Komposisi Kimia Minyak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D. C.), Kayu Manis (Cinnamomum burmanii (Nees) Blume) dan Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.)) serta Aplikasinya sebagai Agensia Aromatik dalam Pembuatan Solid Perfume Chemical Compotition of Kaffir Lime (Citrus hystrix D. C.) Peel, Cinnamon Bark (Cinnamomum burmanii (Nees) Blume) and Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.)) Oils and the Aplication as Aromatic Agent in Solid Perfume Macrina Enggar R. L.*, Hartati Soetjipto**, Lydia Ninan Lestario** *Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jl. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia [email protected] ABSTRACT The purposes of this study were to determine the components of the kaffir lime peel, cinnamon bark, and vetiver oils using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), to apply oil blend affir lime peel, cinnamon bark and vetiver to determine the formulation of those oils that most preferred as solid perfume fragrance using organoleptic. Organoleptic data were analyzed using Randomized Completely Block Design (RCBD) and testing between equivalent treatment is carried out using a real Honest Significant Data (HSD) with a 5% level of significant. The composition of kaffir lime peel oil was composed of 21 with the most content of chemical components was citronellal (30,63%). The most content of chemical component of the cinnamon bark oil was cinnamic aldehyde (98,85%). The composition of vetiver oil was composed of 9 chemical components with the most content is isokhuzenic acid (29,06%). Based on the results of organoleptic, solid perfume with comparison of kaffir lime peel, cinnamon bark and vetiver oils (1: 1: 1) was classified fragrant, fresh, and did not cause irritation, but not preferred by the panelists. Keywords : kaffir lime peel oil, cinnamon bark oil, vetiver oil, GC-MS, solid perfume PENDAHULUAN Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman, sering disebut juga minyak eteris, minyak esensial, dan minyak menguap karena pada suhu kamar mudah menguap. Metode yang biasa dilakukan untuk memperoleh minyak atsiri yaitu metode distilasi, namun dengan proses ekstraksi minyak nabati, minyak atsiri dalam tanaman tersebut akan ikut terekstrak di dalamnya (Gunawan dan Mulyani, 2004). Dalam penelitian ini digunakan beberapa tanaman penghasil minyak atsiri yaitu jeruk purut, kayu manis dan akar wangi. Minyak atsiri dari kulit jeruk purut mengandung komponen kimia -pinena (35,65%), limonen (31,87%), -terpinen 1 2 (10,33%), sitronellal (6,48%) (Herawaty, 2005). Minyak atsiri kayu manis mengandung senyawa sinamaldehid (tidak boleh kurang dari 55%), eugenol (4-10%), alifatik aldehid dan felandren (Syahrurrozi, 2009). Sedangkan tanaman akar wangi bermarga Vertiveria merupakan tanaman penghasil minyak atsiri dengan komponen utama antara lain senyawa golongan seskuiterpen (30-40%), seskuiterpenol (18-25%) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, furfurol, dan vetivone, vetivene dan vetivenil vetivenat (Novi, 2010). Parfum atau minyak wangi adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma, fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi pada tubuh manusia, obyek, atau ruangan. Meskipun parfum bukan merupakan kebutuhan primer masyarakat, namun tidak dipungkiri bahwa penggunaan parfum sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat sehingga memiliki pasar tersendiri. Telah berkembang dan beredar di pasaran parfum-parfum dalam bentuk sediaan cair (cologne), krim maupun padat (solid perfume). Parfum dibuat dari zat pewangi yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Berdasarkan tingkat konsentrasinya parfum dibagi menjadi 5 golongan (Hanafi, 2013): 1. Ekstrak parfum : mengandung 20-40% konsentrat bahan wewangian dan wanginya bertahan hingga 6-8 jam. 2. Eau de perfume (EDP) : mengandung 8-16% konsentrat bahan wewangian dan wanginya mulai menghilang setelah 4-6 jam. 3. Eau de toilette (EDT) : mengandung 4-8% konsentrat bahan wewangian dan wanginya bertahan untuk 3-4 jam. 4. Eau de cologne (EDC) : mengandung 2-4% konsentrat bahan wewanginan dan wanginya bertahan kurang dari 3 jam. 5. Eau de fraiche : mengandung kurang dari 3% konsentrat bahan wewangian dan hanya bertahan sekitar 1 jam saja sehingga disebut dengan nama perfume mist atau splash. Menurut Aftel Mandy (2001), minyak esensial yang digunakan dalam pembuatan parfum diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan waktu penguapan atau ketahanan aroma minyak tersebut. Top note, merupakan senyawa yang paling cepat menguap dan biasanya aroma ini akan tercium pertama kalinya, memiliki ketahanan bau sekitar 30 menit. Kedua adalah middle note, biasanya beraroma floral atau pedas, akan 3 muncul setelah aroma top note menghilang, bertahan sekitar 30 – 60 menit. Ketiga adalah base note, aroma yang paling terakhir tercium dan memiliki waktu yang lama untuk menguap, aroma ini dapat bertahan hingga 6-8 jam. Dalam penelitian ini jeruk purut sebagai top note, kayu manis sebagai middle note dan akar wangi sebagai base note. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan komponan penyusun minyak kulit jeruk purut, kayu manis dan akar wangi menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). 2. Menentukan formulasi campuran aroma dari kulit jeruk purut, kayu manis dan akar wangi yang paling disukai sebagai fragrance solid perfume dengan organoleptik. METODOLOGI Bahan dan Piranti Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan Agustus 2014 di laboraturium Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Kayu manis (C. burmanii (Nees) Blume) dan akar wangi (V. zizanioides (L.)) diperoleh dari Solo dan sekitarnya, sedangkan untuk kulit jeruk purut (C. hystrix D. C.) diperoleh dari Salatiga dan sekitarnya. Bahan kimiawi yang digunakan antara lain heksana (teknis), Na2S2O3, akuades, asam stearat, trietanolamin, lanolin, propilen glikol, KOH, dan gliserin (pro analysis, Merck). Piranti yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler Instrument Corp., USA), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA), oven (WTB binder), desikator (Wherteim GL 32), soxhlet, penangas air (Memmert), rotary evaporator, Moisture balance analyzer, Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), dan peralatan gelas. Metode Penelitian Preparasi Sampel Batang kayu manis (C. burmanii (Nees) Blume) dalam keadaan bersih dan kering, dipotong kecil-kecil, kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder dan disimpan ke dalam tempat yang tertutup rapat. Dilakukan preparasi sampel yang sama untuk akar wangi (V. zizanioides (L.)). 4 Kulit luar jeruk purut (C. hystrix D. C.) dalam keadaan segar dan bersih, dipotong kecil-kecil dan segera digunakan (sampel basah). Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air menggunakan alat moisture balance analyzer dengan jumlah sampel masing-masing 1,000 gram. Ekstraksi Minyak Nabati (Huchin et al., 2013 yang dimodifikasi) Sebanyak 65 gram kulit kayu manis yang telah dihaluskan dengan grinder dimasukkan ke dalam kertas saring. Sampel diekstraksi dengan 400 mL heksana pada suhu 80 C menggunakan peralatan soxhlet selama 10 jam. Hasil ekstraksi dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 70 C. Minyak hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol timbang yang telah diketahui massanya lalu disimpan pada suhu 20 C sampai siap untuk dianalisis. Dilakukan dengan cara yang sama terhadap sampel akar wangi sebanyak 15 gram dengan pelarut heksana 300 mL selama 4 jam dan kulit jeruk purut sebanyak 40 gram dengan pelarut heksana 300 mL selama 1 jam. Penentuan Formulasi Formulasi dilakukan dengan menggunakan hasil ekstraksi minyak kulit jeruk purut, kayu manis dan akar wangi dengan perbandingan massa (1:1:1), (1:2:2), (1:4:2), (1:2:4), (1:4:4), (1:8:4), (1:4:8), (1:2:8), dan (0:0:0) (sebagai kontrol). Pembuatan Solid Perfume (Athikomkulchai et al., 2008 yang dimodifikasi) Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan solid perfume adalah akuades 60 gram, asam stearat 22,5 gram, trietanolamin 0,6 gram, lanolin 2 gram, KOH 0,5 gram, gliserin 1,5 gram dan propilen glikol 2,5 gram. Bahan-bahan tersebut dibagi menjadi 2, yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak dan fase air masing-masing dipanaskan secara terpisah pada suhu 70 C, ketika kedua fase sudah mencapai suhu yang sama, fase minyak ditambahkan ke dalam fase air sambil terus diaduk hingga homogen dan pengadukan dilakukan sampai suhu krim mencapai suhu ruang. Pembuatan solid perfume dilakukan dengan cara menimbang krim dasar sebanyak yang telah disesuaikan dengan masing-masing formulasi minyak kemudian dipanaskan dalam waterbath. Krim diangkat dari waterbath setelah mencair kemudian 5 ditambahkan formulasi minyak sambil terus diaduk hingga homogen dan pengadukan dilakukan sampai suhu krim mencapai suhu ruang. Uji Organoleptik (Badan Standar Nasional Indonesia, 2006) Pengujian terhadap sifat organoleptik dilakukan dengan panelis sebanyak 30 orang dengan kisaran usia 19-25 tahun, pria atau wanita berstatus mahasiswa terhadap sediaan solid perfume. Terdapat 3 parameter penentuan yaitu tingkat keharuman, kesukaan dan jenis bau. Untuk tingkat keharuman terdapat 4 pilihan (sangat harum, harum, tidak harum, sangat tidak harum). Untuk jenis bau terdapat 4 pilihan (manis, segar, lembut, tajam). Kemudian untuk tingkat kesukaan terdapat 4 pilihan (sangat suka, suka, tidak suka, sangat tidak suka). Uji Iritasi (Adliani dkk., 2012) Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 15 orang panelis. Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu 2,5 x 2,5 cm. Diamati reaksi yang terjadi, reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya kemerahan diberi tanda (1), gatal-gatal diberi tanda (2), bengkak diberi tanda (3), dan yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (0). Kriteria panelis uji iritasi yaitu wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi, menyatakan kesediaannya dijadikan panelis uji iritasi. Uji Ketahanan Aroma Uji ketahanan aroma dilakukan untuk menguji intensitas aroma dari parfum tersebut. Uji ini dilakukan dengan cara mengoleskan produk parfum pada kulit dan dicatat waktunya sampai aroma dari parfum tersebut hilang seluruhnya. Penentuan Komponen Kimia Penyusun Minyak Kulit Jeruk Purut, Kayu Manis dan Akar Wangi (Ramadan et al., 2006) Penentuan komponen penyusun minyak kulit jeruk purut, kayu manis dan akar wangi menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Shimadzu QP2010S di Laboraturium Kimia Organik, Fakultas MIPA-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jenis kolom yang digunakan adalah AGILENT HP 5MS, panjang kolom 30 meter dan ID sebesar 0,25 mm. Kondisi pengoperasian alat menggunakan suhu pemanasan kolom: 60 °C, selama 5 menit, suhu injeksi: 310 °C selama 17 menit, mode 6 injeksi dengan split ratio sebesar 142,4 dan gas pembawa berupa helium dengan tekanan 15,0 kPa, total aliran: 80,0 mL/menit, aliran kolom: 0,54 mL/menit serta kelajuan linier: 26,7 cm/detik. Sedangkan untuk SM dengan kondisi sbb: waktu awal (start time) 3 menit kemudian berlangsung sampai 70 menit (end time), interval 0,50 detik dengan scan speed 1250, awal m/v sebesar 28 dan berakhir m/v 600. Penentuan jenis senyawa dilakukan dengan bantuan perangkat data base Willey 7, Willey 229, NIST 12, NIST 62 Library. Analisis Data Data penelitian dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah banyaknya formulasi minyak yaitu (1:1:1), (1:2:2), (1:4:2), (1:2:4), (1:4:4), (1:8:4), (1:4:8), (1:2:8), dan (0:0:0) (sebagai kontrol), sementara sebagai kelompok adalah waktu analisa. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1980) HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air, Lama Waktu Ekstraksi dan Rendemen Minyak Kulit Jeruk Purut, Kayu Manis dan Akar Wangi Kadar air kulit jeruk purut, kayu manis dan akar wangi dan lama waktu ekstraksi serta rendemen minyak yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar Air dan Rendemen Minyak Kulit Jeruk Purut, Kayu Manis dan Akar Wangi Sampel Kadar Air (%) Kulit Jeruk Purut 77,11 Kayu Manis 14,70 Akar Wangi 15,69 Ekstraksi (jam) 1 2 4 6 8 10 13 2 4 6 Rendemen Minyak (%) 10,19 5,22 7,14 5,52 1,00 2,90 3,20 3,09 7,78 5,52 Rendemen Tabel 1. menunjukkan rendemen minyak kulit jeruk purut yang tertinggi pada ekstraksi 1 jam yaitu sebesar 10,19% sedangkan rendemen minyak kayu manis diambil 7 pada hasil ekstraksi selama 10 jam yaitu 2,90% karena hasil dengan ekstraksi 13 jam tidak jauh berbeda dan rendemen akar wangi sebesar 7,78% pada lama ekstraksi 4 jam. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter uji penting terhadap sifat kimia minyak, karena terkait dengan reaksi hidrolisa. Reaksi tersebut dapat menyebabkan kerusakan minyak, karena adanya kandungan sejumlah air dalam minyak (Ketaren, 1986). Tabel 1. menunjukkan bahwa kadar air minyak kulit jeruk purut sangat tinggi, karena sampel yang digunakan berupa sampel segar atau sampel basah yaitu 77,11%. Sedangkan kadar air kayu manis 14,70% dan akar wangi 15,69%. Komponen Kimia Penyusun Kulit Jeruk Purut Hasil pegukuran GC-MS minyak ekstrak kulit jeruk purut disajikan dalam Gambar 1. Gambar 1. Kromatogram GC-MS Minyak Kulit Jeruk Purut (C. hystrix D. C.) Analisis minyak kulit jeruk purut (C. hystrix D. C.) dengan GC-MS menunjukkan adanya 21 puncak yang muncul pada kromatogram dengan 1 komponen yang tidak teridentifikasi yaitu puncak nomor 21. Hasil analisis data hasil spektroskopi massa 3 puncak tertinggi yaitu puncak ke 9, 3 dan 5, dilakukan dengan membandingkan spectra data base Wiley yang disajikan pada Gambar 2. 8 a1 a2 Gambar 2. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Kulit Jerut Purut dengan data base Wiley (a1) Puncak 9 Minyak Kulit Jeruk Purut (a2) Citronellal Wiley Spektrum a1 (sampel) merupakan spektrum dari puncak nomor 9 (Gambar 1), dan memiliki fragmentasi yang serupa dengan spektrum a2 (Wiley), yang teridentifikasi sebagai citronellal, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 9 (Gambar 1) merupakan puncak dari citronellal. Dengan cara yang sama spektrum dari puncak nomor 3 (Gambar 1) serupa dengan spektrum b2 (Wiley) (Gambar 3), yang teridentifikasi sebagai -pinene, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 3 (Gambar 1) adalah -pinene. b1 b2 Gambar 3. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Kulit Jeruk Purut dengan data base Wiley (b1) Puncak 3 Minyak Kulit Jeruk Purut (b2) -pinene Wiley Demikian pula untuk spektra puncak nomor 5 serupa dengan spektrum c2 (Wiley) (Gambar 4), yang teridentifikasi sebagai limonene, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 5 (Gambar 1) adalah limonene. 9 c1 c2 Gambar 4. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Kulit Jeruk Purut dengan data base Wiley (c1) Puncak 5 Minyak Kulit Jeruk Purut (c2) Limonene Wiley Dengan cara yang sama semua komponen penyusun minyak kulit jeruk purut dapat teridentifikasi, dan hasil identifikasi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimiawi Penyusun Minyak Kulit Jeruk Purut No Indeks Puncak Retensi 1 7,407 2 8,754 3 8,866 4 9,348 5 10,681 6 12,018 7 13,100 8 13,172 9 15,022 10 15,942 11 16,217 12 17,413 13 21,093 14 21,812 15 21,975 16 22,207 17 23,049 18 24,709 19 25,767 20 26,465 21 45,303 Total Komponen Kimia -Pinene sabinene -Pinene myrcene limonene trans-Sabinene hydrate cis-Sabinene hydrate linalool citronellal azulene -Terpineol citronellol citronellyl acetate copaene geranyl acetate germacrene d -Caryophyllene germacrene d delta-Cadinene hedycaryol - Rumus Molekul C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H18O C10H18O C10H18O C10H18O C10H8 C10H18O C10H20O C12H22O2 C15H24 C12H20O2 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H26O C9H16D2O BM 136 136 136 136 136 154 154 154 154 128 128 156 198 204 196 204 204 204 204 222 142 Kandungan (%) 0,83 11,49 14,10 0,99 13,77 4,04 0,47 3,53 30,63 0,39 4,25 4,32 0,88 1,22 0,80 1,46 0,84 0,69 1,40 1,13 2,75 99,98 Tabel 2 menunjukkan adanya 20 komponen yang teridentifikasi pada minyak kulit jeruk purut. Dan 3 komponen dengan puncak tertinggi yaitu citronellal sebesar 30,63%, beta-pinene sebesar 14,10% dan limonene sebesar 13,77%. 10 Tabel 3. Komponen Penyusun Minyak Atsiri Kulit Jeruk Purut Kromatogram Komponen Kimia 1 -pinena 2 Limonen 3 -terpinen 4 Sitronellal 5 Tidak teridentifikasi 6 2,3,3-trimetil-bisiklo (2,2,1) heptan 2-ol Sumber : Herawaty (2005) Kandungan (%) 35,65 31,87 10,33 6,48 4,22 11,55 Herawaty (2005) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri kulit jeruk purut adalah -pinena (35,65%), limonen (31,87%), -terpinen (10,33%), sitronellal (6,48%), komponen tidak teridentifikasi (4,22%) dan 2,3,3-trimetil-bisiklo (2,2,1) heptan 2-ol (11,55%). Bila dibandingkan, terdapat perbedaan antara komponen penyusun minyak kulit jeruk purut hasil penelitian ini dengan penelitian Herawaty (2005). Namun 3 komponen utama hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan komponen utama minyak atsiri kulit jeruk purut hasil penelitian Herawaty (2005). Komponen utama dalam penelitian ini memiliki bobot molekul 154 sebagaimana bobot molekul sitronellal, memiliki formula C10H18O. Puncak dasar muncul pada m/z = 154 dengan molekul yang sangat kecil, menunjukkan sifat yang kurang stabil dan mudah mengalami fragmentasi pada puncak molekul dengan m/z yang lebih rendah. Puncak m/z = 139 terbentuk dari puncak m/z = 154 dengan cara melepaskan gugus CH3 (Dhiaul et al., 2004). Pola fragmentasi senyawa sitronellal dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pola Fragmentasi Senyawa Sitronellal (Mayasari, 2013) 11 Komponen Kimia Penyusun Kayu Manis Hasil pegukuran GC-MS minyak ekstrak kulit kayu manis disajikan dalam Gambar 6. Gambar 6. Kromatogram GC-MS Minyak Kayu Manis (C. burmanii (Nees) Blume) Analisa minyak kayu manis (C. burmanii (Nees) Blume) dengan GC-MS menunjukkan adanya 2 puncak yang muncul pada kromatogram. Analisa data hasil spektroskopi massa dilakukan dengan membandingkan spectra data base Wiley yang disajikan pada Gambar 7. d1 d2 Gambar 7. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Kayu Manis dengan data base Wiley (d1) Puncak 1 Minyak Kayu Manis (d2) Cinnamic aldehyde Wiley Spektrum d1 (sampel) merupakan spektrum dari puncak nomor 1 (Gambar 6), dan memiliki fragmentasi yang serupa dengan spektrum d2 (Wiley), yang teridentifikasi sebagai cinnamic aldehyde, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 1 (Gambar 6) merupakan puncak dari cinnamic aldehyde. 12 Dengan cara yang sama spektrum dari puncak nomor 2 (Gambar 6) serupa dengan spektrum e2 (Wiley) (Gambar 8), yang teridentifikasi sebagai -caryophillene, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 2 (Gambar 6) adalah caryophillene. e1 e2 Gambar 8. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Kayu Manis dengan data base Wiley (e1) Puncak 2 Minyak Kayu Manis (e2) -caryophillene Wiley Komposisi penyusun minyak kayu manis yang telah teridentifikasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimiawi Penyusun Minyak Kayu Manis No Indeks Rumus Kandungan Komponen Kimia BM Puncak Retensi Molekul (%) 1 18,922 cinnamic aldehyde C9H8O 132 98,85 2 23,061 -caryophillene C15H24 204 1,15 Total 100,00 Tabel 4 menunjukkan adanya 2 komponen yang teridentifikasi pada minyak kayu manis, yaitu cinnamic aldehyde (puncak nomor 1) sebesar 98,85% dan -caryophillene (puncak nomor 2) sebesar 1,15%. Prasetya dkk., (2006) melaporkan bahwa komponen kimia penyusun minyak kulit batang kayu manis mengandung cinnamic aldehyde (91,18%), eugenol (7,64%), dan cinnamyl acetate (1,18%). Hasil penelitian tersebut sedikit berbeda dari hasil analisa KG-MS dalam penelitian ini karena adanya eugenol, namun komponen utama yang dihasilkan tetap sama yaitu cinnamic aldehyde. Perbedaan ini dimungkinkan karena adanya perbedaan tempat tumbuh sampel yang diperoleh (Wahyu dkk., 2013). Puncak 1 dengan m/z = 131 menunjukkan senyawa khas aldehid aromatis dari Ar-CH=CHCO+. Selanjutnya keberadaan senyawa aldehid ditunjukkan dengan 13 pelepasan CHCHCO menghasilkan puncak ion fenil (m/z = 77) (Prasetya dkk., 2006). Pola fragmentasi senyawa cinnamic aldehyde disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Pola Fragmentasi Senyawa Cinnamic aldehyde (Prasetya dkk., 2006) Komponen Kimia Penyusun Akar Wangi Hasil pegukuran GC-MS minyak ekstrak akar wangi disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10. Kromatogram GC-MS Minyak Akar Wangi (V. zizanioides (L.)) Analisa minyak akar wangi (V. zizanioides (L.)) dengan GC-MS menunjukkan adanya 15 puncak yang muncul pada kromatogram dengan 1 komponen yang tidak teridentifikasi yaitu komponen pada puncak nomor 4. Sedangkan analisa data hasil spektroskopi massa 3 puncak tertinggi yaitu puncak ke 11, 7 dan 10, dilakukan dengan membandingan spectra data base Wiley yang disajikan pada Gambar 11. 14 f1 f2 Gambar 11. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Akar Wangi dengan data base Wiley (f1) Puncak 11 Minyak Akar Wangi (f2) Isokhuzenic acid (Lailatul, 2010) Spektrum f1 (sampel) merupakan spektrum dari puncak nomor 11 (Gambar 10), dan memiliki fragmentasi yang serupa dengan spektrum f2, yang diduga merupakan senyawa isokhuzenic acid. Dengan cara yang sama spektrum dari puncak nomor 7 (Gambar 12) serupa dengan spektrum g2 (Wiley) (Gambar 12), yang teridentifikasi sebagai clovene, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 7 (Gambar 10) adalah clovene. g1 g2 Gambar 12. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Akar Wangi dengan data base Wiley (g1) Puncak 7 Minyak Akar Wangi (g2) Clovene Wiley Demikian pula untuk spektra puncak nomor 10 serupa dengan spektrum h2 (Wiley) (Gambar 13), yang teridentifikasi sebagai solavetivone, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 10 (Gambar 10) adalah solavetivone. 15 h1 h2 Gambar 13. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Akar Wangi dengan data base Wiley (h1) Puncak 10 Minyak Akar Wangi (h2) Solavetivone Wiley Komposisi penyusun minyak akar wangi yang telah teridentifikasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Kimiawi Penyusun Minyak Akar Wangi No Indeks Puncak Retensi 1 9,655 2 13,158 3 15,953 4 26,804 5 27,811 6 31,086 7 31,196 8 32,213 9 32,592 10 32,828 11 33,130 12 33,380 13 33,780 14 34,184 15 34,967 Total Komponen Kimia decane undecane azulene alloaromadendrene clovene velerenol nootkatone solavetivone isokhuzenic acid valerenal cycloisosativene benzophyran caryophyllene oxide Rumus Molekul C10H22 C11H24 C10H8 C15H26O C15H24 C15H26O2 C15H24 C15H24O C15H22O C15H22O C15H22O2 C15H22O C14H22O2 C13H20O C16H20O4 BM 142 156 128 222 204 238 204 220 218 218 234 218 222 192 276 Kandungan (%) 0,83 0,67 2,04 2,03 1,42 6,64 28,26 7,42 1,27 8,60 29,06 4,51 2,25 2,05 2,97 100,02 Tabel 5 menunjukkan adanya 15 komponen yang teridentifikasi pada minyak akar wangi. Dan 3 komponen dengan puncak tertinggi yaitu isokhuzenic acid sebesar 29,06%, clovene sebesar 28,26% dan solavetivone sebesar 8,60%. Sani (2011) melaporkan bahwa komponen utama penyusun minyak atsiri akar wangi antara lain vetivenol 60-75%, vetiveron 7,8-35,1% dan 0,28% mengandung vetivena, asam palmitat, asam benzoat dan asam vetivenat. Menurut Shibamoto et al. (1981), komponen yang terkandung dalam fraksi fenolik minyak akar wangi asal India 16 antara lain, metoksifenol, o-kresol, p-kresol, mkresol, eugenol, 4-vinilguaikol, cisisoeugenol, trans-isoeugenol, 4-vinilfenol, vanilin dan asam zizanoat. Sedangkan penelitian Cazaussus et al. (1988), menunjukkan 100 komponen yang berhasil teridentifikasi. Nampaknya minyak atsiri akar wangi yang menjadi aroma khas dari minyak akar wangi memiliki variasi yang sangat besar, terbukti dari berbagai hasil penelitian yang menunjukkan komponen senyawa penyusun yang relatif tidak sama. Adanya perbedaan-perbedaan komponen penyusun minyak akar wangi sangat dipengaruhi oleh sifat fisiko-kimianya. Sifat fisiko-kimia minyak akar wangi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti asal daerah, jenis tanaman, umur panen dan metode yang digunakan. (Mulyono dkk., 2012). Struktur senyawa isokhuzenic acid disajikan pada Gambar 14. Gambar 14. Struktur Senyawa Isokhuzenic acid (Lailatul, 2010) Solid Perfume Formulasi dilakukan dengan menggunakan hasil ekstraksi minyak kulit jeruk purut, kayu manis dan akar wangi dengan perbandingan masa. Untuk pembuatan solid perfume, ditambahkan sebesar 1% minyak dari jumlah krim, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan Formulasi Minyak dan Jumlah Krim yang Digunakan Formulasi Perbandingan Minyak (JP:KM:AW)* Krim (gr) Keterangan A B C D E F G H I** 1:1:1 1:2:2 1:4:2 1:2:4 1:4:4 1:8:4 1:4:8 1:2:8 0:0:0 3 5 7 7 9 13 13 11 Base cream : *JP (Jeruk Purut), KM (Kayu Manis), AW (Akar Wangi) **Formulasi I tanpa hasil ekstraksi, menggunakan base cream (kontrol) Melihat persentase minyak yang ditambahkan ke dalam krim hanya sebesar 1%, maka solid perfume ini merupakan jenis parfum Eau de Fraiche (splash) (Turin, 2009). 17 Organoleptik Solid perfume diuji organoleptik dengan total panelis 30 orang kisaran usia 1925 tahun, pria dan wanita berstatus mahasiswa. Terdapat 3 parameter penentuan, yang pertama tingkat keharuman dengan skor nilai 4 untuk sangat harum, 3 untuk harum, 2 untuk tidak harum dan 1 untuk sangat tidak harum. Yang kedua jenis aroma dengan skor nilai 4 untuk manis, 3 untuk segar, 2 untuk lembut dan 1 untuk tajam. Yang ketiga tingkat kesukaan dengan skor nilai 4 untuk sangat suka, 3 untuk suka, 2 untuk tidak suka dan 1 untuk sangat tidak suka (SNI, 2006). Hasil organoleptik disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Solid Perfume Formulasi I D F H C B E G A W Keterangan : Keharuman Rataan ± SE 2,40 ± 0,18a 2,63 ± 0,24ab 2,70 ± 0,23ab 2,77 ± 0,24abc 2,83 ± 0,23bc 2,87 ± 0,16bc 2,87 ± 0,23bc 2,90 ± 0,17bc 3,23 ± 0,18c 0,425 Jenis Aroma Rataan ± SE 2,07 ± 0,25a 2,67 ± 0,29ab 2,77 ± 0,35ab 2,63 ± 0,29ab 2,87 ± 0,36ab 2,03 ± 0,29ab 2,73 ± 0,33ab 2,77 ± 0,28ab 3,30 ± 0,34b 0,649 Kesukaan Rataan ± SE 2,33 ± 0,15a 2,60 ± 0,22ab 2,57 ± 0,22ab 2,67 ± 0,22b 2,77 ± 0,15b 2,73 ± 0,19b 2,60 ± 0,22ab 2,77 ± 0,20b 2,87 ± 0,23b 0,430 *SE = Simpangan Baku Taksiran *W = BNJ 5 % *Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata sedangkan angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa hanya formulasi A tergolong harum dengan jenis aroma segar walaupun masih tidak disukai oleh panelis. Uji Iritasi Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa solid perfume yang digunakan tidak menimbulkan gejala-gejala iritasi terhadap panelis sehingga krim parfum dapat digunakan dengan aman. 18 Uji Ketahanan Aroma Uji ketahanan intensitas aroma dilakukan pada formulasi terpilih yaitu formulasi A, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Uji Ketahanan Aroma Formulasi A Waktu (menit) 0 4 9 68 Aroma ++++ +++ ++ + (hilang) Uji ketahanan intensitas aroma menunjukkan berapa lama parfum yang digunakan dapat bertahan hingga aromanya menghilang. Pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa dari ketiga formulasi hanya bertahan dari 0 menit hingga ± 50 menit, sehingga dapat disimpulkan parfum yang telah dibuat merupakan jenis parfum Eau de Fraiche yang bertahan kurang lebih 1 jam. Hal ini juga sesuai dengan jenis parfum yang telah dibuat dengan konsentrat bahan wewangian sebanyak 1%. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Komposisi kimia penyusun minyak kulit jeruk purut terdiri atas 21 komponen kimia dengan kandungan terbanyak citronellal sebesar 30,63%, minyak kayu manis terdiri atas 2 komponen kimia dengan kandungan terbanyak cinnamic aldehyde sebesar 98,85%, sedangkan minyak akar wangi terdiri atas 15 komponen kimia dengan kandungan terbanyak isokhuzenic acid sebesar 29,06%. 2) Berdasarkan hasil analisa data uji organoleptik, solid perfume dengan perbandingan masa minyak kulit jeruk purut, kayu mansi dan akar wangi (1:1:1) yang dihasilkan tergolong harum, segar dan tidak menimbulkan iritasi, namun tidak disukai oleh panelis. 19 DAFTAR PUSTAKA Adliani, N., Nazliniwaty, dan Purba, D. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.). Journal of Pharmaceutics and Pharmacology, vol. 1 (2) : 87 – 94. Aftel and Mandy. 2001. Essence & Alchemy : A Natural History of Perfume. Gibbs Smith Publisher Weekly. Athikomkulchai, S., Watthanachaiyingcharoen, R., Tunvichien, S., Vayumhasuwan, P., Karnsomkiet, P., Sae-Jong, P. and Ruangrungsi, N. 2008.'The Development of AntiAcne Products From Eucalyptus Globulus and Psidium Guajava Oil', Journal Health Res, vol. 22 (3) : 109 - 113. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Uji Sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Cazaussus, A., Pes, A., Sellier, N., and Tabet, J.C. 1988. GC-MS and GC-MS-MS Analysis of a Complex Essential Oil. Chromatographia 25 (10) : 865 - 869. Dhiaul, E. I., Hardjono S., and Muchalal, M. 2004. Study of Catalytic Cyclisation of (+)Citronellal with Zn/-Alumina As Catalyst. Indonesian Journal of Chemistry 4 (3) : 192 - 196. Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta : Penebar Swadaya. Hanafi, M. 2013. Makalah Parfum. <http://hanafimisura.blogspot.com/2013/01/makalah-parfum.html> [12/2/14] Melalui Herawaty, G. 2005. Karakterisasi Simplisia dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Kulit Buah Jeruk Purut (Cytrus hystrix DC) Kering. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian vol. 3 (1) : 15 - 17. Farmasi FMIPA-USU. Medan. Huchin, V., Ivan, E., Raciel, E., Luis, F., and Enrique, S. 2013. Chemical Composition of Crude Oil from The Seeds of Pumpkin (Cucurbita spp.) and Mamey Sapota (Pouteris sapota Jacq.) Grown in Yucatan, Mexico. Journal of Food vol. 11 (4) : 324 - 327. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka. Lailatul, L. K., Kadarohman, A., dan Eko, R. 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) Terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti, Culex sp., dan Anopheles sundaicus. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia vol 1 (1) : 59 - 65. Mayasari, D., Afghani, J., dan Wibowo, M. A. 2013. Pengaruh Variasi Waktu dan Ukuran Sampel terhadap Komponen Minyak Atsiri dari Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.). JKK, tahun 2013, vol. 2 (2) : 74 - 77. Mulyono, E., Sumangat, D., dan Hidayat, T. 2012. Peningkatan Mutu dan Efisiensi Produksi Minyak Akar Wangi Melalui Teknologi Penyulingan dengan Tekanan Uap Bertahap. Bogor : Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian vol 8 (1) : 35 - 47. 20 Novi, R. 2010. Pemanfaatan Minyak Atsiri Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) dari Famili Poaceae sebagai Senyawa Antimikroba dan Insektisida Alami. Penelitian Aktivitas Kimiawi Tumbuhan ITS, Kimia FMIPA-ITS. Surabaya. Prasetya, N. B. A., dan Ngadiwiyana. 2006. Identifikasi Senyawa Penyusun Minyak Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Menggunakan GC-MS. JSKA, vol 9 (1) : 1 4. Ramadan, F. M., Sharanabasappa, G., Seetaram, Y.N., Shesagiri, M., and Moersel, J.T. 2006. Characterisation of Fatty Acid and Bioactive Compounds of Kachnar (Bauhinia purpurea L.) Seed Oil. Journal Article of Science Direct Food Chemistry vol 98 (2) : 359 - 365. Sani, MT. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya : Unesa Univercity Press. Shibamoto T, and Nishimura O. 1982. Isolation and Identidication of Phenols in Oil of Vetiver. Phytochemistry vol. 21 (3) : 793. Steel, R., dan Torie, J. H. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta : Gramedia. Syahrurrozi, 2009. Penetapan Kadar Minyak Atsiri dan Kadar Air pada Kayu Manis dengan Metode Destilasi. Tugas Akhir Analisis Farmasi dan Makanan, Fakultas Farmasi-USU. Medan. Turin, L., and Sanchez, T. 2009. Perfumes: The A-Z Guide. United States : Penguin Putnam Inc. Wahyu, A. W., Yulfi, Z., dan Perry, B. 2013. Minyak Atsiri dari Kulit Batang Cinnamomum burmannii (Kayu Manis) dari Famili Lauraceae sebagai Insektisida Alami, Antibakteri dan Antioksidan. Kimia FMIPA-ITS. Surabaya.