerentanan masyarakat
Kerentanan masyarakat dapat dikurangi apabila masyarakat sudah
mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan penyelamatan
pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat
untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Masyarakat yang
pernah dilanda bencana dapat mempersiapkan diri dengan melakukan
kesiapsiagaan seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta
pelatihan.
3. Mengurangi akibat
Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, masyarakat perlu mempunyai
persiapan agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua
kasus bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Akibatnya banyak
masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan persiapan
terlebih dahulu, kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih dapat
mengurangi kejadian penyakit menular.
4. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat,
penanganan bencana dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila
diperlukan dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin
kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana ini masyarakat perlu menjalin
hubungan dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa.
5. Elemen-Elemen Penting Kesiapsiagaan
Dalam mengembangkan dan memelihara suatu tingkat kesiapsiagaan,
berbagai usaha perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting
berikut ini :
a. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetapkoordinasi)
23
b. Fasilitas dan sistim operasional
c. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply
d. Pelatihan
e. Kesadaran masyarakat dan pendidikan
f. Informasi
g. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat
atau krisis.
Khususnya fasilitas dan sistem operasional dari suatu kesiapsiagaan,
perlu disediakan elemen-elemen berikut ini:
a. Sistem komunikasi darurat atau stand-by
b. Sistem peringatan dini
c. Sistem aktivasi organisasi darurat
d. Pusat pengendalian operasi darurat (sebagai pusat pengelolaan informasi)
e. Sistem untuk survei kerusakan dan pengkajian kebutuhan
f. Pengaturan untuk bantuan darurat (makanan, perlindungan sementara,
pengobatan dan lainnya).
5.3 Pengetahuan dan Sikap dalam Kajian Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi
Bencana Gempabumi
1. Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan
faktor
utama
kunci
kesiapsiagaan.
Pengetahuan yang harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai
bencana gempa bumi yaitu pemahaman tentang bencana gempa bumi dan
pemahaman tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut, meliputi
pemahaman mengenai tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi
gempa bumi serta tindakan dan peralatan yang perlu disiapkan sebelum
terjadi gempa bumi, demikian juga sikap dan kepedulian terhadap risiko
bencana
gempa
bumi.
Pengetahuan
yang dimiliki
biasanya
dapat
memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah tangga untuk siap dan
siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal di
daerah rawan bencana.
24
2. Sikap
Sebelum terjadi Gempa bumi
a. Hal-hal Mendasar
1) Mengenali
apa
yang
disebut
gempa
bumi.
Coba
baca
artikel BMKG berikut ini: Gempabumi. Baca juga artikel Wikipedia
berikut ini: Gempa bumi.
2) Pastikan bahwa struktur dan letak rumah Anda dapat terhindar dari
bahaya yang disebabkan oleh gempa bumi (longsor, liquefaction dll)
3) Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan Anda agar
terhindar dari bahaya gempa bumi.
b. Kenali Lingkungan Tempat Anda Bekerja
1) Perhatikan letak pintu, lift, serta tangga darurat.
2) Belajar melakukan P3K.
3) Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran.
4) Catat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi
gempa bumi, semisal SAR, pemadam kebakaran.
c. Persiapan pada Tempat Anda Bekerja dan tinggal
1) Perabotan (lemari, cabinet, dll) diatur menempel pada dinding (dipaku,
diikat, dll) untuk menghindari jatuh, roboh, atau bergeser pada saat
terjadi gempabumi.
2) Simpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah
pecah agar terhindar dari kebakaran.
3) Selalu mematikan air, gas, dan listrik apabila tidak sedang digunakan.
d. Hindari Kemungkinan Kejatuhan Material yang Membahayakan
1) Atur agar benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian
bawah.
2) Cek kestabilan benda yang dapat jatuh pada saat gempabumi terjadi
(misalnya lampu, lemari, dll).
e. Siapkan Peralatan yang Akan Menunjang Setelah Gempa
1) Kotak P3K
2) Senter/lampu baterai
3) Radio
4) Makanan suplemen dan air
25
Saat Terjadi Gempa Bumi
a. Jika Anda Berada di Dalam Bangunan
1) Cari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan goncangan.
2) Lindungi badan dan kepala Anda dari reruntuhan bangunan dengan
bersembunyi di bawah meja, kursi, dipan, tempat tidur, dll yang cukup
untuk tubuh Anda. Jika sempat, pakailah bantal di kepala Anda sebagai
perlindungan tambahan yang sangat baik melindungi otak.
3) Jika tidak ada meja, tempat tidur, dll untuk berlindung, sebisa mungkin
berlindunglah di sudut ruangan yang kosong (tidak ada benda-benda
yang dapat jatuh di sekitar Anda). Pakai bantal atau benda lain untuk
melindungi, terutama kepala Anda.
4) Hati-hati terhadap langit-langit yang mungkin runtuh, benda-benda
yang tergantung di dinding, kaca jendela yang mungkin pecah, dan
sebagainya. Jauhi rak buku, lemari, kaca jendela, pilar, dsb.
5) Lari ke luar apabila masih dapat dilakukan.
6) Jika Anda berada di ruangan umum, jangan buru-buru berlari keluar
karena pintu keluar akan dipenuhi orang dan pasti sulit bergerak. Lebih
baik berlindung di bawah kursi/meja.
7) Bila Anda sedang berada di pusat perbelanjaan, bioskop, dan lantai
dasar mall, jangan menyebabkan kepanikan atau menjadi korban dari
kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari pegawai atau satpam.
b. Bila Anda sedang berada di dalam lift:
1) Jika anda merasakan getaran gempabumi saat berada di dalam lift, maka
tekanlah semua tombol.
2) Ketika lift berhenti, keluar dan mengungsilah.
3) Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan
menggunakan interphone jika tersedia.
4) Jika sampai gempa selesai Anda masih terjebak dalam lift, hubungi orang
terdekat siapapun yang Anda kenal agar Anda dievakuasi. Selama Anda
terjebak, Anda harus berhemat udara. Jangan panik dan jangan bernapas
terlalu cepat. Tetaplah berteriak minta tolong.
26
c. Jika Berada di Luar Bangunan
1) Hindari gedung, tiang listrik, tebing terjal, papan reklame, pohon, dll yang
dapat roboh menimpa Anda.
2) Segera cari area terbuka.
3) Perhatikan tempat Anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah.
d. Jika Anda sedang mengendarai kendaraan
1) Segera pinggirkan kendaraan di tempat terbuka.
2) Jangan memarkir kendaraan di dekat pohon, tiang listrik, bangunan, dll.
3) Jangan berhenti di atas atau di bawah jembatan.
4) Segera keluar dari kendaraan dan cari tempat terbuka.
5) Lakukan point B.
e. Bila sedang berada di dalam kereta api
1) Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh
seandainya kereta dihentikan secara mendadak
2) Bersikap tenang dan ikuti petunjuk dari petugas kereta
3) Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan
mengakibatkan kepanikan
f. Jika Anda Tinggal atau Berada di Pantai
1) Jika Anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, segera
menuju dataran tinggi.
2) Tanda-tanda tsunami yang umum adalah terjadi getaran sebelumnya, air
laut surut drastis, terdengar suara gemuruh, burung-burung beterbangan
menjauhi pantai, perubahan gerak angin dan tekanan udara yang tidak
biasa, binatang-binatang terlihat gelisah.
g. Jika Anda Berada di Daerah Bukit atau Gunung
Ada kemungkinan terjadi tanah longsor. Menjauhlah langsung ke tempat
terbuka. Hindari tebing, pepohonan, sutet, jembatan, dsb
Setelah terjadi Gempa Bumi
a. Jika Anda Berada di Dalam Bangunan
1) Keluar dari bangunan tersebut dengan tertib.
2) Jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa.
b. Periksa lingkungan sekitar Anda
1) Periksa apabila terjadi kebakaran.
2) Periksa apabila terjadi kebocoran gas.
27
3) Periksa apabila terjadi hubungan arus pendek listrik.
4) Periksa aliran dan pipa air.
5) Segera tangani hal-hal yang membahayakan (mematikan listrik, tidak
menyalakan api dll).
6) Segera beritahu instansi terkait jika ada hal-hal yang tidak diinginkan
(kebakaran, longsor, dll).
c. Jangan mamasuki bangunan yang sudah terkena gempa
Ada kemungkinan bangunan itu akan roboh atau terjadi gempa susulan.
d. Hati-hati berjalan di daerah sekitar gempa
Kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada.
e. Beri pertolongan
Karena petugas kesehatan akan mengalami kesulitan datang ke tempat
kejadian maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orangorang berada di sekitar Anda.
f. Evakuasi
Mengungsilah segera setelah Anda diberi tahu tempat pengungsiannya.
Tempat-tempat pengungsian biasanya telah diatur oleh pemerintah daerah.
Pada prinsipnya, evakuasi dilakukan dengan berjalan kaki dibawah kawalan
petugas polisi atau instansi pemerintah. Bawalah barang-barang secukupnya.
g. Dengarkan informasi
1) Dengarkan informasi mengenai gempa bumi dari radio.
2) Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang
dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat
memperoleh informasi yang benar dari pihak berwenang, polisi, atau
petugas PMK.
3) Jangan mudah terpancing oleh isu atau berita yang tidak jelas sumbernya.
4) Jika ada arahan yang diberikan petugas, ikuti dengan baik.
5.4 Perencanaan Kedaruratan
Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan,
terutama berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana
dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana
dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari
pihak luar datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:
28
1. Rencana keluarga untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana
penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga mengetahui apa yang
harus dilakukan saat kondisi darurat (gempa bumi) terjadi.
2. Rencana evakuasi, yakni adanya rencana keluarga mengenai jalur aman yang
dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga mengenai
tempat
berkumpul
jika
terpisah
saat
terjadi
gempa,
dan
adanya
keluarga/kerabat/teman, yang memberikan tempat pengungsian sementara
saat kondisi darurat (jika gempa berpotensi tsunami).
3. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi
tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan
pertama keluarga, adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan
pertolongan pertama, dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk
keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan),
tersedianya alat/akses komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya
alat penerangan alternatif untuk keluarga pada saat darurat (senter dan baterai
cadangan/lampu/jenset).
5. Peralatan dan perlengkapan siaga bencana
6. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti
tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM, PLN,
Telkom.
7. Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana.
Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi
informasi akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga
dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta
benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi
tentang tindakan yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara
menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga
berada saat terjadinya peringatan.
Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber
informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal,
dan adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan
dini meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang
jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam
29
bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko
serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.
5.5 Upaya Kesiapsiagaan
Dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat
beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu :
1. Perencanaan dan organisasi: adanya arahan dan kebijakan, perencanaan
penanganan situasi darurat yang tepat dan selalu diperbaharui (tidak tertinggal),
struktur organisasi penanggulangan bencana yang memadai
2. Sumber daya: inventarisasi dari semua organisasi sumberdaya secara lengkap
dan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
3. Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga atau organisasi serta
menghilangkan friksi dan meningkatkan kerjasama antar lembaga atau
organisasi terkait
4. Kesiapan: unit organisasi penanggulangan bencana harus bertanggung jawab
penuh untuk memantau dan menjaga standar kesiapan semua elemen
5. Pelatihan dan Kesadaran Masyarakat: perlu adanya pelatihan yang memadai dan
adanya kesadaran masyarakat serta ketersediaan informasi yang memadai dan
akurat.
5.6 Kisi-Kisi Intrumen Penelitian
Intrumen Penelitian Meliputi Aspek :
1. Pengetahuan Kebencanaan dan Bencana Gempa Bumi
Tabel 5.1
Kisi-Kisi Pengetahuan Tentang Kebencanaan dan Bencana Gempabumi
No
1
2
3
4
Aspek
Konsep Bencana
Konsep Gempabumi
Karakteristik gempabumi
Konsep Kesiapsiagaan
Dampak gempabumi
Butir Soal
3,4
1,2
5,10
6,7
8,9
30
2. Sikap dalam Menghadapi Bencana Gempabumi
Tabel 5.2
Kisi-Kisi Sikap dalam Menghadapi Bencana Gempabumi
No
1
2
3
Indikator
Pemberian Ide,gagasan atau
masukan untuk Meningkatkan
Kesiapsiagaan Masyarakat
Kesiapan dalam Menghadapi
Bencana Gempa Bumi
Pengawasan dan Pencarian
Informasi tentang Kebencanaan
Butir Pernyataan
1,7,8,10,
2,4,5,6,11,12,13,14,15
3,9,
3. Perencanaan Kedaruratan
Perencanaan Kedaruratan dibuat dalam butir soal sebanyak 15 nomor
dan disesuaikan dengan kebutuhan analisis, meliputi :
-
Kesiapan dalam menyimpan peralatan dan dokumen penting untuk selalu
waspada dan ditempatkan d tempat yang strategis.
-
Pembuatan Jalur Evakuasi
-
Persediaan makanan dan minuman yang cukup
-
Menyiapkan backup dokumen-dokumen penting
-
Mempersiapkan Tabungan dan jaminan asuransi
-
Memiliki alat komunikasi
-
Memiliki alat kendaraan
4. Mobilitas Sumber Daya dan Upaya Kesiapsiagaan
Instrumen mengenai mobilitas sumberdaya dan upaya kesiapsiagaan
dibuat 13 butis soal meliputi aspek:
-
Keikutsertaan dalam mengikuti simulasi kebencanaan khususnya gempa
bumi
-
Cara perolehan informasi kebencanaan
-
Upaya yang dilakukan sebagai mahasiswa dalam meminimalisisr kerusakan
bencana
-
Mempersiapkan dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam mengantisipasi
bencana gempa bumi
BAB 6
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1 Rencana Tahapan Berikutnya
1. Kajian analisis Hasil kuesioner dan dilanjutan analisis data hasil penelitian
2. Penyiapan draft untuk Jurnal
3. Pembuatan Poster
4. Penyelesaian laporan akhir penelitian
31
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Tingkat kesiapsiagaan mahasiswa di Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dihitung berdasarkan kateogri
dari perhitungan nilai indeks dengan memperhatikan empat parameter, diantaranya
pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/
Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi
sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC).
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan mahasiswa di Jurusan Pendidikan
Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi dalam
menghadapi bencana gempabumi diperlukan suatu upaya khusus. Upaya tersebut
diantaranya dengan menanamkan pengetahuan tentang bencana alam khususnya
gempabumi sejak dini, sosialisasi dilakukan secara berkala dengan bekerjasama
dengan badan/lembaga penanganan bencana khususnya Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, aparat pemerintah setempat
melalui cara yang dapat diterima secara mudah oleh masyarakat serta melaksanakan
kegiatan pelatihan simulasi kebencanaan.
7.2 Saran
b. Kepada pemerintah setempat diharapkan agar kegiatan sosialisasi mengenai
kemungkinan terjadinya bencana dapat dilakukan secara rutin, sehingga
kesiapan masyarakat dapat meningkat. Sosialisasi yang dilakukan tidak terbatas
usia, komunitas sekolah yang merupakan bagian komunitas masyarakat
diharapkan dapat dibekali wawasan dan keterampilan untuk kondisi darurat.
Selain itu, perlu pula bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dan
Pemerintahan Pusat dalam usaha pengadaan sarana petunjuk jalur dan arah
evakuasi apabila terjadi bencana karena hal tersebut memiliki peranan yang
sangat besar dalam membantu masyarakat menuju ke tempat yang lebih aman.
c. Untuk Mahasiswaesadaran untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana harus ditingkatkan.
d. Kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kota dan Kabupaten Tasikmalaya,
bekerjasama dengan BPBD yang baru dibentuk, diharapkan agar upaya simulasi
kebencanaan yang belum pernah dilakukan dapat terlaksana.
32
33
e. Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota dan Kabupaten
Tasikmalaya diharapkan agar upaya penanggulangan tidak hanya terfokus pada
upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca kejadian semata seperti kecendrungan
yang terjadi pada beberapa wilayah yang telah mengalami bencana, tetapi juga
memperhatikan upaya kesiapsiagaan sebagai bagian dari upaya pra-bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Arekteknik.
2010.
Perhitungan
Gempa.
[online]
terdapat
di
:
http://arekteknik.com/page/10. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul
06:27
BMKG. Indonesia Tsunami Early Warning System. [online]. Terdapat di :
http://inatews.bmkg.go.id/tentang_tsunami.php. Update : 1 Februari 2017
Nasution, S. (2009). Metode Research (penelitian ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara
Rafi’i, Suryatna. 1984. Metode Statistik untuk Penarikan Sampel. Bandung : Bina
Cipta.
Sumaatmadja, Nursid. 1981. Metodologi Analisa Geografi. Alumni. Bandung
Supriatna, S., L. Sarmili, D.Sudana, A. Koswara. 1992. Geologi Lembar
Karangnunggal, Jawa. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat
Jendral Geologi Sumberdaya Mineral.
Tim Penyusun, 2008. Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga Bencana. Bandung:
Pusat Mitigasi Bencana-Institut Teknologi Bandung.
Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana.
Perda No.22/2010 tentang RTRW JABAR tahun 2009-2029. [online] terdapat di :
http://www.google/perdano.222010ttgRTRWJabar(2009-2029) diupdate pada
tanggal 9 April 2011.
Wibowo, Samiaji Sapto. (2011). Tingkat Kesiapsiagaan Mahasiswa Universitas
Pendidikan Indonesia (Upi) Bandung Dalam Menghadapi Gempabumi. Skripsi.
Bandung: Program Studi Pendidikan Geografi. [online] Terdapat di :
www.repository.upi/ .
Wikipedia. Geografi Indonesia. [online] terdapat di : id.wikipedia.org/wiki/GeografiIndonesia, update: 3 April 2012
34
LAMPIRAN I KUESIONER PENELITIAN
KAJIAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPA BUMI
(Studi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Siliwangi)
KUESIONER
Identitas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nama
NPM
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Semester
: ………………………………………………………………
: ………………………………………………………………
: P/L
: ………………………………………………………………
: ………………………………………………………………
: ………………………………………………………………
Petunjuk Pengisian :
a. Isilah daftar pertanyaan di bawah ini denganmemberikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban
b. Isilah kolom
PENGETAHUAN DAN SIKAP
A. PENGATAHUAN
1. Menurut anda apakah yang dimaksud
dengan Gempabumi?
a. Bencana Alam
b. Getaran di permukaan tanah
c. Getaran pada permukaan bumi
d. Penerobosan magma ke permukaan
bumi
e. Gerakan di dalam tanah
2. Apa yang dimaksud dengan Skala
Richter?
a. Titik di permukaan bumi yang berada
tepat di atas pusat gempa
b. garis di sepanjang pusat gempa
c. pusat gempa yang berada di dalam
bumi
d. Skala
magnitudo
yang
sering
digunakan untuk mengukur kekuatan
gempa
e. Alat Pengukur aktivitas kegempaan
3. Berdasarkan Pengetahuan anda apakah
Tasikmalaya merupakan daerah yang
sangat rawan terhadap Gempabumi?
a. Sangat Rawan
b. Rawan
c. Cukup Rawan
d. Tidak Rawan
e. Tidak Tahu
4. Apakah
yang
menjadi
penyebab
gempabumi di Tasikmalaya?
a. Akibat runtuhan/turban
b. Aktivitas subduksi lempeng Indo
Australia di bawah lempeng Eurasia
c. Aktivitas
Vulkanisme
Gunung
Galunggung
d. Adanya sesar aktif di Tasikmalaya
e. Struktur tanah yang labil
5. Bagaimanakah karakteristik terjadinya
gempabumi?
a. Akibatnya
dapat
menimbulkan
bencana
b. Tidak bisa diprediksi
c. Berlangsung dalam waktu yang
sangat singkat
d. Lokasi kejadian secara merata
e. Rusaknya tempat tinggal
6. Apakah
anda
mengetahui
sistem
peringatan dini ketika terjadi bencana ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Cukup Mengetahui
d. Kurang mengetahui
e. Tidak mengetahui
7. Seberapa penting Kesiapsiagaan bencana
gempabumi bagi masyarakat yang
menempati kawasan rawan bencana?
a. Sangat Penting
b. Penting
c. Cukup Penting
d. Kurang penting
35
e. Tidak penting
8. Menurut anda cara yang paling efektif
utuk meminimalisir gempa bumi di
Tasikmalaya adalah?
a. Membangun Rumah anti gempa
b. Sosialisasi Kesiapsiagaan bencana
gempabumi
c. Penyebaran
Pampflet
tentang
gempabumi
d. Menanamkan
pengetahuan
dini
tentang gempabumi
e. Mengoptimalkan sistem peringatan
dini dari bencana
9. Berdasarkan pengetahuan yang anda
ketahui Dampak apa yang paling
merugikan bagi warga di Tasikmalaya
ketika terjadi gempa?
a. Rusaknya tempat tinggal
b. Rusaknya lahan pertanian
c. Rusaknya Fasilitas Umum
d. Jatuhnya Korban
e. Banyak warga yang Trauma
10. Menurut Anda besar-kecilnya kerusakan
yang ditimbulkan oleh gempa bumi pada
sutau wilayah disebabkan oleh?
a. Jarak pusat gempa yang relatif dekat
b. Besarnya gempa yang terjadi
c. Lamanya getaran gempa yang terjadi
d. Kondisi tanah yang tidak baik
e. Kekuatan bangunan yang kurang baik
B. Sikap
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
PERNYATAAN
Gempabumi merupakan salah satu resiko yang harus saya
terima dengan pasrah karena saya bertempat tinggal di
kawasan rawan bencana
Saya selalu panik ketika terjadi gempabumi
Dampak terjadinya gempabumi menempatkan gempabumi
sebagai salah satu kejadian yang paling menakutkan bagi
saya
Saya akan berlari keluar rumah ketika gempa bumi terjadi
dan akan membawa dokumen-dokumen penting
Ketika gempabumi terjadi pada saat pembelajaran saya akan
diam dan melihat teman saya berlarian ke luar ruangan
Saya selalu menempatkan barang-barang berat rumah di
rak/lemari paling bawah
Ketika terjadi gempa tindakan utama yang saya lakukan
adalah berlindung di bawah meja
Gempabumi dapat sangat merugikan bagi saya baik secara
moril atau materil
Saya paham cara menghadapi Gempabumi karena hal
tersebut bukan hal baru bagi saya
Tasikmalaya merupakan zonasi rawan terhadap gempa bumi
Saya
selalu mengikuti
seminar/workshop tentang
kesiapsiagaan bencana gempa bumi
Saya selalu menginformasikan hasil seminar/workshop yang
saya ikuti kepada teman teman saya
Saya langsung panik ketika merasakan sedikit getaran dan
suara gemuruh yang keras
Saya akan pulang ke rumah ketika gempabumi terjadi
Saya selalu berteriak ketika gempabumi terjadi
36
SS
S
KS
TS
STS
PERENCANAAN KEDARURATAN
Keterangan Pilihan jawaban :
Cukup
: Apabila tersedia lebih dari 1
jenis alat/jumlah lebih dari 1
Kurang cukup : Apabila tersedia hanya 1 jenis
alat/jumlah hanya 1
Tidak ada
: Apabila sama sekali tidak
tersedia
8.
9.
1. Apakah anda memiliki tas cadangan yang
mudah dibawa dalam mempersiapkan diri
menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
2. Apakah anda memiliki kotak P3K dan obatobatan penting lainnya dalam mempersiapkan
diri menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
3. Apakah anda menyiapkan dokumen penting
di tempat aman dalam mempersiapkan diri
menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
4. Apakah anda memiliki cukup nomor-nomor
penting di ponsel anda yang dapat dihubungi
saat terjadi kondisi darurat dalam
mempersiapkan diri menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
5. Apakah di kampus anda memiliki peta dan
jalur evakuasi dalam menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
6. Apakah di kampus anda memiliki klinik untuk
pertolongan pertama saat bencana dalam
mempersiapkan menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
7. Apakah di kampus anda terdapat sistem
peringatan bencana gempabumi ?
a. Cukup
10.
11.
12.
13.
14.
35
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah di tempat tinggal anda memilki
persediaan makanan siap saji dan minuman
dalam mempersiapkan diri menghadapi
bencana?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah di tempat tinggal anda memiliki peta
dan jalur evakuasi dalam mempersiapkan
menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah di tempat tinggal anda memiliki
lampu/senter sebagai penerangan alternatif
dalam mempersiapkan diri menghadapi
bencana?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah anda memiliki backup dokumen
penting dalam mempersiapkan diri
menghadapi bencana?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah anda memiliki tabungan/ jaminan
asuransi yang dapat digunakan jika kondisi
darurat sebagai atisipasi dalam
mempersiapkan diri menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah anda memiliki alat komunikasi yang
bisa digunakan pada saat darurat ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak ada
Apakah anda memiliki kendaraan yang dapat
digunakan dalam kondisi darurat dalam
mempersiapkan diri menghadapi bencana ?
a. Cukup
b. Kurang cukup
c. Tidak cukup
MOBILITAS SUMBER DAYA DAN UPAYA
KESIAPSIAGAAN
6. Menurut anda apakah pemerintah kota
Tasikmalaya telah cukup memberikan
informasi lengkap terhadap masyarakat
tentang kesiapsiagaan menghadapi
bencana?
a. Sangat cukup
b. Cukup
c. Kurang
d. Sangat kurang
e. Tidak sama sekali
7. Apakah anda pernah mengikuti simulasi
evakuasi dan Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan (P3K) ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
8. Jika “pernah”, berapa kali anda mengikuti
simulasi evakuasi dan Pertolongan
Pertama pada Kecelakaan (P3K) ?
a. > 8 kali
b. 7 – 8 kali
c. 4 – 6 kali
d. 3 – 4 kali
e. 1 – 2 kali
9. Apakah yang akan anda lakukan sebagai
mahasiswa untuk meminimalisir
kerusakan akibat bencana gempabumi ?
a. Melakukan simulasi kesiapsiagan
bencana gempabumi
b. Membuat famflet agar orang lain
mengetahui tentang kesiapsiagaan
bencana
c. Update di mesia sosial tentang
kesiapsiagaan bencana
d. Menulis artikel tentang kesiapsiagaan
bencana
e. Semua akan dilakukan
10. Apakah kegiatan sosialisasi yang
dilakukan secara berkala dapat bermanfaat
dalam meningkatkan pengetahuan bencana
dan kesiapsiagaan anda ?
a. Sangat bermanfaat
b. Bermanfaat
c. Cukup bermanfaat
d. Kurang bermanfaat
e. Tidak bermanfaat
1. Apakah anda pernah mengikuti simulasi
atau penyuluhan kesiapsiagaan
menghadapi bencana gempabumi ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Jika “pernah” berapa kali anda pernah
mengikuti simulasi atau penyuluhan dalam
menghadapi gempabumi ?
a. > 8 kali
b. 7 – 8 kali
c. 4 – 6 kali
d. 3 – 4 kali
e. 1 – 2 kali
3. Jika tidak pernah, apakah kendala yang
anda alami sehingga tidak mengikuti
simulasi atau penyuluhan kesiapsiagaan
menghadapi bencana gempabumi ?
a. Tidak ada penyuluhan dari
pemerintah/dinas setempat
b. Tidak terlalu penting untuk diikuti
c. Tidak ada informasi tentang
penyelenggaraan penyuluhan
d. Mengganggu aktifitas
e. Merasa cukup mengetahui tentang
kesiapsiagaan bencana
4. Apakah anda dapat dengan mudah
mendapatkan informasi tentang
gempabumi di Tasikmalaya dari sumber
terpercaya ?
a. Sangat mudah
b. Mudah
c. Cukup mudah
d. Sulit
e. Sangat sulit
5. Menurut anda apakah pemerintah kota
Tasikmalaya telah cepat tanggap dalam
menghadapi kemungkinan terjadinya
bencana gempabumi ?
a. Sangat cepat
b. Cepat
c. Cukup cepat
d. Kurang cepat
e. Sangat lambat
36
11. Apakah menurut anda simulasi
kebencanaan dapat membantu
meningkatkan kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana gempabumi ?
a. Sangat membantu meningkatkan
kesiapsiagaan
b. Membantu meningkatkan
kesiapsiagaan
c. Cukup membantu meningkatkan
kesiapsiagaan
d. Kurang membantu meningkatkan
kesiapsiagaan
e. Tidak membantu meningkatkan
kesiapsiagaan
12. Menurut anda, upaya apakah yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
gempabumi ?
a. Menanamkan pengetahuan tentang
gempabumi
b. Mengikuti pelatihan, penyuluhan serta
simulasi
c. Menanamkan kebiasaan menabung
terhadap anggota keluarga untuk
simpanan saat terjadi bencana
d. Menyiapkan baran-barang penting
yang dapat dibawa setiap saat
e. Berdoa setiap saat agar tidak terjadi
gempabumi
13. Apakah anda setuju jika kegiatan simulasi
dilakukan secara berkala setiap tahun ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Cukup setuu
d. Kurang setuju
e. Tidak setuju
37
responden. Berdasarkan hasil analisis, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat
kesiapsiagaan
masyarakat
pesisir
di
Kecamatan Cipatujah termasuk pada kategori
hampir siap dalam menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana. Penentuan tingkat
kesiapsiagaan
memperhatikan
empat
parameter diantaranya pengetahuan dan
sikap dengan indeks nilai 75,04 (kategori
siap), perencanaan kedaruratan dengan
indeks nilai 42,86 (kategori kurang siap),
sistem peringatan degan indeks nilai 65,28
(kategori siap) serta mobilisasi sumberdaya
dengan indeks nilai 26,43 (kategori belum
siap). Keempat parameter yang dimiliki
masyarakat tergolong cukup baik. Adapun
indeks nilai yang didapat secara umum
adalah sebesar 57,32. Untuk meningkatkan
kesiapsiagaan upaya yang dapat dilakukan
diantaranya menanamkan pengetahuan sejak
dini terhadap anggota keluarga, sosialisasi
secara berkala dan simulasi kebencanaan.
Kata kunci: Kesiapsiagaan Masyarakat,
Gempa bumi, Tsunami
KAJIAN KESIAPSIAGAAN
MASYARAKAT PESISIR DALAM
MENGHADAPI BENCANA
GEMPABUMI DAN TSUNAMI
Ruli As’ari Jurusan Pendidikan Geografi FKIP
Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
[email protected]/ [email protected]
ABSTRAK
Letak geologis Indonesia yang dilalui oleh
tiga lempeng besar dunia menyebabkan
Indonesia
rawan
terkena
bencana
gempabumi dan tsunami. Tercatat dua kali
gempa Tasikmalaya (Tahun 2006 dan 2009)
yang salah satunya menimbulkan berbagai
kerusakan dan merenggut korban jiwa.
Kesiapsiagaan merupakan upaya yang dapat
dilakukan sebagai bagian dari proses mitigasi
pada tahap pra-bencana untuk meminimalisir
serta meniadakan korban akibat bencana.
Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
tingkat
kesiapsiagaan
masyarakat pesisir dalam menghadapi
bencana gempabumi dan tsunami dan upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan
Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Metode
yang digunakan deskriptif. Adapun teknik
analisis yang digunakan adalah analisis nilai
indeks dilihat dari empat parameter
kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan dan sikap/
Knowledge and Attitude (KA), perencanaan
kedaruratan/ Emergency Planning
(EP),
sistem peringatan/ Warning System (WS)
serta mobilisasi sumberdaya/ Resource
Mobilization Capacity (RMC). Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat pesisir
pantai yang berada di lima desa di
Kecamatan
Cipatujah
Kabupaten
Tasikmalaya, yaitu Desa Ciheras, Ciandum,
Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan
teknik
simple
random
sampling, dengan jumlah sampel 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia menjadikannya sebagai
negara yang memiliki lebih kurang 17.504
buah pulau dengan luas daratan 1.922.570
km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 atau
sekitar 70% luas Indonesia merupakan
perairan,
sedangkan
30%
sisanya
merupakan daratan. Namun selain diberkahi
oleh kekayaan alam yang melimpah, letak
Indonesia yang unik ini pun membawa
konsekuensi
logis
bahwa
Indonesia
merupakan negara dengan memiliki potensi
kerawanan bencana geologi yang cukup
tinggi dan tersebar dari ujung barat pulau
Sumatera hingga selatan pulau Papua. Hal
ini disebabkan oleh letak geologis Indonesia
yang dilalui oleh dua jalur pegunungan muda
dunia yaitu Pegunungan Mediterania di
sebelah barat dan Sirkum Pasifik sebelah
timur (Pasific Ring of Fire) serta berada pada
pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu
Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah
barat-baratlaut dengan kecepatan sekitar 10
cm per tahun, Lempeng Indo-Australia yang
35
bergerak
ke
utara-timurlaut
dengan
kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta
Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke
arah baratdaya dengan kecepatan 13 cm per
tahun.
Interaksi
lempeng
tersebut
menyebabkan terjadinya desakan dan
tumbukan antar ketiga lempeng yang sudah
berjalan sejak jutaan tahun yang lalu.
Tumbukan antar lempeng ini membuat
terjadinya
pergeseran,
pengangkatan,
pelipatan serta patahan di daratan dan lautan
di kepulauan Indonesia. Dalam jangka waktu
tertentu, hal itu kemudian membuat
penumpukan stres pada bidang benturan,
dan ketika energi potensial yang terjadi saat
pergeseran
lempeng,
maka
terjadilah
gempabumi maupun tsunami.
Dalam Peraturan Daerah (PERDA)
No.22 tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat
2009-2029 Pasal 35 tentang Kawasan
Rawan Bencana Alam Geologi pada butir b.2
dan b.5 disebutkan bahwa kawasan rawan
gempabumi tektonik, tersebar di daerah
rawan gempabumi Bogor-Puncak-Cianjur,
daerah rawan gempabumi SukabumiPadalarang-Bandung,
daerah
rawan
gempabumi Purwakarta-Subang-Majalengka,
dan daerah rawan gempabumi GarutTasikmalaya-Ciamis, sedangkan kawasan
rawan tsunami, tersebar di pantai Kabupaten
Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Garut, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten
Sukabumi. Bila dicermati pada butir
Peraturan Daerah (PERDA)
tersebut,
Kabupaten
Tasikmalaya
dinilai
rawan
terhadap bencana gempabumi dan tsunami.
Gempa Tasikmalaya yang terjadi pada
tanggal
17 Juli 2006 dengan kekuatan
gempa 6,8 SR yang menimbulkan tsunami di
Pangandaran dan sekitarnya mengakibatkan
rusaknya tempat tinggal masyarakat dan
fasilitas lainnya.
Berdasarkan data yang
dihimpun dari posko penanggulangan
tsunami di Pangandaran terhitung 2 hari
setelah kejadian, sedikitnya menelan korban
tewas di Kabupaten Ciamis sebanyak 251
orang, Kabupaten Tasikmalaya 56 orang dan
Kabupaten Garut seorang (detik.com: 2006).
Kejadian gempabumi terjadi lagi pada 2
September 2009, jam 14:55 dengan kekuatan
gempa 7,3 Skala Richter (SR), pusat gempa
berada pada koordinat 8,24 LS – 107,32 BT
serta berada pada kedalaman 30 km di
bawah permukaan air laut terjadi di pantai
selatan Tasikmalaya termasuk melanda
beberapa daerah di Kecamatan Cipatujah.
Kecamatan Cipatujah merupakan salah
satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya
yang beberapa daerahnya berada di Pesisir
pantai dan secara morfologi berbatasan
langsung dengan Samudra Indonesia.
Terdapat lima Desa yang berbatasan
langsung dengan Samudra Indonesia adalah
Desa Ciheras, Desa Ciandum, Desa
Cipatujah, Desa Sindangkerta, dan Desa
Cikawungading.
Perubahan paradigma mitigasi dari
upaya penanggulangan pasca bencana
menjadi siap dan siaga bencana berbasis
masyarakat
memiliki
pengaruh
yang
signifikan dalam upaya untuk mengurangi
ancaman,
mengurangi
kerentanan,
meniadakan korban akibat bencana serta
meningkatkan kemampuan dalam menangani
bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah
satu bagian dari proses manajemen bencana
khususnya
pada
tahap
pra-bencana.
Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah
satu
elemen
penting
dari
kegiatan
pengendalian resiko bencana yang bersifat
pro-aktif sebelum terjadi suatu bencana.
Pengetahuan masyarakat mengenai
kebencanaan merupakan indikator penting
dalam proses kesiapsiagaan, selain itu
perencanaan ketika terjadi kondisi darurat,
pengetahuan dan keterampilan memobilisasi
sumberdaya ditunjang dengan kondisi sistem
peringatan dini yang baik memungkinkan
suatu wilayah memiliki kesiapan yang baik
dalam menghadapi bencana. Keempat
parameter tersebut juga penting dimiliki
masyarakat Kecamatan Cipatujah yang
bermukim di sepanjang pesisir laut selatan
Indonesia.
Mengingat keberadaan kelima desa di
Kecamatan Cipatujah yang letaknya di pesisir
pantai dan memiliki kerawanan yang tinggi
terhadap bencana gempabumi dan tsunami
dengan melihat indikator kerapatan vegetasi
36
di wilayah tersebut, maka seyogyanya
masyarakat
dibekali
pengetahuan
kebencanaan,
keterampilan
merespon
keadaan darurat atau mobilisasi, serta
memulai menyiapkan rencana penyelamatan
yang dilakukan ketika bencana datang.
METODE
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
Penelitian dilakukan di lima desa yang
berada di sepanjang pesisir Kecamatan
Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, terdiri dari
Desa
Ciheras,
Ciandum,
Cipatujah,
Sindangkerta dan Cikawungading dengan
luas wilayah 10.976,38 Ha. Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat pesisir
pantai yang berada di lima desa di
Kecamatan
Cipatujah
Kabupaten
Tasikmalaya, yaitu Desa Ciheras, Ciandum,
Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan
teknik
simple
random
sampling sebesar 5% dari total jumlah
Populasi penduduk pada beberapa RW di 5
desa yang terdiri dari Desa Ciheras,
Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta, dan
Cikawungading sesuai dengan tingkat resiko
bencana dilihat dari tutupan vegetasi pantai
serta jarak keberadaan yang paling dekat ke
pantai
yang
memerlukan
tindakan
kesiapsiagaan sebagai bagian dari upaya
mitigasi pada tahap pra-bencana. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 70
responden.
Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis nilai indeks dilihat dari empat
parameter kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan
dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA),
perencanaan
kedaruratan/
Emergency
Planning (EP), sistem peringatan/ Warning
System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/
Resource Mobilization Capacity (RMC).
65 – 79
Siap
55 – 64
Hampir
siap
40 – 54
Kurang
siap
Kurang dari 40 (0 –
39)
Belum
siap
(RMC) dengan sangat baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap (KA),
perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS),
serta mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap (KA),
perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS),
serta mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan cukup baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap (KA),
perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS),
serta mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan kurang baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap (KA),
perencanaan kedaruratan
(EP), sistem peringatan (WS),
serta mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan tidak baik.
Sumber : Penelitian 2015
Penentuan kesiapsiagaan masyarakat
didapat dari perhitungan nilai indeks. Nilai
indeks dihitung dari gabungan empat
parameter dalam penelitian. Adapun untuk
perhitungan nilai indeks dihitung berdasarkan
rumus:
Nilai Indeks = ((bobot KA/100)*indeks
KA) + ((bobot EP/100)*indeks EP) +
((bobot WS/100)*indeks WS) + ((bobot
RMC/100)*indeks RMC)
Besarnya bobot pada perhitungan nilai
indeks tergantung kepada jumlah pertanyaan
masing-masing parameter. Berikut disajikan
Tabel 2 untuk bobot setiap parameter:
Kelima kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini:
Tabel 1.
Ukuran Kesiapsiagaan dan Deskipsinya
Indeks nilai
Kategori
Deskripsi
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap (KA),
Sangat
80 – 100
perencanaan kedaruratan
siap
(EP), sistem peringatan (WS),
serta mobilisasi sumberdaya
37
Tabel 2.
Kolom Bobot untuk Setiap Parameter
Mobilisa
Pengetah Perencan Sistem
si
uan dan
aan
Peringa
Sumberd
Sikap
Kedarura
tan
aya
(KA)
tan (EP)
(WS)
(RMC)
11
8
2
3
46 %
33 %
8%
13 %
Tot
al
24
100
%
Sumber : Penelitian 2015
Sedangkan untuk penetuan
indeks
setiap parameter dihitung berdasarkan
rumus:
Indeks = Total riil skor parameter x 100
Skor maksimum parameter
ditentukan wilayah-wilayah yang memiliki resiko
besar dan kecil dengan melihat keberadaan
vegetasi di setiap Desa. Perbedaan resiko
bencana di setiap Desa idealnya memiliki
perencanaan yang berbeda pula sebagai upaya
antisipasi serta kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana.
Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan
masyarakat pesisir secara umum maupun
berdasarkan tingkat resiko setiap Desa di
Kecamatan
Cipatujah,
digunakan
empat
parameter
kesiapsiagaan,
diantaranya
pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude
(KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency
Planning (EP), sistem peringatan/ Warning
System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/
Resource Mobilization Capacity (RMC). Setelah
diketahui indeks setiap parameter, kemudian
dijumlahkan dan diindeks-kan serta dijelaskan arti
dari nilai indeks akhir yang didapat.
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat di
Kecamatan
Cipatujah
dalam
menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana gempabumi dan
tsunami secara umum dapat direfleksikan dalam
bentuk indeks gabungan. Di mana indeks
tersebut merupakan gabungan dari 4 parameter
yang ada, yaitu Indeks Pengetahuan (AP =
Knowledge and Attitude), Indeks Perencanaan
Kedaruratan (EP = Emergency Planning), Indeks
Sistem Peringatan Bencana (WS = Warning
System) dan Indeks Kemampuan Mobilisasi
Sumberdaya (RMC = Resources Mobilization
Capacity). Gabungan dari semua indeks
parameter akan menghasilkan nilai indeks.
Sumber: LIPI-UNESCO/ISDR, 2006
HASIL
Lokasi Penelitian
Letak wilayah Kecamatan Cipatujah secara
administratif termasuk Kabupaten Tasikmalaya.
Kecamatan Cipatujah merupakan salah satu dari
39 Kecamatan yang ada di Kabupaten
Tasikmalaya.
Secara
astronomis,
letak
Kecamatan Cipatujah berada pada 7 o37’41,22” –
7o 46’54,23” LS dan 107o55’40,67” – 108o7’36,58”
BT. Kecamatan Cipatujah terletak di bagian
selatan dari ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya
dengan jarak tempuh ± 82 km, sebagian desa di
kecamatan ini berbatasan langsung dengan
Samudra
Indonesia.
Secara
administratif
Kecamatan Cipatujah berbatasan dengan:
Sebelah
Utara;
Kecamatan
Bantarkalong,
Kecamatan
Bojonggambir dan Kecamatan
Culamega, Sebelah Selatan; Samudra Indonesia,
Sebelah Barat, Kabupaten Garut, Sebelah Timur;
Kecamatan Karangnunggal.
Kecamatan Cipatujah memiliki pantai
dengan panjang ± 56 km sehingga mempunyai
potensi yang cukup besar dalam pengembangan
wisata bahari. Salah satu pantai yang terkenal
sebagai objek wisata adalah pantai Cipatujah dan
pantai Sindangkerta. Selain memiliki potensi
sebagai objek wisata, wilayah pesisir Kecamatan
Cipatujah
berpotensi pula sebagai tempat
pangkalan dan pengolahan ikan.
Analisis
Nilai
Indeks
untuk
Tingkat
Kesiapsiagaan Masyarakat Pesisir dalam
Menghadapi
Bencana
Gempabumi
dan
Tsunami di Kecamatan Cipatujah
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun
2007
tentang
Penanggulangan
Bencana,
kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan
merupakan salah satu elemen penting dari
kegiatan pengendalian resiko bencana yang
bersifat pro-aktif sebelum terjadi suatu bencana.
Lima Desa yang berada di pesisir
Kecamatan Cipatujah secara geografis memiliki
kerentanan terhadap bencana gempabumi dan
tsunami. Oleh sebab itu, perlu suatu upaya yang
bersifat pro-aktif dalam proses pengendalian
resiko bencana. Berdasarkan penelitian terdahulu
yang dilakukan Fenti (2010), keberadaan
vegetasi disepanjang pesisir pantai memiliki
manfaat dalam proses peredaman gelombang
tsunami. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
1. Pengetahuan dan Sikap/ Knowledge and
Attitude (KA) responden dengan hasil indeks
sebesar 75,04 termasuk pada kategori SIAP
dalam menghadapi bencana gempabumi dan
tsunami (mengacu pada ukuran kesiapsiagaan
menurut
LIPI-UNESCO/ISDR,
2006).
Besarnya indeks pengetahuan tersebut
mencerminkan secara teori, masyarakat siap
menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
2. Parameter
Perencanaan
Kedaruratan/
Emergency Planning (EP) responden dengan
indeks sebesar 42,86 termasuk pada kategori
KURANG SIAP dalam menghadapi bencana
gempabumi dan tsunami (mengacu pada
ukuran
kesiapsiagaan
menurut
LIPIUNESCO/ISDR, 2006).
3. Parameter Sistem Peringatan/ Warning
System (WS) dengan indeks sebesar 65,28
termasuk pada kategori SIAP
dalam
menghadapi bencana gempabumi dan tsunami
(mengacu
pada
ukuran
kesiapsiagaan
38
menurut LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Kesiapan
sistem peringatan masyarakat masih terbatas
pada
pemahaman
lokal.
Berdasarkan
informasi yang didapat dari responden,
kentungan menjadi tanda peringatan yang
tidak dapat diabaikan ketika terjadi gempa.
Bunyi tersebut menandakan masyarakat untuk
segera mencari tempat aman sebelum
gelombang tsunami datang. Sayangnya sistem
peringatan lokal tidak didukung dengan
menggunakan alat Tsunami Early Warning
System
seperti Buos atau OBP (Ocean
Bottom Pressure).
4. Parameter Mobilisasi Sumberdaya/ Resource
Mobilization Capacity (RMC) responden
dengan indeks 26,43 termasuk pada kategori
BELUM SIAP dalam menghadapi bencana
gempabumi dan tsunami (mengacu pada
ukuran
kesiapsiagaan
menurut
LIPIUNESCO/ISDR, 2006).
Setelah diketahui indeks setiap parameter,
untuk
menghitung
nilai
indeks
secara
keseluruhan, terlebih dahulu ditentukan bobot
untuk setiap parameter. Adapun besarnya bobot
pada perhitungan nilai indeks tergantung pada
jumlah pertanyaan masing-masing parameter.
Berikut ini disajikan Tabel 3 untuk bobot setiap
parameter:
Tabel 3.
Kolom Bobot untuk Setiap Parameter
Mobilisa
Pengetah Perencan Sistem
si
uan dan
aan
Peringa
Sumberd
Sikap
Kedarura
tan
aya
(KA)
tan (EP)
(WS)
(RMC)
11
8
2
3
46 %
33 %
8%
13 %
((8/100)*65,28)
+
((13/100)*26,43)
= (0,46 * 75,04) + (0,33 *
42,86) + (0,08 * 65,28)
+ (0,13 * 26,43)
= 34,52 + 14,14 + 5,22 +
3,44
= 57,32
Untuk mengetahui arti dari nilai
indeks sebesar 57,32, berikut ini Tabel
4 ukuran kesiapsiagaan beserta
deskripsinya.
Tabel 4
Kesiapsiagaan Masyarakat Kecamatan
Cipatujah dan Deskipsinya
Indeks
Nilai
Indeks
Hasil
Penelitian
Kategori
Deskripsi
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap
(KA), perencanaan
80 –
Sangat
kedaruratan (EP), sistem
100
siap
peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan sangat
baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap
(KA), perencanaan
65 – 79
Siap
kedaruratan (EP), sistem
peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap
(KA), perencanaan
Hampir
kedaruratan (EP), sistem
57,32
55 – 64
siap
peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan cukup
baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap
(KA), perencanaan
Kurang
kedaruratan (EP), sistem
40 – 54
siap
peringatan (WS), serta
mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan kurang
baik.
Masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap
(KA), perencanaan
Kurang
Belum
kedaruratan (EP), sistem
dari 40
siap
peringatan (WS), serta
(0 – 39)
mobilisasi sumberdaya
(RMC) dengan tidak
baik.
Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015
Tot
al
24
100
%
Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015
Penentuan
kesiapsiagaan
masyarakat
didapat dari perhitungan nilai indeks. Nilai indeks
dihitung dari gabungan empat parameter dalam
penelitian. Adapun untuk perhitungan nilai indeks
dihitung berdasarkan rumus:
Nilai Indeks = ((bobot KA/100)*indeks
KA)
+
((bobot
EP/100)*indeks EP) +
((bobot WS/100)*indeks
WS)
+
((bobot
RMC/100)*indeks RMC)
Nilai
Indeks
untuk
kesiapsiagaan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana
gempabumi dan tsunami di Kecamatan Cipatujah
Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut:
Nilai Indeks = ((46/100)*75,04) +
((33/100)*42,86)
+
39
Tabel 6.
Indeks Setiap Parameter untuk Daerah
Rawan dengan Tingkat Resiko Kecil
(Cipatujah dan Sindangkerta)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai
indeks, tingkat kesiapsiagaan masyarakat
pesisir
dalam
menghadapi
bencana
gempabumi dan tsunami di Kecamatan
Cipatujah termasuk pada kategori Hampir
siap dengan indeks nilai sebesar 57,32.
Sedangkan untuk nilai indeks yang didapat
dari penentuan tingkat resiko bencana
berdasarkan penutupan vegetasi di setiap
desa, ternyata tidak memberikan gambaran
yang jauh berbeda dengan nilai indeks yang
didapat secara keseluruhan dari semua desa.
Indeks nilai untuk daerah dengan resiko
besar (Desa Ciheras, Ciandum, dan
Cikawungading) adalah sebesar 57,01
dengan katagori hampir siap, sedangkan
daerah dengan resiko kecil (Desa Cipatujah
dan Sindangkerta) adalah sebesar 58,45
dengan kategori hampir siap. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada Tabel 4.54 berikut ini:
Paramet
er
Knowled
ge and
Attitude
(KA)
Emergen
cy
Planning
(EP)
Warning
System
(WS)
Resours
e
Mobilizat
ion
Capacity
(RMC)
Indeks
Nilai
Tabel 5
Indeks Setiap Parameter untuk Daerah Rawan
dengan Tingkat Resiko Besar (Ciheras, Ciandum,
Cikawungading)
Parame
ter
Knowle
dge and
Attitude
(KA)
Emerge
ncy
Plannin
g (EP)
Warnin
g
System
(WS)
Resour
se
Mobiliz
ation
Capacit
y
(RMC)
Indeks
Nilai
Jumlah
respon
den
Skor
Maksi
mal
Skor
Riil
Respon
den
Inde
ks
50
2750
2060
74,9
0
50
800
341
42,6
2
Kuran
g siap
50
500
311
66,2
Siap
50
300
74
24,6
7
Belu
m
siap
= (0,46 * 74,90) + (0,33 * 42,64) +
(0,018 * 66,2) + (0,13 * 24,67)
= 34,45 + 14,06 + 5,29 + 3,21
= 57,01
Jumlah
respond
en
Skor
Maksi
mal
Skor Riil
Respon
den
Inde
ks
20
1100
840
76,3
6
20
320
139
43,4
4
Kuran
g siap
20
200
146
73
Siap
20
120
29
24,1
7
Belum
siap
= (0,46 * 76,36) + (0,33 * 43,44) + (0,018
* 73) + (0,13 * 24,17)
= 35,13 + 14,34 + 5,84 + 3,14
= 58,45
Hampi
r siap
Kateg
ori
Siap
Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun
2015
Berdasarkan Tabel 5 dan 6 tersebut,
apabila dibandingkan selisih indeks nilai dari
kedua wilayah dengan tingkat resiko yang
berbeda tidak terlalu besar. Namun, hal
penting yang perlu dicermati adalah indeks
nilai untuk daerah rawan bencana dengan
resiko besar indeks kesiapsiagaannya masih
lebih kecil dibandingkan dengan indeks nilai
untuk daerah rawan dengan tingkat resiko
kecil.
Berdasarkan fakta dilapangan tersebut,
nampaknya perlu suatu upaya peningkatan
kesiapsiagaan masyarakat yang harus
dilaksanakan secara tepat dan terpadu oleh
pemerintah, masyarakat sebagai objek, serta
pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap
masalah ini. Sehingga kesadaran untuk
mempersiapkan kemungkinan terjadinya
bencana yang tidak dapat diprediksi waktu
kedatangannya dapat meningkat.
Kateg
ori
Siap
Hamp
ir
siap
40
Tabel 4.25
Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi
Bencana Gempabumi dan Tsunami
PEMBAHASAN
Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Pesisir
dalam Menghadapi Bencana Gempabumi
dan Tsunami
Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana
gempabumi dan tsunami dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi beberapa parameter
yaitu pengetahuan dan sikap, perencanaan
kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi
sumber daya. Parameter Pengetahuan dan sikap
merupakan pengetahuan dasar yang semestinya
dimiliki oleh masyarakat, meliputi pengetahuan
tentang bencana, penyebab dan gejala-gejala,
maupun apa yang harus dilakukan bila terjadi
gempabumi dan tsunami.
Parameter
perencanaan
kedaruratan
meliputi rencana yang dilakukan keluarga dan
masyarakat untuk menghadapi kemungkinan
terjadinya gempabumi dan tsunami. Parameter ini
dirinci dalam beberapa pertanyaan seperti
rencana keluarga yang telah ada, tempat
evakuasi
keluarga,
obat-obatan
maupun
kebutuhan dasar lainnya. Adapun yang akan
dianalisis dalam penelitian ini melalui nilai indeks
adalah ketersediaan berbagai perlengkapan
bencana. Indikator lain seperti tempat evakuasi
keluarga serta rencana dianalisis sebagai data
tambahan melalui teknik wawancara.
Sistem peringatan meliputi keberadaan
sumber informasi maupun respon bila mendengar
peringatan baik yang sudah ada dimasyarakat
maupun
yang
diadakan
pemerintah.
Pengetahuan
responden
tentang
sistem
peringatan serta cara memastikan tanda bahaya
yang diketahui masyarakat secara lokal akan
diukur dan dianalisis melalui analisis indeks.
Adapun parameter mobilisasi sumber daya
dirinci
kedalam
pertanyaan
mengenai
keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan dan
pelatihan keterampilan untuk bencana. Kegiatan
pelatihan akan meningkatkan keterampilan yang
dimiliki masyarakat dalam kondisi darurat.
Sehingga masyarakat akan mampu bertahan
ketika terjadi bencana sebelum mendapatkan
pertolongan dari pihak lain seperti pemerintah.
Untuk lebih jelas mengenai hal tersebut,
berikut disajikan Tabel 3. tentang kesiapsiagaan
masyarakat dalam mengahadapi bencana
gempabumi dan tsunami disertai dengan indikator
setiap variabel dalam setiap parameter.
No
Parameter
Variabel
Indikator
1
Pengetahuan
dan Sikap
(Knowledge
and Attitude)
Pengetahu
an
1. Pengetahuan masyarakat
tentang tingkat kerawanan
wilayah tempat tinggal
2. Penyebab rawannya wilayah
tempat tinggal
3. Penyebab bencana
gempabumi dan tsunami
4. Karakteristik bencana
5. Dampak kerugian akibat
bencana
1. Tindakan yang dilakukan
ketika terjadi gempabumi
dan tsunami
2. Tindakan untuk mengurangi
resiko kerugian
1. Ketersediaan obat-obatan
dan kotak P3K
2. Ketersediaan kebutuhan
dasar (makanan dan
minuman)
3. Ketersediaan alat
penerangan saat kondisi
darurat
4. Ketersediaan alat untuk
akses komunikasi
5. Ketersediaan simpanan
kedaruratan (tabungan/
asuransi)
1. Pengetahuan masyarakat
tentang sistem peringatan
dini
2. Cara memastikan tanda
bahaya tsunami
Sikap
2
Perencanaan
Kedaruratan
(Emergency
Planning)
Ketersedia
an
perlengkap
an dan
peralatan
untuk
kondisi
darurat
3
Sistem
Peringatan
(Warning
System)
4
Mobilisasi
Sumberdaya
(Resource
Mobilization
Capacity)
Sistem
peringatan
gempabum
i dan
tsunami
setempat
Tingkat
Sumber
daya
manusia
1.
2.
Frekuensi keikutsertaan
mengikuti pelatihan,
penyuluhan dan pendidikan
bencana
Kendala ketidakikutsertaan
masyarakat
Sumber : Hasil Penelitian Penulis Tahun 2015
1. Pengetahuan dan Sikap / Knowledge and
Attitude (KA)
Pengukuran pengetahuan masyarakat diukur
dengan menggunakan beberapa indikator
diantaranya pengetahuan tentang tingkat
kerawanan daerah tempat tinggal, penyebab
rawannya daerah tempat tinggal, penyebab
terjadinya
gempabumi
dan
tsunami,
karakteristik bencana gempabumi serta
tindakan yang akan dilakukan oleh responden
bila terjadi gempabumi dan tsunami.Tingkat
pengetahuan
masyarakat
yang
tinggi
memungkinkan masyarakat untuk lebih siap
dalam menghadapi kemungkinan terjadinya
bencana, sebab pengetahuan menjadi dasar
dari kesadaran untuk melakukan perencanaan
kedaruratan, peringatan dini serta mobilisasi
sumberdaya. Semakin baik pengetahuan yang
dimiliki oleh responden maka semakin siap
41
pula tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir
dalam menghadapi bencana gempabumi dan
tsunami.
Tingkat pengetahuan (KA) masyarakat yang
tinggi memungkinkan masyarakat untuk lebih
siap
dalam
menghadapi
kemungkinan
terjadinya bencana. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan masyarakat maka semakin tinggi
pula kesiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana.
2. Perencanaan Kedaruratan / Emergency
Planning (EP)
Perencanaan kedaruratan memiliki peranan
yang sama pentingnya dalam upaya
kesiapsiagaan
masyarakat
untuk
mengantisipasi terjadinya gempa bumi dan
tsunami. Dalam perencanaan ini, masyarakat
perlu mempersiapkan tas yang berisi berbagai
perlengkapan
untuk
kondisi
darurat.
Perlengkapan darurat yang diperlukan terdiri
dari; (a) Obat-obatan dan perlengkapan P3K,
(b) Makanan yang tahan lama, seperti biskuit
dan lain sebagainya, (c) Minuman, (d) Radio
yang dilengkapi dengan baterai tambahan, (f)
Senter, (g) Pakaian, (h) Fotokopi identitas diri,
(i) Perlengkapan kebersihan dan perlengkapan
lain.
Dalam perencanaan kedaruratan (EP) ini,
masyarakat perlu mempersiapkan tas yang
berisi berbagai perlengkapan untuk kondisi
darurat. Semakin lengkap peralatan yang
dimiliki masyarakat maka semakin siap
masyarakat menghadapi bencana gempabumi
dan tsunami.
3. Sistem Peringatan / Warning System (WS)
Sistem Peringatan/ Warning System menjadi
bagian penting yang tidak dapat dipisahkan
dari proses kesiapsiagaan. Tanda yang
diberikan dari proses sistem peringatan akan
disampaikan pada masyarakat sehingga
masyarakat akan segera merespon dengan
melakukan tindakan yang benar. Sistem
peringatan yang efektif sangat bermanfaat
bagi masyarakat untuk menghindarkan diri dari
bahaya yang mungkin terjadi. Sistem
peringatan yang efektif adalah dengan
menggabungkan sistem peringatan yang
dimiliki masyarakat lokal dengan sistem
peringatan yang dilakukan pemerintah.
Sistem Peringatan/ Warning System menjadi
bagian penting yang tidak dapat dipisahkan.
Semakin baik sistem peringatan yang dimiliki
masyarakat maka semakin tinggi tingkat
kesiapsiagaan masyarakat.
4. Mobilisasi
Sumberdaya
/
Resource
Mobilization Capacity (RMC)
Mobilisasi sumberdaya dalam penelitian ini
menyangkut
peningkatan
pengetahuan
masyarakat melalui kegiatan pelatihanpelatihan berbagai keterampilan yang dapat
digunakan ketika terjadi kondisi darurat.
Mobilisasi
sumberdaya
menyangkut
peningkatan pengetahuan masyarakat melalui
kegiatan
pelatihan-pelatihan
berbagai
keterampilan yang dapat digunakan ketika
terjadi kondisi darurat. Semakin banyak
keterampilan
yang dimiliki masyarakat,
semakin baik tingkat kesiapsiagaannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan
pembahasannya, maka penelitian ini dapat
disimpulkan
bahwa
tingkat
kesiapsiagaan
masyarakat pesisir dalam menghadapai bencana
gempabumi dan tsunami di Kecamatan Cipatujah
Kabupaten Tasikmalaya secara umum termasuk
pada kategori hampir siap dengan indeks nilai
sebesar 57,32. Kategori ini didapat dari
perhitungan nilai indeks dengan memperhatikan
empat parameter, diantaranya pengetahuan dan
sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan
kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem
peringatan/ Warning System (WS) dan mobilisasi
sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity
(RMC). Adapun kategori hampir siap memiliki
pengertian dimana pengetahuan dan sikap,
perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan
mobilisasi sumberdaya yang dimiliki masyarakat
tergolong cukup baik.
1. Pengetahuan dan Sikap/ Knowledge and
Attitude (KA), Pengetahuan dan sikap
komunitas
masyarakat
pesisir
tentang
bencana gempabumi dan tsunami termasuk
pada kategori siap dengan indeks nilai sebesar
75,04. Berdasarkan indeks nilai tersebut,
secara teori masyarakat dinilai siap untuk
mengadapi kemungkinan terjadinya bencana.
2. Perencanaan
Kedaruratan/
Emergency
Planning
(EP),
Tingkat
pengetahuan
masyarakat yang cukup tinggi, tidak diimbangi
dengan perencanaan yang baik dalam
mempersiapkan
menghadapi
bencana.
Ketersediaan berbagai peralatan darurat yang
dimiliki masyarakat sangat minim. Sehingga
perencanaan darurat masyarakat termasuk
pada kategori kurang siap dengan indeks nilai
sebesar 42,86.
3. Sistem Peringatan/ Warning System (WS),
Sistem peringatan yang dimiliki masyarakat
terbatas pada sistem peringatan lokal. Secara
umum sistem peringatan ini termasuk pada
42
kategori siap dengan indeks nilai sebesar
65,28.
4. Mobilisasi Sumberdaya/ Resource Mobilization
Capacity
(RMC),
Keterampilan
dan
keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan
pelatihan untuk kondisi darurat masih kurang.
Sehingga mobilisasi sumberdaya masyarakat
termasuk pada kategori belum siap dengan
indeks nilai sebesar 26,43.
REFERENSI
KCA Cipatujah 2010 (Kecamatan Cipatujah
dalam Angka) data 2009, sumber: BPS
Kabupaten Tasikmalaya.
KCA Cipatujah 2011 (Kecamatan Cipatujah
dalam Angka) data 2010, sumber: BPS
Kabupaten Tasikmalaya
Nasution, S. (2009). Metode Research
(penelitian ilmiah). Jakarta : Bumi
Aksara
Rafi’i, Suryatna. 1984. Metode Statistik untuk
Penarikan Sampel. Bandung : Bina
Cipta.
Sumaatmadja, Nursid. 1981. Metodologi
Analisa Geografi. Alumni. Bandung
Supartono.W,Drs,dkk. 2004. Ilmu Alamiah
Dasar . Ghalia Indonesia. Bogor
Supriatna, S., L. Sarmili, D.Sudana, A.
Koswara. 1992. Geologi Lembar
Karangnunggal, Jawa. Departemen
Pertambangan dan Energi, Direktorat
Jendral Geologi Sumberdaya Mineral.
Tim Penyusun, 2008. Buku Pegangan Guru
Pendidikan Siaga Bencana. Bandung:
Pusat Mitigasi Bencana-Institut
Teknologi Bandung.
Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun
2008
Tentang
Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) No 4
Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Penangulangan Bencana
43
35
Download