1. Ibadah Hari Minggu,09 Oktober 2016. ASPAL : ASLI TAPI PALSU Matius 7 : 15 – 23. Catatan Pengantar Nats. Khotbah di Bukit begitu istimewa bukan karena isinya semata, melainkan karena disana Yesus menyimpulkan ajaranNya dengan begitu tegas dan juga karena tempat serta suasananya.K ini Dia tidak mengajar di sinagoge, ditenhah para tetua tempat yang bersangkutan tetapi dengan dikelilingi oleh para “tetua”Nya sendiri dan ditempat yang Dia pilih sendiri yakni di bukit. Berbeda yang disampaikan Matius sepert di Matius 5:1 berbunyi sebagai berilut, Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah ia keatas bukit...” Kalau kita menerjemahkan naslah bahasa Yunani secara harafoah nas ini akan berbunyi lain........” ...naiklah Dia ke bukit “. Pada akhir pasal 4 Matius telah melukiskan perjalanan Yesus berkeliling di Galilea, dan berbondongbondong orang banyak datang kepadaNya dari segala jurusan. Melihat orang banyak itu, Yesus berpendapat sudah sampai waktunya untukendahului mereka. Sebagaimana pada hari-hari raya orang “ naik ke Yerudalem “ , begitu juga disini kita melihat Yesus “ naik ke bukit “.Dari Galilea Dia berangkat naik ke tempat sepi itu. Matius tidak bermaksud mengatakan bahwa Yesus mendaki bukit itu, tetapi bahwa Dia pergi ke bukit itu. Yang hendak diberitahukan bukanlah tepat lokasi pengkhotbah melainkan lingkungan yang dipilih untuk menyampaikan khotbah itu. Maka dari itu kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus dengan tegas memilih “bukit” itu tempat berkumpulnya para murid dan orang banyak pada saat Dia hendak mencanangkan undang-undang dasar yang baru bagi Israel. Khotbah itu sendiri tidak diucapkan diatas puncak bukit itu tetapi di kaki bukit atau disalah satu tempat dilereng. Pemaknaan Nats. Saat kita membaca Matius 5-7, yang merupakan khotbah Yesus di bukit sering ditafsirkan sebagai seperangkat peraturan atau hukum baru bagi orang Kristen, menggantikan hukum yang lama dalam PL. Pengertian yang salah ini segera muncul dalam sejarah jemaat, bahkan beberapa ahli percaya Matius pun menganggapnya sebagai suatu “hukum baru” yang disampaikan oleh Yesus diatas bukit di Galilea. Sebanding dengan hukum lama” yang disampailan oleh Musa di gunung Sinai. Namun pengajaran etika Yesus tidak pernah dimaksudkan sebagai sebuah hukum dalam arti apa pun. Kebanyakan hukum didasarkan atas perhitungan tentang bagaimana mayoritas rakyat secara pantas diharapkan berperilaku. Hukum yang tidak dapat dipelihara adalah hukum yang buruk dan tidak ada gunanya membuat hukum dengan maksud menekan orang supaya mereka menjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan kodratnya. Maksud pengajaran Yesus adalah supaya kita menjadi sesuatu yang berbeda dengan sifat bawaan alamiah kita. Sebab itu tidak cukup menganggapnya sebagai hukum baru karena tuntutan-tuntutannya tidak dapat dipenuhi oleh siapapun hanya oleh usahanya sendiri. Oleh sebab itup selama pelayanan Yesus bertikai dengan kaum Farisi yaitu pembuat hukum dari bangsa Yahudi dengan dasar mereka memperhatikan perilaku yang dapat diatur oleh peraturan-peraturan. Tetapi Yesus mempunyai pendekatan yang lain sama sekali dimana Ia sangat memperhatikan manusia. Bagi Yesus rahasia kebaikan manusia ditemukan bukan dengan mentaati peraturan tetapi didalam tindakan-tindakan spontan seseorang yang tabiatnya telah diubah seperti “Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik,ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (ayat 18). Ajaran Yesus berdasarkan etika kebebasan dimana setiap orang yang menerima kedaulatan Allah didalam umatNya yang baru menikmati kebebasan untuk mengenalNya sebagai Bapa dalam suatu hubungan yang hidup. Berarti Yesus menyampaikan dalam ajaran tidak memberikan hukum-hukum dan peraturan-peraturan dan Ia menggariskan prinsip-prinsip yang menyangkut keberadaan manusia tetapi bukan berarti perbuatan lahiriah tidak penting. Yesus menyadari cara kita berbuat tergantung pada siapa kita sebenarnya. Oleh sebab itu diperlukan disposisi dan motivasi batin yang benar untuk mengerti maksud Yesus. Jadi maksud pengajaran Yesus adalah kompas,bukan peta resmi yang terinci; Ia memeberi arah bukan petunjuk. Disinilah Matius selaku penulis, memahami keadaan jemaat Yahudi Kristen yang membaca Injil Matius supaya tidak terjadi kekacauan diantara orang-orang Kristen yang dia kenal. Memang ini penyelesaian yang drastis dari pengajaran Yesus saat itu dan berguna bagi pembaca Injil Matius dan bagi para ahli merasa ini jawaban terbaik. Hal ini menjelaskan dengan pengajaran Yesus untuk waspada kiprah nabi palsu yang menyamar seperti domba tetapi sesungguhnya serigala, dari pohon baik pasti buahnya baik (ayat 15-17). Melalui hal diatas Yesus juga memperkenalkan diriNya sebagai pembuat hukum dan sebagai hakim seperti diayat 21-23. Nabi-nabi palsu menganggap ringan soal hidup dan mati. Katakata itu harus diuji dengan perbuatan sebab itu adalah ukuran yang benar dari tabiat seseorang bandingkan pohon dan buah yang berhubungan dengan penghakiman. Oleh sebab itu diayat 21 bahwa “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! Akan masuk kedalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang disorga”. Pada hari penghakiman tuntutan telah memakai nama Kristus dan mempunyai karunia-karunia kharismatis malah tidak ada artinya (ayat 22-23). Perbedaan yang menentukan ialah antara orang-orang yang diakuiNya sebagai milikNya dan orang-orang yang dihakimi sebagai pembuat kejahatan. Disini peranan Yesus dalam penghakiman itu ditunjukkan secara mengesankan karena disebut dengan jelas dan tanpa digugat. Benarlah apa yang dikatakan Yohanes Pembaptis bahwa alat penampi akan afa ditangan Dia yang datang kemudian sesudah dia (Lukas 3:17). Kini ternyata Yesus adalah hakim yang menghukum baik seluruh dunia maupun Israel dan murid-muridNya sendiri. Oleh sebab itu Matius menyampaikan perintah-perintahNya harus didengar dan dilakukan (Mat.7:24) dan mereka harus menyadari sedang berhadapan dengan Tuhan sendiri seperti dalam ucapannya di Matius 17:28-29, “Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya.....”,mereka merasakan nafas Yahweh dan mereka gemetar ketakutan. Pokok Pikiran Dalam Hidup Masa Kini. Manusia dibuat dari debu tanah (bhs Ibrani:’adama),lalu dihidupkan oleh Allah dengan menghembuskan nafas kedalam hidumgny (Kej.2:7). Maksudnya berita itu menekanlan adanya hubungan yang akrab antara manusia dan bumi ini. Maka manusia adalah makhluk yang duniawi karena ditempatkan di taman (band.bumi) sebagai tempat tinggal tetapi dia adalah gambar Allah yang disebut hidup dihadapan Allah dan disebut juga makhluk teologis yang menjelaskan karakteristik manusia. Sebagai makhluk teologis yang mempunyai hubungan historis dengan Allah manusia tetap berada di bumi yang tetap bersifat duniawi. Juga mau menunjukkan manusia dalam konteks di hadapan Allah (dalam arti dia ini adalah makhluk yang ilahi) tidak berarti bahwa ada sesuatu didalam diri manusia sendiri, terlepas dari relasi dengan Allah, yang ilahi sifatnya. Oleh sebab itu, manusia sebagai makhluk fana, yang diciptakan dari debu, sebagai makhluk yang kontekstual, sebagai makhluk yang berbudaya, sebagai makhluk dalam hubungan dengan orang lain, manusia ini berada di hadapan Allah. Dengan demikian semuanya mendapat makna baru yaitu orientasi baru karena kehadiran manusia dihadapan Allah. Inilah yang dimaksudkan Yesus bahwa para murid orang Farisi dan Israel juga kita sekarang ini untuk memberi makna/isi dalam kehidupan ini dalam diri “ rela dicerahkan “ dengan melakukan kehendak Bapa-Ku yang disorga. Memang disadari saat manusia bersosialisasi dengan sesama dan lingkungan dengan kegiatan untuk peningkatan kehidupan ada saja muncul ketegangan antara manusia. Itu kenyataan yang ada dilingkungan dimana kita tidak jauh dari homo faber (manusia yang bekerja) dan homo ludens (manusia yang bermain) ada pula homo lupus (manusia serigala). Saat menghadapi situasi yang fantasi dan menyesatkan itu kita diajak Waspada pada nabi palsu dengan pengajarannya yang menyamar seperti domba dengan tampilan indah mempesona tetapi sesungguhnya serigala buas yang haus akan mangsanya. Yesus menatap kemasadepan dan manusia yaitu bagi yang beriman kepadaNya diundang masuk melalui pengajaran agar beroleh orientasi baru dalam berpikir, bertindak tidak disesatkan orang lain dan mati kemanusiaannya tetapi diselamatkan dari pengaruh lingkungan.