bab i pendahuluan - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan Gubernur, Bupati,
atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah dituntut
untuk lebih memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan asasasas pelayanan publik yang di dalamnya meliputi : transparansi, akuntabilitas,
partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban.
Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar
memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan mendorong
pemerintah untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya, dengan
berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan berkualitas serta
adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintah tersebut. Kinerja instansi
pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan karena masyarakat sering
memonitor setiap perencanaan pemerintah dalam satu periode. Masyarakat mulai
mempertanyakan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh
instansi pemerintah. Walaupun anggaran belanja pemerintah (government
expenditure) semakin meningkat, nampaknya masyarakat belum puas atas kualitas
barang dan jasa yang diberikan oleh instansi pemerintah (Suwandi, 2013).
1
2
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi
dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas
bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan,
akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah
dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pengukuran keberhasilan
maupun kegagalan suatu instansi pemerintah lebih ditekankan kepada kemampuan
instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Dengan kata lain, suatu instansi akan
dinyatakan berhasil apabila dapat menyerap 100% anggaran pemerintah,
meskipun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut
masih berada jauh di bawah standar (Mahsun, 2006:152).
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah
saat ini tidak saja harus mengalokasikan dana publik dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi juga harus mengelola dana publik sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah demi
terwujudnya tata pemerintahan yang baik atau good governance.
Demi terwujudnya good governance maka dalam pelaksanaan otonomi
daerah diperlukan transparansi dan akuntabilitas publik. Pemerintahan yang
transparan dapat dilihat dari adanya kebebasan dan kemudahan dalam
memperoleh informasi secara akurat dan memadai bagi mereka yang
membutuhkan. Sedangkan akuntabel berhubungan dengan pertanggungjawaban
pemerintah kepada stakeholder atas setiap aktivitas yang dilakukannya
(Mardiasmo, 2009:18).
3
Ada
beberapa
permasalahan
yang
berhubungan
dengan
kinerja
akuntabilitas pemerintah daerah. Berkaitan dengan administrative accountability
dan profesional accountability, isu pokok yang muncul adalah buruknya kinerja
pengelolaan anggaran daerah. Kenyataannya tersebut bisa diketahui dari semakin
sedikitnya laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang mendapat opini
wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tahun
2009 jumlahnya hanya 8 dari 164 LKPD yang dilaporkan. Padahal pada tahun
2004 lalu jumlah laporan keuangan daerah yang mendapat opini terbaik berjumlah
21 laporan. Pada tahun 2005 turun menjadi 17 laporan, bahkan pada tahun 2006
merosot tajam menjadi kurang dari 10 laporan (Kumorotomo, 2010).
Berdasarkan temuan yang terungkap dalam BPK RI, upaya pencapaian
target anggaran pemerintah belum dapat terealisasi dengan baik, masih banyak
dana-dana yang tidak teralokasi sesuai dengan tempatnya. Berdasarkan hasil audit
BPK Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010, sebesar 40% atau mencapai 2,4 triliun
pengguna anggaran belum tepat sasaran. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
belum memberikan porsi anggaran yang tepat bagi masalah-masalah yang
berdampak
langsung
pada
masyarakat,
seperti
pengangguran
atau
ketenagakerjaan, pemberdayaan ekonomi atau usaha kerakyatan, dan perbaikan
infrastruktur (BPK RI, 1 Februari 2012). Dengan kenyataan seperti itu, kinerja
dari SKPD belum mencapai akuntabilitas karena SKPD sebagai pengguna
anggaran belum dapat menempatkan skala prioritas dalam program kegiatannya
yaitu program yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
4
Fenomena di masyarakat yang menggambarkan akuntabilitas belum
berjalan sepenuhnya antara lain, tingkat korupsi yang masih tinggi, adanya
penyalahgunaan dana bantuan hibah untuk Yayasan Harapan Bangsa Sejahtera
(YHBS) yang bersumber dari dana APBD Kota Bandung Tahun Anggaran 2012
sebesar Rp. 2.175.000.000. Penyalahgunaan tersebut dilakukan oleh mantan
Anggota DPRD Kota Bandung, akibat perbuatan tersebut negara dirugikan Rp.
2.175.000.000, dalam penerimaan dana hibah tersebut tidak sah karena tidak
memenuhi syarat sebagai penerima dana bantuan hibah, dan juga ada unsur kolusi
pada proses seleksi yang tidak sesuai dengan aturan (detik.com 19 Agustus 2014).
Atas berbagai kelemahan tersebut, maka untuk mencapai akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah, pemerintah daerah dalam proses penganggaran dapat
menggunakan pendekatan kinerja. Pendekatan kinerja merupakan sistem yang
mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen
untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Kenis dalam Abdullah (2005)
mengatakan karakteristik sistem penganggaran, meliputi partisipasi penyusunan
anggaran dan kejelasan sasaran anggaran.
Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan pelibatan staf dan
manajer dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penyusunan
anggaran dapat meningkatkan motivasi dan tanggungjawab staf dan manajer
terhadap pencapaian target anggaran. Sebaliknya anggaran yang tidak partisipatif
dapat berdampak negatif terhadap motivasi dan komitmen pelaksana anggaran
untuk mencapai target anggaran (Mahmudi, 2011:80).
5
Kejelasan
anggaran
mencerminkan
sejauhmana
sasaran
anggaran
dinyatakan secara spesifik, jelas, dan dapat dipahami oleh mereka yang
bertanggungjawab untuk mencapainya. Adanya sasaran anggaran yang jelas,
maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan tugas organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sasaran yang tidak jelas dapat menimbulkan
ketegangan dan ketidakpuasan bagi para pelaksana (Abdullah, 2005).
Instansi pemerintah yang berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas
kinerja dan menyampaikan pelaporannya adalah instansi dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah daerah kabupaten/Kota. Adapun penanggung jawab penyusunan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang
secara fungsional bertanggung jawab melayani fungsi administrasi di setiap
instansi. Pimpinan instansi bersama tim kerja mempertanggungjawabkan dan
menjelaskan keberhasilan atau kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lita Andriyani Perwitasari (2011)
yang melakukan penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Penelitian
dengan judul Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan
Sistem Pelaporan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dengan
Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderasi, hasilnya menunjukkan bahwa
kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah, sedangkan partisipasi anggaran dan sistem pelaporan
berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sherillia Septiriane (2012) yang
melakukan penelitian pada DPRD Kota Bandung. Penelitian dengan judul
Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Penerapan Akuntansi Sektor Publik
terhadap Akuntabilitas Kinerja, hasilnya menunjukkan bahwa kejelasan sasaran
anggaran memiliki hubungan yang kuat terhadap akuntabilitas kinerja dan
penerapan akuntansi sektor publik memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap
akuntabilitas kinerja.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan
penelitian dengan judul : ”PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN
ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP
AKUNTABILITAS
KINERJA
INSTANSI
PEMERINTAH
DAERAH
(Survey Pada Dinas SKPD Pemerintah Daerah Kota Bandung)”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat
diidentifikasikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengaruh
partisipasi
penyusunan
anggaran
terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung.
2. Bagaimana pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung.
3. Bagaimana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan
sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah
Kota Bandung.
7
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan data-
data yang relevan dengan objek penelitian yang penulis kaji, sehingga setelah data
yang sudah diolah dan dianalisis dapat dijadikan bahan pengujian teori dan
praktek. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan
kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah daerah Kota Bandung.
1.4
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian
juga menambah pamahaman tentang bagaimana pengaruh partisipasi
penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah di kota Bandung
beserta fenomena yang terjadi di dalamnya.
8
2. Bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam
partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran
terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah agar
terciptanya akuntabilitas kinerja pemerintah yang baik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan
bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sejenis.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas
dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada
Dinas SKPD Pemerintah Daerah kota Bandung. Dengan waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan November 2015.
Download