Modul Kewarganegaraan [TM6]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
KONSTTTUSI DAN RULE OF LAW
Modul Standar untuk digunakan
dalam Perkuliahan di Universitas
Mercu Buana
Fikom
Program Studi
Disini diisi Fakultas
penerbit Modul
Broadcasting
Tatap Muka
06
Kode MK
Disusun Oleh
MK10230
H.Ghazaly ama la nora,S.IP.,M.Si
Abstract
Kompetensi
Petunjuk Penggunaan Template
Modul Standar untuk digunakan
dalam modul perkuliahan
Universitas Mercu Buana
Dosen Pengampu dapat menerapkan
dan menggunakan template modul
standar untuk modul-modul yang akan
dipergunakannya
Tujuatt Instruksiomal Khusus
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Menyebutkan definisi dan pengertian konstitusi dan rule of law.
Menguraikan fungsi konstitusi dan rule of law.
Menjelaskan perkembangan konstitusi di Indonesia.
Menjelaskan mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang.
Memahami pengertian lembaga rule of law.
Memahami latar belakang rule of law.
Menguraikan fungsi rule of law.
Memahami dinamika pelaksanaan rule of law.
Deskripsi Singkat
Dalam perkuliahan ini Anda akan mempelajari pengertian, definisi dan fungsi konstitusi, dan rule of
law. Pada tahap selanjutnya memahami mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang, dan
pada tahap akhir perkuliahan dilakukan diskusi tentang lembaga rule of law baik mengenai fungsi,
wewenang, dan masalahnya.
Pokok Bdhasan
I. Bahan Bacaan
1.
Asshiddiqie, Jimly. 2004. Kekuasaan Kehakiman di Masa Depan. Makatah.
2.
Fokus Media. 2004. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung.
Fokus Media. Bandung.
3.
Herlia Tati. 2004. Fenomena Kultur dan Politik Indonesia. Jurnal Dephan. Jakarta.
4.
ICCE UIN. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
Masyarakat Madani. UIN dan Prenada Media. Jakarta.
5.
Kansil dan Kansil. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Pradnya
Paramita. Jakarta.
6.
Kusnardi, M. dan Bintan Saragih. 2000. Ilmu Negara. Gaya Media Pratama. Jakarta.
7.
Manan, Bagir. 2005. DPR, DPD, dan MPR dalam UUD1945 Baru. UN Press. Yogyakarta.
8.
Oesman O., dan Alfian. 1993. Pancasila Sebagai Ideologi. BP-7 Pusat. Jakarta.
9.
Sinar Grafika. 2005. UUD 7 945 Hasil Amandemen. Sinar Grafika. Jakarta
10. Syarbaini, Syahrial (Editor). 2005. Mater/ Perkuliahan Pendidikan Pewarganegaraan
(PKn). Sus- cadoswar, Dikti. Jakarta.
II.
1.
2.
3.
4.
5.
Pertanyaan Kunci
Sebutkan pengertian konstitusi dan rule of law.
Uraikan fungsi konstitusi dalam suatu negara.
Apa perbedaan antara UUD 1945, UUDS, dan UUD 1945 Amandemen.
Jelaskan tahapan pembuatan undang-undang.
Jelaskan fungsi dan wewenang lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan tinggi.
III. Tugas
Anda harus membaca isi Bab 6 dan menuliskan pemahaman Anda pada Formulir 1 serta
menyerah- kannya kepada dosen sebelum pertemuan dimulai.
A. Pengertian dan Definisi Konstitusi
Banyak kasus yang menyadarkan kita untuk mempelajari konstitusi dan rule of law
atau penegakan hukum, karena terkait dengan aturan bagaimana kehidupan
bermasyarakat dan bernegara diatur. Contohnya, kasus berhentinya Presiden Soeharto
‘13
2
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pada tahun 1998, dan di- gantikan oleh Wakil Presiden B. J. Habibie. Menurut ketentuan
UUD 1945, sebelum menjabat presiden, maka calon presiden mengucapkan sumpah di
hadapan MPR. Namun demikian, pada tahun 1998, MPR tidak dapat ber- sidang, sehingga
sumpah presiden dilakukan di Istana Presiden dihadapan Ketua MA dan disaksikan
pimpinan DPR-MPR. Peristiwa tersebut tidak diatur dalam UUD 1945. Belajardari
pengalaman tersebut, maka MPR periode 1999-2004 mengadakan amandemen Pasal 9
yang semula berbunyi "sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menu- rut agama, atau berjanji dengain sungguh-sungguh dihadapan MPR atau
DPR' menjadi 2 ayat, dengan ayat tambahan berbunyi "jika MPR atau DPR tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden atau Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan
MA."
1. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara atau
menyusun dan menyatakan aturan suatu negara. Sedang- kan istilah undang-undang dasar
(UUD) merupakan terjemahan istilah dari bahasa Belanda Cronwet. Perkataan wet
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia undang-undang dasar, dan grond berarti tanah
atau dasar.
Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris dipakai istilah Constitution yang
diindonesiakan menjadi konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik dapat diartikan lebih
luas daripada pengertian undang-undang dasar. Dalam ilmu politik, Constitution merupakan
suatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan
statuere. Cume adalah sebuah presposisi yang berarti *bersama-sama dengan.../ sedangkan
statuere mempunyai arti berdiri. Atasdasar itu, kata statuere mempunyai art* 'membuat sesuatu
agar berdiri atau mendirikan/menetapkan." Dengan demikian bentuk tunggai dari konstitusi adalah
menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi berarti segala yang
ditetapkan.
2. Definisi Konstitusi(UUD)
Para ahli hukum ada yang membedakan arti konstitusi dengan undang- undang-undang
undang dasar dan ada juga yang menyamakan arti keduanya. Persamaan dan dasar adalah bagian
tertulis perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. L. J. Van Apeldoorn membedakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya Konstitusi adalah memuat
peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis, sedangkan undang-undang dasar (gronwet) adalah
bagian tertulis dari konstitusi.
b. Sri Sumantrj menyamakan arti keduanya sesuai dengan praktik ke- tatanegaraan di sebagian
besar negara-negara dunia termasuk Indonesia.
c. E.C.S Wade mengartikan undang-undang dasar adalah naskah yang memberikan rangka dan
tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan tersebut. Apabila negara dipandang sebagai kekuasaan atau organisasi
kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lemba- ga atau kumpulan asas
yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya
antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Undang-undang dasar menetapkan cara-cara .
bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain,
merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
d. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
1)
Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan
(mengandung arti politis dan sosiologis).
2)
Konstitusi adalah suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat (mengandung arti
hukum atau yuridis).
3 ) Konstitusi adalah kesepakatan yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang
yang tertinggi yang berlaku dalam suatu ne- ' gara.
‘13
3
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
e.
C.F. Strong memberikan pengertian konstitusi suatu kumpulan asas-asas yang
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (arti luas), hak-hak dari pemerintah dan hubungan
antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut hak-hak asasi manusia).
Berdasarkan pendapat para ahli di atasdapat disimpulkan bahwa konstitusi meliputi peraturan
tertulis dan tidak tertulis. Undang-undang dasar meru- pakan konstitusi yang tertulis. Dengan
demikian konstitusi dapat diartikan sebagai berikut:
a. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan
kepada para penguasa.
b. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem
politik.
c. Suatu gambaran dari lembaga-lembaga negara.
d. Suatu gambaran yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.
B. Hakikat dan Fungsi Konstitusi (UUD) 1. Hakikat Isi Konstitusi (UUD)
Pada hakikatnya konstitusi (UUD) itu berisi tiga hal pokok, yaitu:
a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya,
b. Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental,
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sedangkan menurut Budiardjo (1996), setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan
mengenai:
a. Organisasi Negara
Dalam konteks organisasi negara, konstitusi (UUD) berisi hal-hal:
1)
Pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
2)
Pembagian kekuasan antara pemerintah pusat atau federal dengan pemerintahan
daerah atau negara bagian.
3)
Prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran hukum oleh salah satu badan
pemerintah dan sebagainya.
4)
Bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada dalam negara.
5) Bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dari negara tersebut.
b. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Hak dan Kewajiban Negara, dan Hubungan Keduanya
Ketentuan pada butir b di atas, ditujukan untuk memberi jaminan yang pasti kepada
warga negara dan negara sehingga kehidupan tata negara dapat berjalan tertib dan
damai, dan untuk menghindari adanya pelang- garan oleh pihak-pihak yang
memegang kekuasaan. (Hak dan kewajiban warga negara dan negara) dapat dilihat
pada uraian bab hak dan kewajiban warga negara).
c. Prosedur Mengubah Undang-Undang Dasar
Konstitusi suatu negara dibuat berdasarkan pengalaman dan kondisi so- sial politik
masyarakat dalam kehidupan masyarakat yang selalu meng- alami perubahan akibat
dari pembangunan, modernisasi, dan muncul- nya perkembangan-perkembangan
baru dalam ketatanegaraan.
2.Fungsi Konstitusi (UUD)
Konstitusi (UUD) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan ber- negara
.memiliki.arti dan makna yang sangat penting. Hal ini berarti bahwa konstitusi (UUD)
menjadi "tali" pengikat setiap warga negara dan lembaga negara dalam kehidupan negara.
Dalam kerangka kehidupan negara, konstitusi (UUD) secara umum memiliki fungsi sebagai:
a. Tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permanen (lembaga
suprastruktur dan infrastruktur poJitik).
b. Tata aturan dalam hubungan negara dengan warga negara serta dengan negara lain.
c. Sumber hukum dasar yang tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku harus mengacu pada konstitusi (UUD).
‘13
4
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Secara khusus, fungsi konstitusi (UUD) dalam negara demokrasi dan negara komunis
adalah:
a. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Demokrasi Konstitusional
1) Membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraankekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang (absolut).
2) Sebagai cara yang efektif dalam membagi kekuasaan.
3) Sebagai perwujudan dari hukum yang tertinggi (supremasi hukum) yang harus ditaati
oleh rakyat dan penguasanya.
b. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Komunis
1) Sebagai cerminan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke
arah masyarakat komunis.
2) Sebagai pencatatan formal (legal) dari perjuangan yang telah dicapai.
3) Sebagai dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-cita- kan dan dapat
diubah setiap kali ada pencapaian kemajuan dalam masyarakat komunis.
C. Dinamika Pelaksanaan Konstitusi (UUD1945)
Dalam gerak pelaksanaannya, konstitusi (UUD 1945) banyak meng- alami perubahan
mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. Peristiwa perubahan ini berlangsung
dalam beberapa kali dengan periode waktu tertentu. Perubahan tersebut secara sistematis
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. UUD 1945, Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu di atas, pelaksanaan UUD tidakdapat dilaksanakan dengan baik,
karena bangsa Indonesia sedang dalam masa pancaroba, arti- nya dalam masa upaya
membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan, sedangkan pihak
kolonial Belanda masih ingin men- jajah kembali negara Indonesia.
2. Konstitusi RIS, Berlaku 27 Desember 1949 Sampai 17 Agustus 1950
Rancangan Konstitusi (UUD) ini disepakati bersama di Negara Belanda antara wakilvvakil pemerintah Rl dengan wakil-wakil pemerintah negara BFt) (Bijeenkomst Voor
Federaal Overleg), yaitu negara-negara buatan Belanda di luar negera Rl. Peristiwa ini
terjadi di Kota Pantai Scheveningen, tanggal 29 Oktober 1949, pada saat berlangsungnya
KMB (Konferensi Meja Bundar). Rancangan Konstitusi RIS ini disetujui pada tanggal 14
Desember 1949 di Jakarta oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP Rl dan wakil ma- singmasing pemerintah serta DPR negara-negara BFO. Namun demikian, konstitusi RIS ini tidak
dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih kurang delapan
bulan (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan
masyarakat dari ber- bagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan
meninggalkan bentuk negara RIS sangat tinggi. Kenyataan ini membuat negara RIS bubar
dan kembali bergabung ke bentuk negara kesatuan yang ibu kotanya di Yo- gyakarta. Pada
tahun 1950, negara RIS yang belum bergabung dengan NKRI adalah negara bagian
Indonesia Timur dan negara bagian Sumatra Timur, namun dalam jangka waktu yang tidak
lama dicapai kesepakatan antara NKRI dengan kedua negara bagian tersebut. Dengan
kesepakatan itu, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, negara RIS resmi kembali bergabung
dengan NKRI.
3. UUDS, Berlaku 15 Agustus 1950 Sampai 5 Jul! 1959
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) ini merupakan UUD yang ketiga
bagi Indonesia. Menurut UUDS ini, sistem pemerintah- an yang dianut adalah sistem
pemerintahan parlementer dan bukan sistem kabinet presidensial lagi seperti dalam UUD
1945, Menurut sistem Pemerintahan Parlementer yang tertuang dalam UUDS ini Presiden
dan Wakil Pre- siden adalah Presiden dan Wakil Presiden Konstitusional dan "tidak dapat
di ganggu gugat", karena yang bertanggung jawab adalah para menteri kepada parlemen
(DPR). UUDS ini berpijak pada pemikiran liberal yang mengutama- kan kebebasan individu,
sedangkan UUD 1945, berpijak pada landasan de- mokrasi pancasila yang berintikan sila
keempat.
‘13
5
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam pelaksanaannya sistem parlementer yang dianut oleh UUDS ini menyebabkan
tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan, karena sering bergantinya kabinet
yang didasarkan kepada dukungan suara di Parlemen. Selama tahun 1950-1959, terjadi
pergantian kabinet sebanyak tujuh kali, sehingga implikasinya, banyak program kabinet
yang tidak ber- jalan dan berkesinambungan. Di samping itu sidang dewan konstituante
merupakan hasil pemilu demokratis pada bulan September dan Desember tahun 1955,
mendapat tugas untuk menyusun rancangan UUD baru sebagai pengganti UUD 1945
sebagai wujud akomodasi dari aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya perubahan
dari UUDS ke UUD baru mengalami kemacetan (stagnan) selama dua tahun. Mengingat
dampak dari stagnannya pembahasan RUUD baru tersebut dalam waktu yang relatif lama
menimbul- kan kekhawatiran bahwa dewan konstituante akan gagal menyelesaikannya.
Kondisi politik yang demikian membuat pemerintah (Presiden lr. Soekarno) mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya kita kembali ke UUD 1945.
4. UUD 1945, Berlaku 5 Juli 1959 Sampai 1966
Dalam kurun waktu 1959-1999, penyelenggaraan pemerintahan negara terklasifikasi
dalam dua kurun waktu, yaitu kurun waktu 1959-1966 yang ,_dikenal dengan istilah Orde
Lama (ORLA) dan kurun waktu 1966-1999 yang dikenal dengan istilah Orde Baru (ORBA).
Pada kurun waktu yang pertama, pemerintahan negara dipimpin oleh Presiden Soekarno
dan pada kurun waktu yang kedua di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Pelaksanaan UUD 1945 pada kurun waktu kepemimpinan Presiden lr. Soekarno adalah
beberapa hal yang perlu dicatat mengenai penyimpang- an konstitusi (UUD 1945) yaitu:
a. Presiden merangkap sebagai penguasa eksekutif dan legislatif.
b. Mengeluarkan UU dalam bentuk Penetapan Presiden dengan tanpa per- setujuan
DPR. t
c. MPRS mengangkat presiden seumur hidup.
d. Hak Budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR.
e. Pimpinan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara diangkat men- jadi menteri
menteri negara dan presiden menjadi Ketua DPA.
Sedangkan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, hal-hal yang perlu dicatat
mengenai pelaksanaan konstitusi (UUD), yaitu:
a. Membentuk lembaga-lembaga yang tecsebut dalam UUD 1945 yang ditetapkan
dengan undang-undang.
b. Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan, yaitu
melaksanakan Pemilu DPR, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, mengangkat
kabinet, laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Umum MPR, dan seterusnya.
c. Menggunakan sistem pemerintahan Presidensial sebagaimana diatur dalam Konstitusi
(UUD 1945), dan Iain-Iain.
5. UUD 1945 pada Tahun 1966 sampai dengan 1999
Hal-hal yang terjadi dalam Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu tahun 1966 -1999 ini
dapat diklasifikasi dalam 4 bagian, yaitu :
a. Pelaksanaan UUD 1945 tahun 1966-1999
Pelaksanaan UUD 1045 dalam kurun waktu 1966-1999, memiliki nilai penting bagi
kelangsungan kehidupan bangsa dan negara Indonesia pasca pemerintahan
Presiden Soekarno. Pemerintahan yang kita kenal dengan sebutan Pemerintahan
Orde Lama, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan tatanan yang belum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Kenyataan (realitas) ini secara bertahap dilakukan
perbaikan dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara oleh
Pemerintahan Presiden Soeharto. Pemerintahan ini dikenal dengan sebutan
Pemerintahan Orde Baru, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara menurut Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
‘13
6
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1966-1970
Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu yang tersebut di atas dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar 1966) Lahirnya
Supersemar 1966 ini diawali oleh adanya tindakan PKI yang mengkhianati
negara, bangsa, Pancasila, dan UUD 1945. Tindakan PKI ini menimbulkan
"situasi konflik" antara rakyat disatu pihak dan presiden di lain pihak. Situasi
ini semakin lama semakin meruncing, sehingga keadaan ekonomi dan
keamanan makin tidak terkendalikan. Ditambah lagi dengan aksi unjuk rasa
(demoristrasi) yang dipelopori oleh Pemuda, mahasiswa, dan rakyat) di
halaman Istana Negara, Jakarta. Tuntutan yang diusung oleh para pengunjuk
rasa tersebut adalah disebut dengan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura
tersebut adalah:
a. Bubarkan PKI.
b. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI.
c. Turunkan harga-harga/perbaikan ekonomi.
Kenyataan tersebut mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 kepada Mayjen TNI Soeharto
yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Ko- mando Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad) yang berkedudukan di Jakarta untuk mengendalikan
situasi konflik tersebut, sehingga situasi dan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat Ibukota dan daerah tetap terkendali dengan baik.
2) Pelaksanaan Sidang Umum MPRS ke IV tahun 1966.
Sidang Umum MPRS ke IV tahun 1966 menghasilkan ketetapan- ketetapan
yang sangat penting bagi bangsa dan negara sebagai pelaksanaan UUD 1945.
Hasil-hasil yang dicapai dalam Sidang Umum MPRS tersebut meliputi
ketetapan penting bagi bangsa dan negara, yaitu:
a. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengukuhan Supersemar.
b. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, tentang Pembubaran PKI dan
Ormas-ormasnya.
c. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang Pembaruan Lan- dasan
Politik Luar Negeri.
d. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966, tentang Pembaruan Landasan
di Bidang Ekonomi dan Pembangunan.
e. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966, tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Rl dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan Rl.
f. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966, tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan.
3) Pelaksanaan Sidang Istimewa MPRS tahun 1967
Pelaksanaan Sidang Istimewa diadakan atas permintaan DPR yang
menganggap Presiden pada waktu itu telah sungguh-sungguh me- langgar
UUO 1945. Hasil Sidang Istimewa tersebut adalah:
a. Memutuskan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno,
karena dianggap tidak dapat menjalankan Haluan Negara dan putusan
majelis sebagaimana layaknya.
b. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, tentang
Pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden Rl.
4) Pelaksanaan Sidang Umum MPRS tahun 1968
Sidang Umum MPRS tahun 1968 menghasilkan Ketetapan-ketetap- an yang
lebih menentukan lagi bagi bangsa dan negara. Ketetapan itu adalah
Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1966, tentang Pengangkatan Jenderal
Soeharto pengemban Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966, sebagai Presiden
Tetap sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum.
c. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1970-1997
‘13
7
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun ini mengalami kemajuan yang pesat.
Kemajuan yang dimaksud terlihat dari adanya manifestasi pelaksanaan sistem
politik Indonesia yang berlangsung secara comprehensive integral (menyeluruh
terpadu) dalam praktek penyeienggaraan peme- rintahan negara. Praktek
Penyeienggaraan negara yang komprehensif tersebut diwujudkan dalam suatu
sistem penyeienggaraan negara yang disebut dengan Mekanisme Kepemimpinan
Nasional 5 tahunan yang berlangsung secara lancar dan sustainable
(berkesinambungan). Mekanisme Kepemimpinan Nasional 5 tahunan secara garis
besar meli- puti kegiatan kenegaraan sebagai berikut:
1. Pemilihan Umum untuk memilih anggota MPR, DPR, DPRD I, DPRD II diadakan
sekali dalam 5 tahunan
2. MPR yang terdiri atas seluruh anggota DPR, Utusan daerah dan golongangolongan mengadakan Sidang Umum sekali dalam 5 tahun.
3) Presiden/Wakil Presiden menjalankan tugas dan fungsi menurut UUD 1945 yang
meliputi:
a) Mengangkat anggota Lembaga tinggi dan tertinggi negara yang meliputi DPA
dan BPK
b) Melaksanakan Pemilihan Umum tiap 5 tahun sekali.
c) Presiden menyusun REPELITA dan mengajukan RAPBN sesuai dengan CBHN.
d) Bersama dengan DPR membuat Undang-Undang.
4 DPR Menjalankan fungsi pengawasan terhadap tugas Presiden, baik melalui hak
bujetnya dengan menyetujui APBN setiap tahunnya.
5) Lembaga tinggi dan tertinggi negara menjalankan tugasnya menurut UUD 1945 dan
diangkat serta diberhentikan oleh presiden setiap 5 tahun sekali.
d. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1997-1999
Pelaksanaar* UUD 1945 dalam kurun waktu diatas, tidak berlangsung
dengan lancar dan teratur menurut UUD 1945.
Tidak lancarnya dan teraturnya pelaksanaan UUD 1945 terlihat dari adanyareformasi yang menimbulkan pergantian kepemimpinan nasional dari
Presiden Soeharto kepada wakil presiden Prof Dr. Ir. B.J. Habibie. Pemerintahan
Presiden Habibie disebut sebagai pemerintahan transisi dan terjadi pemilihan
Umum yang dipercepat. Dalam kurun waktu ini juga terjadi berbagai peristiwa
kenegaraan yang sangat penting, antara lain adalah dilaksanakannya pemilu
Legislatif dengan system multi par- tai, Sidang Umum MPR serta Pemilihan
Presiden secara langsung (votingr) melalui pemungutan suara anggota MPR/DPR
secara langsung
6. UUD 1945 Amandemen 1999, Berlaku pada Tahun 1999 Sampai Sekarang
Dalam penerapan konstitusi (UUD1945) amandemen, sistem pemerintahan
negara mengalami perubahan sangat signifikan dengan penerapan sistem
pemerintahan pada konstitusi (UUD 1945) praamandemen.
Inti penerapan sistem pemerintahan pascaamandemen konstitusi (UUD 1945)
antara lain:
a. Perubahan ideologi politik dari sosialis demokrat (Orba) menjadi'
liberal yang berintikan demokrasi dan kebebasan individu serta pasarbebas.
b. Penyelenggaraan otonomi daerah kepada Pemda tingkat I dan II (ka- bupaten/kota).
c. Pelaksanaan pemilii iangsung presiden dan wakil presiden.
d. Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab.
e. Perubahan UU po'itik yang berintikan pemilu Iangsung dan sistem
multipartai.
f. Pelaksanaan Amandemen Konstitusi (UUO 1945) yang berintikan
perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan
‘13
8
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ditetapkannya konstitusi (UUD 1945} sebagai lembaga tertinggi
negara, dan Iain-Iain.
7. Proses Perubahan UUD 45
a. Sidang Umum MPR 19 September 1999 Perubahan
pertama UUD.
Delapan pasal tentang hak dan kewajiban presiden dan wakil presiden
serta hak legislatif.
b. Sidang Tahunan MPR 18 Agustus 2000 Perubahan kedua UUD 45.
Tambahan dan perubahan lima bab 25 pasal mengenai otonomi daerah,
DPR, wilayah negara, kewarganegaraan, hak dasar (HAM), pertahanan
dan keamanan, serta perlengkapan negara.
c. Sidang Tahunan MPR 9 November 2001 Perubahan
ketiga UUD 45.
Tambahan dan perubahan tiga bab 24 pasal tentang kedaulatan dan
Negara Indonesia, MPR, pencalonan presiden dan wakil presiden,
pemilihan presiden dan wakil presiden, permakzulan, hak-hak presiden,
kementerian negara, Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan umum,
keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan
kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial, serta Mahkamah Konstitusi.
d. Sidang Tahunan MPR 10 Agustus 2002 Perubahan
keempat UUD 1945
i. Perubahan UUD 1945 (pertama, kedua, ketiga, dan keempat)
ditetapkan sebagai UUD 1945.
ii.
Penambahan bagian akhir pada perubahan kedua UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dengan kalimat, "Perubahan
tersebut diputuskan dalam rapat paripurna MPR R! ke-9
tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR Rl dan mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan."
iii. Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat 3 dan ayat 4, Perubahan
Ketiga UU01945 menjadi Pasal 3 ayat 2 dan ayat 3; Pasal 25-E
Perubahan Kedua UUD 1945 menjadi Pasal 25-A.
iv. Penghapusan judul Bab IV tentang DPA dan penghapusan
substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III
tentang Kekuasaan Pemerintah Negara.
v.
Pengubahan dan/atau penambahan: keanggotaan MPR,
pemilih- an pasangan presiden dan wakil presiden secara
langsung, pemakzulan presiden dan wakil presiden, hak
presiden, De- wan Penasehat Presiden, mata uang, bank
sentral, kekuasaan kehakiman, pendidikan dan kebudayaan,
perekonomian nasi- onal dan kesejahteraan sosial, fakir miskin
dan anak terlantar, perubahan konstitusi, aturan peralihan serta aturan tambahan.
D. Institusi dan Mekanisme Pembuatan Konstitusi (UUD 1945), UU, PERPU, PP, dan PERDA
1. Institusi Legislasi
Institusi (lembaga) yang bertugas untuk membuat konstitusi (UUD 1945) dan peraturan
perundang-undangan yang ada di bawahnya meliputi dua (2) institusi (lembaga) yaitu,
Badan Legislatif (DPR) dan Badan Ekseku- tif (presiden). Kedua institusi ini bertugas untuk
membuat undarig-undang, sedangkan untuk tingkat I dan II yang bertugas adalah masingmasing guber- nur bersama DPRD tingkat I dan bupati/walikota bersama DPRD tingkat II.
Institusi lain di luar kedua institusi (lembaga) di atas, baik yang bersifat in- frastruktur
maupun suprastruktur politik memiliki tugas member! dukungan sesuai dengan peran
kompetensinya. Bentuk produk peraturan perundang- undangan yang dihasilkan oleh
institusi di atas, adalah berupa UUD, UU, PERPU, PERDA, dan PP.
‘13
9
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2.
Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD), dan Pembuatan UU, PERPU, PP, dan PERDA
Proses pembuatan peraturan perundang-undangan di atas, dapati
a. Amandemen Konstitusi (UUD 1945)
Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedau- latan rakyat
berdasarkan UUD 1945, salah satu aspirasi yangterkandung di dalam semangat
reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal reformasi,
MPR telah mengeluarkan seper- angkat ketatapan sebagai landasan konstitusionalnya, yaitu:
1)
2)
3)
4)
Pencabutan ketatapan MPR tentang Referendum (dengan Tap. No- mor VHI/MPR/1998).
Pembatasan masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Tap. Nomor XIII/MPR/1998).
Pernyataan Hak Asasi Manusia (Tap. Nomor XVII/MPR/1998).
Pencabutan Ketatapan MPR Nomor ll/MPR/1978 tentang P4 dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara (Tap. Nomor XVIII/MPR/1998).
5) Perubahan pertama UUD 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999.
6) Perubahan kedua UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000.
7) Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan (Tap. Nomor lll/MPR/2000).
8) Perubahan Ketiga pada tanggal 1-10 November 2001.
9) Perubahan keempat (terakhir) UUD 1945,1 -11 Agustus 2002.
Disahkannya Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat UUD 1945 dalam Sidang Umum
MPR tahun 2002 menandai sebuah lom- patan besar ke depan bagi bangsa Indonesia, karena
bangsa Indonesia telah mempunyai sebuah UUD yang lebih sempurna dibandingkan dengan UUD
1945 sebelumnya. Namun demikian, MPR tetap menyadari bahwa konstitusi (UUD) yang di
amandemen belum sempurna. Untuk itu MPR membentuk Komisi Konstitusi akan bertugas untuk
menyempur- nakan perubahan konstitusi (UUD) itu. Dengan pengesahan Perubahan UUD 1945
MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi sebagai suatu langkah demokrasi dalam upaya
menyempurnakan UUD 1945 menjadi konstitusi yang demokratis. Perubahan itu merupakan
suatu lembaran sejarah lanjutan setelah Bung Karno dan Bung Hatta dan rekan-rekannya berhasil
menegaskan UUD 1945 dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI.
b. Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD) 1945.
Dalam pelaksanaan Amandemen Konstitusi (UUD) 1945, MPR meng- gunakan mekanisme
sebagai berikut:
1) MPR mengadakan rapat konsultasi dengan sel uruh badan kelengkap- an MPR dan
anggotanya yaitu, DPR 1945 dan DPD.
2) Mendapatpersetujuan 2/3 anggota DPR/MPRatas rencana amandemen UUD 45 tersebut.
3) MPR membentuk Panitia Perumus Badan Pekerja (BP-MPR) yang bertugas merumuskan
RUUD 1945. Dalam pembahasan panitia
perumus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen
yang meliputi pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP,
tokoh masyarakat, dan unsur-unsur lain yang terkait.
4) Hasil perumusan Panitia Badan Pekerja MPR Rl menyerahkan hasil perumusan RUU
kepada pimpinan MPR Rl.
5) Pimpinan MPR menyelenggarakan Sidang Umum MPR Rl Tahun- an untuk
mendengarkan pandangan umum fraksi-fraksi yang ada di MPR Rl guna menetapkan
Rancangan UUD 1945 (Konstitusi) Amandemen menjadi UUD 1945 Amandemen.
c. Mekanisme Pembuatan Undang-Undang dan PERPU
Pembuatan undang-undang dilakukan secara bersama-sama oleh Pre- siden (Eksekutif)
dengan DPR Rl (Legislatif) dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Pemerintah mengajukan RUU melalui Menteri Sekretariat Negara kepada Setjen
DPR Rl.
2) Setjen DPR Rl mengirimkan RUU kepada pimpinan DPR Rl.
3) Pimpinan DPR Rl mengirimkan RUU tersebut kepada komisi yang terkait.
4) Pimpinan Komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk mem- bahas RUU
usulan pemerintah atau usulan inisiatif DPR Rl.
5) Panitia khusus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan elemenelemen yang meliputi, pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM,
ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur-unsur lain yang terkait.
‘13
10
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
d.
e.
f.
g.
6) DPR mengadakan Sidang Paripurna untuk mendengarkan pandangan umum dari
fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan RUU menjadi UU.
Mekanisme Pembuatan Undang-Undang atas Usui Inisiatif DPR Rl. Pembuatan UU
dilakukan oleh DPR Rl (Legislatif) dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Komisi mengajukan usul inisiatif RUU kepada Badan Legislasi DPR Rl.
2) Badan Legislasi DPR Rl mengirimkan RUU kepada pemerintah untuk dibahas dan
selanjutnya dikembalikan lagi kepada pimpinan DPR Rl.
3) Pimpinan DPR Rl mengirimkan RUU tersebut kepada komisi. yang terkait.
4) Pimpinan Komisi membentuk panitia khusus <pansus) untuk mem- bahas RUU usulan
pemerintah atau usulan inisiatif DPR Rl.
5) Panitia khusus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) de- ngan elemen-elemen yang
meliputi, pemerintah, profesional, pe- ngusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh
masyarakat, dan unsur lain yang terkait.
6) Pimpinan DPR Rl mengadakan Sidang Paripurna untuk mendengar- kan pandangan urn urn
dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetap- kan RUU menjadi UU.
Mekanisme Pembuatan PERDA
Pembuatan PERDA dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/Bu- pati/Walikota dengan
DPRD Tingkat I dan II. Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut:
1) Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan PERDA kepada DPRD
melalui Sekretaris DPRD I atau II.
2) Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpinan DPRD tingkat I atau II.
3) Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut kepada komisi
yang terkait.
4) Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas Rancangan
Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II.
5) Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing! dengan elemen-elemen yang
meliputi, unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh
masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah.
6) Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripurna untuk mendengarkan
pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda menjadi
Perda.
Mekanisme Pembuatan Peraturan Pemerintah (PP)
Pembuatan PP adalah sepenuhhya dilakukan oleh Pemerintah (Ekseku- tif). PP berfungsi sebagai
peraturan mengenai pelaksanaan undang-un- dang atau PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang).
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Menurut Ketetapan MPR Rl Nomor lll/MPR/2000, tentang sumber hu- kum dan tata urutan
perundang-undangan Negara Republik Indonesia adalah:
1) Undang-Undang Dasar 1945.
2) Ketetapan MPR Rl.
3) Undang-undang.
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU).
5) Peraturan Pemerintah (PP).
6) Keputusan Presiden (Kepres).
7) Peraturan Daerah (Per2da).
E. Pengertian Rule of Law
Banyak peristiwa pada saat ini yang menjadi dasar perlunya rule of law atau penegakan
hukum. Indonesia pada saat ini, mengalami perma- salahan yang besar dalam hal illegal
logging atau pencurian kayu dan hasil hutan. Pencurian-hasil hutan ini mengakibatkan
kerugian negara lebih Rp 100 triliun dalam empat tahun terakhir. Mengapa hal ini terjadi?
Lemahnya penegakan hukum menjadi jawabannya. Hutan memang dalam wewenang
Departemen Kehutanan, namun luasnya hutan tidak mungkin ditangani de- partemen ini
sendiri, dibutuhkan bantuan kepolisian, bahkan TNI. Pencuri hasil hutan ini juga tidak jera,
karena hukuman yang ringan, atau sulitnya mencari bukti. Dalam hal ini peranan kejaksaan;
dan lembaga peradilan menjadi penting.
Kasus lain yang menunjukkan perlunya penegakan hukum adalah, kemauan Pemda
DKI dalam rangka membatasi ruang bagi perokok. Peraturan daerah sudah dibuat dan
‘13
11
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dinyatakan berlaku, namun banyak ma- syarakat yang mengabaikan. Mengapa demikian?
Jawabannya juga lemahnya penegakan hukum, terbatasnya jumlah aparat dan koordinasi
antaraparat hukum, sehingga kantor yang tidak menyediakan ruang untuk merokok, atau
orang yang merokok di tempat umum tidak dapat ditindak.
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang
mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum
(konstitusi)dan demokrasi. Kehadiran rule of law ' boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi
terhadap negara absolut (kekuasaan .di tangan penguasa) yang telah berkembang
sebelumnya.
Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi 2
(dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara
hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of * "law diartikan sebagai kekuasaan
umum yang terorganisasi (organized public power) hal ini dapat diartikan bahwa setiap
negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait
dengan pen- egakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yaitu: baik dan buruk (just
and unjust law).
Ada tidaknya penegakan hukum, tidak cukup hanya ditentukan oleh adanya hukum
saja, akan tetap lebih dari itu, ada tidaknya penegakan hukum ditentukan oleh ada tidaknya
keadiian yang dapat dinikmati setiap ang- gota masyarakat.
Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradiian yang sempurna di atas kertas
belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh
"kenyataan," apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadiian, dalam arti
perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya,
sehingga inti dari rule of law adanya jaminan keadiian yang dirasakari oleh
masyarakat/bangsa. Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan
bahwa keadiian dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang
bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonorrv.
F. Latar Belakang Rule of Law
' Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19,
bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokra- si. la lahir sejalan dengan
tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan
negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of
law merupakan kon- sep tentang common law, di mana segenap lapisan masyarakat dan
negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang
dibangun di atas prinsip keadiian dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law dan
bukan rule by the man. la lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat,
dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi yang pada
gilirannya melahirkan doktrin rule of law.
Paham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum dan keadiian, di
Amerika diletakkan pada hak-hak asasi manusia, dan di Be- landa paham rule of law lahir
dari paham kedaulatan negara, melalui paham kedaulatan hukum untuk mengawasi
pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah.
Di Indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya,
khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law,
yangpada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap 'rasa keadilan* bagi
rakyat Indonesia. Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of
law dan sekaligus rule of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945
bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945
merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Repu- blik Indonesia.
G. FungsiRuleofLaw
‘13
12
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap 'rasa
keadilan" bagi rakyat Indonesia dan juga 'keadilan sosial", sehingga diatur pada Pembukaan
UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti
dari Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial.
Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara
negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan
jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD
1945, yaitu:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3);
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk me- nyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1);
3.
Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya (Pasal 27 ayat 1);
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28 D ayat 1);
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 2).
H. Dinamika Pelaksanaan Rule of Law
Pelaksanaan the rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum,
yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara
hakiki (materiil), yaitu dalam arti "pelaksanaan dari just law." Prinsip-prinsip rule of law
secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan "the enforcement of the rules of law"
dalam penyelengga- raan pemerintahart terutama dalam hal penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjuk- kan bahwa
keberhasilan "the enforcement of the rules of law" tergantung kepada kepribadian
nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan
bahwa rule of law merupakan in- stitusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas
dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme,
suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antarmanusia, masyarakat, dan negara, yang dengan demikian memuat
nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosio- logisnya sendiri. Legalisme tersebut
mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan
dan prosedur yang se- ngaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah
banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai
hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwu- judan pelaksanaan rule of law
belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
Hal-hal yang mengemuka untuk dipertanyakan antara lain adalah bagaimana
komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law. Proses penegakan
hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga pe- negak hukum yang terdiri:
1. Kepolisian.
2. Kejaksaan.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Badan Peradilan:
a. Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Konstitusi.
c. Pengadilan Negeri.
d. Pengadilan Tinggi.
1. Kepolisian
a. Fungsi keolisian
‘13
13
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Fungsi kepolisian adalah memelihara keamanan dalam negeri yang meliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, pe- negakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan ke- pada masyarakat.
b. Tugas Pokok Kepolisian
1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2) Menegakkan hukum.
3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan ke- pada masyarakat.
Tugas pokok kepolisian tersebut dapat dirinci antara lain sebagai
berikut:
1) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, Vetertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan.
2) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan.
3) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tin- dak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
4) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau ben- cana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
5) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebe- lum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang.
c. Wewenang Kepolisian
Untuk menjalankan tugas, maka kepolisian mempunyai wewenang
antara lain sebagai berikut:
1) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa.
2) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan pe- nyitaan.
3) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindak- an kepolisian dalam
rangka pencegahan.
4) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksa- naan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
5) Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya.
6) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, ba- han peledak, dan
senjata tajam.
2. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan 'dah penyidikan pidana khusus berdasar KUHP.
Pelaksanaan kekuasaan negara diseleng- garakan oleh Kejaksaan Agung (berkedudukan
di ibukota negara), kejaksaan tinggi (berkedudukan di ibukota provinsi), dan kejaksaan
negeri (berkedudukan di ibukota kabupaten). Kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut:
a. Melakukan penuntutan.
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas ber- syarat.
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undangundang.
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK ditetapkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 dengan tujtian me- ningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak dana korupsi.
‘13
14
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a. Tugas Pokok KPK
1) Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan-penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana ko rupsi.
5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
b. Wewenang KPK
1) Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan terhadap in- stansi yang
menjalankan tugas dan wewenang dengan pembe- rantasan
tindak korupsi.
2) Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang
sedang dilakukan oleh kepolisian dan ke- jaksanaan.
3) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
4) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
5) Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 De- sember 2002.
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dinyatakan bertentangan dengan Undang-Un- dang Dasar 1945. Artinya tindakan
korupsi baru bisa dinyatakan melawan hukum jika memenuhi kaidah delik formal.
6) Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan lan- dasan hukum UU
KPK. MK telah memutuskan bahwa undang- undang tentang TIPIKOR harus sudah
selesai dalam waktu 3 tahun (2009). Jika tidak selesai, maka keberadaan
pengadilan tipikor harus dinyatakan bubar serta merta dan kewenangannya
dikembalikan pada pengadilan umum.
4. Badan Peradilan
Badan peradilan menurut UU No. 4 dan No. 5 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung, bertindak sebagai lembaga penyelenggara
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
membantu pencari keadilan. Badan peradilan terdiri atas: sengketa pemilu
a. Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman
di Indonesia. MA mempunyai kewenangan: (1) mengadili pada
tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan, (2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang terhadap undang-undang, dan (3) kewenangan lain yang ditentukan undangundang.
b. Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada tingkat pertama dan terakhir
untuk: (1) menguji undang-undang ter- hadap UUD 1945, (2) memutuskan sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, (3) memutuskan pembubaran partai politik) dan <4) memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.
c. Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum ditingkat provinsi dan kabupaten.
Fungsi kedua peradilan adalah menyeleng- garakan peradilan baik pidana dan perdata
ditingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8 Tahun 2004
menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan terha- dap tindak korupsi,
terorisme, narkotika/psikotropika, pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana
‘13
15
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download