STUDI KOMPARATIF USAHATANI KEDELAI DENGAN SISTEM TANAM TUGAL DAN SISTEM TANAM SEBAR DI DESA BOGOTANJUNG KECAMATAN GABUS KABUPATEN PATI Candra Ayu Budi Saputri, Sugiharti Mulya Handayani, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No. 36 A, Kentingan, Surakarta 57126, Telepon : +62 271 637457 Email: [email protected]. Telp. 085641018180 Abstract: This research aims to know the magnitude of the costs of farming soybeans, the difference of income earned, the comparative efficiency in farming soybeans by way of spread system and tugal. The basic method of research was descriptive analytic method and its implementation with the survey technique. Research carried out in Gabus. Cost of farming soybeans with tugal planting system (Rp 5.757.798,00 per/ha) is greater than the farming of soybeans with aspread planting system (Rp 5.110.998,00 per/ha). The average acceptance on soybean cropping system of farming by Rp 17.999.253,00 for tugal/ha, while soybean cropping system of farming with the spread of Rp 13.383.033,00 per/ha. Income from farming soybeans planting system tugal (Rp 12.241.456,00 per/ha) was greater than the farming of soybeans with a spread system of planting (Rp 8.272.035,00 per/ha). Farming of soybeans with atugal system and spread system was efficient and the efficiency of farming soybeans with tugal planting system (R/C ratio = 3,17) greater than the farming of soybeans with a spread system of planting (R/C ratio = are 2,66). And on the value of the benefit of farming soybeans with planting tugal system more useful to farmers (Increamental B/C ratio = 6,21). From the results of this research could be recommended that soy farmers with spread planting system to apply tugal system, the effectiveness of seed was higher than the spread planting so that pest control woud also be more effective in optimizing production. Keywords: Spread Planting System and Tugal Syste, Eficiency farming,Soybeans Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan biaya dan pendapatan usahatani kedelai, membandingkan tingkat efisiensi pada usahatani kedelai dengan cara sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar. Metode dasar penelitian adalah metode deskriptif analitik dan pelaksanaannya dengan teknik survei. Penelitian dilakukan di Kecamatan Gabus. Biaya dari usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal (Rp 5.757.798,00/ha) lebih besar daripada usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar (Rp 5.110.998,00/ha). Penerimaan rata-rata pada usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal sebesar Rp 17.999.253,00/ha, sedangkan sistem tanam sebar sebesar Rp 13.383.033,00/ha. Pendapatan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal (Rp 12.241.456,00/ha) lebih besar daripada usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar (Rp 8.272.035,00/ha). Usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar dinyatakan efisien dan efisiensi dari usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal (R/C rasio = 3,17) lebih besar daripada usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar (R/C rasio = 2,66). Nilai kemanfaatan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih bermanfaat bagi petani (Increamental B/C ratio= 6,21). Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar petani kedelai dengan sistem tanam sebar menerapkan sistem tanam tugal, karena efektifitas bibit lebih tinggi daripada tanam sebar sehingga pengendalian hama juga akan lebih efektif dalam mengoptimalkan produksi. Kata Kunci: sistem tanam tugal, sistem tanam sebar, efisiensi usahatani, kedelai 1 2 PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat. Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun terus meningkat. Kedelai dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein murah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia (Muchtady D, 2010:1). Kecamatan Gabus merupakan penghasil kedelai yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan produksi kedelai di Kabupaten Pati. Hal ini dapat dilihat dari data luas tanam (Ha) dan luas panen (Ha) kedelai di Kabupaten Pati. Menurut BPS Kabupaten Pati 2010, bahwa luas tanam kedelai di Kabupaten Pati yang paling tinggi adalah di Kecamatan Kayen yaitu 832 Ha. Sedangkan untuk Kecamatan Gabus sendiri luas tanam kedelai 292 Ha dengan luas panen 292 Ha. Alasan penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gabus karena yang mengusahakan tanaman kedelai dengan menggunakan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar adalah Desa Bogotanjung. Bogotanjung adalah desa di kecamatan Gabus, Pati, Jawa Tengah, yang terdiri dari dua dusun yaitu Gorame dan Tanjung. Masyarakat mayoritas hidup dengan bertani, sedang sebagian lagi menjadi pedagang dan wiraswasta. Menurut Dinas Pertanian di Kabupaten Pati, permasalahan rendahnya produksi kedelai di dalam negeri disebabkan oleh buruknya kinerja produksi dan produktivitas kedelai di dalam negeri, di samping itu juga disebabkan lemahnya kinerja perdagangan dan tata niaga kedelai. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan produksi dengan jalan opsus kedelai dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) agar pelaksanaan teknologi budidaya kedelai dapat dilakukan dengan baik dan benar, diantaranya dengan pengelolaan tanaman kedelai dengan sistem tanam ditugal dan disebar. Tanam ditugal adalah sistem tanaman yang cara pengolahan tanah dengan membuat lubang tanam memakai tugal, tiap lubang diisi dengan benih lebih dari satu sedangkan tanam sebar adalah sistem tanaman dengan penyebaran benih (dalam kondisi tanah basah kemudian baru disebar diatas tanah yang basah). Kedua macam sistem tanam tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing. Dengan sistem tanam ditugal akan didapatkan jumlah tanaman perhektar tepat, mudah penyiangannya, akar kuat sehingga tidak mudah roboh, dan penyerapan unsur hara lebih sempurna, namun membutuhkan tenaga yang relatif banyak. Sedangkan dengan sistem disebar, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk tanam jauh lebih sedikit, namun kebutuhan bibit lebih banyak, akar dangkal, tanaman mudah roboh. Kabupaten Pati mengembangkan teknik tanam dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar pada budidaya kedelai. Hasil produksi dari usahatani kedelai diantaranya adalah bahan pangan, bahan pakan dan bahan baku industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan biaya dan pendapatan yang diperoleh dari usahatani kedelai dengan cara sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus Kabupaten Pati; mengetahui dan membandingkan efisiensi ekonomi pada usahatani kedelai dengan cara sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus Kabupaten Pati; mengetahui kemanfaatan pada usahatani kedelai dengan cara sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus Kabupaten Pati. METODE PENELITIAN Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Teknik pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik survei. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gabus. Pengambilan desa sebagai daerah sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling atau sengaja, yaitu 3 pengambilan daerah sampel yang dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan alasan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Sangarimbun dan Efendi, 1995:169). Sampel kecamatan diambil dengan kriteria sebagai daerah pengembangan tanaman kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar, berdasarkan kriteria tersebut terpilih Kecamatan Gabus. Metode Pengambilan Sampel Responden berdasarkan pertimbangan tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 60 orang. Masing-masing 30 orang dengan sistem tanam tugal dan 30 orang dengan sistem tanam sebar. Pemilihan sampel petani menggunakan metode simple random sampling (sampel acak sederhana). Analisis Biaya usahatani yang dipakai adalah biaya mengusahakan yang mempunyai arti biaya alat-alat luar ditambah dengan upah yang dibayarkan kepada tenaga dalam keluarga, maka digunakan rumus sebagai berikut : TC = TFC + TVC ….(1) Keterangan : TC = Biaya Total, TFC = Biaya Tetap Total dan TVC = Biaya Variabel Total Analisis untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan dari usahatani kedelai yang diusahakan masingmasing dengan cara ditugal dan disebar, maka digunakan rumus sebagai berikut : Pd = TR – TC = Py x Y ....(2) Keterangan : Pd =Pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT), TR = Penerimaan total usahatani (Rp/Ha/MT), TC = Biaya total usahatani(Rp/Ha/MT), Py = Harga per kg (Rp), Y = Produksi (kg) Analisis untuk mengetahui besarnya efisiensi pada usahatani kedelai dengan cara tanam ditugal dan disebar, maka digunakan rumus sebagai berikut : Kriteria : ….(3) RC rasio > 1, maka usahatani kedelai bisa dikatakan efisien, RC rasio = 1, maka usahatani kedelai dalam kondisi break event point, RC rasio < 1, maka usahatani kedelai bisa dikatakan tidak efisien Untuk mengetahui kemanfaatan dari usahatani kedelai maka digunakan Increamental BC Ratio. Dapat dirumuskan sebagai berikut : …(4) Keterangan: ΔB = Selisih Pendapatan, ΔC = Selisih Biaya, B1 = Pendapatan dengan Sistem Tanam Tugal, B2 = Pendapatan dengan Sistem Tanam Sebar,C1 = Biaya dengan Sistem Tanam Tugal, C2 = Biaya dengan Sistem Tanam Sebar Kriteria : Jika Increamental BC Ratio > 1, maka usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih bermanfaat bila dibandingkan dengan usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar, Jika increamental BC Ratio = 1, maka usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal sama manfaatnya dengan usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar, jika Increamental BC Ratio < 1, maka usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal tidak lebih bermanfaat bila dibandingkan dengan usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar. HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Petani Sampel Identitas petani sampel merupakan gambaran umum mengenai kondisi petani sebagai pelaku usahatani. Identitas petani sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Identitas Petani Sampel Usahatani Kedelai MT Juni – Agustus 2012 di Desa Bogotanjung. No Keterangan Sistem Tanam 4 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jumlah petani sampel (orang) Rata-rata umur (th) Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD (orang) c. SLTP (orang) Rata-rata jumlah anggota keluarga (orang) Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif di usahatani (orang) Rata-rata pengalaman berusahatani (th) Desa Bogotanjung Kabupaten Pati Tugal Sebar 30 30 47 46 No 16 14 4 16 14 4 2 2 15 16 Sumber : Analisis Data Primer. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata umur petani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sebar adalah 47 dan 46 tahun. Semua responden termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun). Pada usia yang demikian, petani secara fisik mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam penanganan usahatani sehingga dapat mendukung kemajuan usahatani. Petani yang masih tergolong usia produktif diharapkan mampu untuk menerima teknologi baru, khususnya yang berkaitan dengan teknik budidaya tanaman kedelai. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Usahatani Kedelai di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus Kabupaten Pati. Penggunaan Sarana Produksi dalam Usahatani Kedelai bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Kedelai MT Juni - Agustus 2012 di 1 2 3 4 Sarana Produksi Benih (Kg) Pupuk (Kg) a. Pupuk Urea b. Pupuk NPK c. Pupuk POG d. Pupuk PPC e. Pupuk POC Pestisida (Lt) Herbisida (Lt) Kecamatan Gabus, Sistem Tanam Tugal Sebar 42,37 61 87,73 82,4 1294,67 20,86 4 3,66 0,83 95,97 30 9,367 - Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa petani kedelai pada sistem tanam sebar dalam menggunakan benih lebih banyak daripada petani kedelai dengan sistem tanam tugal. Pupuk urea hanya dipakai petani kedelai dengan sistem tanam tugal yaitu 87,73 kg/Ha. Penggunaan pupuk NPK pada petani kedelai dengan sistem tanam tugal yaitu 82,4 kg/ha yang lebih rendah daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar sebanyak 95,97 kg/ha. Pupuk POG hanya dikeluarkan oleh petani kedelai dengan sistem tugal sebanyak 1294,67 kg/Ha. Petani kedelai dengan sistem tanam sebar menggunakan pupuk PPC sebanyak 30 kg/ha (lebih tinggi daripada petani kedelai dengan sistem tanam tugal yaitu 20,86 kg/ha). Pupuk POC (Pupuk Organik Cair) hanya dikeluarkan oleh petani kedelai dengan sistem tugal sebanyak 4 kg/ha. Jadi petani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih banyak menggunakan pupuk daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar. Pestisida yang digunakan petani kedelai dengan sistem tanam sebar yaitu 9,367 lt/ha yang lebih tinggi daripada petani kedelai dengan sistem tanam tugal yaitu sebesar 3,66. Herbisida hanya digunakan oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal yaitu sebesar 0,83. Tenaga kerja digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian OPT dan panen. Penggunaan tenaga kerja paling banyak pada kegiatan penanaman, penyiangan, dan panen. 5 a. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Kedelai Tabel 3. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Kedelai MT Juni – Agustus 2012 di Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani MT JuniPati Desa Bogotanjung Kecamatan GabusKedelai Kabupaen – Agustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus Kabupaen Pati No 1 2 3 4 5 6 Keterangan Pengolahan Lahan a. Pria b. Wanita Penanaman a. Pria b. Wanita Pemupukan a. Pria b. Wanita Penyiangan a. Pria b. Wanita Pengendalian OPT a. Pria b. Wanita Panen a. Pria b. Wanita Jumlah TKD TKL Sebar Fisik Nilai (HKP) (Rp) Jumlah Tugal Sebar Fisik Nilai Fisik Nilai (HKP) (Rp) (HKP) (Rp) 823.500 - 13,40 - 670.000 - 19,77 - 861.667 - 16,5 - 731.667 - 3,23 161.500 3,73 - 186.500 - 3,23 161.438 7,73 - 188.333 - 200.000 - 3,80 - 190.000 - 3,73 - 186.500 - 3,80 - 190.000 - 7,73 - 188.333 - - - 3,16 158.000 2,79 139.500 3,16 157.792 2,79 139.708 255.000 - 4,27 - 213.500 - - - 5,6 - 280.000 - 5,10 - 255.000 - 9,87 - 246.666 - 116.500 4.000 540.500 3,14 0,27 18,78 157.000 13.500 939.000 13,4 3,20 43,26 670.000 160.000 2.163.000 7,03 2,72 39 351.500 136.000 1.950.000 15,73 3,28 35,80 786.500 164.208 1.790.104 10,17 2,99 32,88 508.500 149.333 1.644.042 Tugal Fisik Nilai (HKP) (Rp) Sebar Fisik Nilai (HKP) (Rp) Tugal Fisik Nilai (HKP) (Rp) 3,3 - 165.000 - 3,1 - 155.000 - 16,47 - - - 4,00 - 200.000 - - - 4,00 - - - 5,10 2,33 0,08 10,81 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan: TKD : Tenaga Kerja Dalam/Keluarga, TKL: Tenaga Kerja Luar, HKP: Hari Kerja Pria Berdasarkan Tabel 3, jumlah rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam pada usahatani kedelai adalah 9,605 HKP sebesar Rp 480.250,00 pada sistem tanam tugal atau 17,075 HKP sebesar Rp 853.750,00 pada sistem tanam sebar. Jumlah rata-rata penggunaan tenaga kerja luar adalah 34,96 HKP sebesar Rp 1.747.730,00 pada sistem tanam tugal atau 34,125 HKP sebesar Rp 1.706.250,00 pada sistem tanam sebar. Sedangkan jumlah rata-rata penggunaan tenaga kerja total pada usahatani kedelai adalah 34,16 HKP sebesar Rp 1.708.000,00 pada sistem tanam tugal atau 31,3875 HKP sebesar Rp 1.569.375,00 pada sistem tanam sebar. Penggunaan tenaga kerja didominasi oleh tenaga kerja luar. Hal ini disebabkan kebutuhan tenaga kerja yang besar dalam usahatani kedelai, sedangkan ketersediaan tenaga kerja dari dalam keluarga masih kurang karena tingkat partisipasi anggota keluarga dalam usahatani yang masih rendah. Petani responden mengeluarkan biaya untuk memberi upah tenaga kerja. Upah tenaga kerja pria dalam satu hari kerja (1 HKP) yaitu sebesar Rp 50.000,00 (8 jam kerja), sedangkan upah tenaga kerja wanita dalam satu hari (1 HKW) sebesar Rp 16.000,00 (4 jam kerja). Maka dapat disetarakan bahwa dalam 1 HKW setara dengan 0,7 HKP, nilai ini diperoleh dari perbandingan antara upah Hari Kerja Wanita (HKW) dengan upah Hari Kerja Pria (HKP). Tabel 4. Rata-rata Biaya Sarana Produksi Usahatani Kedelai MT Juni - Agustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati (Rupiah) No 1 2 3 4 Sarana Produksi Benih Pupuk a. Pupuk Urea b. Pupuk NPK c. Pupuk POG d. Pupuk PPC e. Pupuk POC Pestisida Herbisida Jumlah Tugal 508.400 157.920 189.520 647.333 521.428 480.000 356.966 317.553 2.468.360 Sistem Tanam % Sebar 15,9 610.000 % 25,97 5,03 5,94 20,30 16,35 15,05 11,19 9,96 100% 9,39 31,93 32,70 100% 220.723 750.000 768.066 z2.348.789 Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa biaya benih kedelai dengan sistem sebar sebesar Rp 610.000,00/ha lebih banyak daripada sistem tanam tugal yaitu sebesar Rp 508.400,00/ha. Biaya penggunaan pupuk urea yang digunakan pada sistem tanam tugal yaitu sebesar Rp157.92,00/ha. Biaya pembelian pupuk NPK pada sistem tanam tugal sebesar Rp 189.520,00/ha yang lebih rendah daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar yang hanya sebesar Rp 220.723,00/ha. 6 Pengeluaran petani untuk pembelian pupuk POG (Pupuk Organik) pada sistem tugal sebesar Rp 647.333,00/ha. Biaya pembelian pupuk PPC pada sistem tanam tugal sebesar Rp 521.428,00/ha lebih rendah daripada sistem tanam sebar sebesar Rp 750.000,00/ha. Biaya pupuk POC (Pupuk Organik Cair) hanya dikeluarkan oleh petani kedelai dengan sistem tugal sebesar Rp 480.000,00/ha. Jadi petani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih banyak mengeluarkan biaya pupuk daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar. Biaya pestisida pada usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal sebesar Rp 356.966,00/ha dengan persentase 11,19% yang lebih rendah daripada sistem tanam sebar sebesar Rp 768.066,00/ha dengan persentase 32,70%. Demikian pula untuk herbisida hanya dikeluarkan oleh petani kedelai dengan sistem tugal sebesar Rp 317.553,00/ha dengan persentase 9,96%. Biaya Tenaga Kerja Tabel 5. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Usahatani Kedelai MT Juni - Agustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati (Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 Keterangan Pengolahan Tanah Penanaman Pemupukan Penyiangan Pengendalian OPT Panen Jumlah Tugal Sistem Tanam % Sebar % 861.667 50,45 731.667 46,6 161.438 9,45 188.333 12,00 190.000 11,12 188.333 12,00 157.792 9,24 139.708 8,90 255.000 14,93 246.666 15,72 82.104 4,81 74.667 4,76 1.708.000 100% 1.569.375 100% Sumber : Analisis Data Primer Biaya tenaga kerja paling banyak dikeluarkan untuk pengolahan tanah. Petani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih banyak mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk pengolahan yaitu sebesar Rp 861.667,00/ha. Biaya tenaga kerja untuk pengendalian hama penyakit (OPT) dikeluarkan petani kedelai dengan sistem tanam tugal sebesar Rp 255.000,00/ha yang lebih tinggi daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar sebesar Rp 246.666,00/ha. Meskipun dalam penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan panen adalah yang terbesar, tetapi biaya yang dikeluarkan untuk panen tidaklah yang terbesar, hal ini disebabkan karena kegiatan panen dilakukan secara gotong royong, sehingga tidak ada biaya tenaga kerja per orang. Petani kedelai hanya mengeluarkan biaya untuk makan selama panen tersebut dilaksanakan. Biaya Lain-lain Tabel 6. No 1. 2. Rata-rata Biaya Lain-lain pada Usahatani Usahatani MT Juni– Agustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati Macam biaya Sewa Tanah per Musim Pajak Tugal (Rp) Sebar (Rp) 1.450.000 1.096.700 49.350 21.500 1.499.350 1.118.200 Jumlah Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah rata-rata biaya lain-lain adalah sebesar Rp 1.499.350/ha pada tanam tugal dan Rp 1.118.200/ha pada tanam sebar. Biaya lainlain ini terdiri dari dua komponen yaitu biaya sewa tanah per musim Rp 1.450.000/ha pada sistem tanam tugal dan Rp 1.096.700 pada sistem sebar, biaya pajak Rp 49.350/ha pada tanam tugal dan Rp 21.500/ha pada tanam sebar. Biaya lain-lain yang dalam usahatani kedelai meliputi, biaya sewa tanah per musim dan biaya pajak. Biaya pajak tanah adalah pengeluaran biaya yang paling kecil. Biaya pajak tanah dari masing-masing petani berbeda-beda, hal ini berdasarkan luas lahan. Biaya Total Usahatani Tabel 7. Rata-rata Biaya Total Usahatani Petani Kedelai Dengan Sistem Tanam Tugal dan Sebar per Ha pada Musim Tanam Juni-Agustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati (Rupiah) No Uraian 1. Sarana produksi 2. Tenaga kerja 3. Lain-lain Jumlah Sistem Tanam Tugal Sebar 2.468.360 2.348.789 1.708.000 1.569.375 1.499.350 1.118.200 5.675.710 5.036.364 Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa biaya usahatani yang paling banyak dikeluarkan oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal adalah biaya sarana produksi sebesar Rp 2.468.360,00/ha, yang lebih tinggi 7 daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar sebesar Rp 2.348.789,00/ha. Biaya tenaga kerja pada petani kedelai dengan sistem tanam tugal, yaitu sebesar Rp 1.708.000,00/ha, yang lebih tinggi daripada sistem tanam sebar sebesar Rp 1.569.375,00/ha. Selain itu terdapat biaya lain-lain yang meliputi sewa tanah per musim dan pajak yaitu sebesar Rp 1.499.350,00/ha sistem tanam tugal lebih tinggi daripada sistem tanam sebar yaitu sebesar Rp 1.118.200,00/ha. Berdasarkan data diatas, maka dapat diketahui besarnya biaya total usahatani yang dikeluarkan oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal adalah Rp 5.675.710,00/ha, yang lebih tinggi daripada sistem tanam sebar sebesar Rp 5.036.364,00/ha. Penerimaan Usahatani Tabel 8. Rata-rata Penerimaan Usahatani Petani Kedelai dengan Sistem Tanam Tugal dan Sebar per Ha pada Musim Tanam JuniAgustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati Keterangan Produksi (kg) Harga /kg (Rupiah) Penerimaan (Rupiah) Tanam Tugal 2.059 8.740 17.999.253 Tanam Sebar 1.583 8.453 13.383.033 Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata penerimaan petani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih tinggi yaitu sebesar Rp 17.999.253,00/ha daripada petani kedelai dengan sistem tanam sebar yaitu sebesar Rp 13.383.033,00/ha. Pendapatan Usahatani Tabel 9. Rata-rata Pendapatan Usahatani Petani Kedelai dengan Sistem Tanam Tugal dan Sebar per Ha pada Musim Tanam JuniAgustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati No 1. 2. 3. Keterangan (Rupiah) Penerimaan Biaya Pendapatan Sistem Tanam Tugal Sebar 17.999.253 13.383.033 5.675.710 5.036.364 12.241.456 8.272.035 Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa pendapatan usahatani per Ha dari petani kedelai dengan sistem tanam tugal sebesar Rp 12.241.456,00/ha lebih tinggi daripada petani kedelai dengan sistem sebar yang hanya sebesar Rp 8.272.035,00/ ha. Selisih pendapatan per Ha yang diterima oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sebar adalah sebesar Rp 3.969.421,00/ha. Analisis perbedaan biaya dan pendapatan petani kedelai Tabel 10. Analisis Uji t Biaya dan Pendapatan Usahatani Petani Kedelai dengan Sistem Tanam Tugal dan Sebar per Ha pada Musim Tanam Juni-Agustus 2012 di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati Sistem Tanam Tugal Sebar RataRata Biaya 5.675.710 5.036.364 Rata-Rata Pendapatan 12.241.456 8.272.035 Probabilitas 0,00*) 0,00*) Keterangan : *) berbeda nyata (P<0,05) Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa biayadan pendapatan usahatani petani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas 0,00 yang lebih kecil dari 0,01 yang berarti bahwa biaya dan pendapatan usahatani petani kedelai dengan sistem tanam tugal berbeda dengan biaya dan pendapatan usahatani petani kedelai dengan sistem tanam sebar. Efisiensi Usahatani dan Marjin Pendapatan. R/C ratio petani kedelai dengan sistem tugal 1 . . 3 ⁄ = 3,17 . . Jadi usahatani petani kedelai dengan sistem tanam tugal sudah efisien karena nilai R/C ratio lebih dari 1 yaitu 3,17, yang mempunyai arti bahwa untuk setiap Rp 1,00 biaya usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal akan mendatangkan penerimaan Rp 3,17 pada akhir kegiatan usahatani. R/C ratio petani kedelai dengan sistem sebar 13.3 3. 33 ⁄ = 2,66 .11 . Jadi usahatani petani kedelai dengan sistem tanam sebar sudah efisien karena nilai R/C ratio lebih dari 1 yaitu 2,66, yang mempunyai arti bahwa untuk setiap Rp 1,00 biaya usahatani kedelai dengan sistem tanam 8 sebar akan mendatangkan penerimaan Rp 2,66 pada akhir kegiatan usahatani. Nilai R/C ratio kedua usahatani lebih dari 1 yang menunjukkan bahwa usahatani efisien dengan nilai R/C ratio pada usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih efisien daripada usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar. Semakin besar nilai R/C ratio maka akan semakin besar pula penerimaan yang diperoleh petani pada akhir usahatani. Marjin pendapatan dari usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar, diketahui dengan analisis Increamental B/C ratio, yaitu dengan membandingkan selisih pendapatan usahatani dengan selisih biaya usahatani yang dikeluarkan dari kedua usahatani tersebut. Berikut adalah besarnya B/C Ratio dari kedua usahatani: 1- ⁄ 1 . 1. . . – . – .11 . . 3 1- 3. . 1 . = 6,21 Dari perhitungan Increamental B/C Ratio tersebut diperoleh angka sebesar 6,21, yang berarti bahwa usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dapat memberikan kemanfaatan lebih kepada petani daripada usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar. Perbedaan biaya usahatani kedelai dengan cara sistem tanam tugal dan sistem tanah sebar Biaya usahatani adalah seluruh biaya, pengeluaran yang dinyatakan dengan uang, yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk yang berupa hasil pertanian selama satu musim tanam. Penerimaan (pendapatan kotor) merupakan nilai yang diterima petani dari hasil usahatani dikalikan harga persatuan. Berpedoman pada data biaya usahatani tiap hektar usahatani kedelai dengan cara tanam tugal dan tanam sebar di Desa Bogotanjung Kecamatan Gabus Kabupaten Pati, secara garis besar, rata-rata total biaya usahatani, yang terdiri dari biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya lainlain usahatani dengan tanam tugal dan tanam sebar tersebut tiap hektar sebesar Rp 5.675.710,00/ha lebih besar daripada rata-rata total biaya usahatani kedelai dengan tanam sebar yaitu sebesar Rp 5.036.364,00/ha. Dengan demikian terdapat selisih biaya usahatani sebesar Rp 646.800,00/ha. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : Penggunaan bibit pada tanaman sistem tanam tugal relatif lebih sedikit daripada tanam sebar, karena pada tanam tugal jarak cukup teratur (20 cm x 15 cm) dengan jumlah bibit tiap lubangnya sebanyak 4 biji sehingga pengeluaran biaya bibit kedelai tanam tugal relatif lebih sedikit daripada tanam sebar. Di samping itu, perakaran kedelai sistem tanam tugal lebih kuat sehingga penyerapan unsur hara lebih baik dan merata sehingga pertumbuhan tanaman kedelai juga lebih baik. Kondisi ini akan menghasilkan produksi kedelai dengan sistem tanam tugal yang lebih tinggi daripada tanam sebar; tanam tugal lebih memperhatikan sistem pemupukan berimbang yaitu dengan diberikannya pupuk pada waktu yang tepat dan dosis yang tepat/sesuai sehingga pemupukan akan lebih efisien karena jenis dan dosis pupuk disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Walaupun biaya yang dikeluarkan sedikit lebih besar, namun tingkat produktivitas yang dihasilan juga lebih besar; penggunaan pestisida pada lahan dengan tanam tugal relatif lebih sedikit daripada tanam sebar, karena pada lahan dengan tanam sebar sifat pertumbuhan tanaman kedelai menjadi tidak merata yang menyebakan kondis tanah cenderung lebih lembab, sehingga sering menjadi sarang hama/penyakit. Hal ini menyebabkan biaya pestisida yang digunakan pada tanam sebar relatif lebih besar daripada tugal, sehingga akan menambah jumlah biaya produksi yang berakibat pada pengurangan pendapatan. Analisis Usahatani Pendapatan adalah selisih dari penerimaan dan biaya usahatani. Semakin besar penerimaan usahatani yang diterima oleh petani kedelai dan semakin kecil biaya 9 usahatani yang dikeluarkan oleh petani kedelai maka pendapatan usahatani akan semakin tinggi. Pendapatan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal sebesar Rp 1 . 1. ,00/ha lebih tinggi daripada petani kedelai dengan sistem sebar yaitu sebesar Rp 8.272.035,00/ ha. Selisih pendapatan yang diterima oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sebar adalah sebesar Rp 3.969.421,00/ha. Perbedaan tersebut disebabkan adanya selisih biaya tenaga kerja, yang disebabkan adanya perbedaan beban kerja antara usahatani kedelai dengan tanam tugal dengan tanam sebar yaitu saat tanam kedelai, yaitu dengan upah masing-masing Rp 16.000,00/orang. Sedangkan pada tanam sebar dengan upah masing-masing Rp 50.000,00/orang. Penerimaan diperoleh dari hasil nilai yang diterima petani dari hasil usahatani dikalikan harga persatuan yang dinyatakan dengan uang (rupiah). Rata-rata pendapatan kotor (penerimaan) tiap hektar usahatani kedelai dengan tanam tugal adalah sebesar Rp 17.999.253,00. Nilai ini jauh lebih besar daripada rata-rata pendapatan kotor (penerimaan) tiap hektar usahatani kedelai dengan tanam sebar yaitu hanya sebesar Rp 13.383.033,00. Dari kedua nilai tersebut diperoleh selisih sebesar Rp 4.616.200,00. Perbedaan pendapatan kotor (penerimaan) tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat produksi tanam tugal daripada tanam sebar yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut : sistem tanam tugal akan diperoleh tingkat efisiensi populasi tanaman yang relatif lebih tinggi daripada sebar, karena akar tanaman kedelai dengan tanam tugal akan masuk lebih dalam dan perakaran akan lebih kuat. Penyerapan unsur hara pada sistem tanam tugal akan lebih sempurna yang berpengaruh pada kualitas polong kedelai; sistem pemupukan yang berimbang pada sistem tanam tugal, lebih efisien karena jenis dan dosis pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sehingga dapat memperbesar ukuran polong.Hal ini menyebabkan peningkatan kuantitas hasil sehingga meningkatkan jumlah pendapatan. Dari perolehan rata-rata biaya dan pendapatan kotor (penerimaan) di atas, maka diperoleh rata-rata pendapatan bersih tiap hektar usahatani kedelai dengan tanam tugal sebesar Rp 1 . 1. ,00 lebih besar daripada dengan tanam sebar yaitu sebesar Rp 8.272.035,00. Dengan demikian terdapat selisih pendapatan bersih sebesar Rp 3.969.421,00. Jadi pendapatan bersih usahatani kedelai dengan tanam tugal lebih besar dari sistem tanam sebar dalam satuan luas tanam yang sama (hektar). Analisis dengan menggunakan uji t Analisis uji beda rata-rata atau sering disebut dengan istilah uji t untuk dua sampel independen (bebas) digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua kelompok yang berbeda. Dua kelompok yang dimaksud adalah dua kelompok usahatani yang diteliti, yaitu kelompok usahatani kedelai dengan tanam tugal dan sebar masing-masing dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Dengan demikian jumlah sampel dari dua kelompok sebanyak 60 orang. Biaya. Berdasarkan hasil analisis uji t terhadap rata-rata biaya usahatani kedelai dengan tanam tugal dan tanam sebar, yaitu diperoleh nilai rata-rata biaya bersih per hektar usahatani kedelai dengan tanam tugal adalah sebesar Rp 5.675.710,00. Sedangkan rata-rata biaya bersih per hektar usahatani kedelai dengan tanam sebar adalah sebesar Rp 5.036.364,00. Diperoleh nilai t hitung sebesar 3.156 dengan derajat kebebasan df = 58. Sedangkan nilai t tabel dengan derajad kebebasan yang sama yaitu df = 58, diperoleh nilai t tabel sebesar 1,67156. Jika dibandingkan, maka nilai t hitung > t tabel. Berdasarkan kriteria penarikan kesimpulan dengan analisis perbandingan antara t hitung dengan t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Diperoleh nilai probabilitas Sig (2tailed) sebesar 0,000 (pada equal variances assumed) dan 0,000 (pada equal variances not assumed). Berdasarkan kriteria penarikan kesimpulan yang memperbandingkan nilai probabilitas hasil perhitungan dengan tingkat 10 signifikansi yang digunakan, probabilitas hasil perhitungan P < 0,01, dengan demikian H0 ditolak H1 diterima. Dari kedua macam kriteria penarikan kesimpulan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara biaya usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar. Pendapatan. Hasil analisis uji t terhadap ratarata pendapatan usahatani kedelai dengan tanam tugal dan tanam sebar, yaitu diperoleh nilai rata-rata pendapatan bersih per hektar usahatani kedelai dengan tanam tugal adalah sebesar Rp 8.162.376,00. Sedangkan rata-rata pendapatan bersih per hektar usahatani kedelai dengan tanam sebar adalah sebesar Rp 8.272.035,00. Diperoleh nilai t hitung sebesar 15.191 dengan derajat kebebasan df = 58. Sedangkan nilai t tabel dengan derajad kebebasan yang sama yaitu df = 58 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,67156. Jika dibandingkan, maka nilai t hitung > t tabel. Berdasarkan kriteria penarikan kesimpulan dengan analisis perbandingan antara t hitung dengan t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Nilai probabilitas Sig (2-tailed) sebesar 0,000 (pada equal variances assumed) dan 0,000 (pada equal variances not assumed). Berdasarkan kriteria penarikan kesimpulan yang memperbandingkan nilai probabilitas hasil perhitungan dengan tingkat signifikansi yang digunakan, probabilitas hasil perhitungan P < 0,05, dengan demikian H0 ditolak H1 diterima. Dari kedua macam kriteria penarikan kesimpulan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan bersih usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar. Besarnya efisiensi pada usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar Efisiensi usahatani atau R/C ratio dapat diketahui dengan membandingkan penerimaan dan biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani kedelai yaitu sebesar 3,17 pada sistem tanam tugal dan 2,66 pada tanam sebar. Dilihat dari nilai R/C ratio, kedua usahatani sudah efisien untuk dilakukan karena nilai R/C ratio sudah lebih besar dari 1. Hal ini berarti setiap penerimaan usahatani yang diterima oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal ataupun sistem tanam sebar sudah mampu menutup biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio dari kedua usahatani tersebut adalah 3,17 dan 2,66 berarti tingkat efisiensi dari usahatani dengan sistem tanam tugal lebih tinggi daripada dengan sistem tanam sebar. Kemanfaatan usahatani dengan menggunakan Increamental BC Ratio pada usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar. Marjin pendapatan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal dan sistem tanam sebar, diketahui dengan analisis Increamental B/C ratio, yaitu dengan membandingkan selisih pendapatan usahatani dengan selisih biaya usahatani yang dikeluarkan dari kedua usahatani tersebutyaitu sebesar 6,21. Nilai Increamental B/C ratio lebih dari 1, maka usahatani petani kedelai dengan sistem tanam tugal dapat memberikan kemanfaatan lebih kepada petani bila dibandingkan dengan usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar. Hal ini berarti peningkatan pendapatan yang diterima oleh petani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih tinggi daripada peningkatan biaya yang dikeluarkan. SIMPULAN Rata-rata biaya usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih tinggi daripada ratarata biaya usahatani kedelai dengan tanam sebar. Berdasarkan perhitungan uji t, biaya usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal berbeda nyata dengan petani kedelai dengan sistem tanam sebar; rata-rata pendapatan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih tinggi daripada usahatani kedelai dengan sistem sebar. Berdasarkan perhitungan uji t, pendapatan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal berbeda nyata dengan petani kedelai dengan sistem tanam sebar; analisis R/C ratio menunjukkan usahatani kedelai dengan sistem tanam tugal lebih efisien dibanding sistem sebar; analisis Increamental B/C ratio menunjukkan usahatani kedelai 11 dengan sistem tanam tugal lebih bermanfaat dibandingkan dengan usahatani kedelai dengan sistem tanam sebar. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan agar petani kedelai dengan sistem tanam sebar menerapkan sistem tanam tugal. Efektifitas bibit pada sistem tanam tugal lebih tinggi daripada tanam sebar sehingga pengendalian hama juga akan lebih efektif. Perlu dilakukan sosialisasi kemasyarakat petani kedelai untuk menerapkan sistem tanam tugal dalam berusahatani kedelai. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T, 2006. Kedelai (Budidaya dengan pemupukan yang efektif dan pengoptimalan peran bintil akar). Panebar Swadaya: Jakarta Muchtady, deddy, 2010. Kedelai Komponen Untuk Kesehatan. Bandung: Penerbit Alfabeta Singarimbun, M dan S. Effendi, 1995.Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.