BAB I Pendahuluan_ B11srl

advertisement
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Saluran pencernaan merupakan bagian tubuh yang sering terpapar oleh
benda asing termasuk agen patogen.
Keberadaan patogen di dalam saluran
pencernaan bisa mengakibatkan berbagai penyakit, salah satunya diare (Schiller &
Sellin 2006). Departemen Kesehatan RI melaporkan setiap anak di Indonesia
mengalami diare 1.6-2 kali dalam setahun (Prasetyo & Fadlyana 2004).
Belakangan ini, upaya masyarakat untuk mengurangi penyakit saluran pencernaan
di antaranya dengan mengonsumsi pangan fungsional. Definisi pangan fungsional
menurut American Dietetic Association ialah semua makanan yang tidak
dimodifikasi maupun dimodifikasi yang memiliki manfaat kesehatan melebihi
nutrisi pokok (Hasler et al. 2004).
Pangan fungsional yang berkhasiat untuk saluran pencernaan dan banyak
diminati oleh masyarakat ialah probiotik. Menurut FAO/WHO (2006), probiotik
yaitu mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah memadai akan
menimbulkan manfaat kesehatan bagi inangnya atau ketika dikonsumsi dalam
jumlah yang cukup sebagai bagian dari pangan, akan memberikan manfaat
kesehatan bagi inangnya. Probiotik telah terbukti efektif dalam mencegah dan
mengontrol berbagai penyakit seperti diare (Patricia 2009), infeksi Helicobacter
pylori, alergi makanan, dan laktosa intoleran (Zubillaga et al. 2001). Oleh sebab
itu, konsumsi probiotik dirasa perlu untuk menunjang kesehatan, khususnya
kesehatan saluran pencernaan.
Probiotik yang sering digunakan pada produk pangan komersial, yaitu
bakteri asam laktat (BAL) jenis Lactobacillus dan Bifidobacterium (Saulnier et al.
2009; Miyazaki et al. 2010). Arief et al. (2008) telah menemukan 10 BAL isolat
lokal yang diambil dari daging sapi peranakan Ongol yang dijual di beberapa
pasar tradisional di daerah Bogor, Jawa Barat.
Bakteri asam laktat yang
ditemukan tersebut telah diuji secara in vitro mempunyai potensi sebagai
probiotik. Hasil penelitian Astawan et al. (2009) menunjukkan ada dua bakteri
terbaik dari 10 jenis BAL tersebut, yaitu Lactobacillus plantarum dan
Lactobacillus fermentum. Eksplorasi lebih lanjut secara in vivo terhadap kedua
2
BAL isolat lokal ini perlu dilakukan, di antaranya eksplorasi mengenai potensi
BAL ini dalam menjaga kondisi kesehatan usus halus dari paparan patogen.
Pada saluran pencernaan, khususnya usus halus, patogen yang sering
menyebabkan gangguan adalah enteropathogenic Escherichia coli (EPEC).
Seperti yang dilaporkan Kang et al. (2006) bahwa di negara berkembang,
sebagian besar diare akut pada manusia disebabkan oleh E. coli yang bersifat
patogen. Budiarti (1997) menyatakan bahwa penyebab utama diare pada anakanak di Indonesia ialah EPEC yang prevalensinya mencapai 55%.
Selain
menyebabkan diare, infeksi EPEC pada mukosa usus halus juga menyebabkan
inflamasi dan peningkatan aktifitas fagositosis oleh sel radang. Dalam peristiwa
fagositosis, makrofag menghasilkan dan melepaskan molekul mikrobisidal berupa
radikal bebas (Roitt 2002). Radikal bebas yang terbentuk ini terakumulasi dan
dapat menimbulkan kondisi stres oksidatif (Halliwell & Gutteridge 1999). Stress
oksidatif akan merusak sel-sel tubuh (Jones 2008).
Radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan. Superoksida dismutase
(SOD) merupakan antioksidan endogen berbentuk enzim yang diproduksi oleh
sel-sel tubuh. Enzim SOD terdiri atas tiga bentuk, yaitu copper,zinc superoxide
dismutase (Cu,Zn-SOD), manganese superoxide dismutase (Mn-SOD), dan
extracelular superoxide dismutase (ECSOD) (Miao et al. 2009). Keberadaan
enzim SOD di dalam jaringan merupakan cerminan pertahanan jaringan tersebut.
Enzim SOD bekerja spesifik untuk mengeliminasi radikal bebas anion
superoksida (Carroll et al. 2007).
Sejauh ini, informasi mengenai manfaat probiotik dari jenis Lactobacillus
sudah banyak diketahui. Namun belum pernah dilaporkan efek probiotik tersebut
secara in vivo terhadap kondisi stress oksidatif dan kandungan antioksidan pada
usus halus.
Penelitian ini difokuskan pada pengamatan kandungan enzim
antioksidan Cu,Zn-SOD pada usus halus tikus percobaan yang dipapar EPEC.
Kandungan enzim Cu,Zn-SOD dapat dideteksi menggunakan pewarnaan
imunohistokimia. Imunohistokimia adalah suatu teknik untuk mendeteksi dan
memperlihatkan komponen aktif yang terdapat pada potongan jaringan
menggunakan spesifik antibodi (Furuya et al. 2004). Penelitian ini diperlukan
untuk melihat potensi probiotik L. plantarum dan L. fermentum dalam menjaga
3
dan meningkatkan kesehatan usus halus. Hal tersebut dapat dilihat dari morfologi
jaringan usus halus secara mikroskopis (histologi) dan gambaran imunohistokimia
kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam jaringan usus halus.
2. Tujuan
Menganalisis pengaruh probiotik L. plantarum dan L. fermentum terhadap
gambaran histologi dan profil imunohistokimia antioksidan Cu,Zn-SOD pada
jaringan usus halus tikus yang dipapar EPEC.
Download