Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Manajemen dan Manajemen SDM
2.1.1
Pengertian Manajemen
Manajemen berasala dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan fungsi-fungsi
manajemen (Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian). Untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai Manajemen , berikut ini yang
diungkapkan oleh para ahli :
Definisi tentang manajemen menurut G.R. Terry yang dikutip oleh
Suharyanto dan Hadna (2005 : 11) mengatakan bahwa :
“Manajemen adalah melakukan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan melalui atau bersama orang lain”.
Menurut Hasibuan (2007 : 10) yaitu :
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan tertentu”.
Dari definisi para ahli diatas memang memiliki perbedaan tetapi tetap
memiliki kesamaan. Berdasarkan persamaan di atas, penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni untuk
melaksanakan fungsi-fungsi sumber daya manusia untuk mencapai tujuan
tertentu.
2.1.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, suatu organisasi harus memiliki
individu-individu dengan kualifikasi yang sesuai, yang tersedia pada saat dan
tempat yang tepat. Ini diwujudkan melalui aktivitas-aktivitas manajemen sumber
daya manusia, yang secara ringkas dapat pula dikatakan sebagai upaya
pendayagunaan sumber daya manusia. Di bawah ini dirumuskan definisi
manajemen sumber daya manusia menurut para ahli, diantaranya :
Menurut Mondy dan Noe (1990) yang dikutip oleh Marwansyah dan
Mukaram (2000 : 4) mendifinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai :
“Pendayagunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuantujuan organisasi”.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2008 : 2) mendifinisikan :
“Suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada
individu (pegawai)”.
Dari definisi diatas, dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia secara garis besar adalah mengatur semua tenaga kerja secara
efektif dan efisien dengan mengembangkan kemampuan yang mereka
miliki dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Dengan memiliki tujuan tertentu maka tenaga kerja akan temotivasi untuk
bekerja dengan baik.
2.1.3
Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Di dalam manajemen sumber daya manusia, terdapat sejumlah fungsi
manajerial. Menurut Hasibuan (2007 : 21) fungsi-fungsi manajemen sumber daya
manusia meliputi fungsi manajerial, yaitu :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien
agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya
tujuan.
Perenacanaan
kepegawaian.
Program
dilakukan
dengan
kepegawaian
menetapkan
meliputi
program
pengorganisasian,
pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan.
Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan
perusahaan.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua
karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi
wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi
hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang
baik akan membantu terwujudnya secara efektif.
3. Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan,
agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam
membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Pengarahan dilakukan pemimpin dengan menugaskan bawahan agar
mengerjakan tugasnya dengan baik.
4. Pengendalian
Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua
karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja
sesuai rencana. Apabila terdapat kesalahan atau penyimpangan, diadakan
tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan
meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan
pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
2.2
Kepemimpinan
2.2.1
Pengertian Kepemimpinan
Kegiatan
manusia
secara
bersama-sama
selalu
membutuhkan
kepemimpinan. Jadi harus ada pemimpin demi sukses dan efisiensi kerja. Untuk
bermacam-macam usaha dan kegiatan manusia yang jutaan banyaknya ini
diperlukan
upaya
yang
terencana
dan
mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru.
sistematis
untuk
melatih
dan
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pengertian kepemimpinan.
Howard H. Hoyt yang dikutip oleh Kartini Kartono (2008 : 49 ) menyatakan :
“Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
kemampuan untuk mendidik orang”.
Sedangkan menurut Marmansyah dan Mukaram (2002 : 167) adalah
sebagai berikut : “Kepemimpinan adalah suatu aktivitas yang berkelanjutan
diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain, dan pada
akhirnya difokuskan pada upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan
organisasi”.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan kepemimpinan
adalah suatu proses dimana seseorang yang berada diperusahaan dapat
menggunakan wewenangnya untuk mempengaruhi tingkah laku bawahannya
untuk dapat mencapai suatu tujuan.
2.2.2
Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau
lebih buruk dibanding gaya kepemimpinan lainnya.
Definisi gaya kepemimpinan menurut Miftah Thoha (2003 : 303) sebagai
berikut :
“Gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain seperti yang ia lihat”.
Sedangkan menurut Ranupandojo dan Husnan (2004 : 224) sebagai
berikut :
“Gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku yang dirancang
oleh untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan
individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Dan menurut Reksohadiprodjo dan Handoko (2003 : 296) sebagai
berikut :
“Gaya
kepemimpinan
adalah
suatu
cara
pemimpin
untuk
mempengaruhi bawahannya”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku yang digunakan oleh
pemimpin atau seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk
mencapai suatu tujuan.
Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu
otokratis, demokratis, laissez-faire. Kebanyakan manajer menggunakan ketiganya
pada suatu waktu, tetapi gaya yang paling sering digunakan akan dapat dipakai
untuk membedakan seorang manajer sebagai pemimpin yang otokratis,
demokratis, atau laissez-faire. Menurut White dan Lippit yang dikutip oleh
Reksohadiprodjo dan Handoko (2003 : 298), mengemukakan tiga tipe
kepemimpinan, antara lain :
1. Otokratis
Dalam gaya otokratis, pengambilan keputusan adalah hak prerogatif dari
pemimpin. Semuanya langsung dilakukan ditentukan oleh pemimpin itu
sendiri, tanpa masukan dari siapapun.
a. Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.
b. Teknik-teknik dan langkah-langkah diatur oleh atasan setiap
waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak
pasti untuk tingkat yang luas.
c. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama
setiap anggota.
d. Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan
kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari
partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya.
2. Demokratis
Gaya demokratis mengarah ke pengembangan kepercayaan dan loyalitas
para bawahan kepada pimpinan, karena pemimpin membawa mereka ke
dalam pertimbangan penuh, menggunakan ketrampilan dan pengetahuan
mereka dan mengambil masukan mereka, sebelum tiba pada suatu
keputusan. Gaya demokratis bekerja dengan sangat baik dimana pemimpin
baru saja bergabung dalam organisasi.
a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari kelompok.
b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk
tujuan kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk
teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur
yang dapat dipilih.
c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih
dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
d. Pemimpin yang obyektif atau “fack-mainded” dalam pujian dan
kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok
biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
3. Laissez-faire
Ini adalah gaya otokratis. Dalam hal ini, para bawahan diberikan
kebebasan mutlak oleh pemimpin untuk menentukan tujuan mereka sendiri
dan cara-cara untuk mencapainya. Gaya ini sedikit didasarkan pada prinsip
interferensi. Hal ini dapat menjadi sukses besar jika bawahan
berpengalaman dan terampil, namun bisa menjadi boomerang jika mereka
tidak dapat dipercaya.
a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan
partisipasi minimal dari pemimpin.
b. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin
yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan
informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dari
diskusi kerja.
c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan
tugas.
d. Kadang-kadang memberi komentar sponsor terhadap kegiatan
anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau
mengatur suatu kejadian.
Penggunaan tipe atau gaya kepemimpinan akan berubah secara bergantian
sesuai dengan perubahan situasi yang dihadapi oleh pemimpin yang bersangkutan.
Dalam situasi tenang dan dalam menghadapi masalah-masalah yang memerlukan
pemikiran bersama antara pimpinan dan bawahan, dengan sendirinya akan
dipergunakan tipe kepemimpinan demokrasi. Sebaliknya dalam situasi darurat
dimana diperlukan langkah-langkah yang cepat dengan sendirinya akan menuntut
dilaksanakannya kepemimpinan otokrasi. Jadi kadang-kadang suatu saat
pemimpin memberikan pengarahan atau perintah yang kokoh. Tetapi pada saat
lain ia memberikan saran. Oleh karena itu tidak ada tipe atau gaya kepemimpinan
yang lebih baik, semua tergantung pada situasi atau lingkungannya.
2.2.3
Sifat-sifat Kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin itu antara lain
dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu
perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya.
Menurut George R. Terry yang dikutip pada Kartini Kartono
menuliskan sepuluh sifat pemimipin yang unggul, yaitu :
1. Kekuatan.
Kekuatan badaniah dan alamiah merupakan syarat pokok bagi pemimpin
yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak
teratur, dan di tengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.
2. Stabilitas emosi.
Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil. Artinya dia tidak
mudah marah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara
emosional. Ia menghormati martabat orang lain, toleran terhadap
kelemahan orang lain, dan bisa memaafkan kesalahan-kesalahan yang
tidak terlali prinsipil. Semua itu diarahkan untuk mencapai lingkungan
sosial yang rukun, damai, harmonis, dan menyenangkan.
3. Pengetahuan tentang relasi insani.
Salah satu tugas pokok pemimpin ialah : memajukan dan mengembangkan
semua bakat serta potensi bawahn, untuk bisa bersama-sama maju dan
mengecap kesejahteraan. Karean itu pemimpin diharapkan memiliki
pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku anggota kelompoknya, agar
bisa menilai kelebihan dan kelemahan pengikutnya.
4. Kejujuran.
Pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran yang tinggi yaitu jujur
pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya). Dia selalu
menepati janji, tidak munafik, dapat dipercaya, dan berlaku adil terhadap
semua orang.
5. Obyektif.
Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih,
supaya obyektif (tidak subyektif, berdasar prasangka sendiri). Dia akan
mencari bukti-bukti nyata dan sebab musabab setiap kejadian, dan
memberikan alasan yang rasional atas penolakannya.
6. Dorongan pribadi.
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari
dalam hati sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrat
sendiri untuk memberikan pelayanan dan pengabdian diri kepada
kepentingan orang banyak.
7. Keterampilan berkomunikasi.
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap
maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang lain, mudah
memahami maksud para anggotanya.
8. Kemampuan mengajar.
Pemimpin yang baik itu diharapkan juga menjadi guru yang baik.
Mengajar itu adalah membawa siswa secara sistematis dan intensional
pada sasaran-sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan,
keterampilan teknis tertentu, dan menambah pengalaman mereka. Yang
dituju ialah agar para pengikut nya bisa mandiri, mau memberikan
loyalitas dan partisipasinya.
9. Keterampilan sosial.
Pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk “mengelola”
manusia, agar mereka dapat mengembangkan bakat dan potensinya.
Pemimpin dapat mengenali segi-segi kelemahan dan kekuatan setiap
anggotanya, agar bisa ditempatkan pada tugas-tugas yang cocok dengan
pembawaan masing-masing. Pemimpin juga mampu mendorong setiap
orang yang dibawahinya untuk berusaha dan mengembangkan diri dengan
cara-caranya sendiri yang dianggap paling cocok.
10. Kecapakan teknis atau kecakapan manajerial.
Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran teknis
tertentu. Juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana,
mengelola, menganalisa keadaan, membuat keputusan, mengarahkan,
mengontrol, dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Tujuan semua ini
ialah
tercapainya
efektivitas
kerja,
keuntungan
maksimal,
dan
kebahagiaan-kesejahteraan anggota sebanyak-banyaknya.
2.2.4
Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinsn itu harus selalu dikaitkan
dengan tiga hal penting, yaitu :
a) Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin guna memengaruhi dan menggerakan
bawahan untuk berbuat sesuatu.
b) Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang
mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada
pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
c) Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan
teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota
biasa.
Earl Nightingale dan Whitt Schult dalam bukunya “Creative Thinking –
How to win Ideas”, (1965) yang dikutip oleh Kartini Kartono menuliskan
kemampuan pemimpin dan syarat yang harus dimiliki ialah :
1. Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri (individualism).
2. Besar rasa ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda
(curious).
3. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.
4. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan.
5. Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna.
6. Mudah menyesuaikan diri, adaptasinya tinggi.
7. Sabar namun ulet, serta tidak “mandek” berhenti.
8. Waspada, peka, jujur, optimis, berani, gigih, ulet realistis.
9. Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato.
10. Berjiwa wiraswasta.
11. Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas berat, serta
berani mengambil resiko.
12. Tajam firasatnya, tajam dan adil pertimbangannya.
13. Berpengetahuan luas, dan haus akan ilmu pengetahuan.
14. Memiliki motivasi tinggi, dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang
ingin dicapai, dibimbing oleh idealism tinggi.
15. Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan daya inovasi.
Yang jelas, pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan disbanding
dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab karena kelebihan-kelebihan tersebut
dia bisa berwibawa dan dipatuhi oleh bawahannya. Terutama sekali ialah :
Kelebihan di bidang moral dan akhlak, semangat juang, ketajaman
intelegensi, kepekaan terhadap lingkungan, dan ketekunan-keuletan
(Ausdauer). Dan yang penting lainnya ialah memiliki : integritas
kepribadian tinggi, sehingga dia menjadi dewasa-matang, bertanggung
jawab, dan susila.
2.2.5
Beberapa Teori Kepemimpinan
Seperti halnya pengertian kepemimpinan, dalam teori kepemimpinan
dikemukakan sejumlah teori yang beraneka ragam. Ada tiga teori yang berusaha
menjelaskan kepemimpinan menurut Robbins (2008 : 433-451) dimulai dari
Teori Sifat/karakter (Traits Theory), Teori Perilaku (Behavioral Theory), Teori
Situasional/kemungkinan (Situational Theory), dan pendekatan terbaru terhadap
kepemimpinan.
a) Teori Sifat/Karakter (Traits Theory)
Teori sifat kepemimpinan disebut juga Trait Theory. Teori Sifat/Karakter
yaitu teori yang mencari karakter kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Seperti dikatakan para pendukung
teori sifat bahwa munculnya teori ini diperkuat oleh adanya asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut:

Setiap inidividu memiliki watak atau sifat yang melekat pada dirinya.

Sifat-sifat individu tersebut dapat mempengaruhi image orang lain atau
individu tersebut.

Keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat, perangai, cici yang
dimiliki oleh pemimpin tersebut.
Asumsi dasar munculnya teori-teori sifat tersebut menunjukkan bahwa
sifat manusia mempunyai andil yang besar di dalam keberhasilan kepemimpinan
sesorang. Dengan sifat yang melekat pada diri seorang pemimpin, maka akan
menimbulkan kesan tertentu yang dipersepsi oleh bawahan. Sifat-sifat yang baik
akan mempengaruhi kesan pada diri bawahan bahwa pemimpinnya mempunyai
sifat yang baik atau menarik, dan sebaliknya sifat-sifat yang buruk akan
menimbulkan kesan tidak baik atau tidak menarik.
Image yang muncul selain membentuk persepsi bawahan tentang
pemimpinnya, juga akan mempengaruhi respon bawahan terhadap sikap, tindakan
dan keputusan pemimpin. Apabila image tersebut positif kemungkinan besar
respon bawahan juga positif, sedangkan image negative akan menuntun bawahan
cenderung merespon negative juga yang kemudian mengantarkan pada
pemahaman bahwa sifat-sifat positif tersebut dapat meneladani bawahan sehingga
perilaku bawahan juga akan mencontoh dan mengikuti pemimpin, dengan
demikian apa yang diperintahkan oleh pemimpin akan diikuti. Bawahan akan
cenderung patuh pada pemimpin sehingga tugas-tugas dapat berjalan lancer
pencapaian tujuan terlaksana dengan baik.
Adapun sifat kepemimpinan yang dimaksud meliputi dua hal yaitu
mencakup:
a. Sifat Fisik
Sifat fisik adalah sifat yang melekat pada seorang individu, yang secara
cisual mudah untuk diketahui orang lain, dapat menimbulkan kesan
tertentu yang dapat mempengaruhi sikap dan penilaian bagi orang yang
melihatnya, sehingga seseorang dapat mempersepsi dan memberikan
penilaian atas diri seseorang.
b. Sifat Psikologis
Sifat psikologis merupakan situasi kejiwaan/batin seseorang yang
termanifestasikan dalam bentuk sikap, tingkah laku dan tindakan. Dengan
demikian sifat prikologis ini hanya akan terbaca atau diketahui oleh
seseorang melalui tingkah laku, sikap dan tindakan sehari-hari.
Robbin juga berpendapat bahwa teori ini memiliki kelemahankelemahan dalam menjelaskan kepemimpinan antara lain:

Tidak
terdapat
cirri
yang
universal
yang
memperkirakan
kepemimpinan dalam semua situasi. Namun cirri-ciri tampak
memperkirakan dalam situasi yang selektif.

Ciri-ciri memperkirakan perilaku lebih dalam situasi yang “lemah”
dari pada dalam situasi yang “kuat”. Situasi yang kuat adalah dimana
terdapat norma-norma perilaku yang kuat, rangsangan yang kuat untuk
jenis-jenis perilaku yang spesifikasi dan harapan yang jelas.

Bukti tidak jelas dalam memisahkan penyebab dari akibat. Misalnya
apakah kepercayaan diri menciptakan kepemimpinan? Akhirnya ciriciri dalam melakukan pekerjaan yang lebih baik dan memperkirakan
penampilan kepemimpinan.
b) Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Teori perilaku ini mengetengahkan dimensi perilaku kepemimpinan,
dilihat dari segi efektifitas perilaku, disamping juga membahas pola-pola perilaku
pemimpin. Teori ini merupakan hasil penelitian dari universitas Ohio dan
Michigan. Dalam hal ini perilaku pemimpin dimungkinkan memiliki dua
kecenderungan yaitu berorientasi pada karyawan (pemimpin yang menekankan
hubungan antar pribadi) atau disebut juga mendorong dan berorientasi pada
produksi (pemimpin yang menekankan pada aspek teknis atau tugas dari
pekerjaan) atau mengarahkan. Kedua perilaku itu dapat dilihat posisinya dalam
gambar sebagai berikut.
Gambar 2.1 Bagan Teori Perilaku
Tinggi
Mendorong
Mendorong Tinggi
Tinggi
Mendorong
Mendorong Tinggi
Tinggi
Mengarahkan
Mengarahkan Rendah
Rendah
Mengarahkan
Mengarahkan Tinggi
Tinggi
(1)
(1)
(2)
(2)
Mendorong
Rendah
Mendorong Rendah
Rendah
Mendorong
Mendorong
Mendorong Rendah
Rendah
Mendorong
Rendah
Mengarahkan
Rendah
Mengarahkan Rendah
Rendah
Mengarahkan
Mengarahkan
Mengarahkan Tinggi
Tinggi
Mengarahkan
Tinggi
(3)
(3)
(3)
(4)
(4)
(4)
Perilaku
Mendorong
Rendah
Sumber : Sulistiyani (2009 : 59)
Gambar tersebut menunjukkan adanya 4 buah kuadran dalam perilaku
kepemimpinan. Keempat kuadran ini menunjukkan suatu kecenderungan
proporsional antara perilaku mengarahkan disatu sisi dengan perilaku mendorong
disisi yang lainnya. Kuadran satu mendorong tinggi dan mengarahkan rendah,
kuadran dua mendorong tinggi diikuti oleh mengarahkan tinggi, kuadran tiga
mendorong rendah dan mengarahkan juga rendah, sedangkan kuadran empat
mendorong rendah dan mengarahkan tinggi. Perilaku mendorong merupakan
suatu perilaku yang menunjukkan kecenderungan seorang pemimpin untuk
berpihak atau dekat dan memberikan prioritas perilaku kepada bawahan.
Sedangkan perilkau mengarahlan merupakan perilaku pemimpin dengan
kecenderungan untuk berpihak pada organisasi, mementingkan tugas dan system
hubungan yang bersifat formal ketugasan dibandingkan dengan system
interpersonal.
Perilaku mendorong merupakan perilaku yang cenderung mengutamakan
dan membela bawahan. Sedangkan perilaku mengarahkan atau perilaku tugas
adalah perilaku pemimpin yang mengutamakan tugas dan pencapaian tujuan
organisasi. Oleh karena ciri yang bertolak belakang ini maka pemimpin yang
memiliki perilaku mengarahkan jelas berbeda dengan pemimpin yang memiliki
perilaku mendorong. Adapun ciri masing-masing perilaku dalam Sulistyani (2009
: 59) tersebut adalah:
a. Perilaku Mendorong:
 Ramah tamah dan dekat dengan bawahan.
 Mendukung dan membela bawahan.
 Mau berkonsultasi dan berdiskusi.
 Mau mendengarkan bawahan.
 Mau menerima usulan bawahan.
 Mmemikirkan kesejahteraan dan kesulitan bawahan.
 Memperlakukan bawahan setingkat dengan dirinya.
b. Perilaku Mengarahkan:
 Memberikan kritik pelaksanaan pekerjaan yang buruk.
 Menekankan pentingnya batas waktu pelaksanaan tugas-tugas kepada
karyawan.
 Selalu memberikan petunjuk bawahan bagaimana melakukan tugas.
 Memberikan standar tertentu atas pekerjaan seperti metode/cara.
 Meminta bawahan agar selalu menuruti dan mengikuti standar yang
telat ditetapkan.
 Selalu
mengawasi
apakah
bawahan
bekerja
sepenuh
kemampuan/optimal.
c) Teori Situasional (Contingency Theory)
Gaya situasional yang dikaitkan dengan tugas dan hubungan. Yang
dimaksud dengan gaya situasional dikaitkan dengan tugas dan hubungan
ialah, bahwa seorang manajer atau pemimpin akan menggunakan gaya
tertentu, tergantung pada apa yang menonjol, tugas atau hubungan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :

Pemimpin Memberitahukan
Artinya pemimpin menggunakan gaya direktif, dalam arti
pemimpin mengambil keputusan sendiri dan menetapkan peran
yang harus dimainkan oleh setiap bawahan dan memberitahukan
pada mereka apa yang harus dikerjakan.

Gaya Menjual
Gaya ini tepat dalam hal penyelesaian tugas penting tapi hubungan
serasi mutlak terpelihara.

Menggunakan gaya partisipatif
Gaya ini tepat digunakan dalam hal tugas yang harus dilaksanakan
tidak teramat penting akan tetapi hubungan yang serasi
dipersepsikan sebagai hal yang mendasar. Dalam situasi demikian
pemimpin dan para bawahan turut serta dala proses pengambilan
keputusan.

Melimpahkan Wewenang
Pemimpin membiarkan para bawahan mengambil keputusan
sendiri, memecahkan masalah sendiri, menentukan standar
produktivitas sendiri, dan tidak memerlukan pengendalian atau
pengawasan yang tepat.
2.2.6
Indikator Efektivitas Kepemimpinan
Menurut Reksohadipodjo dan Handoko (2003 :298) :
a. Gaya Kepemimpinan Otokratis

Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.

Teknik-teknik dan langkah-langkah diatur oleh atasan setiap
waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak
pasti untuk tingkat yang luas.

Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama
setiap anggota.

Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan
kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari
partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari kelompok.

Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk
tujuan kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk
teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur
yang dapat dipilih.

Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih
dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

Pemimpin yang obyektif atau “fack-mainded” dalam pujian dan
kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok
biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
c. Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire

Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan
partisipasi minimal dari pemimpin.

Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin
yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan
informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dari
diskusi kerja.

Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan
tugas.

Kadang-kadang memberi komentar sponsor terhadap kegiatan
anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau
mengatur suatu kejadian.
2.3
Kinerja Karyawan
2.3.1
Pengertian Kinerja Karyawan
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance.
Menurut Mangkunegara (2008 : 67) definisi kinerja sebagai berikut :
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Sedangkan definisi menurut Mathis (2002 : 78) adalah :
“Kinerja karyawan adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan yang mempengaruhi seberapa besar banyaknya mereka
member kontribusi kepada organisasi secara kualitas output,
kuantitas output, jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja,
dan sikap kooperatif”.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja karyawan
adalah merupakan suatu tingkat kemajuan seorang karyawan atas hasil dari
usahanya
untuk meningkatkan kemampuan secara
pekerjaannya.
positif dalam
2.3.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2008 : 67) yang merumuskan bahwa :

Human Performance = Ability + Motivation

Motivation
= Attitude + Situation

Ability
= Knowledge + Skill
a. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dala mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka ia akan lenih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the
right job).
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seseorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja, sikap mental seorang pegawai harus sikap
mental yang siap secara psikologid artinya seorang pegawai harus siap
mental, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan
menciptakan situasi kerja. Menurut pendapat Clelland yang dikutip oleh
Mangkunegara (2008 : 68) bahwa
“Ada hubungan yang positif antara motif yang berprestasi dengan
pencapaian kerja”.
2.3.3
Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2007 : 97) :
“Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi
perilaku dan kinerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan
selanjutnya”.
Menurut Handoko (2001 : 135) :
“Penilaian
kinerja
karyawan
adalah
proses
melalui
dimana
organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai kinerja karyawan”.
Hal dari penelitian tersebut bisa dipergunakan sebagai dasar bagi tindakantindakan sebagai berikut :
1. Untuk mengukur kinerja, yakni sampai sejauh mana tenaga kerja
berhasil dalam pekerjaannya.
2. Untuk mengukur keberhasilan tenaga kerja dalam program
pelatihan dan pengembangan.
3. Untuk mengumpulkan data, guna mempertimbangkan dalam
program mutasi.
2.3.4
Metode Penilaian Kinerja Karyawan
Ada beberapa metode dalam melakukan penilaian kinerja menurut Mathis
(2002 : 82) yaitu :
1. Metode Penilaian Kategori
Adalah metode yang meminta manajer member nilai untuk tingkah laku
kinerja karyawan pada formulir khusus yang dibagi dalam kategorikategori kinerja. Secara umum ada dua metode penilaian kategori yaitu :

Skala
penilaian
grafik,
memungkinkan
penilaian
untuk
memberikan nilai terhadap kinerja karyawan secara continue.

Daftar periksa, terdiri dari daftar kalimat atau kata-kata dimana
penilaian memeriksa kalimat-kalimat yang paling mewakili
karakter dan kinerja karyawan.
2. Metode Perbandingan
Adalah metode yang menuntut para manajer untuk secara langsung
membandingkan kinerja karyawan mereka satu sama lain. Teknik ini
mencakup :

Pemberian peringkat, terdiri dari daftar seluruh karyawan yang
tertinggi samapi terendah dalam kinerjanya.

Perbandingan berpasangan (distribusi yang normal), teknik
mendistribusikan penilaian yang dapat digeneralisasikan dengan
metode-metode lainnya.
3. Metode Negatif
Adalah metode dimana manajer dan spesialis sumber daya manusia
kadang-kadang diminta untuk memberikan informasi penilaian tertulis
dimana lebih mendeskripsikan tindakan karyawan.
4. Metode Tujuan dan Perilaku
Metode yang digunakan untuk mengukur perilaku karyawan dan bukan
karakteristik lainnya.
5. Metode Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBO)
Meliputi ketetapan tujuan khusus yang dapat diukur bersama dengan
masing-msaing karyawan dan selanjutnya secara berkala meninjau
kemampuan yang dicapai oleh individu dalam jangka waktu tertentu.
2.3.5
Indikator Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2008 : 68) :
a. Faktor Individual terdiri dari :

Kemampuan dan keahlian

Latar belakang
b. Faktor Psikologis terdiri dari :

Persepsi

Attitude

Personality

Pembelajaran

Motivasi
c. Faktor Organisasi terdiri dari :
2.4

Sumber daya

Kepemimpinan

Penghargaan

Struktur

Job design
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja,
karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakan orang lain untuk
tercapainya suatu tujuan, tergantung pada bagaimana seorang pemimpin itu
menciptakan cara yang khusus didalam diri setiap karyawan untuk meningkatkan
kinerja supaya sampai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Disamping itu
memaksimalkan kinerja karyawan, seorang pemimpin harus dapat memahami
keanekaragaman kebutuhan dan keinginan (needs and wants) serta perbedaan
kepribadian (personality) dalam menentukan gaya kepemimpinan yang akan
digunakan adalah fleksibilitas atau keluwesan.
Menurut Handoko (2000 : 29) mengatakan bahwa :
“Manajer yang baik adalah orang yang dapat memelihara
keseimbangan yang tinggi dalam menilai secara tepat kekuatan yang
menentukan perilakunya yang benar-benar mampu bertindak
demikian”.
Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinannya
yang efektif, dimana dengan kepemimpinannya itu dia dapat mempengaruhi
bawahannya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisipasi
terhadap tujuan bersama. Seperti yang dikatakan Timple (2001 : 31), mengatakan
bahwa :
“Pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik
yang
memastikan
motivasi,
disiplin,
dan
produktivitas
jika
bekerjasama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat mencapai
sasaran perusahaan”.
Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan
motivasi dalam diri seseorang merupakan kunsi untuk mengatur orang lain. Tugas
pemimpin adalah mengidentifikasi dan memotivasi karyawan agar berprestasi
dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Keadaan
ini merupakan suatu tantangan bagi seorang pemimpin untuk dapat menciptakan
iklim organisasi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan yang tinggi. Dari
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa
mempengaruhi kinerja karyawan.
gaya
kepemimpinan
sangat
Download