BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Kondisi Perusahaan Sesuai

advertisement
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Kondisi Perusahaan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada
Dalam bab ini, dilakukan analisis kondisi perusahaan mengenai perlakuan
akuntansi bagi aset biolojik yang berupa tanaman. Standar akuntansi yang akan
digunakan sebagai pembanding dari kondisi perusahaan adalah PSAK 32: Kehutanan
yang sudah dicabut, IAS 41: Agriculture, Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan dari Bapepam,
dan peraturan Menteri Kehutanan mengenai “Pedoman Pelaporan Keuangan
Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan”. Analisis perbandingan tersebut
akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu dilihat secara pengakuan, pengukuran, dan
penyajian dalam laporan keuanganya.
Untuk melakukan analisa ini, peneliti akan membandingkan standar-standar
akuntansi yang sesuai dengan bidang agribisnis dengan produk agrikultur. Aset biolojik
tersebut dikelompokkan berdasarkan tiga jenis yaitu, tanaman yang masih bibit –
menghasilkan, tanaman pada saat masa panen, dan produk jadi agrikultur tersebut.
Dalam penelitian ini, dikarenakan usaha agribisnis kelapa sawit yang akan
dijadikan objek penelitian maka tanaman berupa kelapa sawit, tanaman kelapa sawit
pada saat panen berupa tandan buah segar, dan produk kelapa sawit setelah melalui
proses pengilangan minyak menjadi minyak kelapa sawit dan siap dijual. Masingmasing dari tahapan tersebut mempunyai perlakuan akuntansi yang berbeda-beda dan
45
standar-standar akuntansi yang ada juga mempunyai aturan tersendiri untuk mengatur
perlakuan akuntansi bagi aset biolojik tersebut.
PT Dinamika Cipta Sentosa tidak menggunakan standar akuntansi yang ada di
Indonesia maupun standar akuntansi internasional untuk mengatur perlakuan akuntansi,
khususnya aset biolojik. Perusahaan tersebut mempunyai kebijakan akuntansi sendiri
yang dikembangkan oleh financial advisor dan analis keuangan untuk menentukan
perlakuan akuntansi bagi pengakuan, pengukuran, dan penyajian pada laporan
keuangannya.
IV.I.I Analisis Pengakuan awal (initial recognition)
Tabel IV.1 Analisis Pengakuan Awal Menurut Standar-Standar yang Berlaku
Pengakuan Awal
(initial recognition)
Tanaman kelapa Tanaman
kelapa Produk jadi kelapa
(minyak
sawit yang masih sawit pada saat sawit
bibit – tanaman panen
kelapa sawit )
menghasilkan
PSAK 32
IAS 41: Agriculture
√
√
Bapepam
√
√
√
Menteri Kehutanan
√
√
√
Perusahaan
√
46
PSAK 32: Kehutanan
Dalam PSAK 32: Kehutanan, perlakuan akuntansi mengenai aset biolojik
tanaman tidak dispesifikasikan. Dalam PSAK 32: Kehutanan, aset biolojik dari industri
kehutanan diklasifikasikan berdasarkan kayu bulat, kayu olahan, barang dalam proses
dan hasil tebangan lainnya. Aset biolojik tersebut diakui berdasarkan biaya-biaya yang
diperuntukkan untuk menanam tanaman tersebut. Biaya yang berhubungan dengan
kegiatan penanaman pada hutan alam dibebankan sebagai biaya produksi hasil hutan.
Sedangkan biaya berhubungan dengan usaha penanaman bukan untuk diproduksi,
misalnya penananam untuk hutan lindung disajikan sebagai beban lain-lain.
Pada hutan tanaman industri, apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka
biaya yang berhubungan dengan usaha penanaman dikapitalisasi sebagai “HTI dalam
pengembangan” sampai umur siap tebang dan diamortisasi selama jangka waktu masa
konsesi dan amortisasi dimulai sejak penebangan dilakukan serta dibukukan sebagai
biaya produksi. Amortisasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus
atau metode unit of production. Apabila tersedia pohon siap tebang, maka biaya tersebut
dibukukan sebagai biaya produksi.
Pemungutan hasil hutan akan diakui sebagai biaya yang berhubungan dengan
pemungutan hasil hutan dibebankan sebagai biaya produksi. Jadi, pengakuan aset
biolojik dari hasil kehutanan berdasarkan “HTI dalam pengembangan”. Dikarenakan
standar akuntansi ini diperuntukkan untuk industri kehutanan, jika diterapkan untuk
industri perkebunan ada beberapa akun yang tidak sesuai. Maka, PSAK 32: Kehutanan
tidak cocok untuk diterapkan bagi industri perkebunan.
47
IAS 41: Agriculture
Di dalam IAS 41: Agriculture, kegiatan pertanian adalah kegiatan pengelolaan
perusahaan terhadap aktivitas transformasi aset biolojik sehingga dapat dijual, menjadi
produk pertanian, atau menjadi produk aktivits biolojik tambahan. Transformasi biolojik
mencakup proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang menyebabkan
perubahan secara kualitatif dan kuantitatif. Biaya penjualan yang akan dijadikan patokan
penjualan adalah biaya-biaya yang daat ditelusuri terhadap pembuangan aset, tidak
termasuk biaya keuangan dan income taxes.
Untuk pengakuan awal pada aset biolojik menurut IAS 41: Agriculture yang
diterbitkan oleh IASCF (2009), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
-
Entity controls the assets as a result of past events.
Aset biolojik yang merupakan hasil dari peristiwa masa lalu dilihat dari tanaman
kelapa sawit yang dijadikan objek penelitian. Pohon kelapa sawit tersebut
dihasilkan dari peristiwa masa lalu yang dapat terjadi dari mulai masa
penanaman bibit maupun juga tanaman yang sudah menghasilkan dan dibeli oleh
perusahaan serta dijadikan aset biolojik mereka. Pada masa awal pertumbuhan
tanaman tersebut adalah masa pembibitan kemudian berkembang menjadi
tanaman belum menghasilkan sampai tanaman menghasilkan.
-
It is probable that future economic benefits associated with the asset will flow to
the entity.
Kondisi yang kedua yaitu, apabila ada manfaat ekonomi yang bisa diambil
perusahaan akibat dari perolehan aset tersebut baru suatu aset biolojik dapat
diakui. Aset biolojik yang berupa tanaman – tanaman tersebut mempunyai
48
manfaat ekonomi yang akan diperoleh untuk keuntungan perusahaan di masa
depan. Hasil panen dari tanaman kelapa sawit yang berupa tandan buah segar
yang akan dijual kepada pembeli pada pasar aktif maupun yang akan diolah di
pabrik untuk menghasilkan produk minyak kelapa sawit. Hasil dari penjualan
dari tandan buah segar dikurangi biaya penjualan akan menjadi pendapatan bagi
perusahaan. Tandan buah segar akan diakui dalam persediaan setelah dipanen
dan hasil keuntungan dari penjualan tandan buah segar akan masuk dalam
pendapatan. Hasil dari produk agrikultural berupa minyak kelapa sawit akan
diakui sebagai persediaan dan apabila dijual akan masuk sebagai pendapatan.
-
The fair value of the asset can be measure reliably.
Nilai wajar atau biaya dari aset biolojik tersebut dapat diukur secara handal.
Biaya dari aset biolojik mulai dari tanaman bibit, tanaman belum menghasilkan,
tanaman menghasilkan hingga tandan buah segar mempunyai biaya-biaya
masing-masing yang dapat diukur secara handal. Oleh karena ada biaya yang
dapat diukur ataupun nilai wajar aset tersebut pada saat perolehan, maka aset
biolojik tersebut harus diakui dalam laporan keuangan.
Bapepam
Bapepam mengeluarkan suatu aturan standar akuntansi yang diberlakukan untuk
perusahaan publik yang tidak mempunyai anak perusahan yang harus dikonsolidasikan
bergerak dalam bidang industri perkebunan. Standar akuntansi tersebut dinamakan
“Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahan
Publik Industri Perkebunan”. Standar tersebut dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar
49
Modal pada tanggal 27 Desember 2002 dan merupakan salah satu standar yang dipakai
di perusahan-perusahan publik di Indonesia.
Di dalam standar “Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan”, terdapat beberapa aturan mengenai
aset biolojik. Perkebunan pada umumnya mempunyai kegiatan yang berupa penanaman
dan pembibitan, yaitu proses pengelolaan bibit tanaman agar siap untuk ditanam dan
diikuti dengan proses penanaman. Pemeliharaan, berupa pemeliharaan tanaman melalui
proses pertumbuhan dan pemupukan hingga dapat menghasilkan produk. Pemungutan
hasil yaitu, proses pengambilan atau panen atas produksi tanaman untuk kemudian dijual
atau dibibitkan kembali. Pengemasan dan pemasaran yaitu, proses lebih lanjut yang
dibutuhkan agar produk tersebut siap dijual.
Aset biolojik yang diakui dalam kegiatan penanaman dan pembibitan
diklasifikasikan sebagai tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan.
Tanaman belum menghasilkan adalah semua jenis tanaman, yang dapat dipanen lebih
dari satu kali. Pengakuan awal pohon kelapa sawit yang dalam masa perkembangan dan
belum menghasilkan buah pada saat pertumbuhannya sebagai tanaman belum
menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan digunakan sebagai sebutan akun untuk
menampung biaya-biaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman
tersebut siap untuk menghasilkan secara komersial.
Bibit tanaman merupakan bakal tanaman yang berupa benih maupun tanaman
dalam persemaian. Bibit tanaman termasuk tanaman belum menghasilkan. Bibit dapat
dijual atau digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Maka dari itu, bibit tanaman
harus diakui dan dimasukkan dalam akun tanaman belum menghasilkan. Pengakuan
50
awal juga diberlakukan untuk tanaman telah menghasilkan, merupakan tanaman keras
yang dapat dipanen lebih dari satu kali yang telah menghasilkan secara komersial.
Menteri Kehutanan
Menteri Kehutanan mengeluarkan peraturan yang mengatur pelaporan keuangan
bagi hutan produksi yang berjudul “Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan
Produksi dan Pengelolaan Hutan (Dolapkeu-PHP2H)” di Indonesia. Selain PSAK,
Peraturan Bapepam dan standar akuntansi internasional (IAS), menteri kehutanan juga
mengeluarkan pedoman yang mengatur tentang pelaporan keuangan bagi hutan
produksi.
Tanaman kelapa sawit bisa dikategorikan sebagai tanaman hutan produksi.
Biasanya pada hutan alam, kegiatan pemanenan atau penebangan dilakukan terlebih
dahulu kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penanaman dan pemeliharaan hutan. Pada
hutan tanaman atau pengelolaan hutan oleh BUMN, umumnya kegiatan dimulai dengan
penanaman dan pemeliharaan kemudian dilanjutkan dengan pemanenan hasil hutan. Di
dalam pengelolaan hutan produksi, kegiatan berupa penyiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
Di dalam standar ini, aset biolojik dari hasil hutan produksi dibagi dalam dua pos
tanaman, yaitu Hutan Tanaman Dalam Pengembangan dan Hutan Tanaman Siap Panen.
Hutan tanaman dalam pengembangan adalah pos hutan tanaman yang belum
menghasilkan. Hutan tanaman dalam pengembangan dicatat sebesar biaya-biaya yang
terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap dipanen. Untuk biaya
yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, biaya yang dimasukkan dalam hutan
51
tanaman dalam pengembangan adalah biaya depresiasi atau amortisasinya. Akumulasi
biaya yang telah dikeluarkan dalam hutan tanaman dalam pengembangan dilakukan
untuk setiap blok atau areal. Perusahaan harus memiliki catatan detail untuk masingmasing blok atau areal per tahun tanam. Jika dalam satu blok atau areal hutan tanaman
yang akan ditanami terdapat tanaman yang telah siap panen maka nilai HT dalam
pengembangan akan dipindahkan menjadi HT siap panen. HT siap panen ini akan
didepresiasi dengan menggunakan metode unit produksi atau garis lurus. HT siap panen
dengan hasil panen berupa non-kayu akan didepresiasi menggunakan metode garis lurus
selama masa manfaat tanaman.
Perusahaan Dinamika Cipta Sentosa
Perusahaan Dinamika Cipta Sentosa ini belum menerapkan standar tertentu
sebagai dasar dari perlakuan akuntansi bagi aset biolojik yang berupa tanaman kelapa
sawit. Namun, ia mempunyai beberapa kebijakan dan perhitungan tersendiri sebagai
pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangannya. Untuk pengakuan awal
(initial recognition), aset biolojik yang diakui adalah:
-
Pembibitan umur 3 bulan
-
Pembibitan umur 9 bulan (main nursery)
-
Pembukaan lahan
-
Pembukaan tanaman baru (TBM 0) atau tanaman belum menghasilkan 0 tahun
-
Tanaman belum menghasilkan tahun I
-
Tanaman belum menghasilkan tahun II
-
Tanaman belum menghasilkan tahun III
52
Sebelumnya perusahaan mengakuisisi kebun kelapa sawit ini berjumlah 12.037
ha dengan areal Hak Guna Usaha sejumlah 7.037 ha. Dari luas HGU, yang sudah
ditanami kelapa sawit berjumlah 3.227 ha sedangkan sisanya 3.810 ha yang akan
direncanakan untuk membangun perkebunan kelapa sawit dan pabrik PKS. Tanaman
yang sudah ada pada saat perusahan akuisisi pada tahun 2006, berupa tanaman
menghasilkan. Tanaman menghasilkan diakui sebagai tanaman dengan harga pasar
pada saat akuisisi, dan selebihnya nilainya diakumulasi dari tanaman belum
menghasilkan III (TBM III) yang sudah siap menghasilkan menjadi tanaman
menghasilkan I. Aset baru yang ada setelah akuisisi adalah TBM II 2005 dan TBM I
2006. Selain itu, ada tanaman belum menghasilkan yang baru ditanaman pada tahun
2006. Laporan Keunagan perusahaan merupakan laporan keuangan konsolidasi,
antara perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit.
Untuk tanaman yang sudah menghasilkan, biaya yang diakui selain biaya akuisisi
adalah biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan. Biaya pemeliharaan tanaman
menghasilkan dibagi atas tiga tahap yaitu, biaya pemeliharan tanaman menghasilkan
tahun I-II, biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan tahun IV-V, biaya
pemeliharaan tanaman menghasilkan tahun VI-XII, dan biaya pemeliharan tanaman
menhasilkan tahun XIII-XXV.
Perusahaan tidak mengakui hasil dari tandan buah segar sebagai persediaan. Ada
beberapa pertimbangan mengapa perusahaan tidak mengakui tandan buah segar
sebagai persediaan:
1. Masa hidup tandan buah segar hanya 24-48 jam, apabila lebih dari itu, ia akan
busuk dan sudah tidak mungkin dijual.
53
2. Karena masa hidup yang sebentar, ada kontrak penjualan tandan buah segar
dengan perusahaan pembeli.
Tandan buah segar dimasukkan ke dalam harga pokok penjualan (hasil dari tanaman
menghasilkan), kemudian ada biaya-biaya lain seperti biaya angkut, biaya panen, biaya
penjualan TBS, dll. Sama halnya dengan minyak kelapa sawit, perusahaan tidak
mengakui persediaan berupa minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit tidak diakui
sebagai persediaan, karena ia langsung dijual kepada pembeli kontrak. Minyak kelapa
sawit hanya bertahan selama 1-2 bulan, dimana kalau lebih dari waktu tersebut kadar
asam dari minyak tersebut naik 3% dan hal ini akan mengakibatkan minyak sulit untuk
dijual.
Pengakuan Yang Benar Menurut IAS: 41 Agriculture
Pengakuan aset biolojik yang benar menurut standar IAS 41 ini adalah
berdasarkan transformasi biolojik. Apabila berdasarkan transformasi biolojik, pengakuan
terdiri atas:
- Pembibitan
- Tanaman Belum Menghasilkan
- Tanaman Menghasilkan
- Tandan Buah Segar pada saat panen
54
IV.1.2 Analisis Pengukuran Aset Biolojik (measurement)
Tabel IV.2 Analisis Pengukuran Menurut Standar – Standar yang Berlaku.
Pengukuran
Tanaman
kelapa Tanaman
kelapa Produk
jadi
(measurement)
sawit yang masih sawit pada saat kelapa
sawit
bibit – tanaman panen
menghasilkan
(tandan (minyak
buah segar)
kelapa
sawit)
PSAK 32
IAS
41: √
√
Bapepam
√
√
√
Menteri
√
√
√
√
√
√
Agriculture
Kehutanan
Perusahaan
PSAK 32: Kehutanan
Di dalam standar akuntansi PSAK 32: Kehutanan (1994) yang sekarang sudah
dicabut, pengukuran aset biolojik untuk perkebunan tidak spesifik karena standar
tersebut diberlakukan untuk kegiatan kehutanan. Hasil tebangan, hasil olahan dan hasil
hutan lainnya dalam standar ini akan diukur berdasarkan biaya yang berdasarkan akrual.
Biaya yang berhubungan dengan kegiatan penanaman pada hutan alam dibebankan
sebagai biaya produksi hasil hutan. Biaya yang timbul sebagai akibat kegiatan
pengusahaan hutan, seperti: biaya penanaman kembali untuk jalur tebang yang telah
diproduksi, biaya penanaman tanah kosong, biaya penanaman kiri-kanan jalan,
55
landscaping, dan biaya untuk konservasi lainnya, harus diestimasi dan dibebankan
sebagai biaya produksi walaupun kelihatannya belum dilaksanakan.
Pada hutan tanaman industri, apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka
biaya yang berhubungan dengan usaha penanaman dikapitalisasi sebagai “HTI dalam
pengembangan” sampai umur siap tebang dan diamortisasi selama jangka waktu masa
konsesi, dan amortisasi dimulai sejak penebangan dilakukan serta dibukukan sebagai
biaya produksi. Apabila tersedia pohon siap tebang, maka biaya tersebut dibukukan
sebagai biaya produksi. Biaya yang berhubungan dengan usaha pemeliharaan dan
pembinaan hutan dibebankan sebagai biaya produksi. Untuk hutan tanaman industri,
apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya yang berhubungan dengan usaha
pemeliharaan dan pembinaan hutan dikapitalisasi sebagai “HTI dalam pengembangan”
sampai umur siap tebang dan diamortisasi selama jangka waktu konsesi, dan amortisasi
mulai sejak penebangan dilakukan serta dibukukan sebagai biaya produksi. Amortisasi
dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus. Apabila tersedia pohon siap tebang,
biaya yang berhubungan dengan usaha pemeliharaan dan pembinaan hutan tersebut
dibukukan sebagai biaya produksi.
Dalam PSAK 32: Kehutanan, pengukuran biaya belum begitu jelas hanya
terdapat klasifikasi biayanya saja untuk kegiatan kehutanan. Oleh karena itu, standar ini
tidak cocok untuk diterapkan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit.
56
IAS 41 : Agriculture
Menurut IAS 41: Agriculture
IASCF (2009), aset biolojik diukur pada
pengakuan awal dan pada tanggal pelaporan berdasarkan nilai wajar dikurang estimasi
biaya penjualan kecuali nilai wajar tidak bisa diandalkan. Produk agrikultural harus
diukur berdasarkan nilai wajar dikurangi biaya penjualan pada saat panen. Namun, untuk
beberapa kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengukur aset biolojik. IAS 41
mengasumsikan bahwa nilai wajar bisa diandalkan untuk mengukur aset biolojik akan
tetapi asumsi tersebut bisa dikecualikan apabila pada saat diakui dalam pernyataan
keuangan, tidak mempunyai harga pasar dalam pasar aktif dimana estimasi nilai wajar
susah untuk diandalkan. Oleh karena itu, digunakan biaya dikurangi akumulasi
depresiasi atau impairment loss untuk mengukur aset tersebut. Selain menggunakan
biaya dikurangi akumulasi depresiasi atau impairment loss, alternatif lain yang dapat
digunakan adalah:
-
Kuota harga wajar pada pasar aktif yang digunakan untuk mengukur aset biolojik
atau produk agrikultural. Apabila tidak ada, menggunakan harga pasar untuk aset
sejenis atau aset yang berhubungan.
-
Bila harga pasar tidak dapat diandalkan, maka menggunakan nilai sekarang
sekarang dari arus kas yang diharapkan dari aset yang akan digunakan, diskonto
pada saat market determined rate.
-
Pada kejadian yang terbatas, biaya adalah indikator dari nilai wajar dimana
dampak dari transformasi bioljik pada harga diharapkan tidak terlalu material.
-
Nilai wajar pada aset biolojik adalah nilai berdasarkan harga pasar saat ini dan
tidak disesuaikan untuk mencerminkan harga aktual dalam harga kontrak.
57
Pada studi penelitian ini, setiap transformasi biolojik mencerminkan harga yang
berbeda-beda sesuai dengan umur atau kualitas tanaman tersebut. Setiap
transformasi biolojik diukur secara berbeda-beda bedasarkan ketentuan pengukuran
yang sudah disebutkan diatas dan ketentuan pengukuran ini hanya sampai titik panen
(menggunakan IAS 41) selebihnya ketika sudah menjadi produk menggunakan IAS
2: Persediaan. Pada dasarnya, IAS 41 mengatur transformasi biolojik dari mulai
pembibitan sampai pada saat panen. Pengukuran tersebut menggunakan nilai wajar
maupun alternatif lain.
Pengklasifikasian untuk mengukur aset biolojik berdasarkan umur atau kualitas
yaitu:
-
Pengukuran dari tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan – tanaman belum
menghasilkan. Pengukuran dengan menggunakan nilai wajar dalam pasar aktif
atau menggunakan alternatif lain.
-
Pengukuran dari tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan, yaitu tanaman
yang sudah dapat menghasilkan tandan buah segar.
-
Pengukuran untuk tandan buah segar pada saat siap panen, yaitu menggunakan
nilai wajar dikurangi oleh estimasi biaya penjualan.
Bapepam
Menurut Bapepam/Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik untuk Industri Perkebunan (2002), pengukuran aset
biolojik yang berupa tanaman tidak disajikan secara rinci. Dalam peraturan tersebut,
biaya-biaya yang terkait untuk aset biolojik tersebut tidak dijabarkan secara khusus.
58
Tanaman belum menghasilkan dalam standar Bapepam ini dicatat sebesar biaya-biaya
yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap dihasilkan secara
komersial. Biaya-biaya tersebut antara lain terdiri dari biaya persiapan lahan,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan kapitalisasi biaya pinjaman yang dipakai
dalam pendanaan. Biaya-biaya tersebut akan diakumulasi dan menjadi nilai akhir dari
tanaman belum menghasilkan. Pada saat tanaman siap untuk menghasilkan maka
direklasifikasi menjadi tanaman telah menghasilkan.
Untuk tanaman telah menghasilkan, biaya-biaya tersebut dicatat sebesar biaya
perolehannya yaitu semua biaya-biaya yang dikeluarkan sampai tanaman tersebut dapat
menghasilkan. Tanaman telah menghasilkan disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi
dengan akumulasi deplesi. Hasil dari tanaman menghasilkan yaitu berupa produk
agrikultural maupun hasil perkebunan dicatat sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi
bersih pada pos persediaan. Bibit tanaman yang digunakan untuk proses produksi
tanaman yang akan menghasilkan secara komersial akan dimasukan ke dalam pos
tanaman belum menghasilkan dalam aset tidak lancar.
Menteri Kehutanan
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor P.69/menhutII/2009
tentang Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan
Hutan mengatur tentang pengukuran biaya untuk hutan tanaman. Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman atau
pengelolaan hutan oleh BUMN akan diakumulasikan sampai dengan tanaman tersebut
menghasilkan ke dalam akun Hutan tanaman (HT) dalam pengembangan.
59
Hutan tanaman (HT) dalam pengembangan merupakan pos hutan tanaman yang
belum menghasilkan. HT dalam pengembangan dicatat sebesar biaya-biaya yang terjadi
sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk dipanen. Biaya tersebut
antara lain yang dimasukkan adalah biaya perencanaan, penanaman, pemeliharaan,
pembinaan hutan, biaya administrasi dan umum yang berkaitan langsung, amortisasi
beban tangguhan, beban penyusutan sarana dan prasarana, dan kapitalisasi biaya
pinjaman yang dipakai dalam pendanaan. Pada saat HT dalam pengembangan siap untuk
menghasilkan maka direklasifikasi menjadi HT siap panen.
Pada pos HT siap panen, biaya-biaya dicatat sebesar biaya perolehannya, yaitu
semua biaya-biaya yang dikeluarkan sampai tanaman tersebut dapat menghasilkan. HT
siap panen disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi depresiasi.
Untuk hasil hutan yang bersifat barang jadi dan siap dijual akan masuk dalam pos
persediaan. Persediaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi bersih, mana
yang lebih rendah. Nilai realisasi bersih adalah nilai jual dikurangi dengan biaya-biaya
yang terkait dengan penjualan. Jika terdapat penurunan pada persediaan akan diakui
sebagai kerugian penurunan nilai dalam perhitungan harga pokok produksi.
Pengukuran Aset Biolojik Pada Perusahaan
Penilaian untuk aset biolojik di dalam perusahaan, menggunakan biaya
berdasarkan biaya historis (biaya) sebagai alat untuk mengukur seberapa besar aset
tersebut bernilai. Di dalam laporan keuangan neraca di perusahaan, aset biolojik
perusahaan ada dalam akun tanaman, TBM 2005, TBM 2006 dan TBM baru. Dalam pos
Tanaman terdiri dari serangkaian tanaman menghasilkan mulai dari tanaman
60
menghasilkan I-III, tanaman menghasilkan IV-V, tanaman menghasilkan VI-XII dan
tanaman menghasilkan XIII-XXV. Tanaman tidak bisa ditelusuri biayanya karena ia
merupakan aset biolojik yang ada pada saat akuisisi sehingga nilainya sebesar nilai
akuisisi berdasarkan harga pasar pada tahun 2006 (tanggal akuisisi 31 Agustus 2006).
Biaya yang terkait untuk tanaman menghasilkan ada dalam biaya produksi yang akan
dimasukkan dalam harga pokok penjualan. Oleh karena itu, biaya pemeliharaan tidak
dikapitalisasi di akun tanaman. Pada tanggal akuisisi, besar nilai untuk pos tanaman
sebesar Rp 34.486.155.000,- untuk total 1.740 ha tanaman menghasilkan. Kemudian,
nilai pos tanaman menghasilkan ini akan bertambah bila tanaman baru menghasilkan
berubah menjadi tanaman menghasilkan. Maka, nilai tanaman baru menghasilkan akan
berkurang sebesar nilai yang akan diakumulasi ke pos tanaman sebagai tanaman
menghasilkan. Dibawah ini ada uraian mengenai luas dan posisi tanaman kelapa sawit
yang diakuisisi:
Tabel IV.3 Uraian Luas dan Posisi Tanaman Kelapa Sawit
Posisi yang ada
Luas / ha
TM 6 TT 1998
223
TM 5 TT 1999
779
TM 4 TT 2000
538
TM 1 TT 2003
180
TBM 2 TT 2005
510
TBM 1 TT 2006
977
Total
3.227
Sumber: PT Dinamika Cipta Sentosa
61
Tanaman belum menghasilkan pada tahun 2005 (TBM II 2005) dan tanaman
belum menghasilkan pada tahun 2006 (TBM I 2006) merupakan aset biolojik
perusahaan yang ada pada saat akuisisi. Walaupun pada tanaman menghasilkan dan
tanaman belum menghasilkan merupakan aset biolojik lama, namun posnya harus
dipisahkan. Tanaman menghasilkan akan menghasilkan tandan buah segar. Tandan buah
segar akan dimasukkan ke dalam akun harga pokok penjualan dan tidak tertera dalam
akun persediaan. TBM II 2005 harga pasarnya pada saat akuisisi sebesar
Rp 10.108.011.000,- dan TBM I 2006 senilai Rp 19.264.680.000,- harga pasarnya. Pada
tahun 2008, TBM II 2005 berubah menjadi tanaman menghasilkan sehingga nilai di pos
TBM II 2005 akan hilang dan pos tanaman akan bertambah sejumlah nilai TBM II 2005
tersebut. TBM I 2006 berubah menjadi tanaman menghasilkan pada tahun 2009. Pos
tanaman akan bertambah nilainya sebesar nilai TBM I 2006 dan akun TBM I 2006 akan
hilang.
62
Perhitungan untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM baru) sebagai berikut:
Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun 2008.
Tabel IV.4 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun 2008.
Pembibitan
Pembukaan lahan
Tanam
TBM 0
TBM 1
TBM 2
TBM 3
Total
total (ha)
6778
6778
6778
6778
6778
6778
6778
2008 Biaya
1778
2378
2378
4000
400
Rp 6.600.000
Rp 3.500.000
Rp 3.400.000
Rp 4.000.000
Total
Rp 11.734.800.000
Rp 0
Rp 8.323.000.000
Rp 13.600.000.000
Rp 1.600.000.000
Rp 35.257.800.000
Rp 49.760.000.000
Rp 85.017.800.000
Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun 2009.
Tabel IV.5 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun 2009.
Pembibitan
Pembukaan lahan
Tanam
TBM 0
TBM 1
TBM 2
TBM 3
Total
total (ha)
6778
6778
6778
6778
6778
6778
6778
2009
Biaya
2378
4000
400
Rp 3.400.000
Rp 4.000.000
Rp 4.200.000
Total
Rp 8.085.200.000
Rp 16.000.000.000
Rp 1.680.000.000
Rp 25.765.200.000
63
Perhitungan Baru Tanaman Belum Menghasilkan Tahun 2010.
Tabel IV. 6 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun 2010.
Pembibitan
Pembukaan lahan
Tanam
TBM 0
TBM 1
TBM 2
TBM 3
TM 1
TM 2
TM 3
Total
total (ha)
6778
6778
6778
6778
6778
6778
6778
2010 Biaya
Total
2378 Rp 4.000.000
4000 Rp 4.200.000
400 Rp 1.925.400
Rp 9.512.000.000
Rp 16.800.000.000
Rp 770.160.000
Rp 27.082.160.000
Di dalam perhitungan tanaman baru menghasilkan ini tahun 2008, dilihat bahwa
pembibitan tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya dimana nantinya menjadi nilai
pos TBM baru. Tanaman baru membutuhkan bibit untuk menjadi TBM 0, hanya land
clearing, dan biaya pemeliharaan TBM saja yang dihitung. Perusahaan juga tidak
mencatat persediaan berupa tandan buah segar dan minyak kelapa sawit. Persediaan
bahan baku yang ada dalam neraca hanya tandan buah segar yang dibeli dari pihak luar.
Tandan buah segar yang sudah dipanen tidak dimasukkan dalam akun persediaan akan
tetapi langsung masuk di dalam akun Harga Pokok Penjualan pada Laporan Laba Rugi.
Begitu juga dengan penjualan minyak CPO, langsung dimasukkan ke dalam harga
pokok penjualan sebagai biaya bahan baku hasil kebun.
64
Biaya – biaya yang terkait dengan aset biolojik yang menjadi dasar pengukuran tersebut
adalah :
ƒ
Biaya pembibitan umur 3 bulan/ha = Rp 1.045.614,-.
Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan dan alat seperti:
persiapan bedengan, mandor, penyiraman, seleksi bibit, kecambah, pestisida,
pupuk urea, dll.
ƒ
Biaya pembuatan lahan/ha = Rp 6.600.000,-.
Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja (babat pendahuluan, menumbang,
pemupukan, dll), biaya bahan dan alat (dozer, dll), dan prasarana (pembuatan
parit, dll).
ƒ
Biaya Pembukaan tanaman baru/ha (TBM 0) = Rp 3.500.000,Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja (menanan kacangan, penyiangan
tiga bulan pertama, pembuatan lubang tanaman, menanam kelapa sawit, dll) dan
biaya bahan dan alat (pupuk urea, pupuk MOP, pestisida, herbisida, bibit sawit,
dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman belum menghasilkan I (TBM I)/ha =
Rp 3.400.000,-. Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja (pemeliharaan jalan,
pengendalian gulma, dll) dan biaya bahan dan alat (pupuk urea, pupuk dolomit,
dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman belum menghasilkan II (TBM II) =
Rp 4.000.000,-. Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja (telling ulat/tikus,
meracun tikus/babi, dll) dan biaya bahan dan alat (pupuk borax, grader, dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman belum menghasilkan III (TBM III) =
65
Rp 4.200.000,-. Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja (titip panen,
pemupukan tanaman, dll) dan biaya bahan dan alat (pupuk urea, garuk, dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan tahun I-III = Rp 1.925.400,-.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya tenaga kerja (wiping lalang, menunas
pokok, dll) dan biaya bahan dan alat (cangkul, pupuk, dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan tahun IV-V = Rp 3.167.450,-.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya tenaga kerja (dongkel kayu-kayuan,
mengambil sample daun, dll) dan biaya bahan dan alat (pestisida cair, pupuk,
dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan tahun VI-XII = Rp 3.882.950,-.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya tenaga kerja (mengambil sampel daun,
wiping lalang ,dll) dan biaya bahan dan alat (pupuk, power sprayer, dll).
ƒ
Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan tahun XIII-XXV = Rp 3.624.900,-.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya tenaga kerja (pemeliharaan jalan, garuk
piringan, dll) dan biaya bahan dan alat (pump sprayer, borax, dll).
Untuk pengukuran tandan buah segar untuk penjualan pada laporan laba rugi, pada tahun
2008, sebesar Rp 211.116.900,- dari hasil produksi 32.190 ton dan harga jual perusahaan
pada waktu itu Rp 700.00,- per kg.
66
IV.1.2.1 Pengukuran yang benar menggunakan IAS 41: Agriculture
Pengukuran aset biolojik akan dimulai dengan pengukuran tanaman belum
menghasilkan, kemudian biaya pemeliharaan yang belum dimasukkan sebagai biaya
tanaman menghasilkan kemudian nilai akhir dari tanaman menghasilkan itu sendiri
setelah ada penambahan aset baru dan depresiasi untuk aset tersebut.
Perhitungan untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan
value in use (nilai pakai), dimana PV (present value) x proyeksi arus kas masa depan
(expected net cash flows). Kemudian hasil dari nilai pakai dibandingkan dengan biaya
mana yang lebih kecil nilainya yang nantinya yang akan diungkapkan di laporan
keuangan. Pengukuran biaya yang benar sudah sama dengan pengukuran biaya dalam
perusahaan.
Berikut ini adalah perhitungan dari pengukuran lanjutan untuk penyajian laporan
keuangan berdasarkan pengukuran biaya perusahaan.
Perhitungan untuk Tanaman Belum Menghasilkan
Tabel IV.7 Perhitungan TBM Baru Tahun 2008.
Tahun 2008
TBM 0
TBM 1
TBM2
2378 ha=
4000 ha=
400 ha =
2,8550 x 25.370.168.600 =
2,2832 x 42.674.800.000 =
1,025 x 4.267.480.000 =
Total =
Rp 72.431.831.350
Rp 97.435.103.360
Rp 6.934.655.000
Rp176.801.619.710
Dibandingkan dengan biaya =
Rp 95.920.256.000
Karena biaya lebih kecil, tidak ada penyesuaian.
67
Tabel IV.8 Perhitungan TBM Baru Tahun 2009.
Tahun 2009
TBM 1
TBM 2
TBM 3
2378 ha =
4000 ha =
400 ha =
2.2832 x 25.370.168.600 =
1.6257 x 42.674.800.000 =
0.8696 x 4.267.480.000 =
Total =
Rp 57.925.168.950
Rp 69.376.422.369
Rp 3.711.000.608
Rp 131.012.591.918
Dibandingkan dengan biaya =
Rp 121.685.456.000
Karena biaya lebih kecil, tidak ada penyesuaian.
Tabel IV.9 Perhitungan TBM Baru Tahun 2010.
Tahun 2010
TBM 2
TBM 3
2378 ha =
4000 ha =
1.6257 x 42.674.800.000 = Rp 41.244283.090
0.8696 x 4.267.480.000 = Rp 37.110.006.080
Total = Rp 78.354.289.170
Dibandingkan dengan biaya = Rp 98.237.456.000
Biaya lebih besar, oleh karena itu ada imparment loss dan penyesuaian dimana selisih
dari biaya dengan menggunakan nilai pakai adalah Rp 19.883.166.830,Maka perusahaan harus membuat jurnal sebagai berikut:
Loss on Impairment
Rp 19.883.166.830
Biological Asset – TBM
Rp 19.883.166.830
68
Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan (Akumulasi)
Tahun 2008
Tabel IV.10 TBM Akumulasi 2008
TBM awal
Pembibitan
Akumulasi
TBM
Rp 85.017.800.000
4000 ha x ( Rp 1.045.614 ) + 4000 ha x
Rp 10.902.456.000 ( Rp 1.680.000 )
Rp 95.920.256.000
Tahun 2009
Tabel IV.11 TBM Akumulasi 2009.
TBM awal
Pembibitan
Akumulasi
TBM
Rp 110.783.000.000
4000 ha x ( Rp 1.045.614 ) + 4000 ha x
Rp 10.902.456.000 ( Rp 1.680.000 )
Rp 121.685.456.000
Tahun 2010
Tabel IV.12 TBM Akumulasi 2010.
TBM awal
Pembibitan
Akumulasi
TBM
Rp 87.335.000.000
4000 ha x ( Rp 1.045.614 ) + 4000 ha x
Rp 10.902.456.000 ( Rp 1.680.000 )
Rp 98.237.456.000.
69
Pengukuran Tanaman Menghasilkan
Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan
Tahun 2008
Tabel IV. 13 Pengukuran Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan 2008.
TM 1-3 =
TM 4-5 =
TM 6-12 =
690 ha x Rp 1.925.400
1337 ha x Rp 3.167.450
223 ha x Rp 3.882.920
Total
= Rp 1.328.526.000
= Rp 4.234.880.650
= Rp 865.891.160
= Rp 6.429.297.810
Tahun 2009
Tabel IV.14 Pengukuran Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan 2009.
TM 1-3 =
TM 4-5 =
TM 6-12 =
1667 ha x Rp 1.925.400
538 ha x Rp 3.167.450
1022 ha x Rp 3.882.920
Total
=
=
=
=
Rp 3.209.641.800
Rp 1.704.088.100
Rp 3.968.344.240
Rp 8.882.073.140
Tahun 2010
Tabel IV.15 Pengukuran Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan 2010.
TM 1-3 =
TM 4-5 =
TM 6-12 =
1487 ha x Rp 1.925.400
180 ha x Rp 3.167.450
1560 ha x Rp 3.882.920
Total
=
=
=
=
Rp 2.863.069.800
Rp 570.141.000
Rp 6.057.355.200
Rp 9.420.566.000
70
Jumlah Tanaman Menghasilkan
Tahun 2008
Tabel IV.16 Tanaman Menghasilkan Akumulasi 2008.
Tanaman menghasilkan awal
Biaya pemeliharaan
Penambahan tanaman
Depreasiasi lama
Depresiasi baru
Rp 44.594.166.000
Rp 6.429.297.810
Rp 10.108.011.000
Rp 1.724.308.000
Rp 661.492.352
Tanaman menghasilkan akumulasi depresiasi
Rp 48.637.663.460
Tahun 2009
Tabel IV.17 Tanaman Menghasilkan Akumulasi 2009.
Tanaman menghasilkan awal
Rp48.637.663.460
Biaya pemeliharaan
Rp8.882.073.140
Penambahan tanaman
Rp 19.264.680.000
Depreasiasi lama
Rp1.724.308.000
Depresiasi baru
Rp1.787.362.478
Tanaman menghasilkan akumulasi depresiasi
Rp 73.272.805.520
71
Tahun 2010
Tabel IV.18 Tanaman Menghasilkan Akumulasi 2010.
Tanaman menghasilkan awal
Rp 73.272.805.520
Biaya pemeliharaan
Rp 9.420.566.000
Penambahan tanaman baru
Rp 49.760.000.000
Depreasiasi lama
Rp 1.724.308.000
Depresiasi baru
Rp 2.367.222.640
Tanaman menghasilkan akumulasi depresiasi
Rp 126.574.478.400
Perhitungan Tandan Buah Segar pada saat panen
Tahun 2008
Tabel IV.19 Perhitungan TBS 2008.
Tandan buah segar yang dihasilkan = 32.190 ton x Rp 656 = Rp 21.116.640.000
Biaya penjualan tandan buah segar =
= Rp 4.506.600.000
= Rp 16.610.040.000
Tahun 2009
Tabel IV.20 Perhitungan TBS 2009.
Tandan buah segar yang dihasilkan = 46.304 ton x Rp 702 = Rp 32.505.408.000
72
Tahun 2010
Tabel IV.21 Perhitungan TBS 2010.
Tandan buah segar yang dihasilkan = 55.586 ton x Rp 726 = Rp 40.355.436.000
Dari hasil perhitungan untuk pengukuran yang benar, peneliti menggunakan
expected net cash flow untuk perhitungan tanaman belum menghasilkan sehingga
didapat hasilnya. Ketika didapat hasilnya, ada jurnal penyesuaian karena ada rugi
penurunan nilai aset (loss on impairment of asset) dan berbeda dari nilai tanaman belum
menghasilkan sebelumnya yang ada di perusahaan pada tahun 2010. Selain itu, tanaman
menghasilkan diukur setelah dikurangi oleh akumulasi depresiasi dan jumlahnya
berbeda dari nilai yang ada di perusahaan. Begitu juga dengan perhitungan tandan buah
segar yang diukur berdasarkan rata-rata nilai wajar pada saat itu. Perusahaan tidak
membukukan tandan buah segar sebagai persediaan bahan bakunya.
73
IV.1.3 Analisis Penyajian dan Pengungkapan (disclosure)
Tabel IV.22 Analisis Pengungkapan Menurut Standar – Standar Lain.
Pengungkapan
Tanaman
kelapa Tanaman
kelapa Produk
jadi
(disclosure)
sawit yang masih sawit pada saat kelapa
sawit
bibit – tanaman panen
menghasilkan
(tandan (minyak
buah segar)
kelapa
sawit)
PSAK 32
IAS
41: √
√
Bapepam
√
√
√
Menteri
√
√
√
Agriculture
kehutanan
Perusahaan
√
PSAK 32: Kehutanan
Menurut PSAK 32: Kehutanan yang diterbitkan oleh IAI (2007), penyajian untuk
aset maupun kewajiban dalam neraca dikelompokan menurut urutan lancar dan tidak
lancar dan pos-pos tersebut diklasifikasikan berdasarkan urutan likuid-non likuid. Bagi
aset biolojik, penyajian asetnya diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar. Untuk
pengungkapan yang berhubungan dengan aset biolojik dalam catatan atas laporan
keuangan yaitu:
a) Klasifikasi aset tetap dan peruntukannya
b) Khusus untuk HTI, diungkapkan realisasi luas tanaman pada periode berjalan dan
akumulasinya
74
c) Sehubungan dengan perubahan saldo kewajiban perusahaan pengusahaan hutan
yang timbul akibat kegiatan pengusahaan hutan, seperti penanaman kembali,
TPTI, penanaman tanah kosong, penanaman kiri kanan jalan utama, bina desa
hutan, landscaping, dan upaya konservasi lainnya, perlu diungkapkan hal-hal
berikut:
(i) Saldo awal;
(ii) Penyisihan periode berjalan;
(iii)Realisasi yang dilakukan selama periode berjalan; dan
(iv) Saldo akhir.
Diatas adalah beberapa hal yang menjadi pengungkapan untuk aset biolojik di
dalam standar PSAK 32: Kehutanan. Dikarenakan PSAK 32 itu sudah dicabut oleh
PPSAK no. 1, jadi standar tersebut sudah tidak cocok diterapkan di Indonesia.
IAS 41: Agriculture
Dalam standar akuntansi IAS 41: Agriculture adanya ketentuan yang mengatur
mengenai penyajian dan pengungkapan aset biolojik. Dalam standar ini juga mengatur
bahwa aset biolojik harus diungkapkan berdasarkan perubahan harga terhadap
transformasi biolojik dari aset biolojik tersebut. Tanaman kelapa sawit tersebut
diungkapkan tergantung dari jenis umur dan kualitasnya. Dari segi umur dan kualitas
menghasilkan, tanaman kelapa sawit dibagi atas tanaman belum menghasilkan dan
tanaman menghasilkan. Sebagai contohnya sebuah entitas dapat mengungkapkan harga
perolehan dari aset biolojik. Perbedaan ini memberikan informasi untuk penetuan
penilaian arus kas masa depan.
75
Entitas harus mengungkapkan metode dan asumsi yang dipakai dalam
menentukan nilai wajar maupun alternatif pengukuran lain dari setiap kelompok produk
agrikultural pada saat panen dan pada kelompok aset biolojik. Selain itu, entitas juga
harus mengungkapkan nilai wajar dikurang biaya penjualan dari produk agrikultural
yang panen dari periode tersebut. Entitas juga harus mengungkapkan untung atau rugi
yang terjadi selama periode berjalan pada pengakuan awal dari aset biolojik dan produk
agrikultural yang berasal dari perubahan nilai wajar dikurang biaya penjualan. Dari IAS
41: Agiculture, IASCF (2009) terdapat pernyataan standar mengenai pengungkapan
adalah:
If not disclosed elsewhere in information published with the financial
statements, an entity shall describe:
a) The nature of its activities involving each group of biological asset, and
b) Non-financial measures or estimates of the physical quantities of
(i) Each group of the entity’s biological assets at the end of the period; and
(ii) Output of agricultural produce during the period.
An entity shall disclose the methods and significant assumptions applied in
determining the fair value of each group of agricultural produce at the point of
harvest and each group of biological assets.
An entity shall disclose the fair value less costs to sell of agricultural produce
harvested during the period, determined at the point of harvest
An entity shall disclose:
a) The existence and carrying amounts of biological assets whose title is restricted,
and the carrying amounts of biological assets pledged as security for liabilities.
b) The amount of commitments for the development or acquisition of biological
assets, and
c) Financial risk management strategies related to agricultural activity.
An entity shall present a reconciliation of changes in the carrying amount of
biological assets between the beginning and the end of the current period.
The reconciliation shall include:
a) The gain or loss arising from changes in fair value less costs to sell
b) Increases due to purchases
c) Decreases attributable to sales and biological assets classified as held for
sale (or included in a disposal group that is classified as held for sale) in
accordance with IFRS 5
d) Decreases due to harvest
e) Increases resulting from business combinations
76
f) Net exchange differences arising on the translation of financial statements
into a different presentation currency, and on the translation of a foreign
operation into the presentation currency of the reporting entity, and
a) Other changes.
Apabila nilai wajar tidak dapat diukur secara andal, maka ada pengungkapan
tambahan untuk aset biolojik yang diukur menggunakan biaya dikurang akumulasi
depresiasi. Ketentuan-ketentuannya menurut IASCF (2009) adalah sebagai berikut:
If an entity measures biological assets at their cost less any accumulated
depreciation and any accumulated impairment losses at the
end of the period, the entity shall disclose for such biological assets:
a) Description of the biological assets
b) An explanation of why fair value cannot be measured reliably
c) If possible, the range of estimates within which fair value is highly likely
to lie
d) The depreciation method used
e) The useful lives or the depreciation rates used, and
f) The gross carrying amount and the accumulated depreciation
(aggregated with accumulated impairment losses) at the beginning and
end of the period
If, during the current period, an entity measures biological assets at their cost less
any accumulated depreciation and any accumulated impairment losses, an entity
shall disclose any gain or loss recognised on disposal of such biological assets and
the reconciliation shall disclose amounts related to such biological assets separately.
In addition, the reconciliation shall include the following amounts included in profit
or loss related to those biological assets:
a. Impairment losses
b. Reversals of impairment losses, and
c. Depreciation
If the fair value of biological assets previously measured at their cost less any
accumulated depreciation and any accumulated impairment losses becomes reliably
measurable during the current period, an entity shall disclose for those biological
assets:
a. Description of the biological assets
b. An explanation of why fair value has become reliably measurable, and
c. The effect of the change.
77
Di dalam standar ini, tidak mengatur pengungkapan yang berkaitan dengan
produk agrikultural setelah panen, yaitu dalam kasus ini adalah minyak kelapa sawit.
Produk hasil olahan tersebut akan diatur dalam IAS 2: Inventories (persediaan).
Bapepam
Dalam peraturan Bapepam, pengungkapan untuk aset biolojik yang berupa
tanaman perkebunan diatur dalam standar ini. Ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam
(2009) bagi industri perkebunan mengenai tanaman perkebunan yang terdiri atas
tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan adalah sebagai berikut :
Tanaman Perkebunan:
Yang harus diungkapkan antara lain:
a). Untuk tanaman telah menghasilkan
1. Rincian nilai tercatat dan akumulasi penyusutan menurut jenis tanaman.
2. Rekonsiliasi nilai tercatat awal tahun dan akhir tahun tanaman untuk
setiap kelompok selama paling tidak dua tahun terakhir.
3. Status tanah yang digunakan untuk menanam.
4. Nilai tanaman telah menghasilkan berdasarkan area/lokasi penanaman.
5. Perbandingan saldo tanaman belum menghasilkan selama paling tidak 2
tahun.
6. Tanaman yang dijaminkan.
b). Untuk tanaman belum menghasilkan
1. Mutasi tanaman belum manghasilkan sebagai berikut:
• Saldo awal
• Tambahan tahun berjalan
- Biaya langsung
- Jumlah kapitalisasi biaya pinjaman, dan rugi kurs dalam hal
terjadi depresiasi luar biasa.
• Pengurangan tahun berjalan
- Jumlah yang direklasifikasi ke tanaman telah menghasilkan
- Pengurangan lainnya
• Saldo akhir
2. Nilai tanaman pada perkebunan inti rakyat/perkebunan inti plasma yang
menjadi milk perusahaan (inti) dan tanaman yang bukan milik
perusahaan (perkebunan rakyat/perkebunan plasma).
3. Cadangan kerugian yang mungkin timbul pada plasma.
78
Untuk pengungkapan catatan atas laporan keuangan pada ikhtisar kebijakan
akuntansi:
Tanaman Perkebunan
Yang harus dijelaskan adalah:
1. Dasar klasifikasi untuk jenis tanaman sebagai persediaan, tanaman
belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan.
2. Dasar penilaian dan pengukuran.
3. Kebijakan akuntansi reklasifikasi tanaman belum menghasilkan.
4. Metode penyusutan dan masa manfaat tanaman yang disusutkan.
5. Kebijakan akuntansi biaya pinjaman.
Menteri Kehutanan
Di dalam peraturan menteri kehutanan (2009), ketentuan dari standar ini untuk
pengungkapan pos-pos laporan keuangan yang berkaitan dengan aset biolojik dibagi atas
Hutan Tanaman Dalam Pengembangan dan Hutan Tanaman Siap Panen.
- Hutan Tanaman Siap Panen
Yang harus diungkapkan adalah:
a) Rincian nilai tercatat dan akumulasi depresiasi menurut:
1. Jenis hasil hutan
2. Lokasi yang mencakup luas area
b) Rekonsiliasi nilai tercatat awal tahun dan akhir tahun hasil hutan untuk setiap
kelompok
c) Hutan tanaman siap panen yang dijaminkan
- Hutan Tanaman Dalam Pengembangan
Yang harus diungkapkan adalah:
a) Mutasi Hutan tanaman dalam pengembangan sebagai berikut:
1. Saldo awal
2. Tambahan tahun berjalan.
a. Biaya langsung
b. Biaya tidak langsung
c. Jumlah kapitalisasi biaya pinjaman, dan rugi kurs dalam hal terjadi
depresiasi luar biasa
3. Pengurangan tahun berjalan
a. Jumlah yang dimutasi ke akun hutan tanaman siap panen
b. Pengurangan lainnya (contoh: kebakaran, alih fungsi, gagal tanam,
dan bencana alam)
4. Saldo akhir
b) Rincian nilai tercatat berdasarkan lokasi dan luas are per tahun tanam.
c) Informasi kondisi tegakan dan pertumbuhannya yang mendukung dasar
penilaiannya pada akun HT dalam pengembangan.
d) Status perizinan dan masa konsesi. Menteri Kehutanan (2009).
79
Perusahaan
Penyajian Laporan keuangan perusahaan dan pengungkapan keseluruhan yang terdapat
di lampiran. Sedangkan penyajian aset biolojik saja dalam laporan posisi keuangan di
sisi aset tidak lancar yang berupa tanaman perkebunan akan disajikan di dalam tabel
dibawah ini:
Tabel IV.23 Penyajian Aset Biolojik Lama
Tabel IV.24 Penyajian Aset Biolojik Baru
Dibawah ini adalah pengaruh rugi penurunan aset setelah impairment loss dalam laporan
laba rugi komprehensif tahun 2010. Dilihat bahwa pada tahun 2010 menujukkan
perusahaan mengalami kerugian
80
Tabel IV.25 Laporan Laba Rugi Komprehensif Lama (partial) tahun 2009-2010
Tabel IV.26 Laporan Laba Rugi Komprehensif Baru (partial) tahun 2009-2010
81
Catatan Atas Laporan Keuangan
Ikhtisar Kebijakan Akuntansi
Tanaman perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman produksi yang terdiri atas
tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, dan aset lain-lain berupa tanaman
belum menghasilkan tahun 2005 serta tanaman belum menghasilkan tahun 2006 berasal
dari masa akuisisi tanah tersebut tahun 2006. Tanaman belum menghasilkan dinyatakan
sebesar biaya dikurangi akumulasi depresiasi karena nilai wajar tidak dapat diandalkan.
Biaya yang dimasukkan dalam perhitungan tanaman belum menghasilkan adalah biaya
pembibitan, biaya persiapan lahan, dan biaya pemeliharan tanaman (termasuk atas
biaya-biaya lain agar tanaman menjadi tanaman menghasilkan). Biaya tersebut
dikapitalisasi sebesar biaya – biaya yang sudah terakumulasi. Tanaman belum
menghasilkan tidak didepresiasi.
Tanaman belum menghasilkan direklasifikasi menjadi tanaman menghasilkan pada saat
tanaman dianggap sudah dapat menghasilkan. Pada umumnya, tanaman menghasilkan
pada tahun ke 4. Tanaman menghasilkan dicatat sebesar biaya perolehan saat
reklasifikasi dilakukan dan diamortisasi pada saat penambahan tersebut. Metode
depresiasi adalah garis lurus dengan masa manfaat 25 tahun. Pinjaman yang digunakan
sebagai investasi untuk penananam tanaman perkebunan ini, bunganya dikapitalisasi
sebagai interest during construction (IDC) pada akun tertentu dalam aset dan tidak
dikurangi langsung dari akun tanaman.
Bibitan
Biaya-biaya yang terjadi untuk pembibitan, pembelian bibit, dan biaya pemeliharaannya
dinyatakan sebesar biaya perolehan. Akumulasi biaya ini akan dipindahkan ke akun
“Tanaman Belum Menghasilkan” pada saat siap ditanam.
82
Rekonsiliasi Tanaman Belum Menghasilkan
Tabel IV.27 Rekonsiliasi Tanaman Belum Menghasilkan
Tanaman Belum Menghasilkan
2010
Saldo awal
121.685.456.000
Penambahan biaya TBM
15.409.544.000
Penambahan biaya bibit
10.902.456.000
Pengurangan lainnya
(19.883.166.830)
Reklasifikasi ke TM
Saldo akhir
2009
85.017.800.000
25.765.200.000
10.902.456.000
2008
85.017.800.000
10.902.456.000
(49.760.000.000)
78.354.289.170
121.685.456.000 95.920.256.000
Untuk tanaman belum menghasilkan, tidak ada beban bunga yang dikapitalisasikan
karena semua bunga yang dipakai untuk modal kerja kebun mempunyai akun tersendiri.
Seluruh tanaman perkebunan telah diasuransikan terhadap risiko kerugian atas
kebakaran, wabah penyakit dan penyakit risiko lainnya. Selain itu, manajemen
berpendapat bahwa jumlah asuransi yang dibayar oleh perusahaan mampu untk
menutupi apabila perusahaan tidak mencapai produksi. Selain itu, manajemen tidak
melakukan pencadangan kerugian untuk CPO karena harga yang terus meningkat dari
tahun ke tahun.
Rekonsiliasi Tanaman Menghasilkan
Tabel IV. 28 Rekonsiliasi Tanaman Menghasilkan 2009.
83
Tabel IV.29 Rekonsiliasi Tanaman Menghasilkan 2010.
84
Download