BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, tingkat kebutuhan energi manusia juga semakin meningkat. Pemenuhan energi ini sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang berumur jutaan tahun dan tidak dapat diperbaharui dan sebagian kecil saja yang berasal dari penggunaan sumber energi lain yang lebih terbarukan (Wijaya, 2012). Indonesia mengalami lonjakan hebat dalam konsumsi energi, dari tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5,2% per tahunnya. Peningkatan ini cukup signifikan dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2,9% per tahun (Kadek dan Ardha, 2009) padahal sumber energi fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas merupakan sumber energi yang bersifat terbatas dan memerlukan waktu yang lama untuk memperbaharuinya. Hal ini memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Beberapa sumber energi terbaharui salah satunya energi alternatif yang cukup memiliki potensi adalah energi surya (Rahardjo dan Ira, 2005). Seiring berkembangnya nanoteknologi, muncul sel surya generasi terbaru yaitu DSSC (Dye Sensitized Solar Cell). DSSC ini menjadi alternatif yang menarik pada perkembangan photovoltaic karena rendahnya harga produksi dan ramah dalam fabrikasinya (Gratzel, 2003). Foton pada DSSC akan diserap oleh sensitizer kemudian ditransfer ke permukaan semikonduktor, sehingga semikonduktor akan berperan sebagai penerima dan pengumpul elekron yang dibangkitkan oleh sensitizer (Gratzel, 2003). Sel surya pada DSSC berbasis silikon, penyerapan cahaya berasal dari molekul pewarna dan separasi muatan oleh material semikonduktor nanopartikel yang memiliki energi band gap lebar. Saat ini telah dihasilkan efisiensi sebesar 11% dengan memanfaatkan band gap material semikonduktor titanium dioksida (TiO2) nanopartikel (Chiba et al., 2006). Selain menggunakan TiO2 sebagai semikonduktor, peningkatan proses transfer molekul menggunakan pula material metal oxide anode seperti ZnO, SnO2 dan Nb2O5 (Kun dan Mengjin, 2011). Seng Oksida (ZnO) merupakan salah satu jenis material alternatif yang memiliki energi band gap yang hampir sama dengan TiO2 dan mudah disintesis dalam variasi struktur nano. Selain itu, ZnO memiliki nilai mobilitas elektron tinggi yang berpengaruh pada proses transfer elektron. ZnO merupakan salah satu oksida logam yang memiliki luas permukaan yang besar pada skala nanometer, sehingga dapat meningkatkan kinerja sel surya karena luas permukaan yang besar untuk mengapsorpsi pewarna (Uthirakumar, 2011; Zhang et al., 2009). ZnO sebagai pelapis anti refleksi merupakan material semikonduktor mempunyai sifat unik yang dapat diaplikasikan untuk berbagai peralatan, misalnya bahan semikonduktor untuk sel surya (Kim et al., 2006; Suri et al., 2007; Yang et al., 2009), sensor gas (Kashyout et al., 2010), dan piezoelectric (Lee et al., 2005; Lin et al., 2007; Pan et al., 2012; Wang et al., 2007; Yoon et al., 2006). Salah satu sifat pada nanopartikel ZnO yang perlu diperhatikan adalah perlakuan panas, yaitu kalsinasi. Proses kalsinasi dapat menghilangkan impuritas, sehingga kemurnian nanopartikel ZnO bisa dijaga (Goswami dan Sharma, 2010). Sebagai semikonduktor pada sel surya, fungsi ZnO adalah mengkonversi energi foton melalui mekanisme eksitasi elektron berdasarkan perbedaan celah energinya (Gratzel, 2001). Salah satu struktur morfologi ZnO yang hingga sekarang masih berkembang adalah bentuk nanopartikel ZnO yang diperoleh dengan metode sintesis secara kimia karena prosesnya mudah (Liu et al., 2011). Material nanopartikel ZnO dapat dihasilkan dengan banyak cara, antara lain metode pengendapan kimiawi basah (Klingshirn, 2007; Wiberg dan Holleman, 2001, Greenwood dan Earnshaw, 1997) sol gel (Spero, et al., 2000; Nicholson dan Nicholson, 1998) dan solvotermal atau hidrotermal (Ferracane, 2001). ZnO dapat disintesis dengan tiga metode yaitu metode pengendapan kimiawi basah, sol gel dan hidrotermal. Keuntungan dari ketiga metode tersebut adalah pada metode pengendapan kimiawi basah memiliki pengaturan morfologi dan ukuran ZnO yang cukup baik serta seragam, sudah berbentuk koloid, mudah untuk diambil lapisan tipisnya. Selain itu, tidak membutuhkan banyak energi dan prosesnya sangat sederhana mudah dan aman untuk dilakukan, untuk metode hidrotermal yaitu mampu menghasilkan produk kristal homogen yang dapat dicapai pada temperatur yang cukup rendah (<150 °C) dengan derajat kristalinitas yang tinggi, dapat mengurangi penggumpalan (aglomerasi) di antara partikel, mampu menghasilkan distribusi ukuran partikel yang relatif seragam (narrow), dan morfologi partikel yang terkontrol dan kemurnian produk yang tinggi (Yuwono et al., 2004) sedangkan untuk metode sol gel memiliki tingkat kemurnian yang tinggi karena tidak adanya proses pengikisan (grinding) atau pun penekanan (pressing) dan dapat menghasilkan berbagai jenis produk dalam bentuk serat (fiber), serbuk (powder) dengan cara yang relatif mudah dimulai dengan larutan yang sederhana (Ismail et al., 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengkaji optimasi sintesis ZnO dengan metode sol gel, hidrotermal, dan pengendapan kimia basah yang dapat digunakan sebagai agen anti refleksi. Optimasi sintesis ZnO dilakukan untuk mendapatkan ZnO yang baik sebagai anti refleksi. Anti refleksi dipilih pada teknologi DSSC untuk mengurangi refleksi sinar di daerah sinar tampak. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan mengenai sintesis ZnO sebagai material yang berpotensi sebagai agen anti refleksi. Studi ini bersifat karakterisasi hasil sintesis yang perlu ditindaklanjuti dengan studi aktivitas anti refleksi pada penelitian yang lebih lanjut. B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Semikonduktor merupakan material yang mempunyai sifat kelistrikan antara konduktor dan isolator. Karakteristik kelistrikan dari semikonduktor cukup sensitif terhadap perubahan konsentrasi dan perubahan kondisi lingkungan (Callister, 2001). Band gap untuk material semikonduktor umumnya berada diantara 1 hingga 5 eV. Salah satu semikonduktor DSSC yang banyak dilakukan rekayasa material adalah ZnO. Dibandingkan dengan TiO2 yang mempunyai celah energi sebesar 3,24 eV, celah energi ZnO lebih besar yaitu sebesar 3,61 eV yang menjadi salah satu penyebab tingkat konversi energi sel surya berbasis ZnO lebih rendah dibandingkan dengan sel surya berbasis TiO2. Hal ini dikarenakan kemampuan eksitasi elektron pada ZnO yang rendah saat terkena foton dari cahaya matahari. Namun ZnO mempunyai photoactivity yang lebih tinggi pada radiasi sinar ultraviolet dan sinar tampak. ZnO juga mempunyai efisiensi yang lebih tinggi dalam memproduksi OH• dan mengurangi efek rekombinasi (Ooyama, dan Harima, 2012; Udom et al., 2013). Selain itu, harga yang relatif murah dari material pembentuk ZnO menjadikan semikonduktor ini bayak diteliti untuk menghasilkan DSSC dengan harga yang terjangkau dan kompetitif. Pada skala nanometer, ZnO merupakan salah satu oksida logam yang memiliki luas permukaan yang besar. Dengan sifatnya yang demikian, telah ditunjukkan bahwa lapisan tipis fotoelektroda secara signifikan dapat meningkatkan kinerja sel surya karena luas permukaan yang besar untuk mengapsorpsi pewarna (Uthirakumar, 2011). Nanopartikel ZnO dapat disintesis dengan banyak cara, antara lain metode pengendapan kimiawi basah, sol gel dan hidrotermal (Lee et al., 2003). Keuntungan dari ketiga metode tersebut adalah pengaturan morfologi serta ukuran ZnO yang cukup baik dan seragam serta sudah berbentuk koloid, sehingga mudah untuk diambil lapisan tipisnya. Selain itu, tidak membutuhkan banyak energi dan prosesnya sangat sederhana, mudah dan aman untuk dilakukan. Pada penelitian sintesis nanopartikel seng oksida (ZnO) untuk aplikasi DSSC dilakukan dengan menggunakan tiga metode sintesis yaitu metode pengendapan kimia basah, sol gel dan hidrotermal dengan variasi konsentrasi dan suhu kalsinasi untuk mengetahui performa optimum dalam fabrikasi lapis tipis DSSC. Suhu kalsinasi pada proses pembentukan nanokristalin ZnO sangat mempengaruhi ukuran kristal ZnO yang terbentuk. Ukuran kristal maupun partikel dari material ZnO akan mempengaruhi % reflektivitas dari material ZnO (Yun-Ju et al., 2008). Selain suhu kalsinasi, pengaruh konsentrasi basa juga sangat penting untuk mengetahui perbedaan partikel ZnO yang dihasilkan dikarenakan natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang pada pelarut etil alkohol akan bereaksi dengan seng asetat membentuk ZnO (Hu et al., 2003). Menurut Wahab et al (2009), konsentrasi NaOH yang tinggi akan menyebabkan kristalit yang dihasilkan juga semakin besar. Semakin besar pH yang digunakan atau semakin dalam kondisi basa maka kemurnian ZnO yang terbentuk juga semakin tinggi (Nugroho et al., 2012). Selain itu, ZnO digunakan sebagai anti refleksi untuk meningkatkan efisiensi konversi energi pada aplikasi DSSC. Hal ini mengingat bahwa cahaya foton yang mengenai sel surya masih belum terserap secara maksimal (Boden dan Bagnall, 2006). Sebagian besar cahaya yang masuk ke permukaan DSSC masih direfleksikan dan hanya terserap relatif rendah yaitu 30-40% (Park et al., 2012; Mizuta, 2006; Cheng et al., 2008). Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut pengaruh adanya lapisan anti refleksi ZnO dengan metode kimiawi basah, sol gel dan hidrotermal dalam aplikasi DSSC untuk mengetahui efisiensi yang dihasilkan. 2. Batasan Masalah Berbagai permasalahan yang timbul dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. ZnO nanopartikel pada metode sol gel dikalsinasi dengan suhu 400, 500, dan 600 oC menggunakan penambahan NaOH 12 M. 2. ZnO nanopartikel pada metode sol gel menggunakan variasi konsentrasi NaOH 8 M, 10 M, dan 12 M yang dikalsinasi dengan suhu 600 oC. 3. Metode pengendapan kimia basah menggunakan NaOH 12 M dengan suhu kalsinasi 600 oC. 4. Metode hidrotermal menggunakan NaOH 12 M dengan variasi suhu kalsinasi 400, 500 dan 600 oC 5. Prekursor yang digunakan adalah seng asetat 1,095 g. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi NaOH 8 M, 10 M, dan 12 M dalam sintesis ZnO nanopartikel dengan metode sol gel? 2. Bagaimana pengaruh variasi suhu kalsinasi 400, 500, dan 600 oC pada metode sol gel dan hidrotermal dengan menggunakan NaOH 12 M? 3. Bagaimana sintesis optimum dari ZnO anti refleksi dalam metode pengendapan kimiawi basah, sol gel dan hidrotermal dalam kalsinasi 600 oC dengan menggunakan NaOH 12 M? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi NaOH 8 M, 10 M, dan 12 M dalam sintesis ZnO nanopartikel dengan metode sol gel. 2. Mengetahui pengaruh variasi suhu kalsinasi 400, 500, dan 600 oC pada metode sol gel dan hidrotermal dengan menggunakan NaOH 12 M. 3. Mengetahui sintesis optimum dari ZnO anti refleksi dalam metode pengendapan kimiawi basah, sol gel dan hidrotermal dalam kalsinasi 600 oC dengan menggunakan NaOH 12 M. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai metode optimum sintesis material semikonduktor ZnO anti refleksi untuk aplikasi DSSC dan mampu memberikan kontribusi ilmiah teknologi sel surya untuk mendukung program ketahanan energi nasional.