Analisis pengelolaan rantai pasok agroindustri

advertisement
ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI
HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI
DI B2PTTG LIPI SUBANG)
SKRIPSI
DWI ARYANTHI
H34086028
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI
HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI
DI B2PTTG LIPI SUBANG)
DWI ARYANTHI
H34086028
Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul
: Analisis Pengelolaan Rantai Pasokan Agroindustri Hortikultura
(Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI
Subang
Nama
: Dwi Aryanthi
NRP
: H34086028
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec
NIP. 19640220198903 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah
Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)” adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Dwi Aryanthi
H34086028
RINGKASAN
DWI ARYANTHI. Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri
Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI
Subang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA)
Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya ketersediaan bahan baku,
keterbatasan pasar, proses produksi yang masih belum optimum, dan lemahnya
keterkaitan industri hulu, on farm, dan industri hilir. Permasalahan tersebut
menyebabkan ketidakpastian dan kompleksitas dalam rantai pasok. Lipisari
sebagai salah satu agroindustri yang mengolah buah jambu menjadi minuman sari
buah jambu dengan merek Lipisari juga mengalami permasalahan tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan strategi yang dapat mengatasi permasalahan kompleksitas
dan ketidakpastian rantai pasok yaitu dengan melakukan pengelolaan rantai pasok.
Penelitian yang dilakukan di Lipisari Balai Besar Penelitian Terpadu Tepat
Guna Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (B2PTTG LIPI) Subang bertujuan
untuk menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu dari pengadaan
bahan baku utama, bahan baku penolong, dan bahan kemasan, serta proses
pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
setiap anggota dalam rantai pasok mulai dari hulu hingga ke hilir, serta mengkaji
penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari dengan melihat manfaat dan
kendalanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk
menganalisis anggota rantai dan aliran komoditas, serta proses bisnis rantai yang
terjadi di antara anggota rantai pasok. Sedangkan, metode kuantitatif dilakukan
untuk pengelolaan rantai pasok melalui analisis pengendalian harga pengadaan
bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui peramalan permintaan untuk
periode 2011, penentuan jumlah pemesanan optimum, jumlah pemesanan kembali
atau reorder point (ROP), dan jumlah safety stock (SS).
Berdasarkan analisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu Lipisari
diperoleh hasil yaitu anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok jambu,
Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen yang terdiri dari PD Anisa,
MiMake, POS Subang, dan koperasi. Anggota sekunder rantai pasok terdiri dari
pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia, serta pemasok bahan
pengemas. Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota
rantai pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian,
pengangkutan, penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah
melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan,
penyimpanan, dan sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian,
dan pengangkutan. Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan
aktivitas penjualan oleh sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan
penyimpanan. Hubungan yang terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok
adalah saling ketergantungan.
i
Pola aliran rantai pasok terkait dengan aliran barang yang mengalir dari
pengadaan jambu biji dari petani jambu hingga jambu sampai di Lipisari dan siap
diolah dan pendistribusian produk minuman sari buah jambu Lipisari dari Lipisari
hingga ke konsumen melalui ritel dan distributor. Aliran finansial terkait dengan
cara pembelian dan pembayaran barang yang dilakukan oleh Lipisari, pemasok,
dan distibutor. Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor,
agen grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu
atau sebaliknya. Informasi berhubungan dengan jumlah pesanan jambu yang
dibutuhkan Lipisari, status pengiriman produk minuman sari buah, jumlah
permintaan di setiap ritel dan koperasi.
Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi
pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok
dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan.
Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan
penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat
biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari
hingga Juni 2010. Selain itu, Lipisari, retailer, dan distributor juga dapat
melakukan penghematan biaya pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per
tahun. Selain itu, dengan pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan
yang dapat dipesan oleh retailer dan distributor mengalami peningkatan
dibanding tanpa adanya koordinasi.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya
pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi,
ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan
iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan
jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan
oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin.
Untuk mencapai kesuksesan dalam penerapan rantai pasok, terdapat beberapa
faktor yang menentukan yaitu pengembangan kemitraan, kesepakatan kontraktual,
koordinasi dan kerjasama, serta trust building antar anggota rantai.
ii
RIWAYAT PENULIS
Dwi Aryanthi dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1987 di Jambi. Putri dari
pasangan Bapak Amrullah Ali dan Ibu Syafri Annisah. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan selama enam tahun di Sekolah Dasar
Negeri 409 Palembang. Kemudian melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama
di SLTP Negeri 4 Palembang selama dua tahun, dan akhirnya diselesaikan di
SLTP Negeri 2 Cilegon. Sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan selama tiga
tahun di SMU Negeri 1 Cilegon. Setelah lulus, penulis diterima di Program
Diploma III program keahlian Analisis Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Pendidikan ditempuh selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun
yang sama, penulis diterima di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
iii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur atas segala nikmat, berkah, rizki, dan ridha
yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura
(Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)”. Skripsi ini
menjelaskan cara pengelolaan rantai pasok di agroindustri khususnya agroindustri
sari buah untuk mencapai keefektifan dan keefisienan produksi. Selain itu, skripsi
ini menjelaskan keterkaitan antar subsistem dalam rantai pasok sari buah. Penulis
berharap dengan adanya skripsi ini dapat memberikan wawasan baru mengenai
pengelolaan rantai pasok khususnya bagi agroindustri yang berskala kecil.
Bogor, Februari 2011
Dwi Aryanthi
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec. Selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing, memberikan masukan, dan mendukung penulis selama
penyusunan skripsi.
2.
Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Yuniar, MS selaku dosen penguji
komdik yang telah memberikan masukan, saran, dan perbaikan pada saat
sidang.
3.
Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen evaluator yang telah
memberikan saran dan kritik yang sangat membantu dalam penyusunan
skripsi.
4.
Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Selaku dosen pembimbing lapang di
B2PTTG LIPI Subang, Ibu Neneng Kemalasari, Ibu Sri Sudewi, Bapak
Wasnudin, Pak Rahayu dan Dodi, pihak ritel, dan seluruh karyawan LIPI
Subang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan pengambilan data selama kurang lebih dua bulan.
5.
Seluruh dosen dan para karyawan sekretariat Departemen Agribisnis Institut
Pertanian Bogor.
6.
Bapak, Ibu, Auliah, Wahyu, keluarga di Jakarta dan Makasar yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi.
7.
Yona, Susi, Dimas, Zulia, Rahayu, Asih, Titi, Nazmi, dan teman-teman di
Agribisnis yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam proses
penyelesaian skripsi.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun
pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2011
Dwi Aryanthi
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. x
I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 9
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
10
1.5 Ruang Lingkup ……………………………………………………….. 10
II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 11
2.1 Industri Sari Buah sebagai Agroindustri ……………………………... 11
2.2 Rantai Pasok Agroindustri …………………………………………… 12
2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri ....................................... 14
2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 15
III KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………… 18
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................ 18
3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis ……………… 18
3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan ………………………… 20
3.1.3 Pengendalian Persediaan ……………………………………... 22
3.1.4 Proses Pengendalian Harga …………………………………... 23
3.1.5 Pengendalian Permintaan …………………………………….. 25
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional …………………………………… 27
IV METODE PENELITIAN ………………………………………………… 28
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................28
4.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 28
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................................28
4.4 Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ................. 29
4.5 Analisis Pengelolaan Rantai Pasok …………………………………... 29
4.5.1 Analisis Pengendalian Harga …………………………………. 29
4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah
Jambu Lipisari ……………………………………………… 30
4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan ………………………...30
4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series ……………. 31
4.5.2.3 Pemilihan Metode Peramalan Time Series …………….. 32
vi
4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum …………… 33
4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan
Reorder Point (ROP) …………………………………. 35
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN …………………………………
36
5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan …………………………………
37
5.3 Lokasi Perusahaan …………………………………………………… 38
5.4 Struktur Organisasi …………………………………………………… 38
5.5 Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………………... 40
VI PEMBAHASAN ………………………………………………………….. 43
6.1 Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari …………………… 43
6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok ………………………………... 43
6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok ……………………………... 45
6.2 Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok ……………………………… 47
6.3 Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……… 51
6.4 Proses Bisnis Rantai ………………………………………………….. 55
6.5 Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………… 60
6.6 Analisis Harga ……………………………………………………….. 61
6.7 Pengelolaan Permintaan ……………………………………………… 66
6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan ……………………………….. 67
6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum …………………... 70
6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock …………………………….. 72
6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP) …………………... 73
6.8 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar …. 74
6.9 Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari 77
VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
80
7.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 80
7.2 Saran ………………………………………………………………….. 81
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 82
LAMPIRAN …………………………………………………………………... 85
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008 ................................... 2
2.
Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007,
dan 2009 .......................................................................................................... 3
3.
Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji ....... 4
4.
Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari ...................... 39
5.
Daftar Karyawan Lipisari ..............................................................................40
6.
Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010 ............ 45
7.
Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ...............46
8.
Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ...............47
9.
Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari .......................................................................................................... 50
10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode
Bulan Januari hingga Juni 2010 .................................................................... 63
11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April 2010 ... 64
12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari
hingga Juni 2010 ........................................................................................... 65
13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan .................................... 68
14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode
Oktober 2010 sampai Desember 2011 .......................................................... 68
15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 70
16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah
Jambu Lipisari ...............................................................................................71
17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ............................72
18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen 73
19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap
Konsumen ..................................................................................................... 73
20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji
Lipisari untuk Satu Kali Produksi ................................................................. 75
21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari
per Bulan ....................................................................................................... 76
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002
sampai September 2010 ……………………………………………………
5
2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001) …………………… 22
3. Kerangka Operasional Penelitian ................................................................... 27
4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI ………………………………… 39
5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari ………………….. 42
6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari …………………………. 51
7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002 sampai
September 2010 ……………………………………………………………...67
8. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode
Tahun 2011 …………………………………………………………………..
69
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuisioner Penelitian .................................................................................
86
2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ......
93
3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2008.
94
4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2002
sampai September 2010 ............................................................................
96
5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ...............
97
6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari ......................................................................................................
98
7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari. 102
8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP) minuman sari
buah jambu Lipisari .................................................................................. 104
Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali Lebih
Besar ……………………………………………………………………….105
10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi ........................................ 106
9.
11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka . 109
x
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Komoditas hortikultura merupakan komoditas prospektif, baik di pasar
domestik maupun internasional. Produk-produk dari komoditas hortikultura
memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan terhadap
pendapatan nasional, pendapatan petani, pemenuhan kebutuhan nasional dan
peningkatan ekspor nasional. Komoditas hortikultura memberikan kontribusi pada
produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 21,17 persen dari total PDB sektor
pertanian, dan nilai PDB ini menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman
pangan yaitu 40,75 persen (Ditjen Hortikultura 2008)1. Selain sumbangan
terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan dalam perdagangan lokal,
regional, maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura
merupakan sumber pendapatan rumah tangga.
Peran komoditas hortikultura yang besar dalam berbagai aspek menjadikan
hortikultura sebagai salah satu produk pertanian yang perlu mendapat perhatian.
Secara alami, produk hortikultura sangat mudah sekali mengalami kerusakan dan
kebusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan dan kebusukan
produk hortikultura dapat berasal dari komoditi itu sendiri (faktor internal)
maupun dari lingkungan (faktor eksternal). Pada buah dan sayuran yang telah
mengalami pemanenan, proses pematangan umumnya diikuti oleh perubahan
penampakan dan komposisi kimia. Oleh karena itu, proses pematangan dan
respirasi yang terlalu cepat, tidak dikehendaki pada produk hortikultura yang akan
disimpan lama (Fateta IPB 1991). Menurut LIPI (1979) dalam Fateta IPB (1991),
kerusakan lepas panen sayur-sayuran dan buah-buahan mencapai 20 persen
sampai 40 persen. Untuk mencegah tingginya angka kerusakan pasca panen,
diperlukan adanya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan untuk
memperpanjang masa simpan dan daya guna, mempertahan nilai gizi,
meningkatkan nilai ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
1
www.hortikultura.go.id/index.php?option_com_wrapper&Itemid=235 [Diakses tanggal 16
Juni 2010]
1
Penanganan dan pengolahan pasca panen diperlukan tidak hanya untuk mengatasi
kerusakan lepas panen, tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan tingkat
konsumsi masyarakat akan produk hortikultura. Di Indonesia tingkat konsumsi
masyarakat akan buah-buahan dan sayuran masih berada di bawah nilai
keseimbangan gizi menurut Food Agriculture Organization (FAO) yaitu harus
mencapai 70 kg/ tahun perkapita. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan
produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Rendahnya tingkat konsumsi
komoditas hortikultura menyebabkan diperlukannya usaha dari berbagai pihak
untuk melakukan pengolahan terhadap komoditas ini, sehingga memiliki nilai
tambah dan nilai ekonomis yang mampu meningkatkan daya saing produk.
Tabel 1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008
No
Kelompok Komoditas
1
Buah-Buahan
2003
29,44
2
Sayuran
34,52
Konsumsi Perkapita (kg/ tahun)
2004 2005 2006 2007
2008
27,19 25,17 23,56 34,06 31,93
33,49
35,33
34,16
39,39
39,45
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2010)2.
Pengolahan komoditas hortikultura diharapkan dapat
meningkatkan
kegemaran masyarakat terhadap komoditas hortikulutura khususnya buah-buahan.
Salah satu pengolahan komoditas hortikultura khususnya buah-buahan menjadi
produk jadi yang memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah yaitu dengan
mengolahnya menjadi sari buah. Pengolahan buah-buahan menjadi minuman sari
buah mampu mengatasi permasalahan dan kelemahan dari produk hortikultura,
yaitu tidak tahan lama, mudah rusak akibat pengaruh fisik (sinar matahari,
benturan fisik) dan pengaruh biologis (mikroba, kapang, virus, hama).
Produk minuman sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buah
seperti nanas, apel, belimbing, dan juga jambu biji. Produksi minuman sari buah
jambu biji menjadi salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat karena
rasanya yang enak dan segar. Selain karena rasanya, sari buah jambu biji juga
sering dikonsumsi sebagai minuman kesehatan. Hal ini terkait dengan kandungan
vitamin C buah jambu biji yang lebih besar daripada buah jeruk (Parimin 2007)
2
http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_
indonesia.pdf [Diakses tanggal 20 Oktober 2010]
2
dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar trombosit darah (Prabawati 2005).
Adapun kandungan nutrisi dalam 100 gram jambu biji masak segar adalah energi
49,00 kal; protein 0,90 g; lemak 0,30 g; karbohidrat 12,30 g; kalsium 14,00 mg;
fosfor 28,00 mg; besi 1,10 mg; vitamin A 25 SI; vitamin B1 0,02 mg; vitamin B2
0,04 mg; vitmain C 87,00 mg; niacin 1,10 mg; serat 5,60 mg; dan air 86 g.
Jambu biji menjadi potensial mengingat komoditas jambu biji menjadi
komoditas yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia terutama di
Jawa Barat. Produksi jambu biji di Jawa barat mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Pada tahun 2006 produksi jambu biji di Jawa Barat mencapai 47.736
ton, dan tahun 2009 meningkat menjadi 70.997 ton. Dengan kondisi yang ada,
proses pengolahan jambu biji menjadi produk dengan nilai tambah menjadi sangat
potensial, mengingat sifat dari komoditi ini yang rentan terhadap kerusakan fisik,
biologis, dan kimia. Data produksi jambu biji di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007,
dan 2009
Provinsi
2006
Jawa Barat
Nusa Tenggara Barat
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur
Sumatera Selatan
DI Yogyakarta
Banten
Provinsi Lainnya
Total
47.736
27.859
19.697
13.782
22.224
7.994
5.062
5.757
5.035
7.443
33.641
196.180
Produksi (Ton)
2007
65.131
19.075
16.549
15.660
14.309
8.813
4.549
4.198
3.983
3.946
39.810
179.474
2009
70.997
20.476
25.616
24.682
19.057
11.187
9.270
3.781
4.113
3.076
31.773
220.202
Sumber : Data Badan Pusat Statistik (BPS) 20103
3
http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_
indonesia.pdf (Data 2006 dan 2007) [Diakses tanggal 16 Juni 2010] , http://www.bps.go.id
(untuk data tahun 2009) [Diakses tanggal 20 Oktober 2010], Data tahun 2008 tidak dapat diakses.
3
Salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan pengolahan jambu
biji menjadi minuman sari buah yaitu daerah Subang. Potensi pasar produk sari
buah tergolong pesat dengan nilai pertumbuhan pasar mencapai 15-20 persen tiap
tahun dan menguasai 5 persen dari total pasar minuman (Poeradisastra dalam
Nuranggara 2009). Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRINI) dalam
Nuranggara (2009), pada tahun 2008 terdapat 35 industri kecil menengah dan 20
perusahaan besar yang memproduksi sari buah dengan 60 merek. Perusahaanperusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji terlihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
NamaProduk
Buavita
Mi-U
Calamansi
Sun Fresh
Berri Clasic
Guava Juice
Jungle Juice
Marco Pink Guava
Love Juice
Country Choice
Linute Maid
Lipisari
Perusahaan
PT Ultra Jaya
PT Globalindo Perkasa
PT Makmur Sejati Internasional
PT Carascindo Perdana
PT Berri Indosari
INDOSARI
PT Diamond Cold Storage
PT Hamdia Jaya Internasional
PT Hale Internasional
PT Sinar Sosro
Coca-cola Company
Lipisari BP2TTG LIPI
Lokasi
Bandung
Salatiga
Bogor
Jakarta
Cikande
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Bogor
Bekasi
Jakarta
Subang
Sumber : Lipisari 2010
Salah satu pelaku bisnis yang memproduksi minuman sari buah adalah
Lipisari B2PTTG LIPI yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Lipisari
merupakan agroindustri dengan skala kecil yang berada di daerah Subang, namun
produk minuman sari buah yang dihasilkan mampu bersaing dengan merek
lainnya. Lipisari menjadi produk lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Subang,
dan telah diakui oleh Bupati Subang sebagai salah satu produk unggulan dari kota
Subang. Lipisari memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek
”Jus Lipisari”.
Lipisari seperti industri kecil lainnya mengalami permasalahan dalam
lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agribisnis yaitu distribusi dan
penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran
(Soekartawi 2000). Dalam penyediaan faktor produksi, Lipisari memerlukan
4
manajemen persediaan yang baik terkait dengan karakteristik jambu biji sebagai
bahan pertanian yaitu musiman, bulky, dan mudah rusak (perishable). Oleh karena
itu, karakteristik dari jambu biji akan berpengaruh terhadap manajemen
persediaan bahan baku untuk membuat minuman sari buah. Bila tidak dikelola
dengan baik, manajemen persediaan akan mengalami permasalahan dalam logistik
yaitu kondisi dan situasi dimana tidak terjadi peningkatan nilai terhadap suatu
produk namun hal ini akan berdampak pada biaya (cost). Selain itu, permintaan
akan produk Lipisari yang berfluktuasi, seperti yang terlihat pada Gambar 1,
menyebabkan perusahaan harus memiliki pasokan yang selalu ada kapan pun
dibutuhkan.
Sumber : Lipisari 2010
Gambar 1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002
sampai September 2010
Produksi jambu biji di daerah Subang yang terbatas dikhawatirkan tidak
mencukupi kebutuhan jambu biji di Lipisari untuk memenuhi permintaan pasar
yang berfluktuasi. Hal ini menyebabkan perusahaan membutuhkan suatu strategi
yang dapat mengatur pasokan jambu biji agar sesuai dengan waktu dan jumlah
yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, strategi juga dibutuhkan untuk
mengatasi fluktuasi permintaan yang terjadi. Hal ini dibutuhkan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemasaran produk.
Pengelolaan rantai pasok merupakan manajemen logistik yang mampu
mengintegrasikan seluruh kegiatan-kegiatan pengelolaan dari hulu sampai ke hilir
yaitu dari pengadaan bahan baku, sistem produksi sampai dengan konsumen
5
akhir, dan penerapan pengelolaan rantai pasok diharapkan memberikan
keuntungan yang seimbang di antara berbagai anggota rantai, serta dapat
meningkatkan daya saing yang berkelanjutan dari produk. Dalam pengembangan
hortikultura peran pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk mengatasi
permasalahan lemahnya keterkaitan antarsubsistem yang terjadi pada industri
kecil. Pada tingkat produksi, sistem pasokan diperlukan untuk menjamin pasokan
kebutuhan hortikultura baik dari segi jumlah, mutu, dan kontinuitas. Sementara
itu, sebagai produk yang mempunyai sifat yang mudah rusak dan tidak tahan
lama, aspek distribusi dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting
dalam satu kesatuan rantai pasok. Di tingkat distribusi, implemantasi sistem
pasokan produk juga perlu dibangun secara baik, mulai dari pemahaman
karakteristik produsen, preferensi konsumen, jaminan ketersediaan dan mutu,
kontinuitas pasokan, margin/ keuntungan yang proporsional antar pelaku rantai
pasokan, logistik, distribusi, komunikasi, informasi, sampai hubungan yang
efektif antar pelaku rantai pasok. Kesemua hal di atas perlu dibangun secara baik
untuk menciptakan rantai pasok yang efektif dan efisien.
Pengelolaan rantai pasok merupakan metode, alat, atau pendekatan yang
digunakan untuk mengelola suatu rantai pasok (Pujawan 2005). Ada berbagai
kegiatan yang tergolong ke dalam area pengelolaan rantai pasok dan di dalam
kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak, baik pihak produsen bahan mentah
yaitu petani, industri pengolah, distributor, koperasi ataupun kelembagaan petani,
ritel, dan konsumen akhir. Lipisari sebagai industri kecil pengolahan komoditas
hortikultura sangat terkait dengan kegiatan-kegiatan rantai pasok. Lipisari juga
memerlukan suatu strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan utama suatu usaha
yaitu mencapai efektivitas, efisiensi, perusahaan mampu mencapai economies of
scale, dan konsumen mendapatkan produk yang murah dan berkualitas.
1.2
Perumusan Masalah
Pengelolaan rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan,
koordinasi, serta kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok
untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan
Meindl 2001). Lipisari sebagai perusahaan pengolahan bahan pertanian yaitu
6
jambu biji memerlukan manajemen rantai pasok dalam mengkoordinasikan semua
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses produksi minuman sari buah jambu
biji. Hal ini diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian dan
kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi dalam proses produksi.
Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai
pasok. Ketidakpastian dalam rantai pasok berdasarkan sumbernya dibagi menjadi
tiga klasifikasi utama yaitu ketidakpastian permintaan, ketidakpastian yang
berasal dari pemasok, dan ketidakpastian internal. Ketidakpastian permintaan
menyebabkan penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari berfluktuatif
seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hal ini disebabkan banyak faktor di
antaranya ritel-ritel yang menjual produk minuman sari buah jambu Lipisari tidak
pernah memiliki informasi yang pasti mengenai jumlah penjualan minuman sari
buah Lipisari per bulan. Pesanan dari sebuah ritel atau pengecer ke distributor
juga tidak pernah pasti karena berbagai faktor, termasuk adanya kesalahan
administrasi
persediaan
dan
keharusan
ritel
untuk
mengakomodasikan
ketidakpastian pelanggan mereka. Selain itu, ketidakpastian permintaan
disebabkan juga karena pemasaran produk yang masih terbatas dan Lipisari belum
memiliki jaringan distribusi resmi. Selama ini pemasaran hanya dilakukan secara
pasif dengan mengandalkan nama B2PTTG LIPI. Bahkan semakin ke hulu
ketidakpastian permintaan ini biasanya semakin meningkat dan ini dinamakan
dengan bullwhip effect.
Ketidakpastian tidak hanya disebabkan dari permintaan yang berfluktuasi.
Ketidakpastian juga bisa berasal dari pemasok yaitu terkait dengan harga bahan
baku, lead time pengiriman, ketidakpastian kualitas produk, dan kuantitas produk
yang bisa dikirim. Jambu biji sebagai bahan baku utama minuman sari buah
Lipisari merupakan komoditas yang sangat terbatas di daerah Subang. Lipisari
harus memasok jambu biji dari Majalengka. Namun, produksi jambu biji di
Majalengka juga menjadi semakin tidak pasti dikarenakan perubahan cuaca dan
iklim yang tidak ekstrim. Akibatnya pemasok terkadang tidak bisa memenuhi
permintaan akan jambu biji merah, selain itu musim panen yang tak menentu
menyebabkan harga jambu biji juga tidak bisa dipastikan.
7
Ketidakpastian internal di Lipisari juga menjadi permasalahan yang
menyebabkan produksi minuman sari buah jambu Lipisari menjadi tidak
optimum. Pada saat ini kapasitas produksi minuman sari buah jambu biji di
Lipisari mencpai 1800 liter per 6 jam, padahal kapasitas produksi mesin mencapai
2000 liter per 8 jam. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian internal di Lipisari
seperti kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, keterbatasan tenaga
kerja, dan ketidakpastian waktu produksi.
Ketidakpastian yang terjadi menyebabkan Lipisari harus melibatkan banyak
pihak dalam melakukan aktivitas-aktivitas bisnis. Pihak-pihak yang terlibat
seringkali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang
bertentangan antara yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pemasok
menginginkan pembeli untuk memesan produk jauh hari sebelum waktu
pengiriman dan sebisa mungkin jumlah produk yang dipesan tidak berubah. Di
sisi lain, Lipisari menghendaki fleksibilitas yang tinggi karena Lipisari
berproduksi sesuai dengan permintaan dan belum memiliki jadwal produksi yang
pasti. Sehingga Lipisari akan lebih mudah dalam proses produksi apabila pemasok
memberikan keleluasaan untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal
pengiriman bahan baku yang dipesan. Konflik kepentingan antar anggota rantai
menyebabkan semakin kompleks nya rantai pasok yang terbentuk.
Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yang terjadi pada proses
produksi di Lipisari dapat menimbulkan permasalahan yang menyebabkan
perusahaan tidak mampu berproduksi secara maksimal, efektif, dan efisien. Oleh
karena itu, diperlukan pengelolaan rantai pasok dari minuman sari buah jambu biji
agar Lipisari dapat mengetahui kompleksitas rantai pasok yang ada dan mengatasi
permasalahan dalam rantai pasok tersebut, sehingga perusahaan mampu
berproduksi secara optimal. Konsep rantai pasok dapat digunakan untuk melihat
rantai penyaluran produk sari buah kemasan Lipisari. Selain itu, pengelolaan
rantai pasok dapat mengatasi ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan
pengendalian harga dan permasalahan ketidakpastian permintaan dapat dilakukan
dengan pengendalian permintaan.
8
Rantai pasok merupakan jaringan perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Pada umumnya ada tiga macam aliran yang harus dikelola yaitu aliran
barang yang mengalir dari hulu hingga ke hilir, aliran uang dan sejenisnya, dan
aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu hingga ke hilir (Pujawan 2005). Aliran
informasi yang bisa terjadi dalam suatu rantai pasok menyangkut informasi
persediaan produk di pasar, informasi kapasitas produksi yang dimiliki supplier,
dan informasi mengenai status pengiriman bahan baku. Konsep pengelolaan rantai
pasok merupakan konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total
perusahaan dalam rantai pasok melalui optimalisasi waktu, lokasi, dan aliran
kuantitas bahan. Rantai penyaluran melibatkan semua pihak yang menangani
komoditas dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen akhir, serta terlibat
dalam perpindahan fisik yang sesungguhnya dan perpindahan hak milik.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, menarik untuk dikaji mengenai:
1.
Bagaimana pola rantai pasokan komoditi minuman sari buah jambu biji dari
pemasok bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat
konsumen?
2.
Bagaimana aktivitas yang terjadi dalam setiap anggota rantai pasok mulai
dari hulu hingga ke hilir?
3.
Bagaimana penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI
Subang?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu biji dari
pemasokan bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke
tingkat konsumen.
2.
Menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anggota rantai pasok.
3.
Mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI
Subang dengan melihat manfaat dan kendalanya.
9
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi perusahaan
sebagai informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi. Serta
manfaat lainnya untuk memperdalam dan mengembangkan konsep pengelolaan
rantai pasok. Manfaat lain yang diharapkan adalah sebagai salah satu
pertimbangan bagi pihak manajemen Lipisari dalam meningkatkan daya saing,
melalui perbaikan manajemen penyediaan dan pendistribusian dalam proses
produksi minuman sari buah jambu biji. Selain itu, hasil analisis dapat digunakan
sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional perusahaan.
1.5
Ruang Lingkup
Organisasi dapat mempelajari dan memperbaiki profitabilitas melalui
aktivitas-aktivitas pengelolaan rantai pasok dengan memfokuskan operasi tidak
hanya dalam perusahaan saja tetapi dalam satu kesatuan rantai pasok. Kajian ini
difokuskan pada aliran pasokan bahan baku, hingga pendistribusian minuman sari
buah jambu Lipisari ke distributor, ritel, dan koperasi, serta difokuskan pada
pengendalian permintaan dan persediaan di Lipisari.
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Industri Sari Buah sebagai Agroindustri
Sari buah atau jus (fruit juice) adalah cairan yang terdapat secara alami
dalam buah-buahan. Sari buah populer dikonsumsi masyarakat sebagai minuman.
Sari buah merupakan hasil pengepresan, penghancuran atau ekstraksi buah segar
yang telah masak melalui proses penyaringan. Buah yang digunakan sebagai sari
buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang enak dan
banyak mengandung asam (Fathiyah 2005).
Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari bubur buah dan
air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan
yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia 1995 dalam Fathiyah (2005). Pada
prinsipnya terdapat dua macam sari buah yaitu sari buah encer (dapat langsung
diminum) dan sari buah pekat atau sirup.
Sari buah encer adalah cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging
buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir. Sedangkan, sari buah
pekat adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan
dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara
lain seperti penguapan dengan hampa udara.
Menurut Soekartawi (2000), industri pengolahan sari buah digolongkan ke
dalam agroindustri, karena industri sari buah merupakan industri yang mengolah
dan menggunakan jambu biji (salah satu produk pertanian) sebagai bahan baku
utamanya. Agroindustri sari buah jambu yang ada saat ini didominasi oleh
industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal
sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan
dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik
dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, maupun
stabilitas nasional.
Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik
disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang
11
berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa
permasalahan agroindustri yang terjadi adalah sebagai berikut.
a.
Kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu.
b.
Kurang
nyatanya
peran
agroindustri
di
pedesaan
karena
masih
berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan.
c.
Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri.
d.
Kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan).
e.
Keterbatasan pasar.
f.
Lemahnya infrastruktur.
g.
Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing.
h.
Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir.
Lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agroindustri menjadi
permasalahan utama yang harus diselesaikan. Keterkaitan antarsubsistem dapat
dibangun melalui suatu pendekatan yang mampu mengintegrasikan keselurahan
subsistem dari hulu hingga ke hilir. Menurut King and Venturini (2005),
pengelolaan rantai pasok menjadi solusi untuk mengatasi lemahnya keterkaitan
antarsubsistem agribisnis pada agroindustri di pedesaan.
2.2
Rantai Pasok Agroindustri
Food systems dibedakan menjadi tiga tipe yang berbeda yaitu traditional
food system, structured food system, dan industrialized food system (McCullough
et.al 2008). Karakteristik dari traditional food system adalah rantai pasok dari
produk tidak tertata dengan baik, dan sistem yang mendominasi masih sangat
sederhana, serta infrastruktur dari pasar masih sangat terbatas.
Karakteristik dari structured food system memiliki karakteristik pasar masih
sama dengan traditional food system, tetapi lebih tertata dan memiliki aturan serta
regulasi yang jelas dalam penempatan pasar dan infrastruktur pasar lebih luas.
Rantai pasok pada sistem ini lebih terorganisasi dengan baik ditandai dengan
terjadinya perkembangan pangsa pasar, tetapi rantai pasok masih bersifat
sederhana dan umum. Sistem ini merupakan karakteristik sistem pada negaranegara berkembang. Sedangkan, dalam industrialized food system, setiap bagian
12
pada sistem ini telah terkoordinasi dengan baik dan melibatkan banyak pihak atau
sektor pada setiap proses produksi dan rantai pasok pun telah terorganisasi dengan
baik serta memiliki manajemen rantai pasok yang baik dan biasanya diterapkan di
negara-negara maju. Perbedaan yang terjadi merupakan suatu proses transformasi
yang terjadi akibat adanya perkembangan atau pembangunan pada sektor
pertanian. Hal ini juga terkait dengan globalisasi dan perkembangan teknologi
(McCullough et.al 2008).
Structured food system banyak diterapkan di negara-negara berkembang,
konsumsi produk-produk yang memiliki nilai tambah terus meningkat dan rantai
pasok harus siap merespon peningkatan yang terjadi. Perubahan teknologi dan
globalisasi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengaturan
ulang dari rantai yang menghubungkan produsen hingga ke konsumen akhir.
Inovasi teknologi informasi dan komunikasi dalam rantai pasok dibutuhkan agar
rantai pasok lebih responsif terhadap permintaan konsumen, sementara inovasi
dalam produksi dan distribusi diperlukan oleh produsen agar produk-produk yang
dihasilkan cocok untuk dipasarkan secara luas. Oleh karena itu, inovasi teknologi
dalam rantai pasok pada produk pertanian telah meningkat seiring dengan
terjadinya fluktuasi permintaan konsumen (Kumar 2006).
Pengelolaan rantai pasok adalah alat, metode, atau pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengelola dan merespon setiap perubahan dalam rantai pasok,
contohnya Universal Product Code. Universal Product Code merupakan salah
satu pendekatan dari pengelolaan rantai pasok yang digunakan pada tahun 1970
dan mampu menciptakan koordinasi yang efisien diantara pelaku dalam rantai
pasok, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk merespon perubahan permintaan
menjadi relatif lebih singkat (King and Venturini 2005). Pelaku-pelaku yang
berada pada suatu rantai pasok memiliki tujuan yang sama yaitu ingin memuaskan
konsumen akhir. Mereka juga harus bekerjasama untuk membuat produk dengan
biaya yang murah, mengirimkannya dengan tepat waktu, dan dengan kualitas
yang baik. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen pada rantai pasok
tujuan tersebut akan dapat dicapai, karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk
mengelola rantai pasokan.
13
2.3
Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri
Pengelolaan rantai pasok dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982
sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan
baku. Namun, sekarang ini pengelolaan rantai pasok tidak hanya terbatas pada
manajemen
persediaan
untuk
bahan
baku
tetapi
diterapkan
untuk
mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya
secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan dengan
kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan
memuaskan kebutuhan pelanggan.
Pengelolaan rantai pasok memerlukan keterpaduan antara perencanaan,
koordinasi dan kendali dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok
(Chopra dan Meindl 2001). Dalam mengelola rantai pasok, terdapat dua tantangan
utama yang harus dihadapi yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan
ketidakpastian. Seperti yang terjadi di India, pasar untuk produk-produk pertanian
di
negara
tersebut
menghadapi
permasalahan
ketidakefisienan
dan
ketidaksempurnaan pasar dengan harga yang selalu berfluktuasi, khususnya untuk
pasar komoditas kentang. Harga yang diterima oleh produsen rendah, dan para
pelaku pasar seringkali tidak dapat mencapai optimalisasi waktu, efektivitas biaya,
dan kualitas yang baik dari pasokan bahan baku (Singh 2005). Pada kondisi ini
pendekatan pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk memastikan para petani
sebagai produsen dapat terlibat dan mendapatkan pembagian keuntungan atau
harga yang sesuai di dalam rantai pasok dan pasar. Hal ini penting untuk
memperbaiki jaringan-jaringan pasar tradisional yang lemah dan tidak baik
(Pingali dan Khwaja 2004).
Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai
pasok tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau
pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi
didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari
gudang-gudang ritel. Rantai pasok yang menggunakan sistem ini memerlukan
waktu yang lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar, akibatnya
anggota dalam rantai pasok terutama perusahaan tidak mampu untuk
14
menyesuaikan pola perubahan permintaan, timbulnya efek bullwhip dimana
variabilitas permintaan yang diterima dari ritel lebih besar dari variabilitas
permintaan pelanggan sehingga terjadi kelebihan inventory akibat kebutuhan
safety stock yang besar.
Rantai pasok dengan sistem pull berbeda dengan sistem push, pada sistem
ini produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini
berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan
permintaan. Pada sistem pull murni perusahaan melihat besarnya pengurangan
inventory yang signifikan dalam sistem, peningkatan kemampuan untuk
mengelola sumber daya, serta pengurangan biaya sistem saat dibandingkan
dengan sistem push yang ekuivalen. Tetapi sistem pull seringkali sulit untuk
diterapkan saat lead time sangat panjang sehingga tidak praktis untuk bereaksi
atas informasi permintaan. Dalam sistem pull, seringkali sulit untuk memperoleh
manfaat dari skala ekonomi dalam pabrikasi dan transportasi karena sistem tidak
disiapkan untuk jangka panjang.
Kelebihan dan kekurangan sistem pull maupun sistem push telah membawa
perusahaan-perusahaan untuk mencari strategi rantai pasok baru yang mengambil
keuntungan dari kedua sistem, yang umumnya berupa strategi push-pull. Pada
strategi ini biasanya tahap awal dioperasikan secara push-based sementara tahap
selanjutnya menggunakan strategi pull-based.
2.4
Penelitian Terdahulu
Aini (2005) meneliti tentang sistem supply sayuran pada supplier dengan
menggunakan pendekatan analisis deskriptif mengenai hubungan kelembagaan
dan analisis marjin tatanaiaga. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa
pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit dan tunai serta biaya
transportasi membutuhkan alokasi penggunaan biaya terbesar dalam pengadaan
barang (procurement), dan untuk melakukan efisiensi biaya perusahaan harus
melakukan penghematan di sektor lain seperti penggunaan media elektronik untuk
pemesanan sehingga mengurangi biaya pemesanan (ordering cost), peningkatan
pendapatan penjualan, dan meminimalisasi persentase jumlah barang yang
kembali dari pasar (retur).
15
Noviyanti (2005) melakukan studi tentang efisiensi supply chain poduk
benih padi yang dilakukan di PT Sang Hyang Sri Persero dengan menggunakan
metode analytical hierarchy process (AHP). Hasil penelitian tersebut menyatakan
supply chain management dapat diefisienkan melalui kerjasama dengan
perusahaan-perusahaan yang berada pada industri hilir (down stream) dengan
memperhatikan ukuran-ukuran pelaksanaan pada elemen yang penting seperti
proses pelaksanaan, sehingga aliran-aliran informasi baik input maupun output
menjadi terstruktur.
Ardiansyah (2005), dalam penelitiannya yang mengkaji tentang manajemen
penyediaan barang bagian hulu produk susu pasteurisasi, mengatakan bahwa
manajemen rantai penyediaan bagian hulu produk susu meliputi siklus yang
berjalan dalam sistem jaringan sistem organisasi bagian hulu. Jaringan sistem
organisasi yang terlibat mencakup pihak Koperasi Peternakan Bandung Selatan
(KPBS) yaitu organisasi bagian hulu (upstream) dan Industri Pengolahan Susu
(IPS) serta distributor sebagai sistem organisasi bagian hilir (downstream).
Penelitian ini mendeskripsikan penyediaan susu segar yang dmlai dari peternak
sebagai mitra koperasi dan aktivitas penanganan susu segar yang dilakukan oleh
koperasi tersebut dan dijual ke IPS.
Risyana (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul
kinerja supply chain management ayam nenek (Grand Parent Stock) bahwa dalam
pengadaan bahan baku dan bahan penolong ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan yaitu aspek mutu, aspek harga, dan aspek waktu, ketiga aspek ini
diperlukan dalam pengendalian mutu. Dengan pendekatan supply chain
management terdapat biaya-biaya yang bisa dikendalikan oleh perusahaan salah
satunya komponen yang berhubungan dengan pengadaan seperti biaya telepon dan
administrasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan kesepakatan atau kontrak
kerja sama dengan pemasok pada awal periode, sehingga biaya transaksi dapat
dihilangkan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi dan analisis
pengelolaan rantai pasok pada perusahaan produksi minuman sari buah jambu biji
di Lipisari yang terletak di daerah Subang Jawa Barat. Penelitian ini mengkaji
16
sejauh mana kegiatan pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan pada Lipisari
yang meliputi kegiatan penyediaan bahan baku, proses produksi, penjualan,
pemasaran, dan distribusi produk. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan
untuk mengkaji manfaat dan kendala yang mungkin dihadapi Lipisari dalam
pengelolaan rantai pasok. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah topik
yang dibahas pada penelitian ini mengenai pengelolaan rantai pasok, yaitu Lipisari
melakukan integrasi rantai pasok dalam mendapat bahan baku dan pemasokan
minuman sari buah ke ritel atau pengecer.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah objek yang diteliti, karena
selama ini penelitian tentang produk minuman sari buah jambu belum ada
terutama analisis pengelolaan rantai pasok pada industri kecil seperti Lipisari.
Peneliti melakukan analisis hampir ke seluruh jaringan rantai pasok yang terkait
dengan Lipisari B2PTTG LIPI di Subang, Jawa Barat.
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis
Konsep rantai pasok tidak hanya mengatasi permasalahan dalam logistik,
tetapi juga mengelola permasalahan purchasing, manufacturing, distribution,
hingga ke konsumen akhir. Ada dua faktor dalam rantai pasok yaitu aliran produk
mulai dari pemasok sampai ke konsumen akhir dan aliran informasi dari
konsumen akhir sampai ke pemasok. Rantai pasok tidak hanya sebatas pengaturan
produksi atau distribusi saja. Rantai pasok juga berarti pengaturan jaringan,
bagaimana permintaan dari konsumen dapat terpenuhi dengan cepat dengan biaya
serendah-rendahnya dan waktu singkat dengan melibatkan semua bagian yang ada
dalam suatu organisasi (Winarto dalam Arisandi 2006).
Konsep rantai pasok menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan
perusahan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan
tersebut biasanya termasuk supplier (pemasok), pabrik (pengolah), distributor
(penyalur), toko atau retailer (pengecer), dan pelanggan (konsumen).
Rantai 1 : Pemasok Bahan Baku (supplier)
Pemasok bahan baku merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama,
dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini biasanya dalam
bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, sub suku
cadang, dan suku cadang.
Rantai 1-2 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)
Bahan baku dari pemasok akan didistribusikan kepada pengolah (pabrik)
yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan,
ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan rantai pertama ini
sudah mempunyai potensi untuk melakukan pengamatan.
18
Rantai 1-2-3 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)-Penyalur (Distributor)
Produk jadi yang dihasilkan oleh pabrik harus disalurkan kepada pelanggan.
Terdapat banyak cara untuk menyalurkan produk jadi kepada pelanggan, pada
umumnya produk jadi disalurkan melalui distributor. Produk dari pabrik melalui
gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar
dalam jumlah besar, dan pada waktunya pedagang besar menyalurkan dalam
jumlah yang lebih kecil kepada retailer atau pengecer.
Rantai 1-2-3-4 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer (Retailer).
Pedagang besar atau wholesaler biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri
atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun
barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini terdapat
kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan
biaya gudang, dengan cara melakukan perancangan kembali pola-pola pengiriman
barang baik dari gudang pabrik maupun ke pengecer (retail outlet).
Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer-Konsumen
Pengecer (retailer) menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan
atau pembeli. Yang termasuk kelompok pengecer adalah toko, warung, pasar
swalayan, koperasi, dan sebagainya.
Manajemen rantai pasok merupakan serangkaian pendekatan yang
diterapkan untuk mengintegrasikan kerjasama dan pengontrolan dalam semua
proses produksi dan semua kegiatan dalam suatu rantai pasok mulai dari
pemasokan bahan baku, pengolahan menjadi produk jadi, hingga sampai ke
konsumen akhir (Van der Vorst 2000). Pengelolaan rantai pasok lebih ditekankan
pada aliran bahan dan informasi serta pada upaya memadukan kumpulan ranati
pasok (Van der Vorst 2006).
Pengelolaan rantai pasok terdiri atas tiga elemen yang saling terikat satu
sama lain, yaitu:
1.
Struktur jaringan rantai pasok. Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan
anggota rantai pasok lainnya.
19
2.
Proses bisnis rantai pasok. Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai
keluaran tertentu bagi pelanggan.
3.
Komponen manajemen rantai pasok. Variabel-variabel manajerial dimana
proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasok.
Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai
pasok dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan
tiap anggota inti, dan jenis penggabungan apa yang perlu diterapkan pada setiap
proses hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan
keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir.
3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan
Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai
pasokan dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan
dengan tiap anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada setiap
proses hubungan tersebut (Indrajit dan Djokopranoto 2003). Tujuannya adalah
untuk memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh
anggotanya, termasuk pelanggan akhir.
Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang
berhubungan dengan perusahaan inti baik secara langsung ataupun tidak langsung
melalui pemasok dan pelanggannya dari point of origin hingga point consumption.
Primary members (anggota primer) adalah semua perusahaan atau unit bisnis
strategi yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam
proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi
pelanggan atau pasar. Secondary members (anggota sekunder) adalah perusahaanperusahaan yang menyediakan sumberdaya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset
bagi anggota primer. Sehingga diperoleh pengertian point of origin dari rantai
pasok adalah titik dimana tidak ada pemasok primernya, semua pemasok adalah
sekunder. Point of consumption adalah titik dimana tidak ada pelanggan utama
(Miranda dan Amin 2005). Anggota rantai pasok terdiri dari:
1.
Pemasok (Supplier)
Pemasok merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana
rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk
20
bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies,
suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama disebut sebagai pemasok, termasuk
juga pemasoknya pemasok atau sub-pemasok.
2.
Produsen (Manufacturer)
Produsen melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembeling,
merakit, mengkonversi, atau menyelasikan barang (finishing). Hubungan pertama
ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan sebesar 40 persen
sampai 60 persen atau bahkan lebih.
3.
Distributor (Distribution)
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer dapat mulai
disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran
barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya
ditempuh oleh sebagian besar rantai pasokan. Barang dari pabrik melalui
gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar
dalam jumlah besar, dan akhirnya pedagang besar menyalurkan dalam jumlah
yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.
4.
Pengecer (Retail Outlets)
Pedagang besar biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri atau menyewa
dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan
lagi ke pihak pengecer. Pada tahap ini terdapat kesempatan untuk memperoleh
penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara
melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang
pengolahan maupun ke toko pengecer.
5.
Pelanggan (Costumers)
Pengecer menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau
pembeli atau pengguna barang tersebut. Pihak yang termasuk pengecer antara lain
toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, koperasi, mal, dan sebagainya di
mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan
bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebenarnya masih ada satu mata
rantai lagi, yaitu pembeli (yang mendatangi toko pengecer) ke pengguna
21
sesungguhnya. Mata rantai pasokan baru benar-benar berhenti setelah barang yang
bersangkutan tiba di pemakai sebenarnya barang atau jasa yang dimaksud.
Rangkaian rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 2.
Pemasok
Produsen
Distributor
Pengecer
Pelanggan
Pemasok
Produsen
Distributor
Pengecer
Pelanggan
Pemasok
Produsen
Distributor
Pengecer
Pelanggan
Gambar 2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001)
Panjang pendeknya suatu rantai pasok tergantung dari jenis barang yang
disimpan, dan setiap tahapan tidak harus selalu ada dalam rantai. Desain yang
tepat dalam rantai akan tergantung dari tiap kebutuhan pelanggan dan pada peran
setiap tahap yang terlibat dalam pemenuhan setiap kebutuhan. Setiap tahap dalam
rantai pasokan akan meningkatkan kesan dari produk atau penawaran melalui
perpindahan yang terjadi dari pemasok kepada pengolah, distibutor, pengcer, dan
akhirnya kepada pelanggan secara berantai. Pada kenyataannya, tahap yang terjadi
dalam rantai penyediaan dapat melibatkan banyak pemasok, pengolah, distributor,
dan pedagang eceran, sehingga banyak rantai pasokan yang mirip jaringan kerja
(Chopra dan Meindl 2001).
3.1.3 Pengendalian Persediaan
Persediaan atau inventory adalah segala sesuatu atau sumber daya yang
disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian
persediaan terkait dengan permintaan atau demand terhadap produk. Pada
agroindustri yang bahan bakunya adalah bahan-bahan mentah hasil pertanian yang
karakternya spesifik yaitu mudah rusak, dan tidak dapat disimpan lama, maka
masalah persediaan menjadi lebih rumit. Disamping itu, pengendalian persediaan
juga diperlukan untuk mengatasi masalah ketidakpastian pemasokan, harga, dan
kebutuhan terhadap persediaan itu sendiri. Khusus untuk persediaan produk,
pengendaliannya menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan tingkat
pelayanan (service factor) terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen, on time
22
delivery, tingkat kepercayaan konsumen, serta risiko beralihnya pelanggan kepada
produk saingan karena tidak tersedianya produk.
Penumpukan persediaan dalam jumlah besar biasanya lebih disukai, tetapi
permasalahnnya dengan jumlah persediaan yang besar berarti terdapat sejumlah
besar uang yang tertanam dalam bentuk barang (persediaan), yang ditinjau dari
segi kebijakan keuangan tidak diinginkan. Selain itu, dengan menumpuknya
persediaan dalam jumlah besar, berarti perusahaan menanggung biaya
penyimpanan persediaan dan penanganan yang besar. Komponen biaya persediaan
ini antara lain menyangkut biaya gudang, pajak, dan asuransi, kerusakan dan
biaya perawatan, serta penurunan mutu. Oleh karena itu, fungsi pengendalian
persediaan adalah mencari keseimbangan antara keuntungan atau manfaat
menyediakan persediaan (jumlah besar atau kecil) dengan kerugian atau biaya
yang dikeluarkan.
3.1.4 Proses Pengendalian Harga
Manajemen rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan,
koordinasi, dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok
untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan
Meindl 2001). Untuk menghasilkan biaya termurah dalam suatu rantai pasok,
diperlukan suatu pengendalian biaya yang terkait dengan kegiatan-kegiatan
pengadaan bahan baku ataupun pendistribusian. Kegiatan-kegiatan pengadaan
bahan baku merupakan proses yang terjadi dalam suatu rantai pasok. Dalam
prosesnya ada beberapa komponen biaya yang diperhitungkan sehingga akan
berpengaruh terhadap peningkatan biaya input bahan baku. Komponen biaya yang
diperhitungkan dalam proses pengadaan bahan baku tersebut adalah biaya telepon,
biaya administrasi, dan biaya transportasi.
Salah satu tujuan dari pokok akuntansi biaya adalah untuk penentuan harga
pokok produk dan laba rugi periodik. Menurut Mulyadi (1992), dalam suatu
perusahaan yang berproduksi secara massa, informasi harga pokok produksi yang
dihitung untuk jangka waktu tertentu yang bermanfaat bagi manajemen untuk :
(a) menentukan harga jual produk, (b) memantau realisasi biaya produksi,
23
(c) menghitung laba atau rugi periodik, (d) menentukan harga pokok persediaan
produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.
Menurut Mulyadi (1992), biaya dapat digolongkan menurut objek keluaran,
fungsi pokok dalam perusahaan, hubungan dengan sesuatu yang dibiayai, dan
perilaku
biaya
dalam
hubungan
dengan
perubahan
volume
kegiatan.
Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, dikelompokkan
menjadi tiga kelompok yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya
administrasi umum.
Komponen-komponen biaya produksi serta unsur biaya yang perlu
diperhitungkan dalam masing-masing komponen biaya tersebut antara lain:
1.
Biaya Bahan
Biaya bahan dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, bahan
penolong, dan bahan kemasan. Biaya bahan baku meliputi harga pokok semua
bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah jambu Lipisari.
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi minuman sari buah jambu terdiri
dari bahan baku utama, bahan penolong, dan bahan kemasan. Bahan baku utama
minuman sari buah jambu yaitu jambu biji merah. Bahan penolong yaitu CMC,
natrium benzoat, jambu oil, dan gula. Sedangkan bahan kemasan terdiri dari top
seal, cup, lakban, dan kardus.
2.
Biaya Tenaga Kerja
Salah satu elemen biaya produksi yang penting adalah biaya atau
pengorbanan yang terjadi dalam hubungannya dengan penggunaan jasa tenaga
kerja atau karyawan. Jasa tenaga kerja atau karyawan, baik berupa kegiatan fisik
maupun mental diperlukan untuk mengkonversikan bahan baku menjadi produk
akhir, dengan atau tanpa bantuan mesin-mesin produksi. Untuk jasa tenaga kerja
tersebut perusahaan harus membayar sejumlah biaya yang disebut dengan biaya
tenaga kerja. Sumber daya manusia berupa tenaga kerja yang dipergunakan pada
perusahaan ini, hampir semuanya mempergunakan tenaga kerja lokal, hal ini bisa
menjadi keuntungan juga bisa menjadi masalah untuk perusahaan, karena
terbentur kemampuan kualitas tenaga kerja lokal yang belum maksimal.
24
3.
Biaya Overhead
Biaya overhead merupakan elemen biaya produksi selain biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja, terdiri dari berbagai macam biaya dan semuanya tidak
dapat ditelusuri secara langsung kepada produk atau aktivitas lainnya dalam upaya
perusahaan untuk merealisasikan pendapatan. Biaya tersebut salah satunya biaya
upah langsung, dan biaya dasar jam kerja mesin.
3.1.5 Pengendalian Permintaan
Permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu
yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi
itu (Lipsey et al 1995). Berdasarkan teori permintaan, jumlah barang yang diminta
dipengaruhi oleh faktor harga barang tersebut, harga barang lain, rata-rata
pendapatan rumah tangga, selera, jumlah penduduk, dan distribusi pendapatan.
Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasok
tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau pull.
Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi
didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari
gudang-gudang ritel. Sedangkan, pada sistem push produksi dan distribusi
digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan
permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Pada penelitian ini
strategi yang digunakan dalam pengelolaan rantai pasok adalah strategi pull.
Permintaan terhadap barang atau jasa dalam konsep rantai pasok merupakan
awal dari semua kegiatan rantai pasok yang akan mempengaruhi kegiatan dalam
setiap rantai (Pujawan 2005). Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah
untuk dipenuhi secara efektif oleh rantai pasok. Sebagai contoh untuk produk
yang bersifat musiman, perusahaan harus secara proaktif mengelola permintaan
terhadap produk musiman karena seringkali permintaan tidak bisa dipenuhi atau
bisa dipenuhi dengan biaya-biaya yang lebih tinggi. Perusahaan harus mengelola
permintaan untuk lebih memudahkan dalam memenuhi permintaan, oleh karena
itu diperlukan instrumen-instrumen dalam mengelola permintaan.
Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya
permintaan terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah
25
pemasaran tertentu (Pujawan 2005). Peramalan permintaan bisa digunakan
sebagai instrumen dalam pengendalian permintaan. Peramalan permintaan
merupakan estimasi terhadap tingkat permintaan akan satu produk untuk beberapa
periode waktu di masa akan datang dan menjadi alat pendukung dalam proses
pengambilan keputusan. Peramalan permintaan nantinya akan berguna bagi
perusahaan untuk mengendalikan persediaan dan membuat perencanaan produksi.
26
3.2




Kerangka Pemikiran Operasional
Permintaan minuman sari buah jambu biji Lipisari yang berfluktuatif
Pemasaran yang terbatas hanya di daerah Subang
Ketersediaan bahan baku yang terbatas
Lemahnya keterkaitan antara sub sistem hulu, on-farm, hilir, dan jasa
pendukung (dalam hal kemitraan)
Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok
Lipisari tidak mampu berproduksi secara optimum, efektif, dan efisien
Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah
Hulu (Pemasok
bahan baku,
bahan penolong,
bahan kemasan)
LIPISARI
 Analisis Anggota Rantai
Pasok
 Analisis aktivitas bisnis
atau proses bisnis
 Pola aliran rantai pasok
Hilir (Distributor,
ritel, koperasi)
 Analisis Anggota Rantai
Pasok
 Analisis aktivitas bisnis
atau proses bisnis
 Pola aliran rantai pasok
Pengelolaan Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari




Pengendalian Permintaan
Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Perencanaan Produksi
Perencanaan kemitraan
Efektivitas dan Efisiensi Rantai Pasok
(Jumlah, harga, dan mutu)
Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian
27
IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lipisari B2PTTG LIPI yang bergerak dalam
bidang produksi minuman sari buah jambu biji. Lipisari berlokasi di Jalan K.S
Tubun No. 5 Subang. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memproduksi
minuman sari buah jambu biji dan menjadi produk unggulan di Kabupaten
Subang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2010.
4.2
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kasus. Data yang
dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh
melalui pengamatan secara langsung mengenai mekanisme pengadaan hingga
pemasokan barang, wawancara dengan manajer perusahaan, kepala bagian
operasional, kepala bagian keuangan dan administrasi, dan beberapa pemasok
tetap Lipisari serta data-data Lipisari seperti laporan bulanan bagian operasional,
laporan keuangan bulanan, proses pengadaan dan distribusi, jumlah penawaran,
jumlah permintaan, biaya pengadaan dan pemasokan, harga beli bahan baku, dan
harga jual minuman sari buah jambu. Data sekunder diperoleh dari badan pusat
statistik (BPS), Kementrian Pertanian, dan penelitian lainnya yang relevan dengan
penelitian ini.
4.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data
secara desktriptif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum perusahaan
dan mendeskripsikan mekanisme sistem pasokan dan hubungan antara pelaku
dalam suatu rantai pasok. Pengolahan secara kuantitatif dilakukan untuk
menganalisis biaya pengadaan bahan baku dan peramalan permintaan untuk
pengendalian permintaan.
28
4.4
Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Pengelolaan rantai pasok didefinisikan oleh Mentzer et al. (2001) sebagai
suatu koordinasi strategi dan sistem dari fungsi-fungsi bisnis tradisional (yaitu
pemasaran, penjualan, riset dan pengembangan, peramalan, produksi, pengadaan,
logistik, teknologi informasi, keuangan, dan pelayanan pelanggan) dalam
mengelola dan menyelesaikan aliran rantai pasok (barang/ jasa, sumber daya
keuangan, informasi yang menyertai aliran rantai pasok, dan aliran informasi
tentang permintaan dan peramalan) dari pemasok paling awal sampai pada
konsumen paling akhir. Hal ini dilakukan untuk memberikan nilai dan kepuasan
pelanggan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan profitabilitas tinggi untuk
masing-masing perusahaan di dalam rantai pasok dan rantai pasok secara
keseluruhan. Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Mantzer et al. (2001),
model rantai pasok dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif yang
mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan proses bisnis rantai.
1.
Anggota Rantai dan Aliran rantai pasok
Analisis ini menjelaskan tentang anggota atau pihak-pihak yang terlibat di
dalam rantai pasok dan peran dari setiap pihak yang terlibat. Selain itu, dijelaskan
pula aliran komoditas dimulai dari hulu hingga ke hilir dan bentuk kerjasama yang
terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat.
2.
Proses Bisnis Rantai
Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi
dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan
aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi, dan
support anggota rantai (Setiawan 2009).
4.5
Analisis Pengelolaan Rantai Pasok
4.5.1 Analisis Pengendalian Harga
Analisis penentuan harga sangat berkaitan dengan faktor biaya yang
berkaitan dengan efesiensi dari rantai pasok yang dapat tercapai. Pengendalian
biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya pembelian, biaya kantor, biaya
29
pemeliharaan dan lainnya. Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan perlu
memprioritaskan tentang pengeluaran yang digunakan, hal ini diperlukan untuk
mengurangi beban biaya yang didapatkan oleh perusahaan.
Biaya yang berhubungan dengan pengadaan bahan baku dan tidak terlalu
memiliki atau mempengaruhi nilai tambah dapat dihilangkan ataupun disusutkan.
Sehingga dapat mengurangi biaya pembelian bahan baku. Maka hubungan yang
akan terjadi adalah terdapat selisih antara harga beli aktual dan harga beli dengan
konsep pengelolaan rantai pasok. Pengelolaan rantai pasok bertujuan untuk
melakukan efisiensi distribusi pada perusahaan.
Biaya telepon dan biaya administrasi yang telah disusutkan, kemudian
dimasukkan ke dalam biaya pengadaan bahan baku, sehingga akan mengurangi
biaya pembelian bahan baku, dan akan didapat total biaya pembelian bahan baku
pengelolaan rantai pasok yang baru.
4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan
Pola data dari permintaan minuman sari buah jambu Lipisari diidentifikasi
melalui plot data permintaan dan plot data autokorelasinya (Hanke et al. 2003).
Deret data dari beberapa permintaan minuman sari buah yang telah dikumpulkan
dibuat dalam bentuk tabel dan diplotkan pada kurva dengan menggunakan
program Minitab versi 15. Dari hasil plot data tersebut, maka data permintaan dari
minuman sari buah jambu Lipisari dapat diketahui pola datanya untuk sementara,
apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklik, maupun unsur musiman.
Setelah diidentifikasi pola data, selanjutnya dilakukan analisis terhadap pola data
yang dihasilkan.
Menurut Hanke et al. (2003), plot autokorelasi menunjukkan keeratan
hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda.
Identifikasi pola data melalui koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai
berikut:
30
1.
Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua periode atau tiga
periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data
stasioner.
2.
Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara
berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang
menunjukkan pola trend.
3.
Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag yang
mempunyai jarak sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut
adalah data dengan komponen musiman.
Pola horisontal dapat disebabkan oleh kualitas produk dan tingkat harga.
Pola trend dapat disebabkan oleh pertumbuhan populasi, inflasi harga, preferensi
konsumen, perubahan teknologi, dan kenaikan produktivitas. Pola siklik
dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi, sedangkan
pola musiman dapat disebabkan oleh kondisi cuaca, hari raya besar, bulan puasa,
dan liburan.
4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series
Penerapan model peramalan time series dilakukan setelah pola data
permintaan dari minuman sari buah jambu terlihat. Pertimbangan penggunaan
model time series didasarkan pada data permintaan yang digunakan adalah data
time series, artinya data tersebut disajikan berdasarkan waktu kejadian tanpa
menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Model time series dipilih minimal dua untuk peramalan permintaan. Metode
yang dipilih dan digunakan pada penelitian ini yaitu model trend dan model
dekomposisi multiplikatif. Kedua metode ini dipilih dengan pertimbangan kedua
model ini mudah dimengerti, bisa digunakan untuk data dengan pola musiman,
trend, dan siklik, serta kedua model ini cukup akurat untuk peramalan permintaan
jangka pendek. Formula dari masing-masing metode tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Model Trend
Persamaan peramalan dengan menggunakan model trend (Hanke et al.
2003) adalah :
31
2.
a.
Trend linier
Ft = b0 + b(t)
b.
Trend kuadratik
Ft = b0 + b1t + b2t2
Model Dekomposisi Multiplikatif
Model ini dapat digunakan pada data historis yang memiliki pola
sembarang. Model ini mencoba memisahkan komponen trend, siklik, dan
musiman (Hanke et al. 2003). Secara matematik bentuk umum pendekatan
dekomposisi adalah:
Yt = f(Trt, Clt, Snt, Et)
Dimana:
Yt
f
Trt
Clt
Snt
Et
= Nilai peramalan
= fungsi peramalan
= komponen trend pada waktu t
= komponen siklus pada waktu t
= komponen atau indeks musim pada waktu t
= komponen kesalahan atau random pada waktu t
Bentuk fungsi eksplisitnya tergantung asumsi tentang hubungan antara
unsur itu yang dipakai, misalnya apakah model aditif (jika komponen tersebut
tidak ada nilainya nol) atau multiplikatif (jika komponen tersebut tidak ada
nilainya 1).
Dekomposisi multiplikatif : Yt = Trt. Clt. Snt. Et.
Dekomposisi aditif
: Yt = Trt + Clt + Snt + Et
4.5.2.3 Pemilihan Metode Peramalan Time Series
Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang sesuai dan tepat
untuk data permintaan dari masing-masing komoditi. Ketepatan merupakan
kriteria dalam memilih suatu metode peramalan. Ketepatan menunjukkan sampai
seberapa jauh model mampu menghasilkan ramalan yang tidak jauh berbeda
dengan keadaan aktualnya.
Metode-metode peramalan time series yang sudah diterapkan pada deret
data permintaan dari produk minuman sari buah jambu kemudian akan dipilih
berdasarkan nilai standard error (SE). Metode yang terpilih adalah metode yang
memiliki nilai SE terendah (Hanke et al. 2003). Selain itu, untuk kemudahan
32
dalam penggunaan metode peramalan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih suatu model peramalan (Hanke et al. 2003). Nilai SE diperoleh
dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini memberikan error yang relatif
kecil. SE dirumuskan sebagai berikut:
MSE = [∑(Yt – Y’t)2] / n
4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum
Permasalahan dalam persediaan merupakan hal yang penting dalam logistik.
Persediaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan.
Secara umum ada dua macam sistem persediaan yang biasa dipakai yaitu:
1.
Sistem pemesanan ukuran tetap (fixed order size inventory system) sering
disebut “Q sistem”. Ciri-ciri Q sistem sebagai berikut:
a. Jumlah bahan yang dipesan selalu sama untuk setiap kali pemesanan.
b. Selang waktu pemesanan tidak tetap, bervariasi sesuai fluktuasi pemakaian
bahan.
c. Pemesanan dilakukan kembali apabila jumlah persediaan telah mencapai
titik pemesanan kembali (reorder point).
d. Titik pemesanan kembali besarnya sama dengan perkiraan pemakaian
selama lead time ditambah dengan safety stock.
2.
Sistem pemesanan interval tetap (fixed order interval inventory system) atau
sering disebut “P sistem”. Ciri-ciri P sitem adalah sebagai berikut:
a. Jumlah bahan yang dipesan tidak tetap, tetapi tergantung pada jumlah
persediaan yang ada di gudang.
b. Selang waktu persediaan adalah tetap untuk setiap kali pemesanan
dilakukan.
c. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih
menekankan pada target persediaan.
d. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanan akan
bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.
33
Sistem persediaan “Q sistem” digunakan pada penelitian ini untuk
memecahkan persoalan persediaan. Namun, sebelum dilakukan perhitungan nilai
Q optimum, data yang terkumpul diolah dengan menggunakan konsep
pengelolaan rantai pasok. metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1.
Menghitung rata-rata permintaan
Keterangan:
Fi = Frekuensi pemesanan
Xi = Jumlah pemesanan
2.
Menghitung standar deviasi
Keterangan:
S
Fi
Xi
n
= Standar deviasi
= Frekuensi pemesanan
= Jumlah pemesanan
= total frekuensi permintaan
Nilai “Q sistem” dihitung terhadap dua situasi yaitu:
1.
Tanpa koordinasi antar rantai pasok
Keterangan:
Q* = Jumlah pemesanan optimum
Co = biaya pemesanan retailer (Rp /tahun)
D = Jumlah permintaan per tahun
H = Biaya penyimpanan retailer
2.
Dengan koordinasi antar rantai pasok
34
Keterangan:
Q* = Jumlah pemesanan optimum
Co = Biaya pemesanan retailer ditambah dengan biaya pemesanan perusahaan (Rp
/tahun)
D = Jumlah permintaan per tahun
H = Biaya penyimpanan retailer ditambah dengan biaya penyimpanan perusahaan
4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan Reorder Point (ROP)
Total biaya dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
D = jumlah permintaan per tahun
Q = ukuran pemesanan optimum
Co = biaya pemesanan
h = biaya penyimpanan produk
Safety stock dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SS = Z x Sdl
Keterangan:
Sdl = standar deviasi permintaan selama lead time
Z = nilai di bawah kurva normal yang ditentukan oleh service level
Model penentuan jumlah optimum dibuat dengan asumsi situasi yang
deterministik, artinya permintaan maupun pasokan dianggap pasti tanpa
mempertimbangkan lead time (Pujawan 2005). Pada kenyataannya, baik lead time
ataupun permintaan akan suatu produk itu tidak pasti. Oleh karena itu, untuk
mengatasi permasalahan ketidakpastian lead time dan permintaan diperlukan
estimasi atau perhitungan mengenai waktu pemesanan kembali (reorder point).
Reorder point (ROP) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ROP = d x l + SS
Keterangan:
d = permintaan selama lead time
l
= lead time
SS = Safety Stock
35
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan lembaga pusat
kajian dan penelitian yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. LIPI memiliki
beberapa unit yang setiap unitnya memiliki spesifikasi bidang keilmuan yang
berbeda dan tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Unit Penelitian Terpadu
Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (UPT B2PTTG) LIPI
Kabupaten Subang merupakan unit yang mengembangkan dan pelayanan
teknologi tepat guna serta pemberdayaan masyarakat, dan usaha yang berskala
kecil, dan menengah.
B2PPTG LIPI Subang merupakan salah satu unit LIPI yang mencoba untuk
mengolah produk hasil pertanian. Usaha pengolahan sari buah ini bermula dari
bantuan seperangkat pengolahan buah dan sayuran dari pemerintah Italia dan
peralatan berasal dari perusahaan Bertuzzi. Alat-alat ini dikirim sebagai pilot plant
dalam pengembangan pengolahan buah dan sayuran yang bersifat untuk
penelitian, pendidikan, dan pelatihan. Pada tahun 1986 peralatan mulai ditata di
ruangan yang telah disiapkan oleh pihak B2PTTG LIPI, penempatan peralatan
dibantu teknisi dari perusahaan Bertuzzi. Komoditas buah yang pertama kali diuji
coba dengan peralatan ini adalah buah nanas. Kegiatan produksi dimulai pada
tahun 1988. Pada awalnya buah-buah yang diproduksi adalah nanas, melon,
markisa, jambu biji, mangga sirsak, dan mengkudu, kegiatan produksi pun
dilakukan dalam skala kecil. Namun, produk sari buah jambu biji lebih disukai
masyarakat di Kabupaten Subang dibandingkan yang lainnya sehingga perusahaan
memilih buah jambu biji untuk diproduksi dalam skala yang besar.
Perusahaan ini pada awalnya bernama PT Lipisari Mandiri yang
memproduksi sari buah dengan kemasan botol. Namun, kemasan botol dianggap
tidak praktis karena adanya hambatan dalam penanganan produk sewaktu
pengambilan botol. Oleh karena itu, kemasan botol akhirnya diganti dengan
kemasan cup plastik transparan, dan bahan top seal untuk sistem penutupan
pengemasannya. Perubahan penggunaan kemasan ini memberi dampak yang
signifikan dalam pemasaran produk. Pada akhirnya cup plastik transparan diganti
36
dengan cup plastik non-transparan. Pergantian cup ini mendapat respon positif
dari konsumen hingga kini. Pada tahun 2005 PT Lipisari Mandiri berganti nama
menjadi PT Lipisari Patna. Pergantian nama belakang dari kata “Mandiri” menjadi
“Patna” dikarenakan nama “Patna” lebih memiliki arti yaitu dari singkatan “Tepat
Guna” yang dianggap mencerminkan B2PTTG LIPI sebagai pusat teknologi tepat
guna. Namun, sejak tahun 2010 PT Lipisari Patna tidak lagi menjadi suatu
perseroan terbatas tetapi digolongkan menjadi penerimaan negara bukan pajak
(PNBP). Sesuai dengan UU No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan
Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari
penerimaan perpajakan. UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP
meliputi:
a.
Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b.
Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
c.
Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
d.
Penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
e.
Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi.
f.
Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
g.
Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Berdasarkan UU di atas pemerintah beranggapan PT Lipisari Patna
merupakan unit usaha yang menggunakan fasilitas negara dalam proses
produksinya, sehingga sejak tahun 2010 PT Lipisari Patna tidak lagi menjadi PT
tetapi lebih ke unit usaha yang berada di bawah binaan koperasi yaitu Koperasi
Patna Lipi. Dikarenakan merek Lipisari telah menjadi icon dari produk minuman
sari buah jambu biji, Lipisari tidak mengubah merek produknya.
5.2
Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan
Visi Lipisari B2PTTG LIPI adalah mengembangkan usaha mandiri di
bidang pengolahan sari buah dan produk pangan yang berbasis bahan baku hasil
pertanian lainnya untuk meningkatkan nilai tambah sebagai bentuk implementasi
teknologi tepat guna yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Teknologi
Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang.
37
Misi Lipisari adalah 1) membangun dan memperkuat jaringan dengan
stakeholder terkait, guna mendukung aktivitas perusahaan mulai dari penyediaan
bahan baku hingga pemasaran produk, 2) mengembangkan sistem produksi guna
menghasilkan produk berkualitas dan dapat diterima oleh masyarakat luas, 3)
konsisten dalam melakukan riset dan pengembangan produk guna menghasilkan
produk-produk baru yang lebih inovatif dalam mengembangkan potensi daerah
Kabupaten Subang.
Tujuan Lipisari adalah menjadikan komoditas buah dan sayur memiliki nilai
tambah melalui teknologi tepat guna.
5.3
Lokasi Perusahaan
Lipisari B2PTTG LIPI terletak di Jalan KS Tubun No. 5 Kabupaten Subang.
Lokasi perusahaan menyatu dengan kantor B2PTTG LIPI Subang. Namun,
Lipisari memiliki gedung dan pabrik tersendiri dan aktivitasnya pun tidak
tercampur dengan kegiatan B2PTTG LIPI. Luas bangunan kantor dan pabrik
adalah 625 m2.
Lokasi Lipisari kurang layak untuk bangunan pabrik karena berada pada
lingkungan kantor bukan lingkungan khusus industri. Perencanaan pemindahan
lokasi perusahaan telah dibuat, namun pelaksanaannya belum bisa terlaksana
dikarenakan masih banyaknya hambatan terutama permasalahan modal.
5.4
Struktur Organisasi
Lipisari merupakan usaha yang berada di bawah naungan B2PTTG LIPI
Subang dan tidak dipimpin secara khusus oleh seorang direktur, melainkan
ditangani oleh penanggung jawab. Tugas yang diberikan kepada penanggung
jawab bukanlah tugas utama tetapi menjadi tugas tambahan. Tugas utama
penanggung jawab adalah sebagai peneliti di lingkungan B2PTTG LIPI Subang.
Kebijakan perusahaan juga bergantung pada kebijakan B2PTTG LIPI Subang.
Manajemen umum Lipisari dipegang oleh beberapa peneliti yang ditugaskan
oleh kepala B2PTTG LIPI Subang atas rekomendasi penanggung jawab yaitu
Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Manajemen umum terdiri dari dua yaitu
38
penanggung jawab operasional-pemasaran dipegang oleh Taufik Rahman, STP
dan penanggung jawab produksi-keuangan dipegang oleh Neneng Kemalasari.
Selain itu, ada petugas dari B2PTTG LIPI yang sebenarnya bertugas untuk
merawat dan mengopersikan mesin-mesin yang ada di lingkungan B2PTTG LIPI
tetapi merangkap sebagai operator mesin Lipisari. Adapun struktur organisasi
Lipisari dapat dilihat pada Gambar 4 dan daftar pegawai yang ditugaskan dan
menjadi penanggung jawab di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 4
.
Penanggung Jawab
Penanggung Jawab
Operasional-Pemasaran
Penanggung Jawab
Produksi-Keuangan
Operator Mesin
Karyawan Produksi
Karyawan AdminKeu
Gambar 4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI
Tabel 4. Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari
No
1
2
3
4
Nama Karyawan
Ir. Agus Triyono, M.Agr
Taufik Rahman, STP
Neneng Kemalasari
Wawan Setiawan
Jabatan
Penanggung Jawab
Penanggung jawab Operasional-Pemasaran
Penanggung jawab Produksi-Keuangan
Operator Mesin
Sumber : Lipisari 2010
Karyawan Lipisari hanya terdiri dari 3 orang yaitu satu orang karyawan
yang mengurusi administrasi dan keuangan, dan dua orang karyawan produksi
(Tabel 5). Karyawan produksi masih sedikit dikarenakan kapasitas produksi yang
belum terlalu besar atau masih terbatas. Kapasitas produksi masih menyesuaikan
tren penjualan. Pegawai LIPI tidak menerima gaji dari Lipisari, tetapi
mendapatkan intensif dari 20 persen keuntungan yang dibagi secara proporsional
kepada seluruh karyawan yang telibat baik karyawan PT Lipisari maupun pegawai
LIPI yang ditugaskan di Lipisari. Sedangkan untuk karyawan Lipisari
mendapatkan gaji tetap dan insentif.
39
Tabel 5. Daftar Karyawan Lipisari
No
1
2
3
Nama Karyawan
Sri Sudewi RP
Yudi Sudiana
Oleh Solihin
Jabatan
Karyawan Administrasi dan Keuangan
Karyawan Produksi
Karyawan Produksi
Sumber : Lipisari 2010
5.5
Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Proses pembuatan minuman sari buah jambu di Lipisari dibagi menjadi dua
bagian proses yaitu pertama proses untuk menghasilkan bubur jambu atau pulp
jambu, dan proses yang kedua adalah proses untuk menghasilkan minuman sari
buah jambu biji. Proses produksi pertama, diawali dengan proses sortasi terhadap
buah jambu biji merah. Jambu biji merah yang dipilih yang penting tidak busuk
dan tidak mentah atau berada dalam kondisi baik. Setelah disortasi jambu biji
dibelah menjadi dua bagian.
Proses kedua adalah pencucian, pencucian jambu dilakukan secara
semimanual menggunakan washing machine yang terhubung dengan eskalator
(konveyor) dan langsung masuk ke chopper. Namun, jika buah jambu yang
diproses sedikit maka pencucuian dilakukan dengan menggunakan air dari keran
di dalam bak penampung. Tujuan dilakukan pencucian adalah untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jambu.
Proses ketiga adalah penghancuran buah jambu dengan menggunakan alat
chopper. Alat ini didesain khusus untuk menghancurkan daging buah. Mesin
chopper masih tergolong semiotomatis karena menggunakan tenaga manusia
dalam mengoperasikannya. Kapasitas mesin chopper mencapai 500 kg per jam.
Proses selanjutnya setelah proses penghancuran adalah pemisahan biji
dengan menggunakan alat pulper sehingga menghasilkan bubur jambu yang
disebut pulp jambu. Kapasitas dari mesin pulper adalah 500 kg per jam. Setelah
pulp jambu dihasilkan, pulp dikemas dalam kantong plastik putih dengan
kapasitas 15 liter dan siap disimpan dalam freezer pada suhu -20o C.
Proses produksi kedua adalah pembuatan minuman sari buah jambu dari
pulp jambu. Proses ini diawali dengan penghancuran kembali bubur jambu atau
40
pulp jambu dengan menggunakan hidrolic press (ice crusher). Proses berikutnya
adalah pengenceran bubur jambu yang telah dihancurkan dengan menggunakan
air dengan perbandingan air dan bubur jambu adalah 1:3. Proses ketiga adalah
penambahan bahan penolong yaitu CMC yang berfungsi sebagai pengemulsi,
kemudian dilewatkan ke homogenizer untuk menghomogenkan antara partikel air,
sari buah, dan CMC. Pencampuran dilakukan di dalam Mix Tank, selain
penambahan CMC dalam pencampuran juga ditambahkan gula, Na-Benzoat, asam
sitrat, dan essense jambu biji. Mix tank berkapasitas 500 liter. Pemasakan
dilakukan pada suhu 100 oC selama 1 sampai 2 jam. Proses ketiga setelah
pencampuran adalah campuran di pasteurisasi pada suhu 95 oC sampai 98 oC
untuk mensterilkan minuman tanpa merusak kandungan vitamin, kalori, dan gizi
dari minuman.
Hasil pasteurisasi ditampung dalam tabung yang disebut termotank. Tabung
termotank terhubung langsung dengan mesin pengemas, sehingga minuman
langsung dikemas dalam cup. Mesin pengemas menggunakan sistem kinematik
atau tenaga angin. Kapasitas mesin pengemas mencapai 1.500 sampai 2.000
cup/jam. Mesin pengemas yang dimiliki oleh Lipisari terdiri dari dua lajur
pengisian artinya satu kali pengemasan langsung menghasilkan dua buah cup.
Ruang pengemasan terpisah dengan ruang produksi. Setelah dilakukan
pengemasan produk dikumpulkan dan diberikan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya
produk dimasukkan ke dalam kardus dan setiap kardus diisi dengan 20 cup dan di
seeler dengan selotip atau lakban. Sebelum dipasarkan, minuman sari buah jambu
dikarantina dalam gudang penyimpanan untuk melihat kemungkinan terjadinya
kerusakan produk. Karantina dilakukan selama satu minggu dan produk siap
dipasarkan. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses produksi dan
gudang penyimpanan pulp serta penyimpanan produk yang siap dipasarkan dapat
dilihat pada Lampiran 9. Proses produksi minuman sari buah jambu biji Lipisari
secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5.
41
Jambu Biji
Bubur/ Pulp jambu
Sortasi dan Dibelah 2 bagian
Penghancuran
Pencucian
Pengenceran dengan air
Penghancuran dengan Chopper
Homogenizer (CMC)
Pemisahan biji dengan pulper
Bubur/ Pulp jambu
Pencampuran dalam Mix tank
Pasteurisasi
Pengemasan dalam kantong plastik
Pengemasan dalam cup dan dus
Penyimpanan dalam freezer
Karantina produk jadi
Sumber : Lipisari 2010
Produk siap dipasarkan
Gambar 5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari
42
VI PEMBAHASAN
6.1
Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Anggota rantai pasokan adalah semua pihak yang berhubungan secara
langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan proses produksi suatu
perusahaan atau organisasi mulai dari hulu yaitu pengadaan bahan baku hingga ke
hilir yaitu ketika produk sampai ke konsumen akhir. Anggota rantai pasokan
menurut Indrajit dan Djokopranoto 2002, terdiri dari pemasok, perusahaan
(pengolah), distributor, pengecer, dan konsumen akhir. Pada penelitian ini
identifikasi anggota rantai pasokan dimulai dari pemasokan jambu biji merah dari
pemasok hingga pemasokan minuman sari buah jambu Lipisari ke konsumen
yaitu koperasi dan ritel.
6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok
Anggota primer adalah pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam
kegiatan bisnis rantai pasok. Anggota primer rantai pasok minuman sari buah
jambu adalah pengumpul sebagai pemasok, Lipisari sebagai pengolah jambu dan
produsen minuman sari buah jambu Lipisari, pengecer sebagai distributor, ritel
dan koperasi sebagai konsumen.
1.
Pemasok (Pengumpul)
Pemasok adalah awal mula dari rantai yang terjadi. Tugas pemasok ialah
melakukan kegiatan pengadaan bahan baku untuk minuman sari buah yaitu jambu
biji. Pemasok jambu di Lipisari berasal dari daerah Majalengka Desa
Panyingkiran, Kecamatan Panyingkiran, Jawa barat. Pemasok bernama Wasnudin
dan juga merupakan pengumpul utama dari salah satu kelompok tani jambu di
desa Panyingkiran. Kelompok Tani jambu biji di Desa Panyingkiran terdiri dari
sepuluh kelompok tani yaitu Kelompok Tani Suka Maju, Kelompok Tani Mekar,
Kelompok Tani Maju Mandiri, Kelompok Tani Kinanti, Kelompok Tani Berkah,
Kelompok Tani Doa Indung, Kelompok Tani Rahayu, Kelompok Tani
Manunggal, Kelompok Tani Sentosa, dan Kelompok Tani Bagja Mandiri
Bersama. Pak Wasnudin merupakan pengumpul dari Kelompok Tani Bagja
43
Mandiri Bersama yang memiliki 150 anggota petani jambu biji dengan luas lahan
bervariasi yaitu kurang dari 1 Ha, 1 Ha, dan lebih dari 1 Ha. Pak Wasnudin sejak
tahun 2010 telah menjadi pemasok tetap jambu biji di perusahaan Lipisari. Pada
awalnya jambu biji tidak hanya dipasok dari Majalengka (Pak Wasnudin), tetapi
juga dipasok dari daerah Subang yaitu Pak Acun, namun dikarenakan jambu biji
yang berasal dari Subang memiliki bentuk yang kecil, aroma yang kuat, dan harga
yang lebih mahal
Lipisari tidak lagi memasok jambu dari Subang. Lipisari
memilih memasok jambu biji dari daerah Majalengka dikarenakan jambu yang
dihasilkan bentuknya besar sehingga perusahaan dapat menghemat pembelian
bahan baku, warna jambu yang lebih kuat (merah) dibandingkan jambu yang
berasal dari Subang, dan harga yang lebih murah dibandingkan jambu dari
Subang. Harga jambu biji Subang sebesar Rp 4.000 per kg, sedangkan harga
jambu biji Majalengka hanya Rp 3.500 per kg.
2.
Perusahaan
Lipisari merupakan anggota rantai pasok yang mengolah jambu biji menjadi
minuman sari buah. Lipisari memasok semua bahan baku utama yaitu jambu biji
merah dari Pak Wasnudin. Sebelum diolah menjadi minuman sari buah dilakukan
sortasi di perusahaan. Kegiatan sortasi dilakukan untuk memilih jambu biji yang
memiliki kualitas yang baik yaitu tidak busuk, segar, dan tidak terlalu matang
(tingkat kematangan 70-80 persen). Hal ini diperlukan untuk menghasilkan bubur
atau pulp jambu yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pulp
jambu nantinya akan diproses menjadi minuman sari buah jambu.
3.
Distributor
Distributor merupakan anggota rantai pasok primer yang memiliki fungsi
menyalurkan produk dari perusahaan ke ritel-ritel dan pengecer untuk dijual ke
konsumen akhir. Distributor resmi belum dimiliki oleh Lipisari karena selama ini
dalam mendistribusikan minuman sari buah jambu Lipisari mengandalkan
pembelian dari konsumen (ritel dan koperasi) dan pembelian yang dilakukan oleh
distributor tidak resmi. Distributor tidak resmi yang dimaksud adalah pegawaipegawai LIPI yaitu satpam. Terdapat tiga satpam yang menjadi distributor untuk
minuman sari buah jambu Lipisari yaitu Rahayu, Dodi, dan Agus. Ketiga satpam
44
tersebut mendistribusikan minuman sari buah jambu Lipisari ke toko, warungwarung pengecer, dan kantin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di daerah
Subang. Distributor ini menjadi bagian penting dalam rantai pasok karena
pembelian terbesar minuman sari buah jambu Lipisari dilakukan oleh distributor
dengan rata-rata pembelian per bulan sebesar 185 dus.
4.
Konsumen (Ritel, Koperasi, dan Konsumen Akhir)
Kegiatan pemasaran menjadi hal yang penting dalam sebuah perusahaan.
Dalam memasarkan produknya, Lipisari mendistribusikannya melalui koperasi
dan beberapa ritel. Koperasi Patna merupakan koperasi yang dimiliki oleh LIPI
Subang. Sejak Januari 2010, koperasi telah menjadi outlet resmi penjualan
minuman sari buah. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang menetapkan
segala unit usaha yang berada dibawah naungan balai penelitian menjadi usaha
binaan koperasi. Selain koperasi, Lipisari juga mendistribusikan produknya ke
beberapa ritel yaitu MiMake, PD Annisa, dan POS yang terletak di daerah
Subang. Selain menjual ke koperasi dan ritel-ritel, perusahaan juga menjual
langsung ke konsumen akhir. Konsumen akhir yang membeli langsung ke
perusahaan adalah pegawai LIPI, tamu dinas, dan tamu kunjungan lapang.
Konsumen perusahaan Lipisari dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010
No
1
2
3
4
5
Nama Konsumen
Koperasi Patna
PD Annisa
MiMake
POS Subang
Konsumen akhir (Pegawai/Masyarakat
Subang/Tamu)
Alamat
Subang
Subang
Subang
Subang
Subang
Rata-Rata
Pemesanan/bulan
77 dus
100 dus
43 dus
43 dus
30 dus
Sumber : Lipisari 2010
6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok
Anggota sekunder rantai pasok adalah anggota rantai pasok yang secara
tidak langsung berhubungan dengan kegiatan produksi minuman sari buah jambu,
namun memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis antara lain yaitu pengadaan
bahan-bahan penolong untuk menghasilkan minuman sari buah dan bahan
pengemasan untuk mengemas minuman sari buah jambu. Bahan penolong yang
45
dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah yaitu CMC, Na-Benzoat,
asam sitrat, jambu oil, dan gula. Adapun pemasok bahan penolong di Lipisari
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari
No
1
2
3
4
5
Jenis Bahan
Penolong
CMC
Na-Benzoat
Asam Sitrat
Jambu Oil
Gula
Asal Pemasok
Seger Chemical, Bandung
Seger Chemical, Bandung
Seger Chemical, Bandung
Seger Chemical, Bandung
Subang
Jumlah
Pembelian
10 kg
10 kg
15 kg
10 liter
200 bal (100 kg)
Harga (Rp)
75.000/kg
25.000/kg
16.000/kg
115.000/liter
475.000/bal
Sumber : Lipisari 2010
Lipisari memasok bahan penolong setiap dua bulan sekali atau tergantung
dengan stok bahan penolong di gudang penyimpanan bahan kimia di Lipisari.
Prosedur pengadaan bahan penolong dimulai dengan memeriksa sisa stok akhir
persediaan di gudang penyimpanan bahan penolong dengan melihat buku
persediaan bahan penolong. Selanjutnya bahan-bahan penolong yang habis dicatat
dan dilaporkan ke pimpinan Lipisari. Rincian biaya pembelian bahan penolong
yang habis juga disertakan di dalam laporan pembelian. Selain itu, Lipisari juga
mengajukan peminjaman kendaraan dinas untuk mengangkut bahan penolong.
Dalam memasok bahan penolong, Lipisari tidak melakukan pemesanan terlebih
dahulu, Lipisari langsung datang ke PD Seger Chemical untuk melakukan
pembelian. Pembayarannya juga dilakukan secara langsung yaitu tunai dan biaya
transportasi juga ditanggung oleh Lipisari. Biaya transportasi untuk sekali
pengadaan bahan penolong sebesar Rp 350.000.
Bahan kemasan yang diperlukan oleh Lipisari untuk memproduksi minuman
sari buah adalah sedotan, cup, kardus, dan lakban. Pemasokan tidak dilakukan
secara rutin, melainkan dilakukan dua bulan sekali atau tergantung dari stok
persediaan kemasan di gudang penyimpanan. Hal ini dikarenakan bahan kemasan
memiliki daya tahan yang cukup lama mencapai satu tahun. Bila stok akan habis
karyawan bagian produksi akan langsung melakukan pemesanan ke PT Indopack
di Jakarta.
Prosedur pengadaan bahan kemasan dimulai dengan menghubungi pemasok
bahan kemasan melalui telepon kantor, dan mengajukan pemesanan terlebih
46
dahulu ke perusahaan pemasok. Setelah pemesanan disetujui oleh perusahaan
pemasok, bahan atau barang dikirim ke Lipisari. Jangka waktu yang dibutuhkan
dari pemesanan barang atau bahan dari perusahaan pemasok hingga barang atau
bahan sampai ke Lipisari yaitu dua minggu. Pembayaran tidak dilakukan secara
langsung ketika barang atau bahan datang, tetapi ditransfer melalui bank ke
rekening perusahaan pemasok dan pembayaran biasanya dilakukan setelah bahan
atau barang yang dipesan diterima oleh Lipisari. Namun, tidak semua bahan atau
barang dipasok dari perusahaan pemasok. Seperti sedotan dan lakban dapat
diperoleh dari toko Budi di Bandung dan pembeliannya dilakukan secara langsung
oleh Lipisari dengan cara datang ke toko dan pembayaran juga dilakukan secara
langsung dan tunai. Daftar pemasok bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari
No
1
2
3
4
Jenis Bahan
kemasan
Sedotan
Cup & Top Seal
Box (kardus)
Lakban
Asal Pemasok
Toko Budi, Bandung
PT Indah Cup, Bandung
PT Indopack, Jakarta
Toko Budi
Jumlah
Pemesanan
17 kg
100.000 pcs
3.000 pcs
10 dus
Harga (Rp)
25.000/ kg
215,60/ cup
2.000/dus
468.000/dus
Sumber : Lipisari 2010
6.2
Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok
Anggota primer rantai pasok minuman sari buah terdiri dari pemasok jambu,
Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen. Aktivitas yang dilakukan
setiap anggota primer dalam rantai pasok berbeda-beda. Pemasok jambu
melakukan pembelian jambu ke kelompok tani, melakukan sortasi jambu,
penjualan jambu biji ke Lipisari untuk diolah menjadi minuman sari buah jambu,
membina kelompok tani Bagja Mandiri Bersama, dan memberikan modal untuk
budidaya jambu ke kelompok tani Bagja Mandiri Bersama.
Jambu biji yang dipasok ke Lipisari diperoleh dari kelompok tani
binaannya. Semua jambu yang dihasilkan oleh kelompok tani Bagja Mandiri
Bersama ditampung oleh Pak Wasnudin untuk didistribusikan ke perusahaanperusahaan pengolah jambu, pasar tradisional, pasar swalayan, dan langsung
dijual ke konsumen akhir jambu biji. Sebelum dikirim ke Lipisari, jambu disortasi
47
terlebih dahulu oleh pemasok untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung
oleh pemasok bila terdapat jambu yang busuk.
Aktivitas fisik yang dilakukan pemasok meliputi aktivitas pengangkutan
dan penimbangan jambu dari kelompok tani ke Lipisari. Pengangkutan jambu
dilakukan dengan menggunakan mobil coltdiesel dan biaya pengangkutan di
tanggung oleh pemasok. Aktivitas penimbangan dilakukan di Lipisari dan biaya
penimbangan juga ditanggung oleh pemasok. Aktivitas yang terjadi di pemasok
jambu dapat dilihat pada Lampiran 10.
Informasi pasar atau harga jambu tidak terbuka untuk petani jambu biji.
Petani hanya mengetahui harga jambu biji yang diberikan oleh pengumpul
(pemasok). Begitu juga dengan Lipisari, Lipisari hanya mengetahui harga yang
diberlakukan oleh pemasok tanpa mengetahui harga beli jambu dari petani. Pada
dasarnya konsep untuk membangun kerjasama dalam rantai pasok adalah sistem
keterbukaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga loyalitas petani dan Lipisari agar
mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam setiap anggota rantai
pasok.
Lipisari merupakan prosesor yang melakukan aktivitas pembelian jambu biji
dan penjualan minuman sari buah jambu. Lipisari membeli jambu biji sebagai
bahan baku utama untuk memproduksi minuman sari buah dan Lipisari membeli
bahan penolong untuk membuat minuman sari buah, serta membeli bahan
kemasan kepada beberapa pemasok. Aktivitas penjualan Lipisari berhubungan
dengan distributor dan konsumen yaitu ritel, koperasi, dan konsumen akhir. Harga
jual yang ditetapkan Lipisari untuk setiap dus minuman sari buah sebesar
Rp 26.500/dus untuk karyawan, dan Rp 29.000/dus untuk konsumen non
karyawan. Aktivitas fisik yang dilakukan Lipisari adalah pengangkutan minuman
sari buah jambu dari Lipisari ke konsumen yaitu ritel. Selain melakukan aktivitas
pengangkutan, Lipisari juga melakukan aktivitas penyimpanan yaitu penyimpanan
pulp jambu sebelum diproduksi menjadi minuman sari buah jambu dan
penyimpanan produk jadi yaitu minuman sari buah setelah produk dikemas dan
sebelum didistribusikan ke ritel, koperasi, konsumen, dan distributor. Jambu biji
yang baru diterima dari pemasok langsung diolah menjadi bubur atau pulp jambu,
48
setelah itu dikemas dalam plastik dan disimpan dalam kamar pendingin untuk
mencegah kerusakan pulp jambu lebih cepat. Minuman sari buah yang sudah
diproduksi langsung dikemas dan dimasukkan ke dalam kardus dan disimpan
dalam gudang karantina untuk memastikan tidak adanya kerusakan produk,
setelah itu produk disimpan dalam gudang penyimpanan.
Kegiatan sortasi juga dilakukan di Lipisari yaitu jambu yang dipasok oleh
pemasok langsung disortasi sebelum diproduksi. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kualitas dan mutu produk yang akan dihasilkan. Jambu yang tidak memenuhi
kriteria langsung dikembalikan kepada pemasok dan banyaknya jambu yang
diambil langsung ditimbang dan dibayar sesuai hasil timbangan. Informasi pasar
di tingkat prosesor ini sangat terbuka, mulai dari harga di distributor hingga harga
jual pada konsumen sehingga pembagian laba menjadi tidak adil.
Distributor sebagai orang yang menyalurkan produk minuman sari buah
melakukan kegiatan penjualan dan pembelian. Distributor membeli minuman sari
buah dari Lipisari dan juga melakukan aktivitas penjualan yaitu menjual minuman
sari buah ke agen grosir, kantin RSUD Subang, dan ke pengecer atau warung di
daerah Subang. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh distributor hanya
pengangkutan minuman sari buah jambu dari Lipisari dan dikirim ke agen grosir,
pengecer, dan kantin RSUD Subang. Aktivitas penyimpanan tidak dilakukan oleh
distributor, biasanya produk yang diambil di perusahaan langsung dikirim ke agen
grosir, kantin RSUD, dan pengecer. Aktivitas penyimpanan hanya dilakukan oleh
konsumen dari distributor.
Informasi pasar atau harga tidak terbuka untuk konsumen distributor yaitu
kantin RSUD, agen grosir, dan pengecer, serta Lipisari. Harga beli minuman
jambu biji yang diperoleh distributor dari perusahaan sebesar Rp 26.500/dus,
sedangkan distributor menjual minuman sari buah ke agen grosir, pengecer, dan
kantin RSUD Subang dengan harga Rp 30.000/dus, dan agen grosir menjual
kembali minuman sari buah yang diperoleh dari distributor dengan harga
Rp35.000/dus. Lipisari hanya mengetahui harga jual yang diberikan ke distributor
yang merupakan karyawan LIPI, dan konsumen juga hanya mengetahui harga
yang diberlakukan distributor untuk semua pengecer dan agen grosir sama.
49
Ketidakterbukaan informasi pasar atau harga menyebabkan ketidakadilan dalam
pembagian keuntungan.
Ritel, koperasi, dan konsumen akhir sebagai konsumen Lipisari melakukan
aktivitas pertukaran yaitu pembelian dan penjualan. Ritel dan koperasi melakukan
aktivitas pembelian minuman sari buah dari Lipisari. Dan aktivitas penjualan
berhubungan dengan penjualan minuman sari buah dari koperasi ke konsumen
yaitu pengecer dan masyarakat Subang, serta ritel menjual minuman langsung ke
konsumen akhir.
Konsumen akhir Lipisari adalah konsumen yang berasal dari pegawai LIPI,
dan konsumen non-pegawai LIPI biasanya tamu dinas atau tamu instansi.
Konsumen akhir tidak melakukan aktivitas penjualan, hanya melakukan aktivitas
pembelian produk. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh konsumen adalah
pengangkutan produk dari Lipisari ke konsumen. Ritel dan koperasi juga
melakukan aktivitas penyimpanan yaitu untuk minuman yang masih di dalam
kardus disimpan di tempat penyimpanan dan minuman sari buah yang berbentuk
cup dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Informasi pasar yang terjadi di
tingkat konsumen tertutup, konsumen akhir hanya mengetahui harga produk untuk
di setiap ritel yang menjual produk, dan koperasi sama dengan yang diberikan dari
perusahaan.
Ketidakterbukaan
informasi
pasar
menyebabkan
pembagian
keuntungan yang belum merata diantara anggota rantai pasok. Aktivitas anggota
primer rantai pasok minuman sari buah Lipisari dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari
Aktivitas
Pertukaran
 Penjualan
 Pembelian
Fisik
 Pengangkutan
 Pengemasan
 Penyimpanan
Fasilitas
 Sortasi
 Informasi pasar
Anggota Primer Rantai Pasok
Distributor
Konsumen (Ritel, Koperasi, dan
Konsumen akhir)
Pemasok
Lipisari
X
X
X
X
X
X
X/ X
X
X
X
X
X
X
-
X
X
X
-
X
X
-
-
Keterangan :
(X)
: dilakukan
(-)
: tidak dilakukan
(X/-)
: dilakukan oleh sebagian anggota
50
6.3
Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Pola aliran rantai pasok adalah pola yang terbentuk dari kegiatan bisnis
dalam rantai pasok yaitu dimulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan,
pendistribusian, hingga pemakaian oleh konsumen akhir. Pola aliran rantai pasok
yang terbentuk untuk setiap produk berbeda-beda tergantung dengan banyaknya
pihak yang terlibat, kegiatan bisnis yang dilakukan dan tergantung jenis produk
itu sendiri.
Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam
aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu
(upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang yang mengalir dari
hilir ke hulu ataupun sebaliknya. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi
dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Model rantai pasok untuk minuman sari
buah jambu terdiri dari pemasok jambu biji, perusahaan sebagai prosesor
pengolah jambu biji menjadi minuman sari buah, distributor tidak resmi yaitu para
satpam, konsumen yaitu ritel, koperasi dan konsumen akhir.
5
6
1
7a
7
2
1
3
8
4
7b
6
1
5
7c
Keterangan:
1
petani jambu biji
7
7a (ritel tujuan Distributor), 7b (ritel tujuan Lipisari), 7c (koperasi Patna)
2
Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama
8
konsumen akhir minuman sari buah
3
pengumpul (pemasok) jambu biji
9
Aliran barang
4
PT Lipiasri Patna
10
Aliran uang (finansial)
5
pemasok bahan penolong dan kemasan
11
Aliran informasi
6
distributor minuman sari buah
Gambar 6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
51
Aliran produk minuman sari buah jambu biji (Gambar 6) dimulai dari petani
yang membudidayakan jambu biji sebagai bahan baku utama untuk membuat
minuman sari buah jambu Lipisari. Para petani jambu biji yang tergabung di
dalam Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama menjual jambu biji hasil panen
mereka melalui Kelompok Tani ini. Pengumpul menjalin kerjasama dengan
kelompok tani dalam bentuk pembinaan kepada para petani jambu mengenai cara
budidaya jambu yang baik dan pengumpul juga memberikan modal kepada para
petani jambu untuk membeli keperluan produksi seperti pembelian pupuk,
pestisida, pembangunan irigasi, dan pembelian alat-alat pertanian. Selain
pembinaan dan pemberian modal, kerjasama yang terjalin mengharuskan petani
untuk memasok semua hasil panen mereka ke pengumpul. Oleh karena itu, peran
Kelompok Tani BJM sendiri hanya menjadi perantara yang menghubungkan
petani dengan pengumpul jambu. Kelompok Tani hanya bertugas menyediakan
input pertanian dan memfasilitasi penyuluhan dan pelatihan budidaya jambu yang
diberikan oleh pengumpul kepada para anggota.
Alur prosedur pengadaan jambu biji dari petani ke pengumpul dimulai
dengan para petani membawa hasil panen mereka ke Kelompok Tani. Setelah itu,
jambu biji yang mereka bawa disortasi terlebih dahulu oleh pengumpul. Sortasi
dilakukan untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung oleh pengumpul.
Jambu biji yang dipilih oleh pengumpul biasanya yang memiliki tingkat
kematangan 70 persen sampai 80 persen untuk jambu yang akan dipasok ke
perusahaan Lipisari. Setelah dilakukan sortasi jambu ditimbang dan langsung
dibayar di tempat. Jika Kelompok Tani Bagja Mandiri tidak bisa memenuhi
permintaan pengumpul, biasanya pengumpul membeli jambu biji dari Kelompok
Tani lainnya yang ada di Desa Panyingkiran. Harga beli yang diterapkan oleh
kelompok tani lain cukup tinggi dibandingkan harga dari Kelompok Tani mitra.
Tidak semua jambu biiji yang dibeli dipasok ke Lipisari. Lipisari hanya menyerap
10 persen dari total jambu biji yang dibeli pengumpul dari Kelompok Tani,
sisanya jambu biji dipasok ke pasar tradisional, swalayan, minimarket, dan
agroindustri sari buah lainnya. Biasanya industri minuman seperti Lipisari
melakukan pemasokan dalam jumlah yang banyak pada saat musim panen raya
yaitu bulan Desember sampai Maret.
52
Jambu biji yang dibeli pengumpul dari Kelompok Tani langsung diantar ke
Lipisari dengan menggunakan mobil coltdiesel milik pemasok (pengumpul).
Setelah sampai di Lipisari, jambu disortasi kembali oleh bagian produksi untuk
memilih jambu yang tidak rusak dan tidak busuk, setelah itu jambu langsung
ditimbang dan pembayaran dilakukan sesuai timbangan. Jambu langsung diolah
menjadi pulp seperti yang digambarkan pada Gambar 5. Setelah menjadi pulp
jambu dan dikemas, pulp langsung disimpan di gudang penyimpanan pada suhu 20 oC untuk menjaga agar sari buah tidak rusak sebelum diolah menjadi minuman
sari buah. Jangka waktu penyimpanan pulp dari gudang penyimpanan hingga ke
produksi minuman sari buah paling lama satu bulan dan tata letak penyimpanan
pulp di gudang diatur sesuai dengan tanggal produksi dan penilaian terhadap
persediaan jambu biji dengan metode first in first out (FIFO) artinya pulp yang
pertama kali masuk ke gudang penyimpanan akan diproduksi terlebih dahulu.
Selanjutnnya pulp akan diolah menjadi minuman sari buah jambu, proses
produksi pulp jambu menjadi minuman sari buah dapat dilihat pada Gambar 5.
Minuman sari buah yang telah dikemas kemudian disimpan dalam gudang
penyimpanan yang diatur pada suhu 25 oC. Pengaturan persediaan minuman sari
buah Lipisari diatur dengan metode FIFO, artinya minuman jambu yang
diproduksi pertama akan keluar pertama juga. Selanjutnya produk didistribusikan
ke ritel dan koperasi. Ritel sebagian besar berlokasi di Subang, namun untuk POS
berlokasi di daerah Cirebon. Transportasi yang digunakan oleh ritel untuk
mengambil produk ke perusahaan adalah dengan menggunakan mobil. Jika ritel
tidak mengambil ke Lipisari untuk pendistribusiannya Lipisari menggunakan jasa
POS. Sedangkan, pendistribusian ke koperasi Patna tidak menggunakan alat
transportasi, cukup dengan pegawai koperasi datang ke perusahaan untuk
memesan dan mengangkut produk minuman yang siap dijual dari perusahaan ke
koperasi dengan
menggunakan gerobak atau pendorong.
Produk yang
didistribusikan ke koperasi biasanya dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali,
namun koperasi juga menjual produk minuman langsung ke konsumen.
Sedangkan, ritel langsung menjual ke konsumen akhir.
Distributor produk minuman sari buah Lipisari adalah distributor tidak
resmi, artinya perusahaan belum melakukan kerjasama atau kontrak tertulis
53
dengan pihak distributor yang juga merupakan karyawan keamanan di LIPI.
Distributor biasanya melakukan pemesanan minuman sari buah untuk dijual
kembali ke pengecer-pengecer yang ada di daerah Subang. Selain ke pengecerpengecer, distributor juga menjual produk langsung ke kantin Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Subang. Pengecer-pengecer yang menjadi tujuan dari
distributor antara lain toko Sindang Rasa, Purnama, Apotik Cihereng, toko kue
Menanti, toko Sumber Air, dan perkantoran Samsat serta kantor pertanian. Dalam
pendistribusian produk, distributor biasanya menggunakan kendaraan motor. Bila
pembelian dilakukan dalam jumlah yang banyak melebihi 10 dus biasanya
distributor menggunakan mobil. Produk yang diambil di Lipisari langsung
didistribusikan ke toko-toko, pengecer, dan ke kantin RSUD. Biasanya distributor
mendapat informasi pesanan melalui alat komunikasi telepon genggam.
Konsumen akhir sebagai akhir dari rantai pasok yang terjadi biasanya
mendapatkan minuman sari buah Lipisari di ritel atau warung-warung yang
berada di dekat tempat tinggal mereka.
Aliran finansial pada rantai pasok minuman sari buah terjadi pada
konsumen, pengecer, agen grosir, distributor, ritel, koperasi, perusahaan,
pemasok, kelompok tani jambu, dan petani jambu. Sistem transaksi untuk ritel dan
koperasi yaitu dengan pembayaran secara tunai ketika produk diambil atau
diantarkan. Koperasi dan ritel langsung membayar ke perusahaan sesuai dengan
jumlah produk yang diambil. Sistem transaksi untuk distributor dilakukan dengan
kredit di mana pembayaran dilakukan setelah distributor mendistribusikan produk
ke pengecer dan pembayaran dilakukan setiap satu bulan sekali. Sistem transaksi
antara distributor dengan pengecer sendiri dilakukan dengan sistem tunai artinya
ketika produk sampai, pembayaran langsung dilakukan di tempat. Sedangkan
antara distributor dengan kantin RSUD Subang pembayaran dilakukan setelah
produk minuman sari buah di kantin tersebut habis terjual biasanya dilakukan satu
bulan sekali. Sistem transaksi antara pemasok jambu biji dengan perusahaan
dilakukan dengan sistem pembayaran tunai yaitu Lipisari membayar langsung
sesuai dengan jumlah pasokan jambu setelah dilakukan sortasi.
Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor, agen
grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu atau
54
sebaliknya. Informasi berhubungan dengan berapa pesanan jambu biji yang
dibutuhkan oleh perusahaan, status pengiriman produk minuman sari buah, berapa
pesanan produk minuman sari buah yang harus dikirim oleh perusahaan, dan
berapa pesanan produk yang akan diambil oleh distributor, koperasi, dan ritel.
6.4
Proses Bisnis Rantai
a.
Hubungan Proses Rantai Bisnis
Hubungan proses rantai bisnis di antara anggota rantai pasok berguna untuk
melihat hubungan keterkaitan antar anggota rantai serta melihat pengaruhnya bagi
proses bisnis (Setiawan 2009). Hubungan antara petani jambu biji dengan
kelompok tani dan pengumpul memiliki hubungan yang saling ketergantungan.
Petani jambu membutuhkan Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama untuk
menampung hasil panen jambu mereka, selain itu kelompok tani juga mampu
memberikan pelatihan dan penyuluhan mengenai teknologi dan informasi tentang
budidaya jambu yang baik. Kelompok tani juga sangat tergantung pada
pengumpul dalam memasarkan hasil panen jambu dari para anggotanya, selain
pengumpul juga membantu dalam pemberian pinjaman modal dan sebagai
pembeli utama.
Hubungan bisnis antara Lipisari dengan pemasok (pengumpul) jambu
adalah saling ketergantungan. Perusahaan membutuhkan jambu biji sebagai bahan
baku utama untuk memproduksi minuman sari buah jambu dan memenuhi
permintaan konsumen akan produk minuman sari buah jambu. Sedangkan,
pemasok membutuhkan perusahaan sebagai pembeli tetap jambu biji yang
dihasilkan oleh para petani. Keuntungan yang didapat pemasok adalah jaminan
pemasaran dari Lipisari, sedangkan perusahaan mendapatkan kemudahan dalam
memenuhi kebutuhan jambu biji untuk memenuhi permintaan konsumen akan
minuman sari buah jambu Lipisari.
Hubungan bisnis antara Lipisari dengan distributor adalah saling
ketergantungan. Perusahaan membutuhkan distributor untuk menyalurkan produk
minumannya ke ritel-ritel di Subang dan membantu dalam memasarkan produk
yang dihasilkan. Distributor sendiri membutuhkan perusahaan sebagai produsen
55
utama minuman sari buah Lipisari, dimana mereka mendapatkan pendapatan yang
sangat besar dari penjualan atau pemasaran produk ini. Keuntungan yang didapat
oleh perusahaan adalah jaminan pemasaran dari distributor, meskipun belum ada
perjanjian resmi untuk melakukan kerjasama dalam hal pemasaran. Distributor
sendiri mendapatkan keuntungan dari penjualan minuman sari buah Lipisari.
Hubungan bisnis antara Lipisari dengan ritel dan koperasi adalah saling
ketergantungan. Para ritel dan koperasi membutuhkan pasokan minuman sari buah
jambu dari Lipisari untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin
meningkat. Lipisari membutuhkan ritel dan koperasi sebagai konsumen yang
membeli produk yang mereka hasilkan. Hubungan bisnis antara Lipisari dengan
supplier
bahan penolong dan bahan
baku
pengemasan adalah saling
ketergantungan. Lipisari membutuhkan pasokan bahan penolong untuk proses
produksi minuman sari buah jambu dan juga sangat membutuhkan bahan
pengemas untuk mengemas produk agar siap dijual. Pemasok membutuhkan
Lipisari sebagai pembeli tetap yang sangat potensial untuk meningkatkan
penjualan produk mereka.
b.
Pendukung Anggota Rantai
1.
Pelatihan
Peran pemerintah sebagai anggota eksternal rantai pasok memiliki peran
yang cukup penting dalam memberikan dukungan kepada seluruh anggota rantai
pasok. Bentuk dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani jambu
adalah pemberian pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang bersifat softskill dan
hardskill. Petani jambu di Majalengka diberikan pelatihan teknik budidaya jambu
bijimerah yang baik, pengendalian hama terpadu, sistem distribusi yang baik,
pembangunan irigasi yang baik, dan cara untuk mendapatkan pinjaman modal dari
lembaga keuangan.
2.
Dukungan Modal
Lipisari sebagai usaha milik LIPI yang telah menjadi PNBP (penghasilan
negara bukan pajak) sejak 2010, untuk melakukan kegiatan produksinya
memerlukan dana dari pemerintah. Pemerintah melalui LIPI memberikan modal
usaha sesuai dengan kebutuhan atau permintaan dari Lipisari. Selain itu,
56
pemerintah melalui LIPI juga memberikan jaminan pemasaran yaitu penjualan
produk melalui ritel resmi yaitu koperasi pegawai LIPI Patna. Pemerintah melalui
LIPI juga memberikan kemudahan dalam uji fisik, biologis, ataupun kimia dari
produk minuman yang dihasilkan.
3.
Distribusi Informasi Pasar
Distribusi informasi mengenai peluang pasar dimulai dari para konsumen
yaitu ritel, koperasi, dan distributor yang mengetahui permintaan konsumen
meningkat atau menurun, kemudian informasi tersebut akan diteruskan kepada
perusahaan Lipisari, dan Lipisari akan meneruskan informasi tersebut ke pemasok
jambu biji merah yang kemudian diteruskan ke petani jambu. Informasi tersebut
juga diteruskan kepada anggota sekunder rantai pasok yaitu pemasok bahan
penolong dan bahan pengemasan. Distribusi informasi yang lancar diantara
anggota rantai pasok perlu dibangun dan dijaga guna meningkatkan jaringan pasar
dari petani dan perusahaan.
4.
Perencanaan Kolaboratif
Perencanaan kolaboratif adalah kesatuan kerjasama dan penyelarasan
informasi antara satu anggota rantai dengan anggota lainnya dalam melakukan
perencanaan rantai pasok. Perencanaan kolaboratif baru dilakukan antara
perusahaan dengan pemasok jambu biji merah. Para konsumen memberikan
informasi mengenai jumlah permintaan minuman sari buah jambu Lipisari.
Dengan melihat data permintaan harian atau mingguan, maka Lipisari melakukan
perencanaan dengan cara menargetkan sebanyak kurang lebih 1 ton jambu biji
merah yang harus dipasok setiap bulannya. Dengan adanya target pemasokan
setiap bulannya, maka perusahaan dapat memprediksi jumlah minuman sari buah
yang akan diproduksi dalam satu bulan. Perencanaan kolaboratif dengan anggota
lainnya selain pemasok belum dilakukan oleh perusahaan. Perencanaan ini
sebenarnya sangat dibutuhkan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas rantai
pasok.
5.
Aspek Risiko
Risiko yang dihadapi pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda. Pada
tingkat petani, risiko yang diterima adalah gagal panen yang disebabkan oleh
57
keadaan alam dan hama. Ketidakpastian cuaca dan iklim yang terjadi
menyebabkan jadwal panen yang tak menentu sehingga pemasok terkadang tidak
mampu memenuhi permintaan dari perusahaan. Ketidakpastian cuaca dan iklim
juga menyebabkan hama dengan cepat menyerang pohon jambu dan hama yang
biasanya menyerang pohon jambu adalah hama putih. Pada tingkat pemasok risiko
yang dihadapi berkaitan dengan pengembalian buah jambu biji yang tidak
memenuhi mutu yang diinginkan oleh perusahaan. Pada kegiatan sortasi
perusahaan akan memilih jambu yang tidak busuk, tidak ada ulat, permukaannya
licin atau tidak berlubang, dan tingkat kematangannya 70 persen sampai 80
persen. Bila tidak sesuai dengan standar maka jambu tersebut akan dikembalikan
ke pemasok dan peerusahaan hanya membayar sesuai dengan jumlah jambu yang
diambil, artinya pemasok harus menanggung semua jambu yang dikembalikan.
Risiko yang dihadapi pada tingkat perusahaan adalah ketika terjadi musim
paceklik pasokan jambu biji merah dari pemasok berkurang akibatnya perusahaan
mengalami kekurangan persediaan bahan baku. Belum adanya kemitraan yang
terjalin antara perusahaan dan pemasok secara resmi, menyebabkan pemasok
dapat memilih untuk menjual jambu biji merahnya kepada perusahaan lain dengan
harga yang lebih tinggi. Risiko lain yang dihadapi oleh perusahaan terkait dengan
proses penyimpanan pulp atau bubur jambu. Pulp harus disimpan pada suhu
-20 oC. Pada saat terjadi penurunan listrik ataupun kerusakan pendingin di gudang
penyimpanan akan menyebabkan pulp cepat busuk dan terkontaminasi dengan
bakteri, akibatnya pulp tidak bisa digunakan untuk produksi minuman sari buah.
Selain itu, kerusakan pada alat produksi menjadi risiko yang harus diterima oleh
Lipisari. Kerusakan alat produksi menyebabkan kegiatan produksi harus
dihentikan sedangkan biaya produksi harus tetap dikeluarkan. Akibatnya
perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar.
Risiko yang harus diterima oleh distributor terkait dengan kerusakan produk
akibat pendistribusian dari perusahaan ke pengecer dan toko. Bila produk yang
didistribusikan mengalami kerusakan seperti kemasannya bocor, produk
dikembalikan ke distributor dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab distributor
bukan perusahaan. Perusahaan hanya mau melakukan penggantian tehadap
produk-produk yang telah lewat tanggal kadaluarsa.
58
6.
Proses Trust Building
Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi
dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan
aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi dan
support anggota rantai (Setiawan 2009). Proses trust building merupakan proses
untuk menumbuhkembangkan saling kepercayaan antar anggota rantai pasok.
Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk
menjalin kerjasama dan distribusi informasi menjadi terhambat. Hal ini
disebabkan karena adanya aspek ketidakpercayaan sehingga salah satu pihak
berusaha
untuk
mendapatkan
keuntungan
sendiri
(Setiawan
2009).
Ketidakpercayaan tersebut timbul disebabkan beberapa faktor yaitu:
a.
Masih banyaknya anggapan bahwa pemasok dan pihak lain adalah “lawan”
atau bahkan “musuh” dalam berbisnis bukan “mitra”.
b.
Masih banyaknya anggapan bahwa antara pemasok atau pihak lain dengan
perusahaan sendiri memiliki tujuan yang berlainan, bahkan saling
bertentangan, padahal tujuan akhir semua anggota rantai sama yaitu survive
and growth.
c.
Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil win-lose dan
kurang mengenal konsep win-win negotiation.
d.
Banyak yang masih melihat pada hubungan jangka pendek dan kurang
melihat pada hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.
Proses trust building sudah mulai dibangun antar anggota rantai, namun
hubungan kepercayaan itu masih bersifat kekeluargaan belum tertulis secara
kontraktual. Perjanjian secara kontraktual sebaiknya mulai dilakukan dalam
proses trust building guna mengurangi kerugian yang bisa terjadi dalam proses
bisnis antar anggota rantai. Perjanjian yang dimaksud mengandung aturan yang
terkait dengan hak dan kewajiban pihak Lipisari dengan pemasok, Lipisari dengan
ritel, dan Lipisari dengan distributor. Dengan adanya proses trust building di
antara anggota rantai, diharapkan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai
59
pasok seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan
distribusi informasi pasar.
6.5
Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Penilaian kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat dengan
menilai apakah kondisi rantai pasok yang ada sudah baik atau belum. Secara
umum dapat dikatakan bahwa rantai pasok belum optimal sehingga menghambat
aktivitas yang terkait di dalam rantai pasok. Hambatan-hambatan tersebut adalah:
1.
Biaya transportasi yang tinggi
Pemasokan bahan baku jambu, bahan penolong, dan bahan pengemas yang
diperoleh dari luar daerah Subang menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan
biaya transportasi kendaraan. Jambu biji yang diperoleh dari luar daerah Subang
yaitu Majalengka menyebabkan Lipisari harus mengeluarkan biaya transportasi
sebesar Rp 300 per kg jambu yang dipasok. Untuk medapatkan bahan penolong,
Lipisari harus pergi ke Bandung dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 350.000
untuk sekali perjalanan.
2.
Ketidakpastian pasokan
Cuaca dan iklim akan mempengaruhi produksi jambu biji merah.
Ketidakpastian pasokan bahan baku utama yaitu jambu biji merah menyebabkan
Lipisari harus melakukan suatu strategi dalam mengelola persediaan jambu biji
merahnya. Terutama pada saat musim paceklik, produksi jambu biji di tingkat
petani menjadi terbatas sehingga pemasok terkadang tidak dapat memenuhi
jumlah permintaan jambu yang dipesan oleh Lipisari. Sehingga menyebabkan
kerugian karena Lipisari tetap melakukan proses pengolahan pulp dari jambu tapi
tidak secara optimal, dan pulp yang dihasilkan pun terbatas.
3.
Distribusi informasi yang kurang lancar
Informasi mengenai jumlah permintaan dari konsumen sangat penting bagi
produsen. Informasi ini meliputi jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman,
dan harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu, informasi
mengenai jumlah jambu yang dibutuhkan untuk produksi Arus informasi belum
60
terorganisasi dengan baik sehingga dapat menyebabkan penumpukan persediaan
barang di gudang.
4.
Kerjasama antar pelaku masih kurang
Produksi minuman sari buah jambu Lipisari mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun walaupun kenaikannya tidak signifikan seperti yang terlihat pada
Gambar 6. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi
kurang signifikan dikarenakan permintaan sari buah Lipisari juga belum
signifikan akibat kurangnya promosi dan terbatasnya jalur pemasaran. Hal ini
dikarenakan minimnya kerjasama antar pelaku dalam rantai pasok menyebabkan
keterbatasan dalam memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat.
Kurangnya kerjasama dalam rantai pasok menyebabkan pasokan minuman sari
buah jambu Lipisari tidak lancar.
6.6
Analisis Harga
Penetapan harga jual produk minuman sari buah jambu Lipisari didasarkan
pada harga bahan baku dan biaya produksi. Struktur biaya produksi dalam satu
kali produksi yaitu bahan baku utama jambu merah sebesar 41,5 persen, gula pasir
22 persen, kemasan cup 20 persen, kardus 9,5 persen, tenaga produksi 3,5 persen,
bahan kimia 1,75 persen, dan tutup kemasan cup serta top seal 1,75 persen. Biaya
produksi yang dikeluarkan dalam satu kali produksi dapat dilihat pada Lampiran
2. Berdasarkan biaya produksi yang timbul, semakin tinggi harga bahan baku atau
biaya lainnya makan biaya total produksi akan meningkat. Bila peningkatan biaya
produksi terjadi setiap bulan dan terus menerus maka harga jual yang ditetapkan
akan mengalami peningkatan.
Harga minuman sari buah pada tahun 2010 ditetapkan berdasarkan biaya
produksi tahun 2008, biaya produksi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 3.
Harga jual produk sebesar Rp 26.500 per dus untuk distributor dan koperasi Patna,
Rp 29.000 per dus untuk ritel (MiMake, PD Annisa, dan POS), dan Rp 30.000 per
dus untuk konsumen yang datang langsung ke Lipisari. Untuk periode Januari
hingga Juli 2010 perusahaan menjual minuman sari buah jambu sebanyak 4.013
dus yang terdiri dari koperasi membeli 429 dus, distributor sebesar 1087 dus, ritel
(MiMake, PD Annisa, dan POS) sebesar 1.317 dus, dan konsumen sebesar 1.180
61
dus. Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dari bulan Januari
hingga Juli 2010 sebesar Rp 108.805.500, maka perkiraan keuntungan kotor
perusahaan sebesar Rp 4.961.500.
Komponen penting dalam aktivitas pengadaan bahan baku baik bahan baku
utama, penolong, ataupun bahan kemasan adalah biaya pengadaan bahan baku
yang meliputi biaya transportasi, biaya telepon, biaya bongkar muat, ataupun
biaya administrasi. Biaya yang ditimbulkan dalam pengadaan bahan baku
menetukan harga pokok bahan baku, semakin tinggi biaya pengadaan yang
ditimbulkan artinya harga pokok bahan baku menjadi lebih tinggi sehingga akan
mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan.
Tujuan dari pengelolaan rantai pasok yang utama adalah tercapainya
efisiensi dan efektifitas dari rantai pasok yang terbentuk. Efisiensi dalam hal biaya
juga menjadi tujuan dalam pengelolaan rantai pasok, komponen-komponen biaya
tersebut pada dasarnya masih bisa ditekan dengan menghilangkan komponen
biaya yang tidak memberikan nilai tambah (non value added cost). Berdasarkan
konsep pengelolaan rantai pasok, biaya pengadaan bahan baku pada dasarnya
hanya akan menambah harga pokok input. Untuk pengadaan bahan baku utama
yaitu jambu merah, pengurangan biaya dapat dilakukan pada biaya telepon. Biaya
telepon dapat dihilangkan dengan cara tidak melakukan pemesanan pada setiap
bulan tetapi dilakukan di awal kontrak kerjasama. Begitu juga dengan pengadaan
bahan kemasan yang pemesanannya dilakukan melalui telepon, biaya telepon bisa
dihilangkan dengan melakukan pemesanan di awal kontrak. Pada awal kontrak
kerjasama dengan pemasok Lipisari membuat kesepakatan mengenai sistem
pemasokan yaitu jumlah pasokan barang untuk periode satu bulan atau satu tahun,
menetapkan mutu dan standar barang, dan menetapkan harga sehingga
mengurangi fluktuasi harga pembelian bahan baku.
Analisis procurement supply chain cost dilakukan pada pembelian bahan
baku yaitu bahan baku utama jambu merah, bahan baku penolong gula, bahan
kimia, dan bahan kemasan. Hasil analisis menunjukkan nilai pembelian aktual
bahan baku jambu merah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pembelian
62
dengan implementasi pengelolaan rantai pasok. Hasil analisis dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode
Bulan Januari hingga Juni 2010
Bulan
Jumlah (kg)
Harga (Rp)
Total (Rp)
Selisih
Biaya (Rp)
Aktual SCM Aktual SCM
Aktual
SCM
Januari Februari
907 1000 3.500 3.000 3.174.500 3.000.000
174.500
Maret
878 1000 3.500 3.000 3.073.000 3.000.000
73.000
April
Mei
819 1000 3.500 3.000 3.685.500 3.000.000
685.500
Juni
751 1000 3.500 3.000 2.628.500 3.000.000
(371.500)
Total
12.561.500 12.000.000
561.500
Sumber : Lipisari 2010 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis diperoleh selisih nilai pembelian bahan baku
utama jambu merah sebesar Rp 561.500 antara pembelian tanpa dan dengan
implementasi pengelolaan rantai pasok. Nilai selisih ini menunjukkan Lipisari
mampu menghemat biaya pengadaan bahan baku utama jambu merah sebesar
Rp 561.500. Penghematan dilakukan pada biaya komunikasi, tanpa implementasi
SCM timbul biaya komunikasi sebesar Rp 500 per kg jambu. Namun, dengan
adanya perjanjian secara konraktual akan timbul biaya kerjasama pada saat
pembuatan kontrak dan biaya pinalty terkait dengan pelanggaran perjanjian
kontrak. Biaya kerjasama yang timbul hanya terjadi sekali di awal kontrak,
sehingga pada perhitungan pengadaan bahan baku jambu biji tidak dimasukkan.
Begitu juga dengan biaya pinalty yang hanya akan berlaku jika salah satu pihak
dari anggota rantai melanggar kesepakatan yang dibuat. Pada kondisi ini biaya
pinalty sebesar Rp 5.000.000, biaya ini ditentukan berdasarkan harga jambu biji
per kg dan jumlah pesanan jambu per bulan.
Pengadaan bahan penolong menimbulkan biaya yang cukup besar pada
biaya transportasi, untuk sekali pengadaan bahan kimia biaya transportasi yang
dibutuhkan sebesar Rp 350.000. Biaya ini bisa dihilangkan dengan melakukan
kerjasama dengan pemasok dimana Lipisari melakukan kesepakatan terkait
jumlah pasokan bahan kimia untuk periode per tiga bulan sekali dan harga produk.
Pemesanan dilakukan per tiga bulan sekali didasarkan pada kebutuhan bahan
penolong untuk produksi Lipisari selama tiga bulan. Dengan adanya perjanjian
63
jumlah, harga, dan mutu bahan baku serta waktu pasokan pada awal kontrak,
perusahaan dapat mengurangi biaya interaksi dengan pemasok sehingga
komponen biaya-biaya pemesanan dapat dihilangkan. Analisis harga pembelian
bahan kimia dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April
2010
Produk
Jumlah
CMC
Natrium
Benzoat
Asam
Sitrat
Jambu Oil
10 kg
5 kg
Harga
(Rp)
75.000
25.000
15 kg
16.000
10 liter
425.000
Aktual
Biaya
SCM
Jumlah
Transportasi
Upah Supir
Harga
(Rp)
350.000
100.000
10 kg
5 kg
Harga
(Rp)
75.000
25.000
Makan
30.000
15 kg
16.000
10 liter
425.000
Selisih Biaya (Rp)
Biaya
Pengiriman
BandungSubang
Harga
(Rp)
240.000
Total (Rp)
Aktual
SCM
2.435.000
2.195.000
240.000
Sumber : Lipisari 2010 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis harga pembelian bahan kimia diperoleh selisih
dari total harga pokok bahan kimia antara dengan menerapkan pengelolaan rantai
pasok dan tanpa pengelolaan rantai pasok sebesar Rp 240.000. Artinya perusahaan
mampu menghemat biaya pembelian bahan kimia dengan mengganti biaya
transportasi, upah supir, dan makan menjadi biaya pengiriman barang dari
Bandung ke Subang dengan asumsi harga pengiriman per kg barang sebesar Rp
6.000 sesuai dengan harga pengiriman per kg yang diberikan POS. Biasanya
untuk membeli bahan kimia Lipisari menyewa transportasi dan supir, dengan
melakukan kerjasama di awal kontrak dengan pemasok bahan kimia Lipisari tidak
perlu lagi datang langsung ke tempat pemasok. Pemesanan dilakukan di awal
kontrak dan dalam perjanjian antara Lipisari dan pemasok disepakati pula jumlah
pasokan produk, harga, dan periode pemesanan, serta biaya pengiriman barang
dari Bandung ke Subang.
Pengadaan bahan gula dilakukan setiap bulan dan dalam pengadaaannya
timbul biaya transportasi sebesar ± Rp 200 per kg untuk sekali pengiriman.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 12 terdapat selisih nilai pembelian gula
sebesar Rp 591.000 antara pembelian tanpa pendekatan pengelolaan rantai pasok
dan dengan pendekatan pengelolaan rantai pasok. Selisih ini menunujukkan
Lipisari dapat menghemat biaya pembelian dengan melakukan kontrak kerjasama
di awal. Kesepakatan antara Lipisari dengan pemasok gula di Subang mampu
mengurangi beban biaya yang harus ditanggung Lipisari. Kesepakatan antara
64
Lipisari dengan pemasok terkait dengan jumlah pasokan tetap yang harus
diberikan pemasok setiap bulannya, harga per bal gula, dan kualitas gula yang
dibutuhkan untuk produksi. Penetapan harga di awal kontrak mampu mengurangi
risiko yang dihadapi Lipisari terkait dengan harga gula yang berfluktuasi di pasar.
Dengan kesepakatan yang terjadi, pemasok pun diuntungkan karena memiliki
jaminan pasar dan harga kesepakatan pada Tabel 12 diasumsikan harga per kg
gula sebesar Rp 9.000 dan di dalamnya sudah termasuk biaya transportasi.
Tabel 12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari hingga
Juni 2010
Bulan
Jumlah (bal)
Aktual SCM
Januari
4
8
Februari
12
8
Maret
5
8
April
9
8
Mei
9
8
Juni
10
8
Total
Harga (Rp)
Aktual SCM
512.500
492.500
472.500
426.500
415.000
429.500
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
450.000
Total (Rp)
Aktual
SCM
2.050.000
5.910.000
2.362.500
3.838.500
3.735.000
4.295.000
22.191.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
21.600.000
Selisih Biaya
(Rp)
(1.550.000)
2.310.000
(1.237.500)
238.500
135.000
695.000
591.000
Sumber : Lipisari 2010
Bahan kemasan seperti cup, top seal, dan kardus juga menetukan struktur
biaya dalam penetapan harga produk. Pengadaaan bahan kemasan dilakukan
setiap tiga bulan sekali dalam satu tahun. Dalam pembelian bahan kemasan
perusahaan memesan kepada PT Indocup, Bandung, sehingga tidak muncul biaya
pembelian seperti biaya transportasi, biaya komunikasi, ataupun biaya bongkar
muat. Untuk biaya komunikasi tidak dihitung dalam biaya pembelian, dikarenakan
biaya ini masuk ke dalam anggaran rutin LIPI yaitu sebesar Rp 31.600 per bulan.
Biaya ini tidak dapat dihilangkan karena merupakan anggaran rutin per bulan.
Pengiriman barang dilakukan oleh PT Indocup dan biaya pengiriman sudah
dimasukkan ke dalam harga barang.
Berdasarkan hasil analisis pengendalian harga diperoleh total biaya
pembelian bahan baku yang bisa dihemat dengan adanya pengelolaan pada rantai
pasok terutama pada pengadaan bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode
bulan Januari hingga Juni 2010. Artinya dengan adanya pengelolaan rantai pasok
perusahaan dapat menghemat biaya produksi sehingga perusahaan dapat
mengendalikan harga jual produk dengan memperoleh keuntungan yang lebih
65
besar. Penghematan biaya pengadaan bahan baku bisa dilakukan oleh Lipisari
melalui pengelolaan rantai pasok yaitu dengan mengelola persediaan, mengelola
permintaan dan melakukan perencanaan produksi.
6.7
Pengelolaan Permintaan
Pengelolaan permintaan diperlukan dalam pengelolaan rantai pasok,
dikarenakan kegiatan produksi, pengiriman, perancangan produk, dan pembelian
material mengikuti permintaan yang datang dari pelanggan (Pujawan 2005).
Pengelolaan permintaan adalah upaya untuk membuat permintaan lebih mudah
dipenuhi oleh rantai pasok. Pada suatu rantai pasok ketidakpastian merupakan
tantangan yang menjadi sumber kesulitan, ketidakpastian tersebut bersumber pada
permintaan, pemasok, dan internal (kerusakan mesin). Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan untuk mengatasi ketidakpastian ini.
Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari setiap bulannya cenderung
berfluktuasi. Fluktuasi ini disebabkan oleh ketidakpastian permintaan di pihak
distributor, ritel, koperasi, dan konsumen akhir. Data permintaan minuman sari
buah jambu untuk periode tahun 2010 pada bulan Januari mencapai 829 dus, pada
bulan februari permintaan menurun hingga 429 dus, dan pada bulan Juni
permintaan meningkat mencapai 749 dus. Ketidakpastian permintaan yang terjadi
di Lipisari akan sangat mempengaruhi kegiatan produksi dan pengadaan bahan
baku, dan ini akan mempengaruhi pengelolaan rantai pasok. Ketidakpastian
permintaan dapat diatasi dengan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan
pihak-pihak terkait dengan pendistribusian minuman sari buah. Kerjasama dan
koordinasi dapat terjadi melalui perencanaan yang kolaboratif antar pihak terkait.
Peramalan permintaan akan produk minuman sari buah jambu Lipisari
diperlukan untuk membantu dalam melakukan perencanaan tersebut. Permintaan
minuman sari buah jambu Lipisari dari tahun 2002 sampai bulan September 2010
dapat dilihat pada Gambar 6 dan pada Lampiran 4. Permintaan sari buah jambu
minuman sari buah mengalami fluktuasi dan dari hasil plot data diketahui data
penjualan minuman sari buah jambu Lipisari memiliki pola trend. Berdasarkan
plot ACF nilai koefisien autokorelasi (Lampiran 5) dari time lag 1 sampai time lag
17 masih berbeda nyata dari nol yang berarti data tidak stasioner. Pola trend
66
terlihat dari koefisien autokorelasi yang berbeda nyata dari nol untuk beberapa
time lag pertama dan secara bertahap turun mendekati nol. Kemudian beberapa
time lag sesudahnya, koefisien autokorelasi tidak berbeda nyata dari nol.
Sedangkan, pola musiman tidak terlihat jelas pada data penjualan tetapi harus
tetap diperhatikan.
P e n ju a l a n ( C u p / b u la n )
60000
Penjualan (Cup/bulan)
50000
40000
30000
20000
10000
0
1
10
20
30
40
50
60
p e r io d e
70
80
90
100
Sumber : Lipisari 2010
Gambar 7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002
sampai September 2010
Pola trend pada produk minuman sari buah jambu Lipisari cenderung
meningkat beberapa tahun terakhir. Permintaan yang meningkat disebabkan
adanya wabah penyakit demam berdarah, kesadaran masyarakat akan kebutuhan
terhadap buah dan produk olahan buah yang semakin meningkat, gaya hidup
sehat, dan adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai
minuman sari buah dalam kemasan praktis khususnya kemasan kecil dan
mempunyai masa kadaluarsa lebih lama dari pada buah segar yang panjang.
Pola musiman pada produk minuman sari buah tidak terlihat dalam plot
autokorelasi. Namun, pola musiman tetap harus diperhatikan karena pada kondisi
tertentu penjualan produk akan mengalami peningkatan yang tajam seperti pada
saat bulan puasa, hari raya idul fitri, dan hari natal. Pada ketiga kondisi ini
permintaan akan produk dapat mencapai 50 persen lebih banyak dari biasanya.
6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan
Proses peramalan permintaan dibutuhkan dalam mengelola kebutuhan
produk minuman sari buah jambu di Lipisari. Peramalan permintaan ini berguna
bagi Lipisari sebagai dasar rencana persediaan produk minuman sari buah jambu.
67
Hasil peramalan permintaan memperkirakan permintaan pada periode yang akan
datang, walaupun tidak menjamin tepat seratus persen.
Peramalan yang dilakukan pasti memiliki kesalahan dalam proses
meramalkan yang tidak mungkin dapat dihindari. Namun, kesalahan dalam
peramalan dapat dikurangi dengan melihat besarnya kesalahan peramalan atau
standard error estimate (SEE). Peramalan yang terbaik adalah peramalan dengan
kesalahan hasil ramalan yang terkecil. Berdasarkan hasil analisa peramalan
dengan metode trend dan dekomposisi, dipilih metode peramalan dengan metode
dekomposisi multiplikatif. Metode ini dipillih karena memiliki nilai SEE paling
kecil dibanding metode lainnya yaitu 7945,04. Hasil perhitungan SEE dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan
No
1
2
4
5
Metode Peramalan
Trend Linier
Trend Kuadratik
Dekomposisi Multiplikatif
Dekomposisi Aditif
SEE
8180,64
8108,73
7945,04
8020,68
Model peramalan yang diperoleh dari metode trend kuadratik adalah Yt =
8293,81 + 162,405*t. Berdasarkan hasil peramalan dengan metode trend
kuadratik diperoleh peramalan permintaan minuman sari buah jambu Lipisari
untuk satu tahun ke depan mengalami peningkatan setiap periodenya. Hasil
peramalan dapat dilihat pada Tabel 14 .
Tabel 14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode
Oktober 2010 sampai Desember 2011
Bulan
Periode
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Oktober 2010
November 2010
Desember 2010
Januari 2011
Februari 2011
Maret 2011
April 2011
Mei 2011
Juni 2011
Juli 2011
Agustus 2011
September 2011
Oktober 2011
November 2011
Desember 2011
TOTAL
Penjualan (cup/bulan)
32.592
19.982
23.682
22.389
22.295
22.139
25.113
28.541
27.906
33.388
32.728
26.420
35.082
21.498
25.468
322.967
68
Berdasarkan hasil peramalan permintaan diketahui rata-rata permintaan
distributor dan konsumen (ritel, koperasi, dan konsumen akhir) minuman sari
buah jambu untuk bulan oktober, november, dan desember tahun 2010 masingmasing sebesar 32.592 cup, 19.982 cup, dan 23.682 cup. Permintaan minuman
sari buah jambu Lipisari untuk periode 2011 berdasarkan hasil peramalan akan
mengalami fluktuasi setiap bulannya dengan rata-rata penjualan per bulan
mencapai 26.900 cup atau 1.345 dus (1 dus berisi 20 cup). Total nilai peramalan
penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari untuk periode tahun 2011
mencapai 322.967 cup atau 16.140 dus. Nilai peramalan yang diperoleh dari
model dekomposisi multiplikatif berfluktuasi dikarenakan nilai aktual dari data
penjualan dari periode tahun 2002 sampai September 2010 juga sangat
berfluktuatif seperti yang terlihat pada Gambar .
Gambar 8. Grafik Peramalan Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari
Periode Tahun 2011
Permintaan retailer setiap tahunnya mencapai 38,9 persen yang terdiri dari
20,92 persen untuk permintaan PD Annisa, 8,99 persen MiMake, dan 8,99 persen
POS Subang. Permintaan minuman sari buah jambu dari koperasi mencapai 16,11
persen per tahun, permintaan dari distributor mencapai 38,70 persen, dan
permintaan dari konsumen akhir yang membeli langsung ke Lipisari mencapai
6,27 persen per tahun. Berdasarkan hasil peramalan dengan metode dekomposisi
multiplikatif diperoleh permintaan retailer akan minuman sari buah jambu
Lipisari untuk tahun 2011 mencapai 6.278 dus yang terdiri dari 3.376 dus untuk
PD Annisa, 1.451 dus untuk MiMake, dan 1.451 dus untuk POS Subang.
Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari dari koperasi mencapai 2.600 dus,
distributor 6.246 dus dan untuk konsumen yang datang langsung ke Lipisari
69
mencapai 1.012 dus. Lipisari dapat melakukan pengendalian permintaan dengan
menghitung pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh distributor dan
konsumen Lipisari.
6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum
Permintaan optimum dihitung dari data peramalan permintaan untuk periode
satu tahun ke depan. Permintaan optimum dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan
tahunan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan.
Perhitungan permintaan optimum dilihat dari situasi yang berbeda yaitu tanpa
adanya koordinasi dan dengan adanya koordinasi antar anggota dalam rantai
pasok (bagian hilir khususnya). Permintaan optimum tanpa koordinasi antar rantai
pasok dihitung hanya berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh retailer (PD
Anisa, MiMake, dan koperasi) atau distributor. Sedangkan, permintaan dengan
koordinasi antar anggota dalam rantai pasok dihitung tidak hanya dengan
mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh retailer atau distributor,
tetapi juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh Lipisari dalam
memenuhi permintaan.
Hasil perhitungan permintaan optimum tanpa koordinasi antar anggota
dalam rantai pasok merupakan ukuran pemesanan yang optimal bagi retailer
ataupun distributor saja. Sedangkan permintaan optimum dengan koordinasi antar
anggota dalam rantai pasok merupakan ukuran pemesanan yang optimal bagi
retailer dan perusahaan. Perbandingan hasil perhitungan permintaan optimal dari
dua situasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 15 dan perhitungan nilai permintaan
minuman sari buah jambu Lipisari dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari
Konsumen
PD Anisa
MiMake
POS Subang
Koperasi
Distributor
Permintaan
(dus/tahun)
3.376
1.451
1.451
2.600
6.246
Q Tanpa Koordinasi (Dus)
QDengan Koordinasi (Dus)
983
469
469
420
2.005
1.110
653
653
800
1.809
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model economic order
quantity (EOQ) didapat jumlah permintaan dengan adanya koordinasi atau dengan
70
melakukan pengelolaan rantai pasok lebih besar dibanding tanpa adanya
koordinasi. Pada model ini diasumsikan situasi yang terbentuk deterministik,
artinya permintaan maupun pasokan dianggap pasti. Nilai ini menunjukkan
jumlah optimum produk yang bisa dipesan dalam satu kali pemesanan. Dalam hal
ini, pemesanan dilakukan secara rutin setiap bulan selama periode tahun 2011.
Jumlah pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh PD Anisa untuk
setiap kali pemesanan tanpa adanya koordinasi sebesar 983 dus. Namun, setelah
dilakukan koordinasi antara perusahaan dengan PD Anisa jumlah pemesanan
optimum meningkat menjadi 1.110 dus. MiMake dan POS Subang juga
mengalami peningkatan jumlah produk optimum yang dapat dipesan setelah
melakukan koordinasi yaitu dari 469 dus menjadi 653 dus. Jumlah pemesanan
optimum yang bisa dilakukan oleh koperasi mengalami peningkatan yang besar
setelah melakukan koordinasi yaitu dari 420 dus menjadi 800 dus. Peningkatan
jumlah pemesanan optimum tidak dialami oleh distributor dengan adanya
koordinasi antara perusahaan dan distributor jumlah produk yang bisa dipesan
menurun dari 2.005 dus menjadi 1.809 dus. Penurunan jumlah pemesanan
optimum ini tidak menandakan dengan adanya koordinasi justru merugikan
distributor ataupun perusahaan. Namun, penurunan ini bisa disebabkan karena jika
distributor memesan terlalu banyak akan berdampak pada pembengkakan biaya
penyimpanan produk yang menyebabkan distributor akan mengalami kerugian.
Jumlah permintaan yang diperoleh akan sangat mempengaruhi total biaya
pemesanan yang akan dikeluarkan baik oleh retailer ataupun biaya pemesanan
yang dikeluarkan oleh perusahaan. Besarnya perbandingan total biaya pemesanan
yang dikeluarkan oleh ritel (MiMake, PD Anisa, koperasi, dan POS), distributor,
dan perusahaan antara sebelum dan sesudah koordinasi dapat dilihat pada Tabel
16 dan perhitungan total biaya pemesanan dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari
Konsumen
EOQ
PD Anisa
MiMake
POS
Koperasi
Distributor
1.110
653
653
800
1.809
TCret (Rp)
TCper (Rp)
Tanpa
Dengan
Tanpa
Dengan
SCM
SCM
SCM
SCM
5.701.926
5.744.004 6.646.671 6.520.790
2.887.207
3.738.447 4.883.777 4.345.450
2.887.207
3.738.447 4.883.777 4.345.450
2.227.285
2.705.000 8.398.200 5.944.730
10.627.800 10.684.218 8.979.356 8.857.168
TOTAL
TCsistem (Rp)
Tanpa
Dengan
SCM
SCM
12.348.597 12.264.794
7.770.984
8.083.897
7.770.984
8.083.897
10.625.485
8.649.730
19.607.156 19.541.386
Total
Penghematan
Biaya (Rp)
83.803
(312.913)
(312.913)
1.975.755
65.770
1.499.502
71
Besarnya total biaya yang ditanggung oleh masing-masing retailer,
distributor, dan perusahaan jika dilakukan koordinasi akan lebih kecil dibanding
total biaya bila tidak ada koordinasi. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat dengan
koordinasi sistem secara total akan memperoleh penghematan biaya pemesanan.
Namun dengan melakukan koordinasi, biaya yang akan ditanggung retailer akan
meningkat dan ini akan menyebabkan kerugian bagi retailer. Tetapi jika
mekanisme koordinasi ini diikuti dengan pembagian keuntungan yang adil, kedua
belah pihak yaitu retailer dan Lipisari akan mendapatkan keuntungan, karena
secara total biaya yang ditanggung kedua belah pihak menurun. Pembagian
keuntungan bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan
memberikan bonus atau diskon terhadap retailer.
6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock
Pengendalian permintaan dengan menggunakan model EOQ dibuat
berdasarkan asumsi situasi yang deterministik. Artinya, permintaan maupun
pasokan dianggap pasti. Lead time juga belum dipertimbangkan pada modelmodel tersebut (Pujawan 2005). Jika Lipisari beroperasi pada situasi dengan
ketidakpastian, maka dibutuhkan persediaan pengaman untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekurangan terhadap barang yang bersangkutan.
Persediaan pengaman atau safety stock berfungsi untuk melindungi
kesalahan dalam memprediksi permintaan selama lead time. Lead time distribusi
adalah jarak waktu antara saat melakukan pemesanan hingga produk sampai di
retailer. Lead time dari masing-masing retailer dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Konsumen
PD Anisa
MiMake
POS Subang
Koperasi Patna
Distributor
Lead Time Distribusi (Hari)
1
1
2
1
1
Perhitungan safety stock berdasarkan service level yaitu 95% yang
memberikan nilai Z sebesar 1,645 dan standar deviasi sebesar 486 dus. Besarnya
nilai safety stock dari hasil perhitungan untuk masing-masing konsumen dapat
dilihat pada Tabel 18 dan perhitungan safety stock dapat dilihat pada Lampiran 8.
72
Tabel 18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap
Konsumen
Konsumen
PD Anisa
MiMake
POS Subang
Koperasi
Distributor
Jumlah (dus)
15
6
9
16
27
Safety stock yang diperoleh menggambarkan kondisi dimana retailer dan
distributor harus memesan sebanyak nilai pemesanan optimum namun tetap
menyisakan persediaan pengaman sebesar nilai safety stock. Berdasarkan hasil
perhitungan diketahui PD Anisa dapat memesan minuman sari buah sebanyak
1.110 dus namun selama menunggu produk yang dipesan diterima PD Anisa harus
memiliki persediaan pengaman sebesar 15 dus. MiMake dapat memesan minuman
sari buah jambu Lipisari hingga 653 dus, namun selama menunggu pesanan
MiMake harus memiliki persediaan pengaman sebesar 6 dus. POS Subang harus
memiliki persediaan pengaman sebanyak 9 dus selama waktu lead time yaitu dua
hari untuk memesan produk sebanyak 653 dus. Kopersi hanya memerlukan
persediaan pengaman sebanyak 16 dus selama waktu lead time untuk setiap
pemesanan optimum sebanyak 800 dus. Distributor untuk setiap kali melakukan
pemesanan dalam jumlah yang optimum sebesar 1.809 dus harus memiliki
persediaan pengaman sebanyak 27 dus.
6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP)
Waktu pemesanan kembali sering diwujudkan dalam bentuk nilai reorder
point (ROP). ROP adalah banyaknya barang tersisa dimana retailer harus
melakukan pemesanan kembali. ROP sangat dibutuhkan untuk mengatasi
permasalahan ketidakpastian dalam memenuhi permintaan konsumen akhir.
Perhitungan ROP dapat dilihat pada Lampiran 8 dan hasil perhitungan ROP dapat
dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap
Konsumen
Konsumen
PD Anisa
MiMake
POS Subang
Koperasi Patna
Distributor
ROP (dus)
50
26
49
41
84
73
Berdasarkan hasil perhitungan nilai ROP diketahui pada saat persediaan
produk di PD Anisa telah mencapai 50 dus, PD Anisa harus melakukan
pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak nilai EOQ nya yaitu 1.110 dus. Pada
saat persediaan minuman sari buah jambu Lipisari di MiMake telah mencapai 26
dus, maka MiMake harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak
653 dus. Dengan lead time dua hari, POS Subang harus melakukan pemesanan
kembali ketika persediaan minuman sari buah jambu Lipisari telah mencapai 49
dus, dan jumlah produk yang dipesan sebanyak nilai EOQ yaitu 653 dus. Koperasi
Patna harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari ketika persediaan
minuman sari buah jambu Lipisari telah mencapai 41 dus. Jumlah minuman sari
buah jambu yang dipesan oleh koperasi Patna sebanyak nilai EOQ nya yaitu 800
dus. Pada saat persediaan minuman sari buah jambu Lipisari di distributor telah
mencapai 84 dus, Distributor harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari
sebanyak 1.809 dus.
Hasil analisa nilai jumlah pemesan optimum, persediaan produk pengaman,
dan jumlah pemesanan kembali dapat dijadikan dasar untuk melakukan
perencanaan produksi. Jumlah produk yang diminta merupakan inforrmasi yang
dibutuhkan oleh Lipisari untuk melakukan proses produksi terkait dengan
perencanaan waktu produksi dan Lipisari dapat menetukan jumlah bahan baku
utama yaitu jambu biji merah, bahan penolong yaitu bahan kimia dan gula, serta
bahan kemasan. Selain itu, jumlah pemesanan optimum, safety stock, dan reorder
point merupakan variabel-variabel yang hanya dapat membantu dalam mengatasi
permasalahan
ketidakpastian
permintaan,
tetapi
tidak
menyelesaikan
permasalahan dalam rantai pasok secara menyeluruh.
6.8
Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar
Pengelolaan rantai pasok bila diterapkan di Lipisari mampu memberikan
penghematan pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500. Selain itu, Lipisari dan
anggota rantai pasok lainnya dapat melakukan penghematan biaya pemesanan
mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Keuntungan yang diperoleh dengan
pengelolaan rantai pasok di agroindustri sari buah jambu biji Lipisari memang
tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena proses produksi minuman sari buah
74
Lipisari belum dilakukan secara optimum. Meskipun kapasitas produksi dari alat
telah dimanfaatkan hingga 90 persen, tetapi proses produksi terkadang dilakukan
seadanya. Hal ini disebabkan karena status dari Lipisari merupakan unit usaha
yang berada di bawah instansi pemerintah, sehingga orientasi dari unit usaha tidak
difokuskan pada memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi produksi
dilakukan hanya untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Hasil yang
diperoleh akan berbeda jika kapasitas produksi Lipisari sepuluh kali lipat lebih
besar dari yang sekarang4 dan orientasi produksi lebih ditekankan pada profit
oriented. Selain itu, pada kondisi nyata Lipisari baru mampu menjual produknya
sebanyak 16.000 dus per tahun, sedangkan pada kondisi ideal peluang pasar sari
buah jambu Lipisari masih sangat luas dengan pertimbangan jumlah potensi
konsumsi sari buah jambu biji di Kabupaten Subang dan konsumsi sari buah
jambu biji di daerah atau kota lainnya.
Jumlah penduduk kota Subang saat ini mencapai 115.316 jiwa (BPS 2009
dalam Nuranggara (2009), konsumsi minuman sari buah menurut ASRINI dalam
Nuranggara (2009) mencapai 33 liter per kapita per tahun. Artinya peluang pasar
minuman sari buah mencapai 3.805.428 liter atau sekitar 15.221712 cup isi 250
mL atau sekitar 761.085 dus isi 20 cup. Berdasarkan hasil perhitungan pada
Lampiran 9 diperoleh keuntungan Lipisari untuk setiap kali produksi dengan
adanya pengelolaan rantai pasok mencapai Rp 27.044.400 dengan kapasitas
produksi 2.000 dus per 8 jam. Jika dibandingkan dengan kondisi nyata
keuntungan yang diperoleh untuk setiap kali produksi dengan kapasitas produksi
hanya 80 dus per 6 jam sebesar Rp 436.740, nilai tersebut sangat jauh berbeda
terdapat selisih sekitar 62 kali lipat. Perbandingan biaya dan keuntungan produksi
Lipisari dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji
Lipisari untuk Satu Kali Produksi
Biaya
Pendapatan
Keuntungan
Skala Produksi1 (Rp)
1.883.260
2.320.000
436.700
Skala Produksi2 (Rp)
30.955.600
58.000.000
27.044.400
4
Kapasitas produksi Lipisari saat ini 800 liter per 6 jam atau menghasilkan 3.200 cup per 6
jam. Kapasitas produksi 10 kali lipat menjadi 10.000 liter per 8 jam atau menghasilkan 40.000 cup
per 8 jam.
75
Keterangan:
Skala Produksi1 : Kapasitas produksi 800 liter per 6 jam
Skala Produksi2 : Kapasitas produksi 10.000 liter per 8 jam
Peningkatan kapasitas produksi juga akan meningkatkan kebutuhan bahan
baku utama, penolong, dan kemasan. Pada kondisi nyata kebutuhan jambu biji
merah hanya mencapai 1.000 kg per bulan, dan Lipisari hanya mampu menyerap
sekitar 10 persen dari total jambu yang dihasilkan Kelompok Tani BJM. Namun,
dengan peningkatan kapasitas kebutuhan jambu biji merah di Lipisari mencapai
80.000 kg per bulan. Jaminan pasar yang diberikan Lipisari kepada pemasok akan
menjadi lebih besar, begitu pula dengan jaminan pasar bagi pemasok bahan kimia
akan mengalami peningkatan per bulannya menjadi 48 kg untuk Na-Benzoat, 160
kg untuk asam sitrat, CMC 80 kg, dan essense jambu oil 80 liter.
Pemasok gula juga mendapatkan jaminan pasar yang lebih besar, kebutuhan
gula per bulan di Lipisari juga mengalami peningkatan menjadi 19.100 kg.
Kebutuhan bahan kemasan juga mengalami peningkatan dan jaminan pasar
pemasok bahan kemasan bertambah luas, kebutuhan akan top seal, sedotan, dan
cup menjadi 800.000 pcs per bulan, kebutuhan kardus menjadi 40.000 dus per
bulan, dan kebutuhan lakban menjadi 720 roll per bulan. Peningkatan kebutuhan
bahan baku dan bahan kemasan di Lipisari memberikan jaminan pasar yang lebih
besar kepada para pemasok, dan dengan jumlah pemesanan yang lebih besar para
pemasok akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar pula. Peningkatan
kebutuhan bahan baku di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari
per Bulan
Jambu biji merah
Na-Benzoat
Asam Sitrat
CMC
Essense Jambu Oil
Gula
Top Seal
Cup
Sedotan
Kardus
Lakban
Skala Produksi1
3.600 kg
2,1 kg
7,2 kg
3,6 kg
3,6 liter
860 kg
36.000 pcs
36.000 pcs
36.000 pcs
1.800 dus
40 roll
Skala Produksi2
80.000 kg
48 kg
160 kg
80 kg
80 liter
19.100 kg
800.000 pcs
800.000 pcs
800.000 pcs
40.000 dus
720 roll
76
Peningkatan kapasitas produksi akan memberikan keuntungan tidak hanya
untuk Lipisari tetapi juga memberikan keuntungan bagi pemasok. Namun,
keuntungan tersebut hanya akan tercapai jika aliran barang, uang, dan informasi
dikelola dengan konsep pengelolaan rantai pasok. Lipisari hanya dapat mencapai
optimlisasi produksi jika optimalisasi rantai pasok juga tercapai. Karena,
kesuksesan Lipisari ditentukan oleh kesuksesan pengembangan di hilir dan juga di
hulu, dimana kesemua sub sektor hilir-on-farm (produksi)-hulu dan dibantu
dengan jasa penunjang saling membutuhkan dan saling menentukan satu dengan
lainnya
6.9
Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari
Keberhasilan suatu rantai pasok tergantung dari sejauh mana pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya mampu menerapkan kunci sukses (key success factor)
yang mendasari setiap aktivitas di dalam perdagangan (Setiawan 2009). Key
succes factor merupakan praktek-praktek penting yang jika dijalankan dengan
baik dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Untuk
mencapai jumlah permintaan optimum, penghematan biaya pengadaan bahan baku
dan biaya dalam memenuhi pesanan diperlukan usaha atau praktek yang
mendukung keberhasilan tersebut. Key succes factor tersebut terdiri dari:
a.
Pengembangan Kemitraan
Optimalisasi rantai pasok memerlukan aliran informasi yang lancar,
transparan, dan akurat, serta memerlukan kepercayaan antar anggota rantai pasok
dalam pengadaan barang. Semakin meningkatnya permintaan minuman sari buah
jambu Lipisari dan semakin luasnya potensi pasar ke depan, maka perlu dijalin
hubungan kemitraan antar semua anggota dalam rantai pasok. Hubungan
kemitraan dilakukan mulai dari pemasok jambu biji, pemasok bahan penolong
terutama gula, perusahaan yang memasok bahan kemasan, serta hubungan jangka
panjang dengan distributor dan retailer seperti PD Anisa, MiMake, dan POS
Subang.
77
b.
Kesepakatan Kontraktual
Pengembangan kemitraan dapat dilakukan melalui kesepakatan kontraktual
antara Lipisari dengan pemasok bahan baku, bahan penolong, bahan pengemas,
dan dengan distributor, serta retailer. Kesepakatan kontraktual antara Lipisari
dengan pemasok jambu terkait dengan harga jambu per kg, kualitas jambu yang
diinginkan oleh Lipisari, dan waktu pengiriman jambu. Kesepakatan kontraktual
antara Lipisari dengan pemasok bahan pengemas dan penolong terkait dengan
jumlah barang yang dipesan, frekuensi pemesanan, harga produk sesuai dengan
kesepakatan, dan kualitas produk yang dipesan. Kesepakatan kontraktual antara
Lipisari dengan distributor dan retailer terkait dengan jumlah produk Lipisari
yang dipesan, kesepakatan penanggungan biaya pemesanan, harga untuk setiap
dus Lipisari, dan lead time pengiriman produk. Kesepakatan kontraktual juga
berisikan cara pembayaran yang akan dilakukan kedua belah pihak.
c.
Koordinasi dan Kerjasama
Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting untuk
mewujudkan kelancaran rantai pasok. koordinasi hanya terbatas pada tiga hal
yaitu kuantitas, kualitas, dan harga tetapi belum berkoordinasi dalam bentuk
perencanaan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya
transparansi informasi pasar mulai dari ritel, distributor, Lipisari, hingga ke
pemasok. Untuk itu, agar koordinasi di antara rantai pasok dapat berjalan dengan
baik dan lancar maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama di antara anggota
rantai pasok tersebut.
d.
Trust Building
Pembangunan kepercayaan di antara anggota rantai pasok merupakan kunci
utama dalam mengoptimalkan dan mensukseskan pengelolaan rantai pasok. selain
itu, pembangungan kepercayaan dapat mendukung kelancaran aktivitas rantai
pasok, seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan
distribusi informasi pasar. Untuk membangun kepercayaan di antara pihak-pihak
yang bekerjasama, dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan baik tertulis
maupun tidak tertulis. Apabila kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaikbaiknya, maka kepercayaan tersebut dapat meningkat sehingga setiap anggota
78
rantai pasok dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Namun,
kerjasama melaui kesepakatan tertulis ataupun tidak tertulis seringkali dilanggar
oleh anggota rantai. Oleh karena itu, sebelum melakukan kerjasama secara
kontraktual antar anggota rantai, konsep win-win negotiation dan partnering perlu
dikembangkan di antara anggota rantai pasok dan di dalam perusahaan itu sendiri
untuk menciptakan kepercayaan yang sangat diperlukan dalam mengoptimalkan
pengelolaan rantai pasok.
Partnering menjadi solusi dalam mengatasi ketidakpercayaan antar anggota
rantai. Beberapa prinsip partnering yang perlu dipegang teguh dan dikembangkan
terus-menerus yaitu:
a.
Meyakini memiliki tujuan yang sama (common goal) yaitu survive and
growth.
b.
Saling menguntungkan (mutual benefit) melalui win-win negotiation.
c.
Saling percaya (mutual trust) dengan tidak beranggapan pihak lain adalah
“lawan” atau bahkan “musuh”.
d.
Bersikap terbuka (transparant) antar anggota rantai.
e.
Menjalin hubungan jangka panjang (long term relationship) dan,
f.
Melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang secara terus menerus.
Pengelolaan rantai pasok melalui pengembangan kemitraan, kesepakatan
kontraktual, koordinasi dan kerjasama, dan trust building melalui partnering
menjadi kunci sukses dalam mencapai keefisienan dan keefektifan rantai pasok.
Sehingga, setiap anggota dalam rantai pasok mampu berproduksi secara optimum,
transparan, saling percaya dengan pembagian keuntungan yang adil bagi setiap
anggota rantai tanpa adanya pihak yang dirugikan ataupun diuntungkan
(tercapainya win-win solution).
79
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok (pengumpul) jambu biji
merah, Lipisari, distributor, dan konsumen (ritel dan koperasi). Anggota sekunder
rantai pasok yaitu pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia dan
bahan kemasan. Pola aliran rantai pasok yang terbentuk di awali dengan pemasok
mendistribusikan jambu biji merah yang diperoleh dari Kelompok Tani BJM ke
Lipisari, setelah itu Lipisari mengelola jambu biji merah menjadi minuman sari
buah jambu dan didistribusikan ke ritel (PD Anisa, MiMake, dan POS Subang),
koperasi Patna, dan distributor. Distributor mendistribusikan produk Lipisari ke
ritel dan ke RSUD Subang yang akhirnya akan dibeli langsung oleh konsumen.
Aliran yang terjadi dalam rantai pasok yaitu aliran uang, aliran barang, dan aliran
informasi.
Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota rantai
pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan,
penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah melakukan
aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan
sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian, dan pengangkutan.
Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan aktivitas penjualan oleh
sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan penyimpanan. Hubungan yang
terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok adalah saling ketergantungan.
Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi
pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok
dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan.
Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan
penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat
biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari
hingga Juni 2010. Melalui pengelolaan rantai pasok, anggota rantai pasok yaitu
pemasok, Lipisari, retailer, dan distributor dapat melakukan penghematan biaya
pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Selain itu, dengan
80
pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan yang dapat dipesan oleh
retailer dan distributor mengalami peningkatan dibanding tanpa adanya
koordinasi.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya
pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi,
ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan
iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan
jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan
oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin.
7.2
Saran
1.
Penelitian mengenai kinerja pengelolaan rantai pasok perlu dilakukan
setelah Lipisari menerapkan konsep pengelolaan rantai pasok. Kinerja rantai
pasok perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari manajemen
setelah penerapan pengelolaan rantai pasok.
2.
Agroindustri yang masih berskala kecil seperti Lipisari sebaiknya
menerapkan pengelolaan rantai pasok dalam kegiatan bisnisnya. Penerapan
pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan dengan melakukan kemitraan,
kesepakatan kontraktual, dan pembangunan trust building dengan mitra
nya.
81
DAFTAR PUSTAKA
Aini. 2005. Analisis Sistem Pasokan Sayuran ke Ritel Modern [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ardiansyah. 2005. Manajemen Rantai Pasokan Penyediaan Barang (Supply Chain
Management) Bagian Hulu Produk Susu Pasteurisasi [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arisandi HS. 2006. Analisis Sistem Pasokan Buah-Buahan ke Ritel Modern
dengan Supply Chain Management (Kasus PT. Moenaputra Nusantara,
Pondok Melati, Bekasi) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Barghouti et.al. 2004. Agricultural Diversification for the Rural Poor-Guidelines
for Practitioners, ARD Discussions Paper No.1, World Bank, Washington,
DC.
Chopra SP dan Meindl. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and
Operation. Prentice Hall, Inc. Upper Sadle River, New Jersey.
Fateta. 1991. Studi Pengembangan Agroindustri Hasil Olahan Hortikultura.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fathiyah. 2005. Analisis Pengetahuan Gizi dan Produk Minuman Sari Buah
Kemasan Dihubungkan dengan Merek yang Dikonsumsi Mahasiswa IPB
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.
Hanke JE, Wichern DW, dan Reitsch AG. 2003. Peramalan Bisnis Ed. Ke-7.
Anantanur D, penerjemah. Jakarta: PT Intan Sejati Klaten. Terjemahan dari:
Business Forecasting Seventh Edition.
Indrajit RE dan R Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain: Cara
Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Bogor: Grasindo.
King R & Venturini L. 2005. Demand for Quality Drives Changes in Food Supply
Chains, New Directions in Global Food Markets, A1b-794, Economic
Research Service USDA.
Kumar P. 2006. Contract Farming Trough Agribusiness Firms and State
Corporation: A Case Study in Punjab. Economic and Political Weekly, Vol
52 No. 30 hlm A5367-5375.
Lipsey et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Satu. Wasana
J dan Kirbrandoko, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Economics 10th ed.
Mentzer John T, William DW, James SK, Soonhong M, Nancy WN, Corlo DS,
dan Zach GZ. 2001. Defining Supply Chain Management. Journal of
Business Logistics, Vol. 22 No. 2.
Miranda dan W.T. Amin. 2006. Manajemen Logistik dan Supply Chain
Management. Jakarta: Havarindo.
82
Mc. Cullough et.al. 2008. Small Farms and the Transformation of Food System:
An Overview. Di dalam: Mc Cullough EB, Pingali PL, Stamoulis KG,
editor. The Transformation of Agri-Food System. London: Earthscan. hlm
1-46.
Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta:
STIE YKPN.
Noviyanti M. 2005. Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT.
Sang Hyang Seri (PERSERO) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Nuranggara. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usaha di PT Lipisari Patna
[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Parimin. 2007. Jambu Biji : Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Pingali P & Khwaja Y. 2004. Globalization of Indian Diets and The
Transformaton of Food Supply Systems. Indian Journal of Agricultural
Marketing, vol 18 No. 1 hlm 26-49.
Prabawati EK. 2005. Potensi Sari Buah Jambu untuk Peningkatan Jumlah
Trombosit Darah [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management Ed ke-1. Surabaya: Guna Widya.
Risyana W. 2008. Kinerja Supply Chain Management Komoditi Ayam Nenek
(Grand Parent Stock Broiler) di PT. Galur Prima Cobbindo Sukabumi
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Simchi-Levi, D.P Kaminsky dan E. Simchi-Levi. 2003. Designing and Managing
The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York:
McGraw-Hill.
Setiawan A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran
Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Singh S. 2005. Marketing Channels and their Implications for Smallholder
Farmers in India. Di dalam: Mc Cullough EB, Pingali PL, Stamoulis KG,
editor. The Transformation of Agri-Food System. London: Earthscan. hlm
279-310.
Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam Prespektif Sosial Ekonomi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Van der Vorst. 2001.Enviromental Supply Chain Management: Using Life Cycle
Assessment to Structure Supply Chains. Agribusiness Risk 1-13.
Van der Vorst. 2006. Performance Measurement in Agri-Food Supply-Chain
Networks: An Overview. Di dalam: Ondersteijn CJM, Wijnands RBM,
Huirne & Kooten Q, editor. Quantifying the Agri-Food Supply Chain.
Belanda: Springer. hlm 13-24.
83
Wisastri. 2006. Peramalan Permintaan Sayuran pada PD Pacet Segar, Cianjur.
Bogor: Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.
84
LAMPIRAN
85
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
Identitas Responden
Nama :
Jabatan:
Pengadaan Bahan Baku Jambu Biji, Bahan Penolong, dan Kemasan
A.
Bahan Baku Jambu Biji
1.
Berapakah rata-rata jumlah bahan baku jambu biji yang disupply pedagang
pengumpul di Majalengka dan Subang per bulan?
Bulan
Asal Pemasok
Jumlah Pembelian
Harga/ kg
(kg)
Agustus 2010
September 2010
2.
Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan
hingga jambu biji sampai ke gudang perusahaan?
3.
Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan baku jambu biji dari
pedagang pengumpul jambu biji di Majalengka dan di Subang?
4.
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
5.
Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?
6.
Bagaimanakah sistem pengangkutan jambu biji dari pemasok jambu biji
(petani) sampai ke perusahaan?
7.
Berapakah penyusutan bahan baku jambu biji dari petani sampai ke
perusahaan?
B.
Bahan Penolong
1.
Berapakah rata-rata jumlah pembelian bahan penolong per bulan (Dibuat
berdasarkan jenis bahan penolong)?
Bulan
Jenis Bahan
Penolong
Asal Pemasok
Jumlah
Harga
Pembelian
Agustus 2010
86
September 2010
2.
Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan
hingga bahan penolong sampai di perusahaan?
3.
Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan penolong dari pemasok
hingga ke perusahaan?
4.
Apa saja unsur-unsur biaya pemesanan bahan penolong (biaya telepon, biaya
transportasi, dan sebgainya) dan berapa besar biaya pemesanan?
5.
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
6.
Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?
7.
Bagaimanakah
sistem
pengangkutannya
dari
pemasok
sampai
ke
perusahaan?
8.
Berapakah penyusutan bahan penolong dari pemasok sampai ke perusahaan?
C.
Bahan Kemasan
1.
Berapakah rata-rata jumlah pembelian bahan kemasan per bulan (Dibuat
berdasarkan jenis bahan kemasan)?
Bulan
Jenis Bahan
Asal Pemasok
Kemasan
Jumlah
Harga
Pembelian
Agustus 2010
September 2010
2.
Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan
hingga sampai di perusahaan?
3.
Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan kemasan dari pemasok
hingga ke perusahaan?
4.
Apa saja unsur-unsur biaya pemesanan (biaya telepon, biaya transportasi,
dan sebgainya) dan berapa besar biaya pemesanan?
87
5.
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
6.
Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?
7.
Bagaimanakah
sistem
pengangkutannya
dari
pemasok
sampai
ke
perusahaan?
8.
Berapakah penyusutan bahan penolong dari pemasok sampai ke perusahaan?
Persediaan Bahan Baku Jambu Biji, Bahan Penolong, dan Kemasan
A.
Bahan Baku Jambu Biji
1.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan baku jambu biji per bulan?
Bulan
Jenis Bahan
Jumlah
Jumlah
Sisa Persediaan
Baku
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
(kg)
Agustus 2010
September 2010
2.
Apakah jumlah jambu biji yang disediakan pemasok memenuhi kebutuhan
jambu biji untuk sekali produksi minuaman sari buah jambu? Jika tidak
mencukupi, untuk memenuhi kekurangan dari mana memperolehnya?
3.
Bagaimana prosedur penerimaan bahan baku jambu biji?
4.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan jambu biji?
5.
Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan baku jambu
biji?
6.
Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan baku jambu biji ke bagian
produksi?
7.
Bagaimana mekanisme penyaluran bahan baku jambu biji kepada bagian
produksi?
8.
Bagaimana metode penilaian persediaan jambu biji?
a. FIFO
b. LIFO
c. Rata-Rata
88
B.
Bahan Penolong
1.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan penolong per bulan?
Bulan
Jenis Bahan
Jumlah
Jumlah
Sisa Persediaan
Penolong
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
(kg)
Agustus 2010
September 2010
2.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan-bahan penolong per bulan?
3.
Bagaimana prosedur penerimaan bahan-bahan penolong?
4.
Berapa lama daya tahan penyimpanan bahan-bahan penolong?
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan?
6.
Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan penolong?
7.
Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan penolong ke bagian produksi?
8.
Bagaimana mekanisme penyaluran bahan penolong kepada bagian produksi?
9.
Bagaimana metode penilaian persediaan bahan penolong?
a. FIFO
b. LIFO
c. Rata-Rata
C.
Bahan kemasan
1.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan kemasan per bulan?
Bulan
Jenis Bahan
Jumlah
Jumlah
Sisa Persediaan
Kemasan
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
(kg)
Agustus 2010
September 2010
89
2.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan kemasan per bulan?
3.
Bagaimana prosedur penerimaan bahan kemasan?
4.
Berapa lama daya tahan penyimpanan bahan kemasan?
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan?
6.
Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan kemasan?
7.
Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan kemasan ke bagian produksi?
8.
Bagaimana mekanisme penyaluran bahan kemasan ke bagian produksi?
9.
Bagaimana metode penilaian persediaan bahan penolong?
a. FIFO
b. LIFO
c. Rata-Rata
Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu
1.
Jumlah permintaan minuman sari buah di perusahaan dalam 1 tahun
terakhir?
2.
Jumlah produksi minuman sari buah di perusahaan dalam 1 tahun terakhir?
3.
Bagaimana proses penentuan kebijakan perusahaan?
4.
Bagaimana urutan proses produksi?
5.
Berapa lama waktu produksi rata-rata yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk minuman sari buah jambu biji dan berapa volume produksi per satu
kali proses produksi?
6.
Berapa lama waktu produksi optimal per hari?
7.
Berapa banyak frekuensi produksi per hari?
8.
Bagaimana penjadwalan atau pengaturan produksi dari buah jambu biji
menjadi minuman sari buah jambu biji, jelaskan?
9.
Berapa persentase rata-rata realisasi produksi per bulan dibandingkan
dengan perencanaan produksi?
10.
Bagaimana menjaga kualitas bahan baku jambu biji dari pemasok agar
sesuai standar kualitas yang ditetapkan?
11.
Bagaimana prosedur dan alur pendistribusian minuman sari buah yang sudah
jadi hingga ke gudang penyimpanan?
12.
Berapa lama daya tahan penyimpanan produk minuman?
13.
Apakah dilakukan proses sorting dan grading dari produk yang dihasilkan?
14.
Apakah proses pengemasan dan pelabelan pada produk yang dihasilkan?
90
15.
Dari segi mutu produk yang dihasilkan apakah sudah memenuhi permintaan
pasar?
16.
Peralatan dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan untuk menyimpan
produk minuman sebelum disalurkan ke pengecer?
17.
Bagaimana mekanisme penetapan harga jual produk?
18.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penetapan harga jual?
19.
Bagaimana mekanisme penyaluran produk (transportasi) minuman sari buah
dari perusahaan ke distributor dan pengecer?
20.
Berapa nilai susut yang terjadi dalam proses pengangkutan tersebut?
21.
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut?
22.
Bagaimana sistem pembayaran oleh pengecer dan distributor?
Pemasaran Produk
1.
Penjualan produksi saat ini dilakukan oleh :
[ ] Melalui koperasi
[ ] Ritel modern
[ ] Melalui distributor
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2.
3.
Biaya pemasaran yang timbul terdiri dari :
[ ] Promosi
: Rp .........
[ ] Pengangkutan
: Rp .........
[ ] Komisi
: Rp .........
[ ] Lainnya
: Rp .........
Apakah terdapat kesulitan dalam memasarkan produk tersebut :
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi...........................................
4.
Berapa besar permintaan pasar minuman sari buah per bulan?
5.
Gambarkan rantai pasokan yang ada dalam perdagangan produk minuman
sari buah. Jenis kelompok konsumen :
Pembeli
Persentase
Koperasi
Minimarket
Distributor
Lainnya,
sebutkan ....................................................
91
6.
Daerah penjualan produk minuman sari buah jambu yang dilakukan
Daerah Penjualan
Persentase
Dalam Kecamatan
Dalam Kabupaten
Dalam Provinsi
Antar Provinsi
92
Lampiran 2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji
Lipisari
Uraian
Jumlah
Harga (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya Variabel
Biaya Bahan Baku
Jambu merah
90 liter (180 kg)
3.500 /kg
630.000
Na-Benzoat
108 gr
25.000/kg
2.700
CMC
180 gr
75.000/kg
13.500
Asam Sitrat
360 gr
16.000/kg
5.760
Gula
43 kg
10.000/kg
430.000
Essense Jambu oil
180 mL
115.000/L
20.700
Top Seal
1800 pcs
30/pcs
54.000
Dus
80 dus
2.000/pcs
160.000
Sedotan
1800 pcs
25.000/kg
11.000
Lakban
2 roll
6.500/roll
13.000
Cup
1800 cup
30/pcs
387.000
Solar
30 L
4.500/L
135.000
Total Biaya Variabel
1.862.660
Biaya Tetap
Biaya tenaga kerja
2 orang pekerja
600.000/bulan
20.000
Biaya Peralatan dan gedung
20.000/ bulan
600
Total Biaya Tetap
20.600
Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap)
1.883.260
Penjualan (80 dus x Rp 29.000)
2.320.000
Keuntungan (TR-TC)
436.740
93
Lampiran 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2008
Bulan
Januari
Jambu
Merah (Rp)
Gula (Rp)
Bahan
Kimia (Rp)
Kemasan (Rp)
Bahan Bakar
(Rp)
1.042.000
338.400
4.325.000
3.836.600
245.555
31.570
Honor (Rp)
Pajak (Rp)
Telepon
(Rp)
-
3.423.000
Februari
2.299.000
2.560.000
192.000
390.000
2.595.000
2.121.400
333.131
31.570
Maret
1.342.000
2.572.000
-
-
2.595.000
1.828.500
291.425
31.570
April
422.000
2.560.000
-
14.970.800
4.325.000
1.748.500
243.425
31.570
Mei
99.500
4.917.000
1.442.000
455.500
1.730.000
1.978.500
268.425
31.570
Juni
2.270.400
578.000
-
16.011.400
4.550.000
2.719.000
268.425
31.570
Juli
1.311.500
4.786.000
-
3.210.000
5.290.000
1.986.500
268.425
31.570
Agustus
5.240.500
4.665.000
1.487.500
23.480.000
4.995.000
2.172.500
243.425
31.570
September
1.205.600
7.497.000
75.000
6.898.000
6.900.000
3.158.500
263.425
31.570
Oktober
3.378.600
4.233.500
1.211.000
21.112.000
4.985.000
1.625.000
344.000
31.570
Nopember
1.032.000
3.457.000
-
16.633.300
3.875.000
2.268.500
268.425
31.570
Desember
1.482.000
2.988.000
1.636.000
14.840.000
3.665.000
1.693.500
243.500
31.570
20.083.100
44.236.500
7.085.500
118.339.400
49.830.000
27.137.000
3.281.586
378.840
Jumlah
94
Lanjutan Lampiran 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2008
Bulan
Cicilan
Iptekda (Rp)
Atk (Rp)
R & D (Rp)
Perlengkapan
Pabrik (Rp)
Biaya
Transportasi
(Rp)
Biaya
kebersihan
(Rp)
Listrik &
mesin (Rp)
Lain-lain
(Rp)
Januari
3.000.000
239.400
-
20.000
245.000
46.500
66.000
Februari
3.000.000
192.450
19.000
188.500
265.000
145.000
114.000
93.000
Maret
3.000.000
78.900
-
755.000
189.500
111.500
-
328.000
April
3.000.000
72.000
-
425.500
214.000
-
-
594.500
Mei
3.000.000
40.500
-
100.000
580.000
-
-
1.010.000
Juni
3.000.000
34.000
143.510
257.500
188.000
297.500
493.000
822.500
Juli
3.000.000
46.200
-
251.500
712.000
-
181.500
890.000
Agustus
3.000.000
5.000
-
-
620.000
1.354.500
-
756.500
September
3.000.000
408.500
1.005.900
1.675.000
881.500
600.000
192.000
15.090.000
Oktober
3.000.000
18.000
-
524.500
445.000
45.000
332.000
1.059.000
Nopember
3.000.000
113.000
-
600.000
427.000
-
-
205.000
Desember
3.000.000
48.700
-
170.000
253.000
1.000.000
13.000
475.000
36.000.000
1.296.650
1.168.410
4.967.500
5.020.000
3.600.000
1.391.500
22.331.500
Jumlah
1.008.000
95
Lampiran 4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2002 sampai September 2010
Tahun
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
2002
4.885
3.120
2.425
4.540
7.500
6.640
10.444
6.520
5.720
12.290
14.710
7.710
2003
7.180
4.320
4.926
9.203
10.300
10.420
13.125
13.720
14.234
13.690
11.060
12.590
2004
17.980
19.760
36.500
18.620
11.180
7.980
9.000
8.500
9.980
17.290
19.910
17.000
2005
11.480
10.146
10.920
10.528
13.810
10.646
12.260
16.040
10.360
19.091
13.250
19.091
2006
13.250
13.840
13.900
18.380
22.298
18.220
23.550
21.335
15.795
25.070
18.779
15.156
2007
14.016
23.038
22.070
20.358
21.386
17.728
18.601
29.771
23.147
23.500
14.510
19.218
2008
15.985
13.152
15.660
17.724
21.208
21.272
23.740
18.898
50.848
21.040
11.740
18.992
2009
16.408
15.584
20.784
23.108
23.016
39.692
31.880
48.212
59.616
10.936
13.960
12.280
2010
17.618
20.960
11.200
10.115
15.834
14.538
17.580
51.889
14.095
96
Lampiran 5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari
Autocorrelation Function for Penjualan (Cup/bulan)
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
1,0
0,8
Autocorrelation
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
2
Lag
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
ACF
0,487266
0,332225
0,268117
0,134514
0,153782
0,150549
0,103533
0,125529
0,187211
0,137621
0,415248
0,372465
0,174704
4
T
4,99
2,80
2,11
1,02
1,15
1,11
0,76
0,91
1,35
0,98
2,92
2,43
1,08
6
8
LBQ
25,65
37,69
45,61
47,62
50,28
52,85
54,08
55,90
60,00
62,24
82,85
99,61
103,34
10
12
14
Lag
16
Lag
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
18
20
ACF
0,206625
0,085632
0,113145
0,087509
-0,004150
0,014913
0,042559
0,022379
0,089698
0,223062
0,084438
0,124539
0,093442
22
24
T
1,26
0,52
0,68
0,52
-0,02
0,09
0,25
0,13
0,53
1,33
0,49
0,73
0,54
26
LBQ
108,61
109,53
111,14
112,12
112,12
112,15
112,39
112,46
113,55
120,36
121,35
123,53
124,77
97
Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari

Biaya pemesanan PD Anisa
Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000)
= Rp 240.000 /tahun
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)
Rp 200 x 2951 dus/ tahun
= Rp 590.200 /tahun
Rp 830.200 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)
Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800

Biaya pemesanan MiMake
Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000)
= Rp 240.000 /tahun
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)
Rp 200 x 1268 dus
= Rp 253.600 /tahun
Rp 830.200 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)
Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800

Biaya pemesanan POS Subang
Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000)
= Rp 240.000 /tahun
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)
Rp 200 x 1268 dus
= Rp 253.600 /tahun
= Rp 493.600 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)
Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800

Biaya pemesanan Koperasi
Upah pengangkutan
= Rp 180.000 /tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)
Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300
98
Lanjutan Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari
Buah Jambu Lipisari

Biaya pemesanan Distributor
Biaya transportasi (biaya bensin satu kali pengantaran ke konsumen
menghabiskan ¼ liter bensin dan setiap pengiriman maksimal 10 dus)
Rp 1125 x 545,9
= Rp 614.200
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)
Rp 200 x 5459 dus/ tahun
= Rp 1.091.800 /tahun
Rp 1.706.000 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)
Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300

Perusahaan
Biaya listrik, air per tahun
= Rp 558.000 /tahun
Biaya komunikasi
= Rp 378.840 /tahun
Biaya gedung
= Rp 240.000 / tahun
Rp 1.176.840 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)
Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300
Biaya Pemesanan
PD
Anisa
(Rp/tahun)
MiMake
(Rp/tahun)
POS Subang
(Rp/tahun)
Biaya
Pengiriman
Biaya
Komunikasi
Biaya
Lainnya
(Listrik, air, dan
gedung)
TOTAL
Biaya
Penyimpanan
240.000
240.000
240.000
Koperasi
Patna
(Rp/tahun)
180.000
590.200
253.600
253.600
-
-
830.200
5.800
493.600
5.800
Distributor
(Rp/tahun)
Perusahaan
(Rp/tahun)
614.200
-
-
1.091.800
378.840
-
-
-
558.000
493.600
5.800
180.000
5.300
1.706.000
5.300
1.176.840
5.300
99
Lanjutan Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari
Buah Jambu Lipisari

PD Anisa
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi

MiMake
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi

POS Subang
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
100

Koperasi
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi

Distributor
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
Konsumen
Permintaan
Q Tanpa Koordinasi (Dus)
QDengan Koordinasi (Dus)
(dus/tahun)
PD Anisa
3.376
983
1.110
MiMake
1.451
469
653
POS Subang
1.451
469
653
Koperasi
2.600
420
800
Distributor
6.246
2.005
1.809
101
Lampiran 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu
Lipisari

PD Annisa
Perusahaan

MiMake
Perusahaan

POS Subang
102
Lanjutan Lampiran 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah
Jambu Lipisari

Perusahaan

Koperasi
Perusahaan

Distributor
Perusahaan
Konsumen
PD Anisa
MiMake
POS Subang
Koperasi
Distributor
TCRetailer (Rp)
Tanpa koordinasi
Dengan Koordinasi
5.701.926
2.887.207
2.887.207
2.227.285
10.627.800
5.744.004
3.738.447
3.738.447
2.705.000
10.684.218
TCPerusahaan (Rp)
Dengan Koordinasi
Tanpa Koordinasi
6.646.671
4.883.777
4.883.777
8.398.200
8.979.356
6.520.790
4.345.450
4.345.450
5.944.730
8.857.168
103
Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS)dan reorder point (ROP) minuman sari
buah jambu Lipisari
SS = Z x Sdl
Sd = 4891,55 cup = 244,55 dus

PD Anisa
Sd = 51,16
SS = 1,645 x 8,86 = 15 dus

MiMake
Sd = 21,98
SS = 1,645 x 5,38 = 6 dus

POS Subang
Sd = 21,98
SS = 1,645 x 5,38 = 9 dus

Koperasi
Sd = 39,39
SS = 1,645 x 9,65 = 16 dus
104
Lanjutan Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP)
minuman sari buah jambu Lipisari

Distributor
Sd = 94,64
SS = 1,645 x 16,39 = 27 dus
ROP = (dxl) + SS

PD Anisa
ROP = (35 x 1) + 15 = 30 dus

MiMake
ROP = (20 x 1) + 6 = 26 dus

POS Subang
ROP = (20 x 2) + 9 = 49 dus

Koperasi
ROP = (25 x 1) + 16 = 41 dus

Distributor
ROP = (57 x 1) + 27 = 84 dus
Konsumen
PD Anisa
MiMake
POS Subang
Koperasi
Distributor
Sd
51,16
21,98
21,98
39,39
94,64
Sdl
8,86
3,81
5,38
9,65
16,39
SS (dus)
15
6
9
16
27
Dlead time (dus)
35
20
20
25
57
ROP (dus)
50
26
49
41
84
105
Lampiran 9. Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali
Lebih Besar
Uraian
Jumlah
Harga (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya Variabel
Biaya Bahan Baku
Jambu merah
4.000 kg
3.000 /kg
12.000.000
Na-Benzoat
2.400 gr
25.000/kg
60.000
CMC
4.000 gr
65.000/kg
260.000
Asam Sitrat
8.000 gr
16.000/kg
128.000
Gula
955 kg
9.000/kg
8.595.000
Essense Jambu oil
4.000 mL
110.000/L
440.000
Top Seal
40.000 pcs
30/pcs
1.200.000
Dus
2.000 dus
2.000/pcs
4.000.000
Sedotan
40.000pcs
25.000/kg
240.000
Lakban
36 roll
6.500/roll
234.000
Cup
40.000 cup
30/pcs
1.200.000
Solar
533 L
4.500/L
2.398.000
Total Biaya Variabel
30.755.000
Biaya Tetap
Biaya tenaga kerja 5 orang pekerja
800.000/bulan
200.000
Biaya Peralatan dan gedung
20.000/ bulan
600
Total Biaya Tetap
200.600
Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap)
30.955.600
Penjualan (2.000 dus x Rp 29.000)
58.000.000
Keuntungan (TR-TC)
27.044.400
Perhitungan biaya produksi menggunakan harga bahan baku sesuai dengan
harga kesepakatan setelah penerapan pengelolaan rantai pasok. Selain itu, semua
biaya produksi yang diperhitungkan di bawah ini disesuaikan dengan biaya
variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan oleh Lipisari setiap satu kali produksi.
Perubahan hanya terjadi pada kapasitas produksi dari kapasitas 800 liter per 6 jam
menjadi 10.000 liter per 8 jam. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari
diasumsikan sebesar 761.085 dus per tahun. Nilai permintaan diperoleh dari
perhitungan konsumsi minuman sari buah per tahun di Indonesia dikalikan dengan
jumlah penduduk Subang. Konsumsi minuman sari buah di Indonesia mencapai
33 liter per kapita per tahun dan jumlah penduduk Subang mencapai 115.316 jiwa.
Dengan asumsi di atas, ditentukan dengan kapsitas produksi 2.000 dus per hari
dan hari kerja selama lima hari dalam 1 minggu artinya dalam satu tahun Lipisari
hanya mampu memenuhi permintaan konsumen sebesar 480.000 dus, masih ada
sekitar 281.085 dus yang belum terpenuhi.
106
Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi
Gudang penyimpanan pulp
Chopper
Mix Tank
Pulper
Homogenizer
Pasteurizer
107
Lanjutan Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi
Termotank-ruang pengemasan
Mesin pengemas
Gudang penyimpanan produk jadi minuman sari buah jambu Lipisari
108
Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran
Majalengka
Petani jambu ke kebun jambu
Kebun jambu merah
Pemilihan jambu
Tempat pengumpulan jambu
Pengemasan jambu
Pemasukan jambu untuk dikirim
109
Lanjutan Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa
Panyingkiran Majalengka
Penimbangan Jambu
Pengangkutan Jambu
Pembayaran jambu yang dibeli
Pendistribusian Jambu
110
Download