Tinjauan Kebijakan Moneter

advertisement
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Tinjauan Kebijakan Moneter
September 2005
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
Nopember, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media
bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan
kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini
atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon
kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan
Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Januari,
April, Juli, dan Oktober. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi
atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi
moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Burhanuddin Abdullah
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur Senior
Maulana Ibrahim
Deputi Gubernur
Maman H. Soemantri
Deputi Gubernur
Bun Bunan E.J. Hutapea
Deputi Gubernur
Aslim Tadjuddin
Deputi Gubernur
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
1
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter ................................................ 3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ................................. 4
Inflasi .......................................................................................... 5
Nilai Tukar Rupiah ........................................................................ 6
Kebijakan Moneter ...................................................................... 8
Strategi Kebijakan .................................................................. 8
Suku Bunga ............................................................................ 9
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ........................................... 10
Pasar Modal ......................................................................... 12
Kondisi Perbankan ................................................................ 12
III. Respon Kebijakan Moneter ................................................... 14
2
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia melalui hasil RDG tanggal 6 September 2005 kembali
menaikan BI Rate sebesar 50 basis point menjadi 10%. Dengan kenaikan
tekanan inflasi ke depan, kenaikan BI Rate diperlukan untuk menjaga agar
tingkat suku bunga riil berada pada tingkat yang wajar.
Ω
Keputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil dengan 3 pertimbangan
pokok. Pertama, Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi IHK pada
tahun 2005 akan mencapai sekitar 9% dan berlanjutnya ketidakpastian
harga minyak dunia yang dapat meningkatkan risiko ketidakstabilan
makroekonomi. Kedua, hal ini merupakan respon kebijakan BI untuk secara
konsisten mengarahkan ekspektasi inflasi agar sesuai dengan pencapaian
sasaran inflasi jangka menengah. Terakhir, kebijakan ini telah
memperhitungkan adanya indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi,
sehingga diharapkan masih menjaga keberlangsungan proses pemulihan
ekonomi. Penjelasan rinci mengenai evaluasi inflasi,nilai tukar,dan kondisi
moneter terkini disajikan dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) bulan
September 2005 ini.
Rapat Dewan Gubernur juga memutuskan untuk memberlakukan secara
efektif kebijakan-kebijakan di bidang nilai tukar yaitu pelarangan margin
trading rupiah, pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen
Operasi Pasar Terbuka, penyediaan fasilitas swap untuk kepentingan
investor dalam rangka lindung nilai (hedging) risiko nilai tukar, dan
penyempurnaan ketentuan Posisi Devisa Netto (PDN).
Dalam kaitan kenaikan suku bunga tersebut, BI memandang tetap
pentingnya upaya menjaga keseimbangan dalam menjaga kelangsungan
proses pemulihan ekonomi
ekonomi. Adanya indikasi perlambatan pertumbuhan
ekonomi sebagaimana tercermin pada realisasi PDB Triwulan II-2005
mendorong Bank Indonesia untuk tetap berhati-hati dalam menaikkan BI
Rate agar kestabilan makroekonomi dan keberlanjutan pemulihan ekonomi
tetap terjaga.Karena itu, sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga
stabilitas makroekonomi dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, perbaikan iklim investasi dan daya saing sangat diperlukan
untuk mendorong investasi asing dan meningkatkan ekspor. Sementara itu,
respon kebijakan moneter cenderung ketat diperlukan untuk mengatasi
masih tingginya tekanan inflasi,khususnya yang bersumber dari
meningkatnya ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupiah.
3
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Untuk mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaan
likuiditas di perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan. Secara
operasional upaya pengelolaan likuiditas perbankan melalui Operasi Pasar
Terbuka (OPT) dengan menggunakan SBI dan FASBI serta instrumen FTO
(Fine Tune Operation) akan terus dilanjutkan. Selain itu, penggunaan
sterilisasi valas secara terukur akan ditempuh sesuai kebutuhan untuk
membantu penyerapan likuiditas sekaligus mengurangi volatilitas nilai tukar
rupiah di pasar valas. Koordinasi dengan Pemerintah juga akan terus dijalin
dalam kerangka upaya menjaga stabilisasi nilai Rupiah.
II. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN
MONETER
Sampai dengan bulan Agustus 2005, kestabilan makroekonomi Indonesia
masih terus mendapat tekanan, terutama yang bersumber dari kenaikan
inflasi dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Meningkatnya inflasi IHK pada
bulan Agustus ini dibandingkan bulan sebelumnya terutama disebabkan
oleh beberapa faktor seperti kenaikan inflasi volatile food, terus
meningkatnya ekspektasi inflasi, dan melemahnya nilai tukar Rupiah.
Pelemahan nilai tukar tersebut selain disebabkan oleh permasalahan
domestik juga diperburuk oleh kondisi eksternal yang kurang
menguntungkan. Permasalahan domestik yang saat ini dihadapi adalah
kondisi defisit neraca pembayaran serta masih tingginya permintaan valas
dari korporasi domestik terutama untuk memenuhi genuine demand
(impor dan pembayaran ULN) ditengah pasokan valas khususnya dari
pelaku asing masih terbatas. Dari sisi eksternal, kenaikan harga minyak
dunia dan suku bunga AS juga mempengaruhi pergerakan rupiah.
Untuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatif untuk
mengendalikan tekanan inflasi kedepan, Bank Indonesia memutuskan
untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat
ketat. Sesuai hasil
keputusan RDG Triwulan II-2005 pada bulan Juli 2005,BI Rate ditetapkan
sebesar 8,5%. Namun mengingat terdapat tekanan yang tinggi terhadap
inflasi maka BI Rate terus disesuaikan dan pada bulan RDG September ini
dinaikan ke level 10%. Hingga akhir Agustus 2005, tren kenaikan suku
bunga instrumen moneter tersebut telah direspon oleh kenaikan indikator
suku bunga lainnya walaupun dalam besaran yang berbeda-beda. Sejalan
dengan tren peningkatan suku bunga, kondisi likuiditas perbankan yang
4
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
(%) y-o-y
(%) y-o-y
14
12
10
8
6
4
tercermin pada uang primer mulai mengalami penurunan sementara
likuiditas perekonomian yang tercermin pada perkembangan uang beredar
(M2)cenderung stabil. Sementara itu, kinerja industri perbankan relatif
membaik seperti tercermin dari meningkatnya intermediasi dan
profitabilitas perbankan.
2
0
IHK
Administered
-2
-4
Int (exclusion)
Inti (trimming)
Volatile Food
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8
2003
2004
2005
Grafik 2.1. Inflasi IHK, Administered, Inti dan
Volatile Foods
Inflasi
Inflasi IHK bulan Agustus 2005 mengalami peningkatan dibandingkan
bulan sebelumnya. Inflasi IHK mencapai 8,33%(yoy), meningkat
dibandingkan bulan Juli 2005 sebesar 7,84% (yoy). Secara kumulatif,
inflasi bulan Januari-Agustus telah mencapai 5,66% (ytd). Meningkatnya
tekanan inflasi terutama bersumber dari meningkatnya inflasi volatile food
yang mencapai 10,28% (yoy), lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya
sebesar 7,31%. Sementara itu, inflasi inti masih cukup tinggi pada 6,39%
(yoy) meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Dengan perkembangan kondisi sampai dengan bulan Agustus tersebut,
inflasi IHK diakhir tahun 2005 diperkirakan akan berada di atas target
inflasi sebesar 6%±1%
Inflasi volatile foods menunjukkan peningkatan terutama karena
berkurangnya pasokan. Inflasi volatile food mencapai 10,28% (yoy), lebih
tinggi dibanding bulan sebelumnya sebesar 7,31% (yoy). Hal ini terutama
terkait dengan naiknya harga beras karena produksi beras yang tidak
sebaik tahun lalu serta kenaikan harga komoditas cabe merah. Namun,
secara bulanan inflasi volatile food melambat menjadi sebesar 0,08%,
dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar 2,43%. Hal tersebut antara
lain disebabkan terjadinya deflasi pada daging ayam ras dan harga telur
ayam ras akibat isu flu burung.
%, yoy
%, yoy
30
30
Apresiasi
20
20
10
10
0
0
-10
-10
-20
-20
-30
Depresiasi / Apresiasi Rp/USD (LHS) -30
IHPB Impor
-40
IHK
-40
-50
Depresiasi
Jan
Jun
2001
Nov Apr
Sep
2002
Feb Jul
2003
-50
Des Mei Okt Mar Ags
2004
Grafik 2.2. Inflasi IHK, IHPB dan Nilai Tukar
2005
Inflasi administered price pada bulan Agustus 2005 juga mengalami
Kelompok barang administered mencatat kenaikan harga
peningkatan. K
sebesar 12,13%(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya
11,79%. Hal ini terutama terkait dengan kelangkaan minyak tanah yang
mendorong kenaikan harga komoditas tersebut di tingkat pengecer.
Sementara itu, inflasi inti secara tahunan masih cukup tinggi meskipun
sedikit melambat. Inflasi inti secara tahunan tercatat sebesar 6,39%, lebih
rendah daripada 6,67% pada bulan Juli 2005. Relatif tingginya inflasi inti
tersebut utamanya disebabkan oleh ekspektasi inflasi yang tinggi dan
5
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
perkembangan nilai tukar yang mengalami depresiasi. Perkembangan
ekspektasi inflasi tersebut tercermin dari Survei Ekspektasi Konsumen dan
Survei Pedagang Eceran yang cenderung meningkat (Grafik 2.3 dan 2.4).
Indeks
170,0
160,0
150,0
Ke depan, masih terdapat potensi inflasi baik dari faktor fundamental
maupun non-fundamental. Dari faktor fundamental tekanan tersebut
terutama bersumber dari dampak lanjutan depresiasi nilai tukar dan
meningkatnya ekspektasi masyarakat. Sementara itu, dari faktor nonfundamental antara lain bersumber dari inflasi volatile foods berkaitan
dengan perayaan hari raya keagamaan dan administered prices berkaitan
dengan rencana kenaikan harga LPG sekitar 20%, harga pertamax sekitar
42,5% dan pertamax Plus sekitar 40,5% di bulan September. Sampai
dengan akhir tahun 2005, tekanan dari faktor fundamental dan nonfundamental diperkirakan masih tetap ada..
140,0
130,0
120,0
110,0
100,0
Ekspektasi harga 6 bl ke depan
Survei Konsumen - BI
90,0
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.3. Survei Ekspektasi Konsumen
Indeks
Nilai Tukar Rupiah
170
6 bulan yad
1 bulan yad
3 bulan yad
160
150
Pada bulan Agustus 2005, rupiah masih mengalami tekanan dengan
volatilitas yang meningkat. Rata-rata nilai tukar bulan Agustus tercatat
Rp10.013/USD atau terdepresiasi sebesar sebesar 2,1% dibandingkan
bulan sebelumnya, sedangkan secara point-to point mencapai Rp. 10.250
atau terdepresiasi sebesar sebesar 4,5% (Grafik 2.5). Secara kumulatif,
rupiah dalam periode Januari-Agustus 2005 mencapai rata-rata Rp.9.582
atau mengalami depresiasi sebesar 8,4% dari periode yang sama tahun
2004. Sementara itu, volatilitas rupiah juga menunjukkan peningkatan
selama Agustus yaitu sebesar 0,93%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya
yang tercatat 0,03% (Grafik 2.6). Kebijakan BI dalam upaya meredam
gejolak nilai tukar pada 30 Agustus 2005 direspon cukup positif oleh pasar
dan announcement effect kebijakan tersebut telah mengkoreksi dan
menahan jatuhnya rupiah lebih lanjut.
140
130
120
110
Survei Penjualan Eceran, BI
100
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.4. Survei Penjualan Eceran
Rp/USD
10.500
10.013
10.000
Sejalan dengan trend pelemahan mata uang utama dunia (Euro dan
Jepang) serta Thailand Baht, Rupiah juga mengalami tekanan depresiasi
terhadap USD. Meningkatnya tekanan inflasi akibat kenaikan harga
minyak dunia telah mendorong bank sentral AS beberapa kali menaikkan
suku bunga Fed dan diperkirakan dapat mencapai 4% hingga akhir tahun
2005. Di sejumlah negara, seperti Australia dan Selandia Baru, suku bunga
instrumen moneter juga mengalami kenaikan untuk mengatasi
peningkatan tekanan inflasi akibat kenaikan harga minyak dunia.
6
9.500
9.000
8.500
8.000
7.500
7.000
2003
2004
2005
Sumber : Bloomberg diolah
Grafik 2.5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
%
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
Volatilitas
Kurs Rp
Rata-rata
Volatilitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2003
2004
2005
Grafik 2.6. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Dari sisi domestik, pelemahan rupiah tersebut juga diakibatkan oleh
tingginya kebutuhan valas ditengah pasokan valas yang terbatas.
Permintaan valas di dalam negeri terus meningkat, di samping untuk
pembayaran utang luar negeri swasta, juga untuk kebutuhan impor akibat
melonjaknya harga minyak dunia serta meningkatnya impor bahan baku
dan barang modal sejalan dengan kuatnya ekspansi permintaan domestik.
Sementara itu, pasokan valas masih terbatas sehubungan dengan belum
kuatnya peningkatan kinerja ekspor dan aliran masuk modal asing.
Indeks
106,0
JPY Curncy
104,0
KRW Curncy
THB Curncy
102,0
100,0
98,0
96,0
94,0
Apresiasi
92,0
Depresiasi
90,0
88,0
PHP Curncy
IDR Curncy
EUR Curncy
86,0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
2005
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar Beberapa
Negara
%
8,0
Global Bond R '14 (jatuh tempo 2014)
7,5
7,0
6,5
6,0
5,5
Spread =
336,4 bps
Yield Spread (2014)
5,0
4,5
4,0
Sementara di Uni Eropa dan Jepang, kenaikan suku bunga belum terlihat
signifikan karena permasalahan struktural ekonomi dalam negeri masingmasing. Kondisi ini telah menyebabkan terjadinya penguatan dolar AS dan
pelemahan berbagai mata uang dunia, termasuk Rupiah (Grafik 2.7). Selain
itu, kenaikan suku bunga Fed dan kenaikan harga minyak tersebut juga
menimbulkan ketidakpastian pasar keuangan dunia sehingga mendorong
investor global meningkatkan premi risiko bagi investasinya ke emerging
markets, termasuk Indonesia. Kondisi eksternal yang kurang kondusif serta
kondisi iklim investasi di dalam negeri yang belum membaik telah
mengakibatkan kenaikan premi risiko investasi di Indonesia, seperti
tercermin pada tingginya yield spread antara obligasi Pemerintah Indonesia
dengan US T-Notes (Grafik 2.8). Sementara itu, terjadinya revaluasi Yuan
Cina dan Ringgit Malaysia sempat mengurangi tekanan depresiatif Rupiah
meskipun cenderung berlangsung temporer.
Pelemahan Rupiah tersebut juga terindikasi oleh aliran bersih dana asing
masih menunjukkan kondisi outflows seperti terindikasi dari transaksi spot
antara bank domestik dengan offshore yang mengalami net jual. Namun
demikian, selama Agustus 2005, kepemilikan asing pada beberapa
instrumen rupiah seperti SBI, SUN dan saham masih cenderung meningkat
dibanding bulan lalu (Grafik 2.9). Dengan demikian ditengarai terdapat
sumber outflows yang berasal dari instrumen rupiah lainnya seperti obligasi
korporasi, reksadana ataupun rekening vostro. Dari sisi suku bunga,
kenaikan suku bunga di dalam negeri telah mendorong kenaikan covered
interest rate differential menjadi sebesar 3,5% sehingga masih cukup
menarik bagi penempatan dana di Indonesia oleh investor asing (Grafik
2.10).
US T. Note (jatuh tempo 2014)
3,5
4 13 22 31 9 18 27 6
Mar
Apr
15 24 2
11 20 29 8
Mei
Jun
17 26 4 13 22 31
Jul
Ags
2005
Grafik 2.8. Yield Spread antara Obligasi
Pemerintah Indonesia dengan US T-Notes
7
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Kebijakan Moneter
Juta USD
4000
Total Posisi di SBI, SUN dan Swap
3500
Strategi Kebijakan
Memberlakukan secara efektif kebijakan-kebijakan di bidang nilai tukar.
Kebijakan ini meliputi; (1) Pelarangan margin trading rupiah terhadap
semua valas, (2) Pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen
Operasi Pasar Terbuka untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari, (3) Penyediaan
fasilitas swap untuk kepentingan investor dalam rangka lindung nilai
(hedging) risiko nilai tukar untuk jangka waktu 3 s.d. 6 bulan dengan
kemungkinan diperpanjang dan (4) Penyempurnaan ketentuan Posisi
Devisa Neto (PDN) yaitu mencabut ketentuan kewajiban memelihara PDN
antar valuta asing, mewajibkan bank untuk memelihara PDN sepanjang
hari dan mengenakan sanksi denda dan administratif bagi pelanggaran
ketentuan PDN.
3077
Posisi SUN
2500
Untuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatif
terhadap tren peningkatan inflasi ke depan, kebijakan moneter cenderung
ketat (tight bias) terus dilanjutkan. Kebijakan tersebut terutama diarahkan
untuk mengendalikan tekanan inflasi yang berasal dari meningkatnya
ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar. Dalam kaitan tersebut, Bank
Indonesia melalui hasil Rapat Dewan Gubernur bulan September 2005
memutuskan untuk menaikan BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi
10,0%
10,0%. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan; (1) tingkat
inflasi IHK pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 9% dan
ketidakpastian harga minyak dunia diperkirakan akan berlanjut, yang
dapat meningkatkan risiko ketidakstabilan makroekonomi, (2) sebagai
respon kebijakan BI untuk secara konsisten mengarahkan ekspektasi inflasi
agar sesuai dengan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah, (3)
Kebijakan ini telah memperhitungkan adanya indikasi perlambatan
pertumbuhan ekonomi, sehingga diharapkan masih menjaga
keberlangsungan proses pemulihan ekonomi.
3396
Posisi Swap
3000
2665
2598
Posisi SBI
2117
2000
2128
2048
1500
1000
500
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags*)
2004
2005
Grafik 2.9. Perkembangan Dana Asing di
Beberapa Instrumen Rupiah
Persen
8,00
7,00
6,86
6,00
5,00
Sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah kebijakan moneter
di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan stabilisasi
makroekonomi secara keseluruhan. Sebagaimana dijelaskan dalam
Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan II-2005, pola ekspansi ekonomi
nasional telah menimbulkan tekanan pada kestabilan makroekonomi yang
dapat mengganggu keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional.
8
4,00
3,50
3,00
2,00
1,00
0,00
CIP (dengan yield spread)
UCIP
21 1 12 23 3 14 25 8 19 30 10 21 2 13 24 4 15 26 7 18 29 9 20 31
Des
2004
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
2005
Grafik 2.10. Perkembangan Covered Interest Rate
Parity (CIP) dan Uncovered Interest Rate parity
(UCIP)
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Sementara investasi domestik telah mampu meningkatkan kapasitas
produksi sehingga perekonomian diperkirakan masih berada di bawah
tingkat output potensial. Tekanan terhadap neraca pembayaran mulai
meningkat akibat tingginya kegiatan impor yang tidak dibarengi oleh
peningkatan ekspor yang seimbang, sementara aliran modal asing secara
neto khususnya dalam bentuk PMA dan investasi portofolio masih terbatas.
Perkembangan ini telah menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap
nilai tukar Rupiah dari sisi fundamental di tengah sentimen negatif
ekonomi keuangan global. Karena itu, perbaikan iklim investasi untuk
mendorong investasi asing dan perbaikan daya saing untuk meningkatkan
ekspor menjadi kunci bagi upaya untuk menjaga keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi.
Suku Bunga
Stance kebijakan moneter yang cenderung ketat seperti yang tercermin
dari kenaikan suku bunga BI Rate diperkuat pula dengan kenaikan
beberapa indikator suku bunga instrumen moneter. Pada akhir Agustus
2005, suku bunga hasil lelang SBI 1 dan 3 bulan mengalami peningkatan
masing-masing 102 dan 71 bps dari akhir Juli menjadi 9,51% dan 9,25%.
Untuk memperkuat sinyal peningkatan suku bunga BI Rate, suku bunga
penjaminan deposito Rupiah 1, 3, 6, 12, 24 bulan juga telah dinaikkan
masing-masing 40 bps menjadi masing-masing 8,45%, 8,50%,
8,55%,8,70%, dan 9%. Suku bunga penjaminan deposito valas juga telah
dinaikkan dan hingga Agustus 2005 telah meningkat sebesar 25 bps
menjadi 3 %. Selain , suku bunga FASBI 7 hari sejak 31 Agustus rate FASBI
dinaikkan 100 bps menjadi 8,50%.
Peningkatan BI Rate sudah diikuti oleh kenaikan suku bunga pasar uang
uang.
Selama Agustus 2005, kenaikan BI Rate telah direspon dengan kenaikan
suku bunga pasar uang pada bank-bank besar, seperti tercermin pada
kenaikan suku bunga JIBOR 1 bulan sebesar 185 bps dari 8,71% bulan Juli
menjadi 10,56%. Di pasar uang antar bank, secara keseluruhan suku
bunga PUAB O/N Rupiah baik pagi dan sore menunjukkan peningkatan
masing-masing sebesar 326 bps dan 264 bps dari akhir bulan sebelumnya
sehingga menjadi 8,55% (pagi) dan 6,27% (sore). Sementara itu, volatilitas
suku bunga tercatat masih cukup tinggi, bila dibandingkan dengan ratarata volatilitas bulanan pada Januari s/d Agustus 2005.
9
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Transmisi kenaikan suku bunga instrumen moneter lebih terlihat pada suku
bunga simpanan pada perbankan. Kenaikan BI Rate dan suku bunga
penjaminan telah diikuti oleh suku bunga deposito dan kemudian ke suku
bunga kredit, khususnya modal kerja. Pada bulan Juli 2005, suku bunga
deposito 1 dan 3 bulan tercatat sebesar 7,22% dan 7,41% atau masingmasing meningkat 24 dan 22 bps dari bulan sebelumnya. Sementara itu
suku bunga kredit tercatat masing-masing 13,42% (KMK), 13,65% (KI),
dan 16,02% (KK), atau meningkat 6 bps (KMK sementara KI dan KK relatif
stabil dari bulan sebelumnya). Dalam kondisi ini margin suku bunga antara
deposito 1 bulan dengan kredit secara umum masih cukup besar ((berkisar
antara 6,2 √ 8,8%, Grafik 2.11) sehingga suku bunga kredit masih
dimungkinkan untuk tidak naik.
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Kenaikan suku bunga instrumen moneter selain mendorong naiknya suku
bunga deposito juga meningkatkan simpanan masyarakat pada
perbankan. Setelah tumbuh negatif sepanjang 2003-2004, pertumbuhan
simpanan berjangka (deposito) sejak awal 2005 terus menunjukkan
peningkatan (Grafik 2.12). Hal ini dikarenakan mulai pahamnya pemilik
dana terhadap risiko investasi di luar perbankan yang kemudian
mendorong berpindahnya dana perorangan yang sebelumnya ditanamkan
di berbagai pasar uang ke dalam simpanan perbankan. Tambahan deposito
antara Maret-Juli tercatat sebesar Rp39,1 triliun. Dari sisi jangka waktu,
sekitar 60% dari deposito ini masih ditanamkan dengan jangka waktu 1
bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah masih
tingginya preferensi masyarakat akan likuiditas jangka pendek, ekspektasi
masyarakat akan kenaikan suku bunga lebih lanjut, dan struktur suku
bunga deposito perbankan yang masih mendatar (flat) untuk seluruh
jangka waktu sehingga kurang memberi insentif bagi deposan untuk
menempatkan dananya dalam jangka yang lebih panjang.
Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan. Walaupun
BI Rate meningkat namun sampai dengan Juli 2005 posisi kredit
perbankan mencapai Rp. 636 triliun, meningkat sebesar 2,15%
dibandingkan bulan sebelumya. Apabila dibandingkan dengan posisi pada
bulan Juli 2004, kredit perbankan mencatat peningkatan sebesar 30,21%
(Grafik 2.13).
10
Persen
10,4
10,0
9,6
9,2
8,8
8,4
8,0
7,6
7,2
6,8
6,4
6,0
5,6
Dep 1 WA
SBI 3 bln
SBI 1 bln/BI Rate*
Jam.Dep.1
SBI3 < SBI1 realignment
Depo1 < SBI1
Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep
2003
2004
2005
Persen
23
21
19
17
15
13
11
9
7
5
3
BI Rate*
Depo 1 bl
KMK
KI
KK
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.11. Perkembangan Suku Bunga SBI,
Deposito dan Kredit
(%, y-o-y)
35
30
25
20
15
10
5
(5)
(10)
(15)
Total DPK
Tabungan
Giro
Deposito
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul
2002
2003
2004
Sumber: DPNP
Grafik 2.12. Pertumbuhan Dana Perbankan
2005
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Persen
Triliun Rp
51
45
Total KREDIT (RHS)
gKMK (%)
39
gKI (%)
800
gKK (%)
700
g Total KREDIT (%)
600
33
500
27
400
21
300
15
200
9
100
3
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul
2003
2004
-
2005
Grafik 2.13. Pertumbuhan Kredit Perbankan
Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kondisi likuiditas
perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti luas (M2)
secara nominal juga meningkat. Dari sisi sistem moneter, kondisi likuiditas
secara riil mulai meningkat meskipun masih tumbuh pada level yang
rendah (Grafik 2.14). Pada akhir Juli, secara riil pertumbuhan M2 (setelah
dikeluarkan faktor nilai tukar) tercatat sebesar 4,46%, atau masih tumbuh
di bawah pertumbuhan ekonomi. Secara nominal, pertumbuhan M2 pada
Juni tercatat mencapai 11,62% menjadi Rp1.088,4 triliun atau meningkat
Rp14,7 triliun dari akhir Juni. Dari sisi komponen peningkatan tersebut
terutama disumbang oleh kenaikan uang kartal dan uang kuasi (deposito,
tabungan, dan simpanan valas). Dari sisi faktor, peningkatan M2 terutama
bersumber dari ekspansi NCG, Claims to Business Sector (CBS), dan NOI.
Sedangkan, NFA memberikan pengaruh kontraksi.
Y-oY, %
30
Currency Riil
6 per. Mov. Avg. (Currency Riil)
6 per. Mov. Avg. (M2 Riil)
25
20
Pasar Modal
15
10
5
0
(5)
M1 Riil
(10)
M2 Riil
(15)
6 per. Mov. Avg. (M1 Riil)
1 3 5 7 9 11 3 5 79 1 1 3 57 9 1 13 5 7 9 11 3 5 79 1 1 3 5 7
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.14. Perkembangan Likuiditas
Perekonomian
Net Foreign (Miliar Rp)
IHSG
1.500
1200
IHSG
1.250
1150
1100
1.000
1050
750
500
1000
Net Foreign
250
950
0
900
-250
850
-500
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2004
2005
Grafik 2.15. IHSG dan Net Beli Asing
Jul
Ags
800
Pada awal bulan Agustus, pasar saham masih menunjukkan kinerja yang
positif walaupun terkoreksi pada pekan ketiga (Grafik 2.15). Di awal bulan,
IHSG terus meningkat bahkan sempat mencapai rekor tertinggi baru pada
level 1.192,203. Peningkatan index tersebut terkait dengan sentimen
eksternal dari harga minyak yang cenderung turun dan efek dari
pengumuman kinerja semesteran para emiten. Namun demikian, pada
pekan ketiga, indeks mengalami tekanan bersamaan dengan kenaikan
harga minyak dunia dan tanggapan minor pelaku pasar terhadap asumsiasumsi RAPBN 2006. Hal tersebut mengakibatkan indeks sempat tertekan
hingga dibawah level psikologis 1000 yaitu 994,770 meski akhirnya
kembali berada di atas level 1000 pada akhir bulan ini.
Sementara itu, sinyal kenaikan BI rate di sisi lain mendorong peningkatan
(SUN). Walapun pada bulan
yield pada perdagangan Surat Utang Negara (SUN)
Agustus perdagangan SUN terlihat sepi namun terdapat kecenderungan
yield yang semakin meningkat di semua tenor (Grafik 2.16). Selain itu,
harga beberapa seri SUN jangka waktu di atas 5 tahun terus turun
mendekati harga par-nya, bahkan beberapa seri lainnya sudah berada di
bawah harga par. Sinyal pengetatan moneter yang dilakukan BI ditambah
dengan terus melemahnya nilai tukar Rupiah, direspon investor dengan
melepas portfolio SUN dan kemudian menempatkannya dalam bentuk
deposito (DPK).
11
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Kondisi Perbankan
Persen
Kinerja perbankan pada bulan Juli 2005 secara umum masih terkendali
terkendali.
Hal ini ditunjukkan oleh kenaikan pada total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK)
dan jumlah kredit yang disalurkan. Selain itu rasio Loan to Deposit Ratio
(LDR) dan Non Performing Loan (NPL) secara Net juga menunjukkan
perbaikan. Total Asset meningkat sebesar Rp8,20 triliun dibandingkan
bulan Juni sehingga menjadi Rp 1.353 triliun, disusul perbaikan pada
fungsi intermediasi perbankan, seperti tercermin pada kenaikan DPK
sebesar Rp4,90 triliun dari bulan Juni menjadi Rp1.016 triliun. Sementara
itu jumlah kredit yang disalurkan juga meningkat Rp13,3 triliun sehingga
menjadi Rp 677,6 triliun. Peningkatan fungsi intermediasi juga tercermin
pada kenaikan Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 0,8% sehingga menjadi
53,9% pada Juli 2005. Jumlah kredit bermasalah juga mengalami
penurunan seperti yang nampak pada menurunnya rasio NPL net sebesar
0,9% sehingga menjadi 4,5% pada Juli 2005.
Sementara itu, kinerja permodalan dan kualitas kredit perbankan
mengalami penurunan. Penurunan kinerja permodalan tercermin pada
penurunan jumlah modal perbankan sebesar Rp10,8 triliun sehingga
menjadi Rp103,5 triliun pada Juli 2005 dan di sisi lain tingkat Capital
Adequacy Ratio(CAR) juga menurun sebesar 0,1% sehingga menjadi
19,4% dari modal perbankan. Penurunan CAR ini antara lain terkait
Tabel 2.1
Kondisi Umum Perbankan
Bank
Total Asset (triliun Rp)
DPK (triliun Rp)
Kredit (triliun Rp)
LDR (%)
CAR (%)
NPLs : - Gross (%)
- Net (%)
NIM (%)
Modal (triliun Rp)
12
Jan-04
Des-04
Mar-05
Jun-05
Jul-05
1.157,2
889,1
475,0
40,1
23,8
8,2
2,8
5,2
117,9
1272,0
963,0
595,0
50,0
19,4
5,8
1,7
6,3
118,6
1280,6
959,3
617,8
51,3
21,7
5,6
1,9
6,0
126,7
1345,0
1011,1
664,3
53,1
19,5
7,4
5,4
6,1
114,3
1353,2
1016,0
677,6
53,9
19,4
8,5
4,5
5,7
103,5
16,5
15,5
14,5
13,5
12,5
11,5
10,5
9,5
8,5
7,5
6,5
31-Mei-05
18-Ags-05
1 th
2 th
3 th
30-Jun-05
29-Ags-05
5 th
6 th
29-Jul-05
31-Ags-05
7 th
Grafik 2.16. Perkembangan Yield SUN
8 th
9 th
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
dengan meningkatnya risiko kredit yang dihadapi perbankan, sebagaimana
tercermin pada peningkatkan Non Performing Loan (NPL) secara gross
sebesar 1,1% sehingga menjadi 8,5% dari total kredit perbankan selama
Juli 2005. Selain itu, perkembangan ini berdampak pada sedikit
berkurangnya pendapatan perbankan dari bunga sebagaimana terlihat dari
penurunan rasio NIM sebesar 0,4% menjadi 5,7% dari 6,1% pada bulan
Juni.
13
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
III. RESPON KEBIJAKAN MONETER
Sesuai dengan assesmen perekonomian sampai dengan bulan Agustus
2005, diperkirakan masih terdapat tekanan terhadap kestabilan
makroekonomi ke depan
depan. Pergerakan nilai tukar rupiah masih dipengaruhi
oleh faktor eksternal seperti penguatan dolar AS akibat berlanjutnya siklus
pengetatan moneter, meningkatnya premi risiko emerging countries dan
kenaikan harga minyak dunia serta faktor internal seperti tingginya harga
minyak yang memperbesar excess demand terhadap valas. Kondisi
tersebut membentuk ekspektasi depresiasi dan menimbulkan perilaku
ikutan (bandwagon effect).
Pelemahan Rupiah tersebut meningkatkan tekanan terhadap inflasi melalui
dampak pass through maupun ekspektasi inflasi. Faktor non fundamental
yang mempengaruhi inflasi ke depan khususnya berasal dari administered
prices sedangkan secara fundamental, tekanan inflasi bersumber dari
faktor eksternal terutama pelemahan nilai tukar Rupiah.
Oleh karena itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 6 September 2005
memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi
10,0%. Keputusan ini sejalan dengan langkah untuk memperkuat stance
kebijakan moneter cenderung ketat (tight bias) setelah
mempertimbangkan asesmen terkini kondisi moneter, potensi peningkatan
tekanan inflasi ke depan, adanya kemungkinan The Fed kembali menaikan
suku bunga, dan adanya sentimen negatif pelaku pasar terhadap kebijakan
ekonomi Pemerintah. Untuk mendukung implementasi BI Rate tersebut,
Bank Indonesia tetap melanjutkan kebijakan pemenuhan kebutuhan valas
perusahaan-perusahaan BUMN, meningkatkan efektivitas penyerapan
likuiditas Rupiah, dan koordinasi dengan Pemerintah.
14
Tinjauan Kebijakan Moneter - September 2005
Indikator Terkini
SEKTOR KEUANGAN
SUKU BUNGA & SAHAM
Suku bunga SBI 1 bln 1)
Suku bunga SBI 3 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln
Suku bunga deposito 3 bln
JIBOR satu minggu 2)
BEJ Indeks 3)
Des
Des
2003
2004
Jan
Jun
Jul
Ags
2005
8,31
8,34
6,62
7,14
8,35
692
7,43
7,29
6,43
6,71
7,14
1.004
7,42
7,29
6,43
6,71
7,13
1.046
8,25
8,05
6,98
7,19
7,53
1122,37
8,49
8,45
7,22
7,41
7,8
1182,3
8,75
8,54
na
na
7,92
1050,09
BESARAN MONETER (miliar Rp)
Base Money
M1(C+D)
Uang Kartal (C)
Uang giral (D)
Broad Money (M2 = C+D+T)
Uang kuasi (T)
Uang kuasi (Rupiah)
Deposito
Tabungan
Deposito (Valas)
M2 - Rupiah
166.474
223.799
94.542
129.257
955.692
731.893
592.715
350.885
241.830
139.178
816.514
199.446
253.818
109.265
144.553
1.033.528
779.710
644.109
349.091
295.018
135.601
897.927
183.747
248.174
101.789
146.385
1.015.874
767.700
630.289
345.901
284.388
137.411
878.463
198.420
161.616
104,91
161.511
967.727
806.111
655.006
372.541
282.465
151.105
816.622
193.587
157.210
112,01
157.098
978.717
821.507
663.157
380.356
282.801
158.350
820.367
195.008
na
112,26
na
na
na
na
na
na
na
na
Tagihan pada Dunia Usaha
Kredit-Bank Umum
466.826
437.942
615.802
553.548
612.852
549.017
687.366
622.602
699.407
635.958
na
na
0,94
5,06
1,04
6,4
1,43
7,32
0,5
7,42
0,78
7,84
0,55
8,33
8.465
3.717
2.335
24,20
9.270
5.122
3.591
24,40
9.167
4.910
2.938
24,63
9.761
5.219
3.426
23,39
9.810
5.418
3.327
21,99
10.013
na
na
21,02
2)
2)
HARGA
Inflasi bulanan (%)
y-y %
SEKTOR EKSTERNAL
Rp/USD (akhir periode, nilai tengah)
Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4)
Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4)
Net International Reserve (juta USD)
INDIKATOR KUARTALAN
Pertumbuhan PDB (% yoy)
Konsumsi
Investasi
Ekspor
Impor
Tw. IV
Tw. IV
Tw. II
2 0 03
2004
2005
4,35
5,01
0,68
6,48
1,78
5,13
6,89
15,71
8,47
24,95
5,54
2,48
17,09
7,29
10,08
* angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000
r) revisi
1) minggu terakhir
2) rata2 tertimbang
3) penutupan pada akhir periode
4) closed file
w. I 2004*)
Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPSw.
15
Download