BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BANK
1. Pengertian Bank
Menurut Kasmir, (2012:3) bank dapat diartikan sebagai “lembaga
keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasajasa bank lainnya”. Bank berasal dari bahasa Italia yaitu “banca” yang berarti
bangku. Bangku yang dipergunakan sebagai tempat penukaran uang dan
operasionalnya kepada nasabah. Istilah bangku secara resmi berganti menjadi
bank. Bank merupakan perusahaan industri jasa karena produknya hanya
memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat (Kasmir, 2001: 23).
Sementara itu dalam UU No. 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perbankan, pada pasal 1 disebutkan bahwa bank merupakan “lembaga
keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang”
Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bank merupakan
suatu lembaga keuangan yang kegiatannya:
a. Menghimpun dana dari masyarakat yaitu berupa simpanan.
10
11
b.
Menyalurkan dana kepada masyarakat,bank akan memberikan pinjaman
kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bermacam – macam jenis
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh nasabah.
c.
Memberikan jasa – jasa perbankan lain, contohnya jasa pengiriman
uang/ transfer, penagihan surat – surat berharga yang berasal dari luar
kota dan luar negeri/ inkaso, jasa setoran, dan jasa lainnya. Akan tetapi
kegiatan memberikan jasa tambahan ini hanyalah sebagai pendukung.
2. Jenis – Jenis Bank
Arbi (2013: 29-33) mengatakan terdapat beberapa jenis bank diantaranya
adalah:
a. Menurut fungsinya
1) Bank Sentral
Bank Indonesia merupakan satu – satunya bank sentral di Indonesia.
Bank Indonesia sebagai perwujudan dari Undang – Undang Dasar 1945
yang tersurat dalam pasal 23 ayat 3 dan 4. Kemudian Bank Indonesia
diatur dalam Undang – Undang No. 13 tahun 1968 dan berakhir pada
peraturan yang tertera di Undang – Undang No.23 tahun 1999. Dalam
Undang – Undang Undang – Undang No.23 tahun 1999 diatur bahwa
Bank
Indonesia adalah Bank
Sentral Republik
Indonesia
yang
merupakan lembaga negara yang independent dan badan hukum, harus
bebas dari campur tangan Pemerintah maupun pihak – pihak lain kecuali
12
hal – hal secara tegas diatur di dalam Undang – Undang Nomor 23 tahun
1999, kemudian diubah dalam Undang – Undang Nomor 13 tahun 2004.
2) Bank Umum
Bank
Umum
merupakan
suatu
bank
yang
kegiatannya
mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
tabungan, giro dan deposit, kemudian menyalurkan dananya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau pinjaman yang dapat
dipersamakan dengan kredit, memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Umum yang melaksanakan kegiatan ini disebut
dengan Bank Umum Konvensional.
3) Bank Umum Syariah
Bank
Syariah
adalah
bank
umum
yang
kegiatannya
mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada
masyarakat serta ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, semuanya
ini dilakukan dengan prinsip syariah.
4) Bank Pembangunan
Bank Pembangunan adalah bank yang dana melalui jalan
penerimaan simpanan dalam bentuk deposito atau mengeluarkan
kertas berharga jangka panjang maupun menengah.
13
5) Bank Tabungan
Bank
Tabungan
merupakan
bank
yang
kegiatannya
mengumpulkan dana simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam
usahanya menyalurkan dana melalui pembelian kertas – kertas dalam
rangka membungakan uangnya.
6) Bank Desa
Bank Desa adalah bank yang memberikan simpanan dalam bentuk
uang mapun barang misalkan padi, jagung, dan hasil pertanian lainnya.
Kemudian dalam kegiatan pemberian kredit bank desa memberikan
dalam bentuk uang maupun natura.
a. Menurut Kepemilikannya
1)
Bank Milik Negara
Bank Milik Negara adalah semua bank yang modalnya berasal
dari penyertaan modal negara. Bank Milik Negara diantaranya yaitu
Bank Mandiri, Bank Negera Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank
Tabungan Negara.
2)
Bank Milik Swasta
Bank ini modal sepenuhnya berasal dari pemodal swasta. Bank
swasta dibagi menjadi tiga yaitu :
a). Bank Swasta Nasional
b). Bank Swasta Asing
14
c). Bank Campuran atau bank kerjasama antara Bank
Swasta
Nasional dan Bank Swasta Asing
3) Bank Milik Pemerintah Daerah
Bank ini sesuai dengan Undang – Undang Nomor 13 tahun 1962. Dalam
setiap provinsi memiliki bank daerah atau disebut dengan Bank Pemerintah
Daerah (BPD). Contohnya : BPD Jateng (Jawa Tengah), BPD Jatim(Jawa
Timur) dan lain – lain.
4) Bank Koperasi
Bank Koperasi didirikan dengan kekuatan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No.Kep.800/MK/IV/II/1969 tanggal 22
November 1969 serta
keputusan bersama Gubernur Bank Indonesi dan
Mentranskop No.19a/GBI/72 per 350/KPTS/Menstranskop/192 tanggal 16
Agustus
1972.
Bank
ini didirikan
melalui modal
himpunan
dari
perkumpulan beberapa koperasi.
b. Bank Menurut Pencipta Uang Giral
1) Bank Primer
Bank Primer merupakan semua bank yang dapat menciptakan uang
giral. Semua Bank Umum adalah bank yang dapat menciptakan uang giral
sebab menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro yang
memungkinkan girannya melakukan penarikan cek atau bilyet giro yang
merupakan uang giral.
15
2) Bank Sekunder
Bank Sekunder adalah bank yang tidak menciptakan uang giral, bank
ini hanya sebagai pelantara dalam menyalurkan kredit, contohnya Bank
Tani, Bank Desa, Bank Perkreditan Rakyat dan lain – lain.
3) Bank Menurut Perundang – Undangan
Menurut Undang – Undang Nomor 7 tahun 1992 kemudia berubah pada
Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998, jenis bank dibagi menjadi dua
yaitu:
a). Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan perbankan
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam
kegiatan pembayarannya.
b). Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melakukan kegiatan
perbankan secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah,
tetapi tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya
3.
Fungsi Bank di Indonesia
Fungsi pokok perbankan apabila dilihat dari sudut pandang ekonominya
meliputi empat faktor, antara lain:
a.
Menerima simpanan dalam bentuk tabungan (Saving Account), deposito
berjangka (Demand Deposit), dan Giro (Current Account) serta
16
mengkonversikannya menjadi rekening koran yang fleksibel untuk dapat
dipergunakan oleh masyarakat.
b.
Melaksanakan transaksi pembayaran melalui perintah pembayaran
(Standing Instructions) atau bukti bukti lainnya.
c.
Memberikan pinjaman atau melaksanakan kriteria investasi lain di
sektor-sektor yang menghasilkan Rate Of Return mencakupi daripada
Cost Of Fund sumber dana perbankan.
d. Mencipatakan uang (Money Maker) melalui pemberian kredit yang
dimanifestasikan dengan penciptaan uang giral.
Dari keempat fungsi pokok usaha bank tersebut dapat disingkat sebagai berikut:
a. Fungsi Tabungan (Saving Function)
b. Fungsi Pembayaran (Payment Function)
c. Fungsi Pinjaman (Lending Function)
d. Fungsi Uang (Money Function)
Sedangkan menurut Kasmir (2005:11) secara jelas dan ringkas fungsi bank
sebagai perantara keuangan dapat dilihat dalam gambar berikut:
FUNGSI BANK
Masyarakat yang
kekurangan dana
Masyarakat yang
Beli Dana Jual Dana
Gambar 2.1
Fungsi Bank
Sumber : Kasmir (2005:11)
kelebihan dana
17
Pada gambar diatas menerangkan arus perputaran uang yang ada pada bank dari
masyarakat kembali ke masyarakat, di mana bank sebagai perantara dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Masyarakat (nasabah) yang kelebihan dana menyimpan uangnya di bank
dalam bentuk simpanan tabungan, giro atau deposito. Bagi bank dana yang
tersimpan oleh masyarakat adalah sama artinya dengan membeli dana.
Dalam hal ini nasabah sebagai penyimpan dan bank sebagai penerima
titipan simpanan.
b. Nasabah penyimpan akan memperoleh balas jasa dari bank berupa bunga
bagi bank konvensional dan bagi hasil bagi bank syariah.
c.
Oleh bank dana yang disimpan nasabah di bank yang bersangkutan
disalurkan
kembali
kepada
masyarakat
yang
kekurangan
atau
membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman kredit.
d. Bagi masyarakat yang memperoleh pinjaman atau kredit dari bank,
diwajibkan kembali untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga
yang telah ditetapkan sesuai dengan perjanjian antara bank dengan nasabah.
Khususnya bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah pengembalian
pinjaman disertai dengan sistem bagi hasil sesuai hukum Islam.
4. Kegiatan Bank
Kegiatan bank sehari – hati tidak dapat dipisahkan dari bidang keuangan,
sebab bank dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga intermediasi
18
keuangan. Kegiatan utama bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat
melalui simpanan tabungan, deposito, giro dan menyalurkan kembali dana
tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Menurut Martono (2002:24)
kegiatan bank di Indonesia terutama kegiatan bank umum yaitu, menghimpun
dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat dan memberikan
jasa lainnya.
a. Menghimpun dana dana dari masyarakat
Kegiatan ini berarti mengumpulkan atau mencari dana dengan membeli
dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan tabungan, giro, deposito.
Kegiatan ini disebut dengan funding. Pembelian dana dari masyarakat
dilakukan oleh bank melalui berbagai macam strategi, dengan strategi yang
menarik minat dapat membuat masyarakat untuk berinvestasi melalui
lembagai keuangan atau bank. Salah satu contoh bank dapat memberikan
rangsangan berupa imbalan bunga. Imbalan jasa tersebut dapat dilakukan
pada dunia perbanakan konvensional dan pada perbankan syariah dapat
dilakukan dengan jalan bagi hasil sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
b. Menyalurkan dana ke masyarakat
Kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat ini disebut dengan
Lending. Bank umum atau konvensional dapat memberika pinjaman
kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit/pinjaman
sedangkan pemberian pembiyaan bagi bank syariah. Pada perbankan
konvensional tinggi rendahnya
bunga kredit
tergantung oleh
tinggi
19
rendahnya tingkat suku bunga simpanan. Pada perbankan konvensional,
keuntungan utama diperoleh dari selisih bunga simpanan dengan bunga
pinjaman. Keuntungan dari selisih bunga ini disebut dengan spread based.
Menurut Martono (2002:25) apabila semua bank mengalami suatu
kerugian dari selisih bunga, dimana tingkat bunga simpanan lebih besar
dari pada bunga pinjeman maka terjadilah negatif spread.
c.
Memberikan jasa – jasa lainnya
Selain menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat bank
senantiasa memberikan jasa pendukungnya. Jasa – jasa ini digunakan untuk
mendukung kelancaran kegitan utama bank. Produk – produk jasa
perbankan lainnya yaitu jasa setoran pembayaran telfon,
listrik,air.
Kemudian jasa pengiriman uang, jasa penyimpanan dokumen, jasa Letter
of Credit, jasa penjualan mata uang asing, jasa kliring, jasa penagihan, jasa
kartu kredit dan lain sebagainya.
B. BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
1. Pengertian BPRS
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR Syariah) adalah salah satu lembaga
keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–
prinsip syariah ataupun Muamalah Islam. BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun
1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang
20
Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa
diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang
operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.
2. Sejarah Perkembangan BPRS
Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh
Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai
menjalankan tugasnya sebagai bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank
desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang
dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan
Rakyat (BPR). Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat
(1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa,
bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya. Status hukum Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto tanggal 27 Oktober 1988,
21
sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan perbankan.
Secara historis, BPR adalah merupakan lembaga keuangan yang terdiri dari
beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa
(LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank
Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan
itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan,
keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas
melalui izin dari Menteri Keuangan.
Dalam perkembangan selanjutnya, perkembangan BPR yang tumbuh
semakin banyak
dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam
sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah
yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec.
Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang,
Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada
tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat izin
prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19
Agustus 1991. Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah
sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang
22
dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan
secara umum.
Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam
penetapan tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas
dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam
dalam skala outlet retail banking (rural bank).
UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah,
sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal
13 huruf C berbunyi : Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi
BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan
Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999
dan Surat Edaran BI No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Perkembangan bank syariah
dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat 81 BPRS. BPRS
tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang beradadi
Indonesia.
23
3. Tujuan Pendirian BPRS
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan antara lain:
a. Dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok
masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di
tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada
umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.
b. Adanya BPRS mampu menjadi sumber permodalan bagi pengembangan
usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtertaan mereka.
c. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat
mengurangi arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut
memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi
perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga
semakin banyaknya BPRS di kecamatan-kecamatan maka akan semakin
banyak
pula tenaga yang terserap
disektor perbankan.
Selain
itu,
pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka
peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran
BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi.
24
d. Membina Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.
Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai Ta’awun
(saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan
nilai Ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah
yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah.
Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat
dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan
masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan
perkapita baik lokal maupun nasional
Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan
fasilitas,
melainkan
bersifat
aktif dengan
melakukan
sosialisasi/penelitian
kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal,
sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka
pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan
serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.
25
4. Kegiatan Usaha BPRS
Sebagai lembaga keuangan syariah pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank
umum syariah. Akan tetapi, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, Bank
Perkreditan Rakyat Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai
berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
d. Memberikan kredit kepada masyarakat.
Sedangkan beberapa kegiatan yang dilarang dalam kegiatan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah diatur dalam pasal 14 UU No.17 tahun 1992 antara lain:
a. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal.
26
d. Melakukan usaha perasuransian.
e. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan dalam
kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS.
5. Pendirian BPRS
Terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi dalam mendirikan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah antara lain :
a. Persyaratan Umum :
1) Memperoleh ijin dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan
pertimbangan Bank Indonesia.
2) Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT.
3) Didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah, koperasi dan PT.
4) Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota
Dati I dan Dati II.
5) Wilayah pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah
kecamatan kedudukan BPRS Usaha meliputi tabungan dan deposito
berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil.
6) Modal disetor minimal Rp 50.000.000,-.
7) Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri.
8) Mayoritas direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal
satu tahun.
27
b. Permohonan Arsip:
BPRS berbentuk PT: mempersiapkan modal disetor minimal Rp
15.000.000,-
atau 30% dari total modal disetor, mempersiapkan minimal
dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya minta persetujuan ke
Departemen Kehakiman. BPRS tidak berbentuk PT: menyesuaikan diri
dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait. Dalam
permohonan arsip, mengajukan permohonan tertulis ke Mentri Keuangan RI
dengan melampirkan meliputi:
1) Rencana akte pendirian dan AD BPRS
2) Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
3) Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas syariah
4) Fotokopi bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening
c. Permohonan izin usaha :
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan
melampirkan:
1) Fotokopi bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menteri
Keuangan pada Bank Pemerintah.
2) Fotokopi AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia.
3) Fotokopi NPWP BPRS.
28
4) Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang
akan digunakan.
5) Mengirimkan data pengurus BPRS.
6) Fotokopi situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS.
d . Persiapan Pra Operasioanal BPRS :
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat
untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin
tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat
– lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus
melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan
mempersiapkan logo bank.
e . Laporan Pembukaan
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan
kepada Bank Indonesia setempat dengan melampirkan Neraca Awal.
C. PELAYANAN PRIMA
1. Pengertian Pelayanan Prima
Pelayanan prima (excellent service) merupakan suatu layanan dalam
menghadapi kebutuhan pelanggan dengan sebaik mungkin menurut Sutopo dan
Suryanto (dalam Nugroho, 2008). Secara sederhana, pelayanan prima adalah
29
suatu pelayanan terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan nasabah.
Dengan kata lain pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi
standart kualitas yang juga sesuai dengan harapan dan kepuasan nasabah.
Pelayanan prima ini senantiasa akan memberikan layanan kepada nasabah yang
maksimal dalam mengatasi permasalahan yang muncul secara professional.
Secara otomatis pelayanan seperti ini akan berdampak pada meningkatnya
kepercayaan nasabah.
Adapun identifikasi pelayanan prima menurut Rahmayanty (2010:17),
dalam pelayanan prima terdapat dua elemen yang saling berkaitan yaitu
pelayanan dan kualitas. Kedua elemen yang saling berkaitan ini begitu penting
untuk diperhatikan oleh para tenaga pelayanan. Semakin ketatnya persaingan
bisnis saat ini, menjadikan konsep pelayanan prima banyak diterapkan pada
berbagai perusahaan. Adapun kualitas pelayanan meliputi dimensi – dimensi
antara lain:
a. Kualitas pelayanan berkaitan dengan tanggung jawab dalam penanganan
keluhan pelanggan.
b. Kualitas pelayanan berkaitan dengan keramahan dan kesopanan para
pelayanan.
c. Ketepatan waktu dalam pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu serta
proses.
30
d. Kualitas pelayanan berkaitan dengan jumlah petugas yang melayani serta
fasilitas pendukung lainnya.
e. Kualitas pelayanan berkaitan dengan akurasi pelayanan.
f. Kualitas pelayanan berkaitan dengan ketersediaan informasi, petunjuk atau
panduan suatu hal yang dibutuhkan, lokasi,ruang pelayanan dan tempat parkir.
g. Kualitas pada pelayanan berhubungan dengan kondisi lingkungan, alat
komunikasi, kerapian serta kebersihan ruangan dan lain lain.
2. Tujuan Pelayanan Prima
Tujuan utama
dari pelayanan prima adalah memberikan pelayanan
terbaik yang dapat memenuhi dan memberikan kepuasan pada pelanggan.
Secara tidak langsung kepuasan para pelanggan ini akan bermuara pada
peningkatan
keuntungan
perusahaan.
Pelayanan
dalam
sektor
bisnis
berorientasi terhadap keuntungan atau profit. Oleh sebab itulah kepuasan
nasabah menjadi sangat penting bagi bank, banyak perusahaan yang
mempunyai slogan bahwa pembeli/ pelanggan/nasabah adalah raja yang perlu
dilayani sebagaik mungkin.
Menurut Waworuntu (1997:5) perusahaan akan mendapatkan manfaat
dari progam pelayanan prima antara lain menciptakan kesan pertama yang
baik dari nasabah, merupakan promosi bagi bank, meningkatkan citra suatu
perusahaan, meningkatkan daya saing bank dan meningkatkan laba dalam
jangka panjang. Pelayanan prima bertujuan untuk:
a. Memberikan pelayanan yang bermutu tinggi kepada para pelanggan.
31
b. Untuk memumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap barang/ jasa yang
ditawarkan.
c. Untuk mempertahankan pelanggan.
d. Untuk menciptakan kepercayaan dan kepuasan para nasabah.
e.
Untuk
menjaga agar pelanggan merasa diperhatikan atas
segala
kebutuhannya, dan lain – lain.
3. Indikator Pelayanan Prima
Pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa, begitu pentingnya
memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan oleh karyawan. Hal ini
berkaitan dengan karyawan yang menangani pelanggan secara langsung.
Menurut Barata (2006:31) indikator yang dipergunakan melalui konsep
pelayanan prima, yaitu :
a. Kemampuan karyawan
b. Berperilaku terpuji saat pelayanan
c. Kedisiplinan penampilan karyawan
d. Memahami keluhan serta keiinginan
e. Tanggap akan kebutuhan konsumen
f. Kepedulian atas ketidakpuasan
32
D.
KEPUASAN NASABAH
1. Pengertian Kepuasan Nasabah
Kepuasan pelanggan
adalah
tingkat perasaan
seseorang
setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya (Kolter,1997:36). Kualitas pelayanan pada nasabah sangat
berpengaruh terhadap tingkat kepuasaan nasabah. Semakin berkualitas
pelayanan maka rasa puas yang didapat nasabah akan semakin tinggi. Nasabah
akan selalu berharap bahwa segala kebutuhan atau keinginannya akan
didapatkan
sesuai
dengan
yang
dibayangkan.
Perusahaan
harus
memperhatikan segala sesuatu yang berkaitan dengan mutu dari jasa yang
ditawarkan. Sebab, apabila pelanggan merasa kualitas pelayanan rendah maka
akan menimbulkan ketidakpuasan atau kekecewaan nasabah.
2. Ukuran Kepuasan Nasabah
Dalam menjalankan progam pelayanan prima,
perusahaan wajib
memiliki standart atau ukuran mengenai tingkat kepuasan nasabahnya.
Sehingga perusahaan dapat mengetahui apakah nasabahnya merasa puas atau
tidak. Menurut Umar (2003:15) terdapat enam konsep umum yang dipakai
untuk mengukur tingkat kepuasaan nasabah, yaitu:
33
a. Kepuasan nasabah keseluruhan
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada nasabah
mengenai tingkat kepuasan yang sangkutan dan menilai serta membuat
perbandingan dengan tingkat kepuasaan nasabah secara keseluruhan atau
jasa yang mereka terima dari pesaing.
b. Dimensi kepuasaan nasabah
Terdapat empat langkah dalam memproses dimensi nasabah, yaitu:
1) Melakukan identifikasi dimensi – dimensi kunci kepuasan nasabah.
2) Meminta nasabah melakukan penilaian terhadap jasa perusahaan
berdasarkan item – item spesifik (keramahan staff atau kecepatan
layanan)
3) Meminta nasabah menilai jasa pesaing berdasarkan item – item yang
sama.
4) Meminta nasabah menentukan dimensi – dimensi mereka yang ada
pada
kelompok
penting
dalam
menilai
kepuasaan
nasabah
keseluruhan.
c. Minat pembelian ulang
Menilai apakah mereka memiliki niat untuk melakukan pembelian ulang
atas jasa yang sama.
d. Konfirmasi harapan
34
Dalam hal ini tidak diukur secara langsung akan tetapi disimpulkan
berdasarkan kesesuaian/ ketidaksesuaian antara harapan dengan kinerja
aktual perusahaan.
e. Ketidakpuasaan nasabah
Ketidakpuasaan nasabah dapat dikaji melalui keluhan nasabah, biaya
garansi, word of mounth yang tidak baik dan lain – lain
f. Ketersediaan untuk merekomendasi
Cara ini merupakan ukuran yang penting bagi jasa yang pembelian ulang
relatif lama.
3. Faktor – Faktor Kepuasan Nasabah
Kepuasan nasabah tidak akan didapat perusahaan tanpa adanya usaha
yang dilakukan untuk mencapai titik kepuasan tersebut. Perusahaan akan
selalu berharap bahwa pelayanan yang diberikan adalah merupakan pelayanan
yang terbaik, akan tetapi sering kali terdapat beberapa hal yang dapat
membuat nasabah merasa tidak puas. Adapun faktor – faktor yang
mempengaruhi pelayanan terhadap
tingkat kepuasan nasabah
sehingga
nasabah dapat meninggalkan bank , yaitu :
a. Kualitas produk, pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan
produk tersebut ternyata kualitas produknya baik.
b. Harga, untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value for
money yang tinggi.
35
c. Service quality, kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru.
Kualitas pelayanan merupakan driver yang mempunyai banyak dimensi,
salah satunya yang popular adalah SERVQUAL.
d. Faktor emosi, pelanggan akan merasa puas (bangga) karena adanya
emotional value yang diberikan oleh brand dari produk tersebut.
e. Biaya dan kemudahan, pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah,
nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
Download