BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Streptococcus mutans

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Streptococcus mutans
Streptococcus merupakan bakteri berbentuk bulat dengan susunan bentuk rantai.
Bakteri ini ditemukan oleh Billroth (1874). Menurut Dzen dkk., (2003),
berdasarkan tipe hemolisis pada lempeng agar darah (blood agar plate), bakteri
ini dibedakan menjadi 3 yaitu yang pertama Streptococcus hemolitik alfa (Gambar
2.1.a.) (Partial hemolytic Streptococcus). Koloni Streptococcus ini pada BAP
(Blood Agar Plate) memberikan zona hemolisis yang sempit, artinya sel darah
merah pada inner zone dari BAP tidak mengalami hemolisis secara komplit. Pada
sekitar koloni sering didapatkan warna kehijauan (disebabkan oleh pembentukan
reductans of haemoglobin) (Dzen dkk., 2003). S. mutans (Gambar 2.1.b.)
termasuk ke dalam grup viridans (Antony et al., 2010).
Golongan kedua adalah Streptococcus hemolitik beta (Total Hemolytic
Streptococcus) disebut grup piogenes. Pada BAP bakteri ini dapat menyebabkan
zona hemolisis yang luas pada sekitar koloni. Golongan ketiga Streptococcus
hemolitik gamma (Non-Hemolytic Streptococcus). Pada BAP bakteri ini tidak
mengadakan hemolisis sama sekali (Dzen dkk., 2003).
a
b
Gambar 2.1.a. Koloni Streptococcus pada media agar darah (α-hemolysis)
(Way et al., 2007) b. S. mutans mikroskopis (Yulia, 2006)
Menurut Krieg et al., (2010), taksonomi S. mutans adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Bacteroidetes
Universitas Sumatera Utara
Kelas
: Bacteroidia
Ordo
: Bacteroidales
Famili
: Porphyromonadaceae
Genus
: Streptococcus
Spesies
: Streptococcus mutans
2.2. Karakteristik Shigella dysenteriae
Shigella
termasuk kedalam golongan bakteri gram negatif (Gambar 2.2.a.),
berbentuk batang, dan non-motil. Shigella terdiri dari empat jenis yaitu
S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii dan S. sonnei. Semua jenis Shigella
menyebabkan diare akut. S. dysenteriae (Gambar 2.2.b.) dikenal sebagai Shiga
bacillus, berbeda dengan yang lainnya karena menghasilkan sitotoksin (Shiga
toksin), sehingga menyebabkan penyakit yang bersifat fatal apabila dibandingkan
dengan spesies Shigella yang lain, dan lebih resisten terhadap antimikroba
(Legros dan Pierce, 2005).
a
b
Gambar 2.2.a. Hasil pewarnaan gram S. dysenteriae (Santoso dkk., 2009)
b. Koloni S. dysenteriae pada media Nutrient Agar (Roekistiningsih dkk., 2010)
Menurut Krieg et al., (2010), taksonomi S. dysenteriae adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Verrucomicroba
Kelas
: Opitutae
Ordo
: Opitutales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Shigella
Universitas Sumatera Utara
Spesies
: Shigella dysenteriae
2.3. Karakteristik Candida albicans
Candida albicans merupakan fungi dimorfik yang sering ditemukan pada mulut,
dan vagina (Irianto, 2002). C. albicans juga merupakan fungi patogen oportunistik
yang menyebabkan berbagai penyakit pada manusia seperti sariawan, lesi pada
kulit, vulvavaginitis, candiduria dan gastrointestinal candidiasis. Mekanisme
infeksi C. albicans sangat kompleks termasuk adhesi dan invasi, perubahan
morfologi dari bentuk sel khamir ke bentuk filamen (hifa), pembentukan biofilm
dan penghindaran dari sel-sel imunitas inang. Kemampuan C. albicans untuk
melekat pada sel inang merupakan faktor penting pada tahap permulaan kolonisasi
dan infeksi. Perubahan fenotip menjadi bentuk filamen memungkinkan
C. albicans untuk melakukan penetrasi ke epithelium dan berperan dalam infeksi
dan penyebaran C. albicans pada sel inang. C. albicans juga dapat membentuk
biofilm yang diduga terlibat dalam penyerangan sel inang dan berhubungan
dengan resistensi terhadap antifungi (Kusumaningtyas, 2009).
Candida memperbanyak diri dengan membentuk tunas, dan spora jamur
disebut blastospora atau sel ragi (sel khamir) (Gambar 2.3.b.). Jamur ini
membentuk hifa semu (pseudohypha) yang sebenarnya adalah rangkaian
blastospora, yang juga dapat bercabang-cabang. Berdasarkan bentuk-bentuk jamur
tersebut maka dikatakan bahwa Candida menyerupai ragi (yeast-like), tidak
membentuk simpai dan tidak berpigmen serta mudah tumbuh pada medium
dengan variasi pH yang luas (Suprihatin, 1982).
Candida albicans dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh, meliputi
mulut, vagina, kulit dan paru-paru. Organisme ini biasanya tampil sebagai sel
seperti khamir lonjong yang membiak dengan bertunas. Akan tetapi, mungkin
juga terlihat pada daerah yang terinfeksi hifa berbentuk benang dan pseudohifa
(yang terdiri atas sel-sel khamir memanjang yang tetap menempel satu sama lain).
Khamir ini mudah tumbuh pada suhu 25 sampai 37º C pada agar glukosa
Sabauraud (Volk dan Wheeler, 2006).
Koloni C. albicans (Gambar 2.3.a.) berwarna krem, pucat, dan halus. Laju
pertumbuhan yang cepat dalam tiga hari. Pada agar tepung jagung suhu 25ºC,
memiliki karakteristik dengan adanya pseudohypha yang terlihat pada koloninya,
Universitas Sumatera Utara
besar, berdinding tebal, terminal, dan memiliki chlamydospore (Chander, 2002).
Ukuran sel C. albicans 2-5µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28,5 µ tergantung pada
umurnya. Spesies Candida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi
dan asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakrosa, galaktosa dan laktosa
(Suprihatin, 1982). Penambahan 0,1 g klorida tetrazolium triphenyl (TTC) untuk
100 ml medium sangat memudahkan identifikasi dari genus Candida karena
koloni ragi menghasilkan warna yang berbeda seperti putih, mawar merah dan
violet (Safitri dan Sinta, 2010). Sedangkan pada agar CHROM candida, koloni
C. albicans adalah memiliki karakteristik dengan koloni berwarna hijau muda ke
hijau kebiruan (Chander, 2002).
Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), taksonomi C. albicans adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Divisi
: Amastigomycota
Sub Divisi
: Deuteromycotina
Kelas
: Deuteromycetes
Ordo
: Cryptococcales
Famili
: Cryptococcaceae
Genus
: Candida
Spesies
: Candida albicans
a
b
Gambar 2.3.a. Koloni C. albicans pada media Salt-Dextrose Complete (SDC)
b. Sel C. albicans secara mikroskopis (Berman dan Peter, 2002)
2.4. Patogenitas Streptococcus mutans
Streptococcus mutans merupakan bakteri dominan penyebab karies pada gigi.
Karies gigi (kavitasi) (Gambar 2.4.) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi,
terjadi akibat suatu proses bertahap yang dapat melarutkan email (permukaan gigi
Universitas Sumatera Utara
sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi sehingga
pada akhirnya menyebabkan gigi tanggal (Yulia, 2006).
Gigi merupakan tempat bagi menempelnya mikroba. Ada dua spesies
bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi yaitu S. sanguins dan
S. mutans yang merupakan penyebab utama kerusakan gigi, atau pembusuk gigi.
Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat
adhesif baik dari glikoprotein liur maupun dari polisakarida bakteri. Sifat
menempel ini sangat penting bagi kolonisasi bakteri di dalam mulut. Glikoprotein
liur mampu menyatukan bakteri-bakteri tertentu dan berikatan pada permukaan
gigi. S. mutans maupun S. sanguins menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang
disebut dekstran yang bekerja sebagai zat perekat, mengikat sel-sel bakteri
menjadi satu dan juga melekatkan diri pada permukaan gigi. Tertahannya bakteri
dapat juga terjadi karena terperangkapnya secara mekanis di celah-celah gusi atau
di dalam lubang atau retakan gigi (Irianto, 2002).
Gambar 2.4. Karies Gigi (Hale, 2004)
2.5. Patogenitas Shigella dysenteriae
Penyakit yang disebabkan oleh Shigella ditularkan melalui makanan atau air.
Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler yang menghasilkan respons
inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik,
Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah,
dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen dan diare cair
tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari kemudian. Lamanya gejala
rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah dapat
terjadi selama 3-4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif,
dan status karier kronis dapat terjadi (Zein dkk., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Shigella dysenteriae (Shiga bacillus) sering menyebabkan penyakit serius
dan komplikasi berat seperti toksik megakolon dan sindroma uremia hemolitik,
angka kematian rata-rata dari kasus berat mencapai 20% dari kasus yang dirawat
dirumah sakit tahun belakangan ini. Penularan penyakit ini dapat terjadi setelah
menelan organisme dalam jumlah yang sangat kecil. Penderita dapat menularkan
penyakit kepada orang lain secara langsung dengan kontak fisik atau tidak
langsung melalui kontaminasi makanan dengan tinja, air dan susu dapat menjadi
sumber penularan karena terkontaminasi langsung dengan tinja serta serangga
dapat menularkan organisme dari tinja ke makanan yang tidak tertutup (Chin,
2000).
2.6. Patogenitas Candida albicans
Candida albicans dapat hidup sebagai saprofit atau disebut juga saproba, yang
tidak menyebabkan suatu kelainan apapun di berbagai organ tubuh baik manusia
maupun hewan. Pada keadaan tertentu maka sifat jamur ini dapat berubah menjadi
patogen dan menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis (candidiasis) atau
kandidosis (candidosis). C. albicans dianggap sebagai spesies paling patogen dan
menjadi etiologi terbanyak dalam kandidiasis, tetapi spesies yang lain ada juga
yang dapat menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal (Suprihatin,
1982).
Candidiasis merupakan infeksi primer atau sekunder dari genus Candida.
Pada dasarnya, penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh C. albicans.
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi, dari tingkat akut, subakut,
dan kronis episodik. Penyakit ini dapat ditemukan
di tubuh bagian
mulut,
tenggorokan, kulit, kulit kepala, vagina, jari, kuku, bronkus, paru-paru, atau
saluran pencernaan, atau menjadi sistemik seperti septikemia, endokarditis dan
meningitis (Rippon, 1988).
Candidiasis mukosa (Gambar 2.5.) dikenal sebagai oral thrush yang
terbatas pada sekitar orofaring terdapat pseudomembran di lidah yang bila
disentuh/ dikerok mudah berdarah (Kumala, 2006). Candidiasis mukosa disebut
juga sariawan pada bayi, paling sering terjadi pada bayi yang baru dilahirkan dan
mungkin diperoleh sewaktu melalui vagina yang terinfeksi. Sariawan orang
Universitas Sumatera Utara
dewasa mungkin terjadi karena sebagai akibat dari gangguan endokrin, sebagai
komplikasi diabetes atau karena kebersihan mulut yang buruk, hal ini dapat terjadi
setelah pemberian steroid atau antibiotika untuk jangka panjang (Volk dan
Wheeler, 2006).
Gambar 2.5. Candidiasis Mukosa (Akpan dan Morgan, 2002)
2.7. Evodia (Euodia ridleyi Horch.)
Euodia ridleyi Horch. sinonim dengan Melicope denhamii (Seem.) T.G. Hartley
dan Euodia schullei Warb., termasuk ke dalam famili Rutaceae. Evodia juga
memiliki nama “Lacy Lady aralia” (Burch dan Brostchat, 1983). Evodia
dibudidayakan sejak zaman dahulu di Kalimantan dan di beberapa bagian
Malaysia Timur. Tanaman ini sering digunakan untuk mengobati bisul, serta
rebusan daun dan kulit kayu digunakan sebagai obat penyakit kulit (Lemmens dan
Bunyapraphatsara, 2003). Selain itu, daun evodia (Gambar 2.6.a.) juga sering
digunakan sebagai sabun mandi untuk membersihkan kepala dan badan. Evodia
juga memiliki senyawa metabolit sekunder seperti saponin, alkaloid, tanin dan
minyak atsiri (Ismiati, 2006).
Evodia merupakan tanaman herba dengan tinggi yang dapat mencapai 25
m, daun berhadapan dengan panjang 3-38 cm, bercabang tiga, ujung daun bulat
telur atau elips linier, bunga evodia (Gambar 2.6.b.) biasanya biseksual, memiliki
benang sari dengan jumlah 4, folikel agak bulat dengan panjang 2-3 mm
(Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003).
Universitas Sumatera Utara
b
a
Gambar 2.6. a. Daun Evodia, b. Bunga Evodia
Menurut Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003), taksonomi Evodia
(E. ridleyi Horch.) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Euodia
Spesies
: Euodia ridleyi Horch.
2.8. Metode Ekstraksi Tanaman
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu
atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair
(solven) sebagai separating agent. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Contoh ekstraksi
adalah pelarutan komponen komponen kopi dengan menggunakan air panas dari
biji kopi yang telah dibakar atau digiling (Indra, 2012).
Untuk melakukan ekstraksi zat aktif tertentu dari bahan tanaman secara
sempurna, pelarut yang ideal adalah pelarut yang menunjukkan selektivitas
maksimal, mempunyai kapasitas terbaik ditinjau dari koefisien saturasi produk
dalam medium, dan kompatibel dengan sifat-sifat yang diekstraksi. Alkohol
alifatik sampai dengan 3 atom karbon (propil), atau campurannya dengan air,
merupakan pelarut dengan daya ekstraktif terbesar (tertinggi) untuk semua bahan
Universitas Sumatera Utara
alam yang berbobot rendah, seperti alkaloid, saponin dan flavonoid (Agoes,
2007).
Pada ekstraksi bahan padat, tahanan semakin besar jika kapiler-kapiler
bahan padat semakin halus dan jika ekstrak semakin terbungkus di dalam sel
(misalnya pada bahan-bahan alami) (Indra, 2012).
Etanol merupakan pelarut pilihan untuk memperoleh ekstrak secara klasik,
seperti tinktur, ekstrak cair, kental, dan kering yang masih digunakan secara luas
dalam formulasi sediaan farmasi. Pelarut tersebut, di samping mempunyai daya
ekstraktif yang tinggi, paling sedikit (minimal) harus bersifat selektif dan dapat
digunakan tidak hanya untuk ekstraksi klasik, tetapi dapat pula digunakan untuk
ekstraksi tanaman yang bahan berkhasiat/ aktifnya belum diketahui dengan baik,
dan diinginkan ekstrak yang paling lengkap. Dengan memperhatikan penggunaan
jenis pelarut ini, perbandingan ideal alkohol air untuk ekstraksi bagian kayu atau
kulit tanaman, akar dan biji berkisar antara 7 : 3 atau 8 : 2 (Agoes, 2007).
2.9. Metabolit Sekunder
Tumbuhan merupakan sumber daya hayati yang memiliki senyawa kimia
baik berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer yang disebut juga metabolit
primer seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan
tersebut untuk pertumbuhannya, maupun sebagai sumber metabolit sekunder
seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid. Senyawa metabolit
sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan
bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan
hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya (Lenny, 2006).
2.9.1. Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai
bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut
dengan minyak atsiri. Beberapa dari golongan terpenoid memiliki kemampuan
untuk menghambat mikroba seperti golongan triterpenoid dan monoterpenoid
(Lenny, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.9.2. Steroid
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini
didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.
Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan berasal dari triterpenoid lanosterol
sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpenoid
sikloartenol (Lenny, 2006).
2.9.3. Flavonoid
Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai
antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat
ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah. Manfaat flavonoid antara lain
adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik (Waji dan Andis,
2009).
2.9.4. Alkaloid
Pada tumbuhan terdapat sekitar 5500 alkaloid yang telah diketahui, yang
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid bersifat basa
dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Alkaloid memiliki sifat racun bagi
manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi, sehingga digunakan dalam
bidang pengobatan (Harbone, 1996).
2.9.5. Saponin
Saponin berasal dari bahasa latin Sapo yang berasal sabun, karena sifatnya
menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering
menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Download