II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas: Aves, ordo: Anseriformes, famili: Anatidae, sub famili: Anatinae, tribus: Anatini, genus: Anas. Duck adalah sebutan itik secara umum, apabila tidak melihat umur maupun jenis kelaminnya. Duck juga mempunyai arti itik dewasa betina. Drake adalah itik jantan dewasa, sedangkan drakel atau drakeling berarti itik jantan muda. Duckling adalah sebutan untuk itik betina, atau itik yang baru menetas (Day Old Duck = DOD). Itik jantan atau betina muda yang dipasarkan sebagai ternak potong pada umur 7 sampai 10 minggu, lazim disebut green duck (Srigandono, 1997). Nenek moyang itik berasal dari Amerika Utara. Nenek moyang itik ini merupakan itik liar (Anas moscha) atau wild mallaard. Selanjutnya, itik liar ini dijinakkan oleh manusia hingga jadilah itik yang dipelihara sekarang yang disebut Anas domesticus (Suharno, 2003). Itik Indonesia (Indian runner) ini berkembang mulai dari Aceh hingga ujung timur Indonesia, karena sudah begitu akrab dengan kehidupan masyarakat dan banyak dipelihara maka unggas tersebut disebut juga itik rakyat atau itik lokal. Beberapa jenis itik lokal yang dikenal kemudian diantaranya itik alabio di Mamar, Kecamatan Alabio, Kabupaten Amuntai, Kalimantan Selatan; itik tegal di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah; itik mojosari di Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur; dan itik bali di seluruh Pulau Bali dan Lombok (Suharno, 2003). Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang mempunyai ketahanan hidup yang sangat tinggi dan jarang menimbulkan angka kematian yang tinggi. Itik bali juga disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992). Pada umumnya itik bali mempunyai ketahanan hidup yang sangat tinggi dan jarang menimbulkan angka mortalitas yang tinggi (Murtidjo,1988). Rasyaf (1992) menyatakan bahwa ciri-ciri itik bali: 1) badan langsing, 2) berdiri tegak, 3) warna bulunya putih dan berwarna coklat keabuabuan, 4) leher kecil dan panjang, 5) ekornya pendek. Berat itik bali yang jantan 1,8-2 kg dan yang betina berkisar antara 1,6-1,8 kg. Itik bali memiliki telur yang cukup banyak dan kulit telurnya berwarna putih kehijauan dengan berat 6075 gram per butir. Dengan ukuran keadaan seperti ini itik bali mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai itik dwiguna yaitu sebagai itik petelur atau diarahkan sebagai itik pedaging (Murtidjo, 1988). 2.2 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek, meliputi pertambahan berat badan, pertambahan ukuran semua bagian tubuh secara serentak dan merata (Maynard and Loosli, 1979). Matram (1984) menyatakan bahwa pertumbuhan secara total berkaitan erat dengan tingkat kemantapan interaksi genetiknya dengan faktor lingkungan dan pakan, selanjutnya dinyatakan pula kecepatan pertumbuhan hewan tergantung pada faktor species, jenis kelamin,umur, kualitas dan kuantitas pakan yang dibutuhkan. Selanjutnya Anggorodi (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak). Pertumbuhan murni adalah suatu penambahan dalam jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan bobot badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman et al., 1991). Menurut Soeparno (1994) definisi pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Soeharsono (1977) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah efek keseluruhan dari interaksi hereditas dengan lingkungan atau perlakuan. Sumbangan genetik terhadap pertumbuhan sekitar 30 persen dan lingkungan sekitar 70 persen. Kecepatan pertumbuhan merupakan hal yang penting dalam usaha pemeliharaan ternak, karena faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan ransum. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, ransum dan lingkungan (Zaenudin, 1996). Menurut Soeparno (1994) diantara individu di dalam suatu bangsa atau di antara bangsa ternak terdapat perbedaan respons terhadap pengaruh lingkungan seperti nutrisi, fisis dan mikrobiologis. Perbedaan respons ini menyebabkan adanya perbedaan kadar laju pertumbuhan. Jenis kelamin dapat juga menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama, mempunyai bobot badan yang lebih tinggi. Perbedaan laju pertumbuhan antara kedua jenis kelamin tersebut dapat menjadi lebih besar sesuai dengan bertambahnya umur. Steroid kelamin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama bertanggung jawab atas perbedaan komposisi tubuh antara kelamin jantan dan betina (Soeparno, 1994). Kecepatan pertumbuhan (grow rate) pada unggas biasanya diukur melalui pertambahan bobot badan (Soeharsono, 1977). Pada umumnya, pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada kenaikan bobot tubuh per satuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai rerata pertambahan bobot badan per hari atau rerata kadar laju pertumbuhan (Soeparno, 1994). Menurut Rasyaf (1994) pengukuran bobot badan dilakukan dalam kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian, yaitu bobot badan selama satu minggu dibagi tujuh. Pola pertumbuhan tubuh secara normal merupakan gabungan dari pola pertumbuhan semua komponen penyusunnya. Pada kondisi lingkungan yang ideal, bentuk kurve pertumbuhan postnatal untuk semua species ternak yang serupa, yaitu mengikuti pola kurve pertumbuhan sigmoid, yaitu pada awal kehidupan mengalami pertumbuhan yang lambat diikuti pertumbuhan yang cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi hingga berhenti setelah mencapai kedewasaan (Soeparno, 1994). 2.3 Probiotik Probiotik merupakan pakan imbuhan berupa mikroorganisme yang dapat hidup di saluran pencernaan, bersimbiosis dengan mikroorganisme yang ada, bersifat menguntungkan, dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan, serta menyeimbangkan populasi mikrobia pada saluran pencernaan, mengendalikan mikroorganisme patogen pada tubuh inang, menstimulasi imunitas inang (Fuller, 1992). Keuntungan probiotik adalah kemampuannya untuk mencegah reaksi bakteri patogen, merangsang aktivitas peristaltik usus, detoksikasi beberapa komponen makanan yang merugikan dan mengeluarkannya, mensuplai enzim untuk membantu mencerna beberapa bahan makanan (Ray, 1996). Kecernaan pakan dapat ditingkatkan dengan penambahan berbagai jenis enzimenzim pencernaan, sehingga efisiensi pemanfaatan pakan akan meningkat (Kompiang, 1993). Selain penambahan enzim, telah banyak dinyatakan bahwa penambahan jenis mikroorganisme (probiotik) ke dalam pakan juga akan membantu pencernaan, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan konsumsi pakan. Menurut Barrow (1992), pada dasarnya ada dua tujuan utama dari penggunaan probiotik pada unggas yaitu: 1) untuk tujuan manipulasi mikroorganisme saluran pencernaan bagian anterior (crop,gizzard dan usus halus) dengan menempatkan mikroflora dari strain Lactobacillus sp. dan 2) untuk meningkatkan daya tahan ternak dari infeksi salmonella. Jin et al. (1997) menyatakan, manfaat probiotik: 1) menempatkan mikroorganisme yang menguntungkan dan menekan mikroorganisme yang merugikan; 2) meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan dan menekan aktivitas enzim-enzim yang merugikan; 3) memperbaiki “feed intake” dan pencernaan; 4) menekan produksi gas amonia dan 5) merangsang sistem pertahanan tubuh. 2.4 Limbah Isi Rumen Sapi Bali Limbah isi rumen sapi bali merupakan limbah rumah potong hewan yang mengandung berbagai mikroba seperti bakteri, protozoa dan fungi (Arora, 1995) dan menghasilkan berbagai enzim pendegradasi serat (Hungate, 1966). Kamra (2005) mengungkapkan mikroba rumen ruminansia di daerah tropis yang mengkonsumsi pakan kaya serat terdiri dari bakteri (1.010– 1.011 sel/mL, terdiri dari 50 jenis), protozoa bersilia (104–106/mL, terdiri dari 25 jenis), dan fungi anaerob (103-105 zoospore/mL, terdiri dari lima jenis). Bakteri yang terdapat pada cairan rumen adalah bakteri pencerna selulosa (Bakteroides succinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, dan Butyrifibrio fibrisolvens), bakteri pencerna hemiselulosa (Butirifibrio fibrisolvens, Bacteroides ruminocola, Ruminococcus amylolytica), bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobacillus ruminus), bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). Protozoa terdiri dari golongan Holotrichs (pencerna serat yang fermentabel) dan Oligotrichs (perombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna) (Arora, 1995; Hungate, 1966), sedangkan fungi dalam rumen terdiri dari Yeast/Khamir (Trichosporon, Candida, Torulopsis, Kluyveromyces, Sacharomycopsis dan Hansenula) dan Jamur/Kapang (Aspergillus, Sporormia, Piromonas, Callimastix dan Sphaeromonas). Tingginya populasi mikroba sangat baik dalam mendukung proses fermentasi/degradasi pakan berserat. Disamping itu adanya fungi dalam cairan rumen berperanan penting dalam proses degradasi serat pakan dengan membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan sehingga dinding sel pakan menjadi lebih terbuka dan mudah dipenetrasi enzim bakteri rumen (Firkin et al., 2006). Pada ternak ayam kampung karena kandungan serat kasar ransum lebih rendah dapat meningkatkan komposisi karkas dan mikroorganisme berupa enterobaktericeae dan fungi berkurang dalam feses secara tidak nyata (P>0,05) dari perlakuan lain (Dewi et al., 2013). Hasil penelitian Partama et al., (2012) menunjukkan pada limbah isi rumen sapi bali dapat diisolasi empat bakteri lignoselulolitik, lima bakteri selulolitik dan lima bakteri xilanolitik, enam fungi selulolitik dan enam fungi xilanolitik, sedangkan Suardana et al., (2007) berhasil mengisolasi dua sumber probiotik yaitu Lactobacillus lactis spp lactis 1 dan Lactobacillus brevis 1 yang merupakan bakteri asam laktat dengan kemampuan antimikroba yang tinggi. Bioinokulan yang diproduksi dari 50-200 mL cairan rumen/liter inokulan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai suplemen karena kaya nutrien ready fermentable seperti makro dan mikro mineral, nitrogen (0,43-1,19%), protein terlarut (3,72-4,49%), dan energi bruto (0,61-1,04 kkal/mL) serta protein sel tunggal, sedangkan suplementasi bioinokulan yang diproduksi dari 100 mL dan 200 mL cairan rumen/liter bioinokulan pada silase ransum terfermentasi cairan rumen menurunkan kadar serat kasar sebesar 4,49-8,87%, meningkatkan protein kasar (0,182,29%) dan kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik silase ransum yang dihasilkan masing-masing sebesar 9,10-10,38% dan 10,95-12,85% (Mudita et al., 2010b).