SISTEM CHARGING BATERAI PADA PERANCANGAN MOBIL HYBRID Umar Hasan#1, Ir. Dedid Cahya H.,MT.#2 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya#3 Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Telp (+62) 031-59447280 .Fax (+62) 031-5946114 [email protected] [email protected] Abstrak Mobil hybrid saat ini menjadi pembicaraan di dunia otomotif. Kendaraan ini membutuhkan pengisian baterai dari dua sumber yaitu PLN dan alternator. Kemampuan pengisian baterai pada kendaraan yang tepat dapat menjaga baterai awet dan tahan lama. Namun demikian, masih banyak penelitian yang belum sempurna untuk mendapatkan kemampuan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang tepat dan efisien. Pada proyek akhir kali ini akan digunakan metode pengisian baterai yang dapat menjaga kestabilan arus pengisian baterai yang aman dengan mengontrol perubahan arus pengisian. Arus pengisian sebesar 10 % ( 0.1 C ) dari kapasitas baterai. Selain itu pada saat tegangan baterai tercapai sebesar 13.8 V, pengisian harus dihentikan agar baterai tidak cepat rusak. Pengisian dari PLN menggunakan penyulutan SCR dengan mengatur besar sudut penyulutan. Penyulutannya menggunakan IC TCA785 dengan mengatur kaki pada pin 11 sebesar 0-10 V melalui potensiometer dan PWM pada mikrokontroler Arduino Nano ATMega328. Sedangkan pengisian menggunakan alternator, merupakan pengisian dengan tegangan tetap.Dengan menggunakan metode tersebut, kemampuan pengisian yang dihasilkan berkisar antara 0 – 2.5 A dengan tegangan baterai saat penuh adalah 13.8 V untuk baterai dengan tipe lead acid 12 V 10 AH. Oleh karena itu proyek akhir ini bisa digunakan pada mobil hybrid dengan kemampuan arus pengisian sampai 25 % dari kapasitas baterai. Kata Kunci : Baterai, Charging, Hybrid, Alternator Abstract Hybrid cars currently the talk of the automotive world. These vehicles require charging the battery from the two sources of PLN and the alternator. Battery charging capability on the right vehicle can maintain lasting and durable batteries. However, more research is not yet perfect to get those skills. It is therefore necessary that proper and efficient method. At the end of this project will use a battery charging method which can maintain the stability of a secure battery charging current by controlling the charging current changes. Charging current by 10% (0.1 C) of the battery capacity. Also when the battery voltage of 13.8 V is reached, the charging should be stopped so that the battery is not quickly broken. Charging of PLN using SCR with a set of ignition point of ignition. The trigger uses IC TCA785 to set foot on the pin 11 through a potentiometer of 0-10 V and PWM on the Arduino microcontroller ATMega328 Nano. While charging using the alternator is charging a fixed voltage.Using these methods, the resulting charging capability ranges from 0 - 2.5 A with a full battery voltage is 13.8 V while for the type of lead acid battery 12 V 10 AH. Therefore, this final project can be used in hybrid cars by charging current capability up to 25% of battery capacity. Keyword : Battery, Charging, Hybrid, Alternator 1. Pendahuluan Mobil saat ini hanya mengandalkan alternator sebagai masukan charging aki, tanpa memikirkan kondisi saat mesin mati. Padahal pada waktu mesin mati ada sumber lain yang dapat digunakan sebagai masukan aki, yaitu jala-jala PLN. Oleh karena itulah sebaiknya sistem charging untuk aki mobil dibuat secara bergantian dan dilakukan tanpa merusak aki tersebut. 2. 2.1 Dasar Teori Alternator [3] Alternator atau yang lebih kita kenal sebagai "Dinamo Amper" merupakan suatu unit yang berfungsi sebagai power supply dan charging system. Fungsi alternator adalah untuk mengubah energi mekanis yang didapatkan dari mesin tenaga listrik . Energi mekanik dari mesin disalurkan sebuah puli,yang memutarkan roda dan menghasilkan arus listrik bolakbalik pada stator. Arus listrik bolak-balik ini kemudian dirubah menjadi arus searah oleh diode-diode. Komponen utama alternator adalah : rotor yang menghasilkan medan magnet listrik, stator yang menghasilkan arus listrik bolak-balik, dan beberapa diode yang menyearahkan arus. Komponen tambahan lain adalah : sikat-sikat yang menyuplai arus listrik ke rotor untuk menghasilkan kemagnetan (medan magnet), bearing-bearing yang memungkinkan rotor dapat berputar lembut dan sebuah kipas untuk mendinginkan rotor, stator dan diode. 1 Konstruksi alternator bagian-bagiannya terdiri dari : Gambar 2.3 Konstruksi dan Coil Stator Pada gambar 2.3 terlihat konstruksi dan stator coil. Kumparan stator adalah bagian yang diam dan terdiri dari tiga kumparan yang pada salah satu ujung-ujungnya dijadikan satu. Pada gambar sebelah kanannya terlihat teori gambar konstruksi ini disebut hubungan “Y” atau bintang tiga fhase. Bgian tengah yang menjadi satu adalah pusat gulungan.Dan bagian ini disebut terminal “N”. Pada bagian ujung kabel lainnya akan menghasilkan arus bolak-balik (AC) tiga phase. e. Rectifier (Diodes) Gambar 2.1 Bagian-bagian Dari Alternator a. Pull (pully) Puli berfungsi untuk tempat tali kipas penggerak rotor. b. Kipas (fan) Fungsi kipas adalah untuk mendinginkan diode dan kumparan-kumparan pada alternator. c. Rotor Rotor merupakan bagian yang berputar di dalam alternator, ada rotor terdapat kumparan rotor (rotor coil) yang berfungsi untuk membangkitkan kemagnetan. Kuku-kuku yang terdapat pada rotor berfungsi sebagai kutubkutub magnet, dua slip ring yang terdapat pada alternator berfungsi sebagai penyalur listrik ke kumparan rotor. Untuk lebih jelasnya terlihat pada gambar 2.2 berikut Gambar 2.4 Rangkaian Penyearah Penuh 3 Fasa Pada gambar 2.4 memperlihatkan konstruksi dan hubungan antara stator coil dengan diode. Ketiga ujung dari stator dihubingkan dengan kedua macam diode. Pada model yang lama terdapat dua bagian yang terpisah antara diode positif (+) dan diode negative (-). Bagian positif (+) mempunyai rumah yang lebih besar daripada yang negatif (-). Selain perbedaan tersebut ada lagi perbedaan lainnya yaitu strip merah pada diode positif dan strip hitam pada diode negative. Fungsi dari diode adalah menyearahkan arus bolak-balik (AC) yang dihasilkan oleh stator coil menjadi arus searah (DC). Diode juga berfungsi mencegah arus balik dari baterai ke alternator. Gambar 2.2 Konstruksi Rotor Rotor ditumpu oleh dua buah bearing, pada bagian depannya terdapat puli dan kipas, sedangkan di bagian belakang terdapat slip ring. d. Stator 2.2 Silicon Control Rectifier (SCR) [4] Silicon Control Rectifier (SCR) merupakan salah satu jenis thyristor yang prinsip kerjanya mirip 2 dengan dioda namun dilengkapi gate untuk mengatur besarnya fasa yang dilalukan. Simbolnya terlihat pada gambar 2.5 (a). SCR adalah komponen semikonduktor yang terbentuk dengan struktur empat lapis PNPN (Positif-Negatif-Positif-Negatif) dengan tiga lapisan sambungan PN. SCR memiliki tiga terminal yaitu anoda, katoda dan gate. Sambungan PN (PN junction) berturut-turut dari anoda diberi simbol J1, J2 dan J3 seperti terlihat pada gambar 2.5(b). (a) membuat SCR dalam kondisi menyala atau pemicuan dan metode membuat SCR dalam kondisi tidak menghantar atau komutasi. Metode yang digunakan pada SCR adalah pemicuan melalui gate (pemberian arus gate) yang dilakukan dengan memberi tegangan kecil saja pada gate katoda (tergantung spesifikasi produk), maka arus gate dapat mengalir dan membuat kondisi SCR dalam keadaan on. Daerah kerja SCR adalah 0°-180° (sifat umum dioda), maka hanya pada daerah tersebut pengontrolan fasa dapat dilakukan. Apabila SCR telah terpicu, maka SCR berada dalam kondisi menghantarkan arus listrik. Untuk pengaturan fasa atau menghentikan arus listrik maka diperlukan metode komutasi yaitu mengusahakan tegangan pada SCR adalah nol, sehingga arus tidak mengalir. Pada saat itu dapat dipastikan bahwa SCR dalam kondisi tidak dapat menghantarkan arus listrik dari anoda ke katoda hingga pemicuan dimasukkan kembali. Gambar 2.6 adalah rangkaian sederhana SCR dan pemicuan SCR sebesar α° serta bentuk gelombang yang dihasilkan (Rashid,1999). (b) (a) (b) Gambar 2.6 (a) Rangkaian sederhana SCR (b) Bentuk gelombang hasil pemicuan SCR (Rashid,1999) (c) Gambar 2.5 (a) Simbol, (b) struktur fisik, dan (c) karateristik SCR (Rashid,1999) Dari gambar 2.5(c) dapat dipelajari sistem operasi SCR. Apabila tegangan anoda lebih positif dari katoda, sambungan J1 dan J3 pada kondisi forward bias dan J2 pada kondisi reverse bias. Pada kondisi ini SCR masih dalam kondisi memblokir tegangan maju. Agar arus dapat mengalir dari anoda ke katoda, maka diberikan tegangan antara gate terhadap katoda. Jika pada katoda tegangan lebih positif dari anoda, sambungan J2 terbias maju sedangkan J1 dan J3 terbias mundur. Hal ini seperti dioda-dioda yang terhubung seri dengan tegangan balik bagi keduanya. SCR akan berada pada kondisi reverse blocking dan arus bocor reverse (current reverse) akan mengalir melalui divais. SCR dapat dihidupkan dengan meningkatkan tegangan maju VAK diatas VBO, tetapi kondisi ini bisa merusak komponen. Dalam penggunaannya, harus mengetahui cara-cara pengoperasian SCR yaitu dengan metode Gambar 2.6(a) menunjukkan rangkaian sederhana SCR. Gambar 2.6(b) menunjukkan jika SCR dipicu pada α°, maka arus akan ditahan dari 0°α° dan arus akan melewati SCR secara penuh dari α°180°. Pada 180°-360° SCR akan terbias mundur dan pemicuan tidak akan berguna karena SCR hanya dapat menghantarkan arus jika terbias maju, sedangkan apabila terbias mundur SCR akan membloking arus. 2.3 Battery [6] Battery atau sering disebut aki, adalah salah satu komponen utama dalam kendaraan bermotor, baik mobil atau motor, semua memerlukan aki untuk dapat menghidupkan mesin kendaraan (mencatu arus pada dinamo stater kendaraan). Aki mampu mengubah tenaga kimia menjadi tenaga listrik. Dikenal dua jenis elemen yang merupakan sumber arus searah (DC) dari proses kimiawi, yaitu elemen primer dan elemen sekunder. Elemen primer terdiri dari elemen basah dan elemen kering. Reaksi kimia pada elemen primer yang menyebabkan elektron mengalir dari elektroda negatif (katoda) ke elektroda positif (anoda) tidak dapat dibalik arahnya. Maka jika 3 muatannya habis, maka elemen primer tidak dapat dimuati kembali dan memerlukan penggantian bahan pereaksinya (elemen kering). Sehingga dilihat dari sisi ekonomis elemen primer dapat dikatakan cukup boros. Contoh elemen primer adalah batu baterai (dry cells). Elemen sekunder dalam pemakaiannya harus diberi muatan terlebih dahulu sebelum digunakan, yaitu dengan cara mengalirkan arus listrik (secara umum dikenal dengan istilah 'disetrum'). Akan tetapi, tidak seperti elemen primer, elemen sekunder dapat dimuati kembali berulang kali. Elemen sekunder ini lebih dikenal dengan aki. Dalam sebuah aki berlangsung proses elektrokimia yang reversibel (bolak-balik) dengan efisiensi yang tinggi. Yang dimaksud dengan proses elektrokimia reversibel yaitu di dalam aki saat dipakai berlangsung proses pengubahan kimia menjadi tenaga listrik (discharging). Sedangkan saat diisi atau dimuati, terjadi proses tenaga listrik menjadi tenaga kimia (charging). Besar ggl yang dihasilkan satu sel aki adalah 2 Volt. Sebuah aki mobil terdiri dari enam buah aki yang disusun secara seri, sehingga ggl totalnya adalah 12 Volt. Accu mencatu arus untuk menyalakan mesin (motor dan mobil dengan menghidupkan dinamo stater) dan komponen listrik lain dalam mobil. Pada saat mobil berjalan aki dimuati (diisi) kembali sebuah dinamo (disebut dinamo jalan) yang dijalankan dari putaran mesin mobil atau motor. Pada aki kendaraan bermotor arus yang terdapat di dalamnya dinamakan dengan kapasitas aki yang disebut Ampere-Hour/AH (Ampere-jam). Contohnya untuk aki dengan kapasitas arus 5 AH, maka aki tersebut dapat mencatu arus 5 Ampere selama 1 jam atau 1 Ampere selama 5 jam. 2.2.1 Jenis-jenis Baterai : Baterai yang banyak dipakai pada kendaraan adalah tipe secondary cell (storage battery atau galvanic battery) yang memungkinkan untuk dapat mengeluarkan dan mengisi kembali muatan listriknya. 1. Lead-Acid Battery Jenis battery battery ini terdiri dari lead peroxide (PbO2) sebagai pelat electrode (anode) positive (+), discharge lead (Pb) sebagai pelat electrode (cathode) negative (-) dan larutan asam belerang (H2SO4) sebagai electrolyte. Kelebihan dan kelemahannya adalah sebagai berikut. (1) Kelebihan lead-acid battery Tingkat bahayanya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya, karena reksi kimianya terjadi dalam temperatur ruangan. Dapat diandalkan dan harganya juga relatif murah. (2) Kelemahan lead-acid battery Energinya sekitar 40Wh/kgf, lebih rendah dari yang lainnya. Umurnya kurang tahan lama dan memerlukan waktu pengirisan kembali yang lebih lama. 2. Alkali Battery (Ni-Cd Battery) Ada dua battery alkalin yaitu Ni-Fe battery dan Ni-Cd battery. Di-nickel-hydroxide [2NiO(OH)] dan iron (Fe) digunakan pada Ni-Fe battery dan di-nickel-hydroxide [2NiO(OH)] dan cadmium (Cd) digunakan pada Ni-Cd battery sebagai pelat anode (+) dan pelat cathode (-). Untuk electrolyte digunakan potassium hydroxide (KOH). Electrolyte digunakan hanya untuk menggerakkan electrons bukan untuk reaksi kimia untuk proses charging dan discharging, sehingga gravitasnya harus tidak berubah. Penutupnya terbuat dari lembar baja yang dilapisi oleh nikel atau plastik. Besarnya tegangan sekitar 1.2V per cell, dan tegangan dalam keadaan diisi adalah sekitar 1.35V per cell. Tegangannya akan turun ke 1.1V pada saat dipakai, namun akan meningkat kembali sampai ke 1.4~1.7V pada saat diisi kembali. 2.2.2 Metode Pengisian Baterai Lead-Acid [1] Penelitian atau percobaan tentang charge discharge telah menghasilkan banyak sekali metode yaitu antara lain: Constant current charge Metode pengisian ini adalah mengisi setrum dengan arus tetap mulai dari permulaan sampai akhir proses pengisian. Secara garis besar arusnya : Pengisian arus standar : 10 % dari kapasaitas battery Pengisian arus minimal : 5% dari kapasitas battery Pengisian arus maksimal : 20% dari kapasitas battery Dan karasteristik pengisian arus tetap adalah sebagai berikut: a. Tegangan terminal pada awal proses pengisian naik secara drastis dan setelah itu melambat turun. selanjutnya, pada saat mendekati 2.4V, tegangannya naik lagi, dan ketika tegangannya dipertahankan. b. Berat jenis elektrolit secara perlahan akan niak karena dia tidak bergerak sampai gas dihasilkan. Pada saat gas dihasilkan, makakemudian akan tetap di angka sekitar 1.280. c. Jika tegangannya pada cell mencapai 2.3~2.4V setelah proses pengisian dimulai, maka akan banyak gas yang dihasilkan. Alasannya adalah bahwa arus yang disuplai setelah diisi penuh digunakan oleh elektolit air sulingan. Pada pelat anode (+) oxygen dihasilkan dan hydrogen dihasilkan pada pelat cathode (-). Status penghasilan gas selama proses pengisian juga digunakan sebagai alat untuk menentukan selesainya proses pengisian. Disini gas hydrogen gas adalah gas yang berbahaya karena merupakan gas yang mudah meledak, sehingga hati-hati jangan sampai terkena api. 4 d. Pada saat proses pengisian selesai, apabila berat jenis elektrolit dengan temperatur 20 derajat celcius adalah lebih dari 1.280, maka perlu ditambah air sulingan untuk mengatur agar berat jenisnya berada dilevel 1.280. Untuk lebih jelasnya terlihat pada gambar 2.7 berikut Quick Charge Cara ini biasanya menggunakan alat quick charger untuk mempercepat waktu proses pengisian. Quick charge tidak menimbulkan reaksi kimia karena dalamnya bahan elektroda, untuk itu perlu dilakukan maintenance charge setelah proses quick charge selesai. Untuk mengetahui waktu dalam proses pengisian accumulator, dapat menggunakan perhitungan pada persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) : • Lama pengisian Arus: .....................................................(2.1) Gambar 2.7 Karakteristik Pengisian Arus dan Tegangan pada Constant Current Charge • keterangan : Ta = Lamanya pengisian arus (jam). Ah = Besarnya kapasitet accumulator (Ampere hours). A = Besarnya arus pengisian ke accumulator (Ampere). Lama pengisian Daya: .......................................... (2.2) Constant voltage charge Metode ini adalah proses pengisian yang dilakukan dengan tegangan konstan dari awal sampai akhir proses pengisian. Karakteristik pengisian terlihat seperti pada gambar Fig. 1-23; pada awal proses pengisian, arus yang diberikan adalah besar. Setelah beberapa lama, arusnya akan dikurangi. Dan pada akhirnya, arus tidak bisa mengalir diakhir proses pengisian. Oleh karena itulah, tidak ada gas yang timbul, sehingga performa pengisiannya lebih baik, namun begitu, arus yang besar dapat mempengaruhi usia pemakaian battery-nya. Untuk lebih jelasnya terlihat pada gambar 2.8 berikut keterangan : Td = Lamanya pengisian Daya (jam). Daya Ah = Besarnya daya yang didapat dari perkalian Ah dengan besar tegangan accumulator (Watt hours). Daya A = Besarnya daya yang didapat dari perkalian A dengan besar tegangan accumulator (Watt). 2.4 Arduino Nano ATmega328 [2] Arduino Nano ATmega328 merupakan modul mikrokontroler yang kecil dan lengkap yang berdasarkan ATmega328. Secara umum memiliki digital dan analog port I/O yang dapat diakses langsung(tanpa bingung inilsialisasi dalam binary file). Terdapat juga port untuk output PWM. Gambar 2.9 merupakan konfigurasi pin dari modul arduino nano ATmega328 Gambar 2.8 Karakteristik Pengisian Arus dan Tegangan pada Constant Voltage Charge. Variable Current Charge Metode pengisian ini adalah proses pengisian dengan arus variable. Dalam metode ini, efesiensi pengisiannya bagus dan temperatur elektrolit secara perlahan akan naik. Di akhir proses pengisian, arusnya akan berkurang, sehingga bisa mengurangi hilangnya arus dan bisa melindungi kerusakan akibat dari timbulnya gas. Gambar 2.9 Konfigurasi PIN Arduino Nano ATMega328 5 Pin 1 dan 2 adalah Rx dan Tx. 1. Pin 5 – 13 adalah I/O digital yang terdiri dari 6 output PWM (3,5,6,9,10,11), SPI (10,11,12,13) dan pin untuk led (13). 2. Pin 19 – 26 adalah input analog, bisa digunakan untuk ADC. 3. Tegangan yang diizinkan masuk dalam Vin adalah 7-12 V yang nantinya akan diregulasi oleh IC internal manjadi +5V. 2.5 TCA 785 [5] IC TCA 785 merupakan produk dari Siemen Semikonduktor Group yang dibuat untuk menghasilkan pulsa pemicu (trigger pulse) untuk mengontrol fasa pada SCR, triac, dan transistor, antara 0 derajat hingga 180 derajat pada sumber tegangan AC. IC TCA 785 memerlukan sumber tegangan antara 8 Volt hingga 18 Volt, frekuensi kerja 10 Hz hingga 500 Hz, serta temperatur kerja antara – 250 hingga 85 o C. Sinkronisasi sinyal dibutuhkan dengan menggunakan resistansi tingkat tinggi dari line tegangan (Vs). Gambar 2.10 adalah bentuk fisik IC TCA 785 : terdiri dari desain proses, desain data dan desain algoritma. 3.2 Deskripsi Sistem Perangkat keras yang akan dibuat memiliki tiga bagian utama yaitu pembuatan kontroler alternator, pembuatan rangkaian fullwave rectifier dan pembuatan rangkaian battery charger. Sistem charging ini menggunakan dua sumber masukan tegangan yaitu PLN dan alternator yang akan saling bergantian dalam pengisiannya. Untuk masukan dari PLN digunakan saat mesin dalam keadaan mati, sedangkan masukan dari alternator digunakan saat baterai terbebani motor. Hasil akhir adalah sebuah sistem charging yang dapat mengatur keluaran tegangan baterai tetap konstan. Gambar 3.1 berikut ini adalah blog diagram sistem yang akan dibuat: LCD (16x2) Arduino Nano ATMega328 Rangkaian Isolasi Rangkaian Penyulutan Jala-jala PLN Sensor Arus Sensor Tegangan Baterai Lead Acid (12N10-3B) Rangkaian Half Controlled Rectifier Regulator Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Charging Gambar 2.10 Bentuk Fisik TCA 785 3.3 Desain Sistem 3.3.1 Desain Half Controlled 1 fasa AC 24 V 330 ohm Out + 330 ohm IC ini dapat diaplikasikan pada kontrol tegangan AC terkontrol (conventer) satu fasa dan tiga fasa, dan kontrol tegangan DC terkontrol (DC chopper). IC ini memiliki kaki (pin) sejumlah 16. Gambar 2.11 adalah konfigurasi pin IC TCA 785. Alternator 3904 G Dari rangkaian penyulut K G 330 ohm 330 ohm Out + 3904 Dari rangkaian penyulut K Gambar 2.11 Konfigurasi Pin TCA 785 3. 3.1 Perencanaan dan Perencangan Sistem Pendahuluan Bab ini membahas tentang perencanaan perangkat keras sistem charging baterai untuk mobil hybrid. Hasil akhir yang diharapkan adalah perfoma pengisian dan pengosongan baterai yang efektif dan efisien. Perancangan perangkat keras yang akan dijelaskan mengenai diskripsi sistem, spesifikasi sistem, kebutuhan sistem dan desain sistem yang Gambar 3.2 Rangkaian Half Controlled 1 fasa Pada gambar 3.2 ini, rangkaian menggunakan 2 SCR tipe BT 151 500R (maks. 12 A 500 V) dan 2 diode 6A10 (6 A 1000 V). Saat mendapat sinyal dari penyulut, SCR akan aktif dan meloloskan sinyal pada sisi positif, begitu juga pada rangkian di bawahnya. Pada gambar 3.2 merupakan half controlled rectifier dengan input 24 Vac, dengan contoh sudut penyulutan 90o. Perhitungan dari Half controlled rectifier satu fasa tersebut adalah : Vdc = (Vm/π)*(1+cos α)…………………………(3.1) 6 Vdc = (24/3.14)*(1+cos 90) Vdc = 7.64 * (1+0) Vdc = 7.64V I = Vdc/R………………………………………..(3.2) sehingga didapatkan sudut penyulutan SCR antara 0o – 180o. Dengan rumus : α = (V11/V10)*180……………………………..(3.3) Untuk menjaga agar IC lebih aman dari arus balik SCR, maka dipasang optocoupler(4N25) antara output (pin 14 dan 15) dan kaki gate katode SCR. 3.3.4 Perencanaan Antarmuka Mikrokontroler I = 7.64/1000 I = 7.64 mA 3.3.2 Perencanaan Rangkaian Penyulutan dengan TCA 785 D7 D6 D5 D4 PB1 PB2 PB3 ON-OFF Output PWM LCD 16x2 Sensor Tegangan Sensor Arus E RS Gambar 3.4 Rangkaian Interfacing Mikrokontroler Pada gambar 3.4 ini, perencanaan hardware untuk mengontrol arus dan tegangan pengisian baterai, dibutuhkan sebuah modul Arduino nano ATMega328, LCD 16x2, sensor arus (ACS 712), sensor tegangan dan 3 push button. 3.3.3 Perencanaan Kontroler Alternator Output alternator adalah AC tiga fasa yang disearahkan dengan dioda rectifier yang selanjutnya akan dikontrol oleh IC regulator untuk menjaga agar keluaran baterai tidak drop saat terbebani motor, rangkaiannya adalah sebagai berikut : Gambar 3.3 Rangkaian Penyulutan Dari gambar 3.3, dapat dijelaskan bahwa tegangan input dari PLN adalah sebesar 24 Vac, sumber didapat dari jala-jala PLN yang diturunkan oleh trafo step down. Rsync diberi 36 K bertujuan untuk menjaga agar arus yang masuk ke pin 5 tidak lebih dari 200 uA (datasheet IC). Regulator 7815 berperan untuk menjaga agar tegangan Vcc untuk IC TCA 785 stabil pada 15 V (datasheet IC). Pada pin 11 dipasang multiturn 10 K yang diseri dengan resistor 4,7 K, untuk mengatur tegangan pada pin 11 antara 0-10 V dengan prinsip pembagi tegangan. Tengangan inilah yang akan dibandingkan dengan tegangan pada pin 10, Gambar 3.5 Rangkaian IC Regulator Kontroler Alternator Dari gambar 3.5 dapat dijelaskan bahwa D+ akan dihubungkan pada terminal positif baterai dan output dari alternator. DF dihubungkan dengan terminal yang menghubungkan ke rotor. Sedangkan D- dihubungkan dengan terminal negatif baterai dan bodi dari alternator. 7 Saat tegangan baterai drop kurang dari 13, maka T1 open sehingga T2 akan aktif dengan R3 langsung ke ground, lalu akan mengalirkan arus ke terminal DF sehingga tegangan dapat ditingkatkan. Saat tegangan melebihi 13 V, maka T1 aktif sehingga mengikat T2 menjadi open, sehingga tidak ada arus yang mengalir ke rotor,begitu setrusnya. dari battery charger untuk mengisi ke aki. Sumber dari Half Controlled Rectifier diperoleh dari jala-jala PLN yang sebagai masukan trafo step down. Output sekunder dari trafo sebesar 24 Vac. Daya keluaran dari fullwave rectifier tersebut digunakan untuk mengisi ke aki. Hasil pengujian output dari Half controlled Rectifier apabila dilihat dari oscilloscope pada gambar 4.1 sebagai berikut. 3.3.5 Perencanaan Software Untuk Pengontrolan Charging Untuk mendapatkan arus pengisian yang stabil diperlukan perhitungan yang diimplementasikan pada modul Arduino Nano ATmega328. Berikut ini flowchartnya START Gambar 4.1 Pengujian Rangkaian Half controlled rectifier dengan penyulutan 90o PILIH MODE CHARGING 4.2 Pengujian Rangkain Penyulutan dengan IC TCA785 Untuk data pengujian pada output rangkaian half controlled rectifier ditunjukkan pada table 4.1 berikut Tabel 4.1 Hasil Output Rangkaian Half Controlled Rectifier NO MANUAL YES NO AUTO YES NAIKKAN TEGANGAN CHARGING MASUKKAN TARGET ARUS BATERAI PENUH ARUS STABIL NO NO YES FINISH YES NAIKKAN ARUS ATAU TURUNKAN ARUS Gambar 3.6 Flowchart Proses Charging Gambar 3.6 ini menjelaskan bahwa proses charging dibuat manual dan auto. Untuk manual, arus pengisian dinaikkan dengan menekan push button. Untuk auto, target arus ditentukan, lalu mikro akan memroses agar sesuai target. Untuk mendapatkan arus yang stabil, arus yang dideteksi dibandingkan dengan target yang diberikan, jika arus yang dideteksi kurang dari target, maka mikro akan menaikkan tegangan penyulutan sampai target tercapai, jika arus terlalu besar maka mikro akan menurunkan tegangan penyulutan sampai target tercapai. Saat tegangan baterai terdeteksi 13.8 V maka relay akan on dan mematikan charging. 4. Pengujian dan Analisa Pengujian dan Analisa dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari setiap desain rangkaian yang dipakai dalam proyek akhir ini Khususnya dalam setiap penggunaan rangkaian daya yang dipakai dalam sistem charging. 4.1 Pengujian Half controlled Rectifier Pengujian Half controlled Rectifier dilakukan untuk mengetahui keluaran dari rangkaian tersebut. Output dari rangkaian ini digunakan sebagai masukan Sudut Penyulutan (0 – 180) 0 Tegangan Keluaran (VDC) 18.6 Arus Keluaran (mA) 18.6 45 14.9 14.9 90 9.9 9.9 135 4.9 4.9 180 0 0 Dari table 4.1, rangkaian ini dapat digunakan untuk charging dengan tegangan yang digunakan pada range 12 – 14 V. 4.3 Pengujian pada Baterai Ada dua cara pengujian, yaitu dengan menggunakan potensiometer dan keypad pada modul mikrokontroler. Potensiometer Pengaturan arus pengisian secara manual dengan menaikkan perlahan sesuai dengan arus yang diinginkan dengan kondisi tanpa umpan balik dari baterai ke rangkaian. Dengan potensiometer arus dapat dinaikkan perlahan dengan memutarnya dari 0 – 2.5 A. Modul Arduino (Mikrokontroler) Arus pengisian yang diinginkan ditentukan dengan push button (0 – 2.5 A), arus pengisian selalu tetap seperti target yang diinginkan. Saat tegangan baterai terdeteksi 13.8, relay off dan pengisian mati. Saat tegangan baterai terdeteksi 9 V, relay on dan pengisian aktif. 8 Ada dua cara pengukuran, yaitu dengan menggunakan avometer dan tampilan pada LCD. Adapun hasil pengujian dengan menggunakan avometer ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2 Data Pengisian Baterai berdasarkan Avometer Waktu Arus (A) Tegangan (menit) Baterai (V) 1 1.06 9.7 20 1.06 12 40 1.06 12 60 1.05 12 80 1.03 12 100 1.03 12 160 1.01 12 370 0.95 12.7 490 0.93 13.2 560 0.9 13.5 580 0.9 13.8 600 0.9 13.8 Dari tabel 4.1 di atas, dengan menggunakan arus pengisian yang berkisar 1 A dengan toleransi 0.1 A. Sedangkan tegangan baterai yang terdeteksi oleh avometer naik dari 9.7 V perlahan sampai pada tegangan maksimal baterai yaitu 13.8 V. Saat tegangan mencapai 13.8 V, tegangan tidak dapat naik lagi, sehingga tegangan baterai saat penuh menurut pengujian adalah sebesar 13.8 V. Sedangkan hasil pengujian berdasarkan tampilan LCD akan ditunjukkan pada tabel 4.3 sebagai berikut : Tabel 4.3 Data Pengisian Baterai berdasarkan Tampilan LCD Waktu Arus (A) Tegangan (menit) Baterai (V) 1 0.7 9.5 20 0.8 11.8 40 0.7 11.8 60 1.02 11.8 80 0.8 11.8 100 0.85 11.8 160 0.97 11.7 370 0.95 12.5 490 0.93 13 560 1.02 13.3 580 1.00 13.5 600 0.93 13.5 Berdasarkan tabel 4.2 ini, tampilan arus tidak stabil dengan pergerakan naik turun dengan melebihi toleransi sebesar 0.1 A. Sedangkan tegangan yang ditampilkan kurang 0.2 V dari tegangan yang dideteksi oleh avometer pada tabel 4.1. Perbedaan pengukuran pada arus pengisian berdasarkan avometer dan tampilan LCD, merujuk pada sensitivitas dari sensor arus ACS 712 yang hanya 100 mV/A (datasheet) untuk range -20 A – 20 A, sedangkan untuk proyek akhir ini dengan range 0 – 2.5 A (data pengujian dengan potensiometer dan modul mikrokontroler) butuh sensitivitas yang lebih besar. Sedangkan perbedaan tegangan pada avometer dan tampilan LCD pergerakannya sama, hanya selisih 0.2 V saja. Ini bisa digunakan untuk mengganti batas maksimal tegangan baterai saat penuh yaitu sebesar 13.5 pada listing program yang terlampir. 4.4 Pengujian Regulator Tegangan Alternator Pengujian ini dilakukan dengan mengukur keluaran tegangan alternator saat pertama kali diberi supply baterai 12 V dengan beban lampu 12 V. Tegangan yang dideteksi voltmeter adalah 13.8 V, dengan arus pengisian sebesar 200 mA dan lama kelamaan menurun sampai 0 A. 5. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari Tugas Akhir ini adalah : Tegangan keluaran alternator konstan 13.8 V dengan arus pengisian yang semakin lama semakin kecil. Sistem pengisian baterai dari PLN menggunakan arus pengisian yang disesuaikan dengan kapasitas baterai yaitu sebesar 1 A dengan toleransi sebesar 0.1 A. Baterai penuh saat tegangan yang terdeteksi sebesar 13.8 V dengan toleransi 0.2 V pada tampilan LCD yaitu sebesar 13.5 V. 6. Daftar Pustaka [1]. Bagus, Fani, S. ST. 2009. Optimasi Manajemen Penggunaan Energi Listrik dari Beberapa Sumber pada Pendestriam Traffic Light. Buku Proyek Akhir PENSITS. [2]. http://arduino.cc/en/uploads/Main/Arduino NanoManual23.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011. [3]. http://elearning.smkpraskabjambi.sch.id/T eknik_Kendaraan_Ringan/alternator.html. Diakses pada tanggal 20 Desember 2009. [4]. http://elka.ub.ac.id/praktikum/de/de.php?p age=2. Diakses pada tanggal 22 Januari 2010. [5]. http://nubielab.com/elektronika/analog/det ektor-fasa-ic-tca785. Diakses pada tanggal 20 Januari 2010. [6]. http://training.hmc.co.kr/12920427-Step1-Engine-Electrical-bhs-indo.pdf . Diakses pada tanggal 28 Desember 2009. 9