BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit di dalam sistem kesehatan nasional merupakan salah satu rantai Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia. Rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan guna pemulihan penderita. Seperti kita ketahui pelayanan medik merupakan pelayanan yang menonjol dan memegang peranan yang penting dalam proses penyembuhan pasien, tapi tidak akan berarti bila tidak didukung oleh pelayanan penunjang medik yaitu gizi, radiologi, laboratorium, farmasi dan nonmedis 18. Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan individu dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi seseorang sangat berpegaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi seseorang 7. Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit yaitu : 1. Asuhan Gizi 2. Penyelenggaraan makanan 3. Penelitian dan Pengembangan Gizi 7. 10 Peranan pelayanan gizi terhadap penyembuhan pasien yang dirawat telah banyak disadari oleh dokter maupun paramedis. Pengawasan ketat dalam tata laksana asuhan gizi akan memberikan beberapa manfaat : 1. Mempertahankan status gizi agar tidak menurun. 2. Mencegah/mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi metabolik maupun infeksi serta interaksi obat dan bahan gizi yang pada akhirnya diharapkan mampu menurunkan morbiditas dan mortalitas. 3. Biaya perawatan menjadi lebih rendah akibat masa rawat inap yang lebih pendek 8. Tingginya angka prevalensi gizi kurang di Rumah Sakit (RS) menimbulkan perhatian yang besar terhadap kegiatan pelayanan gizi termasuk asuhan gizi. Dengan perbaikan strategi asuhan gizi, terbukti jumlah pasien gizi kurang menurun menjadi 38 % pada tahun 1988. Namun demikian, perkembangan ini berjalan lambat. Hasil penelitian pada tahun 1995 menunjukkan 50 % pasien rawat inap mengalami gizi kurang dengan derajat bervariasi dan sebanyak 2530% penderita mengalami gizi kurang yang semakin berat selama perawatan 11. Di Jakarta dari hasil beberapa penelitian pada tahun 1995-1999 yang dilakukan di Rumah Sakit Umum (RSU), didapatkan 20-60% pasien menderita gizi kurang pada saat masuk RS 8. Peristiwa inipun terjadi di Sub-Bagian Ginekologi RSCM. Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada pasien ginekologi yang dirawat di RSCM, ternyata 22.7-32 % pasien menderita KEP 11 selama dirawat di rumah sakit 15. Klasifikasi gizi kurang pada pasien rawat inap berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab primer gizi kurang adalah karena asupan zat gizi yang tidak adekuat sedangkan penyebab mempengaruhi sekunder gizi kurang adalah penyakit yang dapat asupan makanan, meningkatnya kebutuhan, perubahan metabolisme dan malabsorbsi 11. Pengamatan pada pasien yang dirawat di RS umum Australia ditemukan 45% dengan Hb rendah, 35% Albumin rendah, serta 24% berat badan berkurang. Hal ini terjadi pula pada pengamatan 13 pasien I rumah sakit pendidikan di Amerika ditemukan 48% kurang gizi, 37 orang di antaranya dirawat lebih dari 2 minggu, 78% terjadi penurunan LLA, 70% kehilangan berat badan dan Albumin menurun rata-rata 0.5 gr/dl. Pada tahun 1965 Dep Kes meresmikan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan (RSJSH) sebagai rumah sakit pelopor kesehatan jiwa di bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit ini adalah rumah sakit tipe A dengan Visi menjadi pusat unggulan dalam pelayanan kesehatan jiwa perkotaan. Dan salah satu misi rumah sakit ini adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan bagi masyarakat perkotaan di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pada tahun 2008, dari 13.935 pengunjung poli rawat jalan sebanyak 59% (8237 pasien) dengan diagnosa schizophrenia. Schizophrenia adalah kelainan 12 otak yang kronis dan membuatnya tidak berfungsi, dan telah dikenal orang disepanjang sejarah. Orang dengan schizophrenia dapat mendengar suara yang tidak didengar orang lain atau mereka dapat percaya bahwa orang lain membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana menyakiti mereka. Orang dengan schizophrenia dapat berbicara yang tidak masuk akal, dapat duduk selama berjam-jam tanpa bergerak atau banyak bicara, atau dapat terlihat baik-baik saja sampai mereka mengatakan apa yang sebenarnya mereka pikirkan. kebanyakan orang dengan schizophrenia memiliki kesulitan dalam bekerja atau mengurusi diri mereka sendiri, beban pada keluarga dan masyarakat menjadi cukup signifikan. Perawatan yang tersedia dapat melepaskan banyak dari gejala-gejala gangguan ini, namun kebanyakan orang yang mengalami schizophrenia harus tetap mengalami gangguan yang tersisa sepanjang hidup mereka. Pada Juli 1993 sampai dengan Mei 1999, Martin Bechter, dkk melakukan studi cohort kepada 352 orang pasien selama 52 minggu yang diberikan obat antipsikotik dengan dosis < 200 mg/hari hingga ≥ 600 mg/hari. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dosis pemberian obat antipsikotik mempengaruhi berat badan pasien schizophrenia. Dengan rata-rata penambahan berat badan 3.19 kg dan 60% pasien mengalami perubahan berat badan pada 12 minggu pertama. 13 Tim asuhan gizi RSJSH memberikan terapi gizi kepada pasien schizophrenia dengan status gizi kurang yaitu memberikan makanan tambahan dalam bentuk susu dan telur dalam bentuk terpisah yang kaya akan kandungan gizi khususnya energi dan protein di samping makanan yang biasa disajikan. Makanan tambahan ini mengandung 261.25 kal dengan 17 gr protein, 15 gr lemak dan 23 gr hidrat arang, jadi asupan makanan yang diberikan mengandung 2500 kal. ± 2500 kal/hari. Pemberian makanan tambahan ini bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi, menambah berat badan pasien untuk memperbaiki kualitas gizi mereka sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan yang pada akhirnya mengurangi biaya rawat inap karena mengurangi hari rawat. Maka, pemberian makanan tambahan merupakan alternatif yang tepat. Perlu diketahui, pasien ini tidak seperti pasien rawat inap pada umumnya. Mereka jarang dijenguk bahkan untuk pulangpun pihak rumah sakit harus menelepon keluarga pasien karena seringkali keluarga mereka tidak peduli dengan keadaan mereka. Sebagian besar pasien schizophrenia ini berasal dari panti-panti sosial dan dari keluarga yang kurang mampu sehingga dapat dikatakan asupan mereka sebelum masuk rumah sakit belum memenuhi kebutuhan gizi. Dengan demikian asupan mereka sangat bergantung pada makanan yang disediakan rumah sakit karena sangat sedikit pasien yang 14 memperoleh makanan dari luar (keluarga) dan mereka sangat bergantung pada orang terdekat untuk membantu proses penyembuhan penyakit mereka. Setelah dievaluasi, ditemukanlah kendala yang cukup serius. Seringkali makanan tambahan yang diberikan pada satu pasien direbut oleh pasien lain karena mereka salalu merasa lapar dan iri, sulitnya menambah berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang. Pasien jiwa sulit untuk diberikan pengertian, karena kondisi psikologis yang tidak mendukung sehingga diperlukan komunikasi dan penanganan yang tepat dengan melakukan terobosanterobosan baru yaitu mencoba mengganti bentuk makanan tambahan sehingga lebih bernilai guna atau efektif meningkatkan status gizi pasien tersebut. Belum adanya penelitian yang dilakukan pada pasien schizophrenia dengan status gizi kurang yang membuat saya lebih tertarik untuk melakukan penelitian ini. Oleh karena itu, saya melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan tambahan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Diharapkan makanan tambahan dalam bentuk modisko dapat mengatasi permasalahan di atas dan lebih cepat menambah berat badan pasien yang dapat meningkatkan status gizi pasien yang pada akhirnya dapat memperpendek hari rawat. 15 B. Identifikasi Masalah Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan tentunya harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi yang adekuat harus tepat sasaran baik dalam jumlah penyajian, cara penyajian, bentuk penyajian dan waktu penyajian. Di RSJSH terapi gizi yang diberikan pada pasien dengan gizi kurang adalah dengan memberikan makanan tambahan berupa susu dan telur yang mengandung 261.25 kal , 17 gr protein, 15 gram lemak dan 23 gr hidrat arang. Setelah dievaluasi ternyata dalam pemberian terapi diet mengalami kendala yang cukup serius. Seringkali makanan tambahan yang kami berikan pada satu pasien direbut oleh pasien lain sehingga sulit tercapainya penambahan berat badan. Dengan kondisi lapangan seperti itu, dapat dikatakan bahwa makanan yang diberikan tidak tepat sasaran. Pasien ini sulit untuk diberikan pengertian, karena kondisi psikologis yang tidak mendukung. Oleh karena itu, saya melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan tambahan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Diharapkan makanan tambahan dalam bentuk modisko dapat mengatasi permasalahan di atas dan lebih cepat meningkatkan berat badan pasien sehingga meningkatkan status gizi pasien menjadi lebih baik. 16 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian di atas karena adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga peneliti maka peneliti membatasi pada beberapa faktor yang merupakan beberapa indikator keberhasilan terapi gizi yaitu dengan melihat perubahan berat dan besarnya asupan makanan tambahan yang digambarkan lewat daya terima makanan. D. Perumusan Masalah Berkaitan dengan penjelasan tersebut maka masalah yang akan diungkapkan dalam tulisan ini adalah “Apakah ada perbedaan penambahan berat badan rata-rata pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan tambahan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan ?” E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan tambahan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan. 17 2. Tujuan Khusus a. Menghitung perubahan berat badan pasien di awal dan akhir b.Mengidentifikasikan penambahan berat badan pada bentuk makanan tambahan 1 c. Mengidentifikasikan penambahan berat badan pada bentuk makanan tambahan 1 d.Menghitung asupan energi yang berasal dari kedua bentuk makanan tambahan e. Menganalisis perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien dari kedua bentuk makanan f. Menganalisis perbedaan rata-rata asupan energi makanan tambahan dari kedua bentuk makanan g.Menganalisis perbedaan rata-rata penambahan berat badan berdasarkan jumlah asupan makanan tambahan F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit khususnya tim asuhan gizi dalam memberikan makanan tambahan bagi pasien schizophrenia dengan gizi kurang dalam bentuk yang tepat. 18 2. Bagi Peneliti Menambah pengalaman yang berharga dan menambah wawasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian mengenai bentuk makanan tambahan yang tepat untuk pasien schizophrenia dengan gizi kurang 3. Bagi Masyarakat Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya keluarga pasien dapat mengetahui bentuk makanan tambahan yang tepat untuk pasien schizophrenia dengan gizi kurang. 19