1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau
rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus
menerus. Suryana (2004) menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat
Indonesia mengalami kekurangan energi dan protein di bawah standar
kecukupan yang direkomendasikan dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Kelompok kekurangan energi ini pada tahun 2003 mencapai 127,9 juta jiwa
dan 81,5 juta jiwa diantaranya disertai dengan kekurangan protein. Ketika
seseorang tidak mendapatkan makanan yang cukup dan baik, maka akan
rentan mengalami malnutrisi.
Malnutrisi meliputi keadaan kurang gizi (undernutrition) dan kelebihan
gizi (overnutrition). Dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah malnutrisi
energi protein (MEP). MEP merupakan masalah kesehatan dunia, terutama di
negara berkembang. Sebanyak 300 juta balita di negara berkembang
menderita malnutrisi kronis (Zarocostas, 2006; Black
et al., 2008).
Berdasarkan data WHO (2011), diketahui bahwa MEP menyumbang 0,4%
sebagai penyebab kematian total di dunia pada tahun 2008 atau sebesar 242
ribu jiwa dan 55,1% diantaranya adalah balita. Hasil Riskesdas tahun 2010, di
Indonesia ditemukan sebanyak 17,9% balita mengalami gizi kurang dan 4,9%
diantaranya mengalami gizi buruk, serta 35,8% balita mengalami malnutrisi
kronis (stunted). Selain itu, angka kematian neonatus, bayi, dan balita masing-
1
2
masing sebesar 19/1000 kelahiran, 44/1000 kelahiran, dan 34/1000 balita
yang merupakan insidensi tertinggi se-Asia Tenggara (Riskesdas, 2010).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
rangka menurunkan angka kejadian malnutrisi pada balita. Namun upaya ini
kurang efektif dan tidak memiliki dampak berkelanjutan yang baik dalam
mengatasi masalah status gizi, pertumbuhan, dan perkembangan anak
(Depkes RI, 2006; Depkes NTT, 2007). Hasil ini sesuai dengan hasil review
Bhuta et al. (2008) yang menunjukkan bahwa pengentasan malnutrisi dengan
upaya perbaikan gizi di masyarakat seperti pemberian suplementasi
mikromineral pada anak dan ibu hamil hanya mampu mencegah sekitar 33%
kejadian malnutrisi. Sebanyak 67% disebabkan akibat terjadinya penyakit
infeksi ulangan dan malfungsi saluran cerna pada anak yang masih belum
mendapat perhatian dalam manajemen malnutrisi di masyarakat.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk memahami penyebab malnutrisi.
Malnutrisi menurunkan imunitas seluler, jumlah sel T-limfosit, merusak struktur
usus halus, dan meningkatkan atrofi kelenjar limfoid sehingga tubuh lebih
rentan terhadap infeksi. Konsumsi protein dan asam amino yang tidak cukup
akan mempengaruhi jumlah dan fungsi imun seluler, serta menurunkan
respon antibodi. Salah satu komponen utama sistem imun tubuh yang terkena
dampaknya adalah sel T intraepitel (intraepithelial lymphocyte/IEL) yang
berfungsi mengenali dan sitotoksik terhadap patogen (Fatmah, 2006). Oleh
karena itu, IEL berperan sebagai pertahanan awal limfoid terhadap antigen
dalam lumen. Hal ini dibuktikan oleh Cano et al. (2002) yang menyatakan
bahwa malnutrisi menurunkan secara signifikan jumlah IEL yang sebagian
besar tersusun atas sel T.
3
Pada anak malnutrisi ditemukan adanya pengurangan luas permukaan
dan panjang vili usus yang disertai dengan adanya infiltrasi inflamasi pada
bagian submukosa saluran cerna (Ahmet et al., 2009). Pada permukaan vili
terdapat mikrovili yang memperluas area absorpsi, namun pada keadaan
malnutrisi mengalami kehilangan sel permukaan, sehingga tidak dapat
menyerap nutrisi dengan baik. Begitu pula dengan sel kolumnar pada dasar
kripta merupakan sel proliferatif yang akan berdiferensiasi untuk meregenerasi
jaringan epitel. Perubahan komposisi bakteri saluran cerna akibat rendahnya
asupan protein dan energi dapat mengarah kepada proses perkembangan
malnutrisi karena mikroflora usus memiliki peran penting dalam penyerapan
dan pencernaan makanan (Unsal et al., 2009; Gupta et al., 2011).
Hasil ini memberikan sebuah konsep penanganan dan pencegahan
malnutrisi di negara berkembang melalui makanan fungsional. Makanan
fungsional merupakan makanan alami atau olahan yang memiliki sifat
meningkatkan kesehatan atau mencegah penyakit di luar fungsi nutrisinya.
Secara umum makanan fungsional mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai
sumber nutrisi, pemberi cita rasa dan aroma, dan pemberi senyawa aktif untuk
mencegah atau mengobati penyakit (Subroto, 2008). Salah satu jenis
makanan
fungsional
adalah
probiotik.
Manajemen
mikroflora
saluran
pencernaan dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan berprobiotik.
Bakteri probiotik biasa dikonsumsi dalam bentuk minuman fermentasi
menggunakan media susu. Minuman susu fermentasi ini disebut yoghurt yang
memiliki kandungan nutrisi lebih baik dan lebih mudah dicerna dibandingkan
dengan susu segar (Hidayat et al., 2006). Awalnya yoghurt dibuat dari susu
sapi, namun kini mulai dengan bahan susu kambing yang difermentasi
4
dengan bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus). Susu kambing belum memasyarakat di Indonesia karena bau
khasnya yang kurang disukai. Namun, bau khas susu kambing ini dapat
dikurangi dengan cara fermentasi menjadi yoghurt susu kambing.
Beberapa studi menunjukkan bahwa susu kambing memiliki keunggulan
dibandingkan susu sapi dalam aktivitas antibakteri dan sistem imunitas,
memiliki kecernaan yang tinggi karena globula lemak yang lebih kecil, serta
memiliki kandungan alergenik yang lebih rendah (Park, 1994; Haenlein, 2004;
Martin-Diana et al., 2003). Proses fermentasi susu dengan menggunakan
bakteri probiotik dapat mencegah terjadinya diare akibat intoleransi laktosa
karena penurunan enzim laktase pada penderita malnutrisi. Oleh karena itu,
peneliti ingin mengetahui lebih lanjut manfaat Yogoat (Yoghurt Susu Kambing)
dalam memperbaiki jumlah intraepithelial lymphocyte (IEL), panjang vili, dan
kedalaman kripta ileum pada tikus Wistar malnutrisi energi protein.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini, yaitu :
1. Apakah Yogoat (Yoghurt Susu Kambing) memiliki pengaruh dalam
memperbaiki jumlah intraepithelial lymphocyte (IEL), panjang vili, serta
kedalaman kripta ileum pada tikus Wistar malnutrisi energi protein ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian Yogoat (Yoghurt Susu Kambing)
5
dalam memperbaiki histologi ileum tikus Wistar malnutrisi energi-protein.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh pemberian Yogoat (Yoghurt Susu Kambing)
dalam meningkatkan jumlah intraepithelial lymphocyte (IEL) ileum tikus
Wistar malnutrisi energi protein.
b. Mengetahui pengaruh pemberian Yogoat (Yoghurt Susu Kambing)
dalam memperbaiki panjang vili dan kedalaman kripta ileum tikus Wistar
malnutrisi energi protein.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Penulis
Merupakan kesempatan yang baik dalam menerapkan disiplin ilmu
kesehatan yang didapat selama duduk di bangku perguruan tinggi dan
menambah pengetahuan serta wawasan tentang apa yang terjadi secara
nyata pada obyek yang hendak diteliti.
2. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Membuktikan secara ilmiah dan memberikan informasi mengenai
variasi produk dari susu kambing dan manfaatnya bagi kesehatan. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
memberikan terapi renutrisi pada anak malnutrisi, serta dapat mengurangi
angka kejadian malnutrisi dan angka kematian akibat malnutrisi pada anak.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh pemberian Yogoat (Yoghurt Susu
Kambing) dalam memperbaiki jumlah intraepithelial lymphocyte (IEL), panjang
6
vili, serta kedalaman kripta usus pada tikus Wistar MEP sejauh ini belum
pernah diteliti dan dipublikasikan. Penelitian ini didasari oleh beberapa
penelitian, yaitu sebagai berikut :
1. Cano et al. (2002) dengan judul penelitian Adjuvant Effects of Lactobacillus
casei Added to a Renutrition Diet in a Malnourished Mouse Model.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menentukan dosis efektif L.
casei yang digunakan sebagai adjuvant dalam diet renutrisi pada mencit
malnutrisi ringan yang akan memodulasi sistem kekebalan mukosa dan
yang menginduksi perbaikan integritas pertahanan saluran cerna. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa gangguan pertahanan usus dan fungsi mukosa
imun yang disebabkan oleh malnutrisi dapat dikembalikan oleh L. casei.
Pemberian L. casei dosis 107 CFU/hari/tikus selama 5 hari berturut-turut
dapat memperbaiki sistem imunitas mukosa usus secara optimal.
Perbedaan
dengan
penelitian
ini
adalah
mencit
yang
digunakan
mendapatkan diet bebas protein, sedangkan penelitian ini menggunakan
tikus yang mendapatkan pembatasan diet energi-protein sebesar 50% dari
kontrol. Cano et al. juga hanya memberikan intervensi berupa bakteri L.
casei, sedangkan penelitian ini memberikan yoghurt susu kambing yang
didalamnya
terdapat
3
jenis
bakteri
(Lactobacillus
acidophilus,
Streptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium longum).
2. Galdeano et al. (2011) dengan judul penelitian Impact of a Prebiotic
Fermented Milk in The Gut Ecosystem and in The Systemic Immunity
Using a Non-severe Protein-Energy-Malnutrition (PEM) Model in Mice.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengevaluasi efek pemberian
susu fermentasi berprobiotik sebagai pelengkap pemberian renutrisi dalam
7
diet terhadap perbaikan lapisan usus, mukosa, dan fungsi sistem imun
pada model dengan PEM tidak akut. Dari hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan bahwa susu fermentasi berprobiotik dapat meningkatkan
jumlah Bifidobacteria dalam usus, berat badan, jumlah dan panjang vili
usus, sel IgA+, makrofag, sel dentritik, sitokin, serta aktivitas fagosit.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah hewan coba pada penelitian yang
dilakukan Galdeano berupa mencit, sedangkan penelitian ini menggunakan
tikus. Susu prebiotik fermentasi dibuat menggunakan starter bakteri
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus
casei, sedangkan penelitian ini menggunakan bakteri Lactobacillus
acidophilus, Streptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium longum.
3. Nuryani (2010) dengan judul penelitian Pengaruh Pemberian Lactobacillus
casei Pada Mencit yang Diinfeksi Dengan Salmonella thypimurium.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian
probiotik L. casei terhadap kadar IgA total cairan intestinal dan struktur vili
usus halus mencit yang diinfeksi dengan S. thypimurium. Dari hasil
penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian bakteri L. casei pada
mencit dapat menginduksi terbentuknya IgA total pada mukosa saluran
pencernaan, namun tidak memberikan efek protektif terhadap kerusakan
intestinal akibat infeksi S. thypimurium. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan Nuryani menggunakan mencit yang
diinfeksi S. thypimurium, sedangkan penelitian menggunakan tikus yang
dibuat malnutrisi energi protein yang tidak diinfeksi.
Download