JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

advertisement
UNSUR KEPERCAYAAN JAWA, TIBET, DAN VOODO
DALAM NOVEL PINTU: KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK
Zakaria Sulistiawan¹
Mudjianto²
Djoko Saryono³
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
Abstract: Beliefs or religion of people are not much different basicly
because a belief form towards spirit power or God. Genetic structuralism approach used to analize Javanese belief, Tibetan belief, and
Voodoonese belief substance in Pintu novel with watching life of the
writer, Fira Basuki. Fira's life is not much different with the story of novel. One of the belief substance there is in all beliefs is reincarnation.
There is a sameness in three beliefs essention.
Keywords: Javanese belief, Tibetan belief, Voodoonese belief, genetic
structuralism.
Abstrak: Berbagai kepercayaan atau religi yang terdapat di masyarakat
pada dasarnya tidak terlalu berbeda karena merupakan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan gaib atau Tuhan. Pendekatan strukturalisme
genetik digunakan untuk menganalisis unsur kepercayaan Jawa, Tibet,
dan Voodoo dalam novel Pintu dengan melihat kehidupan pengarang,
yaitu Fira Basuki. Kehidupan Fira tidak terlalu berbeda dengan cerita
novel. Salah satu unsur kepercayaan yang ada dalam setiap kepercayaan
tersebut adalah paham reinkarnasi. Terdapat kemiripan pada esensi ketiga kepercayaan tersebut.
Kata kunci: kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, kepercayaan Voodoo,
strukturalisme genetik.
Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari kepercayaan-kepercayaan yang ada seperti
kepercayaan suku, kepercayaan mistis, kepercayaan yang berkaitan dengan religi, dan
lain-lain. Bentuk-bentuk kepercayaan sesuai dengan kepercayaan dan religi di masingmasing tempat. Kepercayaan-kepercayaan atau religi-religi tersebut sebenarnya tidak
berbeda sama sekali karena sebagai sesama religi, menunjukkan tata cara peribadatan
dan hubungan kepada Tuhan, dewa, atau kekuasaan tertinggi. Kepercayaan Jawa,
kepercayaan Tibet, dan kepercayaan Voodoo tidaklah terlalu berbeda. Beberapa unsur
kepercayaan di dalamnya memiliki kesamaan. Seperti misalnya pandangan hidup Jawa
yang memiliki kesamaan dengan esensi dari Voodoo.
Kepercayaan-kepercayaan di dalam masyarakat juga tercermin di dalam karya
____________________________________________________________________
¹Zakaria Sulistiawan adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang . Artikel ini diangkat dari Skripsi
Program Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Negeri Malang.
²Mudjianto dan Djoko Saryono adalah Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri
Malang.
95 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
sastra. Kepercayaan Jawa meliputi kepercayaan suku, kepercayaan mistis, dan
kepercayaan religi yang ada di Jawa atau dianut orang Jawa. Begitu juga dengan
kepercayaan Tibet, dan Voodoo. Novel Pintu berisi kepercayaan Jawa, Tibet, dan
Voodoo yang melingkupi kehidupan Bowo, seorang lelaki Jawa. Kelahiran Bowo yang
tidak biasa dan anggapan ia seorang reinkarnasi menjadi dasar cerita yang nantinya
dilengkapi dengan unsur-unsur dari beberapa kepercayaan. Bowo lahir bungkus dan
dianggap 'orang istimewa' serta dipercaya merupakan titisan Sunan Kalijaga yang masih
nenek moyangnya.
Bowo memiliki kemampuan spiritual seperti melihat makhluk halus dan
memiliki mata ketiga yang dapat melihat aura. Mata ketiga adalah hal yang umum di
Tibet. Orang Tibet mempercayai orang-orang yang berbakat spiritual atau seorang
reinkarnasi harus dibuka kemampuannya untuk dapat membantu masyarakat, salah
satunya adalah membuka kemampuan mata ketiga (Rampa, 2002). Pemeluk Voodoo
mempercayai adanya waktu-waktu tertentu antara kematian dan kelahiran yang dalam
kepercayaan Tibet dipercaya terdapat waktu senggang, untuk melanjutkan hidup atau
kelahiran kembali, yang dikenal dengan reinkarnasi. Keserupaan di antara ketiga
kepercayaan tersebut membuat kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo tidak sepenuhnya
berbeda dan memiliki suatu hubungan yang unik.
Unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo dalam novel Pintu dianalisis
menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Stukturalisme genetik digunakan
untuk menganalisis kepercayaan dengan melihat latar belakang kehidupan pengarang,
yaitu Fira Basuki. Pengarang dalam membuat karya sastra tidak terlepas dari
masyarakat atau kelas sosialnya (Endraswara, 2003: 56). Terdapat pengaruh atau
gambaran sosial, masyarakat di dalam karya sastra. Penelitian ini melihat
kesinambungan antara latar belakang dan kehidupan pengarang dengan kepercayaankepercayaan di novel.
Fira Basuki lahir dan tinggal di keluarga Jawa. Ia tidak terkungkung secara adat
atau tradisi sehingga masih dapat menentukan keinginan dan masa depannya bersama
dengan bimbingan dan dukungan keluarga. Keluarga Jawa yang dialami Fira
memberinya pengetahuan-pengetahuan tentang Jawa dan kepercayaan Jawa. Hal ini
memberi manfaat tersendiri bagi kepenulisannya yang membahas kepercayaan Jawa.
Fira menikah dengan orang Tibet dan menempuh kuliah di Amerika Serikat yang
memberinya pengetahuan tentang kepercayaan Tibet dan Voodoo.
Sebagai sebuah religi atau yang berasal dari religi, religi Jawa, Tibet, dan
Voodoo dapat dilihat dari teori kepercayaan atau religi. Religi Jawa mengakui adanya
kasakten, yaitu kekuatan dan kekusaan gaib atau kekuatan supernatural, dan selain itu
juga terdapat makhluk halus di sekitar manusia. Adanya kekuatan gaib ini membuat
lahirnya emosi keagamaan pada orang Jawa. Dunia gaib dan dunia manusia hidup
secara berdampingan dan saling mempengaruhi. Hal ini terdapat dalam sistem
kepercayaan yaitu dunia gaib dan kekuatan atau makhluk-makhluk halus atau
supernatural. Kekuatan supernatural dipercaya ada di dalam senjata atau pusakapusaka Jawa, seperti keris. Orang Jawa masih menghormati kuburan nenek moyang dan
memberi sesaji pada beberapa tempat dan waktu yang menunjukkan bentuk upacara
atau kegiatan keagamaan. Beberapa orang Jawa juga masih menjaga kerohanian mereka
dengan bertapa atau meditasi.
Keadaan alam Tibet dengan sendirinya menjadi pendorong rasa atau emosi
keagamaan bagi siapa pun. Religi Tibet adalah Buddha Mahayana yang menjadi sistem
kepercayaan orang Tibet. Rahib Tibet menguasai tata cara peramalan atau mengatakan
96 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
tentang masa depan. Tentang konsep roh, orang Tibet mempercayai reinkarnasi atau ruh
yang meninggalkan tubuh dan pergi ke tubuh yang baru atau disebut kelahiran kembali.
Upacara keagamaan orang Tibet yang paling terlihat adalah kegiatan atau rutinitas
meditasi dan membaca doa. Terdapat upacara-upacara lain seperti misalnya saat
membimbing roh keluar dari tubuh yang dipimpin seorang rahib yang telah
berpengalaman (Rampa, 2002).
Emosi keagamaan pada pemeluk Voodoo dapat diciptakan atau ditingkatkan
ketika merasakan tarian dan musik yang saling berpadu. Pemeluk Voodoo mempercayai
kekuatan tertinggi yaitu Bon Dye. Sistem kepercayaan mereka juga terlihat pada
kekuatan-kekuatan sakti pada saat membaca mantra saat menari atau saat ritual boneka
Voodoo. Konsep roh sangat penting karena merupakan bagian penting dan akar dari
religi Voodoo. Pemeluk Voodoo memiliki suatu tempat upacara yaitu bangunan atau
pondok dan houmfor yang digunakan untuk persembahan dan juga ritual. Terdapat
sebuah tiang yang dipercaya sebagai tempat roh berkomunikasi. Peralatan utama di
setiap ritual adalah alat musik seperti genderang kecil yang disertai dengan tarian atau
pun nyanyian atau mantra. Upacara, ritual, atau prosesi dipimpin oleh seorang pendeta.
Penelitian sebelumnya yang juga mengemukakan kepercayaan Jawa adalah
penelitian yang berjudul Kepercayaan Masyarakat Jawa dalam Film Kuntilanak oleh
Tassa Ari Maheswarina. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur
kepercayaan Jawa, (2) unsur kepercayaan Tibet, dan (3) unsur kepercayaan Voodoo di
dalam novel Pintu.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka yang termasuk penelitian
kualitatif. Penelitian ini menganalisis unsur kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, dan
kepercayaan Voodoo dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.
Pendekatan ini melihat latar belakang dan kehidupan pengarang untuk menganalisis
data-data atau unsur-unsur kepercayaan tersebut.
Data penelitian ini adalah unsur-unsur kepercayaan yang terdapat di dalam novel
Pintu yang menunjukkan kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, dan kepercayaan
Voodoo. Sumber data penelitian ini adalah novel Pintu karya Fira Basuki yang
diterbitkan Gramedia Widiasarana Indonesia atau Grasindo di Jakarta tahun 2002. Pintu
bercerita tentang kehidupan Bowo yang dilingkupi kepercayaan Jawa, Tibet, dan
Voodoo.
Data penelitian ini adalah unsur-unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo.
Untuk menganalisis kepercayaan diperlukan data-data yang diambil dari novel. Untuk
menemukan data terlebih dahulu dilakukan pembacaan isi novel secara menyeluruh
untuk menemukan unsur-unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo. Untuk
memudahkan menemukan data digunakan instrumen penelitian untuk menjaring unsurunsur kepercayaan.
Penjaringan unsur kepercayaan berguna untuk menghasilkan data-data penelitian
yang akan dianalisis. Setelah data ditemukan masih diperlukan klasifikasi agar data
menjadi terorganisir sesuai bagian-bagian pokok di setiap kepercayaan, seperti pada
kepercayaan Jawa yang terdiri dari bagian-bagian pokok kepercayaan, kelahiran, olah
spiritual, mata ketiga, dan pusaka. Begitu juga dengan kepercayaan Tibet dan Voodoo
sesuai bagian-bagian penting masing-masing kepercayaan di dalam novel.
97 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
Untuk menganalisis unsur-unsur kepercayaan digunakan sumber-sumber pustaka
yang relevan, seperti pada kepercayaan Jawa digunakan buku-buku antropologi,
terutama religi, lalu buku tentang kebudayaan Jawa, dan lain-lain.
Penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka sehingga analisis data,
pembahasan data, dan penyimpulan dilakukan bersamaan saat analisis data, atau
dijadikan satu pada setiap unsur yang dianalisis, tanpa menggunakan bab pembahasan
tersendiri di belakang seperti pada model penelitian-penelitian yang umum.
Analisis kepercayaan Jawa dimulai dengan mendefinisikan kepercayaan menjadi
kepercayaan suku, kepercayaan gaib atau mistis, kepercayaan religi, dan religi, seperti
pada kepercayaan Jawa yaitu kepercayaan suku, kepercayaan gaib atau mistis,
kepercayaan religi, dan religi Jawa. Klasifikasi dilanjutkan menurut kehidupan tokoh
utama yaitu orang pilihan yang menunjukkan kelahiran si tokoh, yang terdiri dari bayi
bungkus, bayi kuning, reinkarnasi, tanggalan kelahiran, dan pernikahan; lalu olah
spiritual yang terdiri dari lelaku, meditasi, semadi, olah batin, dan penyucian diri.
Dilanjutkan dengan mata ketiga dan pusaka.
Kemampuan mata ketiga tokoh serupa dengan perihal mata ketiga di Tibet
sehingga kepercayaan Jawa tidak terlalu jauh berbeda dengan kepercayaan Tibet. Orang
Tibet percaya bahwa orang berkemampuan khusus, seperti misalnya mata ketiga, harus
dibuka untuk membantu masyarakat. Analisis kepercayaan Tibet dimulai dengan
keadaan Tibet yang telah dibuka dan menjadi bagian dari China. Pengelompokkan unsur
atau subbab kepercayaan Tibet meliputi keadaan Tibet yaitu masyarakat dan rahib,
kepercayaan reinkarnasi, ramalan, dan mata ketiga.
Mata ketiga adalah kemampuan untuk melihat aura, pikiran, kesehatan,
spiritualitas, dan hal-hal tidak terlihat lainnya. Mata ketiga telah menarik perhatian
masyarakat internasional sehingga menggunakan sumber pustaka yang relatif umum
yang membahas mata ketiga dan aura.
Pandangan hidup Jawa memiliki kemiripan dengan esensi Voodoo. Kepercayaan
Voodoo diklasifikasikan menjadi Voodoo, kelahiran Voodoo yang meliputi masa
kolonisasi, kepercayaan Voodoo di Amerika Serikat yang terdiri dari New Orleans,
kuburan Marie Laveau, dan tempat dan ritual Voodoo.
Analisis unsur kepercayaan dihubungkan dengan kehidupa dan latar belakang
Fira Basuki, sebagai pengarang novel Pintu. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang
digunakan yaitu strukturalisme genetik yang melihat hubungan antara karya sastra
dengan pengarangnya. Hasil analisis diamati untuk melihat kesesuaian atau kesinkronan
antara isi novel dan pengarang.
HASIL
Unsur Kepercayaan Jawa
Kepercayaan Jawa berasal dari religi Jawa. Religi Jawa adalah religi pertama
orang atau suku Jawa yang kemudian telah dipengaruhi religi luar, seperti Hindu dan
Islam dan menjadi religi seperti yang nampak sekarang, salah satunya adalah Kejawen
dan kegiatan-kegiatan kepercayaan Jawa yang masih dilakukan masyarakat sampai saat
ini.
Religi Jawa mempercayai hal-hal atau sesuatu yang bersifat gaib. Hal-hal gaib
berasal dari alam gaib, alam lain atau alam adikodrati dan oleh sebab itu harus dijaga
keselarasannya dengan alam manusia. Religi ini berdampingan dengan pandangan hidup
orang Jawa. Pandangan hidup orang Jawa yaitu tatanan alam semesta atau kosmos.
Religi Jawa juga terdapat dalam kepercayaan-kepercayaan atau masih melingkupi
98 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
kepercayaan-kepercayaan yang ada, seperti kepercayaan religi dan kepercayaan suku
atau orang Jawa. Hal gaib yang paling dipercaya atau puncak religi orang Jawa adalah
kasaktén. Kasaktén atau kekuatan sakti adalah kekuatan atau kekuasaan tertinggi atau
dapat dikatakan tertinggi, terkuat, atau yang paling disegani dalam religi Jawa.
Kasaktén adalah kekuasaan gaib tertinggi yang dianut orang Jawa dan dalam
kehidupan sehari-hari orang Jawa, ada saatnya kepercayaan kepada kasakten
menunjukkan "jatidirinya", seperti kepercayaan dan anggapan pada benda-benda sakti,
keramat, atau pusaka. Setelah kasakten, di bawahnya terdapat kepercayaan kepada
arwah atau roh leluhur, lalu yang terakhir adalah kepercayaan kepada makhluk-makhluk
halus seperti memedi, lelembut, demit, tuyul, dan makhluk-makhluk halus yang lain.
Leluhur atau arwah leluhur, dalam keyakinan orang Jawa dapat memberikan
keselamatan dan memberikan perlindungan. Hal ini juga tidak terlepas dari peran
leluhur semasa hidupnya. Terlebih leluhur memiliki peran penting ketika hidup.
Sehingga leluhur atau roh mereka dapat tetap memberi pertolongan, atau paling tidak
dapat menjadi perantara dengan kekuasaan tertinggi. Setelah tiada, sosok leluhur tetap
dimuliakan, diagungkan, dan dijadikan panutan anak cucu.
Bowo adalah seorang lelaki Jawa yang lahir bungkus dan dipercaya sebagai
titisan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga masih nenek moyang Bowo yang dipercaya
bereinkarnasi ke Bowo agar generasi Bowo atau yang sekarang tidak melupakan ajaran
atau adat Jawa dan nenek moyang. Konsep reinkarnasi ini juga ada pada masyarakat
Tibet yang dilandasi religi Buddha Mahayana. Bowo dan keluarganya masih tetap
menjalankan adat Jawa sehingga memudahkan Bowo untuk melestarikan kebudayaan
Jawa. Saat lahir, Bowo berkulit kuning yang dianggap sebagai tanda keistimewaan
Bowo atau dapat disebut bayi kuning. Bowo yang lahir bungkus dapat melihat makhluk
halus seperti kepercayaan atau mitos di masyarakat yaitu bayi bungkus memiliki
kemampuan spiritual yaitu melihat makhluk halus.
Kemampuan mata ketiga Bowo dibuka secara spiritual ketika lulus SMU. Mata
ketiga adalah kemampuan untuk melihat aura atau hal-hal yang tidak tampak atau
terlihat oleh mata biasa yang lain. Pembukaan mata ketiga Bowo terjadi di kuburan
salah satu nenek moyangnya. Bowo dapat melihat pikiran, kesehatan, keadaan spiritual
orang lain yang semuanya itu ada dalam aura.
Setelah lulus dan pulang dari Amerika, Bowo melalukan penyucian diri. Ia
bermeditasi di sungai untuk menyucikan diri secara spiritual dan fisik. Hal itu atas
nasihat gurunya, Pak Haji Brewok. Setelah itu, teman Pak Haji Brewok memberinya
sebilah keris. Bowo mengenakan keris itu saat pernikahannya dan akan menyerahkan
keris itu kepada orang yang tepat suatu hari nanti saat ia tua
Unsur Kepercayaan Tibet
Mata ketiga Bowo adalah hal yang lumrah di Tibet. Masyarakat Tibet mengenal
mata ketiga dan menurut mereka orang-orang yang dianugrahi kemampuan tersebut
harus dibuka dan menggunakannya untuk membantu masyarakat. Mata ketiga adalah
suatu kemampuan melihat aura dan hal-hal di dalamnya yaitu pikiran, keadaan spiritual,
kesehatan, dan lain-lain.
Salah satu orang Tibet yang dibuka mata ketiganya adalah Tuesday Lobsang
Rampa. Pada usia tujuh tahun ia mulai menjalani kehidupan sebagai rahib di biara dan
usia delapan tahun dibuka mata ketiganya. Pembukaan mata ketiga dilakukan dengan
operasi kecil yaitu pelubangan pada kening Lobsang saat ia dalam kondisi sadar.
Lobsang akhirnya dapat melihat aura orang lain.
99 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
Pembukaan mata ketiga Lobsang memiliki beberapa kesamaan dengan Bowo.
Pembukaan keduanya terjadi setelah matahari terbit dan membutuhkan waktu beberapa
hari untuk menyesuaikan diri setelah pembukaan.
Lobsang adalah seorang reinkarnasi dan ia hidup dalam keluarga kaya dan
terpandang, dan tentu saja menerapkan budaya atau adat Tibet secara ketat. Bowo juga
dipercaya sebagai reinkarnasi Sunan Kalijaga dan hidup dalam keluarga Jawa yang
kaya. Sunan Kalijaga masih nenek moyang Bowo.
Mayoritas orang Tibet memeluk agama Budha Mahayana dan di Indonesia juga
pernah ada agama Budha Mahayana dan sekarang agama Budha masih ada sehingga
tidak terdapat perbedaan jauh antara Buddha di Indonesia dan di Tibet.
Tibet adalah negara yang tidak menginginkan kemajuan. Masyarakat Tibet lebih
menjaga keseimbangan dan pencapaian tingkat kerohanian mereka atau esoteris mereka
walau hidup dalam kesederhanaan. Pencapaian rohani tersebut juga didukung dengan
hasil-hasil ilmu pengetahuan di Tibet. Ilmu-ilmu di Tibet terdiri dari ilmu fisik atau ilmu
alam dan ilmu spiritual. Salah satu kegunaan ilmu alam adalah untuk memahami dan
menganalisis tumbuh-tumbuhan di daerah pegunungan Himalaya, yang merupakan
tempat negara Tibet berpijak. Ilmu spiritual meliputi ilmu atau pengetahuan rakyat
Tibet, khususnya para rahib yang juga merupakan peneliti di Tibet, selain sebagai pilar
keagamaan.
Ilmu-ilmu spiritual Tibet mencakup seperti ilmu meramal, atau ilmu atau
pengetahuan seputar rohani atau spiritual yang merupakan hasil penelitian lanjutan
seperti teori reinkarnasi. Tentang aura, di Tibet orang yang terpilih akan dioperasi
keningnya untuk membuka mata ketiganya dan dapat melihat aura, seperti yang terjadi
pada Tuesday Lobsang Rampa.
Unsur Kepercayaan Voodoo
Bowo mulai mengenal kepercayaan Voodoo saat berlibur ke New Orleans. Ia
mengenal Paris, wanita Amerika yang mengenalkannya kepada tradisi Voodoo. Voodoo
adalah religi yang lahir di Haiti dan telah menyebar hingga ke Amerika Serikat. Sejarah
lahirnya Voodoo adalah ketika orang-orang Afrika dibawa ke beberapa negara di masa
kononisasi Eropa. Orang-orang Afrika dari berbagai suku tersebut menyatukan religi
mereka dan melahirkan religi baru yaitu Voodoo. Voodoo lahir di Haiti dan juga sering
disebut Vodun.
Kota New Orleans di Louisiana, Amerika Serikat adalah ibu kota Voodoo di
Amerika Serikat. Voodoo telah menjadi budaya dan tradisi di kota tersebut. Voodoo
juga mengadaptasi ajaran-ajaran religi setempat seperti religi Kristen. Voodoo saat ini
masih dijalankan seperti di Amerika Serikat, Haiti, Brazil, dan tempat-tempat lain.
Pendeta Voodoo membantu atau mengabulkan keinginan orang-orang yang datang ke
tempat Voodoo.
Sebagian masyarakat menganggap Voodoo sebagai religi yang buruk walau
mungkin karena kekurangtahuan di kalangan masyarakat tentang Voodoo. Voodoo
sering dikaitkan dengan teknik sihir dengan boneka yang akan menyakiti orang dari
jarak jauh. Hal ini yang mungkin paling diingat atau berkesan pada masyarakat umum
sehingga Voodoo dianggap kepercayaan yang buruk atau jahat. Sebenarnya ritual
boneka Voodoo hanya salah satu bagian kecil dalam religi Voodoo. Voodoo adalah
religi yang menjaga hubungan penting dengan roh-roh atau spirit, sesuai dengan arti
nama dari Voodoo yaitu spirit.
100 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
Bowo diajak Paris untuk melakukan ritual Voodoo di pondok Voodoo.
Keistimewaan Bowo juga diketahui saat ia harus bersentuhan dengan ular piton miliki
pendeta Voodoo. Hanya orang-orang terpilih atau istimewa yang boleh bersentuhan
dengan ular. Bowo akhirnya menyadari ia telah dikirimi energi spiritual buruk oleh
Erna, mantan temannya sehingga kehidupan Bowo menjadi berantakan.
PEMBAHASAN
Unsur Kepercayaan Jawa
Pembahasan unsur kepercayaan Jawa meliputi orang istimewa, hal atau kekuatan
gaib, dan kemampuan khusus. Bowo, tokoh utama cerita adalah anak atau orang yang
istimewa. Ia dianugrahi kelebihan atau kemampuan tertentu sejak lahir. Kemampuan
bowo yang begitu terasa adalah kemampuan melihat makhluk halus, kepintaran, dan
mata ketiga. Bowo saat kecil dapat melihat makhluk halus. Makhluk halus dapat
digolongkan di dalam hal-hal tidak mudah untuk dilihat atau diketahui, atau bersifat
spiritual. Kemampuan Bowo tersebut serupa dengan pengalaman hidup seorang
pemerhati dan pembaca aura yaitu Barbara Martin. Aura termasuk ke dalam hal-ha
spiritual. Barbara dapat melihat aura sejak usia tiga tahun dan mendapat teman atau
hubungan spiritual dengan kekuatan gaib (Martin, 2006). Bowo yang dekat dengan
makhluk halus menyiratkan tentang orang dan kepercayaan Jawa yang masih lekat
dengan kepercayaan mistis atau gaib.
Bowo dianggap istimewa karena memiliki kemampuan-kemampuan spiritual.
Bowo sebagai orang istimewa atau terpilih menjadi terasa saat ia dewasa dan
mengalami hal-hal spiritual yang semua itu semakin menegaskan akan keistimewaan
Bowo. Kemampuan mata ketiga Bowo dibuka saat beranjak dewasa dan dengan
kemampuan ini ia dapat melihat aura orang lain. Dapat dikatakan mata ketiga adalah
salah satu kemampuan tinggi dalam hal spiritual. Bowo seolah disiapkan dan
dimatangkan dan dipertegas dengan mata ketiganya yang dibuka secara spiritual. Hal ini
menunjukkan kemungkinan masih adanya orang atau orang Jawa yang memiliki
kemampuan tertentu, yang tidak banyak orang memiliki atau memahaminya.
Kemampuan tersebut juga berguna untuk membantu melestarikan kebudayaan Jawa.
Mata ketiga Bowo adalah salah satu kemampuan khusus yang tidak banyak
orang yang memilikinya, terutama yang dimiliki secara alami atau sejak lahir. Mata
ketiga memang lekat dengan kepercayaan di dalam Hindu dan Buddha yang sering
ditunjukkan dengan adanya satu mata tambahan atau titik di dahi atau di antara kedua
mata. Kemampuan mata ketiga juga dikenal secara luas di Tibet sebagai negara yang
berlandaskan agama Buddha Mahayana (Rampa, 2002). Masyarakat Jawa pada sejarah
religinya pernah memeluk agama Hindu dan Buddha dan mengalami adaptasi dengan
religi Jawa asli, yang ikut melahirkan Kejawen. Sekarang pun, agama Hindu dan
Buddha masih dipeluk oleh masyarakat Jawa atau Indonesia secara umum.
Pembukaan mata ketiga Bowo dilakukan secara gaib atau spiritual di kuburan
nenek moyangnya. Orang Jawa masih menghormati atau bahkan meminta di kuburan
nenek moyang atau pun leluhur, dan di tempat-tempat lain yang dianggap memiliki
berkah gaib atau kharisma (Suseno, 2003). Bowo memulai membuka mata ketiga
dengan petunjuk sebuah mimpi. Mimpi masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa
sebagai petunjuk terutama bagi ahli olah batin atau spiritual, karena mimpin adalah
jawaban atau petunjuk yang terjamim.
Hal-hal yang menunjukkan keistimewaan Bowo yang lain adalah kepintarannya,
yang dapat dikatakan sebagai pengaruh reinkarnasi sebelumnya, yaitu ingatan,
101 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
pengetahuan orang atau jiwa terdahulu ikut mempengaruhi jiwa orang yang sekarang
(Mackenzie, 1990). Bowo dipercaya sebagai titisan atau reinkarnasi Sunan Kalijaga,
nenek moyangnya. Hal yang lain adalah kedekatan Bowo dengan wanita yang seperti
menunjukkan kepemimpinan atau sosok raja Jawa yang memiliki istri atau hubungan
dengan beberapa wanita.
Keistimewaan Bowo juga terlihat saat ia langsung diterima untuk dilatih silat
oleh salah satu guru spiritual Bowo; lalu saat ia diperbolehkan untuk menyentuh ular
milik pendeta Voodoo yang hanya orang tertentu atau istimewa saja yang dapat
menyentuhnya di saat ritual Voodoo; dan saat Bowo mendapat atau diwarisi sebilah
keris dari teman gurunya. Keris tersebut akan terus diwariskan kepada orang-orang yang
terpilih saat pemegangnya telah berusia tua. Kedekatan Bowo dengan makhluk halus
juga menunjukkan keistimewaan Bowo.
Kedekatan Bowo dengan hal-hal spiritual dimulai dengan silat, lalu ajaran
Kejawen yang dekat dengan kehidupannya, dan penyucian diri Bowo atau semacam
meditasi saat ia merasa kotor. Keris yang diterima Bowo juga berisi suatu kekuatan gaib
yang di kalangan orang Jawa memang terdapat orang-orang yang menggunakan keris
untuk keberkahan atau jimat (Suseno, 2003).
Unsur Kepercayaan Tibet
Pembahasan unsur kepercayaan Tibet meliputi keadaan masyarakat Tibet dan
pengetahuan atau kemampuan khusus. Masyakat Tibet adalah masyarakat yang tidak
menginginkan kemajuan seperti pada masyarakat-masyrakat yang lain (Rampa, 2002).
Pencapai esoteris atau kerohanian yang tinggi lebih diutamakan oleh orang Tibet.
Kemajuan yang salah hanya akan mengotori pencapaian rohani mereka. Wilayah Tibet
memang sempurna untuk meningkatkan segi kerohanian manusia. Tempat yang
bergunung-gunung, wilayah yang masih alami, dan pemandangan alam Tibet
mendukung untuk pencapaian rohani yang tinggi.
Masyarakat Tibet terdiri dari masyarakat biasa dan rahib. Para rahib adalah
pengembang dan penjaga ilmu-ilmu pengetahuan di Tibet, seperti konsep jiwa seperti
dalam reinkarnasi, lalu ramalan, dan mata ketiga.
Reinkarnasi adalah salah satu paham yang terkenal di Tibet. Reinkarnasi terdapat
di dalam agama Hindu dan Buddha dan mulai mendapat perhatian di masyarakat luas,
terutama di negara atau tempat yang dekat dengan pengajaran Buddha. Buddha
Mahayana adalah agama mayoritas orang Tibet. Reinkarnasi adalah kelahiran kembali
jiwa beserta "isinya" yaitu pemikiran, pengetahuan, kemampuan, ingatan, visi, dan lainlain. Orang yang mati akan dilahirkan kembali jiwanya kepada orang yang baru atau
pada saat roh atau janin tercipta di tubuh sang ibu.
Bowo dipercayaa sebagai reinkarnasi Sunan Kalijaga. Salah satu kelebihan
Bowo yaitu kepintarannya dimungkinkan adalah "warisan" dari ingatan dan
pengetahuan "jiwa-jiwa" terdahulu sebelum Bowo lahir. Salah satu contoh reinkarnasi
dan bukti-buktinya, paling tidak sebagai bukti nyata reinkarnasi hidup adalah Osel. Osel
adalah seorang anak Spanyol yang telah dibuktikan dan diberi gelar Lama oleh Dalai
Lama, pemimpin Tibet. Osel dipercaya sebagai reinkarnasi Lama Thubten Yeshe,
seorang lama Tibet yang telah meninggal (Mackenzie, 1990). Orang yang menjadi
reinkarnasi yang lain adalah Tuesday Lobsang Rampa, yang pembukaan mata ketiganya
memiliki kemiripan dengan Bowo.
Ramalan adalah salah satu pengetahuan khusus di Tibet. Seorang peramal,
terutama peramal negara di Tibet dapat melihat masa depan seseorang yang dapat
102 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
dipastikan terjadi. Peramal di Tibet menggunakan prinsip-prinsip keilmuan, seperti
pergerakan benda-benda langit dan juga menggunakan teknik meditasi mereka yang
terkenal. Hasil dari ramalan adalah pembacaan masa depan seseorang yang telah
"disetujui" olah dewa, manusia, dan setan, dan hal itu akan terjadi (Rampa, 2002).
Meditasi juga dikenal dan digunakan orang Jawa untuk menemukan suatu petunjuk atau
sebuah ilmu spiritual atau gaib (Pamungkas, 2006).
Pengetahuan khusus yang lain adalah mata ketiga yang dimiliki Tuesday
Lobsang Rampa dan Bowo, tokoh utama cerita. Pembukaan mata ketiga di Tibet yaitu
pada Lobsang memiliki kemiripan dengan pembukaan pada Bowo. Mata ketiga dibuka
saat matahari telah tenggelam atau saat gelap. Setelah mata ketiga dibuka dengan
operasi kecil pada dahi, dibutuhkan beberapa minggu untuk menyesuaikan diri. Pemilik
mata ketiga yang baru harus beradaptasi dengan cahaya luar sehingga untuk sementara
waktu harus berada dalam ruangan gelap tanpa cahaya. Cahaya akan dimasukkan sedikit
demi sedikit di dalam ruangan.
Pembukaan mata ketiga Bowo tidak dilakukan dengan operasi namun dengan
pembukaan secara spiritual atau gaib. Pembukaan mata ketiga Bowo membutuhka
waktu beberapa hari dan pada saat itu Bowo dalam keadaan tertidur atau tidak sadarkan
diri.
Unsur Kepercayaan Voodoo
Pembahasan unsur kepercayaan Voodoo meliputi masa kelahiran Voodoo,
konsep roh dalam Voodoo, dan ritual Voodoo. Voodoo lahir di masa kolonisasi Eropa
di abad ke-16. Orang-orang Afrika dari berbagai suku diambil dan ditempatkan di
beberapa negara, salah satunya adalah Haiti, Amerika Tengah. Orang-orang Afrika
tersebut lalu menyatukan religi mereka sehingga melahirkan religi baru yaitu Voodoo.
Pemeluk Voodoo mempercayai kekuatan gaib tertinggi yaitu Bondye dan ratusan
spirit yaitu Lwa. Pada kehidupan sehari-hari pemeluk Voodoo lebih sering berhubungan
dengan Lwa, daripada Bondye, serupa dengan orang Jawa yang masih mempercayai dan
dekat dengan makhluk-makhluk halus daripada dengan kasakten.
Pemeluk Voodoo juga mempercayai dewa-dewa yang berasal dari roh-roh
leluhur. Masyarakat Jawa juga masih menghormati bahkan meminta kepada roh-roh
leluhur.
Voodoo di Amerika Serikat berpusat di New Orleans, Louisiana, Amerika
Serikat. Voodoo telah menjadi tradisi dan budaya di New Orleans, termasuk
bersinkretisasi dengan agama-agama setempat. Hal ini serupa dengan religi Jawa yang
beradaptasi dengan Hindu, Islam, dan religi-religi luar yang masuk.
Marie Laveau adalah sosok yang terkenal di New Orleans. Ia adalah ratu Voodoo
yang telah meninggal namun masyarakat masih mengunjungi makamnya untuk
melakukan ritual Voodoo atau untuk meminta sesuatu. Serupa dengan sebagian
masyarakat Jawa.
Ular adalah salah satu hal atau perlengkan penting dalam agama Voodoo. Ular
dianggap dapat menjembatani antara dunia gaib dan dunia nyata, seperti pada saat
Bowo diberi ular oleh pendeta Voodoo di ritualnya. Ular di beberapa kebudayaan
dikaitkan dengan dunia dan kekuatan gaib.
Konsep ilmu gaib sebenarnya dekat dengan religi. Ilmu gaib adalah usaha-usaha
manusia untuk mengatur alam atau mencapai tujuannya sedangkan religi adalah
penyerahan diri kepada Tuhan, atau berserah diri di saat usaha manusia tidak lagi
berhasil.
103 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
Ilmu gaib dari Voodoo yang mungkin paling diingat dan berkesan di masyarakat
umum adalah ilmu boneka Voodoo. Suatu boneka akan digunakan untuk mewakili
seseorang, lalu boneka tersebut akan disakiti agar orang yang diwakilinya ikut tersakiti.
Ilmu ini berdasarkan kepercayaan kepada kekuatan sakti atau hubungan-hubungan
asosiasi, yaitu menghubungkan atau menyamakan antara boneka dengan seorang
manusia (Koentjaraningrat, 1967:265).
Pendeta Voodoo di saat ritual akan menari dan membaca mantra disesuaikan
dengan irama musik yang ada. Saat telah mencapai puncak tarian dan musik, jiwanya
akan dirasuki spirit atau roh tertentu untuk membantu terlaksananya ritual. Perasukan
ini serupa dengan mediumisasi yaitu menggunakan tubuh seseorang yang masih hidup
untuk dirasuki suatu roh yang dipanggil atau diinginkan untuk ditemui atau diajak
berkomunikasi.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Kepercayaan Jawa atau religi Jawa adalah kepercayaan suku Jawa yang telah ada
sejak dulu sebelum religi-religi luar datang seperti Hindu dan Islam. Kepercayaan
dibedakan menjadi kepercayaan kepada sesuatu hal dan kepercayaan sebagai sebuah
bentuk atau sebutan bagi suatu religi. Saat ini unsur-unsur religi Jawa masih ada dan
dilakukan oleh sebagian orang Jawa. Kepercayaan Jawa memiliki beberapa kesamaan
dengan kepercayaan Tibet dan Voodoo.
Kepercayaan Jawa berasal dari religi Jawa, yaitu religi pertama orang Jawa,
sedangkan Kejawen adalah religi Jawa yang telah terpengaruh Islam atau dapat
dikatakan sebagai religi Jawa Hindu Islam. Dilihat dari sejarahnya religi Jawa mungkin
telah tiada karena telah digantikan agama "resmi" yaitu Kejawen saat kerajaan Mataram
baru menerima Islam.
Hubungan kepercayaan Jawa dengan kedua kepercayaan yang lain adalah
kepercayaan Jawa berasal dari religi awal yang berarti masih berhubungan erat dengan
penyembahan nenek moyang, sama dengan religi Voodoo. Kepercayaan Jawa juga
mengenal reinkarnasi yang merupakan unsur kepercayaan di Tibet.
Kepercayaan Tibet berdasarkan religi Budha Mahayana di Tibet. Kepercayaan
Tibet menghasilkan beberapa hal atau unsur yang mulai dikenal masyarakat luas seperti
mata ketiga, reinkarnasi, ramalan, dan lain-lain. Pengetahuan-pengetahuan atau
kemampuan khusus di Tibet dijaga dan diteliti oleh para rahib.
Kepercayaan atau religi Voodoo adalah religi yang merupakan hasil penyatuan
atau kumpulan religi suku-suku Afrika. Penyatuan ini terjadi masa kolonisasi bangsa
Eropa dan Voodoo telah menyebar di beberapa tempat, seperti yang saat ini
mengamalkannya yaitu New Orleans, Amerika Serikat, Haiti, Brazil, suku-suku di
Afrika Barat, dan lain-lain.
Saran
Beberapa orang masih menganggap buruk beberapa kepercayaan seperti
Kejawen, voodoo, namun sebenarnya hal itu karena kekurangtahuan dan pemahaman
masyarakat. Untuk selanjutnya masyarakat dapat melihat terlebih dahulu isi keseluruhan
atau pokok-pokok suatu religi sebelum menilainya.
Pendekatan terhadap novel Pintu tidak hanya dilakukan dengan strukturalisme
genetik saja. Harus ada pembaruan atau upaya tersendiri agar dapat menganalisis suatu
keperecayaaan di dalam suatu karya sastra tanpa harus hanya melihat latar belakang
104 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
pengarangnya. Sebaiknya terdapat pendekatan lain untuk menganalisis suatu
kepercayaan di dalam novel.
DAFTAR RUJUKAN
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Model, Teori, dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Koentjaraningrat. 1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian
Rakyat.
Mackenzie, Vicki. Tanpa Tahun. Reinkarnasi: Misteri Bocah Spanyol bernama
Osel. Terjemahan Lany Kristono. 1990. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti
Martin, Barbara Y. & Moraitis, Dimitri. Tanpa Tahun. Change Your Aura,
Change Your Life: Langkah Praktis Membuka Kekuatan Spiritual Anda.
Terjemahan: Osman Fiyanti. 2006. Jakarta: Penerbit PPM.
Pamungkas, Ragil. 2006. Lelaku dan Tirakat: Cara Orang Jawa Menggapai
Kesempurnaan Hidup. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Rampa, T Lobsang. Mata Ketiga. Terjemahan: Yovita Hardiwati. 2002. Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama.
Suseno, F. M. 2003. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia.
105 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013
Download