BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz et al., 2011). Etiologi KNF sangat kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV), dan lingkungan (Razak et al., 2010; Yu et al., 2013). Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF sehingga kekerapan cukup tinggi terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Roezin dan Adham, 2011). Secara global, KNF menyumbang sekitar 80.000 kasus baru dan 50.000 kematian setiap tahunnya (Razak et al., 2010). Karsinoma nasofaring merupakan salah satu kanker yang paling sering terjadi di Cina Selatan dan Asia Tenggara (Xu et al., 2013), dengan jenis histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma tak terdiferensiasi (World Health Organization (WHO) tipe III) (Cao et al., 2011). Insiden yang cukup tinggi terjadi di beberapa daerah di Cina Selatan, terutama di provinsi Guangzhou, dengan insiden sekitar 30-80/100.000 per tahun (Spano et al., 2003; Zhao et al., 2012), sehingga menimbulkan masalah kesehatan yang serius (Xu et al., 2013). Insiden intermediate terjadi di Asia Tenggara, termasuk Singapura (15/100.000), Malaysia (9.7/100.000), Vietnam (7.5/100.000), Taiwan (7/100.000), dan Filipina (6,4/100.000). Kecenderungan ini juga berlaku di Afrika, termasuk Kenya 1 2 (5.4/100.000) dan Aljazair, Maroko, dan Tunisia (5.1/100.00) (Adham et al., 2012). Di luar negara-negara tersebut di atas, insiden KNF masih sangat rendah, terutama di Eropa Barat dan di Amerika Serikat (AS), di negara-negara tersebut, jenis histologi utama adalah WHO tipe I (differentiated type), yang berhubungan dengan penggunaan tembakau dengan insiden 0,5-2/100.000 per tahun (Spano et al., 2003). Spano et al (2003), melaporkan rasio KNF pada laki-laki : perempuan sekitar 2-3 : 1. Baru-baru ini dilaporkan insiden KNF di Hongkong pada laki-laki sebesar 20-30/100.000, sedangkan pada perempuan 15-20/100.000 (Wei dan Kwong, 2010). Distribusi usia pasien KNF tidak sama di Asia Tenggara dan Afrika Utara. Di Asia, sebagian besar kasus terjadi pada dekade kelima dan keenam kehidupan, sedangkan di Arika Utara ditemukan distribusi bimodal, dengan puncak utama kejadian sekitar usia 50 tahun, mirip dengan puncak usia kejadian KNF yang diamati di Asia, dan puncak kecil pada pasien berusia antara 10 dan 25 tahun. Insiden KNF pada remaja ini menyumbang sekitar 20% (Spano et al., 2003). Karsinoma nasofarings merupakan kanker yang sering terjadi di Indonesia, sebagai peringkat keempat setelah kanker leher rahim, kanker payudara, dan kanker kulit, dan merupakan kanker yang paling sering terjadi di bagian kepala leher. Penyakit ini 100% terkait dengan EBV, terutama tipe undifferentiated carcinoma (WHO tipe III). Insiden KNF di Indonesia diperkirakan 6.2/100.000 atau sekitar 12 000 kasus baru setiap tahunnya (Adham et al., 2012). Data 3 registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukkan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki– laki dan urutan ke 8 pada perempuan (Ariwibowo, 2013). Dari data rekam medik poliklinik Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Sardjito Yogyakarta, dalam 3 tahun terakhir didapatkan jumlah pasien yang terdiagnosis KNF pada tahun 2010 sebanyak 87 pasien, tahun 2011 ada 97 pasien, sedangkan pada tahun 2012 ada sebanyak 117 pasien. Dari data tersebut terlihat peningkatan jumlah pasien KNF dalam 3 tahun terakhir. Metastasis merupakan penyebab kematian (90%) dari semua kanker, dan menimbulkan gejala klinis yang berbeda (Yilmaz et al., 2007). Metastasis menunjukkan sebagai proses yang terkoordinasi, memiliki tahapan-tahapan, meliputi pemisahan sel dari tumor primer untuk untuk berkembang menjadi lesi baru di organ jauh (Beavon, 1999). Metastasis merupakan hasil dari pengaruh yang kompleks dari perubahan adhesi antar sel, motilitas dan migrasi sel, proteolisis Extracellular Matrix (ECM) dan membrana basalis (Howell dan Grandis, 2005) Berbeda dengan Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) kepala leher lainnya (Cao et al., 2011), pertumbuhan tumor yang cepat menyebabkan KNF memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menginvasi daerah yang berdekatan, bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Lebih dari 60% pasien KNF yang datang didiagnosis dengan metastasis. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek dan menyebabkan tinggat kegagalan terapi yang 4 tinggi. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme molekuler metastasis KNF sangat penting untuk memeperbaiki prognosis pasien (Chen et al., 2012; Yu et al., 2013). Metastasis jauh sering terjadi pada pasien KNF (38-87%). Organ yang sering mengalami metastasis jauh adalah tulang (70-80%), liver (30%), paru-paru, dan sedikit pada limfonodi selain di regio leher (aksila, mediastinum, pelvis, dan inguinal). Prognosis penyakit tergantung pada lokasi metastasis, jika terjadi metastasis ke liver prognosis penyakit menjadi jelek, sedangkan bila metastasis ke tulang angka kelangsungan hidup lebih baik (Bensouda et al., 2011). Pada stadium awal penyakit, pasien sering tidak menyadari adanya gejala, sehingga pasien yang datang ke pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan stadium lanjut (Wei dan Kwong, 2010), dan pada 30-60% pasien stadium lanjut akan terjadi metastasis jauh dan mati akibat penyebaran penyakit (Cao et al., 2011). Sekitar 90% kontrol lokal tumor primer dapat dicapai dengan terapi yang ada saat ini, seperti radioterapi dan kemoterapi. Namun demikian, sekitar 30-40% KNF pasca terapi masih akan dapat berkembang untuk terjadi metastasis jauh dan atau terjadi kekambuhan lokoregional yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan terapi (Zhao et al., 2012). Kemajuan dalam diagnostik pencitraan, radioterapi, dan kemoterapi mungkin dapat mencapai kontrol lokoregional yang baik, namun hasil akhir terapi KNF tetap saja tidak memuaskan. Prognosis KNF terutama tergantung pada stadium klinis TNM. Namun, pasien KNF dengan stadium klinis yang sama sering kali memiliki prognosis yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa TNM 5 saja tidak cukup akurat untuk memprediksi prognosis penyakit. Dengan demikian, penting untuk mencari target terapi baru dan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme yang terlibat dalam penyebaran KNF (Chen et al., 2012). Sel KNF sangat sering menginvasi jaringan di sekitarnya dan bermetastasis ke limfonodi leher pada tahap awal perkembangan penyakit. Namun, mekanisme utama yang relevan masih belum diketahui. Banyak faktor yang mungkin terlibat dalam invasi dan metastasis seperti molekul adhesi antar sel, Matrix Metalloproteinase (MMP), dan sitokin yang dapat mendukung peningkatan mobilitas dan penyebaran sel kanker (Xu et al., 2013). Invasi dan metastasis sel tumor merupakan proses multi tahap, yang membutuhkan perubahan kompleks dalam interaksi adhesi antar sel. Adanya pelepasan sel tumor dari tumor primer adalah tahap awal yang penting dalam proses metastasis (Jones et al., 1996). Adhesi antar sel memainkan peran penting dalam pemeliharaan integritas sel dan jaringan (Kim et al., 2007). Beberapa molekul adhesi sel telah diakui sebagai penanda untuk potensi kejadian metastasis tumor padat (Tsao et al., 2003). E-cadherin adalah salah satu glikoprotein transmembran yang penting dalam adhesi sel, tumor suppression, diferensiasi sel, dan migrasi sel. Penelitian terbaru dari protein ini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi E-cadherin memainkan peran dalam perkembangan dan metastasis tumor (Shnayder et al., 2001). Perubahan interaksi antar sel dan sel dengan matriks memberikan kemampuan sel kanker untuk melewati batas jaringan normal dan bermetastasis. 6 Adanya perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam ekspresi dan fungsi molekul adhesi sel yang dimediasi oleh E-cadherin merupakan penanda penting adanya potensi metastasis beberapa kanker seperti kanker lambung, kanker kolorektal, KSS kulit, dan kanker payudara (Huang et al., 2001; Shnayder et al., 2001). Yip dan Seow (2012), menganalisis ekspresi E-cadherin pada 64 jaringan KNF dan 38 jaringan nasofarings bukan kanker dengan Imunohistokimia (IHK) dari tahun 2000 sampai 2004. Pada penilaian ekspresi E-cadherin, didapatkan bahwa semua jaringan nasofarings bukan kanker (> 95% sel-sel epitel mukosa) menunjukkan pewarnaan pada membran yang kuat dan seragam. Imunoreaktifitas terhadap E-cahderin secara signifikan lebih rendah pada jaringan KNF dibandingkan dengan jaringan nasofarings bukan kanker dengan P <0.001. Penelitian sebelumnya yang senada oleh Huang et al (2001), melakukan pemeriksaan mukosa nasofarings bukan kanker (20 kasus) dan KNF (80 kasus), menunjukkan bahwa tingkat ekspresi E-cadherin pada KNF secara signifikan lebih rendah dibandingkan pada sel epitel bukan KNF dengan p < 0.001. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Karsinoma nasofarings merupakan suatu keganasan epitelial dengan frekuensi kejadian yang cukup tinggi. Di Indonesia termasuk 4 besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di bagian THT-KL menduduki tempat pertama. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah pasien KNF di RSUP dr. Sardjito setiap tahunnya. 7 2. Karsinoma nasofarings memiliki karakteristik yang berbeda KKL lainnya, berupa prilaku dengan pertumbuhan yang sangat cepat, dan kecenderungan yang tinggi untuk bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek. 3. E-cadherin memainkan peran penting dalam pemeliharaan adhesi antar sel sel epitel. Perubahan molekul adhesi sel yang dimediasi oleh E-cadherin pada sel kanker berkontribusi pada peningkatan penyebaran sel tumor dan terbentuknya metastasis. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka disusun pertanyaan penelitian: Apakah terdapat perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis? D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekspresi E-cadherin pada pasien KNF sangat terbatas. Baru-baru ini Xu et al (2013), melakukan penelitian terhadap 148 dari jaringan KNF yang bertujuan untuk menentukan komponen jalur Wnt/β-catenin (β- catenin, cyclooxygenase 2, cyclin D1, c-Myc, dan E-cadherin) yang berhubungan dengan prognosis penyakit di Cancer Research Institute, Xiangya School of Medicine, Central South University (Changsha, Hunan, China). Dari 148 pasien didapatkan, 100 pasien sudah bermetastasis ke limfonodi regional (78 pasien N1, dan 22 pasien N2), sedangkan yang belum terjadi metastasis ke limfonodi regional sebanyak 48 pasien. Keseluruhan pasien yang 8 masuk ke dalam sampel penelitian belum terjadi metastasis jauh, sehingga diklasifikasikan sebagai M0. Dari analisis multivariat didapatkan peningkatan ekspresi β-catenin dan penurunan ekspresi E-cadherin adalah faktor prognosis (P=0.002 dan P=0.011) terlepas dari stadium TNM dan status limfonodi leher, sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan ekspresi β-catenin dan penurunan ekspresi Ecadherin berhubungan dengan prognosis yang jelek pada KNF (Xu et al., 2013). Penelitian lainnya pada KKL dilakukan oleh Kim et al. (2007), pada penelitian yang melibatkan sebanyak 66 pasien KSS hipofarings yang bertujuan untuk menilai pengaruh Hepatocyte Growth Factor (HGF) terhadap ekspresi dan distribusi E-cadherin di Ajou University Hospital dan Yonsei University Medical Center Korea dari tahun 1994 sampai 2000. Dari 66 pasien terdiri dari 7 pasien stadium I, 2 pasien stadium II, 19 pasien stadium III, dan 38 pasien stadium IV (berdasarkan sistem klasifikasi TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2002). Pada pengecatan E-cadherin secara IHK, ekspresi E-cadherin ditemukan pada 87,9% dari jaringan KSS hipofarings, yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe membranosa (46,9% ) yaitu lokasi E-cadheri hanya berada di dalam membran sel (gambar 1.A), dan tipe nonmembranosa (53,1%) yaitu lokasi Ecadheri berada di dalam sitoplasma atau tidak terlihat sama sekali (negatif) (gambar 1.B). Ekspresi E-cadherin pada tipe nonmembranosa secara signifikan berkorelasi dengan metastasis ke limfonodi, metastasis jauh, dan kekambuhan penyakit (tabel 1) (Kim et al., 2007). 9 Gambar 1. Ekspresi E-cadherin pada KSS hipofaring. (A) tipe membranosa, (B) tipe nonmembranosa (Kim et al., 2007) Tabel 1. Korelasi ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis pasien KSS hipofaring Variabel Metastasis ke limfonodi Negatif (n=25) Positif (n=41) Metastasis jauh Negatif (n = 45) Positive (n = 21) Kekambuhan penyakit Tidak (n = 48) Ya (n = 18) Tipe ekspresi E-cadherin (%) Membranosa Nonmembranosa (46.9%) (53.1%) Nilai P 22 (88) 9 (22) 3 (12) 32 (78) 0.006 25 (55.6) 6 (28.6) 20 (44.4) 15 (71.4) 0.041 28 (58.3) 3 (16.7) 20 (41.7) 15 (83.3) 0.003 (Kim et al., 2007) Li et al (2012), melakukan penelitian yang bertujuan untuk menilai hubungan ekspresi E-cadherin dengan beberapa parameter klinikopatologi pasien KSS larings. Sebanyak 64 pasien KSS laring yang menjalani total atau parsial laringektomi berdasarkan ukuran tumor di bagian THT-KL di rumah sakit Xiangya II Central South University China periode Maret 2002 sampai Januari 2005. Sebagai kontrol adalah jaringan yang diperoleh dari jaringan laring non tumor yang positif E-cadherin yang dikonfirmasi oleh ahli patologi anatomi. Pada pengecatan E-cadherin secara IHK, didapatkan ekspresi E-cadherin menurun 10 secara statistik, dan memiliki korelasi yang signifikan dengan metastasis ke limfonodi dengan nilai P<0.001, seperti yang terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis KSS laring Variavbel Metastasis ke limfonodi N0 N1 N2 N3 Kasus (n) Rata-rata skor pengecatan Nilai F Nilai P 28 14 17 5 216 ±48 163 ±63 128 ±46 66 ±23 19.009 <0.001 (Li et al., 2012) Pada penelitian kali ini, peneliti hendak mengetahui adanya berbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis, baik metastasis ke limfonodi leher maupun ke organ jauh dengan KNF yang belum bermetastasis. Subyek penelitian akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu KNF yang sudah bermetastasis sebagai kelompok kasus, sedangkan KNF yang belum bermetastasis sebagai kelompok kontrol, dengan masing-masing kelompok dengan jumlah yang sama. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran di bidang THT-KL khususnya onkologi, agar lebih memahami proses metastasis yang terjadi pada KNF, yaitu didapatkannya bukti medis peran E-cadherin pada metastasis KNF yang dibuktikan dengan adanya perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF 11 yang belum bermetastasis. Perubahan tingkat ekspresi E-cahderin diharapkan juga dapat memberikan informasi tambahan dalam penentuan stadium penyakit, rencana terapi, dan prognosis penyakit pada pasien KNF.