optimasi manajemen penggunaan energi listrik dari beberapa

advertisement
SISTEM CHARGING BATERAI PADA PERANCANGAN MOBIL
HYBRID
Umar Hasan#1, Ir. Dedid Cahya H.,MT.#2
Mahasiswa Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya#3
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Telp (+62) 031-59447280 .Fax (+62) 031-5946114
[email protected]
[email protected]
Abstrak
Mobil hybrid saat ini menjadi pembicaraan di dunia otomotif. Kendaraan ini membutuhkan pengisian baterai dari
dua sumber yaitu PLN dan alternator. Kemampuan pengisian baterai pada kendaraan yang tepat dapat menjaga baterai
awet dan tahan lama. Namun demikian, masih banyak penelitian yang belum sempurna untuk mendapatkan kemampuan
tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang tepat dan efisien. Pada proyek akhir kali ini akan digunakan metode
pengisian baterai yang dapat menjaga kestabilan arus pengisian baterai yang aman dengan mengontrol perubahan arus
pengisian. Arus pengisian sebesar 10 % ( 0.1 C ) dari kapasitas baterai. Selain itu pada saat tegangan baterai tercapai
sebesar 13.8 V, pengisian harus dihentikan agar baterai tidak cepat rusak. Pengisian dari PLN menggunakan penyulutan
SCR dengan mengatur besar sudut penyulutan. Penyulutannya menggunakan IC TCA785 dengan mengatur kaki pada pin
11 sebesar 0-10 V melalui potensiometer dan PWM pada mikrokontroler Arduino Nano ATMega328. Sedangkan
pengisian menggunakan alternator, merupakan pengisian dengan tegangan tetap.Dengan menggunakan metode tersebut,
kemampuan pengisian yang dihasilkan berkisar antara 0 – 2.5 A dengan tegangan baterai saat penuh adalah 13.8 V untuk
baterai dengan tipe lead acid 12 V 10 AH. Oleh karena itu proyek akhir ini bisa digunakan pada mobil hybrid dengan
kemampuan arus pengisian sampai 25 % dari kapasitas baterai.
Kata Kunci : Baterai, Charging, Hybrid, Alternator
Abstract
Hybrid cars currently the talk of the automotive world. These vehicles require charging the battery from the two
sources of PLN and the alternator. Battery charging capability on the right vehicle can maintain lasting and durable
batteries. However, more research is not yet perfect to get those skills. It is therefore necessary that proper and efficient
method. At the end of this project will use a battery charging method which can maintain the stability of a secure battery
charging current by controlling the charging current changes. Charging current by 10% (0.1 C) of the battery capacity.
Also when the battery voltage of 13.8 V is reached, the charging should be stopped so that the battery is not quickly
broken. Charging of PLN using SCR with a set of ignition point of ignition. The trigger uses IC TCA785 to set foot on the
pin 11 through a potentiometer of 0-10 V and PWM on the Arduino microcontroller ATMega328 Nano. While charging
using the alternator is charging a fixed voltage.Using these methods, the resulting charging capability ranges from 0 - 2.5
A with a full battery voltage is 13.8 V while for the type of lead acid battery 12 V 10 AH. Therefore, this final project can
be used in hybrid cars by charging current capability up to 25% of battery capacity.
Keyword : Battery, Charging, Hybrid, Alternator
1.
Pendahuluan
Mobil saat ini hanya mengandalkan alternator
sebagai masukan charging aki, tanpa memikirkan
kondisi saat mesin mati. Padahal pada waktu mesin
mati ada sumber lain yang dapat digunakan sebagai
masukan aki, yaitu jala-jala PLN. Oleh karena itulah
sebaiknya sistem charging untuk aki mobil dibuat
secara bergantian dan dilakukan tanpa merusak aki
tersebut.
2.
2.1
Dasar Teori
Alternator [3]
Alternator atau yang lebih kita kenal sebagai
"Dinamo Amper" merupakan suatu unit yang
berfungsi sebagai power supply dan charging system.
Fungsi alternator adalah untuk mengubah energi
mekanis yang didapatkan dari mesin tenaga listrik .
Energi mekanik dari mesin disalurkan sebuah
puli,yang
memutarkan roda dan menghasilkan arus listrik bolakbalik pada stator. Arus listrik bolak-balik ini kemudian
dirubah menjadi arus searah oleh diode-diode.
Komponen utama alternator adalah : rotor
yang menghasilkan medan magnet listrik, stator yang
menghasilkan arus listrik bolak-balik, dan beberapa
diode yang menyearahkan arus. Komponen tambahan
lain adalah : sikat-sikat yang menyuplai arus listrik ke
rotor untuk menghasilkan kemagnetan (medan
magnet), bearing-bearing yang memungkinkan rotor
dapat berputar lembut dan sebuah kipas untuk
mendinginkan rotor, stator dan diode.
1
Konstruksi alternator bagian-bagiannya terdiri
dari :
Gambar 2.3 Konstruksi dan Coil
Stator
Pada gambar 2.3 terlihat konstruksi dan
stator coil. Kumparan stator adalah bagian
yang diam dan terdiri dari tiga kumparan yang
pada salah satu ujung-ujungnya dijadikan satu.
Pada gambar sebelah kanannya terlihat teori
gambar konstruksi ini disebut hubungan “Y”
atau bintang tiga fhase. Bgian tengah yang
menjadi satu adalah pusat gulungan.Dan
bagian ini disebut terminal “N”. Pada bagian
ujung kabel lainnya akan menghasilkan arus
bolak-balik (AC) tiga phase.
e. Rectifier (Diodes)
Gambar 2.1 Bagian-bagian Dari Alternator
a. Pull (pully)
Puli berfungsi untuk tempat tali kipas
penggerak rotor.
b. Kipas (fan)
Fungsi kipas adalah untuk mendinginkan
diode
dan
kumparan-kumparan
pada
alternator.
c. Rotor
Rotor merupakan bagian yang berputar di
dalam alternator, ada rotor terdapat kumparan
rotor (rotor coil) yang berfungsi untuk
membangkitkan kemagnetan. Kuku-kuku yang
terdapat pada rotor berfungsi sebagai kutubkutub magnet, dua slip ring yang terdapat pada
alternator berfungsi sebagai penyalur listrik
ke kumparan rotor. Untuk lebih jelasnya
terlihat pada gambar 2.2 berikut
Gambar 2.4 Rangkaian Penyearah Penuh
3 Fasa
Pada
gambar
2.4
memperlihatkan
konstruksi dan hubungan antara stator coil
dengan diode. Ketiga ujung dari stator
dihubingkan dengan kedua macam diode. Pada
model yang lama terdapat dua bagian yang
terpisah antara diode positif (+) dan diode
negative (-). Bagian positif (+) mempunyai
rumah yang lebih besar daripada yang negatif
(-). Selain perbedaan tersebut ada lagi
perbedaan lainnya yaitu strip merah pada
diode positif dan strip hitam pada diode
negative.
Fungsi
dari
diode
adalah
menyearahkan arus bolak-balik (AC) yang
dihasilkan oleh stator coil menjadi arus searah
(DC). Diode juga berfungsi mencegah arus
balik dari baterai ke alternator.
Gambar 2.2 Konstruksi Rotor
Rotor ditumpu oleh dua buah bearing,
pada bagian depannya terdapat puli dan kipas,
sedangkan di bagian belakang terdapat slip
ring.
d. Stator
2.2
Silicon Control Rectifier (SCR) [4]
Silicon Control Rectifier (SCR) merupakan
salah satu jenis thyristor yang prinsip kerjanya mirip
2
dengan dioda namun dilengkapi gate untuk mengatur
besarnya fasa yang dilalukan. Simbolnya terlihat pada
gambar 2.5 (a). SCR adalah komponen semikonduktor
yang terbentuk dengan struktur empat lapis PNPN
(Positif-Negatif-Positif-Negatif) dengan tiga lapisan
sambungan PN. SCR memiliki tiga terminal yaitu
anoda, katoda dan gate. Sambungan PN (PN junction)
berturut-turut dari anoda diberi simbol J1, J2 dan J3
seperti terlihat pada gambar 2.5(b).
(a)
membuat SCR dalam kondisi menyala atau pemicuan
dan metode membuat SCR dalam kondisi tidak
menghantar atau komutasi. Metode yang digunakan
pada SCR adalah pemicuan melalui gate (pemberian
arus gate) yang dilakukan dengan memberi tegangan
kecil saja pada gate katoda (tergantung spesifikasi
produk), maka arus gate dapat mengalir dan membuat
kondisi SCR dalam keadaan on. Daerah kerja SCR
adalah 0°-180° (sifat umum dioda), maka hanya pada
daerah tersebut pengontrolan fasa dapat dilakukan.
Apabila SCR telah terpicu, maka SCR berada dalam
kondisi menghantarkan arus listrik. Untuk pengaturan
fasa atau menghentikan arus listrik maka diperlukan
metode komutasi yaitu mengusahakan tegangan pada
SCR adalah nol, sehingga arus tidak mengalir. Pada
saat itu dapat dipastikan bahwa SCR dalam kondisi
tidak dapat menghantarkan arus listrik dari anoda ke
katoda hingga pemicuan dimasukkan kembali.
Gambar 2.6 adalah rangkaian sederhana SCR
dan pemicuan SCR sebesar α° serta bentuk gelombang
yang dihasilkan (Rashid,1999).
(b)
(a)
(b)
Gambar 2.6 (a) Rangkaian sederhana SCR (b)
Bentuk gelombang hasil pemicuan SCR
(Rashid,1999)
(c)
Gambar 2.5 (a) Simbol, (b) struktur fisik, dan (c)
karateristik SCR (Rashid,1999)
Dari gambar 2.5(c) dapat dipelajari sistem
operasi SCR. Apabila tegangan anoda lebih positif
dari katoda, sambungan J1 dan J3 pada kondisi
forward bias dan J2 pada kondisi reverse bias. Pada
kondisi ini SCR masih dalam kondisi memblokir
tegangan maju. Agar arus dapat mengalir dari anoda
ke katoda, maka diberikan tegangan antara gate
terhadap katoda. Jika pada katoda tegangan lebih
positif dari anoda, sambungan J2 terbias maju
sedangkan J1 dan J3 terbias mundur. Hal ini seperti
dioda-dioda yang terhubung seri dengan tegangan
balik bagi keduanya. SCR akan berada pada kondisi
reverse blocking dan arus bocor reverse (current
reverse) akan mengalir melalui divais. SCR dapat
dihidupkan dengan meningkatkan tegangan maju
VAK diatas VBO, tetapi kondisi ini bisa merusak
komponen. Dalam penggunaannya, harus mengetahui
cara-cara pengoperasian SCR yaitu dengan metode
Gambar 2.6(a) menunjukkan rangkaian
sederhana SCR. Gambar 2.6(b) menunjukkan jika
SCR dipicu pada α°, maka arus akan ditahan dari 0°α° dan arus akan melewati SCR secara penuh dari α°180°. Pada 180°-360° SCR akan terbias mundur dan
pemicuan tidak akan berguna karena SCR hanya dapat
menghantarkan arus jika terbias maju, sedangkan
apabila terbias mundur SCR akan membloking arus.
2.3
Battery
[6]
Battery atau sering disebut aki, adalah salah
satu komponen utama dalam kendaraan bermotor, baik
mobil atau motor, semua memerlukan aki untuk dapat
menghidupkan mesin kendaraan (mencatu arus pada
dinamo stater kendaraan). Aki mampu mengubah
tenaga kimia menjadi tenaga listrik.
Dikenal dua jenis elemen yang merupakan
sumber arus searah (DC) dari proses kimiawi, yaitu
elemen primer dan elemen sekunder. Elemen primer
terdiri dari elemen basah dan elemen kering. Reaksi
kimia pada elemen primer yang menyebabkan elektron
mengalir dari elektroda negatif (katoda) ke elektroda
positif (anoda) tidak dapat dibalik arahnya. Maka jika
3
muatannya habis, maka elemen primer tidak dapat
dimuati kembali dan memerlukan penggantian bahan
pereaksinya (elemen kering). Sehingga dilihat dari sisi
ekonomis elemen primer dapat dikatakan cukup boros.
Contoh elemen primer adalah batu baterai (dry cells).
Elemen sekunder dalam pemakaiannya harus
diberi muatan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yaitu dengan cara mengalirkan arus listrik (secara
umum dikenal dengan istilah 'disetrum'). Akan tetapi,
tidak seperti elemen primer, elemen sekunder dapat
dimuati kembali berulang kali. Elemen sekunder ini
lebih dikenal dengan aki. Dalam sebuah aki
berlangsung proses elektrokimia yang reversibel
(bolak-balik) dengan efisiensi yang tinggi. Yang
dimaksud dengan proses elektrokimia reversibel yaitu
di dalam aki saat dipakai berlangsung proses
pengubahan
kimia
menjadi
tenaga
listrik
(discharging). Sedangkan saat diisi atau dimuati,
terjadi proses tenaga listrik menjadi tenaga kimia
(charging).
Besar ggl yang dihasilkan satu sel aki adalah 2
Volt. Sebuah aki mobil terdiri dari enam buah aki
yang disusun secara seri, sehingga ggl totalnya adalah
12 Volt. Accu mencatu arus untuk menyalakan mesin
(motor dan mobil dengan menghidupkan dinamo
stater) dan komponen listrik lain dalam mobil. Pada
saat mobil berjalan aki dimuati (diisi) kembali sebuah
dinamo (disebut dinamo jalan) yang dijalankan dari
putaran mesin mobil atau motor.
Pada aki kendaraan bermotor arus yang
terdapat di dalamnya dinamakan dengan kapasitas aki
yang disebut Ampere-Hour/AH (Ampere-jam).
Contohnya untuk aki dengan kapasitas arus 5 AH,
maka aki tersebut dapat mencatu arus 5 Ampere
selama 1 jam atau 1 Ampere selama 5 jam.
2.2.1 Jenis-jenis Baterai :
Baterai yang banyak dipakai pada kendaraan
adalah tipe secondary cell (storage battery atau
galvanic battery) yang memungkinkan untuk dapat
mengeluarkan dan mengisi kembali muatan
listriknya.
1. Lead-Acid Battery
Jenis battery battery ini terdiri dari lead peroxide
(PbO2) sebagai pelat electrode (anode) positive
(+), discharge lead (Pb) sebagai pelat electrode
(cathode) negative (-) dan larutan asam belerang
(H2SO4) sebagai electrolyte. Kelebihan dan
kelemahannya adalah sebagai berikut.
(1) Kelebihan lead-acid battery
Tingkat
bahayanya
lebih
sedikit
dibandingkan dengan jenis lainnya, karena
reksi kimianya terjadi dalam temperatur
ruangan.
Dapat diandalkan dan harganya juga relatif
murah.
(2) Kelemahan lead-acid battery
Energinya sekitar 40Wh/kgf, lebih rendah
dari yang lainnya.
Umurnya kurang tahan lama dan
memerlukan waktu pengirisan kembali
yang lebih lama.
2. Alkali Battery (Ni-Cd Battery)
Ada dua battery alkalin yaitu Ni-Fe battery
dan
Ni-Cd
battery.
Di-nickel-hydroxide
[2NiO(OH)] dan iron (Fe) digunakan pada Ni-Fe
battery dan di-nickel-hydroxide [2NiO(OH)] dan
cadmium (Cd) digunakan pada Ni-Cd battery
sebagai pelat anode (+) dan pelat cathode (-).
Untuk electrolyte digunakan potassium hydroxide
(KOH). Electrolyte digunakan hanya untuk
menggerakkan electrons bukan untuk reaksi kimia
untuk proses charging dan discharging, sehingga
gravitasnya harus tidak berubah. Penutupnya
terbuat dari lembar baja yang dilapisi oleh nikel
atau plastik.
Besarnya tegangan sekitar 1.2V per cell, dan
tegangan dalam keadaan diisi adalah sekitar 1.35V per
cell. Tegangannya akan turun ke 1.1V pada saat
dipakai, namun akan meningkat kembali sampai ke
1.4~1.7V pada saat diisi kembali.
2.2.2 Metode Pengisian Baterai Lead-Acid [1]
Penelitian atau percobaan tentang charge
discharge telah menghasilkan banyak sekali metode
yaitu antara lain:
 Constant current charge
Metode pengisian ini adalah mengisi setrum
dengan arus tetap mulai dari permulaan sampai akhir
proses pengisian. Secara garis besar arusnya :
Pengisian arus standar : 10 % dari
kapasaitas battery
Pengisian arus minimal : 5% dari
kapasitas battery
Pengisian arus maksimal : 20% dari
kapasitas battery
Dan karasteristik pengisian arus tetap adalah
sebagai berikut:
a. Tegangan terminal pada awal proses pengisian
naik secara drastis dan setelah itu melambat turun.
selanjutnya, pada saat mendekati 2.4V,
tegangannya naik lagi, dan ketika tegangannya
dipertahankan.
b. Berat jenis elektrolit secara perlahan akan niak
karena dia tidak bergerak sampai gas dihasilkan.
Pada saat gas dihasilkan, makakemudian akan
tetap di angka sekitar 1.280.
c. Jika tegangannya pada cell mencapai 2.3~2.4V
setelah proses pengisian dimulai, maka akan
banyak gas yang dihasilkan. Alasannya adalah
bahwa arus yang disuplai setelah diisi penuh
digunakan oleh elektolit air sulingan. Pada pelat
anode (+) oxygen dihasilkan dan hydrogen
dihasilkan pada pelat cathode (-). Status
penghasilan gas selama proses pengisian juga
digunakan sebagai alat untuk menentukan
selesainya proses pengisian. Disini gas hydrogen
gas adalah gas yang berbahaya karena merupakan
gas yang mudah meledak, sehingga hati-hati
jangan sampai terkena api.
4
d. Pada saat proses pengisian selesai, apabila berat
jenis elektrolit dengan temperatur 20 derajat
celcius adalah lebih dari 1.280, maka perlu
ditambah air sulingan untuk mengatur agar berat
jenisnya berada dilevel 1.280.
Untuk lebih jelasnya terlihat pada gambar 2.7
berikut

Quick Charge
Cara ini biasanya menggunakan alat quick
charger untuk mempercepat waktu proses pengisian.
Quick charge tidak menimbulkan reaksi kimia karena
dalamnya bahan elektroda, untuk itu perlu dilakukan
maintenance charge setelah proses quick charge
selesai.
Untuk mengetahui waktu dalam proses pengisian
accumulator, dapat menggunakan perhitungan pada
persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) :
•
Lama pengisian Arus:
.....................................................(2.1)
Gambar 2.7 Karakteristik Pengisian Arus dan
Tegangan pada Constant Current Charge
•
keterangan :
Ta = Lamanya pengisian arus (jam).
Ah = Besarnya kapasitet accumulator (Ampere
hours).
A = Besarnya arus pengisian ke accumulator
(Ampere).
Lama pengisian Daya:
.......................................... (2.2)

Constant voltage charge
Metode ini adalah proses pengisian yang
dilakukan dengan tegangan konstan dari awal sampai
akhir proses pengisian. Karakteristik pengisian terlihat
seperti pada gambar Fig. 1-23; pada awal proses
pengisian, arus yang diberikan adalah besar. Setelah
beberapa lama, arusnya akan dikurangi. Dan pada
akhirnya, arus tidak bisa mengalir diakhir proses
pengisian. Oleh karena itulah, tidak ada gas yang
timbul, sehingga performa pengisiannya lebih baik,
namun begitu, arus yang besar dapat mempengaruhi
usia pemakaian battery-nya. Untuk lebih jelasnya
terlihat pada gambar 2.8 berikut
keterangan :
Td = Lamanya pengisian Daya (jam).
Daya Ah = Besarnya daya yang didapat dari
perkalian Ah dengan besar
tegangan accumulator (Watt
hours).
Daya A = Besarnya daya yang didapat dari perkalian
A dengan besar tegangan accumulator (Watt).
2.4
Arduino Nano ATmega328
[2]
Arduino Nano ATmega328 merupakan modul
mikrokontroler yang kecil dan lengkap yang
berdasarkan ATmega328. Secara umum memiliki
digital dan analog port I/O yang dapat diakses
langsung(tanpa bingung inilsialisasi dalam binary
file). Terdapat juga port untuk output PWM.
Gambar 2.9 merupakan konfigurasi pin dari
modul arduino nano ATmega328
Gambar 2.8 Karakteristik Pengisian Arus dan
Tegangan pada Constant Voltage Charge.

Variable Current Charge
Metode pengisian ini adalah proses pengisian
dengan arus variable. Dalam metode ini, efesiensi
pengisiannya bagus dan temperatur elektrolit secara
perlahan akan naik. Di akhir proses pengisian, arusnya
akan berkurang, sehingga bisa mengurangi hilangnya
arus dan bisa melindungi kerusakan akibat dari
timbulnya gas.
Gambar 2.9 Konfigurasi PIN Arduino Nano
ATMega328
5
Pin 1 dan 2 adalah Rx dan Tx.
1. Pin 5 – 13 adalah I/O digital yang terdiri dari 6
output PWM (3,5,6,9,10,11), SPI (10,11,12,13)
dan pin untuk led (13).
2. Pin 19 – 26 adalah input analog, bisa digunakan
untuk ADC.
3. Tegangan yang diizinkan masuk dalam Vin adalah
7-12 V yang nantinya akan diregulasi oleh IC
internal manjadi +5V.
2.5
TCA 785 [5]
IC TCA 785 merupakan produk dari Siemen
Semikonduktor
Group
yang
dibuat
untuk
menghasilkan pulsa pemicu (trigger pulse) untuk
mengontrol fasa pada SCR, triac, dan transistor, antara
0 derajat hingga 180 derajat pada sumber tegangan
AC. IC TCA 785 memerlukan sumber tegangan antara
8 Volt hingga 18 Volt, frekuensi kerja 10 Hz hingga
500 Hz, serta temperatur kerja antara – 250 hingga 85
o
C.
Sinkronisasi
sinyal
dibutuhkan
dengan
menggunakan resistansi tingkat tinggi dari line
tegangan (Vs). Gambar 2.10 adalah bentuk fisik IC
TCA 785 :
terdiri dari desain proses, desain data dan desain
algoritma.
3.2
Deskripsi Sistem
Perangkat keras yang akan dibuat memiliki
tiga bagian utama yaitu pembuatan kontroler
alternator, pembuatan rangkaian fullwave rectifier dan
pembuatan rangkaian battery charger. Sistem charging
ini menggunakan dua sumber masukan tegangan yaitu
PLN dan alternator yang akan saling bergantian dalam
pengisiannya. Untuk masukan dari PLN digunakan
saat mesin dalam keadaan mati, sedangkan masukan
dari alternator digunakan saat baterai terbebani motor.
Hasil akhir adalah sebuah sistem charging yang dapat
mengatur keluaran tegangan baterai tetap konstan.
Gambar 3.1 berikut ini adalah blog diagram
sistem yang akan dibuat:
LCD (16x2)
Arduino Nano
ATMega328
Rangkaian
Isolasi
Rangkaian
Penyulutan
Jala-jala
PLN
Sensor
Arus
Sensor
Tegangan
Baterai
Lead Acid
(12N10-3B)
Rangkaian Half
Controlled
Rectifier
Regulator
Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Charging
Gambar 2.10 Bentuk Fisik TCA 785
3.3
Desain Sistem
3.3.1
Desain Half Controlled 1 fasa
AC
24 V
330 ohm
Out +
330 ohm
IC ini dapat diaplikasikan pada kontrol
tegangan AC terkontrol (conventer) satu fasa dan tiga
fasa, dan kontrol tegangan DC terkontrol (DC
chopper). IC ini memiliki kaki (pin) sejumlah 16.
Gambar 2.11 adalah konfigurasi pin IC TCA 785.
Alternator
3904
G
Dari rangkaian
penyulut
K
G
330 ohm
330 ohm
Out +
3904
Dari rangkaian
penyulut
K
Gambar 2.11 Konfigurasi Pin TCA 785
3.
3.1
Perencanaan dan Perencangan Sistem
Pendahuluan
Bab ini membahas tentang perencanaan
perangkat keras sistem charging baterai untuk mobil
hybrid. Hasil akhir yang diharapkan adalah perfoma
pengisian dan pengosongan baterai yang efektif dan
efisien. Perancangan perangkat keras yang akan
dijelaskan mengenai diskripsi sistem, spesifikasi
sistem, kebutuhan sistem dan desain sistem yang
Gambar 3.2 Rangkaian Half Controlled 1 fasa
Pada gambar 3.2 ini, rangkaian menggunakan
2 SCR tipe BT 151 500R (maks. 12 A 500 V) dan 2
diode 6A10 (6 A 1000 V). Saat mendapat sinyal dari
penyulut, SCR akan aktif dan meloloskan sinyal pada
sisi positif, begitu juga pada rangkian di bawahnya.
Pada gambar 3.2 merupakan half controlled
rectifier dengan input 24 Vac, dengan contoh sudut
penyulutan 90o. Perhitungan dari Half controlled
rectifier satu fasa tersebut adalah :
Vdc = (Vm/π)*(1+cos α)…………………………(3.1)
6
Vdc = (24/3.14)*(1+cos 90)
Vdc = 7.64 * (1+0)
Vdc = 7.64V
I = Vdc/R………………………………………..(3.2)
sehingga didapatkan sudut penyulutan SCR antara 0o –
180o. Dengan rumus :
α = (V11/V10)*180……………………………..(3.3)
Untuk menjaga agar IC lebih aman dari arus balik
SCR, maka dipasang optocoupler(4N25) antara output
(pin 14 dan 15) dan kaki gate katode SCR.
3.3.4
Perencanaan Antarmuka Mikrokontroler
I = 7.64/1000
I = 7.64 mA
3.3.2 Perencanaan Rangkaian Penyulutan dengan
TCA 785
D7
D6
D5
D4
PB1
PB2
PB3
ON-OFF
Output
PWM
LCD
16x2
Sensor
Tegangan
Sensor Arus
E
RS
Gambar 3.4 Rangkaian Interfacing
Mikrokontroler
Pada gambar 3.4 ini, perencanaan hardware
untuk mengontrol arus dan tegangan pengisian
baterai, dibutuhkan sebuah modul Arduino nano
ATMega328, LCD 16x2, sensor arus (ACS 712),
sensor tegangan dan 3 push button.
3.3.3
Perencanaan Kontroler Alternator
Output alternator adalah AC tiga fasa yang
disearahkan dengan dioda rectifier yang selanjutnya
akan dikontrol oleh IC regulator untuk menjaga agar
keluaran baterai tidak drop saat terbebani motor,
rangkaiannya adalah sebagai berikut :
Gambar 3.3 Rangkaian Penyulutan
Dari gambar 3.3, dapat dijelaskan bahwa tegangan
input dari PLN adalah sebesar 24 Vac, sumber didapat
dari jala-jala PLN yang diturunkan oleh trafo step
down. Rsync diberi 36 K bertujuan untuk menjaga agar
arus yang masuk ke pin 5 tidak lebih dari 200 uA
(datasheet IC). Regulator 7815 berperan untuk
menjaga agar tegangan Vcc untuk IC TCA 785 stabil
pada 15 V (datasheet IC). Pada pin 11 dipasang
multiturn 10 K yang diseri dengan resistor 4,7 K,
untuk mengatur tegangan pada pin 11 antara 0-10 V
dengan prinsip pembagi tegangan. Tengangan inilah
yang akan dibandingkan dengan tegangan pada pin 10,
Gambar 3.5 Rangkaian IC Regulator Kontroler
Alternator
Dari gambar 3.5 dapat dijelaskan bahwa D+
akan dihubungkan pada terminal positif baterai dan
output dari alternator. DF dihubungkan dengan
terminal yang menghubungkan ke rotor. Sedangkan
D- dihubungkan dengan terminal negatif baterai dan
bodi dari alternator.
7
Saat tegangan baterai drop kurang dari 13,
maka T1 open sehingga T2 akan aktif dengan R3
langsung ke ground, lalu akan mengalirkan arus ke
terminal DF sehingga tegangan dapat ditingkatkan.
Saat tegangan melebihi 13 V, maka T1 aktif sehingga
mengikat T2 menjadi open, sehingga tidak ada arus
yang mengalir ke rotor,begitu setrusnya.
dari battery charger untuk mengisi ke aki. Sumber dari
Half Controlled Rectifier diperoleh dari jala-jala PLN
yang sebagai masukan trafo step down. Output
sekunder dari trafo sebesar 24 Vac. Daya keluaran dari
fullwave rectifier tersebut digunakan untuk mengisi ke
aki. Hasil pengujian output dari Half controlled
Rectifier apabila dilihat dari oscilloscope pada gambar
4.1 sebagai berikut.
3.3.5
Perencanaan
Software
Untuk
Pengontrolan Charging
Untuk mendapatkan arus pengisian yang
stabil diperlukan perhitungan yang diimplementasikan
pada modul Arduino Nano ATmega328. Berikut ini
flowchartnya
START
Gambar 4.1 Pengujian Rangkaian Half
controlled rectifier dengan penyulutan 90o
PILIH MODE
CHARGING
4.2 Pengujian Rangkain Penyulutan dengan
IC TCA785
Untuk data pengujian pada output rangkaian
half controlled rectifier ditunjukkan pada table 4.1
berikut
Tabel 4.1 Hasil Output Rangkaian Half
Controlled Rectifier
NO
MANUAL
YES
NO
AUTO
YES
NAIKKAN
TEGANGAN
CHARGING
MASUKKAN
TARGET ARUS
BATERAI
PENUH
ARUS STABIL
NO
NO
YES
FINISH
YES
NAIKKAN ARUS
ATAU
TURUNKAN
ARUS
Gambar 3.6 Flowchart Proses Charging
Gambar 3.6 ini menjelaskan bahwa proses
charging dibuat manual dan auto. Untuk manual, arus
pengisian dinaikkan dengan menekan push button.
Untuk auto, target arus ditentukan, lalu mikro akan
memroses agar sesuai target.
Untuk mendapatkan arus yang stabil, arus
yang dideteksi dibandingkan dengan target yang
diberikan, jika arus yang dideteksi kurang dari target,
maka mikro akan menaikkan tegangan penyulutan
sampai target tercapai, jika arus terlalu besar maka
mikro akan menurunkan tegangan penyulutan sampai
target tercapai. Saat tegangan baterai terdeteksi 13.8 V
maka relay akan on dan mematikan charging.
4.
Pengujian dan Analisa
Pengujian dan Analisa dilakukan untuk
mengetahui karakteristik dari setiap desain rangkaian
yang dipakai dalam proyek akhir ini Khususnya dalam
setiap penggunaan rangkaian daya yang dipakai dalam
sistem charging.
4.1 Pengujian Half controlled Rectifier
Pengujian Half controlled Rectifier dilakukan
untuk mengetahui keluaran dari rangkaian tersebut.
Output dari rangkaian ini digunakan sebagai masukan
Sudut
Penyulutan
(0 – 180)
0
Tegangan
Keluaran
(VDC)
18.6
Arus
Keluaran
(mA)
18.6
45
14.9
14.9
90
9.9
9.9
135
4.9
4.9
180
0
0
Dari table 4.1, rangkaian ini dapat digunakan untuk
charging dengan tegangan yang digunakan pada range
12 – 14 V.
4.3
Pengujian pada Baterai
Ada dua cara pengujian, yaitu dengan
menggunakan potensiometer dan keypad pada
modul mikrokontroler.
 Potensiometer
Pengaturan arus pengisian secara manual
dengan menaikkan perlahan sesuai dengan arus yang
diinginkan dengan kondisi tanpa umpan balik dari
baterai ke rangkaian. Dengan potensiometer arus
dapat dinaikkan perlahan dengan memutarnya dari 0
– 2.5 A.
 Modul Arduino (Mikrokontroler)
Arus pengisian yang diinginkan ditentukan
dengan push button (0 – 2.5 A), arus pengisian
selalu tetap seperti target yang diinginkan.
Saat tegangan baterai terdeteksi 13.8, relay off
dan pengisian mati. Saat tegangan baterai terdeteksi
9 V, relay on dan pengisian aktif.
8
Ada dua cara pengukuran, yaitu dengan
menggunakan avometer dan tampilan pada LCD.
Adapun hasil pengujian dengan menggunakan
avometer ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Data Pengisian Baterai berdasarkan
Avometer
Waktu
Arus (A)
Tegangan
(menit)
Baterai (V)
1
1.06
9.7
20
1.06
12
40
1.06
12
60
1.05
12
80
1.03
12
100
1.03
12
160
1.01
12
370
0.95
12.7
490
0.93
13.2
560
0.9
13.5
580
0.9
13.8
600
0.9
13.8
Dari tabel 4.1 di atas, dengan menggunakan
arus pengisian yang berkisar 1 A dengan toleransi
0.1 A. Sedangkan tegangan baterai yang terdeteksi
oleh avometer naik dari 9.7 V perlahan sampai pada
tegangan maksimal baterai yaitu 13.8 V. Saat
tegangan mencapai 13.8 V, tegangan tidak dapat
naik lagi, sehingga tegangan baterai saat penuh
menurut pengujian adalah sebesar 13.8 V.
Sedangkan hasil pengujian berdasarkan
tampilan LCD akan ditunjukkan pada tabel 4.3
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Data Pengisian Baterai berdasarkan
Tampilan LCD
Waktu
Arus (A)
Tegangan
(menit)
Baterai (V)
1
0.7
9.5
20
0.8
11.8
40
0.7
11.8
60
1.02
11.8
80
0.8
11.8
100
0.85
11.8
160
0.97
11.7
370
0.95
12.5
490
0.93
13
560
1.02
13.3
580
1.00
13.5
600
0.93
13.5
Berdasarkan tabel 4.2 ini, tampilan arus tidak
stabil dengan pergerakan naik turun dengan
melebihi toleransi sebesar 0.1 A. Sedangkan
tegangan yang ditampilkan kurang 0.2 V dari
tegangan yang dideteksi oleh avometer pada tabel
4.1.
Perbedaan pengukuran pada arus pengisian
berdasarkan avometer dan tampilan LCD, merujuk
pada sensitivitas dari sensor arus ACS 712 yang
hanya 100 mV/A (datasheet) untuk range -20 A – 20
A, sedangkan untuk proyek akhir ini dengan range
0 – 2.5 A (data pengujian dengan potensiometer dan
modul mikrokontroler) butuh sensitivitas yang lebih
besar.
Sedangkan
perbedaan
tegangan
pada
avometer dan tampilan LCD pergerakannya sama,
hanya selisih 0.2 V saja. Ini bisa digunakan untuk
mengganti batas maksimal tegangan baterai saat
penuh yaitu sebesar 13.5 pada listing program yang
terlampir.
4.4
Pengujian Regulator Tegangan Alternator
Pengujian ini dilakukan dengan mengukur
keluaran tegangan alternator saat pertama kali diberi
supply baterai 12 V dengan beban lampu 12 V.
Tegangan yang dideteksi voltmeter adalah 13.8
V, dengan arus pengisian sebesar 200 mA dan lama
kelamaan menurun sampai 0 A.
5.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari
Tugas Akhir ini adalah :
 Tegangan keluaran alternator konstan 13.8 V
dengan arus pengisian yang semakin lama
semakin kecil.
 Sistem pengisian baterai dari PLN menggunakan
arus pengisian yang disesuaikan dengan
kapasitas baterai yaitu sebesar 1 A dengan
toleransi sebesar 0.1 A.
 Baterai penuh saat tegangan yang terdeteksi
sebesar 13.8 V dengan toleransi 0.2 V pada
tampilan LCD yaitu sebesar 13.5 V.
6.
Daftar Pustaka
[1]. Bagus, Fani, S. ST. 2009. Optimasi
Manajemen Penggunaan Energi Listrik
dari Beberapa Sumber pada Pendestriam
Traffic Light. Buku Proyek Akhir PENSITS.
[2]. http://arduino.cc/en/uploads/Main/Arduino
NanoManual23.pdf. Diakses pada tanggal
12 Juni 2011.
[3]. http://elearning.smkpraskabjambi.sch.id/T
eknik_Kendaraan_Ringan/alternator.html.
Diakses pada tanggal 20 Desember 2009.
[4]. http://elka.ub.ac.id/praktikum/de/de.php?p
age=2. Diakses pada tanggal 22 Januari
2010.
[5]. http://nubielab.com/elektronika/analog/det
ektor-fasa-ic-tca785. Diakses pada tanggal
20 Januari 2010.
[6]. http://training.hmc.co.kr/12920427-Step1-Engine-Electrical-bhs-indo.pdf
.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2009.
9
Download