Erwinia carotovora

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Bioekologi Anggrek Phalaenopsis
Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, yang terdiri daari 800 genus
dan tidak kurang dari 25.000 spesies. Identifikasi anggrek dilakukan berdasarkan
bentuk daun, letak daun pada batang, batang, akar, bunga, dan buah. Namun ciri
pembeda yang utama dan mudah terlihat adalah bunga. Berdasarkan pola
pertumbuhannya, anggrek dibedakan menjadi pertumbuhan monopodial dan
simpodial.
Phalaenopsis berasal dari bahasa Yunani, yang memiliki arti menyerupai
kupu-kupu. Di Indonesia, Phalaenopsis lebih dikenal dengan nama anggrek bulan.
Anggrek ini telah diketahui memiliki lebih dari 50 jenis, dengan dua macam
bentuk bunga yaitu bulat (round shape) dan bintang (star). Warna dasar bunga
Phalaenopsis putih, ungu, merah, kuning, hijau,dan coklat. Namun, dengan
adanya persilangan antara induk yang berbeda menghasilkan hibrida baru dengan
warna dan corak bunga yang lebih bervariasi (Setiawan 2005)
Anggrek Phalaenopsis dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan
ketinggian 600-1200 m dpl. Intesitas cahaya yang dibutuhkan sekitar 15-25%,
dengan kelembapan relatif (RH) 60-85%. Tanaman ini akan tumbuh optimal pada
lingkungan bersuhu udara siang hari kurang dari 29oC sedangkan suhu malam hari
16-18oC. Phalaenopsis termasuk anggrek epifit, yang dapat tumbuh pada pohon
sebagai habitat aslinya. Media yang digunakan dalam budidaya Phalaenopsis
sebaiknya serupa dengan tempat dimana anggrek tumbuh secara alami (Sheehan
1992). Bahan yang bertekstur biasa digunakan untuk mempermudah pergerakan
udara melewati media. Dalam membudidayakan anggrek maka diperlukan suatu
media buatan, yang memiliki sirkulasi udara, daya kapiler, air dan kapasitas
penyimpan zat gizi yang baik. Stabilitas, berat komponen media, biaya serta
konsistensi dari media tersebut juga perlu diperhatikan (Wang et al. 2007).
Menurut Sheehan (1992), Phalaenopsis yang merupakan tanaman asli Asia,
terutama di Filipina dan Indonesia, sering digunakan sebagai buket bunga. Salah
satu hibrida dengan bunga berwarna putih (Phalaenopsis amabilis) dapat
berbunga sepanjang tahun. Perawatan tanaman harus dilakukan secara berkala
agar dapat menghasilkan bunga. Di negara dengan iklim subtropis, bunga dengan
warna merah muda akan berkembang pada musim gugur dan semi.
Penyakit Busuk Lunak (Soft Rot)
Penyebab penyakit busuk lunak (soft rot) yaitu bakteri patogen E.
carotovora.
Patogen
busuk lunak
Erwinia,
termasuk
dalam
kelompok
Enterobacteriaceae. Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif, berflagela peritrik,
dan Gram negatif (De Boer dan Kelman 2001). Erwinia spp. berukuran (0,5-1) x
(1,5-4) µm. Menurut Semangun (2006) bakteri ini memiliki karakteristik
berbentuk batang dan koloni berbentuk putih atau kuning.
Bakteri patogen busuk lunak dapat menyerang dan menghancurkan jaringan
akar, umbi, batang, daun, dan buah. Patogen ini dapat memperbanyak diri pada
ruang interseluler serta menghasilkan sekresi berupa enzim pektolitik dalam
jumlah besar. Suhu merupakan faktor utama yang menentukan patogenisitas
beberapa bakteri busuk lunak. E. carotovora dapat berkembang baik pada suhu
diatas 22o C yaitu pada daerah dengan iklim hangat (Sigee 1993).
Menurut Agrios (1997) E. carotovora telah diketahui menjadi penyebab
busuk lunak pada beberapa tanaman buah, sayuran dan tanaman hias. Gejala awal
yang terlihat yaitu terbentuk luka basah kecil, yang semakin membesar baik
diameter maupun kedalamannya. Daerah yang terinfeksi menjadi lunak sementara
warna permukaannya memudar. Jaringan pada daerah yang terinfeksi menjadi
berwarna krem dan tipis, kemudian menjadi hancur. Permukaan luar bagian
tanaman bergejala akan terlihat utuh namun dibagian dalamnya berubah menjadi
lunak, berair, dan berwarna coklat.
Lingkungan yang basah dan intenitas cahaya yang rendah akan
mempercepat
perkembangan
penyakit.
Kelembapan
yang
tinggi
akan
meningkatkan kemunculan, pergerakan, infeksi, dan multiplikasi bakteri patogen.
Proses tersebut akan terhambat pada lingkungan yang kering dan tingkat kejadian
penyakit akan berkurang tanpa adanya kelembapan. Bakteri ini dapat bertahan
dengan baik pada tanaman yang telah terserang penyakit, sisa-sisa tanaman, dan
bahan organik (Uchida 2010).
Pengendalian Penyakit Busuk Lunak
Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari
infeksi bakteri patogen yaitu memperhatikan intensitas cahaya matahari, suhu, dan
kelembapan pada lingkungan budidaya. Patogen busuk lunak tidak dapat
menginfeksi tanaman disekitarnya secara langsung. Namun, patogen tersebut
dapat bertahan pada jaringan terinfeksi di tanah. Sanitasi lingkungan perlu
diperhatikan agar tidak terdapat inokulum patogen. Anggrek membutuhkan
lingkungan dengan aliran udara yang baik dan terus bergerak. Aliran udara yang
baik akan menurunkan suhu udara, mempercepat penguapan air pada daun, dan
dapat mencegah terjadinya kebusukan pada bagian pucuk dan akar tanaman akibat
infeksi bakteri patogen (Setiawan 2005).
Pengendalian lain yang dapat dilakukan yaitu dengan penyingkiran
tanaman, modifikasi kelembapan lingkungan, sanitasi lingkungan, menggunakan
varietas yang resisten, serta pengendalian secara kimia. Daun yang terinfeksi pada
tanaman yang sehat mengindikasikan adanya kontaminasi bakteri, sehingga
tanaman tersebut harus dipisahkan dari tempat pembudidayaan (Uchida 2010).
Biologi Agens Biokontrol
Bacillus subtilis
B. subtilis telah banyak digunakan sebagai mikroba antagonis, yang
mempunyai kemampuan menghambat perkembangan beberapa patogen tanaman.
Karakteristik mikroba ini berbentuk batang, bersel satu, berukuran (0,5–2,5) x
(1,2-10) µm, aerob atau anaerob fakultatif. Berdasarkan klasifikasi dalam
Bergey’s Manual, bakteri ini termasuk famili Bacilliaceae yang bersifat Gram
positif dan dapat menghasilkan endospora. Endospora ini memiliki resistensi
terhadap panas (Mehrotra dan Aggarwal 2005). Beberapa strain B. subtilis telah
dipatenkan menjadi produk pengendali hayati di Amerika Serikat.
Bakteri ini dapat memanfaatkan eksudat akar dan tanaman mati sebagai
sumber
nutrisinya.
Kemampuan
bertahan
ini
yang
digunakan
untuk
mengendalikan patogen penyebab penyakit akar. B. subtilis dapat bertahan pada
lingkungan dengan suhu -5o sampai 75oC dan tingkat keasaman (pH) 2-8. Enzim
yang dihasilkan yaitu protease, amilase, dan kitinase. Enzim tersebut dapat
menguraikan dinding sel patogen. Mekanisme penghambatan bakteri B. subtilis
yaitu melalui antibiosis, persaingan, dan pemacu pertumbuhan (Soesanto 2008).
Bacillus cereus
B. cereus termasuk salah satu bakteri patogen pada manusia. Namun, bakteri
ini dapat dimanfaatkan sebagai agens antagonis terhadap beberapa patogen
tumbuhan. Seperti halnya B. subtilis, bakteri ini memiliki bentuk batang, Gram
positif, dan anaerob fakultatif. Bakteri ini dapat menghasilkan endospora.
Menurut Peterson et al. (2006), B. cereus memiliki interaksi dengan
sejumlah mikroorganisme yang terdapat di rizosfer. Bakteri ini dapat menekan
perkembangan penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen Oomycetes
(protista) dan meningkatkan produktivitas tanaman.
Pseudomonas fluorescens
P. fluorescens merupakan mikroba yang telah dikenal sebagai agens
pengendali hayati. Bakteri ini termasuk famili Pseudomonadaceae yang bersifat
Gram negatif, aerob dan memiliki flagela polar. Karakteristik lainnya yaitu
berbentuk batang lurus dan berukuran (0,5-1,0) x (1,5-4,0) µm. Bila ditumbuhkan
pada media King’s B dan diamati di bawah sinar ultraviolet, koloni bakteri akan
berpendar berwarna kuning kehijauan. Pigmen ini dihasilkan pada medium yang
kurang zat besi.
Mekanisme penghambatan terhadap patogen yaitu dengan adanya
persaingan hara, penghasil antibiotik, siderofor, dan asam sianida. Siderofor
berfungsi sebagai pengangkut besi (III), faktor pertumbuhan, perkecambahan, dan
beberapa sebagai antibiotik yang berpotensi (Soesanto 2006). P. fluorescens
menghasilkan 2,4-diacetylpholoroglucinol (DAPG) sebagai antibiotik yang
berpotensi untuk menekan patogen tanaman secara luas. Aplikasi P. fluorescens
dengan cara penyiraman pada tanah dapat menekan penyakit layu bakteri pada
tomat (Podile dan Kishore 2006).
Download