BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kanker Prostat Kanker prostat merupakan suatu penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara abnormal dan tidak terkendali, sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yang merupakan keganasan terbanyak diantara sistem urogenitalia pada pria. Kanker ini sering menyerang pria yang berumur di atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 7080 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun (Purnomo, 2011). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Kanker Prostat 7 Universitas Sumatera Utara 8 2.2 Anatomi Prostat Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar Prostat merupakan salah satu kelenjar organ genetalian pria yang berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum (Drake et.al. 2007). Bentuknya sebesar buah kemiri yang dan beratnya 20 gram, tebal ± 2cm , panjangnya ± 3cm dan lebar ± 4 cm pada bagian depan prostat disokong oleh ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma urogenital (Purnomo, 2011). Menurut Sloane (2003), secara histologi prostat terdiri atas kumpulan 30-50 kelenjar tubulo alveolar mengeluarkan sekret kedalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kokikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastik. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada Universitas Sumatera Utara 9 stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Kelenjar Prostat menghasilakn cairan yang merupakan salah satu komponen yang disimpan di bagian dalam untuk dikeluarkan selama ejakulasi. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretoris dan bermuara di utera posterior untuk dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat berkisar ±25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2011). Kelenjar prostat dipengaruhi oleh hormon androgen, termasuk testosteron yang diproduksi oleh testis yaitu dehidroepiandrosteron. Fungsi kelenjar prostat mensekresi cairan encer, seperti susu yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi ductus defferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat (saat ejakulasi) menambah lebih banyak lagi jumlah semen (Guyton dan Hall, 1997). Menurut Daniel dan Widjaya (2007), apex prostatae merupakan bagian paling bawah yang terletak diatas diaphragm urogenitalis dan terletak satu setengah sentimeter di belakang bagian bawah symphysis pubica. Basis prostat berhubungan dengan vesica urinaria pada suatu bidang horizontal yang melalui bagian tengah symphysis pubica. Prostat mempunyai otot polos yang melanjutkan Universitas Sumatera Utara 10 ke vesica urinaria. Ostium urethrae terletak pada bagian tengah dari basis prostat. Pada penelitian terhadap prostat pada fetus atau neonatus pembagian prostat menjadi empat lobus, yaitu : 1. Lobus Anterior atau Istmus yang terletak di depan urethra dan menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister. Bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos. 2. Lobus Medius yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculaytoris. Banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang menonjol ke dalam vesica urinaria bila lobus medius ini membesar akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu buang air kecil. 3. Lobus Posterior yang terletak di belakang urethra dan dibawah ductus ejaculatorius. 4. Lobus Lateralis yang terletak disisi kiri dan kanan urethra. Menurut Mansjoer Arif dkk (2000), konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah atau zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu : untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2. 1. Zona Anterior atau Ventral Sesuai dengan lobus anterior, tidak mempunyai kelenjar, terdiri atas stroma, fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. Universitas Sumatera Utara 11 2. Zona Sentralis Zona ini mempunyai epitel bertingkat dan mempunyai 25% dari volume kelenjar. Lokasinya terletak antara kedua duktus ejakulatoris, zona ini resistensi terhadap inflamasi. 3. Zona Perifer Bagian sub-kapsular dari aspek posterior kelenjar prostat yang mengitari uretra distal dan meliputi hingga 70% kelenjar prostat normal pada lelaki muda. Dari bagian kelenjar inilah lebih dari 70% penyakit kanker prostat berasal. 4. Zona Transisional Zona ini bertanggung jawab terhadap 5% volume prostat dan sangat jarang terkait dengan karsinoma. Zona Transisi mengitari uretra proksimal dan merupakan wilayah kelenjar prostat yang bertumbuh sepanjang hidup anda. Zona ini terlibat dalam pembesaran prostat jinak. 5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. 2.3 Patofisiologi Menurut Mansjoer Arif dkk (2000), sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma yang berasal dari sel asinar prostat dan bermula dari volume yang kecil kemudian membesar hingga menyebar. Karsinoma prostat paling sering ditemukan pada zona perifer sekitar 75%, pada zona sentral atau zona transisi sekitar 15-20%, sedangkan menurut Presti (2004), dan Purnomo (2011), sekitar Universitas Sumatera Utara 12 60-70% terdapat pada zona perifer, 10-20% pada zona transisional, dan 5-10% pada zona sentral. Munculnya kanker prostat secara laten pada usia tua banyak terjadi. Sepuluh persen pria usia enam puluh tahun mempunyai kanker prostat’diam’dan tidak bergejala. Persentasi ini bertambah usia. Pada tiga puluh persen kematian pria yang sebelumnya mempunyai keluhan atau gejala kanker prostat ternyata pada pemeriksaan ditemukan adanya tumor ganas ini. Pertumbuhan dari kanker prostat asimtomatis yang kebemukan pada umumnya lambat sekali. Sembilan puluh persen tumor tersebut merupakan adenokarsinoma. Umumnya, penyakitnya multifocal keganasan sering terjadi terletak di pinggir kelenjar. Prognosisnya langsung bergantung pada derajat keganasan sel-sel dan kadar infiltrasi ke dalam pembuluh darah limfe dan pembuluh balik (Jong dan Sjamsuhidayat, 2004) Menurut Mc. NEAL (1988), mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak atau membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95% dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain (5%) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi. Sebagian besar proses keganasan (60-70%) bermula di zona perifer, sebagian juga dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentra Karsinoma prostat berupa lesi multi sentrik. Kanker prostat menyebar ke kelenjar limfe di panggul kemudian ke kelenjar limfe retroperitoneal atas. Penyebaran hematogen terjadi melalui V, vertebralis ke tulang panggul, femur proksimal, ruas tulang lumbal, dan tulang Universitas Sumatera Utara 13 iga. Metastasis tulang sering bersifat osteoklastik. Kanker ini jarang menyebar ke sumsum tulang dan visera, khususnya hati dan paru (jong dan Sjamsuhidajat, 2010). 2.4 Gejala Kanker Prostat Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. 2.4.1 Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi (Mansjoer Arif dkk, 2000). a. Gejala obstruksi Gejala obstruksi disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh sel kanker prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah : 1. Menunggu pada permulaan miksi (hesitancy) 2. Pancaran miksi lemah (weak stream) 3. Miksi terputus (intermittency) 4. Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete blander emptying) 5. Menetes setelah miksi (terminal dribbling) Universitas Sumatera Utara 14 b. Gejala iritatif Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran sel kanker prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., Gejalanya ialah : 1. Bertambahnya frekuensi miksi (frekuensi) 2. Nokturia 3. Miksi sulit ditahan (urgency) 4. Nyeri pada saat miksi (dysuria) atau saat ejakulasi 5. Keluarnya darah pada saat miksi atau saat ejakulasi 2.4.2 Keluhan pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat kanker prostat pada nsaluran kemih bagian atas berupa nyeri atau kekakuan pada punggung bawah, pinggul atau paha atas dan tidak nyaman di daerah panggul akibat penyebaran di kelenjar getah bening yang terletak di panggul. 2.5 Penatalaksanaan Medis Kanker Prostat Tindakan penanganan terhadap kanker prostat yang perlu diperhatikan faktor – faktor yang berhubungan dengan prognosis kanker prostat yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu faktor – faktor prognostik klinis dan patologis kanker prostat. Faktor prognostik klinis adalah faktor – faktor yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Faktor klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi Universitas Sumatera Utara 15 karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai. Sedangkan faktor patologis adalah factor – factor yang memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan evaluasi kesuruhan prostat (Buhmeida et. al. 2006). Faktor – prognostik antara lain : 1. Usia pasien 2. Volume tumor 3. Grading atau Gleason score 4. Ekstrakapsular ekstensi 5. Invasi ke kelenjar vesikula seminalis 6. Zona asal kanker prostat 7. Faktor biologis seperti serum PSA, IGF, p53 gen penekan tumor dan lain – lain. Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya apakah kanker prostat tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan atau sudah mengalami metastase. Selain itu juga perlu diperhatikan faktor – faktor prognostik diatas yang sangat penting untuk melakukan terapi kanker prostat. Untuk penyakit yang masih terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan watchfull waiting atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull waiting merupakan pilihan yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari 10 tahun atau memiliki skor Gleason 3 + 3 dengan volume tumor yang kecil yang memiliki kemungkinan metastase dalam kurun waktu 10 tahun apabila tidak diobati (Choen dan Douglas, 2008). Sumber lain menuliskan bahwa watchfull waiting dilakukan bila pasien memiliki skor Gleason 2 – 6 dengan tidak adanya nilai 4 dan 5 pada Universitas Sumatera Utara 16 nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah untuk berkembang (Presti, 2008). Pada pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi radikal prostatektomi dan kemudian jaringan prostat dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Radikal prostatektomi adalah prosedur bedah standar yang mengangkat prostat dan vesika seminalis. Prognosis pasien yang melakukan radikal prostatektomi tergantung dengan gambaran patologis spesimen prostat. Indikasi utama pengobatan prostatektomi radikal adalah penderita dengan tumor terlokalisir (T1-T2) dengan harapan hidup saat diagnosis > 10 tahun, umumnya usia maksimal 75 tahun, Sudah tentu sebelum memilih pengobatan ini harus dicari dan dipertimbangkan adanya komorbiditas yang dapat menyulitkan saat operasi atau memperburuk keadaan penderita setelah tindakan pembedahan (Bartsch et.al. 2006). 2.6 Derajat Diferensiasi Sel dan Stadium 2.6.1 Derajat Diferensiasi Sel Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason. Sistem ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang dilihat secara makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari pengamatan dibedakan dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern) dan pola tidak ekstensif (secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan sehingga menjadi grading dari Gleason (Purnomo, 2011). Tabel 2.1. Derajat Diferensiasi Kanker Prostat Menurut Gleason Grade 2-4 5-7 8-10 Sumber : Purnomo, 2011 Tingkat Histopatologi Diferensiasi baik Diferensiasi sedang Diferensiasi buruk Universitas Sumatera Utara 17 2.6.2 Stadium Kanker Prostat Sistem staging yang digunakan untuk Kanker prostat adalah menurut AJCC (American Joint Committee on Cancer) 2010/ system TNM 2009. Tabel 2.2. Tingkat penyebaran Tx Tumor tidak dapat ditentukan T0 Tumor tidak ada T1 Tidak dapat diraba, penemuan histologik kebetulan T1a tumor ditemukan tidak sengaja pada TUR;≤ 5% merupakan keganasan T1b tumor ditemukan tidak sengaja pada TUR; > 5% merupakan keganasan T1c tumor ditemukan pada biopsi jarum karena terdapat peningkatan PSA T2 Tumor teraba T2a pada ≤ 1/2 lobus T2b pada 1/2 – 2 lobus T3c pada 2 lobus T3 Menembus simpai dan/atau vesika seminalis T3a penyebaran ekstrakapsular unilateral T3b penyebaran ekstrakapsular bilateral T3c tumor menginfasi vesika seminalis T4 Tumor terinfeksi atau mengeinvasi struktur sekitarnya lebih dari vesika seminalis T4a tumor menginfasi leher blandder dan/atau sfingter ekstema dan/atau rektum Nx metastasis kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan Universitas Sumatera Utara 18 N0 tidak ada metastasis kelenjar limfe regional N1 metastasis kelenjar linmfe regional ≤ 2 cm N2 metastasis kelenjar limfe regional 2-5 cm, atau kelenjar regional multipel, tidak > 5 cm pada dimensi terbesar N3 metastasis kelenjar limfe regional > 5 cm pada dimensi terbesar Mx metastasis jauh tidak dapat ditentukan M0 tidak ada metastasis jauh M1 mrtastasis jauh M1a meliputi kelenjar limfe nonregional M1b meliputi tulang M1c meliputi metastasis jauh yang lain Sumber : Kemenkes RI, 2015 Keterangan : Sistem TNM (Tumor, Node, Metastase), yaitu: 1. Tumor : besar atau luas tumor asal ( Tis = tumor belum menyebar ke jaringan sekitar; T1-4 = ukuran tumor) 2. Node : penyebaran kanker ke kelenjar getah bening (N0 = tidak menyebar ke kelenjar getah bening; N1-3 = derajat penyebaran) 3. Metastase : ada atau tidaknya penyebaran ke organ jauh (M0 = tidak ada / M1 = ada) (Diananda , 2009) Faktor utama yang berpengaruh pada penyebarannya adalah lokasi kanker. Kemungkinan menyebar lebih besar bila di apeks atau di basal karna lemahnya kapsul pada lokasi ini. Metastasis hematogenik yang sering terjadi adalah Universitas Sumatera Utara 19 penyebaran ke tulang vertebra lumbal, tulang pangggul, tulang femurtroksimal, tulang iga, tulang sternum, dan tulang kepala (Mansjoer Arif dkk, 2000). Menurut Diananda (2009), dan Suprianto (2010), kanker prostat dikelompokkan menjadi 4 stadium: 1) Stadium I : Benjolan/kanker tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik atau DRE biasanya ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena penyakit lain. 2) Stadium II : Kanker terlokalisasi pada prostat dan biasanya ditemukan pada pemeriksaan fisik atau tes PSA. 3) Stadium III : Jaringan kanker telah menginvasi sebagian besar prostat, dan menyebar menembus ke luar dari kapsul prostat, mengenai vesikula seminalis, leher kandung kemih dan rongga pelvis, tetapi belum sampai menyebar ke kelenjar getah bening. 4) Stadium IV : Kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang belakang dan paru-paru). 2.7 Gambaran Epidemiologi 2.7.1 Distribusi dan Frekuensi Kanker Prostat a. Berdasarkan orang Kanker prostat menurut data dari Surveillance, Epidemiology and End Result (SEER) (2007), paling sering ditemukan pada usia rata-rata 67,2 tahun pada 2004-2005. Hasil penelitian Putriyuni dan Hibertina (2004), di semua Universitas Sumatera Utara 20 laboratorium Patologi Anatomi Sumatera Barat tahun 2010-2012 dengan distribusi umur yaitu 61-70 tahun 38,65% dan ≤ 50 tahun 1,84%. Kanker prostat di Jepang dilaporkan sebanyak 39 penderita per 100.000 orang dan di China 28 penderita per 100.000 orang mengalami penyakit ini (Pienta, 2000). Kanker prostat dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi kanker yang paling umum di kalangan pria di sebagian besar masyarakat Barat. Pada tahun 2003, 7.900 orang di diagnosis dengan kanker prostat di Belanda, sedangkan 2.350 orang meninggal dengan CFR adalah 29,7 (Mireille dkk, 2008). Hasil penelitian Junaidi (2012), menemukan usia rata-rata pasien 65,3 tahun dengan kelompok usia terbanyak adalah 56-60 tahun dari 33 kasus adenokarsinoma prostat yang diperiksa di RS Adam Malik Medan periode Juli 2010-Juni 2012 dengan distribusi umur yaitu 56-60 tahun 24.2% dan usia 66-67 tahun 24.2%, diikuti usia 71-75 tahun 18.2%, usia 61-65 tahun 18.2%, usia 76-80 tahun dan 81-85 tahun (3,0%). b. Berdasarkan Tempat dan Waktu Kanker prostat saat ini merupakan jenis keganasan non-kulit yang terbanyak di negara barat atau keganasan tersering ke 4 pada pria di seluruh dunia setelah kanker kulit, paru dan usus besar. Insidensi terendah di Asia (Shanghai) sebesar 1,9 per 100.000 penduduk dan tertinggi di Amerika Utara dan Skandinavia, terutama keturunan Afro-Amerika sebesar 272 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas juga berbeda pada tiap negara, yang tertinggi di Swedia (23 per 100.000 penduduk) dan terendah di Asia (<5 per 100.000 penduduk) (Kemenkes RI, 2015). Universitas Sumatera Utara 21 2.7.2 Determinan Kanker Prostat a. Faktor Genetik Menurut Kim dan Steinberg (2000), dan Moyad (2002), riwayat keluarga sebagai faktor resiko kanker prostat. Kira-kira 15 – 25 % pasien didiagnosis dengan kanker prostat dilaporkan memiliki satu hubungan darah relatif dengan diagnosa yang sama. Laki-laki dewasa dengan ayah atau saudara laki-laki yang menderita kanker prostat mempunyai resiko dua kali menderita kanker prostat dibandingkan dengan laki-laki dewasa yang tidak memiliki riwayat kanker prostat. Sedangkan menurut Purnomo, (2011), adanya factor genetika yang melandasi terjadinya kanker prostat, dimana riwayat keluarga yang menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudara laki-lakinya menderita, serta memungkinkan naik menjadi lima kali jika ayah dan saudaranya juga menderita. b. Faktor Ras dan Lingkungan Berdasarkan ras dan factor lingkungan menurut Moul et.al. (2005), Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika – Amerika.Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat dibandingkan dengan pria kulit putih. Sementara bangsa Hispanik dan Asia memiliki insiden yang lebih rendah dari orang kulit putih (Surveillance, Epidemiology and End Result (SEER), 2007). Universitas Sumatera Utara 22 c. Faktor Gaya Hidup 1. Makanan Kanker prostat juga sering dikaitkan dengan kadar pengambilan lemak. Di mana, baik lemak dari tumbuhan maupun lemak dari hewan. Akan tetapi, harus diingatkan bahwa tidak semua lemak punya kecenderungan untuk menyebabkan kanker prostat. Ini adalah berdasarkan hasil studi yang dijalankan pada orang Jepang yang tinggal di Jepang dan orang Jepang yang tinggal di Amerika, dari hasil penelitian yang dijalankan, di lihat bahwa yang tinggal di Amerika lebih tinggi prevalensi menderita kanker prostat dibanding orang Jepang yang memang tinggal di Jepang. Hasil kultur sel menunjukkan bahwa asam lemak omega-6 merupakan stimulan positif terhadap pertumbuhan sel kanker prostat (McLaughlin, 1990). Sedangkan menurut O Reilly (1999) stimulasi negatif asam lemak omega-3 menunjukkan asam lemak omega-3 dapat mempengaruhi hormon seks atau faktor pertumbuhan dan kesan langsung terhadap 5-alpha reductase. 2. Kalsium Para usia lanjut akan kehilangan kandungan kalsium tubuh sebanyak 30% setelah usia 50 tahun dan 80% setelah 70 tahun yang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis sehingga membutuhkan asupan kalsium yang lebih banyak daripada usia dewasa (Donatelle, 2005). Hal ini menciptakan paradigma di kalangan usia lanjut untuk mengkonsumsi kalsium dalam jumlah banyak, tetapi dengan pola konsumsi kalsium berlebih khususnya pada pria usia lanjut dapat meningkatkan risiko terkena kanker prostat (Astawan, 2008). Peran kalsium dalam meningkatkan risiko kanker prostat dengan asupan kalsium berlebih (> Universitas Sumatera Utara 23 2000 mg/hari), sehingga menurunkan regulasi 1,25 dihidroksi vitamin D, vitamin D aktif yang diduga berperan penting dalam proses karsinogenesis melalui inhibisi pertumbuhan dan proliferasi sel kanker dan metastasis (Yuyun, 2007). 3. Kimia Kadmium (Cd) Kadmium merupakan suatu logam putih, mudah dibentuk lunak dengan warna kebiruan. Titik didih yang relative rendah (767 0C) membuatnya mudah terbakar, sehingga membentuk asap kadnium oksida. Kadmium juga merupakan unsur yang terdapat di alam dan karena sebagian aplikasinya menyebabkan penyebaran luas dalam lingkungan, maka kadmium mudah tertapar dalam makanan, udara dan air. Paparan dapat juga terjadi dengan merokok dan mengunyah tembakau, dll. Beberapa studi epidemiologis adanya peningkatan insidens kanker prostat dan kanker paru ( Suyono dan Wijaya, 1995). d. Faktor Hormonal Faktor hormonal Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - α reduktase. Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron. (Haas dan Wael, 1997). Sedangkan Menurut Chan dan Giovannucci (2001), menunjukkan bahwa ada hubungan diantara faktor hormonal dan kanker prostat, dan ini Universitas Sumatera Utara 24 dikaitkan dengan adanya riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus, sirosis dan sebagainya yang mana mengganggu keseimbangan hormon secara tidak langsung. 2.8 Pencegahan Pencegahan Kanker Prostat merupakan suatu langkah yang dianjurkan kepada setiap pria yang akan sangat membantu mengurangi gejala-gejala Kanker Prostat, diantaranya adalah : 2.8.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer yang merupakan pencegahan yang dilakukan pada orang sehat yang memiliki faktor resiko untuk terkena Kanker Prostat. Menurut Physicians Commitee for Responsible Medicine (PCRM) 2012, Kanker prostat tanpak meningkat diseluruh dunia yang disebabkan sebagian oleh kebiasaan makan Barat. Asupan daging dan susu yang meningkat dan pola makan tinggi makanan olahan dan rendah serat telah dikaitkan dengan meningkatnya resiko kanker prostat. Menurut Purnomo (2011), Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadiya kanker prostat adalah sebagai berikut: 1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin A, beta karoten, isoflavom, vitoestrogen yang terdapat kedelai, likofen (anti oksidan karotenoit yang banyak terdapat pada tomat), selenium ( terdapat ikan laut, daging, biji-bijian),Vitamin E serta tinggi serat 2. Menghindari makanan yang berlemak tinggi 3. Menghindari konsumsi daging yang berlebihan 4. Membatasi makanan yang diawetkan atau yang mengangung penyedap rasa Universitas Sumatera Utara 25 5. Menghindari paparan bahan kimia kadmium (Cd) yang banyak terdapat pada alat listrik dan baterai. 2.8.2 Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder ditujukan untuk melakukan deteksi dini, diagnosa dan pengobatan terhadap penderita Kanker Prostat dengan tujuan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius. Karsinoma prostat stadium awal bersifat asimtomatik pada saat diagnosa, dan lebih dari 80% pasien menderita stadium 3 dan 4 pada saat diagnosa (Isselbacher et.al. 2000). Menurut Purnomo (2011), untuk membantu menegakakan diagnosis suatu adenokarsinoma prostat dan mengikuti perkembangan penyakit tumor ini terdapat beberapa penenda tumor, yaitu (1) PAP (Prostatic Acid Phosphatase ) dihasilkan oleh sel asini prostat, dan disekresikan ke dalam duktuli prostat dan (2) PSA ( Prostate Specefic Antigen ) yaitu suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat, dan berperan dalam melakukan likuefaksi cairan semen. Menurut Kresno (2001), kadar PSA dalam serum pria normal maupun penderita kanker prostat adalah 0,1-2,6ng/ml, kadar PSA meningkat pada hipertrofi prostat hingga rata-rata 3,4ng/ml dan pada kanker prostat stadium tiga dan empat kadar PSA yaitu masing-masing 10,1 ng/ml dan 24,2 ng/ml. Dengan demikian maka perlu dilakukan pemeriksaan karsinoma prostat dengan menggunakan : 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok dubur kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, Universitas Sumatera Utara 26 berbenjol-benjol, maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. Delapan belas persen dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari colok dubur saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan pada colok dubur dengan disertai kadar PSA > 2,6 ng/ml mempunyai nilai prediksi 5-30% ( Kemenkes RI, 2015). 3. USG transrektal (TRUS) Pada pemeriksaan USG transrektal dapat diketahui adanya area hipo-ekoik (60%) yang merupakan adalah satu tanda adanya kanker prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstrak apsuler. Selain itu dengan tuntunan USG dapat di ambil contoh jaringan pada area yang dicurigai keganasan melalui biopsy aspirasi dengan jarum halus (BAJAH) (Purnomo, 2011). 4. Biopsi Biopsi prostat untuk mendiagnosa dan mengindikasi jika terdapat kelainan pada perabaan sewaktu dilakukan colok dubur, peningkatan nilai PSA serum >10ng/ml tetapi penderita KAP kadar PSA <4ng/ml dan kelainan bila gejala saluran kemih bagian bawah timbul yang memiliki riwayat obstruksi. Biopsi prostat dilakukan dengan panduan USG melalui dubur (Isselbacher et.al. 2000; dan Dalimartha, 2004) 5. CT scan dan MRI CT scan diperiksa jika dicurigai adanya metastasis pada limfonudi (N), yaitu menunjukkan skor Gleason tinggi (>7) atau kadar PSA tinggi. Dibandingkan Universitas Sumatera Utara 27 dengan USG transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor ke ekstrakapsuler atau ke vasikula seminalis (Purnomo, 2011). Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat pemeriksaan colok dubur. Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan biopsi, dibantu dengan Trans Rectal Ultrasound Scanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur terbukti sebagai kanker prostat. Pada kanker prostat stadium awal biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras atau secara kebetulan ditemukan adanya tingkat kadar penanda tumor PSA (Prostate Specific Antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium (Purnomo, 2011). Tes Prostate-Specific Antigen digunakan untuk menghitung kadar PSA di dalam darah pasien. Tes ini digunakan untuk mendiagnosa BPH dan carcinoma prostat. Direkomendasikan untuk laki-laki diantara 40 - 50 tahun yang punya risiko tinggi. Stamey, adalah pertama untuk mengaitkan kadar serum PSA dengan volume jaringan prostate. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 1980-an didapatkan kadar serum PSA daripada BPH adalah 0.30 ng/mL per gram jaringan dan 3.5 ng/mL per cm3 dari jaringan kanker. Vesely, mendapatkan bahawa volume prostat dan kadar serum serum PSA mempunyai korelasi signifikan dan meningkat dengan pertambahan usia. Kadar PSA meningkat secara moderate dalam 30 hingga 50% pasien BPH, tergantung besarnya prostat dan derajat obstruksi, dan PSA juga meningkat bagi 25 hingga 92% pasien dengan carcinoma prostat, tergantung volume tumor tersebut (Roehrborn, 2013). Universitas Sumatera Utara 28 Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensi kenyal), seperti asimetri, nodul pada prostat, batas atas yang dapat diraba. Pada kanker prostat, prostat teraba lebih keras dari sekitarnya atau ada prostat asismetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat diketahui batu prostat bila teraba krepitasi. Pemeriksaan laboratorium yang biasanya dilakukan adalah uroflowmetri dan tes prostate-specific antigen (PSA). Uroflowmetri merupakan teknik urodinamik untuk menilai uropati obstruktif dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi. Apabila Flow rate < 15 mL/sec, ini menandakan obstruksi, dan apabila postvoid residual volume > 100 mL, ini menandakan retensi. Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan (Roehrborn, 2013). Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu buang air kecil yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml per detik dan pancaran maksimal 20 ml per detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 ml per detik sedangkan maksimal pancaran menjadi 25 ml per detik atau kurang. Obstuksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolitiasis (Jong dan Sjamsuhidajat, 2010). Kanker Universitas Sumatera Utara 29 Prostat yang sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang vertebra. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies) dapat dilihat dengan pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruk7si atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan AbramsGriffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur (Homma et al. 2011). Pemeriksaan pada tulang dilakukan dengan Bone scan. Bone scan dipergunakan untuk mencari metastasi hematogen pada tulang. Pemeriksaan ini cukup sensitive, tetapi beberapa kelainan tulang hasil positif palsu antara lain arthritis dengan degenerative pada tulang belakang, penyakit Paget, setelah sembuh dari cedera patah tulang atau adanya penyakit tulang yang lain. Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa factor yaitu grading tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup saat diagnosis. Dalam menentukkan usia harapan hidup, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu parameter untuk menentukan pilihan terapi (Kemenkes RI, 2015). Universitas Sumatera Utara 30 Tabel 2.3. Penatalaksanaan kanker terlokalisir atau locally advanced ≤ 70 Tahun 1. Prostatektomi radikal 2. EBRT atau Brakhiterapi permanen 3. Monitoring aktif 4. Terapi investigasional 1. Prostatektomi Sedang: T: 1b, 2a atau radikal Gleason: 6, atau 2. EBRT, 3+4 atau Brakhiterapi PSA: < 10 atau permanen atau Temuan biopsi: kombinasi Bilateral, <50% 3. Terapi investigasional 1. EBRT+ terapi Tinggi: T: 2b, 3a, 3b atau hormonal (2-3 thn) Gleason: ≥ 4+3 2. Prostatektomi atau radikal PSA: 10-20 atau + diseksi KGB pelvis Temuan biopsi: > 3. Terapi 50% perineural, investigasional Duktal 4. Terapi hormonal 1. EBRT+ terapi Sangat tinggi: T: 4 atau hormonal Gleason: ≥ 8, 2. Terapi hormonal atau 3. Prostatektomi PSA: > 20, atau radikal Temuan biopsi: + diseksi KGB pelvis limfovaskuler, 4. Terapi sistemik neuroendokrin +terapi hormonal 5. Terapi multimodal Investigasional RESIKO Rendah: T: 1a atau 1c dan Gleason:2-5 dan PSA: <10 dan Temuan biopsi: Unilateral <50% USIA 71-80 Tahun 1. Monitoring aktif 2. EBRT atau Brakhiterapi permanen 3. Terapi investigasional 1. EBRT, Brakhiterapi permanen atau kombinasi 2. Prostatektomi radikal 3. Terapi investigasional 1. EBRT+terapi hormonal (2-3 thn) 2. Terapi hormonal 3. Prostatektomi radikal + diseksi KGB pelvis 4. Terapi investigasional 1. Terapi hormonal 2. E B R T + t e r a pi hormonal 3. Prostatektomi radikal + diseksi KGB pelvis 4. Sistemik terapi non hormonal (kemoterapi) >80 Tahun 1. Monitoring aktif 1. Monitoring aktif 2. EBRT, Brakhiterapi permanen atau kombinasi 3. T e r a p i investigasional 1. Terapi hormonal 2. E B R T + t e r a pi hormonal 3. T e r a p i investigasional 1. Terapi hormonal 2. EBRT+ terapi hormonal 3. Terapi investigasional Sumber : Kemenkes RI , 2015 Universitas Sumatera Utara 31 Keterangan : 1. Monitoring aktif dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki gejala. Juga tidak direkomendasikan pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi dengan usia ≤ 70 tahun. 2. Diseksi KGB pelvis tidak dilakukan bila probabilitas adanya keterlibatan kelenjar (staging nomogram) < 3%. 3. Terdapat perubahan untuk rekomendasi radikal prostatektomi untuk pasien risiko tinggi dan sangat tinggi sebagai bagian program terapi multimodalitas termasuk terapi hormonal, radioterapi pasca operasi dan bila memungkinkan kemoterapi. 2.8.3 Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berlanjut, dan memberikan penaganan yang tepat pada pasien Kanker Prostat. Menurut Jong (2005), Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit baik pasien dalam keadaan sembuh atau dalam proses penyembuhan adalah : a. Penyinaran Pada penderita kanker prostat biasanya diberikan penyinaran eksternal yang konvensional atau teleradioterapi. Dosis total dibagi atas ≥ 30 fraksi dan berlangsung enam minggu. Efek samping terjadi karena rangsangan terhadap selaput lendir, jadi menimbulkan keluhan menyangkut kandung kemih dan usus. Dalam jangka panjang impotensi termasuk penyulit (30% dari kasus). Universitas Sumatera Utara 32 b. Paliatif Terapi kuratif tidak mungkin di lakukan pada sebagian besar penderita kanker prostat karna perluasan prosesnya atau keadaan umum penderita.Terapi paliatif merupakan kemungkinan terbaik untuk mengatasi keluhan berkemih, lewat uretra dilakukan prostatektomi dari dalam melalui uretra dengan jerat endoskop (TUR=Trans Uretra Reseksi) agar di peroleh jalan yang bebas dan memudahkan penderita berkemih. c. Terapi Hormonal Pada banyak kasus, terapi hormonal digunakan secara jangka panjang . Tujuannya adalah mengaruhi hormon laki-laki, sehingga tumor primer dan metastasisnya mencapai remisi untuk waktu lama. Menurut Purnomo (2011), ada beberapa teori konsep pemberian terapi hormonal, yaitu : 1. Konsep Hugins, “Sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan”. Sumber androgen ditiadakan dengan cara pembedahan atau dengan medikamentosa. 2. Konsep Labrie, menghilangkan sumber androgen yang hanya berasal dari testis belum cukup, karena masih ada sumber androgen dari kelenjar suprarenal yaitu sebesar ± 10% dari seluruh testoteron yang ada di dalam tubuh. Sehingga labrie menganjurkan untuk melakukan blockade androgen total. Universitas Sumatera Utara 33 2.9 Kerangka Konsep Karakteristik penderita Kanker Prostat 1. Sosiodemografi : Umur Suku Agama Pekerjaan Pendidikan Status Perkawinan 2. Keluhan Utama 3. Stadium Klinik 4. Penatalaksanaan Medis 5. Lama rawatan yang di rawat inap 6. Sumber Biaya 7. Keadaan Sewaktu Pulang Universitas Sumatera Utara