Document

advertisement
Daging, ikan dan udang merupakan salah satu bahan pangan zat gizi protein. Namun,
daging, ikan dan udang merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan
asam gizi pada daging, ikan, dan udang menyediakan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
Bakteri merupakan mikroorganisme yang menempati golongan prokariotik, karena
tidak memiliki dinding inti yang jelas atau belum memiliki dinding inti yang sejati, sehingga
semua bagian intinya tersebar di dalam sitoplasma secara bebas. Tetap memiliki faktor
pembawa sifat yang tersimpan di dalam DNA yang berada di dalam kromosom namun
tersebar luas dan bebas di dalam sitoplasma. Meskipun demikian bukannya tidak memiliki
inti namun hanya saja tidak memiliki dinding inti yang jelas sehingga tampak tidak berinti
sel. Beberapa sifat morfologi bakteri perlu diperhatikan karena pertumbuhannya di dalam
makanan dan juga karena bakteri memiliki ketahanan cukup tingggi selama pengolahan
dengan panas maupun dengan suhu dingin (Schlegel & Schmidt, 1994).
Suhu rendah sering diaplikasikan sebagai salah satu metode untuk meyimpan
sekaligus mengawetkan makanan. Aplikasi suhu rendah ini berupa penyimpanan pada suhu
dingin (chilling) dan penyimpanan beku (freezing). Suhu rendah yang diaplikasikan pada
penyimpanan makanan dapat mengahambat atau mencegah reaksi-reaksi enzimatis, reaksireaksi kimia, dan dapat menekan pertumbuhan mikroba.
Penyimpanan dingin (chilling) umunya merupakan suatu metode pengawetan yang
ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. suhu yang
digunakan pada penyimpanan dingin (cilling) yaitu 5oC sampai 10oC. Perubahan-perubahan
pada makanan baik yang enzimatis maupun mikrobiologis tidak dapat dicegah, tetapi hanya
diperlambat saja (Effendi (2012).
Sedangakan penyimpanan beku menurut Effendi (2012) merupakan cara pengawetan
bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan
tersebut.mutu atau kualitas bahan pangan dapat dipertahankan karena dengan bekunya
sebagian ansungan air
bahan pangan dengan terbentuknya es sehingga ketersediaan air
menuru, maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan.
Daging unggas mentah dari ternak besar mengandung sekelompok besar
mikroorganisme yang berpotensi meyebabkan kerusakan. Mikroorganisme yang terdapat
dalam daging, meliputi Pseudomonas, Acinetobacter, Moraxella, Shewanella, Alcaligenes,
Aeromonas, Echerichia, Enterobacter, Serratia, Hafnia, Proteus, Brochothrix, Micrococcus,
Enterococcus, Lactobalillcus, Leuconostoc, Carnobacterium, Clostridium, kamir dan kapang
(Silliker, 1980 dlm Sopandi dan Wardah, 2014). Dominasi jenis mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan daging ditentukan oleh ketersediaan nutrisi, oksigen, suhu, lama
penyimpanan, ph, seta waktu generasi mikroorganisme pada konsisi lingungan pangan
tersebut berada.
Jumlah mikroorganisme setelah penyembelahan ternak merupakan faktor kritis yang
menentukan daya awet daging.berbagai jenis mikroba dapat ditemukan pada daging mentah,
tetapi hanya beberapa jenis mikroba yang mendominasi bergantug pada pH, komposisi
nutrisi, suhu penyimpanan, dan pengemasan (Samelis, 2006 dlm Sopandi dan wardah 2014).
Pseudomonas spp. merupakan bakteri yang mendominasi kerusakan daging yang
disimpan secara aerobik yang dpat memecah komponen asam amino. Pemecahan komponen
tersebut menghasilkan komponen aroma sulfida, NH3, dan amina, termasuk amina
biogenikseperti putresin dan kadavarin (Ellin, 2007 dlm Sopandi dan Wardah, 2014).
Brochothrix thermosphacta sering merupakan mikroba yang menyebabkan kerusakan pada
daging mentah yang disimpan pada suhu refigerasi secara aerobik (Risso, 2006 dlm Sopandi
dan Wardah 2014).
Peyimpanan daging mentah pada suhu refigerasi dapat menghambat pertumuhan
mikroba, sehingga kerusakan daging tersebut hampir didominasi oleh jenis bakteri
psikrofilik. Mikrotganisme psikofilik aerob dan fakultatif anaerob lebih menyukai tumbuh
pada suhu rendah. Reaksi kimia yang menyebabkan perubahan sesnsori pada daging
dimediasi oleh berbagai mikroba yang menggunakan pangan sebagai sumber karbon dan
energi (Sopandi dan Wardag, 2014).
Ikan dan udak termasuk pangan perishabel, kaya protein dengan kadar asam amino
bebas yang tinggi. Mikroba metabolisme asam amino tersebut dan mengasilkan NH3. Kondisi
penyimpanan
dan
pengolahan
juga
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
mikroba.
Pseudomonas dan Shelwanella merupakan species bakteri yang mendominasi pada ikan
mentah yang disimpan dingin pada kondisi aerobik (Fonnesbech, et al., 2005; Hozbor, et al.,
2006 dlm Sopandi dan Wardah 2014). Kerusakan karena mikroba pada udang lebih tinggi
dibandingkan pada kepiting dan lobster. Kepiting dan lobster masih hidup ketika akan diolah,
sedangkan udang segera mati ketika stelah panen (Sopandi dan Wardah, 2014).
Pada praktikum ini digunakan sampel daging ayam, ikan, dan udang yang disimpan di
chiller an freezer. Hal ini bertujuan untuk membandingkan jumlah mikroorganisme yang
terdapat pada sampel yang di simpan di chiller dan di freezer. Pada praktikum ini dilakukan
metode swab, karena kecenderungan kontaminasi tertinggi terjadi pada permukaan sampel.
Kemudian dilakukan pengenceran sampai 10-4 selnjutnya diambil 1ml untuk dimasukan
kedalam media NA dan PCA.
Pada pengamatan hari pertama hanya pada sampel ayam (feezer) dan udang (feezer)
yang ditumbuhi koloni. Dimana pada sampel daging ayam (freezer) terdapat 5 koloni pada
media PCA dan 18 koloni pada media NA. Sedangkan pada sampel udang (freezer) hanya
pada media PCA yang ditumbuhi koloni yaitu 2 koloni.
Pada hari ke-2 pengamatan terdapat banyak koloni yang tumbuh pada media NA
maupun PCA. Pada media NA didapat 193 koloni dari sampel ayam (freezer), ayam
(Cchiller) koloni 116, udang (freezer) koloni 9, udang (chiller) TBUD, ikan (freezer)193
koloni dan ikan (chiller) TBUD. Sedangkan pada media PCA didapat 17 koloni dari sampel
ayam (freezer), ayam (chiller) koloni 21, udang (freezer) koloni 24, udang (chiller) koloni 10,
ikan (freezer) 3 koloni dan ikan (chiller) TBUD.
Pada pengamatan hari pertama diamana hanya pada sampel ayam (freezer) dan udang
(freezer) saja yang ditumbuhi koloni pada medianya tersebut disebabkan karena bakteri
mengalami dormansi pada suhu rendah. Dormansi adalah suatu kondisi dimana bakteri tidak
ddapat melakukan aktivitasnya (beristirahat) karena berada disuhu rendah. Sehingga masih
butuh pemulihan untuk dapat beraktivitas dan berkembangbiak.
Spora bakteri dibentuk sedemikian rupa untuk bertahan hidup pada kondisi yang tidak
sesuai untuk tumbuh. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan ketahanan dalam menghadapi
lingkungan yang ekstrimdan menurunkan aktivitas metabolisme untuk mencapaikeadaan
dormansi (keadaan istirahat). Keadaan dormansi dapat diahiri dalam lingkungan yang sesuai,
melalui reaksi biokimia yang melibatkan aktivitas spora, germansi, perkembangan dan
pertumbuhan (Sopandi dan Wardah, 2014).
KESIMPULAN
1. suhu rendah dapat diaplikasikan sebagai metode penyimpanan dan pengawetan makanan
karena suhu rendah dapat mengahambat reaksi kimia dan aktivitas enzimatis serta dapat
menekan pertumbuhan mikroorganisme.
2. Pada suhu rendah masih terdapat bakteri yang dapat tumbuh dan berkembang, salah
satunya bakteri psikrofilik aerob dan fakultatif yang lebih senag tumbuh disuhu yang
rendah.
3. Pada suhu rendah bakteri mengalami dormansi. Dormansi adalah suatu kondisi dimana
bakteri tidak ddapat melakukan aktivitasnya (beristirahat) karena berada disuhu rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Schlegel H. G. & K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
Sopandi, T dan Wardah. 2014. Mikrobiologi Pangan [Teori dan Praktik]. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
Download