ANALISIS PENGARUH CITRA MEREK TERHADAP

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian pemasaran
Pada dasarnya manusia adalah mahluk yang memiliki keinginan dan
kebutuhan. Atas dasar keinginan dan kebutuhan itulah yang kemudian
menimbulkan suatu konsep, yaitu disebut konsep produk. Konsep produk adalah
suatu konsep tentang suatu yang dianggap dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan tertentu. Hal inilah yang menjadi akar munculnya pemasaran,
pemasaran akan timbul bila pemenuhan kebutuhan tersebut diperoleh melalui
pertukaran. Pada dasarnya istilah pasar adalah tempat dimana bertemunya para
pembeli dan penjual untuk saling menukar barang mereka. Banyak para ahli
pemasaran yang menggunakan istilah pasar untuk menunjuk pada suatu kumpulan
pembeli dan penjual yang mentarnsaksikan barang mereka disuatu tempat.
Karenanya pemasaran mencakup seluruh kegiatan yang mewujudkan kerja
yang baik melalui pasar, yaitu dengan cara mewujudkan kebutuhan dan keinginan
manusia (konsumen).
“Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan
kelompok mendapat apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain “ ( Philip Kotler 2007 : 6 )
“ Pemasaran adalah tindakan beberapa perusahaan untuk merencanakan
dan melaksanakan rancangan produk, penentuan harga, distribusi, dan promosi
” ( Jeff Madura 2001:83 )
Banyaknya definisi pemasaran seolah menggambarkan bahwa pemasaran
memang memerlukan penjelasan yang tidak sedikit.
Dari definisi–definisi diatas dijelaslah bahwa pemasaran didefinisikan
dengan bahasa yang berbeda–beda. Tetapi bila kita perhatikan definisi–definisi
yang diberikan oleh para ahli itu mempunyai prinsip yang sama.
Didalam definisi itu terkandung unsur – unsur sebagai berikut :
1.
Unsur Pemenuh Kebutuhan dan Keinginan.
2.
Unsur Pertukaran.
3.
Unsur Distribusi.
4.
Unsur Efisiensi.
5.
Unsur Pencapaian Tujuan
Dapat pula dikatakan bahwa pemasaran dimulai sebelum barang-barang itu
diproduksi, sehingga keputusan–keputusan didalam pemasaran harus dibuat untuk
menentukan jenis produk, penetapan harga, distribusi dan promosinya. Pemasaran
sebagai salah satu kegiatan pokok suatu perusahaan untuk dapat bertahan hidup
kemudian berkembang serta memperoleh laba, harus pula memperhatikan
pelayanan kepada pelanggan atau konsumen. Hal yang perlu disadari juga adalah
pemasaran bukan semata–mata untuk menjual barang atau jasa saja. Hal ini
disebabkan karena kegiatan yang dilakukan sebelum dan sesudahnya juga
merupakan kegiatan pemasaran.
Pengertian pemasaran mempunyai arti yang lebih luas dari pada yang dapat
kita artikan dan terjemahkan, dikatakan demikian karena pemasaran bukan saja
meliputi jual beli atau dunia pasar, tetapi pemasaran membahas pula segala
persoalan yang ada didalam perusahaan secara sistematis.
Oleh karena itu berhasil atau tidaknya perusahaan-perusahaan dalam
memasarkan produknya tergantung kepada pelaksanaan fungsi–fungsi pemasaran
yang dijalankan. Selain itu, hal ini juga tergantung pada keahlian perusahaan
dalam bidang lainnya, seperti keahlian dibidang produksi, keuangan maupun
bidang lainnya.
Adapun pengertian mengenai Manajemen Pemasaran itu sendiri menurut
Harper W. Boyd, Jr, et al. 2000 : 18 adalah :
“ Manajemen Pemasaran adalah Proses menganalisis, merencanakan,
mengkoordinasikan dan mengendalikan program–progaram yang mencakup
pengkonsepan, penetapan harga, promosi dan distribusi dari produk jasa dan
gagasan yang dirancang untuk menciptakan dan memelihara pertukaran yang
menguntungkan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan ”.
Adapun menurut Philip Kotler 2002 : 19 adalah :
“ Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari
perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang–barang jasa
dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang
memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi “.
Jadi tugas manajemen pemasaran dalam memasarkan produk perusahaan
agar mencapai tingkat keuntungan jangka panjang perusahaan menjamin
kelangsungan hidup dan pengembangan atau pertumbuhan perusahaan adalah
menciptakan permintaan akan produk perusahaan itu dan memenuhi permintaan
tersebut. Tugas manajemen pemasaran tidak hanya terbatas dalam mengusahakan
dan mengembangkan permintaan akan produk perusahaan tetapi juga mencakup
pengaturan jumlah, waktu, dan sifat sehingga permintaan tersebut sesuai dengan
tujuan perusahaan.
2.2 Peran Pemasaran
Peran pemasaran dewasa ini tidak dapat diabaikan, tetapi justru pemasaran
harus diperhatikan sebagai alat ampuh untuk mencapai tujuan perusahaan banyak
yang mengistilahkan pemasaran sebagai ujung tombaknya perusahaan. Istilah ini
merupakan ungkapan betapa pentingnya pemasaran bagi perusahaan.
Kegiatan–kegiatan pemasaran dengan kegiatan lainnya didalam suatu
perusahaan misalnya dengan bidang keuangan, bidang produksi maupun bidang
lainnya saling berhubungan. Oleh karena itu, kegiatan dibidang pemasaran tidak
dapat dilakukan begitu saja, terlepas dari kegiatan bidang lainnya. Dan
sebaliknya, kegiatan dibidang lain tanpa mengingat pemasaran akan mengalami
kesulitan.
Betapa pentingnya pemasaran bagi perusahaan menyebabkan banyaknya
perusahaan yang berusaha untuk memperbaiki pelaksanaan kegiatan pemasaran
yang selama ini dilakukan. Kesadaran akan pentingnya pemasaran semakin
meningkat seiring dengan semakin pesatnya tingkat kompetisi dalam suatu
industri tertentu maupun didalam dunia usaha dewasa ini.
Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan keterkaitan antar bidang
didalam perusahaannya dan mengkoordinasi secara efektif bidang–bidang
tersebut, seperti peersonalia, keuangan, produksi, riset dan pengembangan dan
bidang lainnya.
Seluruh kegiatan yang dikoordinasikan harus diarahkan berdasarkan konsep
pemasaran yang bertujuan memberikan kepuasan kepada konsumen yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan laba perusahaan. Bertolak dari pemikiran
diatas, banyak perusahaan yang menekankan pentingnya pemasaran bagi
keberhasilan perusahaan.
2.3
Bauran Pemasaran
Bauran Pemasaran ( Maketing Mix ) menurut Philip Kotler 2002 : 18
adalah:
“ Bauran Pemasaran adalah Seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk terus–menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar
sasaran ”.
Adapun menurut Lamb, dkk, 2001 : 55 adalah :
“ Bauran Pemasaran adalah Panduan strategi produk, distribusi, promosi,
dan penentuan harga yang untuk menghasilkan pertukaran yang saling
memuaskan dengan pasar yang dituju ”.
Pemasaran merupakan kegiatan yang terdiri dari berbagai variabel yang
berkaitan dan menunjang satu sama lain dengan tujuan agar mendapatkan
tanggapan pasar yang ditujunya secara positif. Kegiatan–kegiatan tersebut berada
dalam kendali seorang pemimpin, sehingga dapat dikoordinasikan dan diarahkan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Kombinasi dari berbagai variabel yang saling
berhubungan sebagai satu kesatuan tersebut dikenal dengan istilah bauran
pemasaran ( Marketing Mix ).
Sebuah perusahaan harus dapat mengkombinasikan variabel-variabel bauran
pemasaran itu dengan tepat dan cepat, serta merencanakannya dengan
pertimbangan yang matang agar dapat berhasil dibidang pemasaran. Hal ini
disebabkan karena bauran pemasaran merupakan suatu konsep strategi suatu
perusahaan yang berhubungan dengan masalah bagaimana menetapkan bentuk
penawaran pada segmen pasar tertentu.
Selain memilih kombinasi yang terbaik dari keempat elemen bauran
pemasaran itu, perusahaan juga harus mengkoordinir elemen-elemen bauran
pemasaran itu agar dapat melaksanakan program pemasaran secara efektif.
Perusahaan akan mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan apabila
kegiatan–kegiatan pemasaran itu dilakukan secara efektif pula.
Uraian lebih lanjut mengenai variabel–variabel bauran pemasaran tersebut
sebagai berikut :
2.3.1 Product ( Produk )
Menurut, Lamb, Hair, Mc Daniel (2001:114) mendefinisikan tentang
produk, yang menyatakan bahwa :
“ Produk adalah segala sesuatu, baik yang menguntungkan maupun tidak
yang diperoleh seseorang melalui pertukaran ”.
Menurut Hansen dan Mowen (2000:43) menyatakan bahwa:
“ Produk adalah barang yang diproduksi dengan mengubah bahan baku
melalui penggunaan tenaga kerja dan memasukkan modal seperti pabrik, tanah
(lokasi) dan mesin ”.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan produk adalah bukan hanya sekedar berbentuk fisik atau
berwujud, melainkan mengandung makna pengertian yang lebih luas, yang
meliputi objek secara fisik, jasa, ide yang keseluruhannya dapat ditawarkan
kedalam pasar untuk mendapat perhatian, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi
serta dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Konsep produk merupakan gagasan bahwa konsumen akan menyukai
produk yang bermutu tinggi, kinerja terbaik, dan sifat paling inovatif dan bahwa
organisasi harus mencurahkan energi secara terus-menerus melakukan perbaikan
atas produk.
Dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasaran memahami
5 tingkatan produk, yaitu :
1.
Produk utama / inti (core benefit), yang menawarkan manfaat
atau kegunaan utama yang dibutuhkan pelanggan,
2.
Produk Generik, yang mencerminkan fungsi dasar (fungsional)
dari suatu produk,
3.
Produk yang diharapkan (expected product), yaitu sekumpulan
atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan palanggan pada saat
membelinya,
4.
Produk tambahan (Augmented product), meliputi pelayanan
dan manfaat yang membedakan panawaran perusahaan dengan
penawaran perusahaan pesaingnya, dan
5.
Produk potensial, yaitu segala tambahan dan transformasi pada
produk yang mungkin dilakukan dimasa mendatang.
Menurut Philip Kotler dan Indriyo Gitosudarmo, tingkatan produk ini di
bagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1.
Produk Inti, yaitu manfaat yang diberikan produk
merupakan hal yang sesungguhnya dibeli konsumen,
2.
Wujud Produk, yaitu wujud dalam bentuk apa “manfaat”
ditawarkan, dan
3. Produk yang diperluas, yaitu jasa atau manfaat tambahan produk.
Setiap produk berkaitan secara hirarki dengan produk-produk tertentu
lainnya. Hirarki produk ini dimulai dari kebutuhan dasar sampai pada jenis
kebutuhan tertentu yang memuaskan kebutuhan konsumen.
Hirarki produk tersebut terdiri dari 7 tingkatan, yaitu:
1.
Need Family, yaitu kebutuhan inti / dasar yang
membentuk produk family,
2.
Product family, yaitu seluruhnya kelas produk yang dapat
memuaskan suatu kebutuhan inti / dasar dengan tingkat efektifitas yang
memadai,
3.
Product Class (kelas produk), yaitu sekumpulan produk
didalam product family yang dianggap memiliki hubungan fungsional
tertentu,
4.
Product Line (lini produk), yaitu sekumpulan produk
didalam kelas produk yang mempunyai hubungan erat,
5.
Product type (tipe produk), yaitu item-item dalam
suatu lini produk yang memiliki bentuk tertentu dari banyak
kemungkinan bentuk produk,
6.
Brand (Merek), yaitu dapat diasumsikan dengan
satu atau lebih item dalam lini produk yang digunakan untuk
mengidentifikasikan sumber atau karakter item tersebut, dan
7.
Item, yaitu suatu unit khusus dalam suatu Merek
atau lini produk yang dapat dibedakan berdasarkan ukuran, harga,
penampilan atau atribut lainnya, biasanya disebut pula stock keeping
unit atau varian produk.
Produk tidak hanya diartikan sebagai sesuatu yang berbentuk barang yang
nyata. Tetapi produk sebagai segala sesuatu yang dapat diberikan kepada orang
lain guna memuaskan suatu kebutuhan atau keinginan tertentu.
Dengan demikian, pengertian produk bukan hanya berbentuk barang, tetapi
dapat juga dalam bentuk pelayanan jasa atau sesuatu yang tidak tampak. Dengan
kata lain, dapat dikatakan bahwa produk tidak hanya meliputi atribut fisiknya saja
tetapi juga meliputi atibut non-fisik seperti Merek misalnya. Sebab, Merek
dipandang sebagai unsur yang dianggap dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Oleh karena itu, Merek dapat pula dianggap sebagai suatu produk.
Merek disini bukan Merek dalam bentuk fisiknya, tetapi Merek disini dilihat
dari kekuatan Merek itu sendiri di dalam mempengaruhi konsumen untuk
mengambil keputusan pembelian. Selain itu pengembangan produk dilakukan
setelah melakukan berbagai analisa, terutama analisa tentang kebutuhan dan
keinginan pasar. Analisa ini lebih banyak dilakukan dengan melibatkan konsumen
secara langsung melalui riset pasar ( Market Research ).
2.3.2 Price ( Harga )
Di dalam suatu kegiatan pemasaran, tidak dipungkiri lagi bahwa harga
merupakan faktor yang amat menentukan didalam pengambilan keputusan
pembelian seorang konsumen. Meskipun pada kenyataannya harga bukanlah satusatunya faktor utama yang mutlak mempengaruhi hal tersebut diatas.
Walaupun demikian, di dalam menetapkan harga jual produknya perusahaan
harus mempertimbangkan dengan matang dan menetapkan segmen pasar yang
akan dipilih. Sebab, bila perusahaan melakukan kesalahan didalam menentukan
harga jual pokoknya maka perusahaan akan kehilangan konsumennya. Misalnya
bila perusahaan menetapkan harga yang terlalu tinggi, maka banyak konsumen
yang beralih ke produk lain yang sejenis dengan mutu yang sama tetapi dengan
harga yang lebih murah. Sebaliknya bila perusahaan menetapkan harga yang
terlalu rendah, maka perusahaan lambat-laun akan mengalami kerugian. Oleh
karenanya masalah penetapan harga merupakan masalah yang amat penting dan
sensitif, dalam arti harga merupakan penentu keberhasilan perusahaan.
2.3.3 Distribution
Produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan memerlukan strategi
penyaluran atau distribusi yang tepat. Prroduk yang didistibusikan itu memerlukan
tempat yang cocok dengan karakteristik produk tersebut. Baik tempat untuk
menyimpan maupun tempat untuk menjual produk tersebut.
Keputusan tentang saluran distribusi merupakan keputusan yang amat
kompleks dan penuh tantangan dan resiko. Setiap saluran itu menetapkan tingkat
penjualan dan biaya yang berbeda. Oleh sebab itu, bila perusahaan telah memilih
saluran distribusi tertentu maka perusahaan itu harus konsisten menjalankannya
selama
satu
periode
tertentu.
Selain
itu
perusahaan
juga
harus
mengindentifikasikan cara-cara yang digunakan untuk mencapai pasar sasarannya
agar konsumen dapat memperoleh produk tersebut dengan mudah.
2.3.4 Promotion ( Promosi )
Promosi banyak digunakan oleh suatu perusahaan untuk mengenalkan
produknya kepada khalayak (masyarakat). Apabila yang diproduksi merupakan
produk baru, dalam arti produk tersebut belum pernah ada yang memproduksi dan
memasarkan sebelumnya.
Selain itu promosi juga banyak digunakan perusahaan sebagai sarana untuk
mengadakan komunikasi dengan konsumennya. Hal ini dikarenakan promosi
merupakan suatu proses yang berlanjut, yang dapat menimbulkan rangkaian
kegiatan-kegiatan pemasaran lainnya.
Pada dasarnya, tujuan utama dari promosi yang dilakukan oleh perusahaan
tetap bermuara pada tujuan untuk memperoleh laba yang sebesar–besarnya. Oleh
karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut, promosi yang dilakukan oleh suatu
perusahaan haruslah diarahkan untuk mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
sikap pembeli terhadap produk yang ditawarkan agar mau membeli. Dengan
demikian promosi merupakan suatu keharusan , apalagi mengingat persaingan
yang semakin ketat sekarang ini.
2.4
Merek
2.4.1 Pengertian Merek ( Brand )
Suatu produk dapat dibedakan dengan produk lainya dari segi Merek
(brand). Merek tersebut dapat dipakai sebagai alat untuk menciptakan pelangan
tertentu dari para pembeli baik melalui periklanan maupun melalui kegiatan
promosi yang lainnya.
Menurut Undang – Undang ( No.14 tahun 1997 pasal 1 butir 1 ) definisi dari
Merek adalah :
“ Merek adalah atribut berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka,
susunan atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. “
Sedangkan menurut Philip Kotler ( 2002 : 460 ) definisi dari Merek adalah :
“ Merek adalah nama, istilah, atribut, simbol, rancangan atau kombinasi
dari hal – hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
jasa dari seseorang atau sekelompok penjual untuk membedakan dari produk
pesaingnya. “
Dan menurut Daniel ( 2001 : 421 ). definisi dari Merek adalah :
“ Suatu nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan keempatnya yang
mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakanya dari produk
pesaing ”.
Menurut Philip Kotler ( 2002 : 460 ) Merek memiliki enam level pengertian,
yaitu :
1.
Atribut, Merek mengingatkan pada atribut – atribut tertentu,
2.
Manfaat, atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional
dan emosional suatu produk,
3.
Nilai, Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produk dan
produsen (perusahaan),
4.
Budaya, Merek juga mewakili budaya - budaya tertentu,
5.
Kepribadian, Merek juga mencerminkan kepribadian - kepribadian
tertentu, dan
6.
Pemakai, Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
Beberapa marketer membedakan aspek psikologi Merek dengan aspek
pengalaman. Aspek pengalaman merupakan gabungan seluruh point pengalaman
berinteraksi dengan Merek, atau sering disebut brand experience. Aspek
psikologis, sering direferensikan sebagai brand image, adalah citra yang dibangun
dalam alam bawah sadar konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang
diharapkan melalui produk atau jasa. Pendekatan yang menyeluruh dalam
membangun Merek meliputi struktur Merek, bisnis dan manusia yang terlibat
dalam produk.
Marketer mencari model pengembangan melalui penyelarasan harapan dan
pengalaman konsumen melalui branding, karena itu bran membawa janji bahwa
produk atau jasa membawa karakteristik dan kualitas yang unik dan spesifik
sesuai dengan harapan konsumen yang dituju.
Citra Merek dibangun dengan memasukkan “kepribadian” atau “citra”
kedalam produk atau jasa, untuk kemudian “dimasukkan” ke dalam alam bawah
sadar konsumen. Merek merupakan salah satu elemen penting dalam tema
periklanan, untuk menunjukkan apa yang bisa diberikan oleh pemilik Merek
kepada pasar. Seni dalam membangun dan mengelola Merek disebut brand
management.
Merek yang telah dikenal luas oleh pasar disebut brand recognition. Brand
recognition dibangun dari titik dimana Merek mendapat sentimen positif di pasar,
tingkatan dimana sentimen positif tersebut mencapai titik puncaknya disebut
brand franchise. Point keberhasilan dalam brand recognition adalah Merek dapat
dikenal tanpa nama perusahaan pemilik Merek.
2.4.2 Fungsi Merek
Menurut Undang – Undang Perlindungan Merek, telah dijelaskan bahwa
Merek dapat berfungsi sebagai :
1. Atribut pengenal untuk membedakan hasil produksi barang atau jasa dari
salah satu produksi terhadap produksi lainnya,
2. Sebagai alat promosi,
3. Sebagai jaminan atas mutu produk, dan
4. Penunjuk asal barang atau jasa.
2.4.3 Mutu Merek
Menurut Philip Kotler ( 2002 : 470 ) mutu yang diinginkan dari suatu Merek
diantaranya adalah :
1. Harus menyatakan sesuatu tentang manfaat produk,
2. Harus menyatakan mutu produk seperti tindakan atau warna,
3. Harus mudah diucapakan, dikenal, dan diingat,
4. Harus berbeda, dan
5. Tidak boleh memiliki makna yang buruk dinegara dan bahasa lain.
2.4.4 Manfaat Merek
Merek mempunyai peranan yang sangat penting, baik bagi konsumen
maupun bagi produsen. Menurut Kotler ( 2002 : 464 ) bagi konsumen Merek
memberikan manfaat antara lain :
1. Memudahkan konsumen dalam mengenal suatu barang atau jasa yang
dapat memuaskan kebutuhan Mereka,
2. Memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa Mereka telah membeli
barang (produk) yang “benar” seperti yang diinginkan,
3. Memudahkan Mereka dalam membanding-bandingkan kualitas, harga,
dan sebagainya antar produk yang sama,
4. Memudahkan Mereka mengingat ciri-ciri barang atau jasa untuk
kepentingan pembelian berikutnya, dan
5. Memudahkan Mereka untuk memberikan atau meneruskan informasi
tentang suatu barang atau jasa kepada orang lain.
Sedangkan bagi produsen, Merek dapat pula memberikan berbagai manfaat,
antara lain :
1. Merek merupakan suatu identitas penjualan (produk) yang dapat di
jadikan tolak ukur kualitas,
2. Merek merupakan sesuatu yang dapat diiklankan untuk mendapatkan
tanggapan dari calon pembeli,
3. Merek dapat melindungi dari penurunan harga yang terlalu jauh, karena
konsumen tidak akan semata-mata menjadikan harga sebagai alat
pembanding antara dua produk yang berbeda Merek,
4. Merek dapat membantu produsen dalam menambah nilai prestise bagi
konsumenya.
2.5
Citra Merek ( Brand Image )
Konsumen cenderung untuk membentuk citra terhadap Merek, toko, dan
perusahaan didasarkan pada referensi mereka yang diperoleh dari penelitian
pemasaran dan lingkungan.
Menurut Setiadi ( 2003 : 179 ) citra adalah total persepsi terhadap suatu
obyek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap
waktu. Citra adalah konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara
sistematis karena sifatnya abstrak.
Menurut Setiadi ( 2003 : 180 ) sasaran penting dari strategi pemasaran
adalah untuk mempengaruhi persepsi terhadap Merek toko, dan perusahaan.
1. Citra Merek.
Citra Merek mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap Merek dan
dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap Merek. Citra terhadap
Merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap
suatu Merek. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu Merek, lebih
memungkinkan untuk melakukan pembelian.
2. Citra Toko.
Konsumen sering mengembangkan citra toko didasarkan pada iklan,
kelengkapan didalam toko, pendapat teman dan kerabat, dan juga pengalaman
belanja. Citra toko yang ada di benak konsumen akan mempengaruhi citra Merek.
Oleh karena itu, penempatan produk pada rantai toko–toko pengeceran merupakan
sarana untuk membantu citra toko.
3. Citra Perusahaan.
Selain mengembangkan citra terhadap Merek dan toko, konsumen juga
memperhatikan berbagi informasi mengenai perusahaan atau korporasi, dan
bagaimana pengalamannya atas penggunaan produk yang dihasilkan oleh
perusahaan. Ketika konsumen mempunyai pengalaman yang baik atas
penggunaan berbagai Merek produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan,
maka konsumen akan mempunyai citra yang positif atas perusahaan tersebut.
Pada saat itulah terbentuk apa yang disebut dengan citra korporasi.
2.6
Ekuitas Merek ( Brand Equity )
Menurut Darmadi Durianto dkk. ( 2001 : 4 ) ekuitas Merek didefinisikan
sebagai berikut :
“ Brand equity (ekuitas Merek) adalah seperangkat asset dan liabilitas
Merek yang terkait dengan Merek, nama, simbol yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh produk atau jasa baik pada perusahaan
atau pelanggan ”.
Merek bervariasi dalam pengaruh maupun ekuitas di pasar. Merek yang
ampuh memiliki ekuitas Merek yang tinggi. Merek akan berekuitas tinggi apabila
memiliki loyalitas tinggi, kesadaran nama, kualitas yang diterima, asosiasi Merek
yang kuat, dan asset lain seperti paten, dan Merek dagang.
Pengetahuan tentang elemen–elemen ekuitas Merek dan pengukuranya
sangat
diperlukan
untuk
menyusun
langkah–langkah
strategis
dalam
meningkatkan eksistensi Merek yang akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas
perusahaan.
Brand equity mengukur keseluruhan nilai dari Merek terhadap pemilik
Merek, dan menggambarkan tingkatan brand franchise. Jika Merek tersebut
secara eksklusif mengidentifikasikan pemilik Merek sebagai Merek produk atau
jasa, sebaiknya pemilik Merek melindungi hak kepemilikan Merek tersebut
dengan mendaftarkannya sebagai Merek dagang. Kebiasan menghubungkan satu
produk dengan Merek sudah menjadi budaya saat ini. Hampir semua produk
memiliki suatu identitas, mulai dari garam sampai ke baju.
Dalam konteks produk non komersial, mempublikasikan sesuatu yang berisi
ide atau janji melalui suatu produk atau jasa juga bisa disebut branding, sebagai
contoh kampanye politik atau organisasi kemasyarakatan.
Konsumen mungkin melihat branding sebagai aspek yang memiliki nilai
tambah dari produk atau jasa, seperti kebanyakan vendor seringkali menunjukkan
kualitas dan karakteristik unik dari produk atau jasa. Namun dari sisi pemilik
Merek, branding produk atau jasa identik dengan harga tinggi. Dimana dua
produk memiliki karakter yang hampir sama, tetapi satu memiliki Merek dan yang
lain tidak, konsumen akan lebih memiliki produk yang memilik Merek meskipun
harganya lebih mahal dibandingkan produk tak berMerek meskipun berkualitas
setara, pilihan ini didasarkan pada reputasi Merek atau pemilik Merek.
Elemen–elemen ekuitas Merek menurut A. Aaker dalam bukunya Managing
Brand Equity yang dikutip oleh Darmadi Durianto dkk. ( 2001 : 4 ) terdiri dari :
1. Brand Awareness ( kesadaran Merek )
Menunjukkan kesadaran calon pembeli untuk mengenali atau mengingat
kembali bahwa suatu Merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2. Brand Association ( asosiasi Merek )
Mencerminkan pencitraan suatu Merek terhadap suatu kesan tertentu dalam
kaitanya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga,
pesaing, dan lain-lain.
3.
Perceived Quality ( persepsi kualitas )
Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.
4. Brand Loyalty ( loyalitas Merek )
Loyalitas Merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu
Merek. Loyalitas Merek mencerminkan tingkat keterkaitan konsumen dengan
suatu Merek produk tertentu.
5.
Other Proprietary Brand Asset ( asset-aset Merek lainya )
Asset-aset Merek lainya ini diantaranya adalah: Brand Portofolio
( portofolio Merek ), Brand Architecture ( arsitektur Merek ) dan lain sebagainya.
2.7
Individual Branding
Individual branding, juga dikenal dengan nama MultiBranding adalah
strategi pemasaran dengan memasukkan portofolio produk ke tiap produk dan
memberikan Merek unik. Hal ini berlawanan dengan family branding, dimana
seluruh produk dalam lini produk yang sama akan diberikan satu Merek dagang.
Keuntungan individual branding adalah tiap produk memiliki citra dan
identitasnya sendiri, sehingga sangat memudahkan positioning produk. Yang
artinya akan meminimalisasi efek halo dan tiap produk akan secara otomatis dapat
menempati segmennya masing-masing tanpa perlakukan khusus. Individual
branding juga digunakan untuk menjaga citra Merek perusahaan agar tidak
berubah setelah merger atau akuisisi
2.8 Family Branding
Family branding adalah strategy pemasaran yang memasukkan beberapa
produk setara kedalam satu Merek. Hal ini berlawanan dengan individual
branding. Ada beberapa pertimbangan ekonomis dalam menerapkan strategy
family branding karena beberapa produk setara namun tidak saling bersaing akan
dapat dipromosikan dengan hanya menggunakan satu event promosi. Family
branding ditujukan untuk mengenalkan produk baru yang mendukung produk
yang telah ada di pasar. Hal ini dilakukan karena dalam membeli satu produk
baru, konsumen akan melibatkan pengalaman mereka terhadap satu Merek yang
telah mereka kenal. Memasukkan produk baru ke Merek yang telah populer, akan
menuntun konsumen untuk lebih mudah membeli, lebih mudah menerima produk
baru tersebut, dan masih ada beberapa keuntungan yang diperoleh, termasuk
menguatkan citra Merek tersebut.
Family branding menambah beban pemilik Merek dan mengharuskan
pemilik Merek untuk dapa menjaga konsistensi kualitas produk dan nilai Merek.
Apabila ada satu produk yang memiliki kualitas dibawah strt yang ada, penurunan
penjualan tidak hanya terjadi pada produk tersebut, tetapi juga pada produk lain
yang bernaung dalam satu Merek. Family branding hanya boleh dilakukan apabila
seluruh lini produk memiliki kualitas yang setara.
2.9
Brand Management
Brand management atau manajemen Merek adalah salah satu praktik
pemasaran yang spesifik menangani produk. Para marketer melihat Merek
memiliki implikasi penting terhadap citra kualitas produk yang ingin ditampilkan
ke konsumen dengan harapan bahwa dengan adanya jaminan strt kualitas melalui
Merek, konsumen akan terus membeli produk dari lini produk yang sama. Merek
juga dapat meningkatkan penjualan dan membuat satu poduk lebih mudah
bersaing. Dengan Merek, maka harga bisa dinaikkan sehingga berimplikasi pada
naiknya omset dan keuntungan penjualan.
Merek yang baik seharusnya :
1. Terlindungi dengan baik
2. Mudah diucapkan
3. Mudah diingat
4. Mudah dikenali
5. Menarik
6. Menampilkan manfaat produk atau saran penggunaan produk
7. Menonjolkan citra perusahaan atau produk
8. Menonjolkan perbedaan produk dibanding pesaing
Premium brand (Merek premium) biasanya menghabiskan biaya produksi
lebih tinggi dibanding produk lain dalam lini yang sama.
Economy brand (Merek ekonomis) ditujukan bagi segmen pasar yang
sensitif harga, hingga di Merek ini, harga bisa sangat fleksibel.
Fighting brand (Merek petarung) Merek ini dibuat secara khusus untuk
menghadapi ancaman pesaing.
Ada beberapa hambatan dalam menetapkan target yang ingin diraih dari
Merek, yaitu :
1.
Banyak brand manager mambatasi diri hanya memfokuskan diri pada
target finansial. Mereka mengabaikan target strategis hanya karena mereka
beranggapan target strategis merupakan tanggung jawab manajemen diatas
mereka
2.
Kebanyakan level produk atau brand manager membatasi diri untuk
tujuan jangka pendek, karena kompensasi bagi prestasi hanya didesain
untuk jangka pandek.
3.
Seringkali manajer produksi tidak diberi informasi yang cukup agar dapat
memproduksi produk sesuai spesifikasi.
4.
Kadangkala ada kesulitan dalam menterjemahkan tujuan perusahaan ke
dalam tujuan Merek atau produk. Mengganti tujuan dan filososi
perusahaan jauh lebih mudah dibandingkan saat seorang manajer produk
harus mengimplementasikan perubahan tersebut ke dalam karakter produk.
5.
Dalam perusahaan yang memiliki produk beragam, kadang target satu
Merek akan bersinggungan dengan Merek lain. Atau bahkan lebih buruk
lagi, target perusahaan bertentangan dengan kebutuhan spesifik satu
produk. Seorang brand manager juga harus tahu tujuan akhir yang dibidik
oleh manajemen secara keseluruhan. Apabila manajemen secara corporate
memiliki tujuan jangka panjang terhadap satu produk, akan sangat salah
apabila manajer produk membidik target jangka pendek untuk produk
tersebut.
6.
Banyak brand manager menentukan langkah untuk mengoptimalisasi
kinerja hanya di unit mereka tanpa memikirkan optimalisasi kinerja
keseluruhan perusahaan. Hal ini biasa dilakukan para manajer apabila
penilaian prestasi dilakukan berdasarkan kinerja unit dan bukan sinergi
kinerja unit dengan seluruh unit di perusahaan.
2.10 Evaluasi Merek
Pertempuran pasar adalah sebuah pertempuran merek, persaingan merek
sangatlah dominan. Bisnis dan investor akan memng merek sebagai aset
perusahaan yang paling berharga. Sebuah merek adalah unik. Membangun dan
mengelola ekuitas merek telah menjadi sebuah prioritas bagi perusahaan apapun,
di semua tipe industri, dan di semua tipe pasar. Membangun dan mengelola
dengan baik akan meningkatkan loyalitas konsumen dan keuntungan. Sebuah
bisnis yang berorientasi pasar dimana telah mensegmenkan target pasarnya dan
melacak perilaku konsumen melalui segmentasi berada dalam posisi terbaik untuk
membangun sebuah merek yang sukses. Langkah pertama dalam membangun
sebuah identitas merek adalah menentukan positioning produk yang diharapkan
dan preposisi nilai (value preposition) untuk target pasar yang spesifik. Tanpa
spesifikasi ini, proses penentuan identitas merek akan dengan cepat kabur dan
hanya terjebak pada mengembangkan fitur produk dari pada manfaat untuk
konsumen. Strategi pengelolaan merek mutlak dibutuhkan agar supaya terbentuk
sebuah taktikal yang lebih sistematik dan terencana.
Ekuitas merek menekankan pentingnya nilai merek dan mengidentifikasi
kunci dari dimensi ekuitas. Tujuanya adalah untuk membangun ekuitas merek dari
waktu ke waktu. Analisis strategi merek memberikan informasi penting untuk
memutuskan masalah pada tiap aktivitas pengelolaan merek. Analisis meliputi
pasar, perilaku konsumen, pesaing, dan informasi merek.Setelah semua kegiatan
strategi pengelolaan merek dilakukan kemudian perlu adanya evaluasi strategi
dalam bentuk pelacakan kinerja merek. Evaluasi produk dalam sistem merek
(portfolio) memerlukan pelacakan kinerja tiap produk. Manajemen harus
mempunyai sebuah tujuan pengukuran kinerja dan acuan ukuran kinerja produk.
Sebuah metode kualitatif yang dikenal sebagai brand score card membantu
manajer untuk mengukur kinerja merek secara sistematis. Metode ini
menggunakan sepuluh ciri merek terkuat. Ciri-ciri ini akan dijadikan acuan dalam
menilai kinerja merek. Metode kualitatif diharapkan dapat menjadi dasar untuk
memutuskan sesuatu yang berkenaan dengan mengevaluasi merek dan juga
memantau merek dari waktu ke waktu. Penentuan skor setiap item berdasarkan
persepsi . Dengan menggunakan skala 0 sampai 20 (sangat buruk sampai sangat
baik) kemudian gambarlah dalam bentuk bar chart untuk mempermudah analisis.
Gunakan bar chart untuk mengarahkan diskusi dengan associate brand
management. Cara demikian akan membantu untuk mengidentifikasi area mana
yang membutuhkan perbaikan, area mana yang unggul, dan mempelajari lebih
mendalam bagaimana sebenarnya gambaran merek sebuah produk atau dalam
portfolio. Untuk membantu menentukan skor, di bawah ini merupakan panduan
bagi manajer atau associate brand management untuk memberikan skor pada tiap
item.
1. Merek mampu memberikan manfaat yang benar-benar dibutuhkan
konsumen. Sudah pernahkah mencoba untuk mengobservasi keinginan
dan keperluan konsumen yang belum bisa terpenuhi? Melalui metode apa?
Apakah tidak menaruh perhatian pada pengalaman konsumen terhadap
produk dan jasa yang ditawarkan? Apakah memiliki sistem dimana
konsumen bisa memberikan komentar tentang pengalaman menggunakan
produk dan jasa? .
2. Merek masih relevan. Apakah telah berinvestasi untuk meningkatkan
produk guna menambah nilai untuk konsumen? Apakah mengetahui secara
persis selera konsumen? pada kondisi pasar saat ini? Apakah segala
keputusan pemasaran berdasarkan hal-hal tersebut?
3. Strategi harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan konsumen.
Apakah perusahaan telah mengoptimalkan harga, biaya, dan kualitas untuk
memenuhi bahkan melebihi apa yang diharapkan konsumen? Apakah
mempunyai sebuah system untuk memonitor perubahan persepsi nilai
merek ? Apakah memperkirakan seberapa besar konsumen percaya
terhadap merek produk ?
4. Merek diposisikan dengan tepat. Apakah telah mempunyai hal yang
dibutuhkan sebagai dasar pembeda untuk berkompetisi dengan pesaing ?
Apakah point of different telah berhasil dimengerti oleh konsumen sebagai
kesadaran mereka terhadap produk di pasar?
5. Konsistensi merek.Apakah program pemasaran tidak menimbulkan pesan
yang
membingungkan
dan
tidak
pernah
terjadi
selama
ini?
Sebaliknya,apakah ada penyesuaian program dengan keadaan terkini?
6. Portofolio dan hirarki merek masuk akal. Dapatkah merek perusahaan
menciptakan sebuah payung untuk seluruh merek dalam portfolio? Apakah
setiap merek dalam portfolio memiliki peran terpisah? Seberapa
ekstensifnya overlap antar merek? Di area mana? sebaliknya, apakah
merek sudah mencakup pasar secara maksimal? Apakah memiliki hirarki
merek dimana tidak mudah diperhatikan dan dapat dimengerti dengan
baik?
7. Merek menggunakan dan mengkoordinasikan seluruh daftar aktivitas
pemasaran untuk membangun ekuitas merek.Apakah telah memilih
dan mendesain nama merek, logo, symbol, slogan, kemasan, dan lain
sebagainya untuk memaksimalkan brand awarness? Apakah telah
memadukan aktivitas pemasaran pull dan push untuk menjangkau baik
distribusi maupun konsumen? Apakah seluruh aktivitas pemasaran dapat
dipahami dengan baik? Apakah pelaksana mengelola setiap aktivitas dan
mengetahui antara aktivitas yang satu dengan lainnya? Apakah telah
mengkapitalisasi kemampuan yang unik dalam pemilihan komunikasi
yang tidak akan menghilangkan arti dari sebuah merek yang ditampilkan?
8. Brand manager memahami apa arti merek bagi konsumen.Apakah
mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai oleh konsumen dari
merek ? apakah mengenal seluruh anggota tim pemasaran dan apa yang
telah dilakukannya terhadap merek, baik yang berasal dari perusahaan
maupun luar perusahaan? Apakah telah membuat batas-batas skema
berdasarkan perilaku konsumen untuk perluasan merek dan acuan untuk
program pemasaran? .
9. Merek mendapatkan dukungan yang semestinya dan dipertahankan
dalam jangka panjang. Apakah kesuksesan dan kegagalan dari program
pemasaran dapat dimengerti sebelum program tersebut dirubah? ? Sudah
pernahkah menghindari keinginan untuk mengurangi dukungan pemasaran
sebagai reaksi terhadap melemahnya pasar atau jatuhnya angka penjualan?
10. Perusahaan melakukan pemantauan sumber-sumber ekuitas merek.
Apakah mengadakan sebuah audit untuk menilai kinerja merek dan untuk
merancang tujuan strategis? apakah secara rutin mengadakan kajian untuk
mengevaluasi
keadaan
pasar
terkini?
apakah
secara
regular
mendistribusikan laporan ekuitas merek yang dirangkum di seluruh
penelitian dan informasi yang relevan untuk membantu pemasar dalam
memutuskan
sesuatu?
Apakah
telah
menugaskan
secara
jelas
tanggungjawab untuk memonitor dan mempertahankan ekuitas merek?
Pada akhirnya, kekuatan merek terletak di pikiran konsumen, dimana
mereka merasakannya dan mempelajari tentang merek dari waktu ke waktu.
Pengetahuan konsumen merupakan “hati” ekuitas merek. Realisasi ini mempunyai
dampak manajerial yang penting. Secara imajinatif, ekuitas merek membantu
pemasar dalam menjembatani strategi terdahulu dan masa datang. Sehingga,
berapapun uang yang telah dikeluarkan jangan dipng sebagai sebuah pengeluaran
tapi investasi-investasi agar konsumen mengetahui, merasakan, mengingat,
mempercayai,dan berpikir tentang merek-untuk itu konsumen akan memutuskan,
berdasarkan kepercayaan dan sikap mereka terhadap merek. Pemasar yang
membangun merek kuat telah mengetahui konsep dan menggunakannya untuk
memperjelas, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan strategi pemasaran
mereka.
Ada beberapa hal penting dalam menciptakan merek:
1. Nama yang mudah dibaca, diingat, dan memiliki arti yang positif.
2. Memiliki slogan (kalau bisa) untuk memperkuat dan mendukung Merek.
3. Psikologis warna pada logo yang sesuai dengan produk barang/jasa
yang akan pasarkan, contoh: produk yang dijual roti bakar, maka warna
logo lebih dominan coklat tua, coklat muda, oranye atau merah.
4. Tipografi, atau biasa disebut font atau jenis huruf. Ada beberapa
pengelompokan tipografi yaitu serif, sans-serif, dekoratif, condense, dan
extended. Untuk logo, harus perhatikan apakah produk cenderung ke
arah klasik, modern, etnik, atau tradisional. Yang menentukan adalah
misalnya mau membuka butik pakaian yang bergaya pakaiannya batik
modern untuk dijual ekspor, maka desain logonya harus etnik-tradisional
kombinasi dengan modern, jika untuk menengah ke atas maka harus
lebih minimalis, tidak banyak warna.
5. Maskot, untuk produk-produk retail khususnya sebagai elemen yang
memperkuat image yang mudah diingat di benak konsumen. Biasanya
kebanyakan digunakan untuk produk entertainment center, makanan dan
minuman dengan sasaran konsumen keluarga.
Semua yang mungkin butuhkan di atas untuk menciptakan sebuah merek
yang powerful dan sempurna sebagai identitas yang hakiki.
Selanjutnya untuk menjadikan merek dikenang sepanjang masa, maka
diperlukan juga Manajemen Merek (Branding Management). Mengapa? Sebab
kita harus tahu apa yang benar-benar diinginkan oleh target market atau pasar
yang mengkonsumsi produk/jasa . Dan Manajemen tersebut harus memenuhi dua
point penting, yaitu yang pertama: berjalan sesuai dengan pergerakan trend dan
perubahan jaman dari generasi ke generasi agar nama merek atau brand selalu
dikenang terus menerus. Yang kedua: kita harus bisa mendengarkan keluhankeluhan konsumen agar tahu bagaimana bisa menjadi yang terbaik daripada
kompetitor . Dengan melakukan dua point di atas maka kemungkinan besar Merek
yang akan menjadi kenangan terindah bagi masyarakat sampai bertahun-tahun,
misalnya seperti merek Matahari, Aqua, Hoka Hoka Bento, D'crepes, KFC, dan
sebagainya.
Apabila Manajemen Merek berhasil memikat konsumen bahkan sudah
melegenda, seiring berjalannya waktu dan persaingan yang semakin ketat dengan
menjamurnya
kompetitor
yang
menawarkan
produk
sejenis.
Untuk
mempertahankan Merek , maka haruslah bisa memikat mata konsumen secara
visual dengan meng-upgrade Logo yang dinamakan Re-Branding, seperti
perusahan-perusahaan besar lakukan. Contoh: Matahari yang merubah Logo dan
manajemennya.
Saat ini memang sudah menjadi keharusan bahkan telah menjadi trend
untuk merubah Logo ke arah yang lebih modern untuk merebut mata para
konsumen, karena banyak perusahaan kompetitor yang baru bermunculan dan
justru tampil dengan Logo-logo 'gaya masa kini'. Apakah masih ingin bersaing
dengan mereka, dengan masih menggunakan Logo lama ?
Ingatkah akan sebuah pertempuran antar kerajaan di jaman dahulu kala?
Mereka mengangkat tinggi pajinya masing-masing kerajaan. Suatu simbolik yang
mengartikan
bahwa
mereka
memproklamirkan
lambang
kerajaannya,
membuktikan bahwa mereka setia dan rela mati untuk nama kerajaan yang
dibawanya. Saat ini panji dikenal sebagai bendera yang berkibar mewakili suatu
negara dengan simbolik berupa paduan warna atau lambang-lambang.
Begitu juga dengan perusahaan yang mengibarkan benderanya masingmasing, di dalam bendera itu ada sebuah lambang atau simbol atau logo
perusahaan yang harus dipertahankan. Suatu tim antara direksi dan karyawan
yang solid berdiri di bawah bendera suatu perusahaan. Bagaimana membuat
bendera perusahaan agar bertahan sampai jangka waktu yang panjang? Jangan
pernah merancang Logo pada Bendera Perusahaan bukan pada orang yang tepat!
Buatlah dengan pihak yang mengerti estetika visual dan mampu mewujudkannya
agar nama perusahaan secara visual memiliki arti yang hakiki, positif, dan bisa
diterima oleh masyarakat luas.
Proses pemilihan nama yang tepat didasarkan dari visi dan misi
perusahaan, selain itu juga diwujudkan secara komitmen kepada target market
perusahaan. Lakukanlah pelayanan yang terbaik dari perusahaan kepada
konsumen. Dengan komitmen yang terus-menerus dilakukan, maka perusahaan
akan dikenal baik sepanjang masa.
2.11 Perilaku Konsumen
Banyak definisi tentang Perilaku, akan tetapi pada dasarnya sama hanya
berbeda cara perumusannya, seperti :
AMA (American Marketing Association) mendefinisikan Perilaku konsumen
sebagai berikut :
“ Perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi,
Perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran
dalam hidup Mereka “.
Definisi ini memuat 3 hal penting, yaitu :
1.
Perilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah
untuk di tebak / diramalkan.
2.
Melibatkan interaksi : afeksi, kognisi, Perilaku dan
kejadian di sekitar lingkungan
3.
Melibatkan pertukaran, seperti menukar barang
milik penjual dengan uang para pembeli.
Untuk mengenali Perilaku konsumen lebih mendalam, pemasar harus
melakukan riset konsumen untuk mengetahui tujuan mengenai pasar sasaran,
yaitu :
1.
Siapa konsumen di pasar sasaran (Objects)
2.
Apa yang di beli oleh pasar (Objects)
3.
Mengapa pasar membeli (Objectives)
4.
Siapa saja yang berpartisipasi di pasar sasaran (Organization)
5.
Bagaimana cara pasar membeli (Operation)
6.
Kapan pasar melakukan pembelian (Occsions)
7.
Dimana pasar membeli (Outlets)
Agar bisa memenangkan persainagan bisnis, perusahaan harus mampu
memberikan nilai (value) yang lebih kepada konsumen dibandingkan dengan
pesaingnya. Nilai konsumen merupakan perbedaan antara semua menfaat
(keuntungan) yang diperoleh dari suatu produk secara menyeluruh (total product)
dengan semua biaya yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat tersebut,
memberikan nilai konsumen yang superior, mengharuskan perusahaan melakukan
suatu pekerjaan yang lebih baik untuk mengantisipasi dan memberikan reaksi
kepada kebutuhan dan keinginan konsumen dari pada yang dilakukan pesaingnya.
2.12 Pengambilan Keputusan Pembelian.
Sebelum menunjukkan suatu ringkasan bagaimana para konsumen
mengambil suatu keputusan, kita akan mempertimbangkan beberapa pemikiran
yang melukiskan pengambilan keputusan konsumen dengan cara-cara yang sangat
berbeda. Istilah model-model konsumen mengacu pada suatu perhitungan atau
perspektif umum terhadap bagaimana dan mengapa masing-masing individu
berperilaku demikian, hal ini ditegaskan oleh Leslie Lazar Kanuk dan Leon G.
Schiffman ( 2002:104 ).
Secara spesifik kita akan mengamati model-model konsumen dalam ke
empat item berikut ini : ( 1 ) suatu pandangan ekonomis, ( 2 ) suatu pandangan
pasif, ( 3 ) suatu pandangan pengenal, ( 4 ) suatu pandangan emosional.
2.12.1 Pandangan Ekonomis
Dalam perhitungan teoritis ekonomi, dimana menggambarkan suatu dunia
kompetisi yang sempurna, para konsumen dikarakteristikan sebagai pembuat
keputusan-keputusan yang rasional. Model ini, yang disebut teori orang ekonomi,
untuk berperilaku rasional dalam makna ekonomis, seorang konsumen akan :
1. Menyadari keseluruhan alternative produk yang ada, dan
2. Mampu untuk menentukan pilihan ranking secara tepat. tiap-tiap
alternatif dalam kaitannya dengan manfaat-manfaat dan kerugiankerugiannya, serta mampu untuk menentukan pilihan alternative yang
terbaik. Meskipun demikian, secara realistis konsumen jarang sekali
memiliki seluruh informasi atau informasi yang akurat atau bahkan suatu
tingkat keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang “sempurna”.
2.12.2 Pandangan Pasif
Kebalikan dari perhitungan ekonomis rasional adalah perhitungan pasif
yang menggambarkan para konsumen pada dasarnya menyerah pada minat
pelayanan dan upaya promosional dari para marketer. Dalam perhitungan pasif
tersebut para konsumen dianggap sebagai pembeli impulsif dan irasional yang
siap menjadi sasaran dan usaha dari para marketer paling tidak pada beberapa
tingkatan, model pasif konsumen ini dimanfaatkan oleh orang-orang super sales
yang dilatih untuk memperlakukan para konsumen sebagai suatu objek untuk
dimanipulasi.
2.12.3 Pandangan Kognitif
Model ketiga menggambarkan konsumen sebagai penyelesaian masalah
yang berpikir. Dalam kerangka pengertian ini konsumen kerap kali digambarkan
baik menerima secara pasif maupun aktif mencari produk dan jasa yang dapat
memenuhi kebutuhan dan semakin memperkaya kehidupan Mereka. Model
kognitif ini berfokus pada proses dimana konsumen mencari dan mengevaluasi
informasi tentang Merek-Merek serta outlet-outlet yang dipilih. Perhitungan
kognitif tersebut mendeskripsikan suatu konsumen yang jatuh diantara
perhitungan ekonomis dan pasif yang ekstrim, yang tidak ( tak dapat ) memiliki
pengetahuan total tantang alternative produk yang tersedia dan oleh karenanya
tidak dapat membuat keputusan yang sempurna, namun mencari informasi dan
berusaha untuk meraih keputusan yang memuaskan.
2.12.4 Pandangan Emosional
Kita dapat merefleksikan sifat pembelian - pembelian kita saat ini,
mungkin kita terkejut menyadari bagaimana impulsifnya kita pada beberapa
pembelian tersebut. Dibandingkan dengan pencarian dengan yang teliti serta
mengevaluasi sebelum membeli, kita cenderung lebih banyak membeli
berdasarkan impulsif atau terdorong atau dikendalikan emosi.
Ketika konsumen memutuskan untuk membeli berdasarkan emosi, amat
sedikit pencarian informasi yang dilakukan sebelum pembelian tersebut.
Sebaliknya penekanan lebih pada mood dan perasaan pada saat itu ( go for it ).
Hal ini bukan untuk menyatakan bahwa keputusan emosional tersebut tidak
rasional.
Sebagai contoh, banyak konsumen membeli pakaian berlabel desainer,
bukan karena Mereka kelihatan lebih baik dengan pakaian tersebut, tetapi karena
label status membuat Mereka lebih baik. Ini merupakan keputusan yang rasional,
mood konsumen juga sangat penting dalam pengambilan keputusan. Mood dapat
didefinisikan sebagai kondisi perasaan. Seorang konsumen “menerima” suatu
iklan, lingkungan toko atau ritel, merk atau suatu produk.
2.13 Proses Keputusan Pembelian.
Cara lain untuk memahami konsumen adalah melalui proses pembelian.
Proses ini terdiri dari langkah-langkah yang dijalani konsumen pada saat Mereka
memutuskan apa, kapan, dimana dan bagaimana melakukan pembelian.
Pemahaman atas proses ini dapat memberi para marketer dengan sarana untuk
mengembangkan suatu strategi yang tepat untuk menarik para konsumen.
Berikut ini proses pengambilan keputusan oleh pembeli dari awal pertama
kali sampai dengan mencapai keputusan pembelian. Dalam gambar berikut ini
dijelaskan bahwa pemakaian melalui tahapan, yaitu: pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternative, keputusan pembelian dan perilaku
setelah membeli. Jadi jelas proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian
yang nyata dan berlanjut bahkan setelah pembelian untuk lebih jelasnya berikut
ini penjelasan dari berbagai tahap tersebut.
Gambar di bawah ini, adalah bagan proses pembelian konsumen :
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Setelah
Pembelian
Sumber: Phikip Kotler “Manajemen Pemasaran di Indonesia” (2000:251)
Gambar 2.1 Proses Pembelian Konsumen
2.13.1 Pengenalan Kebutuhan
Sebuah iklan, saran atau rangsangan-rangsangan lain membuat konsumen
menyadari adanya suatu kebutuhan. Menyadari adanya kondisi yang diinginkan
dengan kondisi yang ada. Misalnya, sebuah undangan untuk menghadiri suatu
pesta berkostum dapat merangsang kebutuhan untuk membeli suatu kostum.
Pengenalan kebutuhan merupakan suatu tahap awal dari proses pembelian,
hal ini juga dikatakan oleh Philip Kotler dan Gary Amstrong (2001: 162) yaitu:
“ Tahap pertama dalam proses pengambilan keputusan pembelian yaitu
mengenali masalah atau kebutuhan konsumen ”.
Dari kutipan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengenalan kebutuhan
merupakan tahap pertama dari keseluruhan proses pembelian dimana pemakai
atau pengguna mengenali akan apa yang menjadi kebutuhan atau masalah.
Proses pembelian dimulai dengan mengenali kebutuhan, dengan pembeli
yang mengenali akan masalah atau kebutuhan, pembeli dapat merasakan
perbedaan diantara Mereka akan keadaan sekarang dan beberapa kebutuhan yang
diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu oleh dorongan dari dalam ketika salah satu
dari kebutuhan normal seseorang seperti lapar, haus, sex meningkat pada
tingkatan yang cukup tinggi untuk menjadi pendorong. Kebutuhan juga dapat
dipicu oleh dorongan dari luar, dalam hal ini dapat dicontohkan pada kasus
seseorang yang melewati tempat menjual ayam bakar dan melihat ayam yang baru
selesai dibakar dan mendorong rasa lapar atau seseorang yang mengagumi motor
sport tetangganya. Pada tahap ini para pemasar seharusnya melakukan penelitian
untuk mencari tahu apa jenis dari kebutuhan atau masalah yang muncul, apa yang
membawa Mereka dan bagaimana memandu atau membawa pembeli kepada
produk Mereka. Dengan mengumpulkan beberapa informasi pemasar dapat
mengenali faktor-faktor yang paling sering memicu ketertarikan dalam produk
dan dapat mengembangkan program pemasaran yang melibatkan faktor-faktor
tersebut.
2.13.2 Pencarian Informasi
Tahap setelah pengenalan kebutuhan adalah pencarian informasi, pengertian
pencarian informasi itu sendiri dijelaskan oleh Philip Kotler dan Gary Amstrong
(2001:163) yaitu:
“ Tahap dari proses keputusan pembeli ialah dimana konsumen melakukan
pencarian informasi lebih, konsumen memiliki perhatian yang tinggi atau akan
mencari informasi secara aktif ”.
Dari kutipan tersebut maka dapat diartikan bahwa pencarian informasi
merupakan suatu tingkatan dari proses keputusan pembelian dimana pengguna
telah dibangun untuk mencari lebih banyak lagi informasi, para pengguna akan
hanya memberikan pada perhatian atau akan menjadi aktif dalam pencarian
informasi.
Informasi bernilai bagi konsumen karena keleluasaannya membantu
membuat keputusan pembelian yang lebih memuaskan dan menghindari
konsekuensi negative sehubungan dengan pengambilan keputusan yang buruk.
Jadi, konsumen bersedia melakukan pencarian lebih banyak informasi apabila
pembelian merupakan hal yang penting. Pentingnya pembelian bersumber dari (a)
kuatnya seseorang akan produk, (b) keterlibatan seseorang akan produk, (c)
kerasnya konsekuensi sosial dan keuangan dari pengambilan keputusan yang
buruk. Hal inilah yang menyebabkan mengapa manusia cenderung mencari
informasi tambahan tentang produk.
Perhatian utama pemasar adalah sumber informasi utama yang akan dicari
konsumen dan kepentingan relatifnya terhadap keputusan pembelian sesudahnya.
Sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok, antara lain :
1. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, dan kenalan.
2. Sumber komersil : iklan, tenaga penjual, pedagang perantara,
pengemasan dan pajangan.
3. Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaaan, dan penggunaan
produk.
4. Sumber public : media massa, dan organisasi perlindungan konsumen.
Pengaruh altenatif dari sumber informasi berubah-ubah dengan produk dan
pembelian. Secara umum pengguna menerima banyak informasi mengenai produk
dari sumber komersil, dimana dikendalikan oleh pemasar. Sumber yang efektif
bagaimanapun juga cenderung untuk menjadi pribadi atau personal. Sumber
individu menunjukkan lebih penting dalam mempengaruhi dari pembelian barang
atau jasa. Sumber komersil secara umumnya menginformasikan kepada pembeli,
tapi sumber individu mengesahkan atau menilai produk dari sumber pembeli,
contohnya: seorang Dokter, pada umumnya mengetahui obat baru dari sumber
komersil, tetapi beralih kepada dokter yang lain untuk menilai informasi tersebut.
Sebagaimana banyaknya
informasi yang diperoleh,
kesadaran dan
pengetahuan konsumen dari Merek-Merek yang tersedia juga meningkat.
Perusahaan harus melakukan marketing mixnya untuk membuat kesadaran dan
pengetahuan
akan
produk
dan
Mereknya.
Itu
seharusnya
dapat
mengindentifikasikan secara hati-hati terhadap sumbe–sumber informasi dari
konsumen dan kepentingan dari setiap sumber. Konsumen seharusnya ditanyakan
bagaimana Mereka pertama kali mendengar mengenai Merek tersebut, bagaimana
informasi yang Mereka terima dan bagaimana Mereka menempatkan pada
perbedaan sumber informasi.
2.13.3 Evaluasi Alternatif.
Setelah dikemukakan diatas bagaimana konsumen menggunakan informasi
untuk sampai pada kumpulan (pengambilan) keputusan pada Merek akhir.
Bagaimanakah konsumen memilih antara pilihan Merek yang satu dengan yang
lain. Pemasar harus mengetahui mengenai evaluasi dari alternafit yaitu bagaiman
pemakai memproses informasi untuk sampai pada pemilihan Merek. Sayangnya
konsumen tidak menggunakan proses evaluasi yang sederhana dan tunggal dalam
setiap situasi pembelian, meskipun beberapa proses alternatif berlangsungnya saat
bekerja atau prakteknya.
Konsep dasar yang membantu menjelaskan proses evaluasi pemakai, yaitu :
Pertama, bahwa setiap pemakai melihat produk sebagai kumpulan atribut.
Untuk kamera sebagai contoh, produk atribut kamera berupa kualitas gambar,
kemudahan penggunaan, ukuran kamera, harga dan ciri-ciri lainnya. Konsumen
akan mengubah beberapa atribut yang Mereka anggap berhubungan dan Mereka
akan menaruh perhatian yang besar kepada atribut-atribut yang berhubungan
dengan kebutuhan Mereka.
Kedua, konsumen akan memperkirakan ukuran kepentingan atribut yang
berbeda menurut kebutuhan yang berbeda dan permintaan dari masing-masing
individu.
Ketiga, konsumen kemungkinan mengembangkan kumpulan dari persepsi
Merek dimana setiap Merek berdiri disetiap atribut. Implementasi persepsi
cenderung berhubungan dengan Merek yang diketahui sebagai citra Merek,
distorsi, kecenderungan dan kepercayaan pemakai yang membedakan dari ciri
sesungguhnya dari atribut.
Keempat, harapan dari konsumen terhadap kepuasan produk secara utuh
akan berubah dengan tingkatan dari perbedaan atribut. Hal ini dapat dicontohkan
ketika seseorang membeli sebuah kamera dan mengharapkan kepuasan dari
kamera tersebut meningkat seiring dengan bagusnya kualitas gambar yang
dihasilkan dan dengan beban kamera yang ringan sehingga mudah untuk dibawa
dibandingkan dengan kamera lainnya.
Kelima, pemakai tiba pada Perilaku yang menuju kepada perbedaan Merek
melalui beberapa prosedur peninjauan ulang yaitu, dimana para konsumen telah
menemukan bagaimana menggunakan salah satu atau lebih dari beberapa evaluasi
prosedur yang tergantung pada konsumen dan keputusan membeli.
2.13.4 Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian merupakan saat dimana konsumen memutuskan untuk
membeli atau tidak produk yang bersangkutan dan membuat keputusan
pemesanan yang berhubungan dengan pembelian. Selain itu keputusan pembelian
dapat diartikan juga sebagai tingkatan dari proses keputusan pembelian dimana
konsumen sebenarnya melakukan pembelian. Pemilihan ini dilakukan atas dasar
hasil evaluasi ditahap sebelumnya.
Dalam tingkatan evaluasi, konsumen membentuk preferensi diantara Merekmerek dalam kelompok pilihan konsumen, mungkin juga membentuk suatu
maksud pembelian untuk membeli produk yang paling disukai. Namun demikian,
ada dua faktor yang mempengaruhi maksud ( keinginan ) pembelian dan
keputusan pembelian, yaitu : perilaku orang lain dan situasi yang tak terduga. Dua
faktor tersebut dapat berada diantara maksud pembelian seperti yang digambarkan
pada gambar berikut ini :
Perilaku
orang lain
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Maksud
Pembelian
Situasi
yang tak
terduga
Sumber : Kotler& A. B Susanto “Manajemen Pemasaran di Indonesia”
(2000:257)
Gambar 2.2 : Faktor-faktor keputusan pembelian
Didalam faktor pengaruh orang lain, hal ini dapat mengurangi alternatif
yang dipilih atau disukai oleh konsumen, hal ini akibat adanya dua hal lagi yang
dipengaruhi, dua hal tersebut adalah :
1. Intensitas dari perilaku negative dari orang lain yang menuju kepada
pilihan yang disukai oleh konsumen, dan
2. Motivasi dari konsumen untuk menyetujui permintaan orang lain.
Semakin gencar sikap negative orang lain dan semakin dekat orang tersebut
dengan
konsumen,
semakin
besar
konsumen
akan
mengubah
maksud
pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku, untuk preferensi seorang
pembeli terhadap suatu Merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai
menyukai Merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit saat beberapa
orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang berlawanan dan
pembeli ingin menyenangkan Mereka semua.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terduga, dimana konsumen
akan membentuk niat pembeli berdasarkan faktor seperti : penghasilan yang
diharapkan, harga yang diharapkan dan harapan dari manfaat produk tersebut.
Bagaimanapun juga situasi yang tidak diharapkan dapat mengubah niat
konsumen dari pembelian, contohnya ketika seseorang kekurangan uang, maka ia
akan melakukan pembelian yang dianggap penting untuk kebutuhan yang lebih
mendadak atau mendesak. Oleh karena itu, kebiasaan dan juga keinginan untuk
membeli tidak selalu menghasilkan pilihan untuk membeli secara aktual atau
nyata.
2.13.5 Perilaku Setelah Pembelian.
Tugas dari pemasar tidak berakhir terhadap produk yang dibeli. Setelah
membeli suatu produk, konsumen akan memikirkan tentang keputusan tersebut.
Ada waktu dimana konsumen tidak begitu yakin akan pembelian tersebut adalah
bijaksana. Hal ini dinamakan cognitive dissonance ( ketidak sesuaian kognitif ).
Dalam mencoba menilai pembelanjaan tersebut, maka konsumen mencari fakta -
fakta tambahan atau iklan-iklan untuk membuktikan bahwa tindakan membeli
yang dia lakukan adalah benar. Cognitive consonance ( kesesuaian kognitif )
timbul pada saat konsumen tersebut mendapatkan kepuasan setelah pembelian
yang dilakukannya. Setelah pembelian dari produk, pemakai akan merasa puas
atau tidak puas dan akan berlanjut dalam perilaku setelah pembelian terhadap
pemasar, apa yang menentukan apakah pembeli tersebut itu puas atau tidak puas
dengan pembelian ? jawaban tersebut ada pada hubungan antara harapan pemakai
dan persepsi kinerja dari produk. Jika produk tersebut sesuai atau sama dengan
harapan dari pemakai maka pemakai akan merasa senang dan akan melakukan
pembelian ulang.
2.13.6 Hubungan perilaku konsumen terhadap proses pembelian.
Perilaku konsumen dalam pembeliannya di pengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Kekuatan masingmasing faktor dalam mempengaruhi pembelian berbeda-beda. Namun pada
hakikatnya semua faktor tersebut semua mempengaruhi terhadap keputusan
pembelian seorang konsumen.
Faktor budaya yang di latar belakangi sturktur masyarakat luas yang
majemuk akan sulit untuk menentukan batasan-batansannya. Untuk memahami
pengaruh budaya dalam perilaku konsumen, leon dan kanuk dalam buku perilaku
konsumen (2007:356) mengartikan budaya adalah :
”budaya sebagai keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang di
pelajari yang membantu mengarahkan perilaku konsumen pada anggota
masyarakat tertentu”.
Dalam uraian tersebut kepercayaan dan nilai menjadi prioritas dari
individu mengenai segala masalah dan barang milik. Dalam arti luas kepercayaan,
nilai dan kebiasaan merupakan citra mental yang mempengaruhi berbagai macam
sikap khusus yang pada gilirannya mempengaruhi kemungkinan cara seseorang
bereaksi terhadap situasi tertentu.
Budaya memberikan aturan, arahan, dan pedoman di semua tahap
pemecahan masalah manusia dengan memberikan metode ”coba dan benar” untuk
memuaskan kebutuhan psikologis, pribadi, dan masyarakat.
Faktor sosial, dalam faktor ini berhubungan dengan kelompok acuan,
keluarga dan peran dan status. Anggota kelompok sosial paling dasar adalah
keluarga. Menurut loen dan kanuk dalam buku perilaku konsumen (2007:305)
”keluarga adalah dua orang atau lebih yang di akibatkan oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi yang tinggal bersama-sama”
Dalam hubungan tersebut mereka hidup bersama-sama dan berinteraksi
untuk memuaskan kebutuhan pribadi bersama. Hal ini juga meliputi kesejahteraan
ekonomi, dukungan emosional, dan gaya hidup keluarga yang cocok.
Sebagai contoh seorang anak yang akan masuk perguruan tinggi maka
untuk megambil keputusan tersebut akan melibatkan keluarga, apakah perguruan
tinggi dalam atau luar kota dan perihal lainya. Maka peran keluarga dalam
mengambilan keputusan adalah sebagai dasar perbandingan dalam perilaku.
Faktor pribadi pada faktor ini di kaitkan dengan usia dan tahap siklus
hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep
diri. Dari masing-masing karakteristik tersebut masing-masing berpengaruh
terhadap keputusan pembelian. Karakteristik pribadi mulai dari anak-anak,
remaja, dewasa, keluarga memiliiki selera daya beli sesuai dengan siklusnya.
Pekerjaan seorang dengan level tertentu akan menciptakan perbedaan dalam minat
beli dan kebutuhan lainya. Karakteristik pribadi dengan latar belakang pekerjaan
juga mempengaruhi pola hidup, aktifitas dan opini yang berbeda pula. Selain itu
konsep diri dan kepribadian seseorang yang mencerminkan gambaran dari pribadi
atau ciri bawaan seperti kepercayaan diri, kehormatan, kemampuan bersosialisasi
juga berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Faktor psikologis, faktor ini melibatkan motivasi, persepsi, pembelajaran
serta keyakinan dan sikap. Teori Freud, Sigmund Freud, mengasumsikan bahwa
kekuatan psikologis yang membentuk perilaku manusia sebagian besar tidak
disadari dan bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami motivasi
dirinya. Sedangkan menurut teori Maslow, Abraham Maslow menjelaskan apa
yang mendorong orang untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan pada waktu
tertentu. Bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam hierarki, dari yang paling
mendesak sampai paling kurang mendesak. Yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan
keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi
diri. Konsumen selanjutnya di pengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi
tertentu. Pada dasarnya persepsi dapat sangat beragamantara individu satu dengan
yang lain yang mengalami realitas yang sama. Dalam tahap pembelajaran perilaku
konsumen akan timbul dari pengalaman. Sebagai contoh seorang konsumen yang
berpengalaman menyenangkan dengan suatu merek maka akan diperkuat secara
positif dan loyal terhadap merek tersebut. Melalui bertindak dan belajar, orang
mendapat keyakinan dan sikap. Dan keduanya mempengaruhi perilaku keputusan
dalam pembelian.
Dari karakteristik faktor-faktor tersebut semuanya berpengaruh besar dalam
proses pengambilan keputusan dalam pembelian sesuai dengan kondisi konsumen
yang di pengaruhi oleh keinginan pemenuhan kebutuhan dan keinginan
Ketika menilai berbagai alternatif potensial, para konsumen cenderung
menggunakan dua macam informasi : 1. daftar merek yang akan mereka
rancanakan untuk dipilih, dan 2. kriteria yang akan mereka pergunakan untuk
meneliti setiap merek.
Berikut gambaran rangkaian merek yang diminati sebagai bagian dari
seumua merek yang tersedia dalam suatu kategori produk.
Semua
Merek
Semua Merek
Yang Dikenal
Merek Yang
Diminati
Merek Yang
Dapat Diterima
Merek Yang
Dibeli
Semua Merek Yang
Tidak Dikenal
Merek Yang
Tidak Layak
Merek Yang Tidak
Dapat Diterima
Merek Yang
Inert
Merek Yang Dianggap
Bias a
Merek Yang Diabaikan
Merek Yang
Tidak Dibeli
Sumber : Kotler & A. B Susanto “Manajemen Pemasaran di Indonesia”
(2007:498)
Gambar 2.3 : Rangkaian Merek yang diminati
Download