BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. KEHAMILAN A. Definisi Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambungan dan terdiri dari : ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. (Manuaba. 2010; h.75) Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trisemester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga minggu ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga minggu ke-40). (Prawirohardjo. 2010; h.213) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa proses kehamilan adalah proses penyatuan antara ovum dan spermatozoa di tuba fallopi, umumnya terjadi di ampula tuba, yang berkembang menjadi zigot, dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. B. Tanda - Tanda Kehamilan 1. Tanda Dugaan Kehamilan (Manuaba. 2010; h.107-108) Berikut ini adalah tanda-tanda dugaan adanya kehamilan : 12 Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 13 a) Amenorea (terlambat datang bulan). Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi. Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir dengan perhitungan rumus Naegle, dapat ditentukan perkiraan persalinan. b) Mual dan muntah (emesis). Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual dan muntah terutama pada pagi hari disebut morning sickness. Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan muntah, nafsu makan berkurang. c) Ngidam. Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang demikian disebut ngidam. d) Sinkope atau pingsan. Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan iskemia susuran saraf pusat dan menimbulkan sinkop atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu. e) Payudara tegang. Pengaruh estrogen-progesteron dan somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. Payudara membesar dan tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama. f) Sering miksi. Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh dan sering miksi. Pada triwulan ke dua, gejala ini sudah menghilang. g) Konstipasi atau obstipasi. Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus, menyebabkan kesulitan untuk buang air besar. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 14 h) Pigmentasi kulit. Keluarnya melanophore stimulating hormone hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit di sekitar pipi (kloasma gravidarum), pada dinding perut (striae lividae, striae nigra, linea alba makin hitam), dan sekitar payudara (hiperpigmentasi areola mamae, putting susu makin menonjol, kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah menifes sekitar payudara), di sekitar pipi (kloasma gravidarum). i) Epulis. Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil. j) Varises atau penampakan pembuluh darah vena. Karena pengaruh dari estrogen dan progestron terjadi penampakan pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat. Penampakan pebuluh darah itu terjadi di sekitar genitalia eksterna, kaki dan betis, dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan. 2. Tanda kemungkinan (Probability sign) (Walyani. E. S. 2015; h.72-73) Tanda kemungkinan adalah perubahan-perubahan fisiologis yang dapat diketahui oleh pemeriksa dengan melakukan pemeriksaan fisik kepada wanita hamil. Tanda kemungkinan ini terdiri atas hal-hal berikut ini : a) Pembesaran perut Terjadi akibat pembesaran uterus. Hal ini terjadi pada bulan keempat kehamilan. b) Tanda hegar Tanda hegar adalah pelunakan dan dapat ditekannya isthimus uteri. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 15 c) Tanda goodel Adalah pelunakan serviks. Pada wanita yang tidak hamil serviks seperti ujung hidung, sedangkan pada wanita hamil melunak seperti bibir. d) Tanda chadwick Perubahan warna menjadi keunguan pada vulva dan mukosa vagina termasuk juga porsio dan serviks. e) Tanda piscaseck Merupakan pembesaran uterus yang tidak simetris. Terjadi karena ovum berimplantasi pada daerah dekat dengan kornu sehingga daerah tersebut berkembang lebih dulu. f) Kontraksi braxton hicks Merupakan peregangan sel-sel otot uterus, akibat meningkatnya actomysin didalam otot uterus. Kontraksi ini tidak bermitrik, sporadis, tidak nyeri, biasanya timbul pada kehamilan delapan minggu, tetapi baru dapat diamati dari pemeriksaan abdominal pada trimester ketiga. Kontraksi ini akan terus meningkat frekuensinnya, lamanya dan kekuatannya sampai mendekati persalinan. g) Teraba ballotement Ketukan yang mendadak pada uterus menyebabkan janin bergerak dalam cairan ketuban yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa. Hal ini harus ada pada pemeriksaan kehamilan karena perabaan bagian seperti bentuk janin saja tidak cukup karena dapat saja merupakan myoma uteri. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 16 h) Pemeriksaan tes biologis kehamilan (planotest) positif Pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya human chorionic gonadotropin (hCG) yang diproduksi oleh sinsiotropoblastik sel selama kehamilan. Hormon direkresi ini peredaran darah ibu (pada plasma darah), dan eksresi pada urine ibu. Hormon ini dapat mulai dideteksi pada 26 hari setelah konsepsi dan meningkat dengan cepat pada hari ke 30-60. Tingkat tertinggi pada hari 60-70 usia gestasi, kemudian menurun pada hari ke 100-130. 3. Tanda Pasti Kehamilan (Manuaba. 2010; h.109) Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan melalui : a) Gerakan janin dalam rahim. b) Terlihat/teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin. c) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Laenec, alat kardiotokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi. Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu rontgen untuk melihat kerangka janin, ultrasonografi. C. Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologi Pada Ibu Hamil 1. Sistem Reproduksi a) Uterus Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin,plasenta,amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan. Pembesaran uterus meliputi peregangan dan penebalan sel-sel otot. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 17 Pada awal kehamilan perubahan uterus distimulasi terutama oleh hormon estrogen dan sedikit oleh progesteron. (Prawirohardjo. 2010; h.175) b) Serviks Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon estrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat. Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Akibat kadar estrogen meningkat dan dengan adanya hipervaskularisasi serta meningkatnya suplai darah makan konsistensi serviks menjadi lunak yang disebut tanda Goodell. Selama minggu awal-awal kehamilan, peniingkatan aliran darah uterus dan limfe mengakibatkan oedema dan kongesti panggul. Akibatnya uterus, serviks dan itmus melunak secara progresif dan serviks menjadi kebiruan (tanda Chadwick, tanda kemungkinan hamil), pelunakan ithmus mmenyebabkan anteflleksi uterus berlebihan selama tiga bulan pertama kehamilan. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H. P, Sujiyatini. 2010; h.55-56) c) Ovarium Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna pada usia 16 minggu. Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemampuan vili korealis yang mengeluarkan hormon korionik gonadotropin yang mirip dengan hormon luteotropik hipofisis anterior. (Manuaba. 2010; h.92) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 18 d) Vagina dan Perineum Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot perineum dan vulva, sehingga padda vagina akan terlihat keungguan yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos. (Prawirohardjo. 2010; h.178) Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu persalinan dengan meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya jaringan ikat, dan hipertrofi sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan bertambah panjangnya dinding vagina. Papilla mukosa juga mengalami hipertrofi dengan gambaran seperti paku sepatu. (Prawirohardjo. 2010; h.178) Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, dimana sekresi akan berwarna keputihan, menebal, dan Ph antara 3,5 – 6 yang merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laknat glikogen yang dihasikan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus acidophiluas. (Prawirohardjo. 2010; h.179) e) Payudara Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya menjadi lebih lunak. Setelah bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan vena-vena dibawah kulit akan lebih terlihat. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman, dan tegak. Setelah bulan pertama suatu cairan berwarna kekuningan yang Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 19 disebut kolostrum dapat keluar. Kolustrum ini berasal dari kelenjarkelenjar asinus yang mulai bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, air susu belum dapat diproduksi karena hormon prolaktin ditekan oleh prolactin inhibiting hormone. Setelah persalinan kadar progesteron dan estrogen akan menurun sehingga pengaruh inhibisi progesteron terhadap α-laktalbulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan merangsang sintesis laktose dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi air susu. Pada bulan yang sama areola akan lebih besar dan kehitaman. Kelenjar Montgomery, yaitu kelenjar sabesea dari areola, akan membesar dan cenderung untuk menonjol keluar. Jika payudara makin membesar, striae seperti yang terlihat pada perut akan muncul. Ukuran payudara sebelum kehamilan tidak mempunyai hubungan dengan banyaknya air susu yang akan dihasilkan. (Prawirohardjo. 2010; h.179) 2. Kulit a) Aliran Darah ke Kulit Meningkatnya aliran darah kulit selama kehamilan berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan panas yang terbentuk karena meningkatnya metabolisme. (Cunningham, dkk. 2013; h.116) b) Dinding Abdomen Sejak setelah pertengahan kehamilan sering terbentuk alur-alur kemerahan yang sedikit cekung dikulit abdomen dan kadang di kulit payudara dan paha. Ini disebut stria gravidarum atau strech marks. (Cunningham, dkk. 2013; h.116) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 20 c) Hiperpigmentasi Garis tengah kulit abdomen-linea alba- mengalami pigmentasi sehingga warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan (linea nigra). Kadang muncul bercak-bercak kecoklatan ireguler dengan berbagai ukuran di wajah dan leher, menimbulkan kloasma atau melasma gravidarum- apa yang disebut sebagai mask of pregnancy. Pigmentasi areola dan kulit genital juga dapat bertambah. Perubahan-perubahan pigmentasi ini biasanya hilang atau palinng sedikit berkurang nyata, setelah persalinan. Kontrasepsi oral juga dapat menyebabkan pigmentasi serupa. (Cunningham, dkk. 2013; h. 116) 3. Perubahan Metabolik Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular. Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg. (Prawirohardjo. 2010; h.180) 4. Sistem Kardiovaskular Selama kehamilan dan masa nifas, jantung dan sirkulasi mengalami adaptasi fisiologis yang besar. Perubahan pada fungsi jantung mulai tampak selama 8 minggu pertama kehamilan. Curah jantung meningkat bahkan sejak minggu kelima dan mencerminkan Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 21 berkurangnya resistensi vaskular sistemik dan meningkatnya kecepatan jantung. Kecepatan nadi istirahat meningkat sekitar 10 denyut/menit selama kehamilan. Antara minggu 10 dan 20, volume plasma mulai bertambah dan preload meningkat. Kinerja ventrikel selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan aliran denyut darah arteri. (Cunningham, dkk. 2013; h.116) 5. Traktus Digestivus Seiring dengan makin besarnya uterus, lambung dan usus akan bergeser. Demikian juga dengan yang lainnya seperti apendiks yang akan bergeser ke arah atas atau lateral. Perubahan yang nyata akan terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn) yang disebabkan oleh refluks asam lambung ke esofagus bawah sebagai akibat perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter esofagus bagian bawah. Mual terjadi akibat penurunan asam hidroklorid dan penurunan motilitas, serta konstipasi sebagai akibat penurunan motilitas usus besar. (Prawirohardjo. 2010; h.185) Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epulis selama kehamilan akan muncul, tetapi setelah persalinan akan berkurang secara spontan. Hemorrhoid juga merupakan suatu hal yang sering terjadi sebagai akibat konstipasi dan peninggkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran uterus. (Prawirohardjo. 2010; h.185) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 22 6. Traktus Urinarius Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu aka timbul kembali. (Prawirohardjo. 2010; h.185) 7. Sistem Endokrin Hormon prolaktin akan meningkat 10 x lipat pada saat kehamilan aterm. Sebaliknya, setelah persalinan konsentrasinya pada plasma akan menurun. Hal ini juga ditemukan pada ibu-ibu yang menyusui. Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml pada saaat persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan peningkatan vaskularisasi. (Prawirohardjo. 2010; h.186) Kelenjar adrenal pada kehamilan normal sedangkan hormon adrostenedion, testoteron, aldosteron, dan kartisol akan meningkat. akan mengecil, dioksikortikosteron, Sementara itu, dehidroepiandrosteron sulfat akan menurun. (Prawirohardjo. 2010; h. 186) 8. Sistem Muskuloskeletal Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada kehamilan. Akibat kompensasi dari pmbesaran uterus ke posisi anterior , lordosis menggeser pusat daya barat ke belakang ke arah dua tungkai. Sendi sakroilliaka, sakrokoksigis, dan pubis akan meningkat mobilitasnya, yang diperkirakan karena pengaruh hormonal. Mobilitas Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 23 tersebut dapat mengakibatkan perubahan sikap ibu dan pada akhirnya menyebabkan perasaan tidak enak pada bagian bawah punggung terutama pada akhir kehamilan. (Prawirohardjo. 2010; h. 186) D. Perubahan dan adaptasi Psikologis dalam masa Kehamilan 1. Trimester I Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan. Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas psikologis pertama sebagai calon ibu untuk dapat menerima kenyataan akan kehamilannya. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h. 71) Selain itu akibat dari dampak terjadinya peningkatan hormon estrogen dan progesteron pada tubuh ibu hamil akan mempengaruhi perubahan pada fisik sehingga banyak ibu hamil yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan, dan kesedihan. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h. 71) Dia akan merenungkan keadaan dirinya. Dari munculnya kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang pernah dialaminya sebelum kehamilan, efek kehamilan yang akan terjadi pada hidupnya (terutama jika ia wanita karir), tanggung jawab baru atau tambahan yang akan dipikul, kecemasannya tentang kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan rumah, penerimaan kehamilannya oleh orang lain. Saat itu, beberapa ketidaknyamanan trimester pertama berupa mual, lelah, perubahan selera, emosional, mungkin mencerminkan konflik dan depresi yang Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 24 dialami dan dapat terjadi pada saat ia teringat tentang kehamilannya. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h.71) 2. Trimester II Trimester kedua sering dikenal sebagai periode kesehatan yang baik, yakni ketika wanita merasa nyaman dan bebas dari segala ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil. Namun, trimester kedua juga merupakan fase ketika wanita menelusur ke dalam dan paling banyak mengalami kemunduran. Trimester kedua sebenarnya terbagi atas dua fase; praquickening dan pasca-quickening. Quickening menunjukkan kenyataan adanya kehidupan yang terpisah, yang menjadi dorongan bagi wanita dalam melaksanakan tugas psikologis utamanya pada trimester kedua, yakni mengembangkan identitas sebagai ibu bagi dirinya, yang berbeda dari ibunya. (Walyani. E. S. 2015; h.65) 3. Trimester III Trimester ketiga sering disebut sebagai periode penantian. Pada periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari dirinya, dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya. Ada perasaan tidak menyenangkan ketika bayinya tidak lahir tepat pada waktunya, fakta yang menempatkan wanita tersebut gelisan dan hanya bisa melihat dan menunggu tanda-tanda dan gejalanya. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h.74) Trimester tiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran dan kedudukan sebagai orang tua, seperti terpusatnya perhatian pada kehadiran bayi. Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita mungkin khawatir terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak akan Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 25 tahu kapan dia melahirkan. Ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak nyaman timbul kembali karena perubahan body image yaitu merasa dirinya aneh dan jelek. Ibu memerlukan dukungan dari suami, keluarga dan bidan. (Kusmiyati. Y, Wahyuningsih. H.P, Sujiyatini. 2010; h. 74) Wanita juga mengalami proses seperti kehilangan perhatian dan hak istimewa yang dimiliki selama kehamilan, terpisahnya bayi dari bagian tubuhnya, dan rasa kehilangan kandungan dan menjadi kosong. Perasaan canggung, jelek, tidak rapi, dia membutuhkan perhatian yang lebih besar dari pasangannya. (Kusmiyati, Wahyuningsih, Sujiyatini, 2010; h.75) E. PATOLOGI KEHAMILAN 1. Hiperemesis Gravidarum Mual muntah yang berlebihan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan menyebabkan kekurangan cairan dan terganggunya keseimbangan elektrolit. ( Manuaba. 2010; h. 229) 2. Abortus (Kusmiati. 2009; h. 154-158) a) Pengertian (1) Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar kandungan. (2) Abortus spontan adalah abortus terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 26 (3) Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu dengan tujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. b) Jenis Abortus (1) Abortus Imminens Abortus yang mengancam, perdarahan bisa berlanjut beberapa hari atau dapat berulang. (2) Abortus insipiens Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan dilatasi serviks. (3) Abortus incomplitus Sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya berlangsung banyak dan membahayakan ibu. (4) Abortus komplitus Hasil konsepsi telah lahir dengan lengkap. (5) Abortus tertunda (Missed Abortus) Apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. (6) Abortus Habitualis Merupakan abortus spontan yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 27 (7) Abortus Febrialis Abortus yang disertai rasa nyeri atau febris. 3. Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar rahim (uterus), misalnya dalam tuba fallopi, ovarium, rongga perut, serviks. Apabila terjadi ruptur dilokasi implantasi kehamilan, maka akan terjadi keadaan perdarahan masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu. (Kemenkes RI. 2013. 94) 4. Mola Hidatidosa Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi proliferasi dari villi korialis disertai dengan degenerasi hidrofik. (Kusmiati. 2009; h. 159) 5. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia, dan eklampsia Definisi Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan darah tinggi ( 140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis. (Kemenkes RI. 2013; h. 109) a) Hipertensi Kronik Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan. (Kemenkes RI. 2013; h. 109) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 28 b) Hipertensi Gestasional Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan. (Kemenkes RI. 2013; h. 110) c) Preeklampsia dan Eklampsia (1) Preeklampsia Ringan Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu, tes urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam. (Kemenkes RI. 2013; h. 111) (2) Preeklampsia Berat Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu, tes urin menunjukkan proteinuria +2 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam, atau disertai keterlibatan organ lain : (a) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati (b) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas (c) Sakit kepala, skotoma penglihatan (d) Pertumbuhan janin terlambat, oligohidromnion (e) Edema paru dan / gagal jantung kongestif (f) Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dl (Kemenkes RI. 2013; h. 111) (3) Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu), tes celup urin menunjukkan protein >+1 Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 29 atau trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu. (Kemenkes RI. 2013; h. 112) (4) Eklampsia (a) Kejang umum dan/atau koma (b) Ada tanda dan gejala preeklampsia Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan meningitis) (Kemenkes RI. 2013; h. 112) 6. Anemia pada Kehamilan a) Definisi Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia kehamilan disebut “potential danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Menurut WHO dikatakan anemia apabila Hb kurang dari 11 g/dl (Manuaba. 2010; h. 237) b) Kebutuhan Zat Besi pada Wanita Hamil (Manuaba. 2010; h.238) Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan perhatikan bagan berikut : Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 30 Meningkatkan sel darah ibu 500 mg Fe Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe Untuk darah janin 100 mg Fe Jumlah 900 mg Fe Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. c) Diagnosis Anemia pada kehamilan (Manuaba. 2010; h. 239) Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut : Hb 11 g% tidak anemia Hb 9-10 g% anemia ringan Hb 7-8 g% anemia sedang Hb <7 g% anemia berat d) Pemeriksaan Hb Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang pertama kali, lalu diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemeriksaan Hb adalah salah satu upaya untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil. (Walyani. 2015; h. 81) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 31 e) Pengaruh Anemia pada Kehamilan (Manuaba. 2010; h. 240) (1) Pengaruh anemia terhadap kehamilan: (a) Bahaya selama kehamilan: Dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD). (b) Bahaya saat persalinan : Gangguan His (kekuatan mengejan), kala satu lama, kala dua lama, retensio plasenta, perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri. (c) Pada saat nifas: Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae. (2) Bahaya anemia terhadap janin: anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia akan terjadi gangguan dalam bentuk : abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal. f) Pengobatan Anemia dalam Kehamilan Untuk menghindari terjadinya anemia, sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 32 data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium. Untuk mengurangi anemia, pemerintah telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke posyandu. (Manuaba. 2010; h. 240) F. Asuhan Antenatal Care 1. Definisi Asuhan antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persiapan persalinan yang aman dan memuaskan. (Walyani. E.S. 2015; h.78) 2. Tujuan Asuhan Antenatal Care a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi. b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu juga bayi. c) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan. d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin. e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 33 f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. (Walyani. E. S. 2015; h.79) 3. Jadwal pemeriksaan Antenatal Dengan memerhatikan batasan dan tujuan pengawasan atenatal, maka jadwal pemeriksaan adalah sebagai berikut: (Manuaba, 2010; hal. 111) a) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid. b) Pemeriksaan ulang: Setiap bulan sampai usia kehamilan 6 sampai 7 bulan. Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan. Setiap 1 minggu sejak usia kehamilan 8 bulan sampai terjadi persalinan. c) Pemeriksa khusus bila terdapat keluhan tertentu. Menurut (Kusmiati. Y,dkk. 2010. h;172) setiap wanita hamil memerlukan minimal empat (4) kali kunjungan selama kehamilannya: (1) Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu) (2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua ( antara minggu 1428) (3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 dan sesudah mingu ke 36). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 34 4. Konsep pemeriksaan/pengawasan antenatal Tabel 2.1 konsep pemeriksaan/pegawasan antenatal Konsep pemeriksaan / pengawasan antenatal 1. 2. 3. 4. 1. 2. a) b) c) 1. 1. a) b) c) 2. a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) 1. a) b) 2. a) b) c) 3. 4. 5. 6. a) b) c) 1. 2. 3. 4. 5. Anamnesis Data biologis Keluhan hamil Fisiologis Patologis (abnormal) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan fisik khusus Obstetri Pemeriksaan dalam / rektal Pemeriksaan ultrasonografi Pemeriksaan psikologis Status kejiwaan dalam menghadapi kehamilan Pemeriksaan laboratorium Laboratorium rutin Darah lengkap Urine lengkap Tes kehamilan Laboratorium khusus Pemeriksaan TORCH Pemeriksaan serologis Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal Pemeriksaan protein darah Pemeriksaan golongan darah Pemeriksaan faktor Rh Pemeriksaan air ketuban Pemeriksaan infeksi hepatitis B ibu/bayi Pemeriksaan estriol dalam urine Pemeriksaan infeksi AIDS Diagnosis kehamilan Kehamilan normal Tanpa keluhan Hasil pemeriksaan laboratorium baik Kehamilan dengan risiko Risiko tinggi / sangat tinggi Meragukan Risiko rendah Kehamilan disertai penyakit ibu yang mempengaruhi janin Kehamilan disertai komplikasi Kehamilan dengan nilai nutrisi kurang Diagnosa diferensial Amenorea sekunder Pseodosiesis Tumor ginekologis Pemeriksaan lebih lanjut Pengobatan penyakit yang menyertai hamil Pengobatan penyukit kehamilan Penjadwalkan pemberian vaksinasi Memberikan preparat penunjang kesehatan : Vitamin (Obimin AF, Prenafit, Vicanatal, Barralat, Biosanbe, dan sebagainya), tambahan preparat Fe Menjadwalkan pemeriksaan ulang Pemeriksaan hamil. Pemeriksaan pertama kehamilan diharapkan dapat menetapkan data dasar yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim dan kesehatan ibu sampai persalinan. Sumber : Manuaba. 2010; h.111-112 Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 35 II. PERSALINAN A. Definisi Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 2010; h.164) Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsespsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. Penyebab awitan persalinan spontan tidak diketahui, walaupun sejumlah teori menarik telah dikembangkan dan professional perawatan kesehatan mengetahui cara menginduksi persalinan pada konsisi tertentu. (Varney. 2008; h.672) Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu (Mochtar,R. 2012; h.71) : Kala 1 : waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm. Kala pembukaan dibagi atas 2 fase 1. Fase laten : pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai pembukaan 3 cm, lamanya 7-8 jam 2. Fase aktif : berlangsung selama 6 jam dan dibagi 3 subfase a) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. b) Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 36 c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap) Kala II : kala pengeluaran janin, sewaktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengejan mendorong janin hingga lahir. Kala III : waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri. Kala IV : mulai dari lahirnya uri, selama 1-2 jam. B. Persalinan normal Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan, adalah proses lahirnya bayi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsungkurang dari 24 jam. (Mochtar,R. 2012; h.69) C. Penyebab Terjadinya Persalinan. Bagaimana terjadinya persalinan belum diketaui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan HIS. Perlu diketaui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu : 1. Estrogen yang meningkatkan sensitivitas otot rahim, memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis. 2. Progesteron yang menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsang dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan 3. prostaglandin, rangsangan mekanis dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi. (Manuaba. 2012. h;167) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 37 Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis pars posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam membentuk Braxton Hicks. Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan, oleh karena itu makin tua usia kehamilan frekuensi kontraksi makin sering. (Manuaba. 2012; h.167) Oksitosin diduga bekerja bersama prostaglandin yang makin meningkat mulai dari usia kehamilan minggu ke-15. Di samping itu, faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan. (Manuaba. 2012; h.167) Bagaimana terjadinya persalinan masih belum dapat diketahui, besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifactor. Berdasarkan teori yang dikemukakan persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan dengan jalan: (Manuaba. 2012; h.167) 1. Memecahkan ketuban untuk mengurangi keregangan otot rahim sehingga, kontraksi segera dapat dimulai. Keregangan yang melampaui batas melemaskan kontraksi rahim, sehingga perlu diperkecil, agar Hits dapat dimulai. 2. Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi dengan oksitosin drip, dengan prostaglandin. 3. Induksi persalinan dengan mekanis menggunakan laminaria stiff. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 38 4. Persalinan dengan tindakan operasi (seksio sesaria) D. Permulaan terjadi persalinan Tabel 2.2 teori kemungkinan terjadinya proses persalinan (Manuaba. 2012; h.168) Teori Uraian Teori ketegangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan persalinan. Teori penurunan progesterone Proses penuaan plasenta terjadi saat usia kehamilan 28 minggu, karena terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu. Teori oksitosin internal Oksitonsi dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Dengan menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai. Konsentrasi prostaglandin meningkatkan sejal usia kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan. Teori prostaglandin Teori hipotalamus suprarenalis hipotisis dan glandula Sumber pustaka: Manuaba. 2010; h. 168 Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973. Pemberian kortikostiroid dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan. Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipatalamus hipofisis dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 39 E. Tanda- Tanda Dimulainya Proses Persalinan (Sondakh. 2013; h. 3) 1. Terjadinya His Persalinan Sifat his persalinan adalah : a) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan. b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar c) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan akan makin bertambah. 2. Pengeluaran Lendir dengan Darah Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang akan menimbulkan: a) Pendataran dan pembukaan b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah. 3. Pengeluaran Cairan Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam. 4. Hasil-Hasil yang Didapatkan pada Pemeriksaan Dalam a) Perlunakan serviks b) Pendataran serviks c) Pembukaan serviks Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 40 F. Penatalaksanaan persalinan Asuhan Persalinan Normal (Kemenkes RI. 2013; h. 36-49) 1. Kala I Tatalaksana a) Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu b) Jika ibu tambak gelisah/kesakitan: (1) Biarkan ia berganti posisi sesuai dengan keinginan, tapi jika ditempat tidur sarankan untuk mirirng kiri. (2) Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai kesanggupannya (3) Anjurkan suami atau keluarga memijat punggung atau membasuh muka ibu (4) Ajari teknik bernapas c) Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan orang lain tanpa seizin ibu. d) Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setalah buang air kecil/besar. e) Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir, suhu ruangan minimal 250C dan semua pintu dan jendela harus ditutup. f) Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi. g) Sarankan ibu berkemih sesring mungkin. h) Pantau parameter berikut secara rutin dengan menggunakan patograf. Tabel 2.3 penilaian dan intervensi selama kala I Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 41 Parameter Frekuensi pada kala I fase laten Tekanan darah Suhu tiap 4 jam Nadi Denyut jantung janin Kontraksi Tiap 1 jam Pembukaan serviks Penurunan kepala Warna cairan amnion Tiap 4 jam Tiap 2 jam Tiap 30-60 menit Tiap 1 jam Tiap 30 menit Tiap 4 jam* Tiap 4 jam* Tiap 4 jam * Frekuensi pada kala I fase aktif Tiap 4 jam Tiap 30-60 menit Tiap 30 menit Tiap 4 jam* Tiap 4 jam* Tiap 4 jam* *Dinilai pada setiap pemeriksaan dalam (Kemenkes RI. 2013; h. 37) i) Pasang infus intravena untuk pasien dengan: (1) Kehamilan lebih dari 5 (2) Hemoglobin 9g/dl atau hematokrit 27 % (3) Riwayat gangguan perdarahan (4) Sungsang (5) Kehamilan ganda (6) Hipertensi (7) Persalianan lama j) Isi dan letakkan patograf di samping tempat tidur atau di dekat pasien k) Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan l) Persiapan rujukan jika terjadi komplikasi 2. Kala II, III dan IV a) Tatalaksana Tatalaksana pada kala II, III dan IV tergabung dalam 58 langkah APN yaitu : Mengenali tanda dan gejala kala dua (1) Mendengar, melihat dan memeriksa tanda dan gejala kala dua (a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 42 (b) Ibu merasa tekanan yang semakin menigkat pada rektum dan vagina (c) Perinium menonjol dan menipis (d) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka Menyiapkan Pertolongan Persalinan (2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial. (a) Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam wadahnya (b) Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan hangat (c) Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan bersih (d) Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di dalam partus set/wadah DTT (e) Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi (f) Persiapan bila terjadi kegawatan pada ibu: cairan kristaloid, set infus (3) Kenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata. (4) Lepaskan semua perhiasan pada lengan dan cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk atau tissue pribadi yang bersih. (5) Memakai sarung tangan steril/ DTT untuk periksa dalam. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 43 (6) Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set/wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik (7) Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT. (8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah,dengan syarat: kepala sudah masuk kedalam panggul dan tali pusat tidak teraba. (9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan. (10) Periksa Denyut Jantung Janin ( DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran (11) Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik (12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (a) bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ibu merasa nyaman). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 44 (13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran: (a) Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai (b) Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai (14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. Mempersiapan Pertolongan Kelahiran Bayi (15) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi. (16) Letakkan kain bersih yang di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu. (17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan. (18) Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan. Membantu lahirnya kepala (19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering, sementara tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. (a) Anjukan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal. (20) Periksa lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi. (a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 45 (b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara dua klem tersebut. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi (21) Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Membantu Lahirnya Bahu (22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. (a) Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis. (b) Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai (23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. (a) Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas. (24) Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi. (a) Pegang kedua mata kaki (masukan telunjuk diantara kaki dan pegang masing – masing mata kali dengan ibu jari dan jari – jari lainnya). Penanganan bayi baru lahir (25) Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk menilai apakah ada asfiksia bayi: Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 46 (a) Apakah kehamilan cukup bulan? (b) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan? (c) Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif? Bila ada jawaban “TIDAK”, bayi mungkin mengalami asfiksia. Segera lakukan resusitasi bayi baru lahir sambil menghubungi dokter spesialis anak. Bila dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapan rujukan. Pengisapan lendir jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara rutin (26) Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu: (a) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks) (b) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering (c) Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada dan perut ibu (27) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal). Manajemen Aktif Kala III (28) Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik). (29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin). (30) Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi (kecuali pada Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 47 asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama. (31) Potong dan ikat tali pusat (a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian gunting tali pusat diantara 2 klem terebut (sambil lindungi perut bayi) (b) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan simpul kunci (c) Lepaskan klem dan masukan dalam larutan klorin 0,5%. (32) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kekulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu. (33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi di kepala bayi Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir (34) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva. (35) Letakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 48 (36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang – atas (dorsocranial) secara hati – hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas. (a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga melakukan stimulasi puting susu. (37) Lakukan penengangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap dilakukan tekanan dorso-kranial). (a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta (b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat: (i) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM (ii) Lakukan katerisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh (iii) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan (iv) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya (v) Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir (vi) Bila terjadi pendarahan, lakukan plasenta manual (38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 49 (a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari – jari tang atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal. (39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). (a) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/massase. Menilai perdarahan (40) Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun bayi dan pastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus. (41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan pendarahan aktif. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV) (42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi pendarahan pervaginam. (43) Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu – bayi ( di dada ibu paling sedikit 1 jam). (a) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu (b) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 50 berlangsung pada menit ke- 45-60, dan berlangsung selama 1020 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara. (c) Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu, (d) Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi. (e) Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. (f) Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu. (g) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya. (h) Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduannya sampai bayi hangat kembali. (i) Tempatkan ibu dan bayi diruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginanya. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 51 (44) Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular dipaha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi, pastikan suhu tubuh bayi normal, berikan gelang pengenal bayi, lakukan pemeriksaan untuk melihat cacat bawaan. (45) Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian vitamin K1) di paha kana anterolateral. (a) Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu – waktu bisa disusukan (b) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu. (46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam (a) 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan (b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan (c) Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pascapersalinan (d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri (47) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai kontraksi, mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis. (48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 52 (49) Memeriksa nadi, tekanan darah dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan. (a) Periksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascapersalinan (b) Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal. (50) Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40 – 60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C). (a) Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24 jam setelah suhu stabil. (51) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi. (52) Buang bahan - bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. (53) Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. (54) Pastikan bahwa ibu nyaman. (a) Bantu ibu memberikan ASI. (b) Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya. (55) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 53 (56) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. (57) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang kering dan bersih. (58) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV. G. PATOGRAF 1. Definisi Patograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. 2. Tujuan utama dari penggunaan patograf adalah untuk : a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam. b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadi partus lama. c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pameriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status dan rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 54 3. Kondisi ibu dan bayi yang harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu : a) Denyut jantung janin setiap ½ jam b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam c) Nadi setiap ½ jam d) Pembukaan serviks setiap 4 jam e) Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam f) Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam g) Produksi urin, aseton, dan protein setiap 2 sampai 4 jam. ( Asuhan Persalinan Normal. 2008; h. 57-58) H. PENYULIT PERSALINAN 1. Kala I a) Kelainan kontraksi otot rahim, yaitu : (1) Inersia uteri yaitu his yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi : (a) Inersia uteri primer, bila sejak semula kekuatannya sudah lemah (b) Inersia uteri sekunder jika his pernah cukup kuat tetapi kemudian lemah. (2) Tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat dan terlalu sering (Manuaba. 2010; h.372) b) Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu. (Kemenkes RI. 2013; h.122) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 55 c) Persalinan Preterm Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu (Kemenkes RI. 2013; h.118) d) Kehamilan Lewat Waktu Definisi WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan usia 42 minggu penuh ( 294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir. Namun, penelitian terkini menganjurkan tatalaksana lebih awal. Dignosis (1) USG di trimester pertama (usia kehamilan antara 11-14 minggu) sebaiknya ditawarkan pada semua ibu hamil untuk menentukan usia kehamilan dengan tepat. (2) Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG, trimester pertama waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan berdasarkan hasil USG. (3) Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 10 hari berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG, trimester kedua waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan berdasarkan hasil USG. (4) Ketika terdapat perbedaan hasil USG trimester pertama dan kedua, usia kehamilan ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 56 (5) Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk menentukan hari pertama haid terakhir, waktu DJJ pertama terdeteksi, dan waktu gerakan janin pertama kali dirasakan. Faktor predisposisi Riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya Tatalaksana a) Tatalaksana Umum (1) Sedapat mungkin rujuk pasien kerumah sakit. (2) Apabila memungkinkan, tawarkan pilihan membrane sweeping antara usia kehamilan 38-41 minggu setelah berdiskusi mengenai resiko dan keuntungannya. (3) Tawarkan induksi persalinan mulai dari usia kehamilan 41 minggu. (4) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41 – 42 minggu sebaiknya meliputi non-stess test dan pemeriksaan volume cairan amnion. (5) Bila usia kehamilan telah mencapai 42 minggu, lahirkan bayi. b) Tatalaksana Khusus : (Kemenkes RI. 2013; h.126-127) INDUKSI PERSALINAN a) Definisi Induksi partus adalah suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelm dan sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. ( Mochtar. R. 2012. h;40) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 57 Dalam ilmu kebidanan, ada kalanya suatu kehamilan terpaksa diakhiri karena adanya suatu indikasi. Indikasi dapat datang dari sudut kepentingan hidup ibu dan/ atau janin. Hasil induksi partus bergantung pula pada keadaan serviks. Sebaiknya induksi partus dilakukan pada serviks sudah atau mulai matang (ripe atau favourable), yaitu kondisi serviks sudah lembek, dengan pendataran sekurang-kurangnya 50% dan pembukaan serviks satu jari. (Mochtar. R. 2012. h;40) b) Nilai Pelvis Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalam guna memberi kesan tentang keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tabel nilai pelvis (Mochtar. R. 2012. h;40) Tabel 2.3 nilai pelvis 1. Skor Pendataran serviks 2. Pembukaan serviks 3. Konsistensi serviks 4. Arah mulut serviks 5. Turunnya bagian terbawah janin terhadap spina iskhiadika atau menurut bidang hodgej Jumlah nilai 0 1 2 Tubuler panjang Tertutup Panjang 1 cm 1 cm Kurang dari cm 2 cm Keras Mulai lunak Lunak Sakral Aksial Anterior Diatas 2 cm atau hodge II -1 cm sampai 2 cm hoodge II+ -1 cm Hoodge III 1 Nilai nol (Mochtar. R. 2012; h.40) Selanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Apabila skor diatas 5, pertama-tama lakukanlah amniotomi. Jika 4 jam kemudian tidak terjadi kemajuan persalinan, berikan infus tetes oksitosin Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 58 2. Apabila skor dibawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infus tetes oksitosin. Setelah beberapa lama berjalan, nilai pelvis dievaluasi kembali : Jika skor diatas 5, lakukan amniotomi Jika skor dibawah 5, oksitosin tetes diulangi Jika setelah 2-3 kali serviks belum juga matang, segera lakukan amniotomi c) INDIKASI (Mochtar. R. 2012. h;40) (1) Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan eklamsi (2) Postmaturitas (3) Ketuban pecah dini (4) Kematian janin dalam kandungan (5) Diabetes mellitus, pada kehamilan 37 minggu (6) Antagonisme Rhesus (7) Penyakit ginjal berat (8) Hidramnion yang besar (berat) (9) Cacat bawaan seperti anensefalus (10) Keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin (11) Primigravida tua (12) Perdarahan antepartum (13) Indikasi non medis, sosial, dan ekonomi dan sebagainya d) KONTRAINDIKASI (Mochtar. R. 2012. h;41) (1) Disproporsi sefalopelvik (2) Ibu menderita penyakit jantung berat Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 59 (3) Hati-hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat, seperti pada bekas seksio sesarea, miomektomi yang luas dan ekstensif e) CARA INDUKSI PARTUS (Mochtar. R. 2012. h;41) Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : (1) Cara kimiawi (2) Cara mekanis, (3) Cara kombinasi mekanis dan kimiawi. f) INDUKSI PERSALINAN DENGAN KATETER FOLEY (Saiffudin. A.B. 2010. h;P-15) Kateter Folley merupakan alternatif lain di samping pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan. Jangan lakukan kateter volley jika ada riwayat pendarahan, ketuban pecah, pertumbuhan janin terlambat, atau infeksi vaginal (1) Kaji ulang indikasi (2) Pasang spekulum DTT di vagina (3) Masukkan kateter volley pelan-pelan melalui serviks dengan menggunakan forseps DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum. (4) Gembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air (5) Gulung sisa kateter dan letakkan divagina (6) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau sampai 12 jam (7) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan infus oksitosin. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 60 2. Kala II a) Persalinan Lama ( Saifuddin. 2010. h; M- 47) Yaitu: (1) Fase laten lebih dari 8 jam. (2) Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama) (3) Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada patograf b) Malpresentasi dan Malposisi Malposisi merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks. ( Saifuddin. 2010. h; M- 57) c) Distosia Bahu Distosia bahu yaitu kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan. ( Saifuddin. 2010. h; M- 69) 3. Kala III a) Retensio plasenta Retensio plasenta adalah kelahiran plasenta yang tertahan atau belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (sondakh. 2013; h. 45) 4. Kala IV a) Perdarahan Pascapersalinan (1) Definisi : Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin (Saifuddin. 2010; h.M-25) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 61 (2) Macam-macam (Saifuddin. 2010; h.M-26) (a) Perdarahan Pascapersalinan Primer adalah perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan (b) Perdarahan Pascapersalinan Sekunder adalah perdarahan setelah 24 jam pertama persalinan (3) Diagnosis (Saifuddin. 2010; h.M-27) (a) Antonia uteri: (i) uterus tidak berkontraksi dan lembek (ii) perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca persalinan primer) (b) Robekan jalan lahir : (i) perdarahan segara (ii) darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (iii) uterus kontraksi baik (iv) plasenta lengkap (c) Tertinggalnya sebagian plasenta : (i) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap (ii) perdarahan segera (d) Inversio uteri (i)uterus tidak teraba (ii)lumen vagina terisi massa (iii)tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) (iv)perdarahan segera (v) Nyeri sedikit atau berat Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 62 (e) Perdaarahan terlambat( Endometritis atau sisa plasenta) (i)Sub-involusi uterus (ii) Nyeri tekan perut bawah (iii) Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi) III. BAYI BARU LAHIR (BBL) A. Definisi Bayi Baru Lahir Normal Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 - 42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sondakh. 2013. h;150) Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42 minggu dengan berat badan sekitar 2500 – 3000 gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm. (Sondakh. 2013. h;150) B. Ciri-Ciri Bayi Normal : 1. Berat badan lahir bayi 2500-4000 gram. 2. Panjang badan bayi 48-50 cm. 3. Lingkar dada bayi 32-34 cm. 4. Lingkar kepala bayi 33-35 cm. 5. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian turun sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit. 6. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 63 7. Kulit berwarna kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup terbentuk dan dilapisi verniks caseosa. 8. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh balik. 9. Kuku telah agak panjang dan agak lemas 10. Genetalia : testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora telah menutupi labia minora (pada bayi perempuan). 11. Refleks hisap, menelan dan moro telah terbentuk. 12. Eliminasi urin, dan meconium normalnya keluar pada 24 jam pertama. Meconium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket. ( Sondakh. 2013. h;150) C. Adaptasi Fisiologi BBL terhadap Kehidupan di Luar Uterus Konsep mengenai adaptasi bayi baru lahir adalah sebagai berikut (Sondakh. 2013. h;150): 1. Memulai segera pernapasan dan perubahan dalam pola sirkulasi. Konsep ini merupakan hal yang esensial pada kehidupan ekstrauterin. 2. Dalam 24 jam setelah lahir, sistem ginjal, gastrointestinal, hematologi, metabolik, dan sistem neurologis bayi baru lahir harus berfungsi secara memadai untuk mempertahankan kehidupan ektrauteri. Setiap bayi baru lahir akan mengalami periode transisi, yaitu: 1. Periode ini merupakan fase tidak stabil selama 6 – 8 jam pertama kehidupan, yang akan dilalui oleh seluruh bayi dengan mengabaikan usia gestasi atau sifat persalinan atau melahirkan. 2. Pada periode pertama reaktivitas (segera setelah lahir), akan terjadi pernapasan cepat (dapat mencapai 80 kali/menit) dan pernapasan cuping hidung yang berlangsung sementara, retraksi, serta suara seperti Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 64 mendengkur dapat terjadi. Denyut jantung dapat mencapai 180 kali/menit selama beberapa menit kehidupan. 3. Setelah respon awal ini, bayi baru lahir ini akan menjadi tenang, relaks, dan jatuh tertidur. Tidur pertama ini (dikenal sebagai fase tidur) terjadi dalam 2 jam setelah kelahiran dan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. 4. Periode kedua reaktivitas, dimulai ketika bayi bangun, ditandai dengan respons berlebihan terhadap stimulus, perubahan warna kulit dari merah muda menjadi agak sianosis, dan denyut jantung cepat. 5. Lendir mulit dapat menyebabkan masalah yang bermakna, misalnya tersedak/aspirasi, tercekik dan batuk. Adaptasi Pernapasan 1. Pernapasan awal dipacu oleh faktor fisik, sensori, dan kimia. a) Faktor-faktor fisik meliputi usaha yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps (misalnya, perubahan pada gradien tekanan). b) Faktor-faktor sensori meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan penurunan suhu. c) Faktor-faktor kimia, meliputi perubahan dalam darah (misalnya, penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbon dioksida, dan penurunan pH) 2. Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30 – 60 kali/menit. 3. Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah terutama selama 12 – 18 jam pertama. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 65 4. Bayi baru lahir lazimnya bernapas melalui hidung. Respon refleks terhadap obstruksi nasal dan membuka mulut untuk mempertahankan jalan napas tidak ada pada sebagian besar bayi sampai 3 minggu setelah kelahiran. (Sondakh. 2013. h; 151) Adaptasi Kardiovaskular 1. Berbagai perubahan anatomi berlangsung setelah lahir. Beberapa perubahan terjadi dengan cepat, dan sebagian lagi terjadi seiring dengan waktu. 2. Sirkulasi perifer lambat, yang menyebabkan akrosianosis (pad tangan, kaki, dan sekitar mulut). 3. Denyut nadi berkisar 120 -160 kali/menit saat bangun dan 100 kali/menit saat tidur. 4. Rata-rata tekanan darah adalah 80/46 mmHg dan bervariasi sesuai dengan ukuran dan tingkat aktivitas bayi. 5. Nilai hematologi normal pada bayi dapat dilihat pada Tabel 2. 2 ( Sondakh. 2013. h;151) Tabel 2.4 Nilai Hematologi Normal pada Bayi Parameter Hemoglobin Sel-sel darah merah Hematokrit Sel-sel darah putih Neutrofil Eosinofil Limfosit Monosit Sel-sel darah putih yang imatur Trombosit Retikulosit Volume darah Sumber Pustaka : Sondakh. 2013; h.153 Kisaran Normal 15-20 g/dL 3 5,0-7,5 juta/mm 43-61 % 3 10.000-30.000/mm 40-80 % 2-3 % 3-10 % 6-10 % 3–10 % 3 100.000-280.000/mm 3-6 % Pengkleman tali ppusat dini: 78 mL/kg Pengkleman tali pusat lambat: 98,6 mL/kg Hari ketiga setelah pengkleman tali pusat dini: 82,3 mL/kg Hari ketiga setelah pengkleman tali pusat lambat: 92,6 mL/kg Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 66 Adaptasi Neurologis 1. Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum berkembang sempurna. 2. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas. 3. Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku yang lebih kompleks (misalnya kontrol kepala, tersenyum dan meraih dengan tujuan) akan berkembang. 4. Refleks bayi baru lahir merupakan indikator penting perkembangan normal. (Tabel 2.3) ( Sondakh. 2013. h;153-154) Tabel 2.5 Refleks pada Bayi Baru Lahir Reflleks Respons Normal Respons Abnormal Menelan Bayi baru lahir menelan berkoordinasi dengan menghisap bila cairan ditaruh di belakang lidah Muntah, batuk, atau regurgitasi cairan dapat terjadi; kemungkinan berhubungan dengan sianosis sekunder karena prematuritas, defisit neurologis, atau cedera; terutama terlihat setelah laringoskopi Ekstrusi Bayi baru lahir menjulurkan lidah keluar bila ujung lidah disentuh dengan jari atau puting Ekstrusi lidah secara kontinu atau menjulurkan lidah berulang-ulang terjadi pada kelainan SSP dan kejang Moro Ekstensi simetris bilateral dan abduksi seluruh ekstremitas, dengan ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf ‘c’, diikuti dengan adduksi Respons asimetris terlihat pada cedera saraf perifer (pleksus brakialis) atau fraktur klavikula atau fraktur tulang panjang lengan atau kaki Rooting dan menghisap Bayi baru lahir menolehkan kepala ke arah stimulus, membuka mulut, dan mulai mengisap bila pipi, bibir, atau sudut mulut bayi disentuh dengan jari atau puting Respon yang lemah ata tidak ada respons terjadi pada prematuritas, penurunan atau cedera neurologis, atau depresi sistem saraf pusat (SSP) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 67 ekstremitas dan kembali ke fleksi relaks jika posisi bayi berubah tiba-tiba atau jika bayi diletakkan telentang pada permukaan yang datar Melangkah Bayi akan melangkah dengan satu kaki dan kemudian kaki lainnya dengan gerakan berjalan bila satu kaki disentuh pada permukaan rata Respons asimetris terlihat pada cedera saraf SSP atau perifer atau fraktur tulang panjang kaki Merangkak Bayi akan berusaha untuk merangkak kedepan dengan kedua tangan dan kaki bila diletakkan telungkup pada permukaan datar Respons asimetris terlihat pada cedera saraf SSP dan gangguan neurologis Tonik leher atau fencing Ekstremitas pada satu sisi di mana saat kepala ditolehkan akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan ke satu sisi selagi beristirahat Respon persisten setelah bulan keempat dapat menandakan cedera neurologis. Respon menetap tampak pada cedera SSP dan gangguan neurologis Terkejut Bayi melakukan abduksi dan fleksi seluruh ekstremitas dan dapat mulai menangis bila mendapat gerakan mendadak atau suara keras Tidak adanya respon dapat menandakan defisit neurologis atau cedera. Tidak adanya respon secara lengkap dan konsisten terhadap bunyi keras dapat menandakan ketulian. Respon dapat menjadi tidak ada atau berkurang selama tidur malam Ekstensi silang Kaki bayi yang berlawanan akan fleksi dan kemudian ekstensi dengan cepat seolah-olah berusaha untuk memindahkan stimulus ke kaki yang lain bila diletakkan telentang, bayi akan mengekstensikan satu kaki sebagai respons terhadap stimulus pada telapak kaki Resppons yang lemah atau tidak ada respons yang terlihat pada cedera saraf perifer atau fraktur tulang panjang Glabellar “blink” Bayi akan berkedip bila dilakukan 4 atau 5 ketuk pertama pada batang hidung saat mata terbuka Terus berkedip dan gagal untuk berkedip menandakan kemungkinan gangguan neurologis Palmar grasp Jari bayi akan melekuk di sekeliling benda dan menggenggamnya seketika Respon ini berkurang pada prematuritas. Asimetris terjadi pada kerusakan Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 68 bila jari diletakkan tangan bayi di saraf perifer (pleksus brakialis) atau fraktur humerus. Tidak ada respon yang terjadi pada defisit neurologis yang berat Plantar grasp Jari bayi akan melekuk di sekeliling benda seketika bila jari diletakkan di telapak kaki bayi Respon yang berkurang terjadi pada prematuritas. Tidak ada respons yang terjadi pada defisit neurologis yang berat Tanda Babinski Jari-jari kaki bayi akan hiperekstensi dan terpisah seperti kipas dari dorsoflaksi ibu jari kaki bila satu sisi kaki digisik dari tumit ke atas melintasi bantalan kaki Tidak ada respon yang terjadi pada defisit SSP Sumber pustaka : (Sondakh. 2013; h. 154-155) Perubahan Gastrointestinal 1. Enzim-enzim digestif aktif saat lahir dan dapat menyokong kehidupan ekstrauterin pada kehamilan 36-38 minggu. 2. Perkembangan otot dan refleks yang penting untuk menghantarkan makanan sudah terbentuk saat lahir. 3. Perencanaan protein dan karbohidrat telah tercapai, pencernaan dan absorpsi lemak kurang baik karena tidak adekuatnya enzim-enzim pankreas dan lipase. 4. Kelenjar saliva imatur saat lahir, sedikit saliva diolah sampai bayi berusia 3 bulan. 5. Pengeluaran mekonium, yaitu feses berwarna hitam kehijauan, lengket, dan mengandung darah samar, diekskresikan dalam 24 jam pada 90% bayi bbaru lahir normal. 6. Variasi besar terjadi di antara bayi baru lahir tentang minat terhadap makanan, gejala-gejala lapar, dan jumlah makanan yang ditelan pada setiap kali pemberian makanan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 69 7. Beberapa bayi baru lahir menyusu segera bila diletakkan pada payudara, sebagian lainnya memerlukan 48 jam untuk menyusu secara efektif. 8. Gerakan acak tangan ke mulut dan menghisap jari telah diamati di dalam uterus, tindakan-tindakan ini berkembang baik pada saat lahir dan diperkuat dengan rasa lapar. ( Sondakh. 2013. h;155-156) Perubahan Ginjal 1. Laju filtrasi glomerulus relatif rendah pada saat lahir disebabkan oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerulus. 2. Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespon terhadap stresor. 3. Penurunan kemampuan untuk mengekskresikan obat-obatan dan kehilangan cairan yang berlebihan menngakibatkan asidosis dan ketidakseimbangan cairan. 4. Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama, setelah itu mereka berkemih 5-20 kali dalam 24 jam. 5. Urin dapat keruh karena lendir dan garam asam urat. Noda kemarahan ( debu batu bata) dapat diamati pada popok karena kristal asam urat. ( Sondakh. 2013. h;156) Perubahan Hati 1. Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus membantu pembentukan darah. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 70 2. Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. 3. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5 bulan kehidupan ekstrauterin. Pada saat ini, bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defisiensi zat besi. 4. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang bersirkulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan dilepaskan bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah. 5. Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan sistem vaskular dan menembus jaringan ekstravaskular lainnya (misalnya: kulit, sklera, dan membran mukosa oral) mengakibatkan warna kuning yang disebut jaundice atau ikterus. 6. Pada stres dingin yang lama, glikolisis anaerobik terjadi, yang mengakibatkan peningkatan produksi asam. Asidosis metabolik terjadi dan jika terdapat defek fungsi pernapasan, asidosis respiratorik dapat terjadi, asam lemak yang berlebihan menggeser bilirubin dari tempattempat pengikatan albumin. Peningkatan kadar bilirubin tidak berkaitan yang bersirkulasi mmengakibatkan peningkatan risiko kern-ikterus bahkan pada kadar bilirubin serum 10 mg/dL, atau kurang. ( Sondakh. 2013. h;156) Perubahan Imun 1. Bayi baru lahir tidak akan membatasi organisme penyerang di pintu masik. 2. Imaturitas jumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan risiko infeksi pada periode bayi baru lahir. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 71 a) Respon inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. b) Fagositosis lambat. c) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu. d) Imunoglobulin A hilang dari saluran pernapasan dan perkemihan, kecuali jika bayi tersebut menyusu ASI, IgA juga tidak terdapat dalam saluran GI. 3. Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas selama periode neonatus. ( Sondakh. 2013. h;157) D. Termoregulasi (Prawirohardjo. 2010. h; 367) Pengaturan Suhu Bayi kehilangan panas melalui empat cara, yaitu : 1. Konduksi yaitu melalui benda-benda padat yang berkontrak dengan kulit bayi. 2. Konveksi yaitu pendinginan melalui aliran udara disekitar bayi. 3. Evaporasi yaitu kehilangan panas melalui penguapan air padat kulit bayi yang basah . 4. Radiasi yaitu melalui benda padat dekat bayi yang tidak berkontrak secara langsung dengan kulit bayi. E. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Inisiasi menyusui dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Seperti halnya bayi mamalia lainnya, bayi manusia mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya dibiarkan setidaknya selama Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 72 satu jam segera setelah lahir, kemudian bayi akan mencari payudara ibu dengan sendirinya. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan the brest crawl atau merangkak mencari payudara. (Sondakh. 2013; h.170) F. MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR Perawatan bayi baru lahir 1 jam pertama 1. Pengikatan dan pemotongan tali pusat Tali pusat diikat pada jarak 2-3 cm dari kulit bayi, dengan menggunakan klem yang yang terbuat dari plastik atau menggunakan tali yang bersih (lebih baik bila steril) yang panjangnya cukup untuk membuat ikatan yang cukup kuat ±15cm). kemudian tali pusat dipotong pada ±1cm distal tempat tali pusat diikat, menggunakan instrumen yang tumpul dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi Karen terjadi trauma ynag lebih banyak pada jaringan. (Prawirohardjo. 2010. h; 370) 2. Perawatan Tali Pusat Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonates. Jelly Wharton yang membentuk jaringan nekrotik dapat berkolonisasi dengan organism pathogen, kemudian menyebar dan menyebabkan infeksi kulit dan sistematik pada bayi. Yang terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit disekitar tali pusat dengan kapas basah kemudian bungkus dengan longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa bersih/steril. Popok atau celana bayi diikat dibawah tali Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 73 pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan feses dan urin. Hindarin penggunaan kancing, koin atau uang logam untuk membalut tekan tali pusar. (Prawirohardjo. 2010. h; 370) 3. Pelabelan Label nama bayi atau nama ibu harus dilekatkan pada pergelangan tangan atau kaki sejak diruang bersalin. Pemasangan dilakukan dengan sesuai agar tidak terlalu ketat ataupun longgar sehingga mudah lepas.. (Prawirohardjo. 2010. h; 371) 4. Profilaksis Mata Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada 2 minggu pertama setelah kelahiran. Pemeberian antibotik profilaksis pada mata terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis mata yang sering digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1%, salep mata eritromisin dan salep mata tetrasiklin. Ketiga preparat ini efektif untuk mencegah konjuktivitis gonore. Saat ini silver nitrat tetes mata tidak dianjurkan lagi karena sering terjadi efek samping berupa iritasi dan kerusakan mata. (Prawirohardjo. 2010. h; 371) 5. Pemberian Vitamin K Bayi bru lahir diberikan vit K dengan tujuan mengurangi kejadian defisiensi vitamin K, jenis vitamin K yang digunakan adalah K1 diberikan secara 1M. dengan dosis 0,5-1mg. (Prawirohardjo. 2010. h; 371) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 74 6. Pengukuran Berat dan Panjang Lahir Bayi yang baru lahir ditimbang berat lahirnya. Dua hal yang selalu ingin diketahui orangtua tentang bayinya yang baru lahir adalah jenis kelamin dan beratnya pengukuran panjang lahir tidak rutin dilakukan karena tidak banyak bermakna. (Prawirohardjo. 2010. h; 372) 7. Memandikan Bayi Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi masih banyak kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi, seperti memandikan bayi segera setelah lahir yang dapat mengakibatkan hipotermia. Pada beberapa kondisi seperti bayi kurang sehat, bayi belum lepas dari tali pusat atau dalam perjalan, tidak perlu dipaksakan untuk mandi berendam. Bayi cukup diseka dengan sabun dan air hangat untuk memastikan bayi tetap segar dan bersih. (Prawirohardjo. 2010. h; 372) G. Penyulit pada Neonatus 1. Asfiksia Bayi Baru Lahir a) Definisi Adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setalah lahir (Sondakh. 2013. h;176) b) Tanda dan Gejala Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada asfiksia neonatorum adalah : (1) Tidak ada pernapasan (apnea)/ pernapasan lamabat ( kurang dari 30 kali per menit). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 75 (2) Pernapasa tidak teratur, dengkuran, atau retraksi (perlekukan dada). (3) Tangisan lemah (4) Warna kulit pucat dan biru. (5) Tonus otot lemah atau terkulai. (6) Denyut jantung tidak ada atau perlahan (kurang dari 100 kali per menit). (Sondakh. 2013. h;176) c) Penatalaksanaan Prinsip Prinsip penatalaksanaan asfiksia adalah sebagai berikut : (1) Pengaturan suhu Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, kemudian bayi diletakkan telanjang dibawah alat/lampu pemanas radiasi atau pada tubuh ibunya. Bayi dan ibu sebaiknya diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. (2) Tindakan A-B-C-D (Airway/membersihkan Breathing/mengusahakan timbulnya jalan napas, pernapasan/ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/memberikan obat). (Sondakh. 2013. h;178) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 76 2. Perlukaan Kelahiran Persalinan (Manuaba. 2010; h.424) a) Kaput Suksedaneum Kaput Suksedaneum muncul karena kepala janin terlalu lama tertekan di dasar panggul. Kaput melampaui batas tulang dan akan menghilang beberapa hari, dan segera berkurang setelah hari pertama. Kaput suksedaneum tidak memerlukan pengobatan khusu. b) Sefalhematoma Sefalhematoma adalah perdarahan subperitonial, dengan batas jelas pada satu tulang tengkorak. 3. Hipotermi a) Pengertian Suhu normal bayi baru lahir adalah 36,5-37,50C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi, apabila suhu di bawah 360C atau kedua kaki dan tanganteraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (32-360C). Hipotermi berat jika suhu tubuh kurang dari 320C. (Muslihatun. 2010; h.189) b) Tanda dan gejala Gejala hipotermi pada bayi baru lahir, antara lain bayi tak mau menetek/minum, bayi tampak mengantuk saja atau lesu, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat, denyut jantung menurun dan kulit bayi mengeras (sklerema). Tanda-tanda awal hipotermi sedang/ stres dingin, adalah kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, aktivitas berkurang-letargi, tangisan lemah, kulit berwarna tidak merata (cutis marmorata). (Muslihatun. 2010; h.189) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 77 Tanda hipotermi berat/cidera dingin, antara lain sama dengan hipotermi sedang, biibir dan kuku kebiruan, pernapasan lambat, pernapasan tak teratur, bunyi jantung lambat, selanjutnya mungkin timbul hipoglikemi dan asidosis metabolik. (Muslihatun. 2010; h.190) c) Fakor resiko Faktor-faktor penting yang dianggap berisiko terjadinya hipotermi, antara lain perawatan yang kurang tepat setelah lahir, bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir, bayi berat badan lahir rendah dan prematuritas, tempat melahirkan dingin, umur bayi saat dipindahkan/dirujuk, suhu badan selama perjalan rujukan tidak terjaga, serta bayi asfiksia, hipoksia dan penyakit lain. (Muslihatun. 2010; h.190) d) Penatalaksanaan Prinsip penatalakasanaan bayi dengan hipotermi adalah mengembalikan suhu tubuh di atas 36,50C dengan berbagai cara, di antaranya adalah menghangatkan dengan menggunakan radiant warmer atau dimasukkan ke dalam penghangat atau inkubator atau di beri sinar lampu dan menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu dengan metode kanguru. (Muslihatun. 2010; h.190) 4. Infeksi Neonatorum (Manuaba. 2010; h.432-435) a) Sepsis Neonatorum dan Meningitis Sepsis neonatus atau meningitis sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan sebelumnya seperti : (1) Ibu telah menderita penyakit infeksi (2) Ketuban pecah diini Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 78 (3) Persalinan lama atau terlantar (4) Persalinan dengan tindakan operasi vaginal b) Diare Gejala klinis yang perlu diperhatikan adalah feses jumlahnya banyak, cair, berwarna hijau atau kuning, dan berbau khas. c) Tetanus Neonatorum Gambaran klinis tetanus neonatorum (1) Kejang-kejang sampai pada otot pernapasan (2) Leher kaku diikuti spasme umum (3) Dinding abdomen keras (4) Mulut mencucu seperti mulut ikan (5) Angka kematian yang tinggi disebabkan oleh aspirasi pneumonia dan sepsis. d) Ikterus Neonatorum Ikterus atau warna kuning sering dijumpai pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari kedua sampai kesepuluh . ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa Karnikterus adalah akumulasi bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat menggangu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai tempat akumulasi tersebut. (Manuaba. 2010; h.435) 5. Berat Badan Lahir rendah (BBLR) Yaitu berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu lahir. (Mochtar.R. 2012; h.305) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 79 IV. MASA NIFAS A. Definisi Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. ( Mochtar,R. 2012; Jilid 1. h.87) Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. (Prawiroharjo. 2010; h. 356) B. Periode masa nifas (Mochtar. R. 2012; h. 87) Nifas dibagi dalam 3 periode : 1. Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. 3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu- minggu, bulanan, atau tahunan Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 80 C. Patokan untuk puerperium ( Varney. 2008; h.958) Komponen patokan untuk menentukan kesejahteraan wanita pascapartum adalah sebagai berikut : 1. Evaluasi kontiu terhadap setiap temuan atau perkembangan signifikan selama periode antepartum dan intrapartum. 2. Evaluasi perubahan fisiologis dan anatomis puerperium. 3. Evaluasi tanda-tanda vital wanita dan tanda, gejala, serta perubahan fisik lain 4. Evaluasi respons ibu dan ayah terhadap bayi mereka dan persiapan mereka untuk pengasuhan 5. Evaluasi perubahan perilaku wanita dan respon psikologis terhadap pelahiran 6. Penapisan kontinu terhadap tanda dan gejala komplikasi obstetri atau medis D. Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium (varney. 2008; h. 958-960) 1. Involusi uterus Meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium eksfoliasi tempat pelekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia. Dengan menyusui bayinya akan mempercepat proses involusi uterus. Uterus segera setelah persalinan bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar 100 gr. Berat uterus menurun sekitar 500 gr pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70 gr pada minggu kedelapan pascapartum. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 81 Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uterus (TFU) terletak sekitar sua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara simpisis pubis dan umbilikus. Tabel 2.6 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi. Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus Bayi lahir Uri lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu Setinggi pusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat simfisis Tidak teraba di atas simfisis Bertambah kecil Sebesar normal 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram Sumber pustaka : Mochtar, R. 2012. h;87 2. Lokia Lokia adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium. Karena perubahan warnanya, nama deskriptif lokia berubah : lokia rubra, serosa atau alba. Lokia rubra berwarna merah karena mengandung darah. Keluar segera setelah persalinan sampai 2-3 hari pertama pascapartum. Lokia rubra mengandung darah dan jaringan desidua. Lokia serosa ,lokia ini lebih pucat dari pada lokia rubra,berwarna merah muda dan berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari kemudian dengan warna merah muda, kuning, atau putih, hingga transisi menjadi lokia alba. Lokia serosa mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit. Lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh pascapartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu. Warna lokia alba putih krem dan terutama mengandung leukosit dan sel desidua. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 82 3. Vagina dan perineum Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak, lebih besar dari biasanya, dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan kembali rugae vagina sekitar minggu ketiga post partum.ruang vagina selalu sedikit lebih besar dari pada sebelum kelahiran pertama. Akan tetapi latihan mengencangkan otot perineum akan mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara perlahan mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari. Abrasi dan laserasi vulva dan perineum mudah sembuh termasuk yang memerlukan perbaikan 4. Payudara Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Apakah waniata memilih menyusui atau tidak, ia dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pascapartumkarena tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada bayi. Wanita yang menyusui berespon terhadap menstimulus bayi yang disusui akan terus melepaskan hormon dan menstimulaasi alveoli yang memproduksi susu. Bagi wanita yang memilih memberikan makanan formula, involusi jaringan payudara terjadi dengan menghindari stimulasi. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 83 Pengkajian payudara pada periode awal pascapartum meliputi penampilan dan intergritas puting susu, memar atau iritaasi jaringan payudara karena posisi bayi pada payudara, adanya kolostrum, apakah payudara terisi air susu, dan adanya sumbtan duktus, kongesti, dan tanda-tanda mastitis potensial. E. Adaptasi Psikologis Postpartum Ada 3 fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase taking in, fase taking hold, dan fase letting go 1. Fase taking in Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah: a) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya. Misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan lain-lain. b) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami ibu. Misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 84 c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya. d) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat tanpa membantu. 2. FaseTaking Hold Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri. 3. Fase Letting Go Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. F. Kunjungan Masa Nifas Tabel 2.7 Frekuensi kunjungan masa nifas Kunjungan Waktu 2 6 1 6 – 8 jam setelah persalinan Tujuan 1. Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri. 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut. 3. Memberi konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri 4. Pemberian ASI awal 5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir 6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. 7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 85 setelah persalinan 2. 3. 4. 5. 3 4 2 minggu setelah persalinan 6 minggu setelah persalinan berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami. Memberikan konseling untuk KB secara dini. Sumber pustaka : buku panduan praktis pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal. 2010. h;N 23-24 G. Perawatan Payudara 1. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu. 2. Menggunakan BH yang menyokong payudara. 3. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet. 4. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. 5. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam. 6. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan : a) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit. b) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 86 c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak. d) Susukan bayi setiap 2 – 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan. e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui. (Saifuddin. 2010. h;N-27) H. Komplikasi Masa Nifas 1. Abnormalitas Rahim a) Subinvolusi uteri Proses involusi rahin tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya terlambat. Penyebab involusi uteri adalah infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan darah atau mioma uteri. (Manuaba. 2010. h;418) b) Perdarahan kala nifas sekunder Perdarahan kala nifas sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan kala nifas sekunder adalah terdapat sisa plasenta atau selaput ketuban, infeksi pada endometrium, dam sebagian kecil terjadi dalam bentuk mioma uteri bersamaan dengan kehamilan dan inversio uteri. (Manuaba. 2010. h;418) c) Flegmasia alba dolens Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis. (Manuaba. 2010. h;418) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 87 2. Abnormalitas Payudara a) Bendungan ASI Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI, tidak dikosongkan seluruhnya. Keluhan yang muncul adalah mamae bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. Penanganannya dengan mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol sementara menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang. (Manuaba. 2010. h;420) b) Mastitis dan abses payudara Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi payudara adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada payudara, terjadi pemadatan payudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara. Penderita dengan mastitis perlu mendapatkan pengobatan yang baik dengan antibiotika dan obat simtomatis. (Manuaba. 2010. h;420) Infeksi payudara (mastitis) dapat berkelanjutan menjadi abses dengan kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, dan pada pemeriksaan terdapat pembengkakan, di bawah kulit teraba cairan. Dalam keadaan abses payudara perlu dilakukan insisi agar pus dapat dikeluarkan untuk mempercepat kesembuhan. (Manuaba. 2010. h;420) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 88 V. Kontrasepsi dan Keluarga Berencana A. Definisi Keluarga Berencana (family planning; planned parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. (Mochtar, R. 2012. h;195) Kontrasepsi atau antikonsepsi (conception control) adalah cara, alat, atau obat-obatan untuk mencegah terjadinya konsepsi. . (Mochtar, R. 2012. h;195) B. Syarat (Mochtar, Rustam. 2012. h;195) Kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya. 2. Tidak ada efek samping yang merugikan. 3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan. 4. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan 5. Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya. 6. Cara penggunaannya sederhana. 7. Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas. 8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri. C. Jenis dan waktu yang tepat untuk berKB (Manuaba. 2010. h; 592) 1. Postpartum : KB suntik, Norplant (KB susuk)/implanon, AKDR, pil KB hanya progesteron, Kontap, Metode sederhana 2. Postmentrual regulation : KB suntik 3. Pasca abortus : KB susuk atau implanon 4. Saat menstruasi : AKDR, Kontap, Metode sederhana Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 89 5. Masa interval : KB suntik, KB susuk atau implanon, AKDR, Metode Sederhana 6. Post-coitus : KB darurat D. Penapisan Penggunaan KB (Affandi. 2009; h.U-9 – U-11). Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu metode kontrasepsi (misalnya pil KB, suntikan atau AKDR) adalah untuk menentukan apakah ada : 1. Kehamilan; 2. Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus; 3. Masalah (Misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut. (Affandi. 2009; h.U-9). Untuk sebagian besar klien keadaan ini bisa diselesaikan dengan cara anamnesis terarah, sehingga masalah utama dapat dikenali atau kemungkinan hamil dapat disingkirkan. Sebagian besar cara kontrasepsi, kecuali AKDR dan kontrasepsi mantap tidak membutuhkan pemeriksaan fisik maupun panggul. Pemeriksaan laboratorium untuk klien keluarga berencana atau klien baru umumnya tidak diperlukan karena : 1. Sebagian besar klien keluarga berencana berusia muda (umur 16-35 tahun) dan umumnya sehat. 2. Pada wanita, Masalah kesehatan reproduksi yang membutuhkan perhatian (misalnya kanker enitalia dan payudara, fibroma uterus) jarang didapat pada umur sebelum 35 atau 40 tahun. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 90 3. Pil kombinasi dosis rendah yang sekarang tersedia (berisi estrogen dan progestin) lebih baik daripada produk sebelumnya karena efek samping lebih sedikit dan jarang menimbulkan masalah medis. 4. Pil progestin, suntikan, dan susuk bebas dari efek yang berhubungan dengan estrogen dan dosis progestin yang dikeluarkan per hari bahkan lebih rendah dari pil kombinasi. (Affandi. 2009; h.U9 – U10). Tanyakan pada klien hal-hal dibawah ini, bila semua jawaban klien adalah TIDAK, klien yang bersangkutan bisa memakai motode yang diinginkannya. Tabel 2.8 Daftar Tilik Penapisan Klien. Metode Nonoperatif Metode Hormonal (Pil Kombinasi, Pil Progestin, Suntikan dan Susuk) Ya Tidak Apakah hari pertama Haid Terakhir 7 hari yang lalu atau lebih Apakah Anda menyusui dan kurang dari 6 minggu pasca persalinan Apakah mengalami perdarahan/ perdarahan bercak antara haid selama senggama Apakah pernah ikterus pada kulit atau mata Apakah pernah nyeri kepala hebat atau gangguan visual Apakah pernah nyeri hebat pada betis, paha atau dada, atau tungkai bengkak (edema) Apakah pernah tekanan darah diatas 160 mmHg (sistolik) atau 90 mmHg (diastolik) Apakah ada massa atau benjolan pada payudara Apakah Anda sedang minum obat-obatan Anti Kejang (epilepsi) AKDR (semua progestin) jenis pelepas tembaga dan Apakah hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu Apakah klien (atau pasangan) mempunyai pasangan seks lain Apakah pernah mengalami infeksi menular seksual (IMS) Apakah pernah mengalami penyakit radang panggul atau kehamilan ektopik Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 91 Apakah pernah mengalami haid banyak (lenih 1-2 pembalut tiap 4 jam) Apakah pernah mengalami haid lama (lebih dari 8 hari) Apakah pernah mengalami dismenorea berat yang membutuhkan analgetika dan/ atau istirahat baring Apakah pernah mengalami perdarahan/ perdarahan bercak antara haid atau setelah senggama Apakah pernah mengalami gejala penyakit jantung vaskular atau kongenital 1. Apabila klien menyusui dan kurang dari 6 minggu pasca persalinan maka pil kombinasi adalah metode pilihan terakhir. 2. Tidak cocok untuk pil progestin (minipil), suntikan (DMPA atau NET-EN), atau susuk. 3. Tidak cocok untuk suntikan progestin (DMPA atau NET-EN). (Affandi. 2012; h.U10-U11). Tabel 2.9 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Operasi (Tubektomi) Keadaan Klien Dapat dilakukan pada fasilitas rawat jalan Keadaan umum (anamnesis dan pemeriksaan fisik). Keadaan umum baik, tidak ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal. Keadaan emosional Tekanan darah Berat badan Tenang < 160/100 mmHg 35-85 G Riwayat operasi abdomen/ panggul Bekas seksio sesarea (tanpa perlekatan) Riwayat radang panggul, hamil ektopik, apendisitis Anemia Pemeriksaan normal Hb ≥ 8 g% (Affandi. 2012; h.U-11) dalam Dilakukan di fasilitas rujukan Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan darah, ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal. Cemas, takut ≥ 160/100 mmHg >85 kg; <35 kg Operasi abdomen lainnya, perlekatan atau terdapat kelainan pada pemeriksaan panggul Pemeriksaan dalam ada kelainan Hb < 8 g% Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 92 Tabel 2.10 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Operasi (Vasektomi) Keadaan klien Keadaan umum (anamnesis dan pemeriksaan fisik) Keadaan emosional Tekanan darah Infeksi atau kelainan skrotum/ inguinal Anemia (Affandi. 2012; h.U-12) Dapat dilakukan pada fasilitas rawat jalan Keadaan umum baik, tidak ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal Tenang < 160/100 mmHg Normal Hb ≥ 8 g% Dilakukan pada fasilitas rujukan Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan darah, tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal Cemas, takut ≥ 160/100 mmHg Tanda-tanda infeksi atau ada kelainan Hb < 8 g% E. Metode Kontrasepsi 1. Metode Amenorea Laktasi (MAL) (Affandi. 2012. h;MK-1) a) Profil Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila : (1) Menyusui secara penuh (full breast feeding); lebih efektif bila pemberian ≥ 8 x sehari; (2) Belum haid;; (3) Umur bayi kurang dari 6 bulan. Efektis sampai 6 bulan, Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya. b) Cara Kerja (Affandi. 2012. h;MK-1) Penundaan/penekanan ovulasi Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 93 c) Keuntungan Kontrasepsi (Affandi. 2012. h;MK-2) (1) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan pascapersalinan). (2) Segera efektif (3) Tidak mengganggu senggama (4) Tidak ada efek samping secara sistemik (5) Tidak perlu pengawasan medis. (6) Tidak perlu obat atau alat (7) Tanpa biaya. d) Keuntungan Nonkontrasepsi (Affandi. 2012. h;MK-2) Untuk bayi (1) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibodi perlindungan lewat ASI. (2) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal. (3) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air, susu lain atau formula atau alat minum yang dipakai. Untuk ibu (1) Mengurangi perdarahan pascapersalinan. (2) Mengurangi risiko anemia. (3) Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi. e) Keterbatasan (Affandi. 2012. h;MK-2) (1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segara menyusui dalam 30 menit pascapersalinan. (2) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 94 (3) Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan. (4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan HIV/AIDS. f) Yang Dapat Menggunakan MAL (Affandi. 2012. h;MK-2) Ibu yang menyusui secara eksklusif, bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah melahirkan. g) Yang Seharusnya Tidak Pakai MAL (Affandi. 2012. h;MK-3) (1) Sudah mendapat haid setelah bersalin. (2) Tidak menyusui secara eksklusif. (3) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan. (4) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam 2. Metode Barier Kondom a) Profil (1) Kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. (2) Efektif bila dipakai dengan baik dan benar. (3) Dapat dipakai bersama kontrasepsi lain untuk mencegah IMS. (4) Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintesis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung terbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 95 susu. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual. (5) Standar kondom dilihat dari ketebalan, pada umumnya standar kekebalan adalah 0,02 mm. (6) Tipe kondom terdiri dari : (a) Kondom biasa. (b) Kondom berkontur (bergerigi). (c) Kondom beraroma. (d) Kondom tidak beraroma. (e) Kondom pria dan wanita : Kondom untuk pria sudah cukup dikenal namun untuk kondom wanita walaupun sudah ada, belum pouler dengan alasan ketidaknyamanan (berisik). (Affandi. 2012. h; MK 17- 20) b) Cara Kerja (1) Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan. (2) Mencegah penularan mikrooganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil). (Affandi. 2012. h; MK-18) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 96 c) Efektivitas Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangaan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2 – 12 kehamilan per 100 perempuan per tahun. (Affandi. 2012. h; MK18) d) Manfaat (1) Kontrasepsi (a)Efektif bila digunakan dengan benar (b)Tidak mengganguu produksi ASI. (c)Tidak mengganggu kesehatan klien. (d)Tidak mempunyai pengaruh sistemik. (e)Murah dan dapat dibeli secara umum. (f)Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus. (g) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda. (Affandi. 2012. h; MK- 18) (2) Nonkontrasepsi (Affandi. 2012. h; MK 18) (a)Memberi dorongan kepada suami untuk ikut ber-KB (b)Dapat mencegah penularan IMS. (c)Mencegah ejakulasi dini. (d)Membantu mencegah terjadinya kanker serviks ( mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks). (e)Saling berinteraksi sesama pasangan. (f)Mencegah imunno infertilitas. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 97 e) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK 19) (1) Efektivitas tidak terlalu tinggi. (2) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi. (3) Agak mengganggu hubungan seksual ( mengurangi sentuhan langsung). (4) Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi. (5) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual. (6) Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum. (7) Pembuangan kondom bekas mungkin menimbulkan masalah dlaam hal limbah. f) Cara Penggunaan/ Instruksi bagi Klien (Affandi. 2012. h; MK 19) (1) Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan seksual. (2) Agar efek kontrasepsinya lebih baik, tambahkan spermisida ke dalam kondom (3) Jangan menggunakan gigi, benda tajam seperti pisau, silet, gunting atau benda tajam lainnya pada saat membuka kemasan. (4) Pasangkan kondom saat penis sedang ereksi, tempelkan ujungnya pada glans penis dan tempatkan bagian penampung sperma pada ujung uretra. Lepaskan gulungan karet dengan jalan menggeser gulungan tersebut ke arah pangkal penis. Pemasangan ini harus dilakukan sebelum penetrasi penis ke vagina. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 98 (5) Bila kondom tidak mempunyai tempat penampungan sperma pada bagian ujungnya, maka saat memakai, longgarkan sedikit bagian ujungnya agar tidak terjadi robekan pada saat ejakulasi. (6) Kondom dilepas sebelum penis melembek. (7) Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis sehingga kondom tidak terlepas pada saat penis dicabut dan lepaskan kondom diluar vagina agar tidak terjadi tumpahan cairan sperma di sekitar vagina. (8) Gunakan kondom hanya untuk satu kali pakai. (9) Buang kondom bekas pakai pada tempat yang aman. (10) Sediakan kondom dalam jumlah cukup di rumah dan jangan disimpan di tempat yang panas karena hal ini dapat menyebabkan kondom menjadi rusak atau robek saat digunakan. (11) Jangan gunakan kondom apabila kemasannya robek atau kondom tampak rapuh/kusut. (12) Jangan gunakan minyak goreng, minyak mineral, atau pelumas dari bahan petrolatum karena akan segera merusak kondom. 3. Senggama Terputus a) Pengertian Senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. (Affandi. 2012. h; MK - 15) b) Cara kerja Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina sehingga tidak ada pertemuan Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 99 antara sperma dan ovum, dan kehamilan dapat dicegah. (Affandi. 2012. h; MK - 15) c) Manfaat (Affandi. 2012. h; MK - 15) (1) Kontrasepsi (a) Efektif bila dilaksanakan dengan benar (b) Tidak mengganggu produksi ASI (c) Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya (d) Tidak ada efek samping (e) Dapat digunakan setiap waktu (f) Tidak membutuhkan biaya (2) Nonkontrasepsi (a) Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga berencana. (b) Untuk pasangan memungkinkan hubungan lebih dekat dan pengertian yang sangat dalam. d) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK - 16) (1) Efektivitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan senggama terputus setiap melaksanakannya (angka kegagalan 4 – 27 kehamilan per 100 perempuan per tahun). (2) Efektivitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis. (3) Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual. e) Dapat Dipakai untuk (Affandi. 2012. h; MK - 16) (1) Suami yang ingin berpartisipapsi aktif dalam keluarga berencana. (2) Pasangan yang taat beragama atau mempunyai alasan filosofi untuk tidak memakai metode-metode lain. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 100 (3) Pasangan yang memerlukan kontrasepsi dengan segera. (4) Pasangan yang memerlukan metode sementara, sambil menunggu metode yang lain. (5) Pasangan yang membutuhkan metode pendukung. (6) Pasangan yang melakukan hubungan seksual tidak teratur. f) Tidak Dapat Dipakai untuk (Affandi. 2012. h; MK - 16) (1) Suami dengan pengalaman ejakulasi dini. (2) Suami yang sulit melakukan senggama terputus. (3) Suami yang memiliki kelainan fisik atau psikologis. (4) Istri yang mempunyai pasangan yang sulit berkerja sama. (5) Pasangan yang kurang dapat saling berkomunikasi. (6) Pasangan yang tidak bersedia melakukan senggama terputus. g) Intruksi bagi Klien (Affandi. 2012. h; MK - 16) (1) Meningkatkan kerja sama dan membangun saling pengertian sebelum melakukan hubungan seksual dan pasangan harus mendiskusikan dan menyepakati penggunaan metode senggama terputus. (2) Sebelum kandung berhubungan pria terlebih dahulu mengosongkan kemih dan membersihkan ujung penis untuk menghilangkan sperma dari ejakulasi sebelumnya. (3) Apabila merasa akan ejakulasi, pria segera mengeluarkan penisnya dari vagina pasangannya dan mengeluarkan sperma diluar vagina. (4) Pastikan pria tidak terlambat melaksanakannya. (5) Sanggama tidak dianjurkan pada masa subur. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 101 4. Kontrasepsi Kombinasi (Hormon Estrogen dan Progesteron) a) Pil Kombinasi (1) Profil (a) Efektif dan reversibel. (b) Harus diminum setiap hari. (c) Pada bulan-bulan pertama efek samping berupa mual dan perdarahan bercak yang tidak berbahaya dan segera akan hilang. (d) Efek samping serius sangat jarang terjadi. (e) Dapat dipakai oleh semua ibu usia reproduksi, baik yang sudah mempunyai anak maupun belum. (f) Dapat dimulai setiap saat bila yakin sedang tidak hamil. (g) Tidak dianjurkan pada ibu yang menyusui (h) Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat. (Affandi. 2012. h; MK - 30) (2) Jenis (Affandi. 2012. h; MK - 31) (a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. (b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progesteron (E/P) dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. (c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 102 (3) Cara kerja (a) Menekan ovulasi. (b) Mencegah implantasi. (c) Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma. (d) Pergerakan tuba tertanggung sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu pula. (Affandi. 2012. h; MK - 31) (4) Manfaat (a) Memiliki efektivitas yang tinggi (hampir menyerupai efektivitas tubektomi), bila digunakan setiap hari ( 1 kehamilan per 1000 perempuan dalam tahun pertama penggunaan). (b) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil. (c) Tidak mengganggu hubuungan seksual. (d) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid. (e) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakannya untuk mencegah kehamilan. (f) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause. (g) Mudah dihentikan setiap saat. (h) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan. (i) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat. (j) Membantu mencegah: (i) Kehamilan ektopik (ii) Kanker ovarium (iii) Kanker endometrium Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 103 (iv) Kista ovarium (v) Penyakit radang panggul (vi) Kelainan jinak pada payudara (vii) Dismenore (viii) Akne (Affandi. 2012. h; MK 31-32) (5) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK - 32) (a) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya setiap hari. (b) Mual, terutama pada 3 bulan pertama, (c) Perdarahan bercak atau perdarahan sela, terutama 3 bulan pertama. (d) Pusing. (e) Nyeri payudara. (f) Berat badan naik sedikit, tetapi pada perempuan tertentu kenaikan berat badan justru memiliki dampak positif. (g) Berhenti haid (amenorea), jarang pada pil kombinasi. (h) Tidak boleh diberikan pada perempuan menyusui (mengurangi ASI). (i) Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi, dan perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk melakukan hubungan seks berkurang. (j) Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan, sehingga risiko stroke, dan gangguan pembukan darah pada Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 104 vena dalam sedikit meningkat. Pada perempuan usia > 35 tahun dan merokok perlu hati-hati. (k) Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual), HBV, HIV/AIDS. (6) Yang Dapat Menggunakan Pil Kombinasi Pada prinsipnya hampir semua ibu boleh menggunakan pil kombinasi, seperti : (a) Usia reproduksi. (b) Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak. (c) Gemuk atau kurus (d) Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi. (e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui. (f) Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI ekslusif, sedangkan semua cara kontrasepsi yang dianjurkan tidak cocok bagi ibu tersebut. (g) Pascakeguguran (h) Anemia karena haid berlebihan. (i) Nyeri haid hebat (j) Siklus haid tidak teratur. (k) Riwayat kehamilan ektopik (l) Kelainan payudara jinak. (m) Kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh darah, mata, dan saraf. (n) Penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis, atau tumor ovarium jinak. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 105 (o) Menderita tuberkulosis ( kecuali yang sedang menggunakan rifampisin) (p) Varices vena. (Affandi. 2012. h; MK - 32) (7) Yang Tidak Boleh Menggunakan Pil Kombinasi (a) Hamil atau dicurigai hamil. (b) Menyusui eksklusif. (c) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya. (d) Penyakit hati akut (hepatitis). (e) Perokok dengan usia > 35 tahun. (f) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah > 180/110 mmHg. (g) Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis > 20 tahun. (h) Kanker payudara atau dicuragai kanker payudara. (i) Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi) (j) Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari. (Affandi. 2012. h; MK - 33) (8) Waktu Mulai Menggunakan Pil Kombinasi (a) Setiap saat selagi haid, untuk meyakinkan kalau perempuan tersebut tidak hamil (b) Hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid. (c) Boleh menggunakan pada hari ke 8, ttetapi perlu menggunakan metode kontrasepsi yang lain (kondom) mulai Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 106 hari ke 8 sampai hari ke 14 atau tidak melakukan hubungan seksual sampai anda telah menghabiskan paket pil tersebut. (d) Setelah melahirkan : (i) Setelah 6 bulan pemberian ASI eksklusif (ii) Setelah 3 bulan dan tidak menyusui (iii) Pascakeguguran (segera atau dalam waktu 7 hari). (e) Bila berhenti menggunakan kontrasepsi injeksi, dan ingin menggantikan dengan pil kombinasi, pil dapat segera diberikan tanpa perlu menunggu haid. (Affandi. 2012. h; MK - 33) (9) Instruksi kepada klien Catatan : tunjukkan cara mengeluarkan pil dari kemasannya dan pesankan untuk mengikuti panah yang menunjuk deratan pil berikutnya. (a) Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang sama setiap hari. (b) Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid, (c) Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid. (d) Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo sesuai dengan hari yang ada pada paket, (e) Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil. Bila paket 28 pil habis sebaiknya anda mulai minum pil dari paket yang baru. Bila paket 21 habis sebaiknya tunggu 1 minggu baru kemudian mulai minum pil dari paket yang baru. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 107 (f) Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil, ambilah pil yang lain. (g) Bila terjadi muntah hebat, atau diare lebih dari 24 jam, maka bila keadaan memungkinkan dan tidak memperburuk keadaan anda, pil dapat diteruskan. (h) Bila muntah dan diare berlangsung sampai 2 hari atau lebih, cara penggunaan pil mengikuti cara menggunakan pil lupa. (i) Bila lupa minum 1 pil (hari 1 – 21), sebaiknya minum 2 pil setiap hari sampai sesuai jadwal yang ditetapkan. Juga sebaiknya gunakan metode kontrasepsi yang lain atau tidak melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan paket pil tersebut. (j) Bila tidak haid, perlu segera ke klinik untuk tes kehamilan. (Affandi. 2012. h; MK - 34) b) Suntikan Kombinasi (1) Pengertian Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetatdan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan injeksi I.M sebulan sekali (Cyclofen), dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Vallerat yang diberikan injeksi IM sebulan sekali. (Affandi. 2012. h; MK - 36) (2) Cara Kerja (Affandi. 2012. h; MK - 36) (a) Menekan ovulasi (b) Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 108 (c) Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu. (d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba. (3) Efektivitas (Affandi. 2012. h; MK - 36) Sangat efektif (0,1 – 0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama penggunaan. (4) Keuntungan Kontrasepsi (Affandi. 2012. h; MK - 36) (a) Resiko terhadap kesehatan kecil (b) Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami istri. (c) Tidak diperlukan pemeriksaan dalam. (d) Jangka panjang. (e) Efek samping sangat kecil. (f) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik. (5) Keuntungan Nonkontrasepsi (Affandi. 2012. h; MK - 37) (a) Mengurangi jumlah perdarahan (b) Mengurangi nyeri saat haid. (c) Mencegah anemia. (d) Khasiat pencegahan terhadap kanker ovarium dan kanker endometrium. (e) Mengurangi penyakit payudara jinak dan jista ovarium. (f) Mencegah kehamilan ektopik. (g) Melindungi klien dari jenis-jenis tertentu penyakit radang panggul. (h) Pada keadaan tertentu dapat diberikan pada perempuan usia perimenopause. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 109 (6) Kerugian (Affandi. 2012. h; MK - 37) (a) Terjadi perubahan pada pola haid, seperti tidak teratur, perdarahan bercak/spotting, atau perdarahan sela sampai 10 hari. (b) Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan keluhan seperti iini akan hilang setelah suntikan kedua atau ketiga. (c) Ketergantungan klien terhadap pelayanna kesehatan. Klien harus kembali setiap 30 hari untuk mendapatkan suntikan. (d) Efektivitas berkurang bila digunakan bersama dengan obatobat epilepsi (fenitoin dan Barbiturat) atau obat tuberkulosis(Rifampisin). (e) Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan jantung, stroke, bekuan darah pada paru atau otak, dan kemungkinan timbulnya tumor hati. (f) Penambahan berat badan. (g) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV. (h) Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian. (7) Yang Boleh Menggunakan Suntikan Kombinasi (Affandi. 2012. h; MK - 37) (a) Usia reproduksi (b) Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak. (c) Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas yang tinggi. (d) Menyusui ASI pasca persalinan > 6 bulan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 110 (e) Pascapersalinan dan tidak menyusui. (f) Anemia (g) Nyeri haid hebat. (h) Haid teratur. (i) Riwayat kehamilan ektopik. (j) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi. (8) Yang Tidak Boleh Menggunakan suntikan Kombinasi (Affandi. 2012. h; MK - 38) (a) Hamil atau diduga hamil. (b) Menyusui dibawah 6 minggu pascapersalinan. (c) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya. (d) Penyakit haid akut (virus hepatitis). (e) Usia > 35 tahun yang merokok. (f) Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi (>180/110 mmHg). (g) Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis > 20 tahun. (h) Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migrain. (i) Keganasan pada payudara. (9) Cara penggunaan (a) Suntikan kombinasi diberika setiap bulan dengan suntikan intramuskuler dalam. Klien diminta datang setiap 4 minggu. Suntikan ulang dapat diberikan 7 hari lebih awal, dengan kemungkinan terjadi gangguan perdarahan. Dapat juga Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 111 diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang telah ditentukan. Asal saja diyakini ibu tersebut tidak hamil. Tidak dibenarkan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain untuk 7 hari saja. (Affandi. 2012. h; MK - 39) 5. Kontrasepsi Progestin a) Kontrasepsi Suntikan Progestin (1) Jenis Terdapat 2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu : (a) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskuler (di daerah bokong). (b) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Norestindron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskuler. (Affandi. 2012. h; MK - 43) (2) Keuntungan (Affandi. 2012. h; MK - 44) (a) Sangat efektif (b) Pencegahan kehamilan jangka panjang (c) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri (d) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah. (e) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 112 (f) Sedikit efek samping. (g) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik. (h) Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause. (i) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. (j) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara. (k) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. (l) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell). (3) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK - 44) (a) Sering ditemukan gangguan haid, seperti : i. Siklus haid yang memendek atau memanjang, ii. Perdarahan yang banyak atau sedikit, iii. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting), iv. Tidak haid sama sekali. (b) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntikan). (c) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut. (d) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering. (e) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV. (f) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 113 (g) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya kerusakan/kelainan pada organ genitalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan). (h) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang. (i) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas). (j) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat. (4) Yang Dapat menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin (a) Usia reproduksi (b) Nulipara yang telah memiliki anak. (c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas tinggi. (d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai. (e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui. (f) Setelah abortus atau keguguran. (g) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi. (h) Perokok. (i) Tekanan darang < 180/110 mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit. (j) Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 114 (k) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen. (l) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi. (m) Anemia defisiensi besi. (n) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi. (Affandi. 2012. h; MK - 45) (5) Yang Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin (a) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran). (b) Perdarahan pervaginamyang belum jelas penyebabnya. (c) Tidak dapat menerima terjadinya hgangguan haid, terutama amenorea. (d) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara. (e) Diabetes mellitus disertai komplikasi. (Affandi. 2012. h; MK - 45) b) Kontrasepsi Pil progestin (minipil) (1) Keuntungan (Affandi. 2012. h; MK - 51) (a) Sangat efektif bila digunakan secara benar. (b) Tidak mengganggu hubungan seksual. (c) Tidak mempengaruhi ASI. (d) Kesuburan cepat kembali. (e) Nyaman dan mudah digunakan. (f) Sedikit efek samping. (g) Dapat dihentikan setiap saat. (h) Tidak mengandung estrogen. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 115 (2) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK - 52) (a) Hampir 30 – 60 % mengalami gangguan haid perdarahan sela, spotting, amenorea) (b) Peningkatan atau penurunan berat badan (c) Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama. (d) Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar. (e) Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis atau jerawat. (f) Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (4 dari 100 kehamilan), tetapi risiko ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perempuan yang tidak menggunakan mini pil. (g) Efektivitasnya menjadi rendah jika digunakan bersama obat tuberkulosis dan obat epilepsi. (h) Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual atau HIV/AIDS. (i) Hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan didaerah muka),tetapi sangat jarang terjadi. (3) Yang Boleh Menggunakan Mini Pil (Affandi. 2012. h; MK - 52) (a) Usia reproduksi. (b) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak. (c) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif selama periode menyusui. (d) Pasca persalinan dan tidak menyusui. (e) Pascakeguguran. (f) Perokok segala usia. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 116 (g) Mempunyai tekanan darah tinggi (selama 180/110 mmHg) atau dengan masalah pembekuan darah. (h) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang tidak menggunakan estrogen. (4) Yang Tidak Boleh Menggunakan Minipil (Affandi. 2012. h; MK - 52) (a) Hamil atau diduga hamil. (b) Perdarahan pervagianam yang belum jelas penyebabnya. (c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid. (d) Menggunakan obat tuberkulosis (rifampisin), atau obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat). (e) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara. (f) Sering lupa menggunakan pil. (g) Miom uterus. Progestin memicu pertumbuhan miom uterus. (h) Riwayat stroke, progestin menyebabkan spasme pembuluh darah. c) Kontrasepsi Implan (1) Keuntungan (Manuaba. 2010. h;603) (a) Dipasang selama 5 tahun (b) Kontrol medis ringan (c) Dapat dilayani didaerah pedesaan (d) Penyulit medis tidak terlalu tinggi (e) Biaya murah (2) Kerugian (Manuaba. 2010. h;603) (a) Menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapatkan menstruasi dan terjadi perdarahan yang tidak teratur. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 117 (b) Berat badan bertambah. (c) Menimbulkan akne, ketegangan payudara. (d) Liang senggama terasa kering. (3) Efek samping (Affandi. 2012. h; MK – 62-63) (a) Perubahan pola perdarahan haid (b) Sakit kepala (c) Perubahan berat badan (d) Perubahan suasana hati (e) Depresi (f) Lain-lain ( mual, perubahan selera makan, payudara lembek, bertambahnya rambut dibadan atau muka dan jerawat). 6. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) a) Keuntungan (Manuaba. 2010. h;611) (1) Efektif dengan proteksi jangka panjang (satu tahun) (2) Tidak mengganggu hubungan suami istri. (3) Tidak berpengaruh terhadapa ASI (4) Kesuburan segera kembali sesudah AKDR diangkat. (5) Efek sampingnya sangat kecil. (6) Memiliki efek sistemik yang sangat kecil. b) Kerugian (Manuaba. 2010. h;611) (1) Masih terjadi kehamilan dengan AKDR in situ. (2) Terdapat perdarahan (spotting dan menometroragia) (3) Lukorea, sehingga mengupas protein tubuh dan liang senggama terasa lebih basa. (4) Dapat terjadi infeksi. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 118 (5) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekunder dan kehamilan ektopik. (6) Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan mengganggu hubungan seksual. c) Yang Boleh Menggunakan AKDR (Affandi. 2012. h; MK - 70) (1) Usia reproduksi (2) Telah memiliki anak maupun belum (3) Menginginkan kontrasepsi yang efektif jangka panjang untuk mencegah kehamilan. (4) Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi. (5) Pascakeguguran dan tidak ditemukan tanda-tanda radang panggul. (6) Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi. (7) Sering lupa menggunakan pil, (8) Usia perimenopause dan dapat digunakan bersamaan dengan pemberian estrogen. (9) Mempunyai risiko rendah mendapat penyakit menular seksual. d) Yang Tidak Boleh Menggunakan AKDR (Affandi. 2012. h; MK - 70) (1) Hamil atau diduga hamil. (2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya. (3) Menderita vaginitis, salpingitis, endometritis. (4) Menderita penyakit radang panggul atau pasca keguguran septik. (5) Kelainan kongenital rahim. (6) Miom submukosum. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 119 (7) Rahim yang sulit digerakkan. (8) Riwayat kehamilan ektopik. (9) Penyakit trofoblas ganas (10) Terbukti menderita penyakit tuberkulosis panggul. (11) Kanker genitalia/payudara 7. Kontrasepsi Mantap a) Tubektomi (1) Definisi Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan yang tidak ingin anak lagi. (Affandi. 2012. h; MK - 89) (2) Efek samping Jarang sekali ditemukan efek samping baik jarak panjang maupun jarak pendek. (Affandi. 2012. h; MK - 89) (3) Keuntungan Mempunyai efek protektif terhadap kehamilan dan Penyakit Radang Panggul (PID). Beberapa studi menunjukkan efek protektif terhadap kanker ovarium. (Affandi. 2012. h; MK - 89) (4) Risiko Walaupun jarang, tetapi dapat terjadi komplikasi tindakan pembedahan dan anestesi. Penggunaan anestesi lokal sangat mengurangi resiko yang terkait dengan tindakan anestesi umum. (Affandi. 2012. h; MK - 90) Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 120 b) Vasektomi (1) Definisi Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lealki yang tidak ingin anak lagi (Affandi. 2012. h; MK - 95) (2) Manfaat (Affandi. 2012. h; MK - 96 (a) Hanya sekali aplikasi dan efektif dalam jangka panjang (b) Tinggi tingkat rasio efisiensi biaya dan lamanya penggunaan kontrasepsi. (3) Indikasi (Affandi. 2012. h; MK - 98) Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilisasi dimana fungsi reproduksi merupakan ancama atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga. (4) Keterbatasan (Affandi. 2012. h; MK - 96) (a) Permanen (non-reversible) dan timbul masalh bila klien menikah lagi. (b) Bila tak siap ada kemungkinan penyesalan dikemudian hari. (c) Perlu pengosongan depot sperma di vesikula seminalis sehingga perlu 20 kali ejakulasi. (d) Risiko dan efek samping pembedahan kecil. (e) Ada nyeri/ rasa tak nyaman pasca bedah. (f) Perlu tenaga pelaksana terlatih. (g) Tidak melindungi klien terhadap PMS (misalnya : HBV, HIV/AIDS). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 121 F. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan 1. Pengertian Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. (Mangkuji, 2012; h,2) Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. (Mangkuji. 2012; h.4) 2. Managemen Kebidanan menurut (Mangkuji. 2012; h.5) a) Langkah 1 Pengumpulan data dasar Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi klien secara lengkap. b) Langkah 2 Interpretasi data dasar Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah menginterpretasikan semua data dasar yang telah dikumpulkan sehingga ditemukan diagnosis atau masalah. c) Langkah 3 identifikasi diagnosa/masalah potensial Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian diagnosis dan masalah yang sudah teridentifikasi. d) Langkah 4 identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Pada langkah ini, yang dilakukan bidan adalah mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 122 atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. e) Langkah 5 perencanaan asuhan yang menyeluruh Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. f) Langkah 6 Pelaksanaan Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan rencana asuhan yang sudah dibuat pada langkah ke-5 secara aman dan efisien. g) Langkah 7 Evaluasi Pada langkah ini, kegiatan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, yang mencangkup pemenuhan kebutuhan, untuk menilai apakah sudah benar-benar terlaksana/terpenuhi sesuai dengan kebutuhan yang telah teridentifikasi dalam masalah dan diagnosis. 3. Pendokumentasian asuhan kebidanan dengan cara SOAP Dokumentasi SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) a) Pembuatan grafik metode SOAP merupakan pengelolaan informasi yang sistemis yang mengatur penemuan dan konklusi kita menjadi suatu rencana asuhan. b) Metode ini merupakan inti sari dari proses penatalaksanaan kebidanan guna menyusun dokumentasi asuhan. c) SOAP merupakan urutan langkah yang dapat membantu kita mengatur pola pikir kita dan memberikan asuhan yang menyeluruh. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 123 (1) SOAP Subyektif (a) Pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis. (b) Berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien ( ekspresi mengenai kekhawatiran dan keluhannya). (c) Pada orang yang bisu, dibelakang data diberi tanda “O” atau “X” (2) Objektif (a) Pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien. (b) Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostic lain. (c) Informasi dari keluarga atau orang. (3) Assessment (a) Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan data) data subjektif dan objektif. (b) Diagnosis atau masalah. (c) Diagnosis atau masalah potensial. (d) Antisipasi diagnosis atau masalah potensial atau tindakan segera. (4) Planning (a) Pendokumentasian tindakan (I) dan evaluasi (E), meliputi; asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnostic atau laboratorium, konseking, dan tindakan lanjut. (follow up) (Mangkuji. 2012; h.8). G. Landasan Hukum Kewenangan Bidan dan Kompetensi Bidan 1. Area kompetensi bidan Indonesia meliputi : a) Area Kompetensi 1 : Etik legal dan keselamatan pasien Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 124 Berperilaku profesional, bermoral, dan memiliki etika dalam tanggap terhadap/ menyikapi/mencermati issue etik maupun aspek legal dalam praktek kebidanan yang berorientasi pada keselamatan perempuan dan masyarakat. b) Area kompetensi 2 : Komunikasi efektif Mampu bertukar informasi secara verbal dan non-verbal dengan pasien/perempuan, keluarganya, masyarakat di lingkungan perempuan, sesama profesi, antar profesi kesehatan, dan stakeholder. c) Area kompetensi 3 : Profesionalisme dan Pengembangan diri Mampu mengembangkan diri dengan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi terkini, serta menyadari keterbatasan diri berkaitan dengan praktik kebidanan serta menjunjung tinggi komitmen terhadap profesi bidan. d) Area kompetensi 4 : Landasan ilmiah praktik kebidanan Bidan memiliki pengetahuan tentang ilmu kebidanan, neonatologi, ilmuilmu sosial, ilmu kesehatan masyarakat, etika, budaya, dan usaha yang tepat untuk perempuan, bayi yang baru lahir, “childbearing women”, dan keluarga. e) Area kompetensi 5 : Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan Bidan memiliki keterampilan tentang ilmu kebidanan, neonatologi, ilmuilmu sosial, ilmu kesehatan masyarakat, etika, budaya, dan asuhan yang tepat untuk perempuan, bayi yang baru lahir, “childbearing women”, dan keluarga. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 125 f) Area Kompetensi 6 : Promosi dan konseling Melakukan promosi kesehatan dan konseling mengenai kesehatan masyarakat pada umumnya, dan kesehatan perempuan sesuai dengan tahap perkembangan siklus reproduksinya. g) Arean Kompetensi 7 : managemen, kepemimpinan dan kewirausahaan Mampu merencanakan dan mengelola sumber daya dibawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif sumber daya di wilayah kerjanya dengan memanfaatkan IPTEK untuk menghasilkan langkah-langkah strategis pengembangan organisasi. (Ditjen Dikti Kemdikbud. 2011; h.16-40) 2. Landasan hukum kewenangan bidan Landasan hukum kewenangan bidan diatur dalam Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN meliputi : a) PENYELENGGARAAN PRAKTIK (1) Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktek berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : (a) Pelayanan kesehatan ibu (b) Pelayanan kesehatan anak (c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB. (2) Pasal 10 (a) Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 126 (b) Pelayanan kesehatan ibu meliputi : (a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil. (b) Pelayanan antenatal pada hamil normal. (c) Pelayanan persalinan normal. (d) Pelayanan ibu nifas normal. (e) Pelayanan ibu menyusui. (f) Pelayanan konseling antara kehamilan. (3) Pasal 11 (a) Pelayanan kesehatan anak yang dimaksud diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah. (b) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan berwenang untuk (a) Melakukan asuhan BBL normal termasuk resusitasi, pencegahan, hipotermi, IMD, inj Vit K1, perwatan BBL pada masa neonatal (0-28 hari) dan perawatan tali pusat. (b) Penanganan hipotermi pada BBL dan segera rujuk (4) Pasal 12 (a) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB berwenang untuk : i. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan KB. ii. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. (5) Pasal 13 (a) Selain kewenangan sebagaimana pasal 10,11,12 bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi : Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016 127 i. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, AKDR dan memberikan pelayanan alat kontasepsi bawah kulit. ii. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter. iii. Penanganan bayi dan anak balita sesuai pedoman yang ditetapkan. b) PENCATATAN DAN PELAPORAN (6) Pasal 20 a) Dalam melaksanakan tugas bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan. b) Pelaporan dimaksud ditunjukkan ke puskesmas wilayah tempat praktik. c) Dikecualikan untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Tia Feza Qorina, Kebidanan DIII UMP, 2016