Bab.3 HUBUNGAN KERJA MK. : K3&HK Hubungan Kerja (dulu Hubungan Perburuhan). Sebelum keluarnya UU no. 13 tahun 2003: Tahun 2000an sudah dikenal istilah hubungan industrial. Sejak seminar Hubungan Perburuhan Pancasila,1974 H.Industrial dimaksud untuk mengganti istilah H. Perburuhan /H.kerja, yang membahas masalah H.antara pekerja dan pengusaha saja. Tapi kenyataan hubungan keduanya tak bisa berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan poleksosbud dll. Maka berkembang istilah baru industrial relation( hubungan industrial) yang ruang lingkup lebih luas dari labour relation. Pada pasal 1 angka 15 dan 16 UU no 13 th 2003 pengertian keduanya dibedakan, yaitu: Pasal 1 angka 15 UU no. 13 Tahun 2003 Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerja, upah, dan pengusaha. (ada 2 pihak) Pasal 1 angka 16 UU no 13 th 2003 Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. ( ada 3 pihak) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan pekerja/buruh tdk boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh serikat pekerja dengan pengusaha, juga tak boleh bertentangan dengan peraturan perusahan yang dibuat pengusaha. Landasan Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat dan ditaati dengan itikat baik dapat menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan kepastian hak dan kewajiban bagi para pihak. Maka produktivitas meningkat sehingga perusahaan dapat mengembangkan perusahannya, dan dapat membuka lapangan kerja baru. Yang berarti pula dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional seperti dalam amanat GBHN. Perjanjian Kerja Pengertian Perjanjian Kerja, Dalam UU no. 13 tahun 2003 Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak Sesuai Pasal 52: Perjanjian kerja dibuat atas dasar : -Kesepakatan kedua belah pihak ; -Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ; -Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan -Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( - Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) , (b), (c) dan (d) dapat dibatalakan.) Landasan Perjanjian Kerja, Perjanjian L Bersama dan Peraturan Perusahaan Kerja Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat dan ditaati dengan itikat baik dapat menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan kepastian hak dan kewajiban bagi para pihak. Maka produktivitas meningkat sehingga perusahaan dapat mengembangkan perusahannya, dan dapat membuka lapangan kerja baru. Yang berarti pula dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional seperti dalam amanat GBHN. Perjanjian Kerja Pengertian Perjanjian Kerja, Dalam UU no. 13 tahun 2003 Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak Sesuai Pasal 52: Perjanjian kerja dibuat atas dasar : -Kesepakatan kedua belah pihak ; -Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ; -Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan -Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sesuai Ps 54 UU N0 13 Tahun 2003, Perjanjian Keja tertulis sekurang kurangnya memuat: nama, alamat perusahan dan jenis usaha nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh jabatana atau jenis pekerjaan tempat pekerjaan besarnya upah dan cara pembayarannya syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja Pasal 1330 KUHP ditentukan bahwa : -Orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dalam pengampuan, orang gila tak boleh membuat suatu persetujuan. Seorang pekerja/buruh baru diperbolehkan membuat perjanjian kerja jika sudah berumur 18 tahun. Sedang pekerja/buruh dengan ketentuan berikut( pada UU no 13 th 2003,psl. 119 ) : 1. Jika dalam suatu perusahaan hanya ada satu serikat pekerja/ serikat buruh, serikat pekerja/ serikat buruh tersebut harus dapat mewakili pekerja/ buruh, untuk membuat perjanjian kerja bersama apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut. 2. Jika serikat pekerja/ serikat buruh tak punya anggota lebih dari 50%, serikat pekerja/ serikat buruh tersebut baru dapat membuat perjanjian kerja bersama jika mendapat dukungan lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut. 3. Jika perusahaan punya lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh, maka serikat pekerja/ serikat buruh yang dapat membuat perjanjian kerja bersama adalah serikat pekerja/ serikat buruh yang punya jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut. 4. Jika perusahaan punya lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh tidak memenuhi ketentuan dalam point 3 datas, maka serikat pekerja/ serikat buruh baru dapat membuat perjanjia kerja bersama bila dapat berkualisi dengan serikat pekerja/ serikat buruhyang ada sehingga punya suara lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut ( pasal 120, ayat 1). Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 124 UU no 3 tahun 2003 Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat : hak dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh; jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama, dan tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. ) Jenis Perjanjian Kerja, sesuai UU no 13 tahun 2003 1. Perjanjian keja untuk waktu tertentu Perjanjian keja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dan dengan Bahasa Indonesia dan huruf latin serta memenuhi syarat2: Berjangka waktu tertentu Adanya suatu pekerjaan yang selesais dalam waktu tertentu Tidak mempunyai syarat waktu percobaan. 2. Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu berlaku terus sampai: pihak pekerja/buruh memasuki usia pensiun (55 tahun) pihak pekerja/buruh diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan pekerja/buruh mninggal dunia adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja/buruh telah melakukan tindak pidana sehingga perjanjian kerja tidak bisa dilanjutkan Dalam Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak tertentu, Pengusaha harus membuat surat pengangkatan yang minimal memuat: nama dan alamat pekerja/buruh tanggal mulai bekerja jenis pekerjaan besarnya upah B. Peraturan Perusahaan Jika perusahaan telah terbentuk, pengusaha diwajibkan untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan yang berlaku di perusahaan yang bersangkutan.: Peraturan tersebut minimal memuat: -hak dan kewajiban pengusaha -hak dan kewajiban pekerja/buruh -syarat kerja -tata tertib perusahaan -jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Seperti dalam KUHP, Kewajiban Pekerja : Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik baiknya Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan seizin pengusaha ia menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya. Pekerja/buruh wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan pekerjaannya Pekerja/buruh yang tingal pada pengusaha , wajib berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga pengusaha. Kewajiban Pengusaha : Membayar upah Pengertian upah: - Upah adalah pembayaran yang diterima selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan. Pasal 1 angka 30 UU no. 13 tahun 2003 -Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pasal 88. Tentang Pengupahan 1. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. 3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : upah minimum; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan; upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; upah karena menjalankan hak waktu istirahata kerjanya; bentuk dan cara pembayaran upah denda dan potongan upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; struktur dan skala pengupahan yang proporsional; upah untuk pembayaran pesangon; dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Seperti dalam KUHP, Kewajiban 4. Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pasal 89 Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : - upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; - upah minimum berdasrakan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota; - upah miminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. - upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. - Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 90 - Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. - Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan. Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 91 - Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan penguapahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. - Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 92 - Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. - Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 93 1. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku,dan pengusaha wajib membayar upah apabila : - pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; - pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; - pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; - pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; - pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; - pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakanya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; - pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; - pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan - pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. 3. Upah yang dibayarkan kepada pekerja.buruh yang sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagai berikut: -untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; -untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; - untuk bulan selanjutnya dibayar 25 % (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. 4. Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sebagai berikut : pekerja/burh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari; menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari; 5. Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pasal 94 Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. : Pasal 94 Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Pasal 95 - Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/burh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. - Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. - Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah. - dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Pasal 96 Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua0 tahun sejak timbulnya hak. Pasal 97 Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup yang layak, dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalm Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 98 - Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan penguapahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. - Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar.