I. PENDAHULUAN 1 II. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Bakteri Ralstonia sp. Penyakit layu bakteri dapat menimbulkan kematian cukup besar pada tanaman cabai, dan menurunkan produksi serta kerugian hasil mencapai 60-80% (Asman et al., 1993). Penyebab penyakit layu bakteri pada tanaman cabai adalah Ralstonia sp. Ralstonia sp. adalah spesies yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan oleh variabilitas genetiknya yang luas dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan setempat, sehingga di alam dijumpai berbagai strain Ralstonia sp. dengan ciri yang sangat beragam (Hardiyanti, 2013). Tanaman inang dari penyakit ini antara lain tembakau (Nicotiana tabacum L.), kentang (Solanum tuberosum L.), kacang tanah (Arachis hypogea L), pisang (Musa spp.) serta nilam (Pagostemon cablin Benth) (Nasrun, dkk., 2007). Bakteri ini menginfeksi akar tanaman melalui luka yang terjadi secara tidak langsung pada waktu proses pemindahan tanaman maupun luka akibat tusukan nematoda akar, dan secara langsung masuk ke dalam bulu akar/akar yang muda dengan melisis dinding sel (Liop et al., 1999). Infeksi secara langsung lebih banyak terjadi jika populasi bakteri di tanah terdapat dalam jumlah yang tinggi (Semangun, 1988). Gambar 1. Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) dengan gejala layu bakteri di lahan pertanian daerah bedugul (Sumber : Foto pribadi, 2015) 5 Ralstonia sp. merupakan patogen tular tanah dan dapat menyebar dengan mudah melalui bahan tanaman, alat pertanian, dan tanaman inang (Sitepu dan Mogi 1996). Kemampuan bakteri tanah bertahan hidup diduga sangat bergantung pada keberadaan tanaman inang. Gejala serangan penyakit ini pada cabai ditandai oleh layunya beberapa daun muda atau menguning atau mengkerutnya daun tua sebelah bawah (Wijiyono, 2009). Gambar 1 menunjukkan salah satu gejala yang dapat diamati pada tanaman cabai yang terinfeksi oleh patogen ini. Apabila bagian tanaman yang terinfeksi (batang, cabang, dan tangkai daun) dibelah, maka akan tampak ikatan pembuluh berwarna coklat. Selain itu, bagian empulurnya sering berwarna kecoklatan (Gambar 2). a Gambar 2. Batang cabai yang terserang Ralstonia sp. (a). Gejala coklat kehitaman (Sumber: http://agrowangi.blogspot.co.id) a Gambar 3. Lendir yang keluar dari batang terinfeksi Ralstonia sp. (a). Massa (oose) bakteri (Sumber : http://bumijayamakmur.blogspot.co.id/) 6 Pada penyakit stadium lanjut, organ tanaman yang terinfeksi ketika dipotong dan dimasukkan ke dalam air akan keluar lendir yang menunjukkan keberadaan Ralstonia sp. seperti (Gambar 3). Lendir ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu Fusarium (Semangun, 2002). 2.1.1. Morfologi bakteri Ralstonia sp. Ditinjau dari segi morfologi dan fisiologinya, Ralstonia sp. merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,5-0,7 x 1,5-2,5 μm, berflagela, bersifat aerobik, tidak berkapsula, umumnya isolat yang virulen memiliki flagella sedangkan isolat non virulen flagelnya panjang serta membentuk koloni berlendir berwarna putih (Gambar 4) (Holt et. al., 1994). Gambar 4. Koloni Ralstonia sp. berlendir berwarna merah muda pada media TZC (Triphenyl Tetrazolium Chlorida) (Sumber: http://laporanbakteri.blogspot.co.id) 2.1.2. Klasifikasi Bakteri Ralstonia sp. Menurut Holt et. al. (1994), klasifikasi bakteri Ralstonia sp. adalah sebagai berikut: Kingdom : Prokariotik Divisio : Gracilicutes Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales 7 2.2. Famili : Pseudomonadaceae Genus : Ralstonia Spesies : Ralstonia sp. Sinonim : Pseudomonas sp. Tanaman Cabai Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) berasal dari daerah tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin (Yulianah, 2007). Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko (Tisdale et. al., 2003). Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010). Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia (Yulianah, 2007). Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, cabai juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin (Naidu, 2003). Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Jika seseorang mengonsumsi kapsaisin terlalu banyak, maka akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung kapsisidin (Sidonia et. al., 2005). Khasiat dari senyawa ini adalah untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan (Naidu, 2003). Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal (Harpenas, 2010). 2.2.1. Morfologi tanaman cabai. Tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. 8 1. Akar Menurut Harpenas (2010), cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang yang agak menyebar dengan panjang berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah dan menguatkan berdirinya batang tanaman. Sementara itu Tjahjadi (2010), melaporkan bahwa akar tanaman cabai yang tumbuh sampai kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat berfungsi sebagai penegak pohon. Dari akar tunggang tumbuh akar-akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil-kecil dan membentuk masa yang rapat. 2. Batang Menurut Hewindati (2006), batang utama cabai tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dan diameternya sekitar 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Batang cabai memiliki batang berkayu, berbuku-buku, percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna hijau (Dermawan, 2010). Tjahjadi (2010), menyatakan bahwa tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm dengan diameter data 5-2 cm. 3. Daun Daun cabai menurut (Dermawan, 2010) berbentuk hati, lonjong, atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling. Menurut Hewindati (2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. 9 Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau. 4. Bunga Menurut Hendiwati (2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Menurut Tjahjadi (2010), bunga cabai merupakan bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. Tjahjadi (2010), menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1-1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning. 5. Buah dan Biji Buah cabai menurut Dermawan (2010), buahnya buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang menciumnya, tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan. 2.2.2. Klasifikasi Menurut Dermawan, (2010) klasifikasi tanaman cabai adalah sebagai berikut: 10 Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum annuum L. 2.2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budidaya tanaman cabai adalah sebagai berikut: 1. Iklim Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, termasuk tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-280C. Pada suhu tertentu seperti 150C dan lebih dari 320C akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin. Menurut Tjahjadi (2010), mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Komponen iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman cabai diantaranya: Sinar matahari dengan penyinaran secara penuh, bila penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal. Curah hujan yang paling baik bagi tanaman cabai adalah 800-2000 mm/tahun. Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah berturut-turut 210C-280C dan 130C-160C pada siang dan malam hari, dengan kelembaban tanaman sekitar 80%. Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi yang berfungsi untuk menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya. 2. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 mdpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran 11 tinggi (1400 mdpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal 3. Tanah Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Tanaman cabai juga dapat ditanam pada lereng-lereng gunung atau bukit dengan kemiringan lereng antara 0-100 (Tjahjadi, 2010). Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010). Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dkk., 1984). Sedangkan menurut (Tjahjadi, 2010) tanaman cabai dapat tumbuh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K. Tanaman cabai sangat tidak cocok dengan lahan dengan air yang menggenang. 2.3. Mekanisme Kerusakan Pada Tanaman Cabai Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia sp. merupakan salah satu penyakit tanaman paling berbahaya yang tersebar luas di daerah tropika dan sub tropika dan banyak menyerang tanaman pertanian, seperti tomat, kacang tanah, pisang, kentang, tembakau dan suku Solanaceae lainnya (Nasrun, dkk., 2007). Ralstonia sp. terutama memasuki tanaman melalui lubang alami atau dari luka, terutama di akar. Lubang alami biasanya dibentuk oleh lateral munculnya akar, sementara luka adalah hasil dari kerusakan akar yang disebabkan oleh organisme soilborne misalnya nematoda, gulma, dan serangga (Ajanga, 1993). Ralstonia sp. masuk dan menginfeksi pada luka-luka di bagian akar, selanjutnya bakteri masuk ke jaringan tanaman bersama-sama unsur hara dan air secara difusi dan menetap di pembuluh xilem dalam ruang antar sel (Duriat, 2009). Bakteri memperbanyak diri melalui pembuluh xilem (Agrios, 2005), dan merusak sel-sel tanaman yang ditempatinya tersebut sehingga pengangkutan air dan zat-zat makanan terganggu oleh massa bakteri dan sel-sel pembuluh xilem yang hancur (Duriat, 2009). Akibat dari serangan ini, proses translokasi air dan 12 nutrisi menjadi terganggu, sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Agrios, 2005). Setelah masuk ke tanaman bergerak secara sistemik mengikuti aliran cairan dalam pembuluh xylem ke bagian tanaman lain (Yulianah, 2007). Aspek-aspek penyebab layu adalah: pengaliran terbatas dan transportasi air ke daun menjadi terhambat, viskositas cairan dalam jaringan pembuluh meningkat, terjadi penyumbatan terhadap transport air, bagian yang paling kritis adalah tangkai dan tulang daun, terjadinya kerusakan pada membran luar dan membran dalam sel dan keluarnya elektrolit dari dalam sel (Wijiyono, 2009). 2.4. Produk CustomBio untuk mengendalikan penyakit pada tanaman Berbagai jenis produk probiotik tanah telah berkembang dan beredar dilapangan, seperti Glio-R, Trichor-TM, Corine, Bactoxyn 150 AL, Arashi, dan CustomBio (Lampiran 3). CustomBio (Gambar 5) merupakan produk hasil dari sebuah program pengembangan dan penelitian secara extensif di Amerika Serikat dibawah bimbingan dan pengelolaan dari ahli mikrobiologis terkenal Dr. Clarence L. Baugh, Ph.D. Produk ini sebagai probiotik alami dan organik untuk tanah. CustomBio mengandung bakteri dan jamur yang menguntungkan yang secara alami ditemukan pada tanah-tanah yang sehat dan produktif, yang membantu tanaman untuk tumbuh lebih besar dan lebih baik (Biosystem, 1992). Gambar 5. Produk CustomBio (BiotaMax) (Sumber: Biosystem, 1992) Penelitian produk ini oleh PG Cinta Manis PTPNVII tahun 2010, melaporkan aplikasi CustomBio pada tanaman tebu dengan dosis 6-8 tablet per 13 hektar yang dilarutkan dalam 200 liter air mampu menekan populasi jamur Xylaria sp. penyebab penyakit akar hitam (Opete, 2010) sebesar 88%-97% selama 30 hari setelah aplikasi. 14 15