PEMBERIAN LATIHAN AEROBIK MENINGKATKAN KAPASITAS KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWA PEROKOK AKTIF DI DENPASAR 1 Ni Kadek Rieska Dewi Apsari Putri , 1Ni Wayan Tianing, 2I Made Muliarta 1. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali 2. Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali ABSTRAK Perokok aktif adalah orang yang mempunyai kebiasaan menghisap rokok atau mengkonsumsi rokok. Penurunan oksigen (O2) karena merokok menyebabkan perokok memiliki tingkat jantung istirahat yang lebih tinggi daripada bukan perokok yang berarti jantung mereka selalu bekerja keras untuk memompa darah dan oksigen (O2) ke tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif. Latihan aerobik yang diberikan adalah jogging dan sepeda. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pre dan post test control group design. Sampel penelitian berjumlah 30 orang yang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 diberikan latihan jogging sedangkan Kelompok 2 diberikan latihan sepeda. Pengukuran kapasitas kardiorespirasi menggunakan tes cooper (lari 12 menit). Setelah memperoleh data hasil penelitian, dilakukan uji normalitas dengan Shapiro Wilk Test dan uji homogenitas dengan Levene’s Test. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan Paired Sample t-test untuk mengetahui perbedaan rerata sebelum dan sesudah latihan pada masing-masing kelompok. Pada Kelompok 1 diperoleh hasil p=0,000 dengan beda rerata 11,66±2,25 dan pada Kelompok 2 diperoleh hasil p=0.000 dengan beda rerata 11,46±2,23. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kapasitas kardiorespirasi yang bermakna pada setiap kelompok. Pada uji beda selisih antara Kelompok 1 dengan Kelompok 2 yang menggunakan Independent Sample T-test diperoleh p=0,809 (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif di Denpasar. Kata Kunci: latihan, aerobik,, kapasitas, kardiorespirasi, perokok aktif AEROBIC EXERCISE IMPROVES CARDIORESPIRATORY CAPACITY AMONG ACTIVELYSMOKING STUDENTS IN DENPASAR ABSTRACT Active smokers are people who have the habit of sucking or consuming cigarettes. Oxygen depletion due to smoking causes smokers have resting heart rates are higher than in non-smokers, which means they are always the heart work harder to pump blood and oxygen to the body. The purpose of this study was to prove that aerobic exercise can improve cardiorespiratory capacity in students active smokers. Aerobic exercise is jogging and bike given. This research is an experimental research design with pre and post test control group design. These samples included 30 people who were divided into two groups. One group was given exercises jogging while Group 2 was given an exercise bike. Cardiorespiratory capacity measurement using cooper test (running 12 minutes). After receiving the result of the research, conducted by Shapiro Wilk normality test and homogeneity test with Levene's test. Furthermore test the hypothesis by paired sample t-test to determine the differences between the mean before and after exercise in each group. In the first Group 1 obtained the value p = 0.000 with a mean difference 11,66±2,25, while the second Group 2 obtained the value p = 0.000 with a mean difference 11,46±2,23. The results showed that there was a significant increase in cardiorespiratory capacity in each group. At different test the difference between Group 1 with Group 2 that using independent sample t-test obtained by value p = 0,809 (p > 0.05). Based on these results, it can be concluded that the administration of aerobic exercise can improve cardiorespiratory capacity in students active smokers in Denpasar Keywords: aerobic, exercise,, cardiorespiratory, capacity, active smokers PENDAHULUAN Perkembangan zaman di Indonesia saat ini membawa banyak perubahan bagi lingkungan maupun masyarakatnya. Perubahan yang sering terjadi ialah perubahan perilaku pada seseorang. Ada perilaku yang menguntungkan dan juga merugikan diri sendiri serta orang lain. Salah satu contoh perilaku yang merugikan diri sendiri dan juga orang lain ialah merokok. Merokok cenderung dilakukan oleh orang dewasa, namun seiring dengan perkembangan zaman merokok juga banyak dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak. Saat ini prevelansi perokok umur 15 tahun ke atas mengalami kenaikan dari 27% (1995) mencapai 34,7% (2010). Jumlah perokok laki-laki dewasa pada tahun 1995 sebesar 53% dan meningkat menjadi 66%1. Pada tahun 2009 Indonesia menempati peringkat ke-4 di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi sebesar 260.800 rokok (4%)2. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kebiasaan merokok, salah satunya terjadi perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru3. Hal ini menyebabkan seorang perokok memiliki keterbatasan saat melakukan aktivitas karena struktur dan fungsi organ jantung dan paru yang menurun mengakibatkan kebugaran fisiknya juga menurun. Kebugaran fisik adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugasnya sehari-hari dengan mudah tanpa merasa lelah yang berlebihan serta masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluankeperluan mendadak4. Pada prinsipnya latihan adalah memberikan tekanan fisik secara teratur, sistematik dan berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan fisik dalam melakukan aktivitas3. Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik memiliki jantung yang efisien, paruparu yang efektif serta peredaran darah yang baik sehingga dapat mensuplai otot- otot agar mampu bekerja secara kontinu tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan6. Merokok menyebabkan kapasitas kardiorespirasi menurun sehingga kebugaran fisiknya juga menurun. Hal ini terjadi karena suplai oksigen (O2) berkurang sehingga hemoglobin (Hb) (Hb)akan lebih berikatan dengan karbon monoksida (CO) daripada dengan oksigen (O2) sehingga suplai oksigen (O2) bagi jantung maupun paruparu menjadi tidak optimal7. VO2 maks erat kaitannya dengan kerja paru dan jantung yang berfungsi untuk mengatur pengangkutan oksigen (O2) oleh hemoglobin (Hb). Pada seorang perokok aktif suplai oksigen (O2) dibutuhkan lebih tinggi dibandingkan bukan perokok aktif untuk daya tahan tubuh. Jika seseorang merokok 10-12 batang sehari, maka kadar oksigen (O2) yang disuplai ke jaringan-jaringan tubuh akan menurun kurang lebih 5%. Penurunan kadar oksigen (O2) ini memang tidak begitu tampak tanda-tandanya pada waktu perokok beristirahat. Dengan latihan dan berolahraga yang cukup dan teratur, pada perokok aktif kemampuannya untuk mengambil oksigen (O2) secara maksimal dapat dinaikkan 10-12 %7. METODE PENELITIAN Desain Telaah Desain telaah yang dipakai adalah eksperimental dengan desain pre dan post test control group design. Pemberian latihan dalam penelitian ini dilakukan pada April sampai Mei 2015. Sampel yang ditargetkan yaitu seluruh mahasiswa perokok aktif di Denpasar yang berumur 20-25 tahun. Dalam pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling didasarkan atas adanya kriteria inklusi, kriteria eksklusi dengan sampel sebanyak 30 orang dan nantinya akan dibagi secara acak dan sama rata menjadi 2 kelompok. Pada Kelompok 1 diberikan latihan jogging sedangkan Kelompok 2 diberikan latihan sepeda. Instrumen Penelitian Tes lari 12 menit (tes Cooper) merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur kapasitas kardiorespirasi. Tes ini dilakukan dengan menginstruksikan pada subjek untuk berlari selama 12 menit dan mengukur jarak yang ditempuh selama 12 menit. Setelah diperoleh jarak yang ditempuh selanjutnya dihitung nilai VO2maks untuk memperoleh nilai kapasitas kardiorespirasi. Selanjutnya subjek diberikan latihan inti yaitu jogging dan sepeda dalam waktu yang berbeda agar subjek tidak mengalami kelelahan yang berlebihan. Ketika peneliti sudah memberikan perlakuan pada masingmasing kelompok dan telah memperoleh data yang diperlukan secara lengkap, dilakukan uji Paired Sample T-test untuk komparasi data dan mengetahui apakah terdapat peningkatan kapasitas kardiorespirasi sebelum dan sesudah pemberian latihan pada kedua kelompok tersebut. Kemudian dilakukan uji Independent Sample T-test yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan kapasitas kardiorespirasi pada setiap kelompok. HASIL PENELITIAN Karakteristik sampel yaitu umur Table 1. Keterangan Sampel Berdasarkan Umur Ciri-ciri Mean±SD KP1 KP2 (tahun) (tahun) 21,8±1,37 21,9±1,09 Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian Kelompok 1 memiliki rerata umur (21,8±1,37) tahun dan pada Kelompok 2 memiliki rerata umur (21,9,3±1,09) tahun. Umur Tabel 2. Hasil Uji Normalitas (Shapiro-Wilk Test) dan Homogenitas (Lavene’s Test) Kelompok Data Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test KP1 KP2 Uji Homogenitas (Levene’s Test) Statistik P Statistik P Sebelum Latihan (ml/kg/min) 0,892 0,072 0,923 0,213 0,745 Sesudah Latihan (ml/kg/min) 0,926 0,237 0,919 0,187 0,994 Dari Tabel 3 didapatkan hasil bahwa data berdistribusi normal dan homogen (p >0,05). Tabel 3. Hasil Uji Paired Sample T-Test Sebelum Latihan (ml/kg/min) Setelah Latihan (ml/kg/min) Beda Rerata P KP1 22,00 33,66 11,66±2,25 0,000 KP2 22,40 33,86 11,46±2,23 0,000 Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pengujian hipotesis yang dianalisis dengan menggunakan Paired Sample T-test diperoleh hasil pada Kelompok 1 untuk kapasitas kardiorespirasi p=0,000 (p<0,05) diberikan latihan jogging dan Kelompok 2 kapasitas kardiorespirasi p=0,000(p<0,05) diberikan latihan sepeda yang artinya terdapat peningkatan kapasitas kardiorespirasi yang bermakna sebelum dan sesudah latihan pada kedua kelompok. Gambar 1. Grafik Rerata Nilai Tekanan Darah SistolikSebelum dan Sesudah Intervensi Berdasarkan persentase rerata peningkatan kapasitas kardiorespirasi pada Tabel 5 membuktikan bahwa persentase rerata peningkatan kapasitas kardiorespirasi pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 sama besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latihan jogging dan latihan sepeda sama baik dalam meningkatkan kapasitas kardiorespirasi. Keterangan: KP1 : Kelompok Latihan Jogging KP2 : Kelompok Latihan Sepeda Tabel 4. Hasil Uji Independent T-test Kelompok Sebelum Latihan (ml/kg/min) Sesudah Latihan (ml/kg/min) Selisih Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 1 Kelompok 2 N Rerata±SB 15 22,00±4,56 15 22,40±4,15 15 33,66±6,74 15 33,86±6,37 15 11,66±2,25 15 11,46±2,23 p 0,804 0,934 0,809 Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara Kelompok 1 dan Kelompok 2. Hal ini dibuktikan dengan nilai p=0,000 (p < 0,05). Tabel 5. Persentase Penurunan Tekanan Darah Hasil Analisis Rerata Kapasitas Awal (ml/kg/min) Rerata Kapasitas Akhir (ml/kg/min) Beda Rerata Kapasitas (ml/kg/min) Persentase Peningkatan Kapasitas (%) KP1 22,00 33,66 11,66 53 % KP2 22,40 33,86 11,46 51 % Selisih 2% PEMBAHASAN Karakteristrik Sampel Pada penelitian ini keseluruhan sampel memiliki umur 20-25 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada Kelompok 1 dengan pemberian latihan jogging memiliki rerata umur(21,8±1,37) tahun dan pada Kelompok 2 dengan pemberian latihan sepeda memiliki rerata umur (21,9±1,09) tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki dan umur remaja hingga dewasa rentan mengalami perubahan perilaku seperti di sekitar lingkungannya. Umur tersebut merupakan fase dimana seorang anak mengalami perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman, disengaja, bertujuan/terarah baik secara kualitatif maupun kuantitatif5. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok terjadi karena penagalaman yang ada disekitar mereka. Pada umur tersebut seorang anak cenderung mencari sebuah pengakuan dari orang lain dan rasa ingin tahu yang begitu besar membuat mereka ingin mencoba berbagai hal tanpa mengetahui sebab akibat yang akan ditimbulkan. Oleh sebab itu, perilaku merokok terjadi pada anak berumur 15 tahun ke atas dalam hal ini remaja hingga dewasa yang tergolong sebagai pelajar maupun mahasiswa5. Latihan aerobik dapat Meningkatkan Kapasitas kardiorespirasi pada Mahasiswa Perokok Aktif Menurut hasil uji Paired Sample Ttest pada Kelompok 1 diperoleh rerata nilai kapasitas kardiorespirasi sebelum latihan sebesar 22,00 dan rerata setelah latihan sebesar 33,66. Selain itu, diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,005) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara nilai kapasitas kardiorespirasi sebelum dan setelah pemberian latihan aerobik. Sama halnya dengan hasil uji Paired Sample T-test pada Kelompok 2 diperoleh rerata nilai kapasitas kardiorespirasi sebelum latihan sebesar 22,40 dan rerata setelah latihan sebesar 33,86. Hal ini membuktikan bahwa latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif. Latihan aerobik adalah kemampuan dari sistem sirkulasi dan respirasi untuk mengatur atau menyesuaikan dari latihan yang berat dan untuk memulihkan efek dari latihan itu sendiri. Latihan aerobik melibatkan fungsi jantung, paru-paru dan darah serta kapasitasnya untuk membawa oksigen (O2), pembuluh darah dan kapiler dalam memasok darah ke seluruh jaringan tubuh dan sel otot, yang menggunakan oksigen (O2) dalam menyediakan energi untuk latihan daya tahan14. Latihan aerobik mengarah kepada jenis latihan yang merangsang aktivitas jantung dan paru dalam waktu yang cukup lama untuk menghasilkan perubahan yang menguntungkan di dalam tubuh. Jogging dan sepeda adalah contoh dari latihan aerobik. Latihan Jogging dan sepeda dapat Meningkatkan Kapasitas kardiorespirasi pada Mahasiswa Perokok Aktif Menurut hasil uji Paired Sample Ttest pada Kelompok 1 diperoleh rerata nilai kapasitas kardiorespirasi sebelum latihan sebesar 22,00 dan rerata setelah latihan sebesar 33,66. Sama halnya dengan uji paired sample t-test pada Kelompok 2 diperoleh rerata nilai kapasitas kardiorespirasi sebelum latihan sebesar 22,40 dan rerata setelah latihan sebesar 33,86. Selain itu, diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,005) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara nilai kapasitas kardiorespirasi sebelum dan setelah latihan jogging. Hal ini menunjukkan bahwa latihan jogging maupun latihan sepeda dapat meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif. Pemberian latihan yang bersifat aerobik dapat meningkatkan kapasitas kardiorespirasi. Pemberian latihan jogging dan sepeda akan membuat tingkat efesiensi yang tinggi pada sistem sirkulasi dan respirasi dalam membawa oksigen (O2) ke otot yang sedang bekerja. Semakin banyak oksigen (O2) yang dapat kita hirup dan kita gunakan, semakin lama juga kemampuan kita untuk bekerja (latihan) sebelum mengalami kelelahan6. Seseorang terus bernafas dalam dan cepat selama beberapa waktu setelah berhenti berolahraga. Oksigen (O2) diperlukan untuk pemulihan sistem-sistem energi. Selama berolahraga, simpanan keratin fosfat pada otot-otot yang aktif menjadi berkurang, asam laktat menumpuk dan simpanan glikogen terpakai. Selama masa pemulihan, pasokan ATP diberikan oleh proses fosforilasi oksidatif yang menggunakan O2 yang disediakan oleh aktivitas pernafasan yang terus meningkat setelah olahraga berhenti10. Setiap asam laktat yang tertimbun diubah kembali menjadi asam piruvat, yang sebagian digunakan oleh sistem fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP. Asam piruvat sisanya diubah kembali menjadi glukosa oleh hati. Sebagian besar glukosa ini digunakan untuk memulihkan cadangan glikogen di otot dan hati yang telah habis terpakai selama berolahraga11. Bagi perokok aktif kondisi kebugaran fisiknya tidak akan sebaik dengan yang non perokok. Ketika berlatih frekuensi denyut jantung akan meningkat. Kenaikan frekuensi denyut jantung akan sesuai dengan intensitas latihan. Semakin tinggi intensitas maka denyut jantung akan terasa semakin cepat. Program latihan yang bersifat aerobik akan menyebabkan semakin besarnya ruang pada atrium maupun ventrikel pada jantung sehingga volume darah sedenyut juga meningkat. Dengan meningkatnya volume darah sedenyut untuk memenuhi kebutuhan oksigen (O2) maupun membuang karbon dioksida jantung tidak perlu memompa dengan frekuensi yang tinggi. Pada bentuk latihan anaerobik yang pemulihannya tidak penuh, lebih dari satu kali per minggu akan memungkinkan menebalnya otot jantung yang belum tentu diikuti membesarnya ruang atrium maupun ventrikel10. Otot jantung sifatnya hampir sama dengan otot rangka. Dalam keadaan normal penyediaan energi pada jantung terjadi secara aerobik dan menggunakan lemak sebagai bahannya. Akan tetapi ketika intensitas latihan dinaikkan, frekuensi denyut jantung naik secara berangsur-angsur dan bahan penyediaan energi akan menggunakan karbohidrat atau glukosa darah. Suatu saat jika menggunakan oksidasi glukosa tetap tidak cukup maka glikogen yang ada pada sel otot jantung akan digunakan. Dalam suatu latihan jika sering menggunakan glikogen otot jantung atau jantung banyak dipacu dan bertahan pada frekuensi denyut nadi maksimal maka timbunan glikogen otot jantung akan menebal. Orang yang mengalami penyempitan pembuluh koroner juga menglami penebalan otot jantung. Hal ini terjadi karena terganggunnya suplai darah atau oksigen (O2) yang menyebabkan kebutuhan energi otot jantung akan dipenuhi asam lemak dan berpindah ke glukosa darah sehingga banyak menggunakan glikogen otot jantung. Penggunaan glikogen otot jantung tersebut akan diadaptasi dengan memperbanyak timbunannya. Latihan daya tahan aerobik yang dalam hal ini adalah jogging akan mengembangkan ruang ventrikel maupun atrium pada jantung sehingga volume sedenyut maupun curah jantung akan meningkat14 Selain meningkatnya volume sedenyut juga akan menyebabkan bertambahnya pembuluh-pembuluh pada otot jantung sehingga akan dapat mengurangi terganggunya aliran darah pada otot jantung10. Dengan banyaknya pembuluh darah jika ada satu atau dua pembuluh yang tersumbat maka perannya akan diambil alih pembuluh-pembuluh darah yang lain. Pada sistem pernafasan, paru-paru merupakan organ yang sangat menentukan dalam sistem pernafasan. Alveoli dalam paru-paru merupakan tempat utama untuk mengambil O2 dan melepaskan CO2 . Volume atau besarnya paru-paru (kapasiatas vital) akan berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan O2 dan pelepasan CO2. Semakin besar volume paru-paru akan semakin cepat proses terjadinya pertukaran gas (difusi) tersebut. Program latihan daya tahan akan banyak meningkatkan volume paru-paru dan semakin tingginya kualitas pertukaran gas8. Pada seorang perokok berat saluran pernafasan dan paru-paru banyak tertutup nikotin, akibatnya pertukaran gas menjadi sangat sulit. Sebagai adaptasi dari keadaan tersebut paru-paru berusaha memperluas permukaan atau memperbesar volume. Oleh karena itu perokok berat akan dapat mempunyai kapasitas vital yang besar, tetapi kemampuann pertukaran gas tetap kecil13. Latihan Jogging dan Sepeda Sama Baik dalam Meningkatkan Kapasitas kardiorespirasi pada Mahasiswa Perokok Aktif Menurut hasil uji Independent T-test yang bertujuan untuk mengetahui komparasi peningkatan kapasitas kardiorepirasi pada tiap-tiap kelompok, diperoleh nilai selisih peningkatan kapasitas kardiorespirasi pada Kelompok 1 sebesar (11,66±2,25) dan Kelompok 2 sebesar (11,46±2,23). Selain itu diperoleh nilai p=0,809 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara Kelompok 1 dan Kelompok 2. Hal ini menunjukkan bahwa latihan jogging sama baik dengan latihan sepeda jika diaplikasikan dalam meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ke dua latihan memiliki efek yang sama baik dalam meningkatkan daya tahan kardiorepsirasi pada mahasiswa perokok aktif. Kedua latihan ini memiliki mekanisme dan reaksi yang sama, peningkatan kapasitas kardiorespirasi juga sama baik dan tidak terdapat efek samping yang dirasakan oleh sampel ketika penelitian ini dil angsungan. Hal tersebut terjadi karena pemberian latihan memiliki frekuensi dan intensitas yang sama sehingga respon fisiologis yang terjadi juga sama. Latihan diberikan sebanyak empat kali dalam seminggu selama empat minggu. Latihan yang diberikan dalam jangka waktu 4-8 minggu akan diperoleh hasil yang konstan. Rokok memiliki efek terhadap aktivitas fisik ditandai dengan penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik secara optimum karena perokok memiliki daya tahan (aerobic endurance) yang rendah, mudah sesak nafas disertai penurunan kinerja fisik dalam melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari dan peningkatan risiko cidera13. Hal ini terjadi oleh karena sistem imun pada orang tersebut juga menurun. Oleh sebab itu, latihan aerobik sangat tepat jika diberikan bagi perokok aktif dalam memulihkan jaringan-jaringan yang rusak oleh racun yang terkandung di dalam rokok. Dalam penelitian ini, digunakan dua contoh latihan aerobik yang sama baiknya dalam meningkatlan kapasitas kardiorespirasi yaitu latihan jogging dan bersepeda. Alasannya adalah karena latihan jogging dan bersepeda merupakan jenis latihan berintensitas sedang yang tepat jika diberikan bagi perokok aktif mengingat kondisi kebugaran fisiknya tidak sebaik kondisi kebugaran fisik non perokok. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa orang yang melakukan latihan aerobik intensitas sedang meyakinkan bahwa mereka jarang menderita batuk-pilek. Sebaliknya, para atlet top dan pelatih mereka sering mengeluh mengenai serangan-serangan infeksi saluran nafas atas yang nampaknya menyerang atlet tersebut. Hasil dari penelitian ilmiah terakhir menunjang kedua pendapat tersebut12. Dampak latihan terhadap pertahanan imun bergantung pada intensitas yang diberikan. Penelitianpenelitian terkini semakin menunjang hipotesis bahwa olahraga yang melelahkan akan menekan pertahanan imun, sedangkan olahraga sedang akan merangsang system imun. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa olahraga dengan intensitas tinggi akan diikuti oleh penurunan resistensi terhadap infeksi saluran nafas1. KONKLUSI DAN PROPOSISI Konklusi Konklusi yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian ini yaitu: 1. Latihan jogging terbukti meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif dengan presentase sebesar 53 %. 2. Latihan sepeda terbukti meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif dengan presentase sebesar 51 %. 3. Latihan jogging dan latihan sepeda sama baik dalam meningkatkan kapasitas kardiorespirasi pada mahasiswa perokok aktif. Proosisi Saran yang diberikan berdasarkan pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah : 1. Latihan jogging dan bersepeda dapat dijadikan pilihan oleh orang yang memiliki kapasitas kardiorespirasi yang rendah 2. Latihan jogging dan bersepeda dapat dilakukan sendiri oleh pasien sesuai dosis yang benar. 3. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya pada kasus-kasus lain yang menyebabkan menurunnya kapasitas kardiorespirasi. DAFTAR PUSTAKA 1. Ahsan, A. 2012. Mayoritas Perokok Adalah Rakyat Miskin Berpendidikan Rendah. 2. Calvin, J. 2014. Rokok merusak kesehatan mulut. Available at : www.formulaoralcare.com (diakses tanggal 26 Februari 2015). 3. Sumosardjuno, S. 1999. Kesehatan Olahraga. Jakarta : PT. Gramedia 4. Widiyanto.2008. Bulutangkis. Jakarta: Ganeca Exact 5. Papalia, D. E. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Terj. A.K. Anwar, Kencana, Jakakarta, Ed. 9. 6. Cooper,K.H. 1968. Aerobics. Bantam books. USA. 7. Hans Tendra. 2003. Merokok dan Kesehatan. Surabaya : http://www.yahoo.com . 8. Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. 9. Harsono. (1988). Coaching dan AspekAspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: CV. Tambak Kusuma 10. Rilantono, L. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. 11. Sherwood L, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, alih bahasa Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 34. 12. Pollock, M.L. & Wilmore, J.H. 1990 Exercise in Health and Disease : Evaluation and Prescription for Prevention and Rehabilitation. 2nd. Ed. Saunders, Philadelphia. 13. Sitepoe M, 2002. Usaha mencegah bahaya merokok. Jakarta : PT. Gramedia 14. Wilmore J.H., and Costill D.L. 1994. Physiology of Sports and Exercise Human Kinetics. USA: Human Kinetics Publishers. p. 12-14, 28-35, 176-184 15. Weller S.E.M. 2002. Textbook of Clinical Pathology. Eight edition/Asian edition. Igaku Shoin, Ltd : Tokyo