MODUL PERKULIAHAN KONSTTTUSI DAN RULE OF LAW Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fikom Program Studi Disini diisi Fakultas penerbit Modul Broadcasting Tatap Muka 06 Kode MK Disusun Oleh MK10230 H.Ghazaly ama la nora,S.IP.,M.Si Abstract Kompetensi Petunjuk Penggunaan Template Modul Standar untuk digunakan dalam modul perkuliahan Universitas Mercu Buana Dosen Pengampu dapat menerapkan dan menggunakan template modul standar untuk modul-modul yang akan dipergunakannya Tujuatt Instruksiomal Khusus Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menyebutkan definisi dan pengertian konstitusi dan rule of law. Menguraikan fungsi konstitusi dan rule of law. Menjelaskan perkembangan konstitusi di Indonesia. Menjelaskan mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang. Memahami pengertian lembaga rule of law. Memahami latar belakang rule of law. Menguraikan fungsi rule of law. Memahami dinamika pelaksanaan rule of law. Deskripsi Singkat Dalam perkuliahan ini Anda akan mempelajari pengertian, definisi dan fungsi konstitusi, dan rule of law. Pada tahap selanjutnya memahami mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang, dan pada tahap akhir perkuliahan dilakukan diskusi tentang lembaga rule of law baik mengenai fungsi, wewenang, dan masalahnya. Pokok Bdhasan I. Bahan Bacaan 1. Asshiddiqie, Jimly. 2004. Kekuasaan Kehakiman di Masa Depan. Makatah. 2. Fokus Media. 2004. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung. Fokus Media. Bandung. 3. Herlia Tati. 2004. Fenomena Kultur dan Politik Indonesia. Jurnal Dephan. Jakarta. 4. ICCE UIN. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. UIN dan Prenada Media. Jakarta. 5. Kansil dan Kansil. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Pradnya Paramita. Jakarta. 6. Kusnardi, M. dan Bintan Saragih. 2000. Ilmu Negara. Gaya Media Pratama. Jakarta. 7. Manan, Bagir. 2005. DPR, DPD, dan MPR dalam UUD1945 Baru. UN Press. Yogyakarta. 8. Oesman O., dan Alfian. 1993. Pancasila Sebagai Ideologi. BP-7 Pusat. Jakarta. 9. Sinar Grafika. 2005. UUD 7 945 Hasil Amandemen. Sinar Grafika. Jakarta 10. Syarbaini, Syahrial (Editor). 2005. Mater/ Perkuliahan Pendidikan Pewarganegaraan (PKn). Sus- cadoswar, Dikti. Jakarta. II. 1. 2. 3. 4. 5. Pertanyaan Kunci Sebutkan pengertian konstitusi dan rule of law. Uraikan fungsi konstitusi dalam suatu negara. Apa perbedaan antara UUD 1945, UUDS, dan UUD 1945 Amandemen. Jelaskan tahapan pembuatan undang-undang. Jelaskan fungsi dan wewenang lembaga kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan tinggi. III. Tugas Anda harus membaca isi Bab 6 dan menuliskan pemahaman Anda pada Formulir 1 serta menyerah- kannya kepada dosen sebelum pertemuan dimulai. A. Pengertian dan Definisi Konstitusi Banyak kasus yang menyadarkan kita untuk mempelajari konstitusi dan rule of law atau penegakan hukum, karena terkait dengan aturan bagaimana kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur. Contohnya, kasus berhentinya Presiden Soeharto ‘13 2 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pada tahun 1998, dan di- gantikan oleh Wakil Presiden B. J. Habibie. Menurut ketentuan UUD 1945, sebelum menjabat presiden, maka calon presiden mengucapkan sumpah di hadapan MPR. Namun demikian, pada tahun 1998, MPR tidak dapat ber- sidang, sehingga sumpah presiden dilakukan di Istana Presiden dihadapan Ketua MA dan disaksikan pimpinan DPR-MPR. Peristiwa tersebut tidak diatur dalam UUD 1945. Belajardari pengalaman tersebut, maka MPR periode 1999-2004 mengadakan amandemen Pasal 9 yang semula berbunyi "sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menu- rut agama, atau berjanji dengain sungguh-sungguh dihadapan MPR atau DPR' menjadi 2 ayat, dengan ayat tambahan berbunyi "jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden atau Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan MA." 1. Pengertian Konstitusi Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu negara. Sedang- kan istilah undang-undang dasar (UUD) merupakan terjemahan istilah dari bahasa Belanda Cronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia undang-undang dasar, dan grond berarti tanah atau dasar. Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris dipakai istilah Constitution yang diindonesiakan menjadi konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik dapat diartikan lebih luas daripada pengertian undang-undang dasar. Dalam ilmu politik, Constitution merupakan suatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah presposisi yang berarti *bersama-sama dengan.../ sedangkan statuere mempunyai arti berdiri. Atasdasar itu, kata statuere mempunyai art* 'membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan." Dengan demikian bentuk tunggai dari konstitusi adalah menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi berarti segala yang ditetapkan. 2. Definisi Konstitusi(UUD) Para ahli hukum ada yang membedakan arti konstitusi dengan undang- undang-undang undang dasar dan ada juga yang menyamakan arti keduanya. Persamaan dan dasar adalah bagian tertulis perbedaannya adalah sebagai berikut: a. L. J. Van Apeldoorn membedakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya Konstitusi adalah memuat peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis, sedangkan undang-undang dasar (gronwet) adalah bagian tertulis dari konstitusi. b. Sri Sumantrj menyamakan arti keduanya sesuai dengan praktik ke- tatanegaraan di sebagian besar negara-negara dunia termasuk Indonesia. c. E.C.S Wade mengartikan undang-undang dasar adalah naskah yang memberikan rangka dan tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Apabila negara dipandang sebagai kekuasaan atau organisasi kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lemba- ga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Undang-undang dasar menetapkan cara-cara . bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara. d. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu: 1) Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis). 2) Konstitusi adalah suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat (mengandung arti hukum atau yuridis). 3 ) Konstitusi adalah kesepakatan yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu ne- ' gara. ‘13 3 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id e. C.F. Strong memberikan pengertian konstitusi suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (arti luas), hak-hak dari pemerintah dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut hak-hak asasi manusia). Berdasarkan pendapat para ahli di atasdapat disimpulkan bahwa konstitusi meliputi peraturan tertulis dan tidak tertulis. Undang-undang dasar meru- pakan konstitusi yang tertulis. Dengan demikian konstitusi dapat diartikan sebagai berikut: a. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa. b. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik. c. Suatu gambaran dari lembaga-lembaga negara. d. Suatu gambaran yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia. B. Hakikat dan Fungsi Konstitusi (UUD) 1. Hakikat Isi Konstitusi (UUD) Pada hakikatnya konstitusi (UUD) itu berisi tiga hal pokok, yaitu: a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya, b. Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. Sedangkan menurut Budiardjo (1996), setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai: a. Organisasi Negara Dalam konteks organisasi negara, konstitusi (UUD) berisi hal-hal: 1) Pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 2) Pembagian kekuasan antara pemerintah pusat atau federal dengan pemerintahan daerah atau negara bagian. 3) Prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran hukum oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya. 4) Bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada dalam negara. 5) Bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dari negara tersebut. b. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Hak dan Kewajiban Negara, dan Hubungan Keduanya Ketentuan pada butir b di atas, ditujukan untuk memberi jaminan yang pasti kepada warga negara dan negara sehingga kehidupan tata negara dapat berjalan tertib dan damai, dan untuk menghindari adanya pelang- garan oleh pihak-pihak yang memegang kekuasaan. (Hak dan kewajiban warga negara dan negara) dapat dilihat pada uraian bab hak dan kewajiban warga negara). c. Prosedur Mengubah Undang-Undang Dasar Konstitusi suatu negara dibuat berdasarkan pengalaman dan kondisi so- sial politik masyarakat dalam kehidupan masyarakat yang selalu meng- alami perubahan akibat dari pembangunan, modernisasi, dan muncul- nya perkembangan-perkembangan baru dalam ketatanegaraan. 2.Fungsi Konstitusi (UUD) Konstitusi (UUD) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan ber- negara .memiliki.arti dan makna yang sangat penting. Hal ini berarti bahwa konstitusi (UUD) menjadi "tali" pengikat setiap warga negara dan lembaga negara dalam kehidupan negara. Dalam kerangka kehidupan negara, konstitusi (UUD) secara umum memiliki fungsi sebagai: a. Tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permanen (lembaga suprastruktur dan infrastruktur poJitik). b. Tata aturan dalam hubungan negara dengan warga negara serta dengan negara lain. c. Sumber hukum dasar yang tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku harus mengacu pada konstitusi (UUD). ‘13 4 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Secara khusus, fungsi konstitusi (UUD) dalam negara demokrasi dan negara komunis adalah: a. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Demokrasi Konstitusional 1) Membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraankekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang (absolut). 2) Sebagai cara yang efektif dalam membagi kekuasaan. 3) Sebagai perwujudan dari hukum yang tertinggi (supremasi hukum) yang harus ditaati oleh rakyat dan penguasanya. b. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Komunis 1) Sebagai cerminan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah masyarakat komunis. 2) Sebagai pencatatan formal (legal) dari perjuangan yang telah dicapai. 3) Sebagai dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-cita- kan dan dapat diubah setiap kali ada pencapaian kemajuan dalam masyarakat komunis. C. Dinamika Pelaksanaan Konstitusi (UUD1945) Dalam gerak pelaksanaannya, konstitusi (UUD 1945) banyak meng- alami perubahan mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. Peristiwa perubahan ini berlangsung dalam beberapa kali dengan periode waktu tertentu. Perubahan tersebut secara sistematis dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. UUD 1945, Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949 Dalam kurun waktu di atas, pelaksanaan UUD tidakdapat dilaksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang dalam masa pancaroba, arti- nya dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan, sedangkan pihak kolonial Belanda masih ingin men- jajah kembali negara Indonesia. 2. Konstitusi RIS, Berlaku 27 Desember 1949 Sampai 17 Agustus 1950 Rancangan Konstitusi (UUD) ini disepakati bersama di Negara Belanda antara wakilvvakil pemerintah Rl dengan wakil-wakil pemerintah negara BFt) (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg), yaitu negara-negara buatan Belanda di luar negera Rl. Peristiwa ini terjadi di Kota Pantai Scheveningen, tanggal 29 Oktober 1949, pada saat berlangsungnya KMB (Konferensi Meja Bundar). Rancangan Konstitusi RIS ini disetujui pada tanggal 14 Desember 1949 di Jakarta oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP Rl dan wakil ma- singmasing pemerintah serta DPR negara-negara BFO. Namun demikian, konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih kurang delapan bulan (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan masyarakat dari ber- bagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara RIS sangat tinggi. Kenyataan ini membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung ke bentuk negara kesatuan yang ibu kotanya di Yo- gyakarta. Pada tahun 1950, negara RIS yang belum bergabung dengan NKRI adalah negara bagian Indonesia Timur dan negara bagian Sumatra Timur, namun dalam jangka waktu yang tidak lama dicapai kesepakatan antara NKRI dengan kedua negara bagian tersebut. Dengan kesepakatan itu, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, negara RIS resmi kembali bergabung dengan NKRI. 3. UUDS, Berlaku 15 Agustus 1950 Sampai 5 Jul! 1959 Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) ini merupakan UUD yang ketiga bagi Indonesia. Menurut UUDS ini, sistem pemerintah- an yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer dan bukan sistem kabinet presidensial lagi seperti dalam UUD 1945, Menurut sistem Pemerintahan Parlementer yang tertuang dalam UUDS ini Presiden dan Wakil Pre- siden adalah Presiden dan Wakil Presiden Konstitusional dan "tidak dapat di ganggu gugat", karena yang bertanggung jawab adalah para menteri kepada parlemen (DPR). UUDS ini berpijak pada pemikiran liberal yang mengutama- kan kebebasan individu, sedangkan UUD 1945, berpijak pada landasan de- mokrasi pancasila yang berintikan sila keempat. ‘13 5 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam pelaksanaannya sistem parlementer yang dianut oleh UUDS ini menyebabkan tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan, karena sering bergantinya kabinet yang didasarkan kepada dukungan suara di Parlemen. Selama tahun 1950-1959, terjadi pergantian kabinet sebanyak tujuh kali, sehingga implikasinya, banyak program kabinet yang tidak ber- jalan dan berkesinambungan. Di samping itu sidang dewan konstituante merupakan hasil pemilu demokratis pada bulan September dan Desember tahun 1955, mendapat tugas untuk menyusun rancangan UUD baru sebagai pengganti UUD 1945 sebagai wujud akomodasi dari aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dari UUDS ke UUD baru mengalami kemacetan (stagnan) selama dua tahun. Mengingat dampak dari stagnannya pembahasan RUUD baru tersebut dalam waktu yang relatif lama menimbul- kan kekhawatiran bahwa dewan konstituante akan gagal menyelesaikannya. Kondisi politik yang demikian membuat pemerintah (Presiden lr. Soekarno) mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya kita kembali ke UUD 1945. 4. UUD 1945, Berlaku 5 Juli 1959 Sampai 1966 Dalam kurun waktu 1959-1999, penyelenggaraan pemerintahan negara terklasifikasi dalam dua kurun waktu, yaitu kurun waktu 1959-1966 yang ,_dikenal dengan istilah Orde Lama (ORLA) dan kurun waktu 1966-1999 yang dikenal dengan istilah Orde Baru (ORBA). Pada kurun waktu yang pertama, pemerintahan negara dipimpin oleh Presiden Soekarno dan pada kurun waktu yang kedua di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Pelaksanaan UUD 1945 pada kurun waktu kepemimpinan Presiden lr. Soekarno adalah beberapa hal yang perlu dicatat mengenai penyimpang- an konstitusi (UUD 1945) yaitu: a. Presiden merangkap sebagai penguasa eksekutif dan legislatif. b. Mengeluarkan UU dalam bentuk Penetapan Presiden dengan tanpa per- setujuan DPR. t c. MPRS mengangkat presiden seumur hidup. d. Hak Budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR. e. Pimpinan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara diangkat men- jadi menteri menteri negara dan presiden menjadi Ketua DPA. Sedangkan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, hal-hal yang perlu dicatat mengenai pelaksanaan konstitusi (UUD), yaitu: a. Membentuk lembaga-lembaga yang tecsebut dalam UUD 1945 yang ditetapkan dengan undang-undang. b. Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan, yaitu melaksanakan Pemilu DPR, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, mengangkat kabinet, laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Umum MPR, dan seterusnya. c. Menggunakan sistem pemerintahan Presidensial sebagaimana diatur dalam Konstitusi (UUD 1945), dan Iain-Iain. 5. UUD 1945 pada Tahun 1966 sampai dengan 1999 Hal-hal yang terjadi dalam Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu tahun 1966 -1999 ini dapat diklasifikasi dalam 4 bagian, yaitu : a. Pelaksanaan UUD 1945 tahun 1966-1999 Pelaksanaan UUD 1045 dalam kurun waktu 1966-1999, memiliki nilai penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara Indonesia pasca pemerintahan Presiden Soekarno. Pemerintahan yang kita kenal dengan sebutan Pemerintahan Orde Lama, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tatanan yang belum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kenyataan (realitas) ini secara bertahap dilakukan perbaikan dan koreksi dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara oleh Pemerintahan Presiden Soeharto. Pemerintahan ini dikenal dengan sebutan Pemerintahan Orde Baru, yaitu pemerintahan yang menjalankan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara menurut Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. ‘13 6 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id b. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1966-1970 Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu yang tersebut di atas dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar 1966) Lahirnya Supersemar 1966 ini diawali oleh adanya tindakan PKI yang mengkhianati negara, bangsa, Pancasila, dan UUD 1945. Tindakan PKI ini menimbulkan "situasi konflik" antara rakyat disatu pihak dan presiden di lain pihak. Situasi ini semakin lama semakin meruncing, sehingga keadaan ekonomi dan keamanan makin tidak terkendalikan. Ditambah lagi dengan aksi unjuk rasa (demoristrasi) yang dipelopori oleh Pemuda, mahasiswa, dan rakyat) di halaman Istana Negara, Jakarta. Tuntutan yang diusung oleh para pengunjuk rasa tersebut adalah disebut dengan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura tersebut adalah: a. Bubarkan PKI. b. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI. c. Turunkan harga-harga/perbaikan ekonomi. Kenyataan tersebut mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 kepada Mayjen TNI Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Ko- mando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) yang berkedudukan di Jakarta untuk mengendalikan situasi konflik tersebut, sehingga situasi dan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat Ibukota dan daerah tetap terkendali dengan baik. 2) Pelaksanaan Sidang Umum MPRS ke IV tahun 1966. Sidang Umum MPRS ke IV tahun 1966 menghasilkan ketetapan- ketetapan yang sangat penting bagi bangsa dan negara sebagai pelaksanaan UUD 1945. Hasil-hasil yang dicapai dalam Sidang Umum MPRS tersebut meliputi ketetapan penting bagi bangsa dan negara, yaitu: a. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengukuhan Supersemar. b. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, tentang Pembubaran PKI dan Ormas-ormasnya. c. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang Pembaruan Lan- dasan Politik Luar Negeri. d. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966, tentang Pembaruan Landasan di Bidang Ekonomi dan Pembangunan. e. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966, tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Rl dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Rl. f. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966, tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan. 3) Pelaksanaan Sidang Istimewa MPRS tahun 1967 Pelaksanaan Sidang Istimewa diadakan atas permintaan DPR yang menganggap Presiden pada waktu itu telah sungguh-sungguh me- langgar UUO 1945. Hasil Sidang Istimewa tersebut adalah: a. Memutuskan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno, karena dianggap tidak dapat menjalankan Haluan Negara dan putusan majelis sebagaimana layaknya. b. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, tentang Pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden Rl. 4) Pelaksanaan Sidang Umum MPRS tahun 1968 Sidang Umum MPRS tahun 1968 menghasilkan Ketetapan-ketetap- an yang lebih menentukan lagi bagi bangsa dan negara. Ketetapan itu adalah Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1966, tentang Pengangkatan Jenderal Soeharto pengemban Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966, sebagai Presiden Tetap sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum. c. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1970-1997 ‘13 7 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun ini mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan yang dimaksud terlihat dari adanya manifestasi pelaksanaan sistem politik Indonesia yang berlangsung secara comprehensive integral (menyeluruh terpadu) dalam praktek penyeienggaraan peme- rintahan negara. Praktek Penyeienggaraan negara yang komprehensif tersebut diwujudkan dalam suatu sistem penyeienggaraan negara yang disebut dengan Mekanisme Kepemimpinan Nasional 5 tahunan yang berlangsung secara lancar dan sustainable (berkesinambungan). Mekanisme Kepemimpinan Nasional 5 tahunan secara garis besar meli- puti kegiatan kenegaraan sebagai berikut: 1. Pemilihan Umum untuk memilih anggota MPR, DPR, DPRD I, DPRD II diadakan sekali dalam 5 tahunan 2. MPR yang terdiri atas seluruh anggota DPR, Utusan daerah dan golongangolongan mengadakan Sidang Umum sekali dalam 5 tahun. 3) Presiden/Wakil Presiden menjalankan tugas dan fungsi menurut UUD 1945 yang meliputi: a) Mengangkat anggota Lembaga tinggi dan tertinggi negara yang meliputi DPA dan BPK b) Melaksanakan Pemilihan Umum tiap 5 tahun sekali. c) Presiden menyusun REPELITA dan mengajukan RAPBN sesuai dengan CBHN. d) Bersama dengan DPR membuat Undang-Undang. 4 DPR Menjalankan fungsi pengawasan terhadap tugas Presiden, baik melalui hak bujetnya dengan menyetujui APBN setiap tahunnya. 5) Lembaga tinggi dan tertinggi negara menjalankan tugasnya menurut UUD 1945 dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden setiap 5 tahun sekali. d. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1997-1999 Pelaksanaar* UUD 1945 dalam kurun waktu diatas, tidak berlangsung dengan lancar dan teratur menurut UUD 1945. Tidak lancarnya dan teraturnya pelaksanaan UUD 1945 terlihat dari adanyareformasi yang menimbulkan pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Soeharto kepada wakil presiden Prof Dr. Ir. B.J. Habibie. Pemerintahan Presiden Habibie disebut sebagai pemerintahan transisi dan terjadi pemilihan Umum yang dipercepat. Dalam kurun waktu ini juga terjadi berbagai peristiwa kenegaraan yang sangat penting, antara lain adalah dilaksanakannya pemilu Legislatif dengan system multi par- tai, Sidang Umum MPR serta Pemilihan Presiden secara langsung (votingr) melalui pemungutan suara anggota MPR/DPR secara langsung 6. UUD 1945 Amandemen 1999, Berlaku pada Tahun 1999 Sampai Sekarang Dalam penerapan konstitusi (UUD1945) amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perubahan sangat signifikan dengan penerapan sistem pemerintahan pada konstitusi (UUD 1945) praamandemen. Inti penerapan sistem pemerintahan pascaamandemen konstitusi (UUD 1945) antara lain: a. Perubahan ideologi politik dari sosialis demokrat (Orba) menjadi' liberal yang berintikan demokrasi dan kebebasan individu serta pasarbebas. b. Penyelenggaraan otonomi daerah kepada Pemda tingkat I dan II (ka- bupaten/kota). c. Pelaksanaan pemilii iangsung presiden dan wakil presiden. d. Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab. e. Perubahan UU po'itik yang berintikan pemilu Iangsung dan sistem multipartai. f. Pelaksanaan Amandemen Konstitusi (UUO 1945) yang berintikan perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan ‘13 8 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ditetapkannya konstitusi (UUD 1945} sebagai lembaga tertinggi negara, dan Iain-Iain. 7. Proses Perubahan UUD 45 a. Sidang Umum MPR 19 September 1999 Perubahan pertama UUD. Delapan pasal tentang hak dan kewajiban presiden dan wakil presiden serta hak legislatif. b. Sidang Tahunan MPR 18 Agustus 2000 Perubahan kedua UUD 45. Tambahan dan perubahan lima bab 25 pasal mengenai otonomi daerah, DPR, wilayah negara, kewarganegaraan, hak dasar (HAM), pertahanan dan keamanan, serta perlengkapan negara. c. Sidang Tahunan MPR 9 November 2001 Perubahan ketiga UUD 45. Tambahan dan perubahan tiga bab 24 pasal tentang kedaulatan dan Negara Indonesia, MPR, pencalonan presiden dan wakil presiden, pemilihan presiden dan wakil presiden, permakzulan, hak-hak presiden, kementerian negara, Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan umum, keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial, serta Mahkamah Konstitusi. d. Sidang Tahunan MPR 10 Agustus 2002 Perubahan keempat UUD 1945 i. Perubahan UUD 1945 (pertama, kedua, ketiga, dan keempat) ditetapkan sebagai UUD 1945. ii. Penambahan bagian akhir pada perubahan kedua UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan kalimat, "Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat paripurna MPR R! ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR Rl dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan." iii. Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat 3 dan ayat 4, Perubahan Ketiga UU01945 menjadi Pasal 3 ayat 2 dan ayat 3; Pasal 25-E Perubahan Kedua UUD 1945 menjadi Pasal 25-A. iv. Penghapusan judul Bab IV tentang DPA dan penghapusan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara. v. Pengubahan dan/atau penambahan: keanggotaan MPR, pemilih- an pasangan presiden dan wakil presiden secara langsung, pemakzulan presiden dan wakil presiden, hak presiden, De- wan Penasehat Presiden, mata uang, bank sentral, kekuasaan kehakiman, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasi- onal dan kesejahteraan sosial, fakir miskin dan anak terlantar, perubahan konstitusi, aturan peralihan serta aturan tambahan. D. Institusi dan Mekanisme Pembuatan Konstitusi (UUD 1945), UU, PERPU, PP, dan PERDA 1. Institusi Legislasi Institusi (lembaga) yang bertugas untuk membuat konstitusi (UUD 1945) dan peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya meliputi dua (2) institusi (lembaga) yaitu, Badan Legislatif (DPR) dan Badan Ekseku- tif (presiden). Kedua institusi ini bertugas untuk membuat undarig-undang, sedangkan untuk tingkat I dan II yang bertugas adalah masingmasing guber- nur bersama DPRD tingkat I dan bupati/walikota bersama DPRD tingkat II. Institusi lain di luar kedua institusi (lembaga) di atas, baik yang bersifat in- frastruktur maupun suprastruktur politik memiliki tugas member! dukungan sesuai dengan peran kompetensinya. Bentuk produk peraturan perundang- undangan yang dihasilkan oleh institusi di atas, adalah berupa UUD, UU, PERPU, PERDA, dan PP. ‘13 9 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD), dan Pembuatan UU, PERPU, PP, dan PERDA Proses pembuatan peraturan perundang-undangan di atas, dapati a. Amandemen Konstitusi (UUD 1945) Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedau- latan rakyat berdasarkan UUD 1945, salah satu aspirasi yangterkandung di dalam semangat reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal reformasi, MPR telah mengeluarkan seper- angkat ketatapan sebagai landasan konstitusionalnya, yaitu: 1) 2) 3) 4) Pencabutan ketatapan MPR tentang Referendum (dengan Tap. No- mor VHI/MPR/1998). Pembatasan masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Tap. Nomor XIII/MPR/1998). Pernyataan Hak Asasi Manusia (Tap. Nomor XVII/MPR/1998). Pencabutan Ketatapan MPR Nomor ll/MPR/1978 tentang P4 dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara (Tap. Nomor XVIII/MPR/1998). 5) Perubahan pertama UUD 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999. 6) Perubahan kedua UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000. 7) Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan (Tap. Nomor lll/MPR/2000). 8) Perubahan Ketiga pada tanggal 1-10 November 2001. 9) Perubahan keempat (terakhir) UUD 1945,1 -11 Agustus 2002. Disahkannya Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat UUD 1945 dalam Sidang Umum MPR tahun 2002 menandai sebuah lom- patan besar ke depan bagi bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia telah mempunyai sebuah UUD yang lebih sempurna dibandingkan dengan UUD 1945 sebelumnya. Namun demikian, MPR tetap menyadari bahwa konstitusi (UUD) yang di amandemen belum sempurna. Untuk itu MPR membentuk Komisi Konstitusi akan bertugas untuk menyempur- nakan perubahan konstitusi (UUD) itu. Dengan pengesahan Perubahan UUD 1945 MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi sebagai suatu langkah demokrasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 menjadi konstitusi yang demokratis. Perubahan itu merupakan suatu lembaran sejarah lanjutan setelah Bung Karno dan Bung Hatta dan rekan-rekannya berhasil menegaskan UUD 1945 dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI. b. Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD) 1945. Dalam pelaksanaan Amandemen Konstitusi (UUD) 1945, MPR meng- gunakan mekanisme sebagai berikut: 1) MPR mengadakan rapat konsultasi dengan sel uruh badan kelengkap- an MPR dan anggotanya yaitu, DPR 1945 dan DPD. 2) Mendapatpersetujuan 2/3 anggota DPR/MPRatas rencana amandemen UUD 45 tersebut. 3) MPR membentuk Panitia Perumus Badan Pekerja (BP-MPR) yang bertugas merumuskan RUUD 1945. Dalam pembahasan panitia perumus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen yang meliputi pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur-unsur lain yang terkait. 4) Hasil perumusan Panitia Badan Pekerja MPR Rl menyerahkan hasil perumusan RUU kepada pimpinan MPR Rl. 5) Pimpinan MPR menyelenggarakan Sidang Umum MPR Rl Tahun- an untuk mendengarkan pandangan umum fraksi-fraksi yang ada di MPR Rl guna menetapkan Rancangan UUD 1945 (Konstitusi) Amandemen menjadi UUD 1945 Amandemen. c. Mekanisme Pembuatan Undang-Undang dan PERPU Pembuatan undang-undang dilakukan secara bersama-sama oleh Pre- siden (Eksekutif) dengan DPR Rl (Legislatif) dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Pemerintah mengajukan RUU melalui Menteri Sekretariat Negara kepada Setjen DPR Rl. 2) Setjen DPR Rl mengirimkan RUU kepada pimpinan DPR Rl. 3) Pimpinan DPR Rl mengirimkan RUU tersebut kepada komisi yang terkait. 4) Pimpinan Komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk mem- bahas RUU usulan pemerintah atau usulan inisiatif DPR Rl. 5) Panitia khusus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan elemenelemen yang meliputi, pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur-unsur lain yang terkait. ‘13 10 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id d. e. f. g. 6) DPR mengadakan Sidang Paripurna untuk mendengarkan pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan RUU menjadi UU. Mekanisme Pembuatan Undang-Undang atas Usui Inisiatif DPR Rl. Pembuatan UU dilakukan oleh DPR Rl (Legislatif) dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Komisi mengajukan usul inisiatif RUU kepada Badan Legislasi DPR Rl. 2) Badan Legislasi DPR Rl mengirimkan RUU kepada pemerintah untuk dibahas dan selanjutnya dikembalikan lagi kepada pimpinan DPR Rl. 3) Pimpinan DPR Rl mengirimkan RUU tersebut kepada komisi. yang terkait. 4) Pimpinan Komisi membentuk panitia khusus <pansus) untuk mem- bahas RUU usulan pemerintah atau usulan inisiatif DPR Rl. 5) Panitia khusus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) de- ngan elemen-elemen yang meliputi, pemerintah, profesional, pe- ngusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait. 6) Pimpinan DPR Rl mengadakan Sidang Paripurna untuk mendengar- kan pandangan urn urn dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetap- kan RUU menjadi UU. Mekanisme Pembuatan PERDA Pembuatan PERDA dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/Bu- pati/Walikota dengan DPRD Tingkat I dan II. Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut: 1) Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan PERDA kepada DPRD melalui Sekretaris DPRD I atau II. 2) Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpinan DPRD tingkat I atau II. 3) Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut kepada komisi yang terkait. 4) Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas Rancangan Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II. 5) Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing! dengan elemen-elemen yang meliputi, unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah. 6) Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripurna untuk mendengarkan pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda menjadi Perda. Mekanisme Pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) Pembuatan PP adalah sepenuhhya dilakukan oleh Pemerintah (Ekseku- tif). PP berfungsi sebagai peraturan mengenai pelaksanaan undang-un- dang atau PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang). Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketetapan MPR Rl Nomor lll/MPR/2000, tentang sumber hu- kum dan tata urutan perundang-undangan Negara Republik Indonesia adalah: 1) Undang-Undang Dasar 1945. 2) Ketetapan MPR Rl. 3) Undang-undang. 4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU). 5) Peraturan Pemerintah (PP). 6) Keputusan Presiden (Kepres). 7) Peraturan Daerah (Per2da). E. Pengertian Rule of Law Banyak peristiwa pada saat ini yang menjadi dasar perlunya rule of law atau penegakan hukum. Indonesia pada saat ini, mengalami perma- salahan yang besar dalam hal illegal logging atau pencurian kayu dan hasil hutan. Pencurian-hasil hutan ini mengakibatkan kerugian negara lebih Rp 100 triliun dalam empat tahun terakhir. Mengapa hal ini terjadi? Lemahnya penegakan hukum menjadi jawabannya. Hutan memang dalam wewenang Departemen Kehutanan, namun luasnya hutan tidak mungkin ditangani de- partemen ini sendiri, dibutuhkan bantuan kepolisian, bahkan TNI. Pencuri hasil hutan ini juga tidak jera, karena hukuman yang ringan, atau sulitnya mencari bukti. Dalam hal ini peranan kejaksaan; dan lembaga peradilan menjadi penting. Kasus lain yang menunjukkan perlunya penegakan hukum adalah, kemauan Pemda DKI dalam rangka membatasi ruang bagi perokok. Peraturan daerah sudah dibuat dan ‘13 11 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dinyatakan berlaku, namun banyak ma- syarakat yang mengabaikan. Mengapa demikian? Jawabannya juga lemahnya penegakan hukum, terbatasnya jumlah aparat dan koordinasi antaraparat hukum, sehingga kantor yang tidak menyediakan ruang untuk merokok, atau orang yang merokok di tempat umum tidak dapat ditindak. Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi)dan demokrasi. Kehadiran rule of law ' boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan .di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya. Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of * "law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power) hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan pen- egakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yaitu: baik dan buruk (just and unjust law). Ada tidaknya penegakan hukum, tidak cukup hanya ditentukan oleh adanya hukum saja, akan tetap lebih dari itu, ada tidaknya penegakan hukum ditentukan oleh ada tidaknya keadiian yang dapat dinikmati setiap ang- gota masyarakat. Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradiian yang sempurna di atas kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh "kenyataan," apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadiian, dalam arti perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law adanya jaminan keadiian yang dirasakari oleh masyarakat/bangsa. Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadiian dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonorrv. F. Latar Belakang Rule of Law ' Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokra- si. la lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan kon- sep tentang common law, di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadiian dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. la lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin rule of law. Paham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum dan keadiian, di Amerika diletakkan pada hak-hak asasi manusia, dan di Be- landa paham rule of law lahir dari paham kedaulatan negara, melalui paham kedaulatan hukum untuk mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah. Di Indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yangpada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap 'rasa keadilan* bagi rakyat Indonesia. Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of law dan sekaligus rule of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Repu- blik Indonesia. G. FungsiRuleofLaw ‘13 12 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap 'rasa keadilan" bagi rakyat Indonesia dan juga 'keadilan sosial", sehingga diatur pada Pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu: 1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3); 2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk me- nyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1); 3. Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1); 4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28 D ayat 1); 5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 2). H. Dinamika Pelaksanaan Rule of Law Pelaksanaan the rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti "pelaksanaan dari just law." Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan "the enforcement of the rules of law" dalam penyelengga- raan pemerintahart terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjuk- kan bahwa keberhasilan "the enforcement of the rules of law" tergantung kepada kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan in- stitusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antarmanusia, masyarakat, dan negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosio- logisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang se- ngaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwu- judan pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat. Hal-hal yang mengemuka untuk dipertanyakan antara lain adalah bagaimana komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law. Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga pe- negak hukum yang terdiri: 1. Kepolisian. 2. Kejaksaan. 3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 4. Badan Peradilan: a. Mahkamah Agung. b. Mahkamah Konstitusi. c. Pengadilan Negeri. d. Pengadilan Tinggi. 1. Kepolisian a. Fungsi keolisian ‘13 13 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Fungsi kepolisian adalah memelihara keamanan dalam negeri yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, pe- negakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan ke- pada masyarakat. b. Tugas Pokok Kepolisian 1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. 2) Menegakkan hukum. 3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan ke- pada masyarakat. Tugas pokok kepolisian tersebut dapat dirinci antara lain sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, Vetertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan. 2) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. 3) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tin- dak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. 4) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau ben- cana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 5) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebe- lum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang. c. Wewenang Kepolisian Untuk menjalankan tugas, maka kepolisian mempunyai wewenang antara lain sebagai berikut: 1) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. 2) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan pe- nyitaan. 3) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindak- an kepolisian dalam rangka pencegahan. 4) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksa- naan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; 5) Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya. 6) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, ba- han peledak, dan senjata tajam. 2. Kejaksaan Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan 'dah penyidikan pidana khusus berdasar KUHP. Pelaksanaan kekuasaan negara diseleng- garakan oleh Kejaksaan Agung (berkedudukan di ibukota negara), kejaksaan tinggi (berkedudukan di ibukota provinsi), dan kejaksaan negeri (berkedudukan di ibukota kabupaten). Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: a. Melakukan penuntutan. b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas ber- syarat. d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undangundang. e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) KPK ditetapkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 dengan tujtian me- ningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak dana korupsi. ‘13 14 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Tugas Pokok KPK 1) Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan-penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. 4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana ko rupsi. 5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. b. Wewenang KPK 1) Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan terhadap in- stansi yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pembe- rantasan tindak korupsi. 2) Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan ke- jaksanaan. 3) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi. 4) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. 5) Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 De- sember 2002. Pasal 2 ayat 1 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bertentangan dengan Undang-Un- dang Dasar 1945. Artinya tindakan korupsi baru bisa dinyatakan melawan hukum jika memenuhi kaidah delik formal. 6) Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan lan- dasan hukum UU KPK. MK telah memutuskan bahwa undang- undang tentang TIPIKOR harus sudah selesai dalam waktu 3 tahun (2009). Jika tidak selesai, maka keberadaan pengadilan tipikor harus dinyatakan bubar serta merta dan kewenangannya dikembalikan pada pengadilan umum. 4. Badan Peradilan Badan peradilan menurut UU No. 4 dan No. 5 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung, bertindak sebagai lembaga penyelenggara peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan membantu pencari keadilan. Badan peradilan terdiri atas: sengketa pemilu a. Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. MA mempunyai kewenangan: (1) mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh peradilan, (2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang terhadap undang-undang, dan (3) kewenangan lain yang ditentukan undangundang. b. Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada tingkat pertama dan terakhir untuk: (1) menguji undang-undang ter- hadap UUD 1945, (2) memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, (3) memutuskan pembubaran partai politik) dan <4) memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. c. Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum ditingkat provinsi dan kabupaten. Fungsi kedua peradilan adalah menyeleng- garakan peradilan baik pidana dan perdata ditingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8 Tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan terha- dap tindak korupsi, terorisme, narkotika/psikotropika, pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana ‘13 15 Nama Mata Kuliah dari Modul Dosen Pengampu Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id